Anda di halaman 1dari 32

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Singkong atau cassava (Manihot esculenta) pertama kali dikenal di Amerika
Selatan dan masuk ke Indonesia diperkenalkan oleh orang Portugis. Singkong
merupakan salah satu bahan makanan pokok ketiga di Indonesia setelah padi dan
jagung karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Karakteristik fisik dan kimia
singkong tergantung dari sifat pati yang merupakan komponen utama dari singkong
(Susilawati, dkk., 2008). Konsumsi masyarakat terhadap singkong yang cukup tinggi
membuat singkong berpotensi sebagasi salah satu penyangga ketahanan pangan.
Akan tetapi, tampilan singkong yang kurang menarik dan sifatnya yang mudah rusak
membuat singkong dianggap sebagai pangan inferior. Oleh karena itu, mulai muncul
teknik pengawetan singkong sekaligus menaikkan manfaat singkong sehingga tidak
hanya langsung dimakan tapi juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan dasar makanan
lain atau sebagai bahan substitusi beragam olahan makanan, salah satu produknya
yaitu tepung (Haryadi, 2011).
Tepung dari singkong memiliki potensi besar untuk dijadikan salah satu bahan
dasar untuk produk olahan berbahan dasar tepung seperti mie dan roti. Tepung
singkong dapat dijadikan sebagai substitusi tepung terigu mengingat konsumsi terigu
di Indonesia yang sangat tinggi dan produksinya yang masih rendah sehingga
menaikkan angka import terigu. Dengan meningkatkan penggunaan tepung singkong
dapat mengurangi konsumsi masyarakat terhadap tepung terigu diharapkan impor
tepung terigu dapat berkurang dan menaikkan minat masyarakat terhadap bahan lokal.
MOCAF atau modified cassava flour merupakan salah satu jenis tepung yang
didapatkan dari pengolahan singkong. Berbeda dengan tepung singkong pada
umumnya, MOCAF diproses dengan menggunakan prinsip modifikasi sel singkong
dengan menggunakan cara fermentasi menggunakan bakteri asam laktat.
Karakteristik MOCAF yang hampir sama dengan terigu dapat menjadikan MOCAF
sebagai bahan pensubstitusi terigu yang baik. Namun kekurangan dari MOCAF ini
tidak adanya gluten seperti yang ada pada terigu sehingga minat masyarakat untuk
menggunakan MOCAF masih kurang.
Dibalik kekurangannya, MOCAF memiliki fungsi yang cukup beragam dalam
penggunaannya sebagai bahan dasar produk pangan. MOCAF dapat digunakan
sebagai bahan baku beragam kue kering, kue basah, dan dapat diaplikasikan pada
produk yang umumnya berbahan baku tepung terigu atau tepung beras dengan
ditambahkan tapioca pada pengolahannya. Setelah mengetahui karakteristik MOCAF
seperti diatas, maka perlu dilakukan praktikum mengenai pengolahan MOCAF dan
produk olahan MOCAF agar mahasiswa dapat lebih mengerti tentang karakteristik
MOCAF dan pengaruh MOCAF pada produk pangan.

1.2 Tujuan
Adapaun tujuan dilakukannya praktikum ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui teknik pengolahan MOCAF
2. Untuk mengetahui teknik dan cara pengolahan produk olahan MOCAF
terutama produk olahan bolu lapis kukus
3. Untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung MOCAF dan tepung terigu
terhadap karakteristik fisik dan sensori bolu lapis kukus
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MOCAF (Modified Cassava Flour)


MOCAF merupakan singkatan dari modified cassava flour. Sesuai namanya
tepung ini berarti tepung singkong yang dimodifikasi. Proses modifikasi singkong
singdimaksud disini yaitu dengan memodifikasi sel pada singkong melalui cara
fermentasi menggunakan mikroorganisme terutama jenis BAL atau bakteri asam
laktat. Tepung MOCAF merupakan komoditas tepung cassava yang diolah
menggunakan teknik fermentasi sehingga produk yang dihasilkan memiliki
karakteristik yang mirip seperti terigu. Kemiripan ini yang memungkinkan MOCAF
untuk dijadikan bahan substitusi tepung terigu (Subagio, dkk. 2008).
Sesuai namanya, tepung ini diolah dari ubi kayu atau singkong. Berbagai
varietas ubi kayu dapat diolah menjadi MOCAF. Singkong yang memiliki kadar
HCN tinggi yang ditandai dengan rasa pahit dan kurang baik apabila dikonsumsi
langsung dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan tepung MOCAF. Hal ini
karena selama proses pengolahannya kadar HCN dapat dikurangi atau direduksi
dengan cara perendaman maupun pemanasan. Hal ini juga dijelaskan pada syarat
mutu MOCAF yang ada pada SNI, yang menuliskan bahwa kadar HCN pada
MOCAF maksimal hanya 10 mg/kg.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Tepung Mokaf
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bentuk - Serbuk halus
1.2 Bau - Normal
1.3 Warna - putih
2 Benda asing - Tidak ada
3 Serangga dalam semua bentuk - Tidak ada
stadia dan potongan-potongannya
yang tampak
4 Kehalusan
4.1 Lolos ayakan 100 mesh (b/b) % Min. 90
4.2 Lolos ayakan 80 mesh (b/b) % 100
5 Kadar air (b/b) % Maks. 13
6 Abu (b/b) % Maks. 1,5
7 Serat kasar (b/b) % Maks. 2,0
8 Derajat putih (MgO = 100) - Min. 87
9 Belerang dioksida (SO2) µg/g Negatif
10 Derajat asam mL Na OH 1 N/ Maks. 4,0
100 g
11 HCN Mg/kg Maks 10
12 Cemaran logam
12.1 Kadmium (Cd) Mg/kg Maks 0,2
12.2 Timbal (Pb) Mg/kg Maks 0,3
12.3 Timah (Sn) Mg/kg Maks 40,0
12.4 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks 0,05
13 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks 0,5
14 Cemaran mikroba
14.1 Angka lempeng total (35C, 48 Koloni/g Maks 1x 106
jam)
14.2 E. coli APM/g Maks 10
14.3 B. cereus Koloni/g <1 x 104
14.4 Kapang Kolonii/g Maks 1 x 104
(Sumber: SNI 7622: 2011)
Menurut Subagio, dkk (2008), komposisi kimia MOCAF tidak berbeda jauh
dari tepung singkong pada umumnya. Namun, karakteristik fisik dan organoleptik
MOCAF memiliki perbedaan yang spesifik jika dibandingkan dengan tepung
singkong. Protein pada MOCAF lebih rendah jika dibandingkan dengan protein pada
tepung singkong umumnya. Kandungan protein ini dapat menyebabkan warna
kecoklatan apabila terkena panas atau ketika pengeringan. Dengan rendahnya kadar
protein ini maka warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkand
engan tepung singkong biasa. Perbandingan karakteristik kimia dan fisik tepung
singkong dan MOCAF dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 2.2 Perbandingan Komposisi Kimia MOCAF dan Tepung Singkong
Parameter MOCAF Tepung Singkong
Kadar air (%) Max. 13 Max. 13
Kadar protein (%) Max. 1,0 Max. 1,2
Kadar abu (%) Max. 0,2 Max. 0,2
Kadar pati (%) 85-87 82-85
Kadar serat (%) 1,9-3,4 1,0-4,2
Kadar lemak (%) 0,4-0,8 0,4-0,8
Kadar HCN (mg/kg) Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
(Sumber:Subagio, dkk., 2008)
Tabel 2.3 Perbandingan Komposisi Kimia MOCAF dan Tepung Singkong
Parameter MOCAF Tepung Singkong
Besar butiran (mesh) Max. 80 Max. 80
Derajat keputihan (%) 88-91 85-87
Kekentalan (mPa.s) 52-55 (2% pasta panas), 20-40 (2% pasta panas),
75-77 (2% pasta dingin) 30-50 (2% pasta dingin
(Sumber: Subagio, dkk., 2008)
Proses pembuatan MOCAF menurut Amanu dan Susanto (2014) yaitu
pertama-tama singkong dikupas. Selanjutnya singkong dicuci untuk menghilangkan
kotoran dan tanah yang melekat pada ubi selama pengupasan. Selanjutnya singkong
dikecilkan ukurannya, pengecilan ukuran ini mempengaruhi luas permukaan yang
kontak dengan panas dan akan mempengaruhi kerja starter bakteri asam laktat.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan fermentasi menggunakan starter bakteri asam
laktat, bakteri ini berperan dalam degradasi komponen yang ada pada singkong
sehingga terjadi perubahan karakteristik tepung yang dihasilkan. Setelah proses
fermentasi selanjutnya dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi
kadar air bahan, pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan sinar matahari atau
secara buatan menggunakan oven. Singkong fermentasi yang sudah kering kemudian
digiling untuk megecilkan ukuran dan mendapatkan produk dengan ukuran seragam.
Terakhir adalah pengayakan menggunakan ayakan 80 mesh.
Pada pembuatan MOCAF fermentasi berperan penting dalam membentuk
karakter dari MOCAF yang dihasilkan. Pada saat fermentasi terjadi beberapa proses
perubahan terutama pada struktur tepung yang dihasilkan. Salah satu perubahan yang
terjadi akibat fermentasi yaitu perubahan serat yang ada pada tepung MOCAF.
Menurut penelitian Kurniati, dkk (2012) serat pada MOCAF lebih lembut jika
dibandingkan dengan serat pada tepung singkong biasa. Hal ini disebakan oleh
mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi mikroorganisme tersebut
mampu menghidrolisa serat yang berupa polisakarida (Selulosa) menjadi
monosakarida (glukosa) (Kusniati, 2002). Terjadi pula kenaikan kadar protein yang
diperoleh dari aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba yang ada dalam
proses fermentasi (Rahman, 1992). Terjadi pula peningkatan kadar pati dikarenakan
adanya proses hidrolisa pati. Menurut Buckel, et. al.(1987) selama proses fermentasi
pati dihdrolisis menjadi gula sederhana sehigga kadar gula reduksi menjadi
meningkat. Fermentasi menyebabkan karbohidrat menjadi lebih mudah dihidrolisis
sehingga gula reduksi akan meningkat akibatnya daya cerna juga meningkat. Selain
itu, kadar HCN juga menurun selama fermentasi, hal ini dikarenakan pada proses
pengolahan MOCAF melibatkan proses perendaman, pencucian, proses fermentasi,
proses pengeringan yang dapat menghilangkan kandungan HCN sebab HCN
merupakan senyawa yang mudah larut air dan mempunyai titik didih rendah sehingga
mudah menguap jika terkena panas.
Karakteristik MOCAF yang hampir sam adengan terigu membuat MOCAF
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan beberapa jenis kuliner. Dari mie,
maupun kue dan berbagai jenis makanan lainnya dapat dibuat dengan menggunakan
MOCAF. Akan tetapi sejauh ini MOCAF masih digunakan sebagai substitusi saja
karena untuk penggunaan MOCAF 100% masih menghasilkan mutu produk yang
kurang baik, tetapi paling tidak, penggunaan ini sudah dapat mengurangi jumlah
penggunaan terigu dalam produk pangan.
2.2 Bolu Lapis Kukus
Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung, umumnya terbuat dari
tepung terigu, gula dan telur. Kue bolu biasanya dibuat dengan cara dipanggang
menggunakan oven, namun adapula yang dikukus dan dinamakan bolu kukus
(Veranita,2012). Menurut Anissa (2011), bolu kukus merupakan adonan cake bolu
yang berbentuk bulan dimana kukusan yang digunakan dipanasakan terlebih dahulu
agar adonan dapat mengembang dengan baik. Pembuatan bolu biasanya
membutuhkan pengembang gluten dan biasanya ditambahkan bahan pengembang
kimiawi dan emulsifier. Perbedaan antara bolu dengan produk kue lainnya yaitu
tekstur adonan dan adonan bolu yang bersifat kental (Rakhmah, 2012). Faktor
keberhasilan dalam pembuatan bolu kukus yaitu cara mengocok adonan dan
mengukus adonan. Apabila adonan dikocok terlalu lama atau terlalu sebentar dan
pengukusannya tidak sempurna akan menghasilkann bolu kukus yang tidak jadi atau
bantat (Rohimah, 2008).
Sampai saat ini belum ada standart yang mengatur mutu dari kue bolu,
standart yang paling mendekati yaitu standart roti manis yang diatur dalam SNI 01-
3840-1995 tentang roti manis yang dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2.2 Syarat Mutu Roti Manis
No Kriteria Satuan Persyaratan
1 Keadaan
Kenampakan - Normal tak berjamur
Bau - Normal
Rasa - Normal
2 Air %b/b Max. 40
3 Abu (tidak termasuk garam) %b/b Max. 1
4 Abu yang tak larut dalam asam %b/b Max 3,0
5 NaCl %b/b Max. 2,5
6 Gula %b/b -
7 Lemak %b/b -
8 serangga %b/b Tidak boleh ada
9 Bahan tambahan makanan
Pengawet Sesuai dengan
Pewarna SNI 0222-1967
Pemanis buatan
Natrium siklamat negatif
10 Cemaran logam
Raksa Mg/kg Max 0,05
Timbel Mg/kg Max 1,0
Tembaga Mg/kg Max 10,0
seng Mg/kg Max 40,0
11 Cemaran mikroba
Angka lempeng total Koloni/g Max 106
E. coli APM/g <3
Kapang Koloni/g Max 104
(Sumber: SNI 01-3840-1995)
Menurut Siwianisti (2010), kualitas bolu kukus di tentukan oleh rasa, aroma,
tekstur dan tingkat pengembangan. Tingakt pengembangan merupakan perbandingan
tinggi adonan kue dengan tinggi bolu kukus yang sudah di kukus. Faktor yang
memperngaruhi tingkat pengembangan pada pembuatan bollu kukus antara lain: putih
telur, soda kue atau pengembang kue dan protein terutama gluten.
Karakterfisik yang biasanya dibuat untuk menilai mutu bolu kukus antara lain
warna, tekstur, daya kembang. Warna merupakan hasil proyeksi cahaya dari bahan.
Tekstur merupakan sebutan untuk ukuran keras lembutnya suatu produk, sedangkan
daya kembang merukan parameter yang digunakan untuk menilai perbandingan
volume adonan dengan volume produk yang dihasilkan (Dewi, dkk., 2016).
2.2.1 Bahan yang Digunakan
a. MOCAF
MOCAF atau MOCAL merupakan singkatan dari modified cassava flour yang
berarti tepung singkong yang dimodifikasi. Proses modifikasi singkong ini melalui
proses fermentasi menggunakan mikrobia BAL atau bakateri asam laktat. Mikroba
yang ada menghasilkan enzim proteolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan
dinding sel singkong sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga
menghasilkan asam-asam organic yang mengubah karakteristik dari tepung yang
dihasilkan, seperti perubahan viskositas, kemampuan gelasi, daya dehidrasi, dan
kemudahan larut. Cita rasa pada MOCAF juga berbeda dengan tepung singkong
biasanya, cita rasa singkong yang biasanya da di tepung singkong biasa dapat
tertutupi hingga 70% dengan adanya modifikasi ini (Subagio, dkk., 2008). MOCAF
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu, jadi MOCAF dapat
digantikan sebagai substitusi tepung terigu (Kurniati, dkk., 2012). Akan tetapi
penggunaan tepung dari singkong pada produk tidak bisa sebaik penggunaan tepung
terigu karena daya kembang yang rendah karena tidak memiliki gluten seperti terigu,
tekstur produk yang dihasilkan akan lebih keras dan sangat lengket setelah
mengalami gelatinisasi. Selain itu, aroma apek khas ubi kayu akan terdeteksi di
produk pangan yang dihasilkan (Suismono dan Martosuyono, 2007).
b. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan tepung dari serealia yang paling banyak di produksi
dan dikonsumsi di dunia. Tepung terigu di peroleh dari proses penepungan gandum
sehingga sering disebut tepung gandum. Tepung terigu memiliki kandungan protein
unik yang dapat membentuk massa lengket dan elastic ketika terkena atau bercampur
dengan air. Protein tersebut disebut gluten yang terdiri dari dua protein gandum yaitu
glutenin dan gliadin. Glutenin memiliki sifat keras dan gliadin memiliki sifat lengket
sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama proses pengembangan
adonan dan membentuk struktur remah pada produk (Faridah, dkk., 2008). Fungsi
penambahan tepung terigu pada pembuatan produk roti atau cake yaitu untuk
membentuk jaringan roti (Mamoer, 2003). tepung terigu juga mempengaruhi volume
roti, bentu, warna kulit, struktur jaringan, rasa dan tekstur roti (Koswara, 2009).
c. Gula
Gula merupakan produk hasil olahan tebu. Biasanya berkaitan dengan istilah
pemanis yang berasal dari tanaman tebu, bit atau yang lainnya yang diperoleh dari
kondensasi glukosa dan fruktosa. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
Kristal sukrosa padat. Gula berfungsi untuk mengubah rasa menjadi manis dan
keadaan makanan dan minuman. Gula seperti glukosa menyimpan energy yang dapat
digunakan oleh sel (Santoso, 1999). Gula memiliki beberapa sifat antara lain:
1. Kenampakan secara umum berwarna putih dan berbentuk Kristal
2. Memiliki rasa manis dengan tingkatan kemanisan yang beragam dengan
sukrosa sebagai pembanding kemanisan dengan tingkat kemanisan seratus
persen
3. Mudah terbentuk caramel akibat pemanasan
4. Mudah tereduksi dengan senyawa ion-ion tembaga.
Gaman, et. al. (1994)
Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang pentiing akrena hampir
semua produk pangan menggunakan gula sebagai pemanis. Fungsi gula dalam
pembuatan cake yaitu sebagai bahan penambah rasa, sebagai bahan perubah warna
dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam jaringan (Yossy, 2010).
Menurut Koswara (2009) penambahan gula selain sebagai pemanis juga berfungsi
sebagai penyempurnaan mutu panggang dan warna kerak, dan memungkinkan proses
pematangan lebih cepat, sehingga air lebih banyak dipertahankan dalam roti. Menurut
Ningrum (2012) fungsi gula dalam pembuatan kue berfungsi dalam penghalusan
crumb atau remah roti, memberikan rasa manis, membantu aerasi, menjaga
kelembaban, member warna pada kulit, melembutkan crumb dan memperpanjang
umur simpan.
d. Ovalet (emulsifier)
Cake emulsifier merupakan zat penstabil dalam adonan kue agar adonan tidak
mudah turun saat pengocokan dan menghasilkan kue dengan tekstur lebih lembut dan
lebih tahan lama. Penggunaan cake emulsifier ini dapat digunakan untuk menghemat
penggunaan telur sehingga dengan penggunaan bahan ini telur yang digunakan lebih
sedikit. Contoh merek dagang cake emulsifier yang banyak beredar di pasaran antara
lain: sponge 28, TBM, Ovalet, SP, Quick, dan lain-lain yang memiliki fungsi sama
(Ningrum, 2012). Ovalet adalah bahan tambahan kue yang diklaim sebagai
pengembang kue, sebagaimana klaim yang dibuat pada SP, TBM dan Ovalet.
Sebenarnya sesuai dengan komposisi bahan yang digunakan pada ketiga jenis produk
BTP tersebut tidak tepat jika diklaim sebagai pengembang, melainkan seharusnya
sebagai pelembut. Komposisi ovalet juga mengandung turunan asam lemak dimana
bisa berasal dari hewan atau tumbuhan. Karenanya mengetahui sumber dari asam
lemak adalah sangat penting dalam masalah kehalalannya (Ndutyke, 2011). Pada
praktikum pembuatan bolu lapis kukus ini, ovalet berfungsi sebagai pelembut dan
penstabilagar adonan tercampur dengan baik dan tidak mudah turun ketika dikocok
(Erdia, 2014).
e. Susu
Penggunaan susu pada produk kue berfungsi dalam pembentukan flavor,
mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat dan porous
karena adanya protein berupa kasetin, membentuk warna karena reaksi pencokalatan
dan menambah keempukan karena adnaya laktosa (Koswara, 2009). Namun, alasan
utama penggunaan susu dalam pembuatan produk bakery yaitu untuk meningkatkan
nilai gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan mineral kalsium.
Kandungan kalsium pada susu juga memberikan efek pada kulit kue, dan
memperkuat gluten (US Wheat Associates, 1983).
f. Telur
Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Putih
telur jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur dan sekitar 50% protein serta
semua lemak yang terkandung di dalam telur berada di dalam kuning telur (Margono
et al., 2000). Beberapa jenis telur digunakan dalam produksi kue , biskuit dan
sejenisnya. Ada tiga sifat telur yang paling penting yaitu kemampuan pembuihan,
emulsifikasi, dan koagulasi. Albumen (putih telur) berfungsi sebagai agensia
pengeras, sedangkan kuning telur sebagai agensia pengempuk. Penambahan telur
dalam pembuatan produk-produk biskuit mempunyai fungsi antara lain
menyumbangkan warna, menambah cita rasa, sebagai bahan pengempuk dan
menambah nilai nutrisi (Yossy, 2010).
Telur berfungsi untuk memperbaiki tekstur bakery sebagai hasil dari
emulsifikasi, pelembut tekstur dan daya pengikat. Fungsi telur sebagai pengemulsi
yaitu untuk mempertahankan kestabilan adonan. Selain sebagai pembentuk emulsi,
telur juga berperan dalam meningkatkan dan menguatkan flavor, warna dan
kelembutan. Albumin pada putih telur dapat berperan dalam membantu pembentukan
struktur adonan selama pemanggangan dengan membantu menangkap udara saat
pengocokan adonan shingga udara dapat menyebar merata dalam adonan (Gracia,
dkk., 2009). Menurut Sultan (1999) penggunaan telur juga dapat menjadi
pengembang volume adonan, menambah warna kuning pada produk dan
menghasilkanflavor dan rasa lebih gurih. Putih telur dapat meningkatkan
kekompakan adonan sedangkan kuning telur mempengaruhi kelembutan adonan.
g. Pewarna Makanan
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses
pengolahan atau untuk member warna pada makanan yang tidak berwarna agar lebih
terlihat menarik (Winarno, 2002). Pewarna makanan menurut Cahyadi (2009) dibagi
menjadi p[ewarna alami dan pewarna sintetis. Pad praktikum ini zat warna yang
digunakan merupakan zat pewarna sintetis. Zat pewarna sintetis merupakan zat warna
yang dibuat melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Zat pewarna
yang diizinkan penggunaannya dalam bahan pangan dikenal sebagai permitted color
atau certified color (Winarno). Seperti dijelaskan diawal, penambahan pewarna
makanan dalam pembuatan bolu lapis kukus ini berfungsi sebagai penambah warna
dan memperbaiki penampilan produk sehingga terlihat lebih menarik.

2.2.2 Reaksi Yang Terjadi Selama Proses Pembuatan


a. Gelatinisasi pati
Kandungan pati pada tepung singkong dapat membantu pengembangan bolu
kukus (Murtiningrum dkk., 2012). Menurut Hartati dan Prana (2003) dengan adanya
kandungan pati terutama amilopektin yang tinggi sangat sesuai untuk bahan roti
karena amilopektin memiliki sifat swelling properties atau sifat mengembang pada
pati. Proses gelatinisasi terjadi ketika pati bercampur dengan air. Pati akan menyerap
air sehingga bentuk pati mengembang dan akhirnya terbentuk adonan.
b. Hidrasi gluten
Pada sampel yang diberi substitusi tepung terigu akan terdapat gluten yang
berfungsi sebagai pembentuk tekstur dan membantu pengembangan volume kue.
Gluten adalah protein pada gandum yang memiliki sifat istimewa karena dapat
menghasilkan adonan yang dapat memperhtahankan gas dan dapat mengembang
secara elastis ketika gas mumuai pada saat pemanasan. Sifat itu karena gluten
terhhidrasi dan mengembang saat terigu dicampur dengan air sehingga terbentuk
massa dengan viskositas elastis (Winarno, 1993).
c. Emulsifikasi
Proses emulsifikasi terjadi karena adanya bahan yang hidrofobik dan
hidrofilik. Pada pembuatan bolu terdapat beberapa jenis emulsifier yang berfungsi
sebagai zat penegmulsi sehinggar terbentuk adonan yang kalis. Emulsifier ini
berfungsi untuk menghubungkan ikatan antara air dan lemak serta protein dan lemak.
Sehiingga adonan yang terbentuk tidak pecah.
d. Maillard dan Browning
Reaksi maillard terjadi ketika protein bereaksi dengan karbohidrat utamanya
glukosa. Warna kecoklatan pada bolu disebakan oleh adanya reaksi millard yang
terjadi selama pengukusan. Selain itu warna coklat pada bolu dapat pula disebabkan
oleh reaksi oksidasi lipida selama pemanasan serta interaksi antara produk oksidasi
lipida dengan asam amino, lipida utamanya berasal dari kuning telur (Zamora dan
Hidalgo, 2005).
BAB 3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Pembuatan MOCAF
Adapun alat yang digunakan dalam pembuatan MOCAF yaitu:
1. Baskom besar
2. Pisau
3. Talenan
4. Slicer chip
5. Nampah
6. Neraca
7. Gelas ukur 100 ml
8. Beaker glass 1000 ml
9. Selep/grinder
10. Ayakan 100 mesh
b. Pembuatan Bolu Lapis Kukus
Adapun peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan bolu lapis kukus yaitu:
1. Baskom besar
2. Mixer
3. Neraca
4. Geals ukur 100 ml
5. Cetakan
6. Dandang
7. Piring
8. Kompor
9. Kain lap

3.1.2 Bahan
a. Pembuatan MOCAF
Adapun bahan yang digunakan pada pembuatan MOCAF, sebagai berikut:
1. Singkong segar 2 kg
2. Senyawa aktif A
3. Starter MOCAF
4. Senyawa aktif C
5. Air
b. Pembuatan Bolu Lapis Kukus
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan bolu lapis kukus, antara lain:
1. MOCAF 100 gr
2. Terigu cakra 100 gr
3. Gula 200 gr
4. Ovalet ½ sdm
5. Susu 150 ml
6. Telur 4 butir
7. Pewarna

3.2 Metode Percobaan


3.2.1 Pembuatan MOCAF
Pada pembuatan tepung MOCAF, hal yang pertama disiapkan yaitu singkong
2kg. singkong dikupas kulitnya dan di kerik kulit arinya. Pengupasan kulit bertujuan
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada singkong. Pembersihan kulit ari
bertujuan untuk menghilangkan lender dan HCN yang ada pada singkong.
Selanjutnya singkong di cuci agar tidak berlendir. Berikutnya, singkong di potong
menggunakan chip slicer lalu di cuci kembali. Chip selanjutnya direndam senyawa
aktif A dengan konsentrasi 0,01% selama 10 menit. Senyawa aktif A berfungsi untuk
mengatur kondisi keasaman chip sekaligus sebagai nutrisi untuk pertumbuhan
mikroba fermenter nanti. Chip kemudian di tiriskan dan di fermentasi dengan starter
MOCAF dengan perbandingan antara starter dan air 1:100 selama 24 jam. Setelah
fermentasi, chip ditiriskan dan direndam dengan senyawa aktif C konsentrai 0,1%
selama 10 menit yang berfungsi untuk menghentikan proses fermentasi dan mencuci
scum (proteni) dari ubi yang dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan
(Subagio, dkk., 2008). Selanjutnya chip diperas hingga agak kesat dan di jemur
dibawah sinar matahari hingga kering. Chip kering digiling menggunakan gilingan
komersial sebanyak 2 kali untuk mendapat ukuran yang sesuai dengan yang
diinginkan, kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh untuk mendapatkan ukuran
butiran yang seragam. Selanjutnya, hasil tepung yang lolos ayakan ditimbang untuk
mendapatkan hasil rendemen, dan sera disimpan.
Singkong 2 kg

Pengupasan

Pencucian

Perajangan

Perendaman (fermentasi)

Penggaraman

Pengeringan

Penepungan

Pengayakan

Mocaf

Gambar 3.1. Proses pembuatan tepung mocaf

3.2.2 Pembuatan Bolu Lapis Kukus


Langkah pertama pembuatan bolu lapis kukus yaitu, mencampur gula, ovalet
dan telur dengan mixer menggunakan kecepatan 3. Selanjutnya ditambahkan susu
sebanyak 150 ml sambil terus dkecepatan mixer diturunkan menjadi 2 ketika suus
ditambahakan.selanjutnya tepung dimasukkan. Pada pembuatan bolu kukus ini
perbandingan jumlah tepung yang digunakan dibagi menjadi 2, perlakuan A yaitu
digunakan tepung MOCAF 100% sedangkan perlakuan B menggunakan campuran
tepung terigu dan MOCAF dengan perbandingan 50%:50%. Pada saat penambahan
tepung, kecepatan pengadukan di turunkan menjadi 1. Setelah adonan dinilai lembut,
adonan dibagi ke tiga wadah untuk proses pewarnaan. Pewarnaan dilakukan dengan
menambahan dua tetes zat warna pada adonan. Adonan pertama diletakkan dalam
cetakan kemudian dikukus selama 10 menit, selanjutnya adonan kedua dimasukkan
dan dikukus selama 10 menit, begitupula adonan ketiga. Setelah adonan ke 3 dikukus
selama 10 menit, tambahkan lagi waktu pengukusan selama 30 menit. Kemudian
angkat bolu kukus yang sudah matang, dinginkan dan lakukan pengujian fisik warna
dan organoleptik. Diharapkan ketika mengukus, tutup dandang diberi serbet agar air
hasil pengukusan tidak turun mengenai produk, dan jangan membuka tutup sebelum
waktu pengukusan selesai.
Gula 200 gram, telur 4 butir, ovalet ½ sdm

Pencampuran

Penambahan susu cair 150 ml

Pencampuran

Penambahan tepung Penambahan tepung mocaf 100


mocaf 200 gram gram, tepung terigu 100 gram

Pencampuran

Adonan A Adonan B Adonan C

Pemasukkan adonan A kedalam cetakan

Pengukusan selama 10 menit

Pemasukkan adonan B kedalam cetakan

Pengukusan selama 10 menit

Pemasukkan adonan C kedalam cetakan

Pengukusan selama 40 menit

Pendinginan

Pengujian fisik dan organoleptik

Gambar 3.2. Proses pembuatan bolu lapis kukus


BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Data Pengamatan
a. Data Rendemen
No Perlakuan Bahan mentah (kg) Hasil rendemen (g)
1 1 2 220
2 2 2 280
3 3 2 300
4 4 2 350
5 5 2 380
6 6 2 400
7 7 2 300
8 8 2 360

b. Sensori Bolu Lapis Kukus


Tekstur warna aroma rasa Keseluruhan
No nama
257 589 257 589 257 589 257 589 257 589
1 Arga 2 5 1 5 3 4 4 4 3 4
2 Dimas 3 4 3 4 2 3 3 4 2 4
3 Rica 2 4 2 4 2 3 3 4 3 4
4 Wiwik 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4
5 Yoaga 2 3 5 5 1 2 3 2 2 3
6 Adis 2 3 2 4 1 3 3 4 3 4
7 Nilam 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4
8 Edi 4 5 4 5 3 5 4 5 4 4
9 Kiki 2 5 4 4 3 4 4 5 3 5
10 Hanin 3 5 4 5 3 5 5 3 4 5
11 Caca 2 4 3 4 2 3 1 3 2 3
12 Ayyin 3 5 3 4 3 3 3 4 4 4
13 Lia 2 4 2 4 2 3 3 4 3 4
14 Pari 3 4 3 4 3 4 2 4 2 5
15 Nana 3 4 2 4 2 4 2 4 2 4
16 Kelvin 3 4 3 3 2 1 3 4 3 3
17 Nindy 3 4 4 5 3 4 4 5 4 5
18 Tara 4 3 3 4 2 4 3 4 2 4
19 Tiwi 3 4 3 5 3 4 4 5 4 5
20 Lufi 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4
21 Ilma 3 4 3 5 2 3 3 3 3 4
22 Via 2 3 2 4 2 3 3 4 2 3
23 Sinta 2 3 2 4 3 4 3 4 3 4
24 Feni 3 4 3 4 2 4 3 4 3 4
25 sintya 3 4 2 3 2 4 3 2 3 4
Keterangan:
257 : mocaf 100% 589 : mocaf 50%:terigu50%
1 : sangat tidak suka 3 : agak suka 5 : sangat suka
2 : tidak suka 4 : suka
c. Uji Warna
No Sampel Ulangan Lightness
1 44.7
Mocaf 100% 2 44.6
1
3 45.8
Porseilen - 62.8
1 52.6
Mocaf 50% : terigu 50% 2 51.4
2
3 52.2
Porseilen - 62.5
3 Standar - 94.35

4.1.2 Hasil Perhitungan


A. Persentase Rendemen
Perlakuan Persentase Rendemen
1 11
2 14
3 15
4 17,5
5 19
6 20
7 15
8 15

B. Uji organoleptik bolu kuku


Tekstur Warna Aroma Rasa Keseluruhan
Perhitungan
257 589 257 589 257 589 257 589 257 589
Total
70 99 71 105 59 88 75 96 71 100
Perlakuan
Rata-rata
2,8 3,96 2,84 4,4 2,36 3,25 3 3,84 2,84 4
Perlakuan

C. Warna bolu kukus

Nilai L
Ulangan
Bolu Mocaf (257) Bolu Mocaf+Terigu (589)
1 67,16 79,02
2 67 77,22
3 68,41 78,42
Rata-rata 67,52 78,22

4.2 Analisa Hasil Pecobaan


4.2.1 Rendemen Tepung
Rendemen merupakan presentase produk yang didapatkan dari perbandingan
berat awal dengan berat akhir. Hasil dari penepungan MOCAF dari delapan
kelompok dengan jumlah bahan baku yang saman diperoleh hasil rendemen yang
berbeda seperti yang terlihat pada grafik dibawah ini:
25

20
20 19
17.5
15 15 15
Rendemen (%)

15 14

11
10

0
1 2 3 4 5 6 7 8
Perlakuan

Gambar 4.1 Rendemen Tepung MOCAF


Dari grafik tersebut terlihat bahwa dengan perlakuan yang sama hasil
rendemen yang dihasilkan jauh berbeda cukup nyata. Persentase rendemen yang
didapat dari kelompok 1 sampai dengan 8 berturut-urut yaitu : 11%, 14%, 15%,
17,5%, 20%, 15% dan 15%. Rendemen tertinggi terdapat pada kelompok 6 yaitu 20%.
Menurut Amanu dan Susanto (2014) rendemen MOCAF dapat dipengaruhi oleh
varietas singkong yang digunakan, karena itu rendemen yang dihasilkan dapat
berbeda-beda. Selain itu umur singkong juga mempengaruhi, singkong yang terlalu
muda akan menghasilkan rendemen lebih rendah karena berat kering singkong lebih
rendah. Singkong yang lebih tua menghasilkan rendemen relatif tinggi tapi viskositas
MOCAF yang dihasilkan juga akan terlalu tinggi atau terlalu kental (Subagio, dkk.
2008). Penggilingan yang kurang baik juga akan menghasilkan rendemen yang kecil
karena penggilingan berfungsi untuk mengecilkan ukuran sehingga butir tepung yang
dihasilkan dapat lolos ayakan 100 mesh, jika penepungan tidak dilakukan dengan
baik maka rendemen yang dihasilkan juga akan sedikit.
4.2.2 Hasil Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan salah satu pengujian yang penting untuk
menilai daya terima suatu peroduk dan menguji kesukaan konsumen pada suatu
produk. Pada praktikum pembuatan bolu lapis kukus ini dilakukan pengujian
organoleptik dengan parameter warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan dengan
pemberian skor 1 sampai dengan 5. Setelah perhitungan skor yang diberikan 25
panelis, didapat nilai rata-rata sebagai berikut:

5
4.4
4.5
3.96 4
4 3.84

3.5 3.25
3
3 2.8 2.84 2.84
rata-rata

2.36
2.5
2
1.5
1
0.5
0
tekstur warna aroma rasa keseluruhan
parameter

100% mocaf 50% mocaf

Gambar 4.2 Rata-rata skor Penilaian Organoleptik


Jika dilihat dari parameter satu persatu juga dihasilkan mutu kue bolu
berdasarkan respon panelis lebih rendah mutu bolu dengan penggunaan MOCAF
seretus persen. Pertama-tama dilihat dari warna. Hasil rata-rata warna pada 100%
MOCAF yaitu 2,84 dan pad bolu dengan substitusi terigu yaitu 4,4. Warna
merupakan salah satu unsur sensori yang biasanya menentukan minat konsumen
untuk menyukai atau tidak menyukai suatu produk, karena warna merupakan hal
pertama yang tertangkap oleh indra manusia. Secara warna, bolu dengan penambahan
tepung MOCAF 100% memiliki warna yang lebih kecokelatan sedangkan bolu
dengan substitusi terigu memiliki warna yang lebih cerah. Warna kecoklatan pada
bolu disebakan oleh adanya reaksi millard yang terjadi selama pengukusan. Selain itu
warna coklat pada bolu dapat pula disebabkan oleh reaksi oksidasi lipida selama
pemanasan serta interaksi antara produk oksidasi lipida dengan asam amino, lipida
utamanya berasal dari kuning telur (Zamora dan Hidalgo, 2005). Namun, karena
bahan yang digunakan atau telur yang digunakan pada dua sampel tersebut dalam
jumlah sama, kemungkinan warna cokelat tidak semua disebabkan oleh adanya
oksidasi lipida. Warna kecokelatan pada bolu dengan penggunaan 100%
dimungkinkan karena warna MOCAF yang digunakan. Jika dibandingkan warna
MOCAF dengan tepung terigu, maka terigu memiliki warna yang lebih putih, hal
inilah yang dimungkinkan menyebabkan bolu dengan substitusi terigu 50% memiliki
warna yang lebih putih.
Tekstur juga merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
menilai suatu produk. Hasil rata-rata nilai panelis terhadap tekstur bolu dengan Mocaf
100% dan 50% berturut-urut yaitu: 2,8 dan 3,96. Dari sini dapat dilihat bahwa panelis
lebih menyukai bolu dengan penambahan tepung terigu. Hal ini dikarenakan pada
bolu dengan MOCAF 100% menghasilkan tekstur yang lebih keras dan bantat
sedangkan apda bolu dengan substitusi terigu menghasilkan tekstur yang lebih remah
dan empuk. Keempukan yang ada pada sampel dengan substitusi terigu ini dapat
disebabkan oleh adanya gluten pada tepung terigu yang berfungsi untuk membentuk
jaringan roti (Mamoer, 2003). tepung terigu juga mempengaruhi volume roti, bentuk,
warna kulit, struktur jaringan, rasa dan tekstur roti (Koswara, 2009). Dengan ini dapat
dilihat bahwa dengan penambahan tepung terigu maka bolu yang dihasilkan akan
memiliki tekstur lebih remah, volume lebih besar dan tidak bantet.
Parameter mutu selanjutnya yaitu rasa. Rasa merupakan parameter utama
yang membuat konsumen dapat menyukai atau tidak menyukai suatu produk. Rata-
rata skor yang diberikan panelis untuk bolu dengan MOCAF 100% dan 50% yaitu 3
dan 3,84. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai sampel bolu dengan
penambahan terigu. Kesukaan panelis pada sampel bolu dengan penggunaan MOCAF
100% lebih rendah karena rasa yang ditimbukan oleh tepung MOCAF kemungkinan
tidak disukai panelis karena memiliki aroma khas seperti singkong. Selain itu
mouthfeel bolu dengan mocaf 100% lebih kasar dibanding dengan yang dicampur
terigu. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, terigu memiliki peran untuk membentuk
tekstur dan jaringan roti sehingga rmeah roti yang dihasilkan lebih halus. Hal ini yang
menyebabkan roti dengan substitusi terigu memiliki rasa dan mouthfeel yang lebih
baik. Selain itu pada penggunaan mocaf 100% menimbulkan rasa khas mocaf yang
sangat kuat dan kurang disukai panelis.
Parameter yang terakhir adalah aroma. Aroma merupakan hasil dari
penguapan komponen volatil. Setiap bahan memiliki aroma masing-masing yang
khas. Pada hasil penilaian organoleptik bolu dengan penambahan mocaf 100% dan 50%
didapatkan hasil rata-rata skor 2,36 dan 3,25. Skor untuk bolu dengan mocaf 100%
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan bolu dengan penambahan terigu. Hal ini
karena pada bolu dengan penambahan mocaf 100% memiliki aroma khas singkong
yang masih sangat kuat jika dibandingkan dengan bolu dengan mocaf 50%. Aroma
khas mocaf atau singkong inilah yang menyebabkan bolu dengan mocaf 100% tidak
disukai panelis. Menurut Subagio, dkk(2008) fermentasi atau proses pengolahan
mocaf dapat mengurangi aroma khas singkong yang tidak disukai hingga 70%.
Namun, pada praktikum ini, aroma khas singkong yang dihasilkan dari mocaf masih
cukup kuat sehingga mengurangi kesukaan panelis terhadap produk. Penggunaan
terigu 50% pada bolu dapat sedikit menutupi aroma mocaf sehingga diperoleh aroma
bolu pada umumnya yang disukai konsumen.
Jika dilihat secara keseluruhan dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis
terhadap mutu bolu lapis kukus dengan penambahan MOCAF 100% lebih rendah
dibandingkan kesukaan panelis pada MOCAF dengan substitusi tepung terigu. Hal ini
dikarenakan kedua sampel bolu tersebut memeliki karakteristik yang berbeda. Pada
bolu lapis kukus dengan substitusi tepung terigu (50:50) dihasilkan bolu dengan
tekstur lebih lembut, warna lebih cerah dan aroma yang lebih enak. Sedangkan pada
penggunaan MOCAF 100% masih menunjukkan penampakan yang kurang seperti
kuenya yang bantat, aroma khas tepung singkong yang masih ada dan rasanya yang
masih khas singkong. Hal ini jelas menunjukkan bahwa penggunaan MOCAF 100%
pada bahan pangan masih belum dapat menghasilkan produk yang baik seperti halnya
menggunakan tepung terigu.

4.2.3 Hasil Uji Warna


Warna merupakan atribut pertama yang dapat dilihat dari suatu produk.
Apabila suatu produk memiliki warna yang menarik maka hal itu dapat menarik
minat konsumen untuk membeli produk tersebut. Penilaian terhadap warna selain
dapat dilakukan dengan menggunakan sensori atau alat indera, dapat pula
dilakukakan dengan menggunakan alat yang disebut dengan color reader. Prinsip
kerja color reader yaitu menilai samper berdasarkan tingkat kecerahan atau Lightness.
Pada pengujian warna pada bolu lapis kukus ini dilakukan pada bagian lapisan yang
berwarna putih. Kemudian didapatkan hasil yang terdapat pada grafik berikut:
80
78.22
78

76

74
Rata-rata nilai L
72

70
67.52
68

66

64

62
Sampel

100% mocaf 50% mocaf

Gambar 4.2 Rata-rata Nilai Lightness


Dari hasil perhitungan nilai lightness didapatkan hasil tingkat kecerahan
sampel bolu dengan penambahan mocaf 100% dan 50% berturut-urtu 67,52 dan 78,22.
Sampel dengan substitusi terigu memiliki nilai kecerahan lebih tinggi dibandingkan
sampel mocaf 100%. Hal ini dikarenakan penambahan tepung terigu dapat
mempengaruhi waran pada bolu. Warna tepung terigu lebih putih dan cerah jika
dibandingkan dengan warna tepung mocaf. Hal inilah yang kemungkinan berperan
dalam menentukan tingkat kecerahan bolu yang dihasilkan. Selain itu tepung mocaf
yang digunakan juga dapat mempengaruhi kecerahan, semakin gelap warna mocafnya
maka dapat menghasilkan warna bolu yang lebih gelap. Pada saat pengukusan atau
pemanasan dapat pula terjadi reaksi pencoklatan pada sampel bolu yang dapat
mengakibatkan penurunan nilai lightness. Warna kecoklatan pada bolu disebakan
oleh adanya reaksi millard yang terjadi selama pengukusan. Selain itu warna coklat
pada bolu dapat pula disebabkan oleh reaksi oksidasi lipida selama pemanasan serta
interaksi antara produk oksidasi lipida dengan asam amino, lipida utamanya berasal
dari kuning telur (Zamora dan Hidalgo, 2005).
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini:
1. Pengolahan mocaf berbeda dengan pengolahan tepung singkong biasa karena
pembuatan mocaf melalui tahap fermentasi
2. Mocaf dapat digunakan untuk membuat produk seperti bolu, tahapan
pembuatannya sama dengan pembuatan bolu biasa yaitu , pembuatan adonan,
pengukusan dan pengujian
3. Bolu dengan penambahan mocaf 100% memiliki tingkat kecerahan dan
tekstur lebih rendah serta lebih tidak disukai konsumen jika dibandingkan
dengan bolu yang menggunakan substitusi terigu.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya, produk olahan mocaf lebih divariasi atau
perbandingan mocaf pada tiap produk di perbanyak misalnya 100% mocaf, 50:50,
25:50.
DAFTAR PUSTAKA

Amanu, F. dan Susanto, W. 2014. Pembuatan Tepung MOCAF Di Madura (Kajian


Varietas Dan Lokasi Penanaman) Terhadap Mutu dan Rendemen. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3 p.161-169, juli 2014.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3840-1995 Roti Manis. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional

Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 7622: 2011 Tepung Mokaf. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional

Buckle, Edwards, Fleet, and Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI press.

Dewi, D., Wijanarka, A., dan Febriana, N. 2016. Pengaruh Variasi Pencampuran
Tepung Beras Merah(Oryza nivar) dan Tepung Terigu Terhadap Sifat Fisik,
Organoleptik dan Kadar Antosianin Bolu Kukus. Jurna Medika Respati Vol.
XI No. 3 Juli 2016. ISSN: 1997-3887.

Haryadi. 2011. Teknologi Modifikasi Tepung Kasava. Jurnal agritech vol. 31 no. 2.

Kurniati, Aida, Gunawan, dan Widjaja. 2012. Pembuatan MOCAF (Modified


Cassava Flour) dengan Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae. Jurnal Teknik
POMITS Vol. 1, No. 1. Hal 1-6.

Kusniati. 2002. Aktifitas Bakteriosiin dari Leuconostoc mesenteroides Pbacl pada


Berbagai Media. Jawabarat : Universitas Indonesia.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Bogor : IPB.

Siawianisti, P. 2010. Substitusi Tepung Biji Nangka Pada Pembuatan Kue Bolu
Kukus Ditinjau dari Kadar Kalsium, Tingkat Pengembangan dan Daya Terima.
Skripsi. Surakarta: UMS.

Subagio, A., W. Wiwik., Witono, Y., dan Fahmi, F. 2008. Prosedur Operasi Standar
(POS) Produksi Mocal Berbasis Klaster. Trenggalek : Pemerintah Kabupaten
Trenggalek DAN Kementrian RISTEK. ISBN 978-979-16216-3-2

Suismono dan Martosuyono. 2007. Perbaikan Mutu Tepung Ubi Kayu Melalui
Modifikasi Secara Biolohi, Hlm. 511-520

Susilawati, Nurdjanah dan Putri. 2008. Karakteristik Sifat fisik dan Kimia Ubi Kayu
Berdasarkan Lokasi Penanaman dan Umur Panen. Jurnal Teknolohi Industri
dan Hail pertanian Vol. 13, No. 2.

Winarno, F.G. 11993. Panagan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia.

Zamora dan Hidalgo. 2005. Coordinate Contribution Of Lipid Oxidation And Millard
Reaction To The Nonenzymatic Food Browning. Critical Review In Food
Science And Nutrition. 45(1): 49-59.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Perhitungan Rendemen
1. 220 gr / 2000 gr x 100% = 11%
2. 280 gr / 2000 gr x 100% = 14%
3. 300 gr / 2000 gr x 100% = 15%
4. 350 gr / 2000 gr x 100% = 17,5%
5. 380 gr / 2000 gr x 100% = 19%
6. 400 gr / 2000 gr x 100% = 20%
7. 300 gr / 2000 gr x 100% = 15%
8. 300 gr / 2000 gr x 100% = 15%
Perhitungan Nilai L
1. Bolu kukus (Mocaf)
L standar x L bahan
Nilai L = L porselen
94,35 x 44,7
Ulangan 1 = = 67,16
62,8
94,35 x 44,6
Ulangan 2 = = 67
62,8
94,35 x 45,8
Ulangan 3 = = 68,81
62,8
67,16+67+68,81
Rata-rata = = 67,65
3

2. Bolu kukus (Mocaf+Terigu)


L standar x L bahan
Nilai L = L porselen
94,35 x 52,6
Ulangan 1 = = 79,02
62,8
94,35 x 51,4
Ulangan 2 = = 77,22
62,8
94,35 x 52,2
Ulangan 1 = = 78,41
62,8
79,02+77,22+78,41
Rata-rata = = 78,22
3

Perhitungan Uji Sensoris Organoleptik Pasta


a. Tekstur
Bolu kukus (Mocaf)
2+3+2+⋯+2+3+3
= = 2,8
25

Bolu kukus (Mocaf+terigu)


5+4+4+⋯+3+4+4
= 25
= 3,96
b. Warna
Bolu kukus (Mocaf)
1+3+2+⋯+2+3+2
= = 2,84
25

Bolu kukus (Mocaf+terigu)


5+4+4+⋯+4+4+3
= = 4,4
25

c. Aroma
Bolu kukus (Mocaf)
3+2+2+⋯+3+2+2
= = 2,36
25

Bolu kukus (Mocaf+terigu)


4+3+3+⋯+4+4+4
= = 3,25
25

d. Rasa
Bolu kukus (Mocaf)
4+3+3+⋯+3+3+3
= =3
25

Bolu kukus (Mocaf+terigu)


4+4+4+⋯+4+4+2
= = 3,84
25

e. Keseluruhan
Bolu kukus (Mocaf)
3+2+3+⋯+3+3+3
= = 2,84
25

Bolu kukus (Mocaf+terigu)


4+4+4+⋯+4+4+4
= =4
25
Lampiran Dokumentasi
No Gambar Keterangan

1. Persiapan alat dan bahan

2. Penuangan bahan

Pencampuran bahan
3.
menggunakan mixer
4. Penambahan susu

5. Penambahan tepung terigu

6. Penambahan tepung MOCAF

Penambahan bahan pewarna pada


7.
adonan

8. Pengukusan

9. Penyajian bolu kukus


Pengujian warna menggunakan
10.
color reader

Pengujian organolepik oleh


11.
panelis

Anda mungkin juga menyukai