Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Deskripsi Ikan

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami
proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan
masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar
air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk
berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan
perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti; menjaga kebersihan
bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam
yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan
ikan.

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

Komponen

Kadar %

Kandungan air

76,00

Protein

17,00

Lemak

4,50

Mineral dan vitamin

2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia. Ikan merupakan makanan utama sebagai lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari Negara lainnya.
Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

2.1.Prinsip Pengasapan Ikan

Tujuan pengasapan ikan, pertama untuk mendapatkan daya awet yang dihasilkan
asap. Tujuan kedua untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli kemampuan
daya awetnya.

Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan


kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil
pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap
dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap
tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan
tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan
warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan.

2.3. Macam-Macam Pengasapan Ikan

Berdasarkan suhu yang digunakan, dikenal tiga macam pengasapan : yaitu


pengasapan panas (hot smoking), pengasapan sedang (semi-hot smoking), dan
pengasapan dingin (cold smoking). Pengasapan panas menggunakan suhu
sebesar atau melebihi 100oC, sedang suhu pengasapan dingin berkisar pada 40oC.
Sebelum pengasapan dimulai, biasanya dilakukan pemanasan terlebih dahulu
dengan tujuan guna menurunkan kadar air bahan sehingga sesuai untuk
pengasapan. Dari penelitian menggunakan model, mengemukakan bahwa
kenampakan berkilau pada produk pengasapan yang dikehendaki akan timbul bila
kadar air bahan, dalam hal ini konsentrat protein ikan, tidak melebihi 65 persen.
Pada pengasapan panas, ikan dianggap siap untuk diasapi bila kulitnya nampak
kering dan bagian daging terpisah dai tulangnya. Biasanya pengeringan sebagian
tersebut dilakukan dalam kondisi corong dan lubang abu yang terbuka lebar,
disertai hembusan angin yang kuat, sehingga produksi asap tidak terjadi. Pada
pengasapan panas, suhu pengeringan yang dipakai dapat berkisar antara 75o dan
80oC. Sedang pada pengasapan dingin, pengeringan dilakukan dengan jalan
menghembuskan udara hangat; dengan memanaskan bahan secara langsung di
rumah asap melalui pembakaran kayu secara sempurna, ataupun dengan
mengering-anginkan bahan di udara terbuka (Yulstiani, 2008).

Pengasapan adalah suatu teknik pengawetan dengan menggunakan asap dari hasil
pembakaran kayu atau bahan bakar lainnya. Selain untuk mengawetkan,
pengasapan berfungsi member aroma serta rasa yang khas pada daging ikan.
Pengasapan juga dapat membunuh bakteri dan daya bunuh dari asap tersebut
tergantung pada suhu pengasapan dan lama pengasapan. Makin lama ikan diasapi
maka makin banyak senyawa kimia yang terbentuk selama pembakaran, demikian
pula makin banyak zal-zal pengawet yang mengendap pada ikan asap, dengan
demikian akan lebih lama daya awet ikan asap tersebut. Yang dapat meningkatkan
daya awet selama pengasapan bukan asap melainkan unsurunsur kimia yang ada di
dalam asap yang dapat berperan sebagai disenfektan, pemberi warna, memberi
citarasa, dan aroma ikan. Kondesat asap dapat bersifat antioksidan walaupun pada
konsentrasi rendah, sementara pengaruh utama dari degradasi lipida adalah
meningkatnya secara estetik rasa dan bau yang tidak disenangi (Sanger, 2010).

Metode pengasapan ada 4, yaitu : pengasapan dingin (cold smoking), pengasapan


panas, pengasapan listrik (electric smoking), pengasapan liquid/cair. Pengasapan
dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang diasap agak
jauh dari sumber asap, dengan suhu penyimpanan tidak terlalu tinggi, cukup 30C
-60C. Pengasapan panas, ikan yang akan diasapi didekatkan sangat dekat dengan
sumber asap, sehingga suhu pengasapan mencapai 100 OC dan ikan masak
sebagian disebut juga dengan proses pemanggangan ikan. Pengasapan listrik yaitu
pengasapan dengan menggunakan muatan listrik untuk membantu meletakkan
partikel asap ke tubuh ikan. Pengasapan liquid/cair, ikan dicelupkan ke dalam
larutan asap (Yusroni, 2009).

