Anda di halaman 1dari 9

Manajemen Agroindustri

Teknologi

Dosen Pengampuh :
Ibu Febzi Fiona SE. MM

Disusun Oleh Kelompok 5 :


1. Abdur Rasyid ( C1B016047 )
2. Dhea ananda ( C1B0160111 )
3. Daniel martua Sihombing ( C1B016115 )
4. Nabila umi umaira ( C1B016049 )
5. Nadia anggraini rahayu ( C1B016041 )
6. Leli saputri ( C1B016035 )
7. Lestari putri utami ( C1B016045 )
8. Ratu riqzqiyah vitri ( C1B016052 )

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
Manajemen Agroindustri

Pengertian manajemen agroindustri adalah penerapan ilmu manajemen dalam industri


pertanian agar dapat dilakukan secara efisien. Fungsi-fungsi manajemen yang meliputi
perencanaan, organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan dan pengawasan harus dijalankan
pada setiap tahapan kegiatan agroindustri.

Tahapan dalam agroindustri terdiri dari input, proses produksi dan output. Tahapan
input meliputi bahan baku, bahan penunjang, tenaga kerja dan peralatan yang dibutuhkan.
Tahapan proses produksi mencakup teknologi yang digunakan, kapasitas mesin dan proses
produksinya, sedangkan tahapan output meliputi kuantitas dan kualitas produk termasuk
menjaminan kualitas produknya.

Adanya manajemen dalam agroindustri, diharapkan sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal dengan tetap mempertimbangkan
keberlanjutannya.
Makna berkelanjutan (Sustainable) yang didampingi kata agroindustri tersebut, maka
pembangunan agroindustri yang berkelanjutan (Sustainable agroindustrial development)
adalah pembangunan agroindustri yang mendasarkan diri pada konsep berkelanjutan, dimana
agroindustri yang dimaksudkan dibangun dan dikembangkan dengan memperhatikan aspek-
aspek manajemen dan konservasi sumber daya alam. Semua teknologi yang digunakan serta
kelembagaan yang terlibat dalam proses pembangunan tersebut diarahkan untuk memenuhi
kepentingan manusia masa sekarang maupun masa mendatang. Jadi teknologi yang
digunakan sesuai dengan daya dukung sumber daya alam, tidak ada degradasi lingkungan,
secara ekonomi menguntungkan. Dari definisi ini ada beberapa ciri dari agroindustri yang
berkelanjutan, yaitu pertama produktivitas dan keuntungan dapat dipertahankan atau
ditingkatkan dalam waktu yang relatif lama sehingga memenuhi kebutuhan manusia pada
masa sekarang atau masa mendatang. Kedua, sumber daya alam khususnya sumber daya
pertanian yang menghasilkan bahan baku agroindustri dapat dipelihara dengan baik dan
bahkan terus ditingkatkan karena berkelanjutan kerajinan tersebut sangat tergantung dari
tersedianya bahan baku. Ketiga, dampak negatif dari adanya pemanfatan sumber daya alam
dan adanya kerajinan dapat diminimalkan
Kemajuan ilmu dan teknologi yang mempengaruhi corak berpikir produsen, konsumen dan
pelaku pembangunan pertanian dengan memperhatikan pada empat aspek seperti yang
disebutkan diatas. yaitu:

a. Pemanfaatan sumber daya dengan tanpa merusak lingkungannya .

b. Pemanfatan teknologi yang senantiasa berubah.

c. Pemanfaatan institusi (kelembagaan) yang saling menguntungkan dan

d. Pemanfaatan budaya (cultural endowment) untuk keberhasilan pembangunan pertanian

Keempat aspek inilah yang banyak menentukan keberhasilan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan.

Teknologi Industri Pertanian

Teknologi Industri Pertanian didefinisikan sebagai disiplin ilmu terapan yang


menitikberatkan pada perencanaan, perancangan, pengembangan, evaluasi suatu sistem
terpadu (meliputi manusia, bahan, informasi, peralatan dan energi) pada
kegiatan agroindustri untuk mencapai kinerja (efisiensi dan efektivitas) yang optimal.
Disiplin ini menerapkan matematika, fisika, kimia/biokimia, ilmu-ilmu sosial ekonomi,
prinsip-prinsip dan metodologi dalam menganalisis dan merancang agar mampu
memperkirakan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari sistem terpadu
agroindustri.Sebagai paduan dari dua disiplin, teknik proses dan teknik industri dengan objek
formalnya adalah pendayagunaan hasil pertanian.

Teknologi Industri Pertanian memiliki bidang kajian sebagai berikut :

1. Sistem teknologi proses industri pertanian, kegiatan pertanian yang berkaitan dengan
perencanaan, instalasi dan perbaikan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bahan,
sumberdaya, peraltan dan energi pada pabrik agroindustri.
2. Manajemen industri, kajian yang berkaitan dengan perencanaan, pengoperasian dan
perbaikan suatu sistem terpadu pada permasalahan sistem usaha agroindustri.

