Anda di halaman 1dari 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Roti Manis

Roti merupakan produk pangan berbahan dasar tepung terigu yang

difermentasi dengan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) atau bahan pengembang

lainnya dan diolah dengan cara dipanggang. Roti termasuk salah satu produk

bioteknologi konvensional karena adanya proses fermentasi yang memanfaatkan

mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007). Roti dibedakan menjadi tiga

jenis berdasaarkan formulasinya, yaitu roti manis, roti tawar, dan adonan soft rolls.

Roti manis adalah adonan yang banyak menggunakan gula, lemak, dan telur pada

formulasinya. Roti tawar adalah adonan roti yang menggunakan sedikit atau tanpa

gula, susu, dan lemak dalam formulasinya. Sedangkan soft roll adalah adonan roti

yang menggunakan gula lebih banyak dibandingkan dengan roti tawar dalam

formulasinya (Suryatna, 2015)

Roti manis merupakan salah satu produk pangan olahan yang berasal dari

proses pemanggangan adonan yang telah difermentasi. Bahan utama dalam

pembuatan roti manis terdiri dari tepung terigu, air ragi, garam, serta bahan

tambahan terdiri dari gula, susu, lemak, dan telur (Fitria, 2013). Roti manis

merupakan salah satu produk bakery yang diolah dari tepung terigu berprotein

tinggi, yakni 12-13% (hard wheat). Hal ini berkaitan dengan kandungan gluten

yang berperan penting dalam pengembangan roti saat dipanggang (Astawan,

2004). Berdasarkan SNI (2000) syarat mutu roti manis ditampilkan dalam Tabel1.

4
Tabel 1 Syarat Mutu Roti

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan:
Kenampakan - Normal tak berjamur
Bau - Normal
Rasa - Normal
2 Air % b/b Maks. 40
3 Abu (tidak termasuk garam) % b/b Maks. 3,0
4 Abu yang tidak larut dalam asam % b/b Maks. 3,0
5 NaCl % b/b Maks. 2,5
6 Gula % b/b -
7 Lemak % b/b -
8 Serangga % b/b Tidak boleh ada
9 Bahan Tambahan Makanan
Pengawet Sesuai
Pewarna dengan SNI
Pemanis Buatan 0222-1967
Natrium Siklamat Negatif
10 Cemaran Logam
Raksa mg/Kg Maks. 0,05
Timbel mg/Kg Maks. 1,0
Tembaga mg/Kg Maks. 10,0
Seng mg/Kg Maks. 40,0
11 Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total (ALT) Koloni/g Maks. 106
E. coli APM/g <3
Kapang Koloni/g Maks. 104

Sumber: (BSN, 2000)

1.2 Bahan Baku Roti Manis

2.2.1 Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam

pembuatan berbagai produk makanan, seperti roti, biskuit, dan mi (Widiyatami,

dkk, 2016). Tepung terigu dihasilkan dari penggilingan biji gandum. Pada proses

penggilingan biji gandum akan dihasilkan dua jenis tepung, yaitu tepung terigu

putih dan tepung terigu whole wheat (gandum utuh). Tepung terigu termasuk

bahan baku paling baik untuk pembuatan roti, karena tepung terigu mengandung

protein. Apabila tepung terigu ditambahkan air, maka protein akan membentuk

5
gluten (Laili, 2015). Sifat gluten adalah adonan tepung bersifat elastis seperti

karet, mampu memanjang, dan mampu menahan gas CO2 hasil proses fermentasi

ragi. Adanya kemampuan adonan menahan gas tersebut menyebabkan roti lebih

mengembang. Sifat tersebut tidak dimiliki oleh produk pertanian lokal (Kartiwan,

dkk, 2015). Menurut Soekotjo (2010) bahwa terdapat tiga jenis tepung terigu,

antara lain:

1. Tepung terigu keras (hard wheat) : terigu dengan kadar protein minimal 12%

dan cocok digunakan untuk membuat roti.

2. Terigu sedang : terigu yang memiliki kadar protein 10-11% dan biasanya

digunakan untuk membuat cake dan pastry.

3. Terigu lunak (soft wheat) : terigu yang mempunyai kadar protein 7-9% dan

cocok untuk membuat kue kering, crackers, dan sponge cake.

2.2.2 Ragi atau Yeast

Ragi adalah mikroorganisme hidup dari keluarga fungus bersel satu (sugar

fungus) yang memiliki nama latin Saccharomyces cerevisiae dan berukuran

sebesar 6-8 mikron. 1 gram ragi padat (compressed yeast) mengandung 10 milyar

sel hidup. Ragi memiliki bentuk bulat telur dengan dinding membran yang semi

berpori (semi permeable) dan bereproduksi dengan cara membelah diri (budding),

serta dapat hidup pada lingkungan tanpa oksigen (anaerob) maupun dengan

oksigen (aerob) (Sukomulyo, 2007). Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2009)

bahwa terdapat tiga jenis ragi, antara lain:

1. Compressed Yeast, yaitu ragi yang mengandung kadar air 70% sehingga harus

disimpan pada suhu rendah (penyimpanan terbaik pada suhu 1oC).

6
2. Active dry yeast, yaitu ragi yang memiliki kadar air 7,5 – 9 % dan cara

penggunaannya harus dilarutkan dalam air hangat terlebih dahulu dengan

perbandingan 4 : 1 (ragi : air).

3. Instant dry yeast, ragi ini hampir sama dengan active dry yeast, namun dalam

cara penggunaannya tidak perlu dilarutkan dalam air. Apabila kemasan ragi

sudah dibuka, ragi harus segera untuk digunakan.

Ragi berfungsi memfermentasi adonan sehingga menghasilkan gas CO 2.

Gas CO2 yang terbentuk akan ditahan oleh gluten sehingga adonan menjadi

mengembang. Persyaratan yang harus agar ragi dapat beraktivitas secara optimal

antara lain adanya keseimbangan gula, garam, terigu dan air, oksigen cukup

tersedia karena mikroorganisme yang hidup bersifat aerob (Mudjajanto dan

Yulianti, 2007). Suhu optimal yang dibutuhkan ragi untuk melakukan fermentasi

pada kisaran suhu 35o – 60oC, dengan suhu ideal 38oC pada kelembaban 80%.

Pada suhu dibawah 28oC dan diatas 43oC fermentasi ragi akan menurun. Bahkan

pada suhu 55o – 60oC ragi akan mati (Lange dan Bogasari Baking Center, 2004)

2.2.3 Air

Air merupakan bahan yang paling murah dalam pembuatan roti, namun

memiliki peranan sangat besar. Pada pembuatan roti, air berfungsi sebagai

penyebab terbentuknya gluten, pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Selain itu,

air juga berfungsi sebagai pelarut garam, dan pelarut bahan-bahan dan

mengaktifkan aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Jumlah air yang

digunakan tergantung pada jumlah protein tepung dan proses yang digunakan.

Faktor-faktor yang terlibat pada proses penyerapan air antara lain 45,4% air

berikatan dengan pati, 32,2% air dengan protein, 22,4% air dengan pentosan.

7
Banyak air yang dipakai akan menentukan mutu dari roti yang dihasilkan

(Koswara, 2009).

2.2.4 Garam

Garam merupakan bahan utama dalam mengatur cita rasa suatu makanan

(Koswara, 2009). Pada pembuatan roti manis, garam berfungsi sebagai penambah

rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, pengontrol waktu fermentasi

pada adonan roti, penambah kekuatan gluten, mengatur warna kulit roti serta

menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Garam yang ditambahkan dalam adonan roti berkisar 1-2,5% dari berat tepung

(Soekotjo, 2010). Penambahan garam yang tepat akan meningkatkan kekuatan

gluten tetapi apabila jumlahnya terlalu banyak akan menurunkan kemampuan

gluten dalam menahan gas karena aktivitas ragi dan laju fermentasi. Sebaliknya,

jika terlalu sedikit jumlah garam yang ditambahkan akan menyebabkan adonan

menjadi hambar, berwarna pucat, dan mengurangi volume adonan karena gluten

tidak mempunyai daya regang yang cukup. Jika garam tidak ditambahkan dalam

adonan maka akan menghasilkan kulit adonan yang sangat pucat dan terjadi

pengerutan pada roti dan rasanya tidak akan memuaskan (Willyandika, 2018).

1.3 Bahan Tambahan Roti Manis

2.3.1 Gula

Gula adalah salah satu produk hasil perkebunan dari tebu yang banyak

dikembangkan di Indonesia. Gula yang biasanya digunakan dalam pembuatan roti

manis adalah gula tebu atau sukrosa. Fungsi penambahan gula dalam pembuatan

roti adalah sebagai makanan unuk ragi, mengatur proses fermentasi, menambah

kandungan gizi, memperbaiki warna kulit roti (proses Maillard atau karamelisasi),

8
memperpanjang umur simpan, dan menjadikan tekstur roti lebih empuk

(Mudjajanto dan Yulianti 2004). Syarat gula yang baik yaitu berwarna putih dan

terbebas dari kotoran. Penambahan gula ke adonan bervariasi jumlahnya yaitu 5 -

20% dari berat tepung (Wahyudi 2003). Pada proses mixing adonan, pencampuran

gula harus merata karena akan menyebabkan bintik bintik hitam apabila tidak

tercampur secara merata (Soekotjo, 2010).

2.3.2 Telur

Telur yang biasanya digunakan pada pembuatan roti manis adalah telur

ayam ras. Hal ini disebabkan karena jumlah produksi telur dan volume telur lebih

besar sehingga mudah diperoleh, serta harganya lebih murah daripada harga telur

yang lain (Subagjo, 2007). Fungsi telur dalam pembuatan roti adalah untuk

menambah nilai gizi dan rasa, memperbaiki warna kulit roti, sebagai bahan

pembantu pengembang, serta memperlunak adonan roti. Telur terdiri dari putih

telur daan kuning telur. Kuning telur berbentuk pada dengan kadar air sekitar

50 % sedangkan putih telur memiliki kadar air 86 % dan bentuknya lebih cair

daripada kuning telur. Putih telur memiliki creaming yang lebih baik

dibandingkan kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Putih telur

mempengaruhi penampakan dan tekstur roti. Telur yang bermutu baik memiliki

putih telur yang dapat memperbaiki aroma dan tekstur yang keras. Sedangkan

kuning telur mengandung 30% lesitin, yang berfungsi sebagai emulsifier (Lange

dan Bogasari Baking Center, 2004). Penggunaan kuning telur yang banyak paada

adonan akan membuat roti menjadi lebih lembut dan berwarna kuning (Ismayani,

2009).

9
2.3.3 Susu

Jenis susu yang banyak digunakan dalam proses pembutan roti manis adalah

susu bubuk, skim dan rim. Susu skim banyak mengandung protein (kasein) yang

dapat meningkatkan daya untuk menahan air, sehingga mengeraskan adonan dan

memperlambat proses fermentasi adonan roti (Wahyudi, 2003). Penambahan susu

dalam produk roti manis berfungsi sebagai penambah nilai gizi, mengubah warna

kulit, memperkuat gluten, dan menambah rasa (Subagjo, 2007). Penambahan susu

pada pembuatan roti dengan menggunakan tepung terigu berprotein rendah

jumlahnya lebih banyak dibandingkan tepung jenis terigu berprotein tinggi agar

dapat memperkuat gluten sehingga mampu membantu gluten dalam menahan gas.

Penambahan susu sebaiknya dalam bentuk susu padat. Bahan padat bukan lemak

pada susu padat dapat berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung

sehingga volume roti bertambah (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

2.3.4 Mentega

Produk roti biasanya menggunakan beberapa jenis-jenis lemak antara lain

butter atau mentega yang berasal dari lemak susu, margarin yang berasal dari

lemak tumbuh-tumbuhan dan lard atau lemak yang berasal dari perut hewan

(Subagjo, 2007). Mentega adalah emulsi air dengan 18% air tersebar secara

merata dalam 80% lemak susu, dengan sejumlah proten yang bertindak sebagai

pengemulsi. Jenis mentega yang berada dipasaran adalah unsalted dan salted.

Sedangkan margarin merupakan emulsi air dalam lemak, dengan persyaratan

mengandung lemak 80-85%, air 10-15% dan 5 gram garam, susu, dan bahan lain

(Suhardjito, 2006). Penambahan mentega dalam produk roti berfungsi sebagai

pelumas, memperbaiki remah roti, memperbaiki sifat pemotongan roti,

10
memberikan kulit roti lebih lunak, dan dapat mencegah air masuk ke dalam bahan

sehingga dapat memperpanjang shelf life. Selain itu lemak dapat memberikan rasa

lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti

(Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

2.3.5 Bread Improver

Bread improver merupakan bahan yang berfungsi sebagai pembantu dalam

hal pengembangan dan pembentukan gluten (Koswara, 2009). Bread improver

disebut juga pengembang namun berbeda dengan bahan pengembang kimia

(chemical leavening agent). Bread improver berfungsi untuk membantu

pengembangan terutama pada roti, tetapi tidak menghasilkan gas yang

pengembang karena gas yang mengembangkan adonan roti dihasilkan oleh ragi.

Bahan pengembang kimia dapat menghasilkan gas pengembang tanpa perlu

adanya ragi dan gas yang terbentuk cepat hilang sehingga harus segera

dipanggang. Bread improver bertujuan untuk melengkapi makanan ragi,

menghasilkan gas dan prekursor flavor, menstabilkan kondisi adonan,

menguatkan gluten, memperbaiki warna kulit dan remah, meningkatkan volume

serta memperpanjang masa simpan (Wahyudi 2003).

2.4 Proses Pembuatan Roti

2.4.1 Pencampuran (Mixing)

Mixing adalah proses mencampur semua bahan sampai homogen. Mixing

yang berlebihan akan merusak susunan gluten, adonan akan semakin panas, dan

peragiannya semakin lambat. Faktor yang dapat berpengaruh selama proses

mixing adalah jenis alat yang digunakan, kecepatan pencampuran, formula roti,

dan jenis roti yang diinginkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Tujuan

11
pencampuran adalah membuat dan mengembangkan sifat daya rekat gluten yang

tidak terdapat dalam tepung dalam tepung. Gluten akan terbentuk apabila

protein dalam tepung terigu dibasahi dengan air, diaduk-aduk, ditarik, dan

diremas-remas (Koswara, 2009).

2.4.2 Peragian

Tujuan proses fermentasi (peragian) adalah pembentukan cita rasa dan

volume roti. Faktor yang sangat berpengaruh dalam proses fermentasi adonan roti

adalah suhu dan kelembaban udara. Kondisi optimal proses fermentasi adalah

suhu 35oC dan kelembaban udara 75%. Semakin panas suhu ruangan, maka akan

semakin mempercepat proses fermentasi. Sebaliknya, semakin dingin suhu yang

digunakan, maka akan semakin lama proses fermentasi yang berlangsung

(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Selama fermentasi enzim-enzim ragi akan

mengubah pati menjadi gula gula sederhana. Gula sederhana yang dihasilkan akan

difermentasi oleh ragi menghasilkan gas karbondioksida. Gas yang dihasilkan

tersebut akan menyebabkan adonan mengembang dan menyebabkan adonan

menjadi lebih ringan dan lebih besar (Koswara, 2009).

2.4.3 Pembentukan

Pada tahap ini adonan dibagi, dibulatkan, diistirahatkan, dimasukkan dalam

loyang, dan dilakukan fermentasi akhir. Pembagian adonan dapat dilakukan

dengan menggunakan pemotong adonan lalu ditimbang agar beratnya sama.

Proses berikutnya adalah intermediete proofing, yaitu mendiamkan adonan dalam

ruang dengan suhu hangat selama 3 - 25 menit agar adonan bertambah elastis dan

dapat mengembang setelah banyak kehilangan gas pada proses pembagian.

Setelah didiamkan adonan siap dilakukan proses pemulungan. Proses pemulungan

12
terdiri dari proses pemipihan atau sheating, curling, dan rolling atau

penggulungan serta penutupan atau sealing.Setelah pemulungan adonan

dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan lemak agar roti tidak

lengket pada loyang. Selanjutnya dilakukan fermentasi akhir, yang bertujuan agar

adonan mencapai volume dan struktur remah yang optimum. Agar proses

pengembangan cepat fermentasi akhir ini biasanya dilakukan pada suhu sekitar

38oC dengan kelembaban nisbi 75-85 %. Dalam proses ini ragi roti menguraikan

gula dalam adonan dan menghasilkan gas karbondioksida (Koswara, 2009).

2.4.5 Pemanggangan

Beberapa menit pertama setelah adonan masuk oven, terjadi peningkatan

volume adonan cepat karena enzim amilase menjadi lebih aktif dan terjadi

perubahan pati menjadi dekstrin sehingga adonan menjadi lebih cair dan produksi

gas karbondioksida meningkat. Pada suhu sekitar 50 - 60oC, sampai terjadi

perusakan yeast karena panas yang berlebihan. Pada saat suhu mencapai 76oC,

alkohol dibebaskan sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam

gelembung udara. Sejalan dengan terjadinya gelatinisasi pati, struktur gluten

mengalami kerusakan karena adanya penarikan air oleh pati. Di atas suhu 76oC

terjadi penggumpalan gluten sehingga memberikan struktur crumb. Pada akhir

pemanggangan, terjadi pembentukan crust serta aroma. Pembentukan crust terjadi

akibat hasil reaksi maillard dan karamelisasi gula (Koswara, 2009).

13

Anda mungkin juga menyukai