2.4. Bahan-Bahan Pengasapan Ikan

Proses pengasapan ikan pada mulanya masih dilakukan secara tradisional yang
ditujukan untuk pengawetan. Dalam perkembangannya asap cair ditujukan untuk
memberikan efek terhadap aroma, rasa dan warna yang spesifik. Beberapa jenis
limbah pertanian seperti bonggol jagung, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang
tanah, tempurung dan sabut kelapa, perdu, kayu mangrove, sejenis pinus, dan lain-
lain, berpotensi memiliki kandungan senyawa antioksidan fenol dan antibakteri
yang dapat mengawetkan dan memberi rasa sedap spesifik pada produk ikan asap
(Swastawati, 2011).

Komposisi asap dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu, kadar air
kayu dan suhu pembakaran yang digunakan (Girard, 1992; Maga, 1987). Jenis kayu
yang mengalami pirolisis menentukan komposisi asap. Kayu keras pada umumnya
mempunyai komposisi yang berbeda dengan kayu lunak. Kayu keras (misalnya kayu
oak dan beech) adalah paling umum digunakan karena pirolisis terhadap kayu keras
akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan senyawa
aromatik dan senaywa asamnya 8dibandingkan kayu lunak (kayu yang
mengandung resin) (Yulstiani, 2008).

Warna kuning emas pada ikan asap disebabkan oleh reaksi antara fenol dan oksigen
dari udara, yang kemungkinan terjadi setelah unsur asap tersebut mengalami
pengendapan saat pengasapan. sedangkan warna mengkilat pada ikan asap
disebabkan lapisan damar tiruan yang dihasilkan oleh reaksi fenol dari golongan
pirigalol dengan oksigen dari udara. Proses oksidasi ini akan lebih cepat terjadi
apabila keadaan sekeliling bersifat alkalis. Senyawa fenolik yang terkandung dalam
daun sirih. dapat menghambat oksidasi lemak sehingga mencegah kerusakan
lemak. Kandungan senyalva fenolik pada ekstrak daun sirih seperti eugenol, kavikol
dan hidrokavikol dapat menghambat oksidasi lemak (Sanger, 2010).

Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan
yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan
rasa dan aroma spesifik umur simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri,
menghambat aktivitas enzimatis pada ikan sehingga dapat mempengaruhi kualitas
ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu umumnya berupa fenol (yang berperan
sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon dan senyawa
nitrogen seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang menempel pada
permukaan dan selanjutnya menembus ke dalam daging ikan (Isamu, 2012).

2.5.Senyawa Kimia dalam Pengasapan

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), komponen-komponen asap yang


merupakan bahan pengawet adalah sebagai berikut:

a. Alcohol (metil alcohol dan etil alcohol)

b. Aldehid (formaldehid dan asetaldehid)

Asam-asam organic (asam semut dan asam cuka).

Menurut Komar (2001), Reaksi kimia secara alami, terjadi senyawa formaldehid
dengan phenol yang menghasilkan damar tiruan pada permukaan ikan, untuk
itu diperlukan suasana asam sebagaimana tersedia dalam komponen asap itu
sendiri. Perubahan warna ikan asap menjadi kuning kecoklatan, warna ini
akibat reaksi kimia phenol dengan oksigen dari udara hasil pembakaran secara
langsung dalam bentuk bara dari pembakaran tak semporna (in-complite).
Oksidasi akan berjalan dengan laju lebih tinggi bila pada lingkungan asam, hal ini
juga sudah tersedia pada tubuh ikan itu sendiri.

Selain studi tentang toksisitas, keamanan dari asap cair tersebut tidak terlepas dari
komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Asap cair yang berasal dari
bahan baku berbeda dan metode pirolisis yang berbeda, akan menghasilkan
komponen kimia yang berbeda. Asap cair komersial yang banyak digunakan dalam
skala industri maupun laboratorium, telah diteliti komposisinya, aktivitas
antimikrobialnya, dan pengaruhnya terhadap sifat organoleptik produk perikanan.
Komposisi dari asap cair sangat kompleks dan terdiri dari komponen yang berasal
dari kelompok senyawa kimia yang berbeda, seperti aldehid, keton, alkohol, asam,
ester, turunan furan dan pyran, turunan fenolik, hidrokarbon, dan nitrogen
(Budijanto et al., 2008).

2.7.SNI Pengasapan Ikan


Menurut Nastiti (2006), nilai organoleptik ikan asap menurut SNI No. 01-2725-1992
adalah > 7 dengan kriteria kenampakan menarik dan bersih, bau asap cukup tanpa
ada tambahan mengganggu, rasa enak, konsistensi padat, kompak serta kering
antar jaringan. Persyaratan mutu ikan asap menurut SNI No. 01-2725-1992
tercantum dalam Tabel :

DAFTAR PUSTAKA

Budijanto, Slamet., Rokhani Hasbullah., Sulusi Prabawati., Setyadjit., Sukarno., Ita


Zuraida. 2008. Identifikasi Dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa Untuk
Produk Pangan. Ipb. Bogor

Djatmika, D. H., Farlina, Sugiharti E. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. Cv Simplex.
Jakarta.

Heruwati, endang sri. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek dan
peluang pengembangan. Pusat riset pengolahan produk dan sosial ekonomi
kelautan dan perikanan, Jakarta.

Isamu Kobajashi T., Hari Purnomo Dan Sudarminto S. Yuwono. 2012. Karakteristik
Fisik, Kimia, Dan Organoleptik Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Asap Di
Kendari. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 2 [Agustus 2012] 105-110

Kusmajadi, S., Lilis S., Dan Balqis B. 2011. Keempukan Dan Akseptabilitas Daging
Ayam Pada Berbagai Temperatur Dan Lama Pengasapan. Jurnal Ilmu Ternak. Volume
11 Nomor 1

Komar, Nur. 2001. Penerapan Pengasap Ikan Laut Bahan- Bakar Tempurung Kelapa
(Applied Of Sea Fish Curing In Sawdust Fuel) . Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2,
No. 1, April 2001 : 58-67

Murniyati, A. S Dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan Dan Pengawetan


Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Nastiti, Dwi. 2006. KAJIAN PENINGKATAN MUTU PRODUK IKAN MANYUNG (Arius
thalassinus) PANGGANG DI KOTA SEMARANG. TESIS. Program Studi Magister
Manajemen Sumberdaya Pantai. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang

Nurilmala M., Nurjanah, Dan Utama R. H. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Lele Dumbo
(Clarias Gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Mati.
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol. 12 No. 1

Sanger, Grace. 2010. Oksidasi Lemak Ikan Tongkol (Auxfs Thazardl Asap Yang
Direndam Dalam Larutan Ekstrak Daun Sirih. Pacific Journal Juli 2010 Vol 2 (5) : 870
-873
Swastawati, Fronthea. 2011. Studi Kelayakan Dan Efisiensi Usaha Pengasapan Ikan
Dengan Asap Cair Limbah Pertanian. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro. Semarang

Yulstiani, Ratna. 2008. Monograf Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet Alami Pada
Produk Daging Dan Ikan.Upn Veteran Jawa Timur.

Yusroni, Nanang. 2009. Analisis Profit Margin Untuk Meningkatkan Nilai Tambah
Pendapatan Antar Pengrajin Pengasapan Ikan Manyung, Ikan Tongkol Dan Ikan
Pari Di Bandarharjo Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Wahid Hasyim.
Semarang

Morfologi Dan Klasifikasi

Ikan patin memiliki badan memenjang dan tidak bersisik. Panjang tubuhnya bisa
mencapai sekitar 120 cm. Bebtuk tubuh ikan patin memanjang dengan warna
dominan putih berkilau seperti perak dan punggung berwarna kebiru-biruan. Ketika
masih kecil warana berkilauan seperti perak ini sangat cemerlang sehingga banyak
yang menaruhnya di aquarium. Seperti halnya keluarga ikan lele-lelean, ikan patin
tidak bersisik alias bertubuh licin. Kepalanya relatif kecil dengan mulut terletak
diujung kepala sebelah bawah. Disudut mulutnya terdapat dua pasang kumis,
sebagaimana halnya dengan ikan lele. Kumis tersebut berfungsi sebagai alat peraba
saat berenang atau mencari makan.

Dibagian punggung terdapat sirip yang dilengkapi dengan 7-8 buah jari-jari. Sebuah
jari-jari bersipat keras. Jari-jari ini dapat berubah menjadi patil. Sisanya, 6-7 jari-jari,
bersipat lunak. Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras
yang berfungsi sebagai patil. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari
lunak sementara itu, sirip perutnya hanya memiliki jari-jari lunak.

Selain itu ikan patin juga memiliki nama lokal jambal dan pangasius. Sementara itu,
nama inggris nya adalah catfish alias ikan kucing lantaran ada kumisnya. Di pulau
Sumatera, terutama Riau, jenis yang terkenal adalah ikan patin kunyit yang banyak
ditangkap di sungai-sungai. Di pulau jawa ada yang dikenal sebagai patin jjambal,
yang selain ditemukan dibeberapa sungai besar juga terdapat waduk-waduk.

Ikan patin memiliki sistematika atau klasifikasi sebagai berikut :

Ordo : Ostariphysi

Subordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius Ham. Buch

Nama inggris : Catfish

Nama Lokal : Patin

2.1.2. Syarat Hidup

Ikan patin sangat toleran terhadap derajat keasaman ( Ph ) air. Artinya ikan
ini dapat bertahan hidup dikisaran pH yang lebar, dari perairan yang agak asam
( pH rendah ) sampai perairan yang basa ( pH tinggi ), dari 5-9. Kandungan oksigen
terlarut yang dubutuhkan bagi kehidupan ikan patin adalah berkisar antara 9-20
ppm. Alkalinitasnya antara 80-250. Suhu air media pemeliharaan yang optimal
berada dalam kisaran 28-30C.

2.1.3. Kebiasaan Hidup

Sebagaimana ikan catfish lainnya, ikan patin biasanya selalu bersembunyi


didalam liang-liang ditepi sungai atau kali. Ikan ini baru keluar dari liang
persembunyiannya pada malam hari setelah hari mulai gelap. Hal ini sesuai dengan
sifat hidupnya yang nocturnal ( aktif pada malam hari ).

Dihabitat aslinya sungai-sungai besar yang terbesar dibeberapa pilau di


Indonesia, ikan ini lebih banyak menetap didasar perairan ketimbang di permukaan,
sehingga digolongkan sebagai ikan dasar ( demersal ). Hal ini dapat dibuktikan dari
bentuk mulutnya yang melebar, sebagai mana mulut-mulut ikan demersal lainnya.

Secara alami, makan ikan patin dialam antara lain berupa ikan-ikan kecil,
cacing, detritus, serangga, udang-udang moluska, dan biji-bijian. Berdasarkan jenis
makanan yang beragam tersebut, Oleh para ahli ikan patin dikategorikan sebagai
ikan omnivore atau sebagai pemakan segala. Para penangkap ikan patin dialam
dapat memperoleh ikan ini di tepi-tepi sungai pada akhir musim penghujan
( November-Maret ), Benih-benih ini dapat ditangkap dengan menggunakan alat-alat
tangkap yang umum, seperti seser atau jala. Waktu penangkapan yang baik
biasanya menjelng subuh, saat benih-benih ikan patin berenang bergerombol
dipermukaan air sungai (Hernowo, 2003).

Anda mungkin juga menyukai