3. Teknoekonomi agroindustri, kajian yang berkaitan dengan perencanaan, analisis dan


perumusan kebijakan suatu sistem terpadu pada permasalahan sektor agroindustri.

4. Manajemen mutu, penerapan prinsip-prinsip manajemen (perencanaan, penerapan dan


perbaikan) pada bahan (dasar, baku), sistem proses, produk, dan lingkungan untuk
mencapai taraf mutu yang ditetapkan.

Kegiatan hilir dari pertanian berupa penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran yang
semula secara sederhana dan tercakup dalam teknologi hasil pertanian, berkembang menjadi
lebih luas dengan pendekatan dari sistem Industri.

ARTI DAN RUANG LINGKUP TEKNOLOGI PERTANIAN

Dalam perkembangan kebudayaan manusia, dari masa prasejarah sampai era manusia
modern, mengalami beberapa tahapan peradaban. Pada awal peradaban kuno, manusia
berkelompok dan hidup dengan cara berpindah-pindah (nomaden) dari satu tempat ke tempat
lain. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara mengumpulkan buah-buahan, biji-bijian, atau
hasil pertanian lain yang dapat dimakan, atau menangkap hewan. Pada era kebudayaan
berpindah dan berburu ini, kelompok atau suku manusia telah mengenal apa yang kita kenal
sekarang sebagai teknologi cara membuat senjata dari batu, masa kebudayaan itu dikenal
sebagai zaman batu kuno (paleotikum).
Peralihan dari zaman batu kuno ke zaman batu baru (neolitikum) dimulai dengan semakin
bertambahnya anggota keluarga kelompok tersebut sehingga kehidupan berpindah sangat
merepotkan. Selain itu, daya dukung lingkungannya semakin tidak mencukupi dan tidak
dapat memberikan hasil alam untuk bahan makanan. Menurut naskah kuno, terungkap bahwa
sekitar 10.000-8.000 tahun SM masyarakat di daratan Cina, yang berdiam di lembah Sungai
Kuning, mulai mengenal cara bercocok tanam juwawut dengan mengolah tanah
menggunakan alat pengolah tanah berupa sebilah kayu yang ditajamkan dan ditempelkan ada
suatu tongkat. Kebudayaan itu diduga sebagai awal dikenalkannya kegiatan pertanian, dalam
arti bercocok tanam, sekaligus enggunaan teknologi pertanian berupa pembuatan alat
pengolahan tanah. Pada era yang lebih muda, sekitar 6.000-4.000 tahun SM masa keemasan
terjadi pada kehidupan masyarakat Babilonia, di lembah sungan Eufrat dan Tigrisdengan
kebudayaan bertani dan beternak. Teknologi pertanian dikenalkan dengan menciptakan
shadoof, jentera terbuat dari kayu untuk menaikkan air (Nasoetion, 2003).
Perkembangan pertanian juga diiringi dengan perkembangan teknologi awal untuk membantu
kegiatan tersebut seperti alat pengolah tanah, jentera penarik air, dan alat pemanen. Periode
ini sejalan dengan zaman Logam, dimana teknik peleburan tembaga dan emas telah dikenal di
Timur Tengah pada 5000 SM. Penemuan perak di kawasan Timur Tengah dan juga di daratan
Cina dan Thailand merupakan tonggak zaman Perak. Demikian pula teknologi bangunan
dilakukan dalam pembuatan rumah dengan bata atau batu, baik untuk kediaman atau untuk
upacara agama seperti piramida dan candi, atau tempat penimpanan hasil panen pertanian.

A. Arti dan Lingkup Pertanian

Peradaban pertanian, bercocok tanam dan beternak yang pada awal hanya untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari atau subsisten-pada perkembangan berikutnya sejalan dengan
perubahan kehidupan masyarakat yang bercorak perdagangan, berangsur-angsur berubah
menjadi kegiatan yang dijualbelikan. Corak kegiatan ini dianggap sebagai cikal-bakal usaha
tani, yang meskipun diusahakan oleh rumah tangga, tetapi hasil panenan dan ternak
ditujukan untuk dijualbelikan.
Pola usaha pertanian yang bercorak sebagai perkebunan dikenalkan oleh penjajah Belanda,
pada abad ke-15. Sarikat perdagangan Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie, Sarikat Hindia Timur) yang pada awal kedatangan ke Nusantara adalah
untuk berdagang rempah-rempah, berubah bentuk menjadi pemerintahan jajahan dan
menjadikan nusantara sebagai pemupuk modal dari tanaman rempah-rempah. Dalam rangka
mendukung program kolonialisme ini untuk menyediakan sumber bahan mentah bagi
perindustrian di negeri Belanda pemerintah Hindia Timur mendirikan perusahaan erkebunan
di wilayah Indonesia terutama Jawa dan Sumatra, untuk tanaman the dan kina. Selanjutnya,
dikembangkan perkebunan kopi, kelapa sawit, tembakau, dan tebu. Usaha perkebunan itu
dapat disebut sebagai cikal-bakal agroindustri di Indonesia.
Sepanjang abad ke-19 dan pertengahan abad de-20, produk perkebunan Indonesia sangat
terkenal di pasaran dunia sebagai produk berkualitas tinggi, van Oost Indie. Beberapa di
antaranya malah mempunyai merek dagang daerah asal, seperti tembakau deli, kina
gambung, dan teh jawa. Dari komoditas perkebunan ini pula, pada era tahun 1960-1970
kemajuan perekonomian Indonesia ditopang dengan devisa yang dihasilkan dari ekspor
komoditas perkebunan.
Sebelumnya telah diutarakan sejarah perkembangan pertanian, berawal dari peradaban
masyarakat kuno yang menanam bahan untuk penyediaan kebutuhan makanan bagi keluarga
sampai dengan usaha pertanian sebagai kegiatan bisnis dan industri.
Usaha pertanian pada dasarnya bersandar pada kegiatan penyadap energi surya agar menjadi
energi kimia melalui peristiwa fotosintesis (Nasoetion, 2003). Hasil fotosintesis ini
kemudian menjadi bagian tumbuhan dan hewan yang dapat dijadikan manusia sebagai bahan
pangan, sandang dan papan, sumber energi, serta bahan bakuindustri. Untuk menghasilkan
bahan-bahan organik itu, tumbuhan dan hewan harus dapat hidup di dalam suatu lingkungan
yang terdiri atas tanah, air, dan udara pada suatu iklim yang sesuai.
Perkembangan usaha pertanian yang bersifat subsisten menjadi kegiatan yang dikelola secara
bisnis terjadi pada awal abad ke-20 di Eropa dan Amerika dengan penerapan prinsip
manajemen seiring dengan berkembangnya ilmu usaha tani (farm management). Ilmu usaha
tani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari mengenai pembuatan atau
pendayagunaan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian. Sesuai dengan
kelahiran ilmu usaha tani, kegiatan yang ditelaah pada umumnya berskala besar dengan padat
teknologi. Kegiatan usaha tani di Asia dipelopori oleh para ahli Taiwanyang menerapkan
pada skala usaha yang lebih kecil. Oleh karena itu, walaupun usaha petani-petani Asia itu
berskala kecil, tetapi prinsip-prinsip bisnis telah diterapkan. Dalam kegiatan usaha ini
ditandai dengan pendekatan biaya, pendapatan, interaksi antara modal dan tenaga kerja
(Prawirokusumo, 1990).

Pada perkembangan lebih lanjut, ilmu usaha tani lebih popular dengan sebutan agribisnis
(Baharsyah, 1993, Soekartawi, 1991). Menurut Arsyad, et al (1985), agribisnis merupakan
kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi,
pengolahan hasil, dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.
Berdasarkan batasan tersebut, ranah agribisnis dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu
1. kegiatan hulu - kegiatan usaha yang menyediakan/menghasilkan sarana-prasarana
bagi kegiatan pertanian
2. kegiatan pertanian yang meliputi penyiapan lahan, bibit, penanaman, pemeliharaan,
dan pemanenan;
3. kegiatan hilir - kegiatan usaha yang menggunakan hasil pertanian sebagai
masukan/pengolahan hasil pertanian serta pemasaran dan perdagangan.
Dalam pengertian yang lebih umum, kegiatan usaha pengolahan hasil pertanian dikenal
dengan agroindustri, yang dipopulerkan oleh Austin(1981). Menurut Austin,agroindustri
adalah kegiatan usaha yang memproses bahan nabati (berasal dari tanaman) atau hewani
(berasal atau dihasilkan dari/oleh hewan termasuk ikan) Proses yang diterapkan
mencakup perubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan,
pengemasan, dan distribusi. Produk yang dihasilkan dari agroindustri dapat merupakan
produk akhir siap dikonsumsi atau digunakan oleh manusia ataupun sebagai produk yang
merupakan bahan baku untuk industri lain.
Dalam kaitan dengan pembangunan suatu Negara agraris, sepertiIndonesia, pembangunan
agroindustri oleh para ahli diyakini sebagai fase pertumbuhan yang dilalui untuk menuju ke
tahapan industri.

