Anda di halaman 1dari 47

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Perairan indonesia sangat luas dan memiliki potensi sumber daya ikan paling
besar, tetapi potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian
pemenuhan akan protein hewani melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan
masih memungkinkan. Kandungan protein pada ikan cukup tinggi (20%) dan
tersusun oleh sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam
amino didalam tubuh manusia.
Ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Kandungan asam lemak tak jenuh ganda pada ikan merupakan
komponen yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak
(kecerdasan) manusia dengan demikian kekurangan mengkonsumsi ikan dan
produk turunannya secara terus menerus dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan, baik fisik maupun pertumbuhan mental dan dikwatirkan akan lahir
generasi yang memiliki intelegensi rendah (Suryani A. DKK,2005). Ikan adalah
salah satu bahan makanan yang mudah menjadi rusak, sehingga diperlukan cara-
cara tertentu yang sifatnya dapat memperpanjang daya simpan ikan, seperti
pengolahan ikan asin, peda, pindang, ikan asap, fermentasi ikan dan produk
olahan yang dicampur bumbu-bumbu seperti kerupuk, dan lain-lain supaya tetap
dapat dikonsumsi dan aman bagi manusia.
Fermentasi ikan adalah salah satu cara untuk dapat mempertahankan mutu
ikan. Fermentasi ikan merupakan pengolahan tradisional yang cukup penting.
Dengan fermentasi diperoleh produk yang digemari oleh masyarakat karena rasa
dan aroma khas serta daya simpan yang lama. Fermentasi ikan secara spontan
umumnya menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi untuk menyeleksi
mikroba tertentu dan menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan
kebusukan sehingga hanya mikroba tahan garam yang hidup.
2

Pengolahan dengan fermentasi memiliki beberapa keunggulan diantaranya


Proses pengolahannya sederhana, mudah dan tidak mahal, bahan baku yang
digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan sehingga dapat menggunakan
hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah. Produk fermentasi biasanya
mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Selain itu fermentasi
dapat membantu dalam mengawetkan makanan dan juga memberikan sifat-sifat
tertentu yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen, unik serta dapat
meningkatkan nilai ekonomi (Hutkins, 2006).
Proses pengolahan wadi ini sudah dikenal sejak nenek moyang hingga turun
temurun sampai ke anak cucu dan cicit-cicitnya. Selain proses pengolahannya
sederhana dan mudah di lakukan, bahan dan alat untuk pengolahan wadi mudah
diperoleh. Umumnya jenis ikan yang digunakan adalah ikan air tawar. Bahan
tambahan yang digunakan dalam pembuatan wadi adalah garam sebagai bahan
pengawet, yaitu garam organik yang diambil dari alam atau laut dikenal dengan
garam dapur. Garam ditumbuk sampai halus untuk diterbarkan diatas daging.
Jumlah garam yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda antara lain,
15%, 30%, 45% dari berat ikan yang akan di fermentasikan. Selain itu juga media
yang digunakan dalam proses fermentasi daging ikan adalah beras tumbuk.
Sebelum beras ditumbuk sampai halus maka harus di sangrai terlebih dahulu.
Sehingga diperoleh produk yang sangat digemari, terutama oleh masyarakat yang
ada di daerah Kalimantan Tengah.
Saat ini proses pembuatan wadi di Kalimantan Tengah masih dilakukan
dengan cara yang sederhana dan pemberian garam yang digunakan berbeda-beda,
sehingga daya awet produknya berbeda pula. Dalam penelitian ini, ikan yang
digunakan dalam pengolahan fermentasi wadi adalah ikan tapah dan peneliti
mencoba memberikan garam yang berbeda pada pembuatan wadi dan ingin
mengetahui kualitas wadi ikan tapah baik secara kimia maupun organoleptik.
3

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi
garam yang terbaik pada fermentasi wadi ikan tapah ,sehingga produksi perikanan
pada saat melimpah/panen tidak terbuang dengan percuma karena adanya
pembusukan atau kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan
perubahan lain yang merugikan.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
konsentrasi garam yang terbaik pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga hasil
yang diperoleh dapat digunakan untuk upaya perbaikan dan pengembangan
produk fermentasi wadi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Tapah (Wallago micropogon)
Bahan yang digunakan pembuatan fermentasi wadi dalam penelitian ini
adalah ikan tapah. Klarifikasi ikan tapah adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Siluriformes
Famili : Siluridae
Genus : Wallago

Gambar 1 : Ikan tapah (Wallago micropogin)


Ikan tapah atau Wallago yaitu marga beberapa ikan berkumis (Siluridae)
pemakan daging (kar nivora) mempunyai ukuran besar dari Asia tropika. Sampai
saat ini tercatat ada lima macam anggotanya, dengan macam yang paling umum
yaitu tapah asia Wallago attu. Nama "tapah" diambil dari nama kota di negara
Perak, Malaysia yang dikenal sebagai tempat ditemukannya banyak Wallago attu.
Ikan tapah di kota Palangka Raya dapat ditemukan di daerah sungai sebangau
karena hasilnya yang lumayan melimpah, sehingga perlu penanganan pasca panen
yaitu diolah menjadi olahan hasil perikanan berbasis fermentasi yaitu wadi ikan
5

tapah yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktak yang
berperan dalam menguraikan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana
yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionta dan etil alkohol. Senyawa-senyawa
tersebut berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada wadi.
Ikan tapah memiliki bentuk tubuh yang panjang dan padat. Ikan karnivora ini
juga memiliki kepala lebar dengan mulut yang besar dan melekuk serta gigi yang
tajam. Sudut-sudut mulutnya menjangkau ke belakang matanya. Oleh karena itu
beredar legenda di masyarakat pedalaman Kalimantan terkait ikan tapah yang
sering menyambar anak kecil saat bermain di tepian sungai. Meskipun baru
sekedar cerita, namun legenda itu mungkin benar adanya jika kita memperhatikan
anatomi dan sifat ikan tapah yang sangat agresif.
Ikan tapah yang digunakan pada saat penelitian berasal dari perairan sungai
sebangau. Sungai ini memiliki warna hitam meski hitam dan terlihat pekat, sungai
ini sama sekali tidak tercemar. Justru airnya masih sangat alami dan segar jika
digunakan untuk mandi atau sekedar cuci kaki dan juga tangan. Warna hitam pada
sungai tidak berasal dari pencemaran limbah apa-apa, warnanya jadi hitam pekat
karena memiliki kadar tannin yang cukup tinggi. Tannin adalah semacam
senyawa yang keluar dari tanah gambut.
6

2.2. Fermentasi Ikan


Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan
penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks
tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau
mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol (Adawyah
2007). Fermentasi secara teknik dapat didefenisikan sebagai suatu proses oksidasi
anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan alkohol serta
beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang menggunakan abstrat
protein dan lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).
Fermentasi ikan merupakan pengolahan tradisional yang cukup penting.
Dengan fermentasi diperoleh produk yang digemari oleh masyarakat karena rasa
dan aroma yang khas serta daya simpan yang lama. Fermentasi ikan adalah suatu
proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim-enzim yang
berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme dan berlangsung
dalam kondisi lingkungan yang terkontrol.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pedagang produk fermentasi
untuk dapat memasarkan produk olahannya ( Zahirotul, 2005) antara lain:
1. Perbaikan dari aspek teknologi pengolahannya. Bila selama ini pengolahan
produk – produk fermentasi masih dilakukan secara sederhana tanpa
mempertimbangkan teknik –teknik pengolahan yang benar. Suatu produk
olahan yang di proses dengan teknologi pengolahan yang tepat akan
bermanfaat dalam upaya pengembangan produk tersebut.
2. Perbaikan dari segi kemasan. Produk – produk tradisional sering dijual kepada
konsumen di pasar tanpa kemasan yang menarik. Kemasan tidak hanya
memegang peran untuk melindungi produk, tapi juga berfungsi sebagai
penyimpan. Sebab produk yang di kemas sesuai standar akan memiliki umur
simpan yang lebih lama. Yang tidak kalah penting adalah bahwa kemasan
mampu mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu produk, artinya
produk yang dikemas dengan kemasan yang menarik merupakan daya pikat
tersendiri bagi konsumen.
7

3. Pembinaan terhadap produsen produk fermentasi untuk melakukan usaha


bersama yang dikelola secara berkelompok. Kelompok usaha besama ini yang
akan melakukan kegiatan dalam bidang pengolahan, penanganan produk dan
menangani langsung masalah produk yang dihasilkan.
Proses fermentasi ikan merupakan proses biologis atau semi biologis yang
pada prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan :
1. Fermentasi menggunakan garam, misalnya dalam pembuatan kecap ikan, peda,
wadi, dan bekasam.
2. Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan
silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat dan format.
3. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan
silase ikan menggunakan asam-asam kuat.
4. Fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam pembuatan
bekasam dan chao teri.
Pengolahan pangan secara fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan pengolahan pangan secara fermentasi yaitu proses pengolahannya
sederhana, mudah dan tidak mahal, produk yang dihasilkan mengandung nilai gizi
yang lebih tinggi, serta memiliki cita rasa yang khas. Sementara itu, produk
fermentasi juga memiliki kekurangan, diantaranya yaitu mutu yang rendah dan
tidak stabil. Rendahnya mutu produk fermentasi terjadi karena proses
fermentasinya tradisional dan berlangsung secara spontan sehingga mutu produk
akhir yang dihasilkan tidak seragam dan kurang baik akibat adanya bakteri
pembusuk dan bakteri patogen yang tumbuh cepat mendahului bakteri asam laktat
(Heruwati, 2002).
Beberapa produk fermentasi ikan yang dikenal di indonesia antara lain peda,
petis, kecap ikan, terasi dan wadi merupakan produk olahan ikan secara
tradisional yang dikenal di daerah Kalimantan Tengah dan sudah lama dilakukan
oleh para penangkap ikan pada waktu musim panen. Wadi mempunyai cita rasa
tertentu, yaitu adanya rasa asam dan tahan disimpan beberapa waktu (3 bulan),
meskipun penyimpanannya dalam keadaan mentah. Produk olahan tradisional ini
dikenal pula dengan nama “bekasem”.
8

2.3. Wadi
Wadi ikan merupakan salah satu produk fermentasi ikan. Lamanya
fermentasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses fermentasi
ikan yang dapat mempengaruhi kadar protein wadi ikan (Berlian Try Yanie,
2011).
Wadi dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi menggunakan ikan
segar. Umumnya jenis ikan yang digunakan adalah ikan air tawar. Bahan
tambahan yang digunakan pada pembuatan wadi adalah garam dan beras yang
digoreng tanpa minyak (disangrai) lalu ditumbuk kasar yang dinamakan lamu atau
samu. Lamu mengandung sumber pati sebagai sumber kabohidrat. Wadi dibuat
dengan cara mencampur ikan dengan garam setelah dibiarkan selama ± 24 jam air
lelehan yang keluar dari daging ikan dibuang, kemudian ditambahkan samu (beras
sangrai yang ditumbuk halus), kemudian disimpan selama 7 – 10 hari untuk
proses fermentasi, setelah itu wadi siap untuk dimasak (Restu, 2014).
Proses pembuatan wadi dalam penelitian ini menggunakan konsentrasi 15%,
30% dan 45%. Semakin tinggi konsentrasi garam (>5%) juga menghasilkan
aroma yang semakin asam pada produk fermentasi (Yuliana, 2007). Selain itu,
penambahan konsentrasi garam yang tinggi (>10%) menghasilkan produk
fermentasi yang lebih awet dibandingkan produk fermentasi dengan konsentrasi
garam yang rendah.
Wadi adalah produk fermentasi ikan tradisional yang berbentuk ikan utuh
semi basah, berwarna agak hitam (mendekati warna ikan segar), bertekstur liat
dengan aroma khas ikan fermentasi serta mempunyai rasa yang asin. Produk wadi
disukai masyarakat Kalimantan Selatan karena citarasanya yang spesifik). (protein
dan lemak) menjadi senyawa yang lebih sederhana (asam amino dan asam lemak)
selama proses fermentasi berlangsung (Khairina dan Khotimah, 2006).
9

Prosedur pembuatan wadi ikan tapah segar dimulai dari tahapan


penyiangan, pencucian, kemudian penirisan dan dilanjutkan dengan penggaraman
kering dalam suatu wadah yang tertutup rapat, dengan konsentrasi garam antara
15%, 30% dan 45% dari berat badan ikan dan proses fermentasi berlangsung lima
hari hingga berbulan-bulan.

Gambar 2. Wadi ikan tapah (Wallago micropogin)


III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini direncanakan selama kurang lebih 4 bulan meliputi: persiapan
penulisan proposal, penelitian, sampai dengan penyusunan laporan.
Kegiatan penelitian meliputi uji kimiawi (Uji Kadar Protein, Lemak,
Karbohidrat, Abu dan Air) yang akan dilaksanakan di Balai Pengujian Sertifikasi
Mutu Barang Kota Palangka Raya. Sedangkan uji organoleptik akan dilaksanakan
di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Palangka Raya.
3.2. Bahan dan Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Alat Kegunaan
Kompor Gas Sebagai alat perapian
Timbangan Untuk menimbang bahan yang digunakan dalam
pembuatan fermentasi wadi
Wajan Sebagai tempat untuk memasak bahan
Sendok Untuk mengaduk bahan
Spatula Untuk mengaduk bahan
Nampan Sebagai tempat untuk meletakan bahan
Pisau Untuk membersihkan ikan dan memotong bahan
Talenan Sebagai tempat memotong bahan dan tempat
membersihkan ikan
Saringan Untuk meniriskan bahan yang sudah dibersihkan
Baskom Sebagai tempat bahan
Handphone Sebagai dokumentasi
Tabel 1. Alat dan fungsi alat dalam proses pengolahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tapah (Wallago
micropogin), garam, beras sangrai.
11

