Anda di halaman 1dari 18

PEMBUATAN TEMPE

LAPORAN PRAKTIKUM

Untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi yang diampu oleh

Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M. Pd

Disusun oleh:
Kelompok 1/Offering C
Dela Saherti (210341627202)
Eva Putri Agustin (210341627245)
Hana Aqilatul S. (210341627210)
Helmia Permata A. (210341627299)
Mutiara Tsani (210341627236)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI

NOVEMBER 2022
A. Topik Praktikum
Pembuatan Tempe dengan Menggunakan Variasi Aerasi
B. Tanggal Praktikum
Hari/Tanggal : Kamis, 17 November 2022
Pukul : 09.35 s/d 12.10 WIB
Tempat : Labolatorium Mikrobiologi Lantai III Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang
C. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum kali ini ialah:
1. Untuk memperoleh keterampilan membuat tempe
2. Untuk mempengaruhi pengaruh aerasi dalam pembuatan tempe
D. Dasar Teori
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi kedelai atau bahan lain menggunakan
beberapa jenis kapang. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2012), tempe terbuat dari
fermentasi kacang kedelai oleh kapang berjenis Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh.
Oryzae, Rh. stolonifera, dan Rh. arrhizus yang secara umum dikenal sebagai kapang tempe.
Kapang atau ragi tempe tersebut yang nantinya ditaburi pada kacang kedelai dalam proses
pembuatan tempe. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe yaitu
penghilangan kotoran dengan dilakukan pembersihan dan pencucian, perebusan, perendaman,
dilakukan pencucian kembali, pemberian inokulum, pengemasan dan proses fermentasi
(Radiati & Sumarto, 2016). Kacang kedelai perlu dibersihkan dari kulitnya agar dapat
menyatu dengan ragi tempe.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe adalah
aerasi, yaitu pemberian lubang pada kemasan. Pengemasan tempe dapat dilakukan dengan
daun pisang atau plastik. Pada kemasan plastik, dilakukan pemberian lubang untuk memberi
pasokan oksigen dalam mendukung pertumbuhan kapang (Putri, dkk., 2022). Sebagaimana
pernyataan Radiati & Sumarto (2016), bahwa kurangnya aerasi pada kemasan akan
mempengaruhi pertumbuhan kapang, karena rendahnya pasokan oksigen mengakibatkan
berkurangnya kemampuan kapang dalam pertumbuhannya. Aktivitas jamur (kapang tempe)
dapat diketahui dengan indikator suhu. Pencatatan suhu dalam proses pembuatan tempe
sangatlah penting karena suhu dapat dijadikan indikator aktivitas jamur (Rofita, 2020).
Selama proses fermentasi, terjadi perubahan fisik dan kimiawi pada kedelai hingga
menjadi tempe. Kapang pada tempe nantinya akan membentuk hifa, yaitu benang-benang
halus yang akan menyatu membentuk miselium berwarna putih. Miselia-miselia kapang yang
menghubungkan antara biji-biji kedelai menjadi penentu kekompakan tekstur tempe. Kompak
tidaknya tekstur tempe dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh
pada permukaan tempe. Di samping itu, degradasi komponen-komponen dalam tempe selama
fermentasi akan membentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe. Bau yang ditimbulkan
disebabkan oleh perubahan-perubahan kimia dan bentuk persenyawaan dengan bahan lain,
misalnya antara asam amino hasil perubahan protein dengan gula-gula reduksi yang
membentuk senyawa, rasa dan, aroma makanan. (Rofita, 2020).
E. Alat dan Bahan
A. Alat B. Bahan
1. Sendok 1. Kedelai
2. Pelubang kertas 2. Ragi tempe
3. Timbangan 3. Kantong plastik
4. Jarum kasur 4. Isolasi
5. Rak kayu

F. Prosedur Kerja

Kedelai dicuci sampai bersih, kemudian direbus selama ± 1 jam

Kulit kedelai dikupas dan dibersihkan dari kepingan kedelai

Biji kedelai direndam selama semalam, lalu direbus kembali sampai lunak

Biji kedelai ditiriskan dan ditunggu sampai dingin

Tiga buah kantong plastik disiapkan, diberi kode A, B, dan C. Kantong plastik A
diberi lubang dengan jarak ± 1 cm. Kantong plastik B diberi lubang dengan jarak
± 2 cm. Kantong plastik C diberi lubang dengan jarak ± 3 cm

