Anda di halaman 1dari 10

1

Judul Usaha : Usaha Penjualan Pekasam Ale-ale (Meretix meretrix) dari Hasil
Produksi Home Industry di Kota Pontianak.

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sektor perikanan sampai saat ini masih melakukan eksplorasi pada hasil
laut yaitu tuna, udang dan rumput laut, sedangkan berbagai jenis moluska masih
belum diminati untuk dikembangkan. Salah satu contoh moluska adalah kerang
ale-ale (Meretrix meretrix) yang merupakan makanan khas dari hasil perikanan
yang melimpah di daerah kota Ketapang. Kerang ale-ale (Meretrix meretrix)
dapat pula dikembangkan menjadi salah satu produk ekspor yang dapat
diandalkan (Suwignyo 2005).
Tingkat konsumsi kerang ale-ale (M. meretrix) di Indonesia masih rendah.
Salah satunya disebabkan karena kurang bervariasinya hasil produk perikanan
dalam bentuk yang disukai oleh masyarakat. Selain itu, kerang ale-ale (M.
meretrix) memiliki kelemahan dalam daya simpan yang lama sehingga
memungkinkan kerang tersebut menjadi cepat busuk (perishable food). Hal ini
disebabkan tingginya kadar air dan protein serta rendahnya jaringan pengikat
(Tendon) dalam daging kerang, sehingga merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Afrianto & Liviawati, 1989).
Usaha dalam mengawetkan produksi kerang ale-ale dapat dilakukan
pengolahan dengan berbagai cara, baik secara modern dan tradisional. Salah satu
cara pengolahan tradisional' adalah dengan cara fermentasi. Bekasam merupakan
produk olahan dengan cara fermentasi yang menghasilkan .produk dengan rasa
asam dan asin (Irawan, 1995). Fermentasi bekasam merupakan fermentasi yang
terjadi secara spontan, hanya mengandalkan garam sebagai penyeleksi
mikroorganisme (Rahayu, 2000). Mikroorganisme yang tumbuh dengan
keberadaan garam pada bekasam adalah bakteri asam laktat (BAL).
Bakteri Asam Laktat (BAL) mempunyai peranan esensial hampir dalam
semua proses fermentasi makanan dan minuman. Salah satu peran utama bakteri

ini adalah untuk mengawetkan bahan makanan dengan menghasilkan sebagian


besar asam laktat (bakteri homofermentatif), asam asetat, etanol dan CO (bakteri
heterofermentatif) serta bakteriosin (Desmazeaud, 1996). Studi Karakteristik BAL
pada pekasam kerang ale-ale skala laboratorium telah dilakukan oleh Sari dkk.,
(2012) yang menyatakan bahwa isolat dari genus Leuconostoc dapat berpotensi
sebagai starter makanan fermentasi dan sebagai agen probiotik, memiliki aktivitas
antimikroba, dapat menghasilkan asam dan tidak memiliki aktivitas enzim lipase
yang dapat menyebabkan pembusukan pada makanan. Oleh karena itu,
Diversifikasi Pekasam Kerang ale-ale, sebagai usaha kreatif yang sehat, modern
dan tentunya menarik dalam upaya memperkenalkan makanan tradisional ini
penting dan perlu direalisasikan.
I.2 Rumusan Masalah
Usaha makanan pekasam ale-ale belum pernah dijual didaerah pasar Kota
Pontianak dan mempunyai prospek yang menguntugkan untuk dikembangkan
karena pekasam ale-ale merupakan makanan khas dari Kota Ketapang sehingga
masyarakat lebih tertarik untuk membeli sebagai oleh-oleh sehubungan dengan
hal tersebut maka didapatkan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana mengembangkan usaha baru pekasam ale-ale di Kota Pontianak?
2. Bagaimana memasarkan pekasam ale-ale agar menjadi makanan yang populer
khas Ketapang ?
3. Bagaimana cara pembuatan pekasam dari bahan kerang ale-ale ?
I.3 Tujuan
Tujuan dari dilakukan usaha pekasam ale-ale adalah sebagai berikut :
1. Mampu mengembangkan usaha baru pekasam ale-ale di Kota Pontianak.
2. Dapat memasarkan pekasam ale-ale agar menjadi makanan yang populer khas
Ketapang.
3. Mampu membuat pekasam dari bahan dasar kerang ale-ale.
I.4 Manfaat
Manfaat dibuatnya usaha ini agar
1. Memotivasi kreativitas dan daya inovasi untuk menghasilkan produk
innovatif yang bermanfaat.
2. Membuka wawasan dan meningkatkan keterampilan dalam berwirausaha
sehingga mampu mengadapi persaingan bebas.

3. Menanam cinta budaya Indonesia khususnya di bidang kuliner makanan


daerah.
4. Memberikan suasana baru didunia kuliner Indonesia sehingga memberikan
konstribusi positif dalam minat usaha kreatif.
II. KAJIAN PUSTAKA
II.1 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi
produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba.
Produk-produk tersebut biasanya dimanfatkan sebagai minuman atau
makanan. Fermentasi suatu cara telah dikenal dan digunakan sejak lama
sejak jaman kuno. Sebagai suatu proses fermentasi memerlukan, sebagai
inokulum, tempat (wadah) untuk menjamin proses fermentasi berlangsung
dengan optimal dan substrat sebagai tempat tumbuh (medium) serta sumber
nutrisi bagi mikroba (Waites dkk., 2002).
Berbagai makanan dan minuman seperti roti, tape, tempe, wine dan
yogurt dibuat melalui proses fermentasi. Sebagai bahan pangan tambahan
beberapa produk fermentasi telah umum digunakan. Sebagai contoh, gum
xanthan merupakan polisakarida dengan berat molekul tinggi yang dihasilkan
melalui proses fermentasi menggunakan bakteri Xanthomonas campestris
dengan gula sebagai substrat. Gum gellan adalah polisakarida yang larut
dalam air dan dihasilkan dari fermentasi dengan kultur murni Sphingomonas
elodea. Kedua hidrokoloid ini umum digunakan dalam industri pangan sebagai
pengental, penstabil, dan pembentuk tekstur.
II.2

Bakteri Asam Laktat


Bakteri asam laktat merupakan bakteri chemotrophic, yang memiliki ciri-

ciri khas seperti tergolong

gram

positif; berbentuk

cocci,

rod-shape,

coccobacilli umumnya membentuk rantai, hanya membutuhkan sedikit oksigen


(micro-aerophilic), tidak membentuk spora, bergerak (non-motile) dan bereaksi
negatif terhadap hidrogen peroksida (H2O2). Bakteri asam laktat tidak
menghasilkan enzim katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan
oksigen. Beberapa bakteri yang memerlukan oksigen akan membentuk hidrogen

peroksida, yang merupakan produk sampingan metabolisme aerob yang bersifat


toksik. Bakteri yang mampu menghasilkan enzim katalase, akan bertahan hidup
dalam kondisi aerobik (Tadesse dkk., 2005).
Menurut Josephsen & Jespersen dalam Hui dkk. (2004), Bakteri asam
laktat menghasilkan asam laktat dan senyawa antimikrobial lain yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk pada bahan makanan
sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk tersebut. Selain itu beberapa
keunggulan yang dimiliki Bakteri asam Laktat yaitu mampu menghasilkan
senyawa-senyawa yang dapat memberikan rasa dan aroma spesifik pada makanan
fermentasi (Rahayu, 2001), meningkatkan nilai cerna pada makanan fermentasi
karena dapat melakukan pemotongan pada bahan makanan yang sulit dicerna
sehingga dapat langsung diserap oleh tubuh, misalnya protein diubah menjadi
asam-asam amino (Guerra dkk., 2006).
Bakteri asam laktat terdapat dua tipe fermentasi, yaitu homofermentasi dan
heterofermentasi. Bakteri asam laktat homofermentasi hanya menghasilkan asam
laktat sebagai produk utama fermentasinya sedangkan bakteri asam laktat
heterofermentasi selain asam laktat juga menghasilkan etanol, asam lain seperti
asam asetat serta gas karbon dioksida. Sehingga apabila bakteri asam laktat yang
diuji menghasilkan gas yang tertampung dalam tabung Durham, bakteri asam
laktat tersebut dinyatakan sebagai heterofermentasi; sedangkan isolat yang tidak
menghasilkan atau memproduksi gas disebut homofermentasi (Suryani dkk.,
2010).

II.3

Kerang Ale-Ale (Meretix meretrix)


Klasifikasi dari kerang ale-ale (Meretrix meretrix) dapat dilihat sebagai

berikut (Chairunisah, 2011):


Kingdom : animalia
Filum
: Moluska
Kelas
: Bivalvia
Ordo
: Veneroida
Famili
: Veneridae
Genus
: Meretrix
Spesies
: Meretrix meretrix

Kerang ini mempunyai cangkang yang kuat dan simetris, bentuk cangkang
agak bundar atau memanjang. Permukaan periostrakum agak licin, bagian dalam
bewarna putih. Hidup membenamkan diri dalam substrat. Ukuran lebar cangkang
dapat mencapai 7-9 cm. Meretrix spp khas mendiami perairan dengan substrat
pasir berlumpur di zona intertidal dan sublitoral dan banyak ditemukan di muara
sungai dengan topografi pantai yang landai sampai kedalaman 20 m.
Karakteristiknya adalah cangkang tebal dengan bermacam-macam warna dan pola
di permukaan luar cangkang yang licin, mulai dari putih, kecoklatan sampai coklat
kehitaman, cangkang bagian dalam berwarna putih (Priyanto,2010).

Gambar 2.5 Kerang Ale-ale (Meretix-meretrix ) kiri : kulit kerang, kanan : organ
dalam kerang (Priyanto, 2010).
Kerang Ale-ale mempunyai panjang hampir tiga inci, cangkangnya
berbentuk segitiga dan pipih. Kerang tahu mempunyai suatu lekukan mulai dari
daerah umbo sampai ke posterior dan pinggir bawah membulat. Cangkangnya
mempunyai bermacam warna dan pola di permukaan luar cangkang yang licin,
mulai dari putih, kecoklatan sampai coklat kehitaman, cangkang bagian dalam
berwarna putih, sinus palial dalam dan di dekat umbo mempunyai bentuk seperti
terpotong seperti berwarna orange kecoklatan, umumnya mempunyai sedikit
corak berupa

corengan yang tersebar konsentrik. Cangkang bagian dalam

berwarna putih (Morris, 1973).


Menurut Suratnin dkk, (2007), kulit kerang ale-ale dapat mengurangi
masalah pencemaran lingkungan, kulit kerang ale-ale yang keras dapat di
manfaatkan sebagai bahan baku pembuatan beton. Belum ada kajian khusus

maupun penelitian terhadap potensi dan distribusi habitat kerang Ale ale. Muara
sungai Pawan dan pantai sekitarnya (pantai Air Mata Permai, pantai Tanjung
Belandang, pantai Celincing, pantai

Sungai Jawi, pantai Sungai Pelang)

merupakan habitat kerang Ale-ale. Di wilayah penelitian ini, penangkapan Aleale berlangsung sepanjang tahun dan diambil semua ukuran; sehingga mulai
terjadi penurunan produksi akibat overexploitation, penangkapan non selective
dan degradasi lingkungan (Priyanto, 2010).
II.4

Fermentasi Pekasam
Bekasam merupakan produk olahan yang dibuat dengan cara fermentasi.

Bekasam memiliki rasa asam dan asin yang membuat produk ini memiliki cita
rasa yang

khas dan banyak dikenal di Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan

Kalimantan (Adawyah, 2006). Menurut Taufik (2007), bekasam dibuat dengan


beberapa tahapan yaitu penyiangan, pencucian, pencampuran nasi dan garam,
pemasukan ke dalam wadah tertutup dan difermentasi selama 7 (tujuh) hari.
Selama proses fermentasi kondisi harus tetap terkontrol dan tidak terdapat udara
(Irawan, 1997).
Bekasam memiliki komposisi gizi yang cukup baik dan dikonsumsi
sebagai pelengkap lauk pauk. Bekasam belum cukup komersial dipasaran sebagai
produk fermentasi, dibandingkan dengan produk fermentasi lainnya, seperti kecap
dan peda. Fermentasi bekasam merupakan fermentasi yang terjadi secara spontan,
hanya mengandalkan garam sebagai penyeleksi mikroorganisme (Rahayu, 2000).
Menurut Pambayun dan Kurnia (1995), amilum yang merupakan karbohidrat
utama akan menjadi substrat awal bagi bakteri asam laktat, kemudian dihidrolisis
menjadi karbohidrat sederhana.
III.

METODE
III.1 Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan usaha berskala produksi rumahan atau home industry

ini dilaksanakan setiap hari dengan target produksi 85 buah dalam 1 kg


perbungkus. Strategi pemasaran pekasam ale-ale ini melalui pengiklanan brosur
dan stiker promosi direct selling yang terbuka, komunikasi dua arah dengan

masyarakat sekitar, berpartisipasi dalam bazaar, pembukaan stand di tempat


yang ramai dikunjungi seperti area pasar. Sehingga distribusi dan penjualan
berlangsung efektif dan dapat menarik perhatian dan minat konsumen dari
berbagai lapisan masyarakat.
III.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam usaha ini adalah sebagai berikut alat-alat
gelas, baskom, plastik, pH meter, timbangan dan toples.
Bahan-bahan yang digunakan adalah asam jawa, garam, gula merah, isolat
murni bakteri Leuconostoc, jeruk nipis, kerang ale-ale dan nasi.
III.3 Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan Suspensi Bakteri Leuconostoc
Suspensi bakteri ka
3.3.2 Pembuatan Pekasam Ale-Ale
Kerang ale-ale dibeli sebanyak 85 kg dalam kondisi sudah diambil isinya,
kemudian dicuci dengan air jeruk nipis lalu ditempatkan kedalam baskom besar.
Sampel ale-ale yang sudah ditepatkan kedalam baskom kemudian ditaburi dengan
garam sebanyak 1,8 kg lalu diaduk hingga merata kemudian ditambahkan nasi
sebanyak 1,7 kg dan gula merah sebanyak 15 buah kemudian diaduk sampai
merata. Sampel yang sudah diaduk merata lalu tambahkan isolat murni bakteri
Leuconostoc yang sebelumya sudah dicampurkan dengan garam fisiologis
sebanyak 100 ml.
Sampel yang sudah jadi kemudian didimasukkan kedalam kantong plastik
masing-masing sebanyak 1 kg lalu disimpan kedalam toples. Setelah itu, sampel
tersebut disimpan ditempat yang gelap selama 6 bulan dan setiap satu bulan
sampel tersebut diamati. Setelah 6 bulan pekasam ale-ale siap untuk dijual.
3.3.3

Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik dengan menggunakan

25 orang panelis. Parameter yang diuji adalah aroma, rasa, dan tekstur. Skor
hedonik yang digunakan menggunakan 5 kriteria kesukaan sebagai berikut: 1 =
sangat suka, 2 = suka, 3 = biasa saja, 4 = tidak suka dan 5 = sangat tidak suka:

Panelis memberikan penilaian berdasarkan kesukaannya tanpa membandingkan


yang satu terhadap yang lain (Balya dkk., 2013).
3.3.4

Pemasaran Produk Pekasam Ale-Ale


Strategi pemasaran dalam penjualan produk pekasam ale-ale ini di Kota

Pontianak meliputi 3 hal yaitu :


1. Strategi Distribusi
Dalam rangka memperluas daerah pemasaran, maka akan digunakan
beberapa distributor dan agen untuk memasarkan produk pekasam ale-ale
khususnya di kampus, sekolah dan pasar tradisional. Daerah pemasaran masih
dalam lingkup Pulau Kalimantan Barat, selain itu akan ada sistem layan antar
bagi konsumen yang berada di daerah. Dengan adanya sistem layan antar ini
diharapkan akan memberikan kemudahan dan kepuasan bagi konsumen
(Munandar, 2011).
2. Strategi Promosi
Publikasi produk untuk promosi dilakukan dengan menjalin kerjasama
pihak UNTAN dengan menjadikan produk sebagai buah tangan khas dari Kampus
UNTAN Pontianak, pengiklanan brosur dan stiker promosi direct selling yang
terbuka, komunikasi dua arah dengan masyarakat sekitar, berpartisipasi dalam
bazaar, pembukaan stand di tempat yang ramai dikunjungi dan menjalin relasi
dengan konsumen potensial dalam perayaan resmi momen tertentu serta
menggunakan situs jejaring sosial sebagai media promosi yang utama (Rusmini,
2013).
3. Strategi Harga
Strategi harga yang kami tawarkan berdasarkan harga pasar, harga
produk yang ditetapkan yaitu dibawah harga pasar atau dengan kata lain harga
produk kami lebih rendah bila dibandingkan dengan pesaing kuliner burger
lainnya
IV.

Rincian Dana Usaha

Daftar Pustaka

Afrianto E, Liviawaty. 1989. Pengawetan


dan Pengolahan lkan. Yogyakarta:
Kanisius.

Suwignyo S, Bambang W, Yusli W, dan Majarianti K. 1998. Avertebrata Air


Jilid 1. Jakarta : Penebar swadaya.
Irawan. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil
Perikanan. Solo: Aneka.

Rahayu, E.S. 2000. Bakteri asam laktat dalam fermentasi dan pengawetan
makanan. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Desmazeaud, M., 1996, Lactic Acid Bacteria in
Food: Use and Safety, Cahiers Agricultures,
5 (5), 331-342
Rohmah Anita Sari
1

14
1*

, Risa Nofiani
1

, Puji Ardiningsih, 2012, KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT GENUS


Leuconostoc DARI PEKASAM ALE-ALE
HASIL FORMULASI SKALA LABORATORIUM, jkk, volume 1 (1), halaman 14-20

Hui, Y. H., Meunier-Goddik, L., Hansen, . S., Josephsen, J., Stanfield, P. S.,
and Toldr, F. (2004). Handbook of food and Beverage Fermentation
Technology. Marcel Dekker, Inc. United States of America.

Tadasse, G., Ephraim, E., and Ashenafi, M. (2005). Assessment of the


antimicrobial activity of lactic acid bacteria isolated from Borde
and Shamita, traditional Ethiopian fermented beverages, on some foodborne pathogens and effect of growth medium on the inhibitory
activity. Internet Journal of Food Safety V:
13-20.
Waites, M.J., Morgan, N.L., Rockey, J.S., and Gary Higton (2001). Industrial
Microbiology: An Introduction. USA: Blackwell science.

1
0

Anda mungkin juga menyukai