Manajemen Teknologi Agroindustri (MTA)

1. pengetahuan/wawasan mengenai revolusi pengembangan teknologi


2. kerangka manajemen teknologi terpadu
3. riset dan pengembangan untuk inovasi, pengelolaan teknologi, perubahan teknologi dan
kemajuan ekonomi
4. pengkajian dan indikator teknologi
5. strategi bisnis dan strategi teknologi
6. kemampuan teknologi dan sistem informasi pendukung manajemen teknologi
7. aplikasi pengelolaan teknologi pada kegiatan Agroindustri dirancang untuk memberikan
Apa beda dgn bisnis lain

Sifat Agroindustri ( Downey dan Erickson)

1. Banyak jenis bisnis yg dpt dilakukan dlm sektor Agroindustri


2. Banyak bisnis yg berbeda yg dpt dilakukan utk menangani perpindahan barang dr petani ke
konsumen melalui pengecer
3. Hampir semua usaha dlm Agroindustri berhubungan dgn pangan dan serat
4. Skala usaha beragam, mulai rumah tangga sampai raksasa
5. Kebanyakan skala kecil harus bersaing dipasar bebas, penjual banyak, pembeli sedikit,
tidak dpt membentuk monopoli, diferensiasi produk sulit
6. Agroindustri cenderung konservatif
7. Agroindustri cenderung berorientasi pd keluarga, usaha banyak dikelola keluarga
8. Agroindustri cenderung berorientasi pd masyarakat pada umumnya lokasi di desa dan/atau
kota kecil, dimana hubungan antar manusia sangat penting
9. Agroindustri cenderung bersifat musiman
10. Agroindustri sangat erat hubungannya dgn hukum alam
11. Agroindustri dipantau dan dikelola oleh pemerintah, karena menyangkut hajat hidup
orang banyak ( terutama komoditi pangan)
12. Agroindustri umumnya beresiko tinggi, lambat menghasilkan, dan pengembalian uang pd
modal kecil

Cakupan bahasan MTA

1. Pendahuluan : perlunya manajemen teknologi dlm Agroindustri


2. Agrisbisnis (khususnya di Indonesia)
3. Teknologi
4. Manajemen Teknologi
5. Pengembangan dan Perakitan teknologi untuk Agroindustri
6. Alih Teknologi dalam Agroindustri
7. Peran Litbang dalam Agroindustri

Lima Elemen Kunci Manajemen Teknologi

1. Melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap opsi teknologi


2. Manajemen litbang untuk menentukan kelayakan teknologi
3. Mengintegrasikan teknologi yang telah dipilih untuk mendukung operasi perusahaan
4. Mengimplementasikan teknologi tersebut untuk menciptakan dan mengembangkan
produk atau mendukung proses baru
5. Mengganti teknologi yang telah usang
Studi Kasus

Dalam bidang agroindustri/agribisnis, proses perubahan input menjadi output tersebut


penting sekali. Ikan lemuru yang ditangkap dari laut Indonesia bagian timur menjadi
bertambah kadar teknologi setelah menjadi ikan kaleng. Produk akhir ikan lemuru kaleng
tersebut menjadi berbeda kadar teknologinya antara perusahaan satu dan perusaaan yang
lainnya, jika kombinasi komonen teknologi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan
berbeda. Perusahaan A misalnya, lebih menekankan pada kesegaran ikannya, sehingga
perusahaan tersebut menggunakan kombinasi komponen teknologi dengan persentase
technoware dan orgaware lebih besar dari kedua komponen teknologi lainnya. Perusahaan A
menggunakan kapal penangkap ikan yang sekaligus sebagai pabrik pengalengan ikan yang
canggih (dengan mengeluarkan biaya investasi kapal yang cukup besar), sehingga kesegaran
ikan lemuru dalam produk akhirnya benar-benar terjaga. Sementara perusahaan B, misalnya
lebih menekankan pada diversifikasi ukuran dan bentuk kemasan produk ikan kalengnya,
sehingga perusahaan ini menggunakan kombinasi komponen teknologi dengan persentasi
technoware dan infoware yang lebih besar daripada kedua komponen teknologi
lainnya. Perusahaan B menggunakan mesin pengemasan yang canggih untuk produk ikan
lemuru kaleng berukuran 250 fram dan 500 gram dengan bentuk kaleng oval dan silinder,
karena berdasarkan riset pasarnya konsumen sangat menginginkan kemasan berbentuk oval
dan bentuk oval dalap menghemat tempat penyimpanan di gudangnya. Dari ilustrasi diatas,
dapat disimpulkan bahwa produk akhir yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan
kombinasi komponen teknologi yang berbeda.
Walaupun kombinasi komponen teknologi yang digunakan oleh masing-masing
perusahaan itu berbeda-beda, tetap saja prinsip penambahan kadar teknologi pada input
tergantung pada persediaan sumber daya fisik, kualitas sumber daya manusia, kegunaan
informasi, dan keefektifan manajemen, Pengembangan tingkat kecanggihan komponen
teknologi secara langsung juga akan meningkatkan penambahan kadar teknologi output-nya.

Anda mungkin juga menyukai