Kedelai yang sudah dingin ditebarkan di atas lembaran plastik bersih, kemudian
dicampurkan ragi tempe dengan biji-biji kedelai. Cara memberikan ragi tempe
adalah dengan digosokkan ke seluruh permukaan atas daun waru tempat
menempel ragi tempe, kemudian dicampurkan dengan biji-biji kedelai dengan
menggunakan sendok. Kedelai yang telah diberi ragi dibagi menjadi 3 bagian
Biji-biji kedelai tersebut dimasukkan ke dalam tiga lembar kantong plastik A, B,
dan C. Kantong plastik tersebut dilipat sehingga biji-biji kedelai menjadi rapat
satu sama lain, lalu dipasang isolasi pada lipatan tepi kantong plastik. Kemudian
ketiga pak kedelai diletakkan di atas rak kayu

Setelah 26-30 jam diamati tempe yang saudara buat. Masing-masing aroma,
warna, dan teksturnya diperiksa dan dibandingkan. Dapat pula Anda bandingkan
rasanya setelah digoreng. Data hasil pengamatan dicatat dan dibuat kesimpulan

G. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Data


Tabel 1. Pemeriksaan Warna Tempe
Kode Tempe Warna Tempe Skor Gambar
A1 Putih Cerah ++++

A2 Putih Cerah ++++

B1 Putih Cerah ++++

B2 Putih Cerah ++++


C1 Putih Cerah ++++

C2 Putih Cerah ++++

Tabel 2. Pemeriksaan Tekstur Tempe


Kode Tempe Tekstur Tempe Skor Gambar
A1 Padat +++

A2 Padat +++

B1 Padat +++

B2 Padat +++

C1 Cukup Padat ++

C2 Cukup Padat ++
Tabel 3. Pemeriksaan Aroma Tempe
Kode Tempe Aroma Tempe Skor
A1 Aroma enak tetapi masih +++
ada aroma kedelai
A2 Aroma enak tetapi masih +++
ada aroma kedelai
B1 Aroma enak tetapi masih +++
ada aroma kedelai
B2 Aroma enak tetapi masih +++
ada aroma kedelai
C1 Aroma enak tetapi masih +++
ada aroma kedelai
C2 Aroma enak tetapi masih +++
ada aroma kedelai

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Rasa Tempe


Kode Tempe Aroma Tempe Skor
A1 Rasa enak, tetapi masih +++
terasa kedelainya
A2 Rasa enak, tetapi masih +++
terasa kedelainya
B1 Rasa enak, tetapi masih +++
terasa kedelainya
B2 Rasa enak, tetapi masih +++
terasa kedelainya
C1 Rasa enak, tetapi masih +++
terasa kedelainya
C2 Rasa enak, tetapi masih +++
terasa kedelainya
ANALISIS
Berdasarkan praktikum pembuatan tempe yang telah dilakukan pada pemeriksaan
terhadap warna tempe dengan enam perlakuan didapatkan hasil ++++ yang artinya
pada enam perlakuan tersebut memiliki warna yang putih cerah. Tekstur tempe
pada perlakuan A1, A2, B1, B2 memiliki hasil yang sama yaitu +++ yaitu padat
dan pada perlakuan C1, C2 hasilnya ++ yaitu cukup padat. Aroma tempe pada enam
perlakuan memiliki hasil yang sama yaitu +++ yang artinya aroma enak tetapi
masih ada aroma kedelai. Sedangkan pada rasa tempe pada enam perlakuan
memiliki hasil yang sama yaitu +++ yang artinya rasa enak tetapi masih terasa
kedelainya.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Suhu dan Berat Tempe
Kode Suhu Suhu Gambar Berat Berat
Tempe Awal Akhir Awal Akhir
A1 30°C 40°C 100g 100g

A2 30°C 37°C 100g 100g

B1 30°C 42°C 100g 100g

B2 30°C 38°C 100g 100g

C1 30°C 34°C 100g 100g


C2 30°C 33°C 100g 100g

ANALISIS
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan tempe yang telah dilakukan pada
pengukuran suhu Tempe dengan enam perlakuan didapatkan suhu awal 30°C dan
pada perlakuan A1 suhu akhir 40°C, A2 suhunya akhir 37°C, B1 suhunya akhir
42°C, B2 suhu akhirnya 38°C, C1 suhu akhirnya 34°C dan pada perlakuan C2 suhu
akhirnya 33°C. Pada berat awal tempe dengan enam perlakuan ialah 100g
sedangkan pada berat akhir tempe dengan enam perlakuan ialah 100g.

H. Pembahasan
Tempe yang berkualitas memiliki karakteristik yaitu berbentuk padatan
kompak, berwarna putih serta memiliki aroma khas tempe. Agar menghasilkan
tempe dengan karakteristik tersebut, proses pembuatannya dapat dilakukan secara
benar serta memenuhi kebutuhan kapang untuk dapat tumbuh dan berkembangbiak
yaitu dengan cara menurunkan pH pada kedelai. Proses pembuatan tempe diawali
dengan perendaman kedelai di dalam air yang merupakan proses fermentasi
pertama dan terjadi pembentukan asam-asam organik seperti asam laktat dan asam
asetat yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri. Proses fermentasi kedua terjadi
pada saat setelah kedelai diberi ragi dan dikemas yang nantinya akan terbentuk hifa
yang mengikat satu sama lain sehingga tempe berwarna putih (Nurrahman, et al.,
2012).
Proses pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi, perebusan I, perendaman,
pencampuran ragi dan pengemasan. Penyortiran, tujuan penyortiran yaitu untuk
menghasilkan produk Tempe yang berkualitas, dengan memilih biji kedelai
(Glycine max) yang bagus dan padat. Mencuci biji kedelai bertujuan untuk
menghilangkan kotoran yang melekat dan bercampur di antara biji kedelai lalu pada
perebusan I, Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai (Glycine max) dan
memudahkan dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan trypsin
inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Selain itu, perebusan I ini bertujuan untuk
mengurangi bau langu dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh bakteri
yang kemungkinan tumbuh selama perendaman. Perebusan dilakukan selama 30
menit atau ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan
jari tangan (Ali, 2008).
Selanjutnya perendaman, biji kedelai (Glycine max) direbus sampai mendidih
(tiap 1 kg kedelai membutuhkan air perebus 2 liter). Setelah itu, api dimatikan dan
kedelai dibiarkan terendam didalam air perebus selama 48 jam, atau sampai air
perendam menjadi masam dan berlendir. Setelah itu, air perendam dibuang dan
kedelai dicuci. Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit
biji kedelai telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air
terutama oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin
pertumbuhan kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi
pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak
diinginkan. Perendaman dilakukan selama 12–16 jam pada suhu kamar (25–300°C)
(Ali, 2008) Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga
kadar air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula. Proses perendaman
memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi
penurunan pH dalam biji kedelai. Bakteri yang berkembang pada kondisi tersebut
antara lain Lactobacillus casei, Streptococcus faecium, dan Streptococcus
epidermidis. Kondisi ini memungkinkan terhambatnya pertumbuhan bakteri yang
bersifat patogen dan pembusuk yang tidak tahan terhadap asam. Selain itu,
peningkatan kualitas organoleptiknya juga terjadi dengan terbentuknya aroma dan
flavor yang unik (Dwinaningsih, 2010). Dalam biji kedelai terdapat komponen yang
stabil terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan
Rhizopus sp. dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat penting
untuk menghilangkan komponen tersebut (Dwinaningsih, 2010).
Tahap selanjutnya yaitu pembelahan dan pembuangan kulit. Biji kedelai dibelah
sehingga kulitnya terlepas, setelah itu, kulit dipisahkan dari bujinya sehingga
sekurang- kurangnya 85% dari kulit biji terpisah dari biji. Lalu biji tanpa kulit
dicuci sampai bersih dan tidak ada lagi lendir yang tertinggal pada kulit. Kemudian
biji tanpa kulit direbus didalam air mendidih selama 20-30 menit. Kemudian biji
ditiriskan sampai suhunya suam-suam kuku. Dilanjutkan dengan inokulasi dan
pembungkusan/pengemasan. Biji yang telah suam-suam kuku ditaburi (inokulasi)
dengan laru tempe. Kemudian diaduk-aduk agar laru dan biji tercampur merata lalu
dikemas menggunakan plastic yang telah dilubangi yaitu jarak 1 cm, 2 cm dan 3
cm dengan jumlah masing-masing dua. Selanjutya inkubasi dan fermentasi. Selama
inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-
komponen dalam biji kedelai dengan syarat tempat yang dipergunakan untuk
inkubasi kedelai adalah kelembaban, kebutuhan oksigen dan suhu yang sesuai
dengan pertumbuhan jamur (Rengganis, et al., 2018). Fermentasi dilakukan dengan
meletakkan kantong berisi biji diatas rak-rak yang terbuat dari besi. Fermenatsi
berlangsung selama 24-48jam. Hasil akhir fermentasi disebut sebagai tempe kedelai
(Cahyadi, 2012).
Kualitas tempe dipengaruhi oleh cara pembuatan (Kadar, et al., 2020), jenis
kacang kedelai (Astawan, et al., 2020), dan mikroba (Barus, et al., 2019) yang
berperan dalam proses fermentasi. Rhizopus sp. merupakan mikroba utama pada
fermentasi tempe (Hartanti et al., 2015). Miselium Rhizopus sp. mengikat keping
kedelai satu dengan yang lainnya sehingga menciptakan tekstur tempe yang
kompak dan tetap utuh saat dipotong (Barus, et al., 2019). Warna pada tempe
ditentukan oleh warna miselium yang dimiliki masing masing Rhizopus yang
digunakan yang digunakan (Barus, et al., 2019). Berdasarkan syarat mutu tempe
SNI 31144:2015 maka warna tempe yang baik adalah yang berwarna putih . Oleh
sebab itu, berdasarkan kriteria warna maka semua tempe yang berwarna putih yang
memenuhi kriteria SNI 2015.
Pada pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan
dengan menggunakan pelubangan pada plastik pembungkus tempe akan
berpengaruh terhadap hasil tempe. Pada pengamatan ini dilakukan tiga perlakuan
yaitu pelubangan dengan jarak 1 cm, 2 cm, dan 3 cm. Dapat diketahui bahwa pada
pelubangan dengan jarak 1 cm memiliki tekstur yang sangat padat dan memiliki
spora yang berwarna hitam, sedangkan pada jarak 2 cm dan 3 cm memiliki tekstur
yang padat dan cukup padat dan tidak memiliki spora. Ini sangat berhubungan
dengan pengamatan Salim (2012) yang menyatakan bahwa lubang pada kemasan
yang terlalu sedikit berdampak pada aerasi yang rendah dan menyebabkan kapang
kekurangan oksigen sehingga pertumbuhannya terhambat atau tumbuh tidak
merata. Sementara itu, ketika lubang pada kemasan terlalu banyak mengakibatkan
kapang tumbuh dengan cepat dan terjadi sporulasi. Sporulasi ini akan menyebabkan
munculnya spora berwarna hitam pada permukaan tempe. Sehingga, kapang pada
tempe membutuhkan kadar oksigen yang cukup untuk pertumbuhannya selama
proses fermentasi berlangsung. Jamur Rhizopus oligosporus mengalami proses
fermentasi dan menghasilkan energi, energi yang dihasilkan inilah yang
menyebabkan perubahan kenaikan suhu pada masing- masing perlakuan tempe
(Alvina, 2019). Hal ini berhubungan dengan pengamatan ini dimana suhu awal
semua tempe 30°C naik menjadi lebih dari 30°C.
Senyawa bentukan baru dapat dihasilkan dari degradasi protein, lemak dan
karbohidrat tempe oleh CO2 tekanan tinggi menghasilkan asam amino bebas, asam
lemak bebas dan asam-asam karboksilat yang menghasilkan aroma maupu rasa.
Pada pengamatan ini aroma dan rasa tempe yang dihasilkan yaitu aroma enak tapi
masih terdapat aroma kedelai. Adanya senyawa Heksanal sebagai indikator
oksidasi lemak dan juga dapat menghasilkan bau langu tempe kedelai (Feng et al.
2007).

I. Kesimpulan
1. Tahap pengolahan kedelai menjadi tempe meliputi beberapa tahapan, yaitu
tahap perebusan, pengupasan, perendaman kedelai dalam air selama
semalam, pencucian, pengeringan kedelai sampai benar-benar kering,
inokulasi dengan ragi, pembungkusan serta fermentasi. Setelah selesai
melalui tahap fermentasi, tempe siap untuk diolah.
2. Terdapat banyak metode dalam pembuatan tempe, salah satunya yaitu
dengan menggunakan metode aerasi. Metode ini dapat meningkatkan mutu
dan kualitas dari tempe. Dalam pembuatan tempe dengan metode aerasi itu
berperan dalam membantu pertumbuhan kapang melalui pertukaran udara.
Dengan diberikannya lubang pada setiap plastik yang digunakan untuk
membungkus tempe dapat memudahkan oksigen masuk ke dalam plastik.
Ketersediaan oksigen yang optimal dapat membantu pertumbuhan kapang,
serta suhu inkubasi yang sesuai dengan suhu optimum pertumbuhan kapang,
sehingga biji kedelai dapat terfermentasi dengan baik menjadi tempe yang
siap untuk diolah.

J. Diskusi
1. Apakah peranan aerasi dalam proses pembuatan tempe?
Jawab:
Aerasi merupakan peristiwa terlarutnya oksigen di dalam air.
Efektifitas dari aerasi tergantung dari seberapa luas dari permukaan air
yang bersinggungan langsung dengan udara (Hartini, 2012.) Salah satu
faktor yang menentukan bahwa kemasan tempe dapat menghasilkan
tempe yang berkualitas adalah aerasi jadi peranan aerasi dalam
pembuatan tempe untuk membantu pertumbuhan kapang melalui
pertukaran udara.
2. Jelaskan perubahan-perubahan fisika dan kimiawi yang terjadi dalam
proses pembuatan tempe!
Jawab:
Perubahan tekstur. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak
karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana.
Hifa kapang juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga dapat
menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai.
Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang
yang menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama
semakin kompak sehingga mengikat kedelai satu dengan lainnya. Pada
tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta
mengeluarkan aroma yang enak. Adanya perubahan suhu, yaitu selama
proses inkubasi tempe. Perubahan kimia yang terjadi pada proses
pembuatan tempe adalah pada saat inkubasi. Pada saat itu terjadilah
reaksi fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur
Rhizopus sp. menghasilkan energi. Energi tersebut sebagian ada yang
dilepaskan oleh jamur Rhizopus sp. sebagai energi panas. Energi panas
itulah yang menyebabkan perubahan suhu selama proses inkubasi
tempe.
Perubahan warna. Selama proses inkubasi tempe terjadi perubahan
warna dan munculnya titik-titik air yang dapat diamati pada permukaan
dalam plastik pembungkus tempe. Pada awal pengamatan, kedelai pada
tempe seperti berselimut kapas yang putih. Tetapi dengan bertambahnya
masa inkubasi, mulai muncul warna hitam pada permukaan, perubahan
warna ini menunjukkan adanya reaksi kimia pada proses inkubasi.
Perubahan kimia yang terjadi pada proses pembuatan tempe
adalah pada saat inkubasi. Pada saat itu terjadilah reaksi fermentasi.
Proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Rhizopus sp.
menghasilkan energi. Energi tersebut sebagian ada yang dilepaskan oleh
jamur Rhizopus sp. sebagai energi panas.
DAFTAR RUJUKAN

Ali, I. 2008. Buat Tempe Yuuuuk. http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempe-


yuuuuk/. (Diakses pada tanggal 7 Mei 2019).
Alvina, A. & Hamdani, D. 2019. Proses Pembuatan Tempe Tradisional. Jurnal
Pangan Halal, 1(1), 9-12.
Astawan, M., Wresdiyati, T., Maknun, L. 2017. Tempe sumber zat gizi dan
komponen bioaktif untuk kesehatan. IPB Press: Bogor.
Badan Standarisasi Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia.
Jakarta: Author.
Barus, T., Halim, R., Hartanti, A.T., & Saputra, P.K. 2019. Genetic Diversity Of
Rhizopus Microsporus From Traditional Inoculum Of Tempeh In Indonesia
Based On ITS Sequences And RAPD Marker. Biodiversitas Journal of
Biological Diversity, 20(3):847-852. DOI:10.13057/biodiv/d200331.
Barus, T., Salim, D.P., & Hartanti, A. T. 2019. Kualitas Tempe Menggunakan
Rhizopus Delemar TB26 dan R. delemar TB37 yang Diisolasi Dari Inokulum
Tradisional Tempe "Daun Waru". Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 8
(4):143-148. DOI:10.17728/jatp.4449.
Cahyadi W. 2012. Bahan Tambahan Pangan.Bumi Aksara: Jakarta.
Dwinaningsih, E. A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi
Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama
Fermentasi. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitar Sebelas
Maret. Surakarta.
Feng, X. M., Larsen, T.O., & Schnürer J. 2007. Production Of Volatile Compounds
By Rhizopus Oligosporus During Soybean And Barley Tempeh Fermentation.
Int J Food Microbiol, 113: 133– 141. DOI:
10.1016/j.ijfoodmicro.2006.06.025.
Hartanti, A.T., Rahayu, G., & Hidayat, I. 2015. Rhizopus Species From Fresh
Tempeh Collected From Several Regions In Indonesia. Hayati Journal
Bioscience, 22(3):136-142. DOI:10.1016/j. hjb. 2015.10.004.
Hartini, E. 2021. Cascade Aerator Dan Bubble Aerator Dalam Menurunkan Kadar
Mangan Air Sumur Gali. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1), 42-50.
Kadar, A.D., Astawan, M., Putri, S.P., & Fukusaki, E., 2020. Metabolomics-Based
Study Of The Effect Of Raw Materials To The End Product Of Tempe-An
Indonesian Fermented Soybean. Journal Metabolites, 10(9):1-11.
DOI:10.3390/metabo10090367 .
Nurrahman, Astuti, M., Suparmo, & Soesatyo, M.H. 2012. The Mold Growth,
Organoleptic Properties And Antioxidant Activities Of Black Soybean Tempe
Fermented By Different Inoculums. Jurnal Agritech, 32(1), 60–65.
Putri, S. K., Cahyanti, A. N., & Sampurno, A. 2022. Pembuatan Pangan Fungsional
Tempe dan Perbedaan Jenis Pengemasnya Bagi Siswa Siswi di PKBM
Anugrah Bangsa Semarang. Madaniya, 3(2), 168–175.
Radiati, A., & Sumarto. 2016. Analisis Sifat Fisik, Sifat Organoleptik, Dan
Kandungan Gizi Pada Produk Tempe Dari Kacang Non-Kedelai. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, 5(1), 16–22.
https://doi.org/10.17728/jatp.v5i1.32
Rofita, D. 2020. Pemanfaatan Rempah-Rempah Untuk Bahan Suplemen Dalam
Pembuatan Tempe. CIWAL (Jurnal Ilmu Pertanian Dan Lingkungan), 1(1),
18–22.
Salim, E. 2012. Kiat Cerdas Wirausaha Aneka Olahan Kedelai. Penerbit Andi,
Yogyakart
LAMPIRAN

Gambar 1. Laporan Semenetara Tempe


Gambar 2. Tempe Hasil Digoreng Gambar 3. Penghalusan Ragi
Sumber: Dokumentasi Pribadi Tempe
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 5. Tempe di Rak Tempe


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 4. Menggoreng Tempe


Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 6. Meratakan Ragi Tempe
ke Kedelai Gambar 7. Menimbang Tempe
Sumber: Dokumentasi Pribadi Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 9. Mengeringkan Kedelai


Gambar 8. Mengukur Suhu Tempe
Sumber: Dokumentasi Pribadi Sumber: Dokumentasi Pribadi

Anda mungkin juga menyukai