Anda di halaman 1dari 58

KARAKTERISTIK IKAN BARONANG DARI KEPULAUAN SERIBU

SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN NON PANGAN MELALUI KAJIAN


MOLEKULER, KIMIA DAN MIKROSKOPIS

LITA AYU WAHYUNINGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Ikan


Baronang dari Kepulauan Seribu Sebagai Bahan Pangan dan Non Pangan Melalui
Kajian Molekuler, Kimia dan Mikroskopis adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor

Bogor, Desember 2015

Lita Ayu Wahyuningtyas


NIM C351124041
RINGKASAN

LITA AYU WAHYUNINGTYAS. Karakteristik Ikan Baronang dari Kepulauan


Seribu Sebagai Bahan Pangan dan Non Pangan Melalui Kajian Molekuler, Kimia
dan Mikroskopis. Dibimbing oleh AGOES MARDIONO JACOEB, MALA
NURILMALA dan NURLISA A BUTET.

Ikan baronang termasuk ke dalam famili Siganidae dan merupakan salah


satu ikan ekonomis penting di Indonesia. Jenis ikan baronang yang banyak
ditemukan di Kepulauan Seribu adalah S. canaliculatus, S. fuscescens dan S.
virgatus. Ikan ini terdiri dari beberapa spesies dengan nama lokal yang berbeda-
beda. Perbedaan penamaan yang ada di daerah dengan nama ilmiah seringkali
menimbulkan kesalahan identifikasi spesies. Identifikasi spesies ikan baronang
secara molekuler perlu dilakukan untuk memastikan spesies ikan baronang dari
Kepulauan Seribu dengan akurat. Ikan baronang pada umumnya hanya
dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi. Kandungan gizi ikan baronang dari perairan
Kepulauan Seribu belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai
karakteristik kimia yang meliputi analisis proksimat, analisis asam amino, asam
lemak, vitamin dan mineral. Ikan baronang diketahui memiliki tekstur kulit yang
tebal dan lentur. Kulit tersebut memiliki potensi untuk dijadikan sumber kolagen.
Identifikasi molekuler berdasarkan DNA barcoding berhasil menunjukkan
bahwa ikan baronang dari Kepulauan Seribu teridentifikasi sebagai Siganus
canaliculatus, Siganus fuscescens dan Siganus virgatus dan memiliki berat
molekul protein 12,86-98,36 kDa. Hasil pemