HALAMAN SAMPUL.................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................
DAFTAR TABEL........................................................................................................
I. PENDAHULUAN ....................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................
B. Tujuan.............................................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................
III. METODE PRAKTIKUM.....................................................................................
A. Bahan dan Alat...............................................................................................
B. Prosedur Kerja................................................................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................
A. Hasil................................................................................................................
B. Pembahasan....................................................................................................
V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
LAMPIRAN.................................................................................................................
Lampiran 1. ACC............................................................................................
Lampiran 2. Dokumentasi Praktikum.............................................................
Lampiran 3. Pustaka.......................................................................................
DAFTAR TABEL
ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknik dasar laboratorium adalah salah satu mata kuliah yang ada pada
program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.
Mata kuliah teknik dasar laboratorium merupakan praktikum yang berfungsi
untuk membekali dasar-dasar dalam penggunaan laboratorium. Serangkaian acara
praktikum pada teknik dasar laboratorium salah satunya adalah mengenai presisi,
akurasi, dan kalibrasi. Praktikum yang dilaksanakan pada acara ini adalah
mengukur diameter cabai, panjang cabai, diameter kacang hijau, dan panjang
kacang hijau menggunakan alat ukur sederhana yang bisa dilakukan di rumah
masing-masing. Hal ini disebabkan karena adanya pandemi, pelaksanaan
praktikum dilakukan di rumah masing-masing menggunakan alat yang bisa
digunakan untuk pengukuran.
Pengukuran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk
menentukan nilai suatu besaran dalam bentuk angka secara kuantitatif. Ketelitian
dalam pengukuran akan mempengaruhi nilai dari data yang diambil. Besaran,
kapasitas, dimensi, dan penentuan besaran yang diberikan angka terhadap suatu
objek tertentu juga menjadi bagian dari pengukuran. Tujuan dari adanya
pengukuran adalah untuk memperoleh data berupa informasi yang akurat
mengenai sifat fisik, biologi, kimia benda sehingga dapat diatur sesuai dengan
informasi yang kita inginkan.
Untuk mengetahui harga dari suatu variabel yang diukur, perlu adanya alat
ukur yang menunjang agar pengukuran pada suatu objek terlihat dari alat ukur
yang disajikan. Bantuan alat ukur dan instrumen yang diperlukan dalam
pengukuran diperlukan agar informasi yang disajikan secara kualitatif atau
kuantitatif dapat ditanggapi oleh penglihatan manusia. Nilai yang diperoleh
setelah mendapatkan angka dari pengukuran disebut sebagai hasil pengukuran.
Alat ukur yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah
1
penggaris/mistar. Sedangkan instrumen yang merupakan alat ukur dengan sifat
yang lebih kompleks biasanya digunakan dalam laboratorium, contohnya adalah
alat ukur suhu, tekanan, gaya, getaran, dan lain-lain.
Kesalahan dalam pengukuran biasanya sering terjadi saat proses
pengukuran. Hal ini disebabkan karena adanya ketidaktepatan dalam pengukuran
yang dilakukan, kondisi lingkungan yang tidak memadai, atau bahkan kesalahan
dalam membaca angka dalam proses pengukuran. Keakuratan dalam pengukuran
yang merupakan nilai sebenarnya dalam melakukan pengukuran. Dalam
melakukan proses pengukuran perlu keakuratan dan ketepatan hasil agar suatu
alat/instrumen menunjukan hal yang seharusnya. Proses pengulangan biasa terjadi
agar pengukuran yang dilakukan secara berturut-turut memiliki nilai yang
mendekati hasil sama pada semua objek yang diamati. Maka dari itu, penggunaan
alat ukur dan instrumen harus memiliki keakuratan, ketelitian, dan presisi agar
mencegah terjadinya kesalahan dalam proses pengukuran.
B. Tujuan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
3
terjadi saat proses pengulangan (Faradiba, 2020). Menurut Wikipedia (2020) dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, akurasi merupakan salah satu tingkat pengukuran
terhadap nilai sebenarnya yang mendekati. Tingkat keakuratan dari sistem
pengukuran disebut juga dengan reproduktifitas atau pengulangan.
Kemampuan dari suatu alat ukur untuk bisa memberikan suatu indikasi
pendekatan terhadap harga sebenarnya dari objek yang diukur merupakan istilah
dari ketelitian. Saat pengukuran ketelitian akan berkaitan dalam penggunaan alat
ukur. Akurasi dari dari sebuah alat ukur dapat ditentukan dengan cara kalibrasi
alat ukur tersebut pada kondisi operasi tertentu. Kalibrasi juga dapat dilakukan
dalam bentuk skala tertentu pada pengukuran yang spesifik agar menampilan data
yang sesuai dengan keadaan nyata (Sulistiadji dan Pitoyo, 2009). Ketelitian atau
keakuratan dalam melakukan hasil pengukuran yang mendekati dapat
mencerminkan hasil yang dinyatakan dengan benar. Jika dalam melakukan
pengukuran terdapat kesalahan saat mengukur, hal tersebut dapat terjadi karena
ketidatelitian saat melakukan proses pengukuran. Namun, hal tersebut juga bisa
disebabkan oleh akurasi dari alat ukur saat melakukan pengukuran (Faradiba,
2020).
Kalibrasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk bisa
menentukan kebenaran yang ditunjukan oleh alat ukur atau menunjukan nilai yang
sesuai dengan membandingkannya terhadap standar alat ukur atau instrumen yang
sudah ditelusuri secara standar nasional dan internasional (Sulistiadji dan Pitoyo,
2009). Kalibrasi dapat bermanfaat untuk menjaga kondisi dari instrument yang
akan digunakan untuk mengukur agar sesuai dengan spesifikasinya (Fitrya, 2017).
Alat ukur yang akan digunakan sebelum mengukur harus diteliti terlebih
dahulu kalibrasinya agar hasil ukur yang disajikan dapat menunjukan hasil yang
benar. Alat ukur yang tidak terkalibrasi dengan benar akan mengakibatkan
ketidakpastian hasil yang diukur sehingga pengukuran yang dilakukan tidak
sesuai dengan keadaan yang seharusnya. Sebuah alat ukur akan dikatakan sebagai
presisi dan terkalibrasi denga benar apabila alat tersebut jika diulangi dengan
beberapa ulangan, maka akan menampilkan data yang benar atau mendekati
4
kebenaran seperti yang ditunjukan sebelumnya saat pengukuran dengan alat yang
sama (Faradiba, 2020).
Terdapat berbagai macam alat ukur yang digunakan dalam pengukuran,
cotohnya adalah penggaris dan jangka sorong. Alat ukur memiliki fungsi untuk
mengukur sesuatu benda agar dapat menampilkan data berupa angka. Alat ukur
panjang contohnya adalah mistar/penggaris, meteran, mikrometer sekrup, dan
jangka sorong. Alat ukur massa contohnya adalah neraca ohaus, neraca pegas, dan
timbangan digital. Alat ukur waktu contohnya adalah stopwatch, jam pasir, dan
jam. Alat ukur listrik contohnya adalah amperemeter, voltmeter, ohmmeter,
wattmeter, multimeter, megger, osiloskop, dan KWH meter. Alat untuk mengukur
suhu adalah termometer. Alat untuk mengukur intensitas cahaya adalah lux meter,
gonifometer, dan spektrofometer (Faradiba, 2020).
Mistar/penggaris merupakan salah satu alat ukur yang digunakan untuk
mengukur barang sedang dan besar dengan ketelitian hingga 1 mm. Jangka sorong
merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur diameter benda,
dimensi luar benda, dan dimensi dalam benda. Jangka sorong memiliki beberapa
bagian, yaitu terdapat rahang tetap yang menunjukan skala utama dan rahang
sorong yang dapat menunjukan skala nonius. Jangka sorong memiliki ketelitian
hingga 0,1 mm (Faradiba, 2020).
Pengukuran yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah pengukuran
panjang dan diameter dari kacang hijau dan cabai rawit. Cabai rawit (Capsicum
frutescens L.) merupakan salah satu dari komoditas sayuran yang sering dijumpai
oleh masyarakat Indonesia biasanya digunakan sebagai bahan bumbu dapur, dan
bahan perindustrian makanan (Saraswati, 2012). Sedangkan kacang hijau (Vigna
radiata L.) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang biasanya
dibudidayakan di Indonesia setelah kedelai dan kacang tanah (Anugrahtama,
2020). Praktikum kali ini bertujuan untuk mengukur panjang dan diameter dari
kacang hijau dan cabai menggunakan penggaris, serta mengukur diameter cabai
menggunakan jangka sorong dari sampel yang telah disediakan dengan
menggunakan prinsip ketelitian dalam melakukan pengukuran.
5
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cabai dan kacang hijau.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu penggaris/mistar, buku tulis,
pulpen, gawai untuk memotret, spidol, dan kertas HVS.
B. Prosedur Kerja
6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
7
0,9 cm
0,9 cm
0,7 cm
0,8 cm
1,1 cm
1 cm
0,658 cm
0,726 cm
Jangka
5 Diameter Cabai 0,674 cm 0,694 cm
Sorong
0, 674 cm
0,736 cm
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini menggunakan dua sampel yaitu kacang hijau dan
cabai. Variasi ukuran terdapat pada sampel cabai karena panjangnya memiliki
ukuran yang beragam. Alat yang digunakan dalam pengukuran kali ini adalah
mistar/penggaris yang berukuran 30 cm dan jangka sorong.
Jangka sorong merupakan salah satu alat ukur yang digunakan untuk
mengukur diameter benda, dan dimensi dalam suatu benda, dan dimensi luar suatu
benda. Jangka sorong memiliki dua bagian utama yaitu skala utama dan skala
nonius. Skala utama terdapat pada rahang tetap yang tidak dapat digerakan.
Sedangkan skala nonius berada pada rahang sorong yang dapat digeserkan untuk
menyesuaikan ukuran benda (Faradiba, 2020). Jangka sorong yang digunakan
dalam penelitian kali ini memiliki toleransi ketelitian hingga 0,002 mm. Alat ukur
jangka sorong memiliki presisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan alat
ukur lain yaitu mistar/penggaris. Alasan inilah jangka sorong lebih banyak
digunakan dalam pengukuran suatu benda, selain itu jangka sorong tidak
membutuhkan perawatan khusus jika dibandingkan dengan peralatan lainnya.
Pada pengukuran sampel diameter cabai pertama menggunakan jangka
sorong terlihat skala utama menunjukan angka 0,6 cm dan skala nonius
menunjukan angka 0,058 cm sehingga jika dijumlah angka yang ditunjukan
adalah 0,658 cm. Penjumlahan antara skala nonius dan skala utama akan
8
menghasilkan hasil akhir dari pengukuran yaitu X = skala utama + skala nonius
(Saputra, 2019). Pengukuran kedua pada sampel cabai jangka sorong masih
dengan metode yang sama yaitu menjumlahkan skala utama yang terlihat dengan
skala nonius. Skala nonius dihitung dari garis yang sejajar lurus dengan skala
utama. Sehingga didapatkan pengukuran untuk sampel kedua sampai kelima
adalah 0,726 cm; 0,674 cm; 0,674 cm; dan 0,736 cm. Rata-rata hasil pengukuran
diameter cabai dengan menggunakan jangka sorong adalah 0,694 cm. Ketelitian
dalam pengukuran diameter cabai menggunakan jangka sorong akan sangat
mempengaruhi hasil akhir dari pengukuran, terutama saat melihat skala nonius
pada jangka sorong. Pengukuran dengan menggunakan jangka sorong seringkali
terdapat kesalahan dalam membaca skala nonius yang ditunjukan saat
pengukuran. Kesalahan yang terjadi dapat berupa kesalahan dalam melihat angka
garis sejajar yang seharusnya ditunjukan pada skala nonius. Pada penelitian Sari
dan Saputri (2016) terdapat penelitian yang menunjukan masih banyak kesalahan
dalam penggunaan dan pengukuran menggunakan jangka sorong.
Saat melakukan pengukuran dengan menggunakan jangka sorong
berdasarkan sampel yang ditampilkan terdapat beberapa ketidakpastian yang
ditunjukan. Ketidakpastian ini terjadi salah satu faktornya adalah karena pihak
manusia (human errors) (Putri dan Suprapto, 2019). Kesalahan dan ketidakpastian
tersebut ditunjukan dari pembacaan angka pada jangka sorong karena terdapat
beberapa garis yang sama pada skala nonius. Oleh sebab itu, perlu adanya
ketelitian dalam melihat angka untuk menentukan hasil yang ditunjukan adalah
benar.
Alat ukur selanjutnya yang digunakan dalam pengukuran praktikum kali ini
adalah mistar/penggaris. Mistar/penggaris merupakan salah satu alat ukur yang
digunakan untuk mengukur barang yang memiliki ukuran sedang dan besar.
Ketelitian yang dapat dibaca oleh penggaris adalah 1 mm (Faradiba, 2020).
Penggaris biasanya memiliki banyak jenis, penggaris yang terbuat dari kayu,
plastik, dan besi. Penggaris yang biasa digunakan dalam pengukuran tergantung
dari panjang penggaris tersebut misalnya berukuran 30 cm, 60 cm bahkan sampai
9
100 cm. Pengukuran yang dilakukan pada praktikum kali ini menggunakan
penggaris besi dengan ukuran 30 cm.
Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pengukuran
menggunakan penggaris ini. Kelebihannya adalah lebih murah dan mudah
digunakan serta memiliki ketelitian 1 mm. Sedangkan kekurangannya adalah tidak
bias mengukur benda yang lebih kecil serta biasanya terdapat kesalahan dalam
membaca skala yang ditunjukan jika tidak secara teliti (Nisba, 2014).
Pengukuran selanjutnya yaitu mengukur diameter dan panjang cabai dengan
menggunakan penggaris. Terdapat 10 sampel cabai yang tersedia dengan berbagai
ukuran dan panjang yang beragam. Panjang cabai yang dapat terlihat oleh
penggaris adalah berukuran 16,2 cm; 14,7 cm; 15,5 cm; 17,3 cm; 17,2 cm; 13,8
cm; 13,1 cm; 10,6 cm; 10 cm; 11,7 cm. Cabai terpanjang dengan ukuran 17,3 cm
dan cabai terpendek dengan ukuran 10 cm. Hasil rata-rata dengan menjumlahkan
keseluruhan pengukuran sampel kemudian dibagi dengan sepuluh akan
menghasilkan rata-rata 14,01 cm. Rata-rata dari panjang cabai yang terukur adalah
sekitar 14,01 cm.
Pengukuran selanjutnya adalah mengukur diameter cabai dengan
menggunakan penggaris. Masih dengan cabai yang sama pada sepuluh sampel
kemudian diukur diameternya. Berdasarkan hasil pengukuran, diameter cabai
menunjukan hasil yang identic hampir sama pada beberapa cabai. Hasil pada
kesepuluh sampel tersebut adalah 1,1 cm; 1 cm; 1,1 cm; 0,8 cm; 0,9 cm; 0,9 cm;
0,7 cm; 0,8 cm; 1,1 cm; dan 1 cm. Pada setiap pengukuran tersebut rata-rata
diameter cabai menunjukan angka 0,94 cm. Pengukuran diameter dengan
menggunakan penggaris harus memiliki ketelitian dan presisi yang tinggi karena
mengingat penggaris hanya memiliki ketelitian 1 mm atau 0,1 cm.
Pengukuran panjang kacang hijau dengan menggunakan penggaris menjadi
salah satu tantangan karena ukuran kacang hijau yang kecil sehingga hasil yang
ditunjukkan oleh penggaris hampir sama pada beberapa sampel. Sampel yang
diukur pada penelitian ini adalah 10 buah biji kacang hijau. Hasil dari pengukuran
ini adalah 0,5 cm; 0,5 cm; 0,5 cm; 0,4 cm; 0,5 cm; 0,5 cm; 0,5 cm; 0,4 cm; 0,4
cm; dan 0,5 cm. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut didapatkan rata-rata
10
panjang kacang hijau keseluruhan sampel adlah 0,47 cm. Akuasi dan presisi
dalam mengukur panjang kacang hijau harus lebih diteliti. Karena pada setiap
percobaan terkadang terdapat beberapa kali error atau ulangan agar mendapatkan
hasil yang presisi sesuai dengan yang ditunjukan oleh alat ukur tersebut.
Pengukuran yang terakhir adalah pengukuran diameter kacang hijau dengan
menggunakan penggaris. Pada pengukuran terakhir di praktikum ini harus lebih
memiliki presisi dan akurasi yang tinggi karena diameter kacang hijau lebih kecil
dibandingkan dengan panjang kacang hijau pada pengukuran sebelumnya. Hasil
pengukuran yang ditunjukkan adalah 0,3 cm; 0,3 cm; 0,4 cm; 0,3 cm; 0,3 cm; 0,4
cm; 0,3 cm; 0,3 cm; 0,3 cm; dan 0,4 cm. Terdapat perbedaan yang tidak terlalu
siginifikan pada pengukuran diameter kacang hijau ini. Rata-rata yang dihasilkan
pada keseluruhan sampel ini adalah 0,33 cm.
Pengukuran dengan menggunakan penggaris pada sampel kacang hijau dan
memiliki presisi dan akurasi. Kesalahan atau error biasanya terjadi dalam
pengukuran karena perbedaan antara barang yang diukur dengan ketelitian dari
alat ukur. Perlu adanya kehandalan dan ketelitian dalam pengukuran untuk
melihat kondisi atau angka yang ditunjukan pada beberapa alat ukur terutama
pada penggunakan alat ukur dengan ketelitian yang sangat kecil.
11
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah lebih teliti lagi dalam melakukan
pengukuran agar hasil pengukuran didapatkan nilai yang tepat. Presisi, akurasi,
dan ketelitian dalam pengukuran harus lebih diperhatikan agar tidak terjadi
kesalahan dalam membaca skala alat ukur.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
Lampiran 1 ACC
14
Lampiran 2 Dokumentasi Praktikum
15
Gambar 2.4 Sampel Kacang Hijau yang Digunakan
16
Gambar 2.7 Pengukuran Diameter Cabai Menggunakan Jangka Sorong
17