Anda di halaman 1dari 10

TEKNOLOGI PENGAWETAN EMPING

1. Pendahuluan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan
makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka
tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun
berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang
cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara
pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan
perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-
perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab
dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin
hari semakin sibuk sehingga tidak mempunyai banyak waktu untuk
melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan
bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian,
makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah
diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Banyaknya
kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini
mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun
makanan dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang
dikonsumsi. Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk makanan
seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi
profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di pasar sehingga hal
itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam
pengolahan bahan makanan untuk masyarakat, kasus yang paling
menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru ini ialah penggunaan
formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok masyarakat untuk
menambah rasa dan keawetan makanan tanpa memperdulikan efek
bahan yang digunankan terhadap kesehatan masyarakat.
Melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan tanaman berbiji terbuka
(Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik,
Melanesia, dan Pasifik Barat. Melinjo banyak ditanam sebagai peneduh
atau pembatas pekarangan dan terutama bagian yang dimanfaatkan
adalah buah dan daunnya (Sunanto, 1990). Tanaman melinjo (Gnetum
gnemon L.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi
cukup besar untuk dikembangkan. Daun dan buah melinjo yang muda
dapat diolah sebagai sayuran dan buah melinjo yang sudah tua dapat
diolah sebagai bahan baku pembuatan emping. Emping merupakan
produk olahan melinjo yang terkenal digemari masyarakat, juga
merupakan komoditi sektor industri kecil yang potensial. Emping melinjo
merupakan produk olahan dari melinjo yang proses pembuatannya yaitu
dengan cara memipihkan buah melinjo tua yang sebelumnya dilakukan
proses penyangraian terlebih dahulu (Lestari dan Muharfiza., 2015).
Di Indonesia, melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar di
mana-mana, serta banyak ditemukan di tanah-tanah pekarangan
penduduk desa maupun penduduk perkotaan. Melinjo banyak
manfaatnya, dimana hampir seluruh bagian tanaman ini dapat
dimanfaatkan. Daun muda yang disebut dengan so, bunga yang disebut
dengan kroto, kulit biji tua dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang
cukup populer di kalangan masyarakat. Bahkan kulit biji yang sudah tua
setelah diberi bumbu dan kemudian digoreng akan menjadi makanan
ringan yang disebut dengan gangsir yang cukup lezat. Buah yang sudah
tua merupakan bahan baku pembuatan emping melinjo yang mempunyai
nilai ekonomi yang cukup tinggi. Semua bahan makanan yang berasal dari
tanaman melinjo mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi. Tanaman
melinjo dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-1.200 m dpl. Dengan
demikian, tanaman melinjo dapat tumbuh di pegunungan berhawa
lembab, bisa juga didataran rendah yang relatif kering. Namun agar dapat
berproduksi secara maksimal, melinjo sebaiknya ditanam di dataran
rendah yang ketinggiannya tidak lebih dari 400 m dpl dan dengan curah
hujan sekitar 3.000-5.000 mm/tahun merata sepanjang tahun.
Bahan baku yang digunakan untuk membuat Emping Mlinjo adalah
buah Mlinjo yang sudah dikupas atau biji Mlinjo. Sebenarnya ketika buah
Mlinjo baru dipetik masih ada kulitnya. Kulit buah Mlinjo yang masih muda
berwarna hijau, sedangkan buah Melinjo yang sudah tua kulitnya
berwarna merah tua. Biji Mlinjo berwarna hitam belang-belang. Berbagai
bagian dari pohon melinjo dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan. Diantaranya, daun, biji melinjo dan kulit biji melinjo sering
dimanfaatkan sebagai bahan untuk sayur. Selain itu, bijinya juga dapat
diolah menjadi emping.
Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari buah melinjo
yang telah tua. Pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan salah satu
komoditi pengolahan hasil pertanian yang tinggi harganya. Komoditi ini
dapat diekspor ke negara-negara tetangga (Singapura, Malaysia dan
Brunei). Emping melinjo dapat dibagi digolongkan sebagai emping tipis
dan emping tebal. Emping tipis dibuat dengan memukul biji melinjo tanpa
kulit keras beberapa kali sampai cukup tipis (tebal 0,5-1,5 mm). Emping
tebal dibuat dengan memukul biji melinjo tanpa kulit keras hanya 1-2 kali
sekedar mengurangi ketebalan biji utuh. Emping nyang bermutu tinggi
adalah emping yang tipis sehingga kelihatan agak benig dengan diameter
seragam kering sehingga dapat digoreng langsung. Emping dengan mutu
yang lebih rendah mempunyai ciri: Lebih tebal, diameter kurang seragam,
dan kadang-kadang masih harus dijemur sebelum digoreng. Sampai
sekarang, pembuatan emping yang bermutu tinggi masih belum dapat
dilakukan dengan bantuan alat mekanis pemipih. Emping ini masih harus
dipipihkan secara manual oleh pengrajin emping yang telah
berpengalaman.
Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan, hasil
produksi panen menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada
yang cepat busuk, makanan yang disimpan dapat menjadi rusak, misalnya
karena oksidasi atau benturan. Contohnya lemak menjadi tengik karena
mengalami reaksi oksidasi radikal bebas. Untuk menangani hal tersebut,
manusia melakukan pengawetan pangan, sehingga bahan makanan
dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas
kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat
dipertahankan. Selain itu, pengawetan makanan juga dapat membuat
bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dan sebagainya
dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.
2. Pengawetan Makanan Emping
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk
membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan
mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Dalam mengawetkan
makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan,
keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk
pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang
dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara
cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang
masa konsumsi bahan makanan.
Teknologi pemrosesan bahan pangan terus berkembang.
Perkembangan teknologi ini didorong oleh kebutuhan pangan manusia
yang terus meningkat yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya
jumlah penduduk dunia. Pada saat yang sama, luas lahan penghasil
bahan pangan makin menyempit. Hal tersebut menyebabkan
dibutuhkannya teknologi-teknologi pemrosesan pangan yang mampu
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk makanan. Maka dari itu
banyak cara-cara untuk mengawetkan makanan. Untuk mengawetkan
makanan emping dapat dilakukan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi yang sederhana.
Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan, namun inti dari
pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju
pertumbuhan mikroorganisme pada makanan.
3. Teknik Pengawetan Makanan Emping

a. Pendinginan
Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering
digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori
dari sistem pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat atau
ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan
emping atau keripik bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau
lemari es atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es. Suhu
untuk mendinginkan makanan biasa biasanya bersuhu 15°C Sedangkan
agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0 sampai -
4°C .
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan
suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan
bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -
40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama
beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk
beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara
pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap
keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu
rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri,
sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari
penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan
bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan
pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa,
tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi
rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.

b. Pengasapan
Cara pengasapan adalah dengan menaruh makanan emping dalam
kotak yang kemudian diasapi dari bawah. Teknik pengasapan sebenarnya
tidak membuat makanan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama,
karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan pengeringan.

c. Pengalengan
Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng
alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai
pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang
dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu,
kopi, emping dan banyak lagi macamnya. Teknik pengalengan termasuk
paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat
pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi
komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora
atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang
dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya
makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera
setelah proses pengalengan selesai. Pengalengan didefinisikan sebagai
suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap
terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu
wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh
semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk.
Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar
dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau
perubahan cita rasa.
d. Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan
yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan
mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan
sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak
peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus
primer. Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking
merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang
dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan
biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen
peroksida dan sinar UV atau radiasi gama. Jenis generasi baru bahan
makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut Sspore
2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat
penting pengunaanya bila dibandingkan dengan plastik yang lama yang harus
dibuat lubang dahulu. Jenis plastik tersebut dapat menggeser pengguanaan
daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan
sejenisnya.
e. Pengeringan
Mikroorganisme menyukai tempat yang lembab atau basah
mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan salah
satunya emping menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin
dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin
banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses
pembusukan makanan. Pengeringan adalah suatu cara untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan
menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai
batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya.
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan
volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga
menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di
harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-
bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya
tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-
keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu
karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya
bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan
mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa
bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus
di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan
dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di
keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang
terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat
juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan
baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan
uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara,
dan waktu pengeringan.
f. Pengasinan
Cara yang terakhir ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang
kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Tehnik ini
disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat
yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme
perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang
merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan.

g. Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan
pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan
pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap
susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya,
komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang
hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya
semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba
yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk
membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan
pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan
penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk
memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian
besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat
pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan
cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di
kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan
pemanasan diatas 1000 C.

h. Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran,
seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang
digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan
terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik
penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan
sumber iradiasi buatan. Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk
pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi
yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup
menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang
dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan
gelombang elektromagnetikb, aradiasi pengion adalah radiasi
partikel Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyakg
digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).

Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk


pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio
nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang
terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion
ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan. Menurut Hermana
(1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam
bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi
pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk
memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan
kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak
sehingga tidak dapat diterima konsumen. Keamanan pangan iradiasi
merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan
penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi
konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada
bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik,
ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

i.Penggunaan Bahan Kimia


Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu
mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan
memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh
beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-
package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth
regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan
pasca panen untuk memperpanjang kesegaran masam pemasaran.
Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan
sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang
disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah
kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena
kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk
(1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan
pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut
direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit
dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan
ketebalan 0,001 mm.

4. Prinsip Pengawetan Makanan Emping


Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
 Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial
 Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis)
bahan pangan
 Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan
termasuk serangan hama.
 Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat
dilakukan dengan cara:
 mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
 mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
 menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme,
misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan,
penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet
kimia
 membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau
radiasi.

Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor


sebagai berikut:
 Pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai
substrat untuk memproduksi toksin didalam pangan
 Katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan
dan pematangan yang dikatalisis enzim indigenus
 Reaksi kimia antar komponen pangan dan atau bahan-bahan
lainnya dalam lingkungan penyimpanan
 Kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun
penyimpanan) dan
 Kontaminasi serangga, parasit dan tikus.

Untuk mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang


dapat menghambat terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara
umum, penyebab utama kerusakan produk susu, daging dan unggas
adalah mikroorganisme sementara penyebab utama kerusakan buah dan
sayur pada tahap awal adalah proses pelayuan (senescence) dan
pengeringan (desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas
mikroorganisme. Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk
memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan
tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa
yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk
yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat
diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat
bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.
Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara
misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C),
pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas, mengurangi
keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah,
fermentasi, radiasi dan kombinasinya. Penanganan aseptis merupakan
proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya
kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau
mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan
produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa
menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan
masuknya mikroorganisme.
Penggunaan pengawet dengan konsentrasi rendah dan proses
fermentasi juga merupakan cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan
temporer. Gula, garam, asam dan SO2 menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi
akan menghambat pertumbuhan kapang dan kamir. Pemaparan pangan
dengan radiasi elektromagnetik bisa merusak atau menghambat beberapa
mikroorganisme dan sistim enzim alami tanpa perubahan nyata pada
kualitas produk.
Referensi :
Anonym. 2009. Bahaya Zat Kimia Makanan. Available at
http://www.sendokgarpo.com/tips.html Diakses pada tanggal 12
Desember 2017.
Anonym. 2010. Pengawetan Makanan. Available at
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengawetan-makanan. Diakses pada
tanggal 12 Desember 2017.
Anonym. 2006. Pengawetan Secara Kimia. Available at
http://rumahasri.multiply.com/reviews/ Diakses pada tanggal 12
Desember 2017.
Lutfi, Achmad. 2009. Zat Aditif pada Makanan. Available at
http://www.chem-is-try.org/kategori/materi-kimia/kimia-
lingkungan/zat-aditif/zat-aditif-pada-makanan/ Diakses pada tanggal
12 Desember 2017.

Anda mungkin juga menyukai