FIKRAM KATJOA
05191711016
1.Latar Belakang
Subsektor perikanan dan peternakan merupakan andalan utama sumber pangan dan gizi
bagi masyarakat indonesia. Ikan, selain merupakan sumber protein, juga diakui sebagai
"functional food" yang mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak
tidak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin,serta
makro dan mikro mineral. Dibandingkan negara lain, sumbangan perikanan dalam penyediaan
protein di indonesia termasuk besar, yakni 55% . Namun demikian, jumlah ikan yang tersedia
belum memenuhi kondisi ideal kecukupan gizi sebesar 26,55 kg ikan/kapita/tahun. Dengan
produksi ikan sebesar 4,80 juta ton, maka jumlah ketersediaan ikan hanya 19,20 kg/kapita pada
tahun 1998. Diperkirakan angka konsumsi ikan secara aktual berada di bawah angka
ketersediaan tersebut, karena masih tingginya angka susut hasil ("loss") baik kuantitas, kualitas,
maupun nilai gizinya (Heruwati, 2002).
Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di Indonesia
maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap spesifik. Proses
pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara tradisional menggunakan
peralatan yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis sehingga
dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang
ditimbulkan oleh pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik (hangus
sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi) (Swastawati , 2011).
Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang dihasilkan
dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma spesifik umur simpan
yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis pada ikan sehingga dapat
mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu umumnya berupa fenol (yang berperan
sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon dan senyawa nitrogen seperti nitro
oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang menempel pada permukaan dan selanjutnya menembus ke dalam
daging ikan ( Isamu,2012).
Dalam pengasapan ikan perlu diketahui beberapa tahap pekerjaan, yaitu penggaraman,
pengeringan, pemanasan, dan pengasaapan. Ketelitian pekerjaan dari setiap tahap serta jenis dan
kesegaran ikan akan menentukan mutu hasil asapan. Kesegaran atau mutu bahan mentah perlu
diperhatikan sebab akan menentujkan mutu produk ikan asap yang dihasilkan.
Proses Pengasapan
Untuk menghasilkan asap, sebaiknya dipakai jenis kayu yang keras (non resinous) atau
sabut dan tempurung kelapa. Asap dari kayu yang lunak sering mengandung zat-zat yang
menyebabkan bau kurang baik pada hasil asapan.
Bila dipakai kayu keras, maka bagian selulosenya akan terurai menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana. Senyawa-senyawa itu adalah alkohol-alkohol aliphatic, aldehida-aldehida,
keton-keton, dan asam-asam, dan fenol yang merupakan bahan pengawet yang sudah dikenal.
Bagian ligninya pecah menjadi senyawa-senyawa fenol,quinol, guaiacol, dan pyrogalol yang
merupakan bagian dari 20 jenis senyawa-senyawa antioksidan dan antiseptic. Ini diperlukan
terutama untuk pengasapan ikan berlemak. Sedangkan kejadian pada proses perubahan warna
dan rasa masih belum diteliti.
a. Daya Simpan
Dari asap, ikan menyerap zat-zat seperti aldehida fenol, dan asam-asam. Zat-zat pengawet
tersebut juga bersifat racun bagi bakteri. Karena jumlah zat-zat ini dalam asam sedikit sekali,
maka daya pengawetannya pun sangat terbatas. Oleh karena itu, tahap pengasapan didahului oleh
tahap-tahap lainnya.
b. Penampilan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya mengkilat. Keadaan ini disebabkan oleh timbulnya reaksi
kimia dari senyawa-senyawa dalam asap, yaitu formaldehida dengan fenol yang menghasilkan
lapisan damar tiruan pada permukaan ikan. Supaya terjadi reaksi ini diperlukan suasana asam
yang telah tersedia dalam asap.
c. Perubahan Warna
Dengan pengasapan warna ikan berubah menjadi kuning emas sampai kecokelat-kecokelatan.
Warna ini dihasilkan oleh reaksi kimia fenol dengan O2 (zat asam) dari udara. Proses oksidasi
akan berjalan lebih cepat bila lingkungan bersifat asam. Hal ini pun sudah tersedia pada ikan
yang diasap.
d. Rasa sedap keasam-asaman
Pengasapan juga menimbulkan rasa yang khusus. Rasa ini dihasilkan oleh asam-asam dan fenol
serta zat-zat lain sebagai bahan pembantu. Dalam hal ini ketebalan asap atau banyaknya asap
yang terserap oleh ikan akan menentukan tingkat rasa asap yang perlu disesuaikan dengan selera
konsumen untuk itu harus ada keseimbangan antara rasa enak ikan asap dengan daya simpan
(shel life) dari ikan asap itu.
Untuk menghindari pemborosan waktu dan tenaga, orang berusaha mencari cara lain, yaitu
dengan mencelupnya ikan lele ke dalam larutan bahan-bahan asap (smoke concentrate). Setelah
itu baru dikeringkan. Percobaan-percobaan masih terus dilakukan untuk mencari jenis asap cair
yang dapat memberikan hasil memuaskan tanpa menimbulkan akibat yang merugikan kesehatan
konsumen.
Kekuranagn
1. Tekstur ikan dapat berubah menjadi keras terutama jika pengasapan dilakukan pada suhu
rendah dalam waktu lama.
2. Proses pengasapan secara sempurna memerlukan waktu yang cukup lama.
3. Ikan asap yang teksturnya menjadi sangat keras diperlukan proses rehidrasi (pembasahan
kembali) sebelum ikan dapat dikonsumsi.
Kelebihan
. 1 Rupa dan warna: produk harus licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas muda;
2. Bau dan rasa: produk memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap (bau asap yang
sedap dan merangsang selera);