3.3. Prosedur Penelitian


Prosedur pembuatan wadi ikan tapah (Wallago micropogin) adalah sebagai
berikut :
1. Penyiapan bahan mentah
Bahan mentah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari sungai
sebangau yaitu ikan tapah (Wallago micropogin).
2. Penyiangan dan Pencucian Ikan
Ikan tapah disiangi dengan cara membuang sisik, isi perut dan insangnya.
Kemudian ikan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan darah, lemak,
lendir dan kotoran-kotoran lainnya yang masih ada. Pencucian dilakukan
sampai benar-benar bersih.
3. Perendaman
Setelah ikan bersih rendam dengan cuka + 15 menit dengan tujuan agar
bakterinya hilang dan lendir dan lemak yang masih lengket di ikan terbuang.
4. Penirisan, Setelah ikan dicuci langsung ditiriskan sehingga tidak tersisa lagi air
cucian.
5. Ikan yang sudah bersih dilakukan pemberian garam 15%, 30%, 45% dari berat
ikan, dan dibiarkan selama + 24 jam.
6. Ikan yang sudah dilumuri garam dicuci kembali, gunanya untuk menghilangkan
sisa-sisa butiran garam yang masih menempel pada daging ikan samapi bersih.
7. Kemudian ikan dilumuri dengan beras yang sudah disangrai
8. Disimpan dalam wadah (stoples) dengan cara disusun berselang-seling antara
kepala dan ekor, dan ditutup rapat.
9. Kemudian disimpan selama lima hari
10. Setelah lima hari dilakukan analisa sesuai yang sudah ditentukan.
12

Bahan baku (Ikan Tapah)

Penyiangan

Pencucian Ikan

Penirisan

Penimbangan ikan sebelum penggaraman masing-masing


perlakuan

Ikan dimasukkan kedalam wadah dibiarkan selama + 24 jam

Pencucian

Ikan dilumuri dengan beras yang sudah disangrai

Penyusunan dalam stoples

Penyimpanan selama 10 hari

Wadi siap dianalisa


Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Fermentasi Wadi Ikan Tapah
(Wallago micropogin).
13

3.4. Rancangan Penelitian


Pola rancangan yang dipakai pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Menurut (Hanafiah, 2001), model untuk Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij =µ + α1 + ∑ij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i yang dirandom ulang ke-j
µ = Nilai tengah umum
α1 = Efek perlakuan ke-i
∑ij = Efek galat percobaan dari perlakuaan ke-i dan ulangan ke-j
Rancangan penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan dengan 3 kali ulangan
yaitu :
Perlakuan A = Pemberian garam sebanyak 15% dari berat ikan
Perlakuan B = Pemberian garam sebanyak 30% dari berat ikan
Perlakuan C = Pemberian garam sebanyak 45% dari berat ikan
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pada fermentasi tahap kedua
selama hari ke-10, hari ke-18 dan hari ke-24.

3.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis yang disusun untuk mengarahkan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Ho = Penambahan garam dengan konsentrasi yang berbeda tidak berpengaruh
terhadap mutu wadi ikan tapah (Wallago micropogin)
H1 = Penambahan garam dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap
mutu wadi ikan tapah (Wallago micropogin)
14

Penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis pada penelitian dinyatakan


sebagai berikut :
a. Apabila Fhitung < Ftable (5%, 1%) berarti antara perlakuan tidak berbeda nyata,
maka terima H0 dan tolak H1.
b. Apabila Fhitung < Ftable (5%, 1%) berarti antara perlakuan berbeda nyata, maka
tolak H0 dan terima H1.

3.6. Pengumpulan Data


Data dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan terhadap uji organolpetik
(uji secara subyektif) dan uji kimia (uji secara obyektif) yang dilakukan yaitu uji
kadar protein, uji kadar air yang kemudian dilanjutkan dengan analisis data
tersebut. Adapun pengujian secara subyektif yaitu uji organoleptik.
1. Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan
berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk. Uji
Organoleptik atau uji indera atau uji sensori sendiri merupakan cara pengujian
dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting
dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi
kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk (Funna,2013).
Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah adanya
contoh (sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur. Dalam
penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk
berdasarkan sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama
menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan,
mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat
indrawi produk tersebut (Wahid, 2011).
15

Metode yang digunakan adalah metode perbedaan. Penguji dilakukan oleh


10 orang panelis dengan menggunakan bahan lembaran score sheet organoleptik.
Parameter yang diamati dalam penelitian uji organoleptik meliputi spesifikasi
warna, bau (aroma), rasa dan tekstur (kenampakan) dengan jumlah panelis
minimal sebanyak 10 orang. Sedangkan pengamatan terhadap uji organoleptik di
analisa dengan mengunakan uji tanda.
Menurut Nasution dan Barizi (1980), khususnya untuk uji organoleptik
menggunakan uji tanda dengan rumus :
(( n1 − n2 ) − n)2
𝑥2 =
n1 + n2
n1 = Banyaknya beda bertanda positif
n2 = Banyaknya beda bertanda negatif
X2 = Uji tanda
Apabila dari perhitungan diatas di dapatkan nilai :
1. X2 hitung <X2 tabel (5%, 1%) berarti tidak berbeda nyata, maka terima H0 dan
tolak H1.
2. X2 hitung <X2 tabel (5%, 1%) berarti tidak berbeda nyata, maka tolak H0 dan
terima H1.
16

2. Uji Kimia
Pengujian kimiawi pada produk misalnya meliputi pengujian kadar air,
protein, lemak, dan kadar abu.
a. Uji Kadar Air
Prosedur uji kadar air adalah sebagai berikut :
1. Botol (Crussible), kemudian dicuci bersih beserta tutupnya. Lalu
mengeringkannya dalam oven pada suhu 100-1150C selama satu jam.
2. Botol ditimbang diambil dengan alat penjepit lalu dimasukkan ke desikator
selama 30 menit kemudian ditimbang (A).
3. Timbang contoh sampel dalam botol timbang (botol dalam keadaan tertutup)
sebesar + 2 gram (B).
4. Keringkan dalam oven pada suhu 100 – 1150C selama 24 jam atau sampai
diperoleh berat tetap.
5. Ambil botol dengan alat yang berisi bahan kering dengan alat penjepit lalu
masukkan ke dalamdesikator kira-kira 30 menit lalu ditimbang (C).
6. Perhitungan :
(B−C)
Kadar air = x 100%
(B−A)

b. Uji Kadar Protein


Prosedur uji kadar protein (Anonim, 1981) adalah sebagai berikut :
1. Dalam labu kejhedal dimasukkan 1 gram contoh, kemudian tambahkan 0,5
gram selenium aktif dan 10 ml H2SO4 pekat sehingga diperoleh larutan
berwana hitam.
2. Panaskan larutan dengan pelumas elektrik atau kompor hingga larutan
berwarna jernih.
3. Dinginkan larutan kemudian encerkan dalam labu volumetrik 100 ml (labu
kejedhal dicuci dengan aquades minimal tiga kali pencucian).
4. Ambil larutan hasil pengenceran netralkan dengan NaOH – Na S2 O3.
17

5. Ambil 10 ml larutan asam borat jenuh masukkan kedalam Erlenmeyer 150 ml


(dan ditetesi dengan indikator metilenred dan penolptalien), dan ditempatkan di
bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terpendam dalam larutan
asam borat jenuh.
6. Masukan dalam labu destilasi (4). Destilasi dilakukan sampai dapat tetesan dari
kondensor. Destilasi dihentikan setelah uap di tes/ tetesan bebeas NH3 dengan
kertas lakmus (tidak berubah warna).
7. Perhitungan :
( 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐻𝐶𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝐻𝐶𝐿)14,008𝑥6,25
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁 − 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
1000 𝑚𝑙 𝑥 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

c. Uji Kadar Lemak


Prosedur uji kadar lemak menurut Standar Nasional Indonesia (01-2891-
1992) adalah sebagai berikut :
1. Metode ekstraksi langsung dengan alat soxhlet
2. Prinsip
Ekstraksi lemak bebas dengan pelarut non polar.
3. Peralatan :
 Kertas saring
 Alat soxhlet
 Pemanas listrik
 Oven
 Neraca analitik
 Labu lemak
 Kapas bebas lemak
4. Peraksi
Pemanas atau pelarut lemak lainnya
5. Cara kerja
 Timbang seksama 1 g – 2 g contoh tersebut dengan kapas
keringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 0C selama
lebih kurang satu jam, kemudian masukkan kedalam alat soxhlet
18

yang telah dengan labu lemak berisi batu didih yang telah
dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.
 Ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih
kurang 6 jam
 Saringkan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven
pengering pada suhu 1050C
 Dinginkan dan timbang
 Ulangi pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap
Perhitungan :
w−w1
%lemak = X 100%
w2

Keterangan :
W1 = Bobot contoh dalam g.
W = Bobot lemak sebelum ekstraksi dalam g.
W2 = Bobot labu lemak sesudah ekstraksi dalam g.

d. Uji Kadar Abu


Menurut Standar Nasional Indonesia (01-2891-1992), cara uji kadarb abu
total adalah sebagai berikut :
1. Prinsip
Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan
CO2,tetapi bahan organik tidak.
2. Peralatan
- Cawan porselen atau platina
- Tanur listrik
- Neraca analitik
3. Cara kerja
- Timbang dengan seksama 2 g – 3 g contoh kedalam sebuah cawan
porselen (atau platina) yang telah diketahui bobotnya, untuk contoh
cairan uapkan diatas penangas air sampai kering.
19

- Arangkan diatas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik


pada suhu maksimum 5500C sampai pengabuan sempurna (sekali-
kali pintu tanur dibuka sedikit,agar oksigen bisa masuk)
- Dinginkan dalam eksilator, lalu timbang sampai bobot tetap.
Perhitungan :
w1−w2
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = X 100%
w

Keterangan :
W = bobot contoh sebelum diabukan
W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan, dalam g
W2 = bobot cawan kosong dalam g

e. Uji Kadar Karbohidrat


Menurut Standar Nasional Indonesia (01-2891-1992), prosedur pengujian
kadar karbohidrat pada makanan dan minuman adalah sebagai berikut :
1. Timbang seksama lebih kurang 5 g cuplikan kedalam Erlenmeyer 500
ml.
2. Tambahkan 200 ml larutan Hcl 3% didihkan selama 3 jam dengan
pendingin tegak.
3. Dinginkan dan netalkan dengan larutan NaOH 30% (dengan atau
fenoltalein), dan tambahkan sedikit CH, COOH 3% agar suasana
larutan sedikit asam.
4. Pindahkan isinya kedalam labu ukuran 500 ml dan impitkan hingga
tanda garis, kemudian saring.
5. Pipet 10 ml saringan ke dalam Erlenmeyer 500 ml, tambahkan 25 ml
larutan luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15 ml air
suling.
6. Panaskan campuran tersebut dengan nyala tetap. Usahakan agar
larutan dapat mendidig dalam waktu 3 menit (gunakan stop watch),
didihkan terus selama 10 menit (dihitung saat mulai mendidih)
kemudian dengan cepat dinginkan dalam bak berisi es.
20

7. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2S04


25% perlahan-lahan.
8. Titar secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan petunjuk larutan
kanji 0,5%).
9. Kerjakan juga blangko
Perhitungan :
(blangko penitar) x N tio x 10, serta dengan terusi yang tereduksi.
Kemudian lihat dalam daftar luff Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk
ml tio yang dipergunakan.
w1 x fp
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 = X 100%
w

Keterangan :
Kadar karbohidrat = 0,09 x kadar glukosa
W1 = bobot cuplikan dalam mg
W = glukosa yang terkandung untuk ml tio yang dipergunakan
dalam mg dari daftar
fp = faktor pengenceran.
21

3.7. Analisa Data


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di sajikan dalam bentuk tabulasi,
kemudian data tersebut di saji kenormalannya denga uji Liliefors
(Nasution dan Barizi,1980).
Nilai rata-rata dari uji kadar air dan kadar protein selanjutnya di analisis
dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam. Sedangkan pengamatan terhadap uji
organoleptik di analisa dengan menggunakan uji tanda. Sebelum dilakukan analisa
sidik ragam terlebih dahulu dilakukan pengujian kehomogenan dengan
menggunakan metode Uji Barllet. Penerimaan atau penolakan terhadap hipotesa
didasarkan pada nilai F hitung yang di peroleh dengan kemungkinan sebagai
berikut :
1. Bila F hitung < table 5% berarti berbeda nyata, maka Ho diterima, maka H1
ditolak.
2. Bila F hitung > table 5% berarti berbeda sangat nyata, maka Ho ditolak dan H 1
diterima.
3. Bila F hitung > table 1% berarti berbeda sangat nyata, maka Ho ditolak dan H1
diterima.
Jika terjadi perbedaan yang nyata dan sangat nyata maka dilanjutkan dengan
uji lanjutan yang di aplikasikan tergantung pada nilai koefisien keragaman (KK)
yang diperoleh.
Menurut Hanafiah di dalam Noor Eka Hasna (1993), uji lanjutan harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. KK besar ( > 10% pada kondisi homogen atau > 20% pada kondisi heterogen)
menggunakan uji lanjutan Uji Wilayah Berganda Ducan.
2. KK sedang ( 5 - 10% bila homogen atau 10-20% bila heterogen) menggunakan
uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT).
3. KK kecil (<5% bila homgen atau < 10% bila heterogen) menggunakan uji
lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ).
22

3.8. Penentuan Perlakuan Terbaik


Untuk penentuan perlakuan terbaik digunakan metode indeks efektivitas
menurut GUSTAMI (2014) dengan rumus sebagai berikut :

Nilai perlakuan−Nilai terjelek


Neff = Nilai terbaik−Nilai terjelek

Menurut Yuniati (2008), prosedur penentuan perlakuan terbaik dengan


menggunakan indeks efektivitas adalah sebagai berikut:
a. Memberikan bobot pada masing-masing variabel dengan angka-angka
relatif 0 sampai 1. Bobot nilai yang diberikan tergantung dari
kepentingan masing-masing variabel yang hasilnya diperoleh sebagai
akibat perlakuan.
b. Variabel seperti kadar air, protein, lemak dan karbohidrat diberi bobot
1 karena ketiga variabel tersebut merupakan pelengkap pelengkap
untuk kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan bobot 0,9 diberikan
kepada sifat organoleptik
c. Mengelompokkon variabel-variabel yang dianalisa menjadi dua
kelompok yaitu:
1. Kelompok A terdiri dari variabel-variabel yang tinggi rata-rata
makin baik, yaitu: kadar protein, kadar karbohidrat dan sifat
organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur.
2. Kelompok B terdiri dari variabel-variabel yang makin tinggi rata-
ratanya makin jelek, yaitu: kadar air, kadar lemak, dan kadar abu.
d. Menentukan bobot normal yaitu:

Bobot Variabel
Bobot Total
23

e. Menentukan nilai efektivitas (Neff) dengan rumus:

Nilai perlakuan − Nilai terjelek


Nilai terbaik – Nilai terjelek

Untuk menentukan variabel dengan rata-rata makin tinggi makin baik, nilai
terendah sebagai nilai terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik, sedang
untuk variabel rata-rata makin tinggi makin jelek maka nilai terendah sebagai nilai
terbaik dan nilai tertinggi sebagai nilai terjelek.

- Menghitung nilai hasil (N hsl) yaitu bobot normal X nilai


efektivitas,menjumlahkan nilai hasil dari semua variabel dan
perlakuan terbaik dipilih dari perlakuan dengan nilai hasil tertinggi.
24

3.9. Jadwal Penelitian


Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan/Minggu
No Kegiatan April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pembuatan Proposal
2. Konsultasi Proposal
3. Pelaksanaan Penelitian
4. Analisis Data
5. Penyusunan Hasil Laporan
Penelitian
6. Konsultasi Hasil Laporan
Penelitian
7. Ujian Penelitian
25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap fermentasi wadi ikan tapah
(Wallago micropogin) meliputi uji kimia yaitu (kadar air, kadar protein, kadar
karbohidrat, kadar lemak dan abu), dan uji organoleptik (warna, aroma atau bau,
rasa dan tekstur ) sebagai berikut:

Gambar 4. Hasil penelitian fermentasi wadi ikan tapah (Wallago micropogin).


Pengujian Organoleptik dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2019 di
Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Palangka Raya, sedangkan pengujian kimia dilaksanakan pada tanggal
02 – 16 September 2019 di Balai Pengujian dan Sertifikat Mutu Barang (BPSMP).
Berikut adalah hasil rata-rata uji kimia dan organoleptik fermentasi wadi ikan
tapah (Wallago micropogin) dari masing-masing perlakuan.
26

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Rata-Rata Uji Kimia Fermentasi Wadi Ikan Tapah
(Wallago micropogin).
Kode Kadar air Kadar Kadar lemak Kadar abu Karbohidrat
Sampel (%) protein (%) (%) (%) (%)
Hari ke
10
A 73.32 14.71 2.28 2.13 6.54
B 75.09 12.33 2.10 3.26 6.54
C 75.96 10.53 2.02 3.35 6.85

Hari ke
18
A 75.23 13.07 2.08 2.84 6.59
B 75.95 11.50 1.78 3.53 6.33
C 77.71 9.71 1.63 3.26 6.63
Hari ke
24
A 77.33 10.55 1.71 2.23 6.98
B 78.65 9.38 1.51 3.05 6.39
C 78.66 8.88 1.35 3.29 6.80

Tabel 4. Rekapitulasi hasil rata-rata uji organoleptik fermentasi wadi ikan tapah
(Wallago micropogin).

Kode Rasa Rupa/ Warna Bau/aroma Tekstur


Sampel
Hari ke
10
A 7.6 7.9 7.3 6.7
B 7.1 7.5 7.0 6.4
C 6.2 7.4 6.7 5.9

Hari ke
18
A 5.9 5.7 5.7 5.2
B 5.2 5.4 5.7 5.6
C 4.7 5.3 5.4 5.7

Hari ke 24
A 5.4 5.0 5.2 4.7
B 5.0 4.5 5.0 4.5
C 4.4 4.4 4.6 4.3
27

4.2. Pembahasan

4.2.1 Uji Kimia


A. Uji Kadar Air
Kadar air memiliki peranan penting dalam mennetukan daya awet dari bahan
pangan karena dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, mikrobiologi
dan enzimatis (Susanto, 2015). Hasil analisis kimia kadar air wadi ikan tapah
(Wallago micropogin) pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 5. Hasil Uji kadar air wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 10.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 73.32 74.58 75.15
II 73.20 75.45 76.25
III 73.45 75.25 76.50
Jumlah 219.97 225.28 227.9 673.15
Rata-rata 73.32 75.09 75.96 224.37

Tabel 6. Hasil Uji kadar air wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 18.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 75.75 76.25 77.95
II 75.10 76.75 77.45
III 74.85 74.85 77.75
Jumlah 225.7 227.85 233.15 686.7
Rata-rata 75.23 75.95 77.71 228.89
28

Tabel 7. Hasil Uji kadar air wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 24.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 77.75 78.50 78.85
II 77.45 78.65 78.75
III 76.80 78.80 78.40
Jumlah 232 235.95 236 703.95
Rata-rata 77.33 78.65 78.66 234.64

Berdasarkan rata-rata analis kadar air pada masing-masing perlakuan, maka


diperoleh nilai rata-rata tertinggi yaitu 234,64% pada pengamatan hari ke 24,
kemudian diikuti 228,89% pada pengamatan hari ke-18, kemudian nilai terendah
diikuti 224,37% pada pengamatan hari ke 10. Tinggi nilai kadar air pada
perlakuan C yaitu dengan penambahan konsentrasi garam 45% dari berat ikan.
Kadar air didalam bahan pangan menentukan kesegaran dan daya awet
bahan pangan, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya makanan terserang
bakteri, kapang, dan khamir untuk tumbuh , sehingga akan terjadi perubahan pada
bahan pangan (Winarno, 2004).
Berdasarkan uji normalitas data kadar air yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-10 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,889 yang berarti bahwa data kadar air
yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 4,426 lebih kecil dari Ftabel 5% (4.07) dan Ftabel 1%
(7.59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (22.087) > Ftabel 5% (4.07) dan Ftabel 1%
(7.59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga perlu
dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
29

Berdasarkan uji normalitas data kadar air yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-18 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,964 yang berarti bahwa data kadar air
yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 3,369 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59) sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (11,770) > Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel
1% (7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar air pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga
perlu dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Berdasarkan uji normalitas data kadar air yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-24 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,541 yang berarti bahwa data kadar air
yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 2,486 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (16,767) > Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air pada fermentasi wadi Ikan tapah sehingga perlu
dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Dari data hasil penelitian yang diperoleh bahwa kadar air wadi ikan tapah
pada masing-masing perlakuan cenderung sama yaitu 70%. Berdasarkan hasil uji
lanjutan BNJ (LSD) diperoleh hasil pada pengamatan hari ke-10 bahwa perlakuan
A dan B berbeda nyata, A dan C berbeda nyata, B dan C tidak berbeda nyata. Dan
hasil pada pengamatan hari ke-18 bahwa perlakuan A dan B tidak berbeda nyata,
A dan C berbeda nyata, B dan C berbeda nyata. Dan hasil uji lanjutan BNJ (LSD)
diperoleh hasil pada pengamatan hari ke-24 bahwa perlakuan A dan B berbeda
nyata, A dan C berbeda nyata, B dan C tidak berbeda nyata.
30

B. Uji Kadar Protein


Hasil analisis kimia terhadap kadar protein wadi ikan tapah (Wallago
micropogin) pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8. Hasil Uji Kadar Protein Wadi Ikan Tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke-10.
Ulangan Perlakuan Jumlah
A B C
I 14.75 12.25 11.05
II 14.60 12.40 10.30
III 14.80 12.35 10.25
Jumlah 44.15 37.00 31.6 112.75
Rata-rata 14.71 12.3 10.53 37.54

Tabel 9. Hasil Uji Kadar Protein Wadi Ikan Tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke-18.
Ulangan Perlakuan Jumlah
A B C
I 13.17 11.25 9.05
II 12.85 11.10 10.00
III 13.20 12.15 10.10
Jumlah 39.22 34.5 29.15 102.87
Rata-rata 13.07 11.5 9.71 34.28
31

Tabel 10. Hasil Uji Kadar Protein Wadi Ikan Tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke-24.
Ulangan Perlakuan Jumlah
A B C
I 10.75 9.50 9.00
II 11.15 9.45 8.75
III 9.75 9.20 8.90
Jumlah 31.65 28.15 26.65 86.45
Rata-rata 10.55 9.38 8.88 28.81

Berdasarkan rata-rata analisis kadar protein pada masing-masing perlakuan


maka diperoleh nilai rata-rata tertinggi adalah pada pengamatan hari ke-10 dengan
nilai rata-rata 37,54% kemudian diikuti dengan pengamatan hari ke-18 dengan
nilai rata-rata 34,28%, kemudian diikuti perlakuan pengamatan hari ke-24 dengan
nilai rata-rata 28,81%.
Tingginya kadar protein pada perlakuan A,B dan C kemungkinan karena ada
hubungannya dengan rendahnya kadar air pada ketiga perlakuan ini. Karena
menurut Moeljanto, 1982 dalam Zaverius, 2006 , mengatakan bahwa pada hasil
olahan semakin rendahnya persentase kadar air maka persentase kadar protein
meningkat.
Salah satu penyebab perubahan kandungan kadar protein wadi ikan tapah
yaitu proses penggaraman. Garam masuk kedalam daging ikan sehingga protein
yang ada didalam daging ikan terdenaturasi yang mengakibatkan ikan proteinnya
terputus. Selama proses penggaraman aktivitas enzim dapat ditekan tetapi tidak
terlambat sama sekali, sehingga proses biokimia tertentu dapat berlangsung
walaupun lambat.
Berdasarkan uji normalitas data kadar protein yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-10 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,847 yang berarti bahwa data kadar
protein yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 6,004 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
32

(7,59) sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (182,211) > Ftabel 5% (4.07) dan Ftabel
1% (7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar protein pada fermentasi wadi ikan tapah
sehingga perlu dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Berdasarkan uji normalitas data kadar protein yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-18 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,976 yang berarti bahwa data kadar
protein yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berda sarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 2,980 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59) sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (36,473) > Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar protein pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga perlu
dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Berdasarkan uji normalitas data kadar protein yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-24 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,789 yang berarti bahwa data kadar
protein yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 5,474 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (11,721) > Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar protein pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga
perlu dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Berdasarkan hasil uji lanjutan BNJ (LSD) diperoleh hasil pada pengamatan
hari ke-10 bahwa perlakuan A dan B berbeda nyata, A dan C berbeda nyata, B dan
C berbeda nyata dan hasil pada pengamatan hari ke-18 bahwa perlakuan A dan B
berbeda nyata, A dan C berbeda nyata, B dan C berbeda nyata dan hasil uji
lanjutan BNJ (LSD) pada pengamatan hari ke-24 diperoleh hasil bahwa perlakuan
A dan B berbeda nyata, A dan C berbeda nyata, B dan C tidak berbeda nyata.
33

C. Uji Kadar Lemak


Hasil analisis kimia kadar lemak wadi ikan tapah (Wallago micropogin)
pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 11. Hasil Uji kadar lemak wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 10.
Ulangan Perlakuan Jumlah
A B C
I 2.15 2.10 2.00
II 2.25 2.05 2.02
III 2.45 2.15 2.05
Jumlah 6.85 6.3 6.07 19.22
Rata-rata 2.28 2.1 2.02 6.4

Tabel 12. Hasil Uji kadar lemak wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 18.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 2.10 1.85 1.75
II 2.00 1.70 1.60
III 2.15 1.80 1.54
Jumlah 6.25 5.35 4.89 16.49
Rata-rata 2.08 1.78 1.63 5.49
34

Tabel 13. Hasil Uji kadar lemak wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 24.
Ulangan Perlakuan Jumlah
A B C
I 1.80 1.60 1.25
II 1.75 1.50 1.40
III 1.60 1.45 1.40
Jumlah 5.15 4.55 4.05 13.75
Rata-rata 1.71 1.51 1.35 4.57

Berdasarkan hasil analisis rata-rata kadar lemak wadi ikan tapah maka
diperoleh nilai rata-rata tertinggi adalah pada pengamatan hari ke-10 dengan nilai
rata-rata 6,4% , kemudian diikuti dengan pengmatan hari ke-18 dengan nilai rata-
rata 5,49%, dan nilai rata-rata yang terendah terdapat pada pengamatan hari ke-24
dengan nilai rata-rata 4,57%.
Berdasarkan uji normalitas data kadar lemak yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-10 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,692 yang berarti bahwa data kadar
lemak yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 3,875 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (6,069) < Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7.59). Sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.
Berdasarkan uji normalitas data kadar lemak yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-18 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,997 yang berarti bahwa data kadar
lemak yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 0.398 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (20,479) > Ftabel 5% (4.07) dan Ftabel 1%
(7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan pengaruh
35

yang nyata terhadap kadar lemak pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga perlu
dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Berdasarkan uji normalitas data kadar lemak yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-24 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,999 yang berarti bahwa data kadar
lemak yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 0,293 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (12,552) > Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar lemak pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga perlu
dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Berdasarkan hasil uji lanjutan BNJ (LSD) pada pengamatan hari ke-18
diperoleh hasil bahwa perlakuan A dan B berbeda nyata, A dan C berbeda nyata,
B dan C tidak berbeda nyata dan hasil uji lanjutan BNJ (LSD) pada pengamatan
hari ke-24 diperoleh hasil bahwa perlakuan A dan B tidak berbeda nyata, A dan C
berbeda nyata, B dan C tidak berbeda nyata
36

D. Uji Kadar Abu


Hasil analisis kimia kadar abu wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 14. Hasil Uji Kadar Abu Wadi Ikan Tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 10.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 2.05 3.20 3.30
II 2.20 3.45 3.25
III 2.15 3.15 3.50
Jumlah 6.40 9.80 10.05 26.25
Rata-rata 2.13 3.26 3.35 8.74

Tabel 15. Hasil Uji kadar abu wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 18.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 3.12 3.55 3.25
II 2.25 3.60 3.20
III 3.15 3.45 3.35
Jumlah 8.52 10.60 9.80 28.92
Rata-rata 2.84 3.53 3.26 9.63
37

Tabel 16. Hasil Uji kadar abu wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 24.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 2.40 2.95 3.35
II 2.10 3.20 3.14
III 2.20 3.02 3.40
Jumlah 6.70 9.17 9.89 25.76
Rata-rata 2.23 3.05 3.29 8.57

Berdasarkan hasil analisis rata-rata kadar abu pada fermentasi wadi ikan
tapah, maka diperoleh nilai rata-rata kadar abu tertinggi adalah pada pengamatan
hari ke-18 dengan nilai rata-rata 9,63%, kemudian di ikuti pengamatan pada hari
ke-10 dengan nilai rata-rata 8,74%, dan nilai rata-rata yang terendah adalah
pengamatan pada hari ke-24 dengan nilai rata-rata 8,57%.
Berdasarkan uji normalitas data kadar abu yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-10 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,322 yang berarti bahwa data kadar abu
yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 1,455 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (84,559) > Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar abu pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga perlu
dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Berdasarkan uji normalitas data kadar abu yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-18 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,407 yang berarti bahwa data kadar abu
yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 5,818 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
38

menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (4,033) < Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59). Sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.
Berdasarkan uji normalitas data kadar abu yang diperoleh pada masing-
masing perlakuan pada pengamatan hari ke-24 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,695 yang berarti bahwa data kadar abu
yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan uji
homogenitas diperoleh Fhitung 0,053 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (47,445) > Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel 1%
(7,59) yang berarti bahwa penambahan konsentrasi garam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar abu pada fermentasi wadi ikan tapah sehingga perlu
dilakukan uji lanjutan dengan uji BNJ (HSD).
Berdasarkan hasil uji lanjutan BNJ (LSD) pada pengamatan hari ke-10
diperoleh hasil bahwa perlakuan A dan B berbeda nyata, A dan C berbeda nyata,
B dan C tidak berbeda nyata. Dan hasil uji lanjutan BNJ (LSD) pada pengamatan
hari ke-24 diperoleh hasil bahwa perlakuan A dan B berbeda nyata, A dan C
berbeda nyata, B dan C tidak berbeda nyata
39

E. Uji Kadar Karbohidrat


Hasil analisis kimia terhadap kadar karbohidrat wadi ikan Tapah (Wallago
micropogin) pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 17. Hasil Uji kadar karbohidrat wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 10.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 6.73 6.87 7.00
II 6.75 6.65 6.85
III 6.15 6.10 6.70
Jumlah 19.63 19.62 20.55 59.80
Rata-rata 6.54 6.54 6.85 19.93

Tabel 18. Hasil Uji kadar karbohidrat wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 18.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 6.85 6.10 6.90
II 6.80 6.15 6.75
III 6.12 6.75 6.26
Jumlah 19.77 19.00 19.91 58.68
Rata-rata 6.59 6.33 6.63 19.55
40

Tabel 19. Hasil Uji kadar karbohidrat wadi ikan tapah (Wallago micropogin) pada
pengamatan hari ke- 24.
Ulangan Perlakuan Jumlah

A B C
I 6.85 6.45 6.55
II 6.90 6.20 6.96
III 7.20 6.53 6.90
Jumlah 20.95 19.18 20.41 60.54
Rata-rata 6.98 6.39 6.80 20.17

Berdasarkan hasil analisis rata-rata kadar karbohidrat pada fermentasi wadi


ikan tapah, maka diperoleh nilai rata-rata kadar karbohidrat tertinggi adalah pada
pengamatan hari ke-24 dengan nilai rata-rata 20,17%, kemudian di ikuti
pengamatan pada hari ke-10 dengan nilai rata-rata 19,93%, dan nilai rata-rata
yang terendah adalah pengamatan pada hari ke-18 dengan nilai rata-rata 19,55%.
Berdasarkan uji normalitas data kadar karbohidrat yang diperoleh pada
masing-masing perlakuan pada pengamatan hari ke-10 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,458 yang berarti bahwa data kadar
karbohidrat yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan
uji homogenitas diperoleh Fhitung 1,991 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel
1% (7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil
analisis menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (0,964) < Ftabel 5% (4,07) dan
Ftabel 1% (7,59). Sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.
Berdasarkan uji normalitas data kadar karbohidrat yang diperoleh pada
masing-masing perlakuan pada pengamatan hari ke-18 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,392 yang berarti bahwa data kadar
karbohidrat yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan
uji homogenitas diperoleh Fhitung 0,170 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel
1% (7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil
analisis menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (4,033) < Ftabel 5% (4,07) dan
Ftabel 1% (7,59). Sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.
41

Berdasarkan uji normalitas data kadar karbohidrat yang diperoleh pada


masing-masing perlakuan pada pengamatan hari ke-24 menggunakan perhitungan
kolmogorov smirnov menunjukkan nilai 0,825 yang berarti bahwa data kadar
karbohidrat yang diperoleh berdistribusi normal (>0,05). Kemudian berdasarkan
uji homogenitas diperoleh Fhitung 0,236 lebih kecil dari Ftabel 5% (4,07) dan Ftabel
1% (7,59), sehingga data yang diperoleh bersifat homogen. Berdasarkan hasil
analisis menggunakan anova diperoleh nilai Fhitung (7,187) < Ftabel 5% (4,07) dan
Ftabel 1% (7,59). Sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.
42

4.2 Uji Organoleptik


Uji organoleptik terhadap wadi ikan tapah (Wallago micropogin) meliputi
warna,aroma atau bau,rasa dan tekstur dari masing-masing perlakuan. Uji
organoleptik ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
masing-masing sampel.
Hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh 10 orang panelis pada wadi ikan
tapah dilakukan dengan cara mengisi score sheet dengan kriteria penilaian seperti
terlihat pada lampiran .
Tabel 20. Rekapitulasi hasil rata-rata uji organoleptik wadi ikan tapah
(Wallago micropogin)
Kode Rasa Rupa/ Warna Bau/aroma Tekstur
Sampel
Hari ke
10
A 7.4 7.9 7.3 6.7
B 7.1 7.5 7.0 6.4
C 6.2 7.4 6.7 5.9

Hari ke
18
A 5.9 5.7 5.7 5.2
B 5.2 5.4 5.7 5.6
C 4.7 5.3 5.4 5.7

Hari ke 24
A 5.4 5.0 5.2 4.7
B 5.0 4.5 5.0 4.5
C 4.4 4.4 4.6 4.3
43

A.Rasa
Rasa adalah sifat bahan yang dapat diterima dengan indera perasa. Untuk
melakukan penilaian terhadap rasa kita melibatkan panca indera lidah. Rasa
sangat sulit dimengerti secara tuntas oleh karena selera manusia sangat beragam.
Umumnya makanan terdiri dari satu kelompok rasa saja, tetapi merupakan
gabungan dari berbagai rasa yang terpadu sehingga menimbulkan rasa makanan
yang enak. Rasa secara umum dapat dibedakan menjadi asin, asam, pahit dan
asam (Putra, 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap rasa fermentasi wadi ikan tapah nilai
rata- rata tertinggi pada wadi ikan tapah pada hari ke-10 adalah perlakuan A(7,6)
di ikuti perlakuan B(7,1), dan perlakuan C(6,2). Untuk hari ke-18 nilai rata-rata
tertinggi adalah perlakuan A(5,9) di ikuti dengan perlakuan B(5,2) dan perlakuan
C(4,7). Untuk hari ke-24 nilai rata-rata tertinggi adalah perlakuan A(5,4), di ikuti
dengan perlakuan B(5,0) dan perlakuan C(4,4).
Perubahan bau dan citarasa disebabkan karena aktivitas mikroba terutama
bakteri yang mengurai protein menjadi senyawa-senyawa sederhana. Senyawa
penyebab kerusakan bau dan cita rasa ini antaralain golongan amin, karboni,
komponen sulfur (golongan sulfide misalnya dimetil sulfide, dimetil tri sulfide,
metal merkaptan, hydrogen sulfida), senyawa golongan asetal dehid, senyawa-
senyawa yang mudah menguap lainnya. Demikian pula trimetil amin, penyebab
bau amis pada ikan (Zaverius, 2006).
44

B. Rupa/Warna
Warna adalah ciri-ciri bahan yang dapat dikenali melalui indera mata dan
warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan ,
peranan itu sangat nyata pada tiga hal yaitu, daya tarik, tanda pengenal dan atribut
mutu (Petrus, 2009).
Warna mempunyai arti dan peranan sangat penting. Pada produk pangan
warna merupakan sifat produk yang dipandang sebagai sifat (obyektif) dan sifat
organoleptik (subyektif). Warna akan mempengaruhi selera konsumen dalam
menilai produk makanan. Bila warna produk tidak cocok selera konsumen, maka
produk tersebut tidak akan dipilih, walaupun nilai gizinya dari produk tersebut
tinggi (Zaverius, 2006).
Nilai rata-rata tertinggi pada warna fermentasi wadi ikan tapah pada hari
ke-10 adalah perlakuan7 A(7,9) di ikuti perlakuan B(7,5) dan perlakuan C(7,4).
Untuk hari ke-18 nilai rata-rata tertinggi adalah perlakuan A(5,7) di ikuti dengan
perlakuan B(5,4) dan perlakuan C(5,3). Untuk hari ke-24 nilai rata-rata tertinggi
adalah perlakuan A(5,0), di ikuti dengan perlakuan B(4,5) dan perlakuan C(4,4).
Selama penyimpanan tidak ditemukan jamur pada semua perlakuan, akan
tetapi ada sedikit perubahan warna pada sample yaitu timbulnya warna coklat
pada daging ikan hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh adanya bahan
tambahan dan kadar garam yang larut pada daging ikan.

C. Bau/Aroma
Menurut kartika dkk, 1987 dalam Petrus, 2009, merupakan salah satu faktor
yang menentukan mutu produk olahan, aroma juga dapat didefenisikan sebagai
sesuatu yang dapat diamati dengan indera pembau. Untuk dapat menghasilkan
bau, zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit dapat larut dalam
lemak. Aroma merupakan sesuatu yang dapat diamati dengan indera pembau
(Syarwati, 2006).
Dari hasil pengamatan terhadap aroma fermentasi wadi ikan tapah
menunjukkan nilai rata-rata tertinggi pada pengamatan hari ke-10 adalah
perlakuan A(7,3) di ikuti perlakuan B(7,0) dan perlakuan C(6,7). Untuk hari ke-18
45

nilai rata-rat tertinggi adalah perlakuan A(5,7) di ikuti perlakuan B(5,7) dan
perlakuan C(5,4). Untuk hari ke-24 nilai rata-rata tertinggi adalah perlakuan
A(5,0) di ikuti perlakuan B(5,0) dan di ikuti perlakuan C(4,6).
Dari hasil uji tanda yang diperoleh dari fermentasi wadi ikan tapah, dari hari
ke-10 sampai hari ke-24, secara keseluruhan hasilnya berbeda sangat nyata.
Perubahan aroma ini disebabkan karna selama pengemasan terjadi oksidasi yang
menghasilkan bau tengik.

D. Tekstur
Tekstur merupakan segi penting dari mutu produk dan dapat mempengaruhi
cita produk tersebut. Ciri yang paling sering diamati adalah kekerasan,
kekohesifan dan kandungan air (Syarwani, 2006).
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tekstur fermentasi wadi ikan tapah
nilai rata-rata tertinggi pada wadi ikan pada hari ke-10 adalah perlakuan A(6,7) di
ikuti perlakuan B(6,4) dan perlakuan C(5,9). Untuk hari ke-18 adalah perlakuan
C(5,7) di ikuti perlakuan B(5,6) dan perlakuan A(5,2). Untuk hari ke-24 adalah
perlakuan A(4,7) di ikuti perlakuan B(4,5) dan perlakuan C(4,3).
Setelah hari pengamatan ke-24, ternyata semua perlakuan mengalami
penurunan. Penurunan nilai tekstur yang ada kemungkinan disebabkan karena
kurang ketelitian dalam pemberian spesifikasi nilai dan tidak adanya panelis yang
betul-betul ahli dalam uji organoleptik khusus nya pada sampel wadi ikan ini.
Tekstur yang berbeda disetiap perlakuan kemungkinan disebabkan oleh
konsentrasi garam yang diberikan yang terlalu tinggi.
46

4.3. Indeks Efektivitas

Metode indeks efektivitas digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik


dari suatu penelitian yang ada. Nilai rata-rata uji indeks efektivitas fermentasi
wadi ikan tapah pada pengamatan hari ke-10 dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut :

Perlakuan Nilai Rata-Rata


A 0,634
B 0,508
C 0,481

Nilai rata-rata uji indeks efektivitas fermentasi wadi ikan tapah pada
pengamatan hari ke-18 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Perlakuan Nilai Rata-Rata
A 0,592
B 0,541
C 0,489

Nilai rata-rata uji indeks efektivitas fermentasi wadi ikan tapah pada
pengamatan hari ke-24 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Perlakuan Nilai Rata-Rata
A 0,474
B 0,539
C 0,475
47

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa uji kimia dan organoleptik yang dilakukan
terhadap fermentasi wadi ikan tapah (Wallago micropogin) dengan pemberian
garam dengan presentase yang berbeda dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Berdasarkan uji kimia yang diperoleh, nilai rata-rata tertinggi untuk kadar air
dengan nilai 234,64% pada pengamatan hari ke-24, sedangkan nilai rata-rata
tertinggi pada kadar protein dengan nilai 37,54% pada pengamatan hari ke-10,
nilai rata-rata tertinggi karbohidrat dengan nilai 20,17% pada pengamatan hari
ke-24, sedangkan nilai terendah untuk kadar lemak dengan dengan nilai 4,57
pada pengamatan ke-24, dan nilai rata-rata terendah untuk kadar abu dengan
nilai 8,57% pada pengamatan hari ke-24.
b. Berdasarkan uji organoleptik yang dilaksanakan , berdasarkan nilai rata-rata
urutan yang tertinggi adalah rasa dengan nilai 7,6 rupa atau warna dengan nilai
7,9 , bau atau aroma dengan nilai 7,3 sedangkan pada tekstur dengan nilai 6,7
pada pengamatan hari ke-10 dengan konsentrasi garam 15%.
c. Berdasarkan perhitungan menggunakan metode indeks efektivitas, fermentasi
wadi ikan tapah ditunjukkan berdasarkan data dari kadar uji kimia dan uji
organoleptik, perlakuan terbaik pada penelitian ini yaitu menggunakan
konsentrasi garam 15% pada hari ke 10.

5.2 Saran
Dalam penelitian ini hanya meneliti kadar protein, kadar air, kadar
karbohidrat, kadar lemak, kadar abu dan uji organoleptik, maka disarankan adanya
penelitian lanjutan agar meneliti mikrobiologinya dan untuk mencari alternative
cara yang lain untuk mengurangi penggunaan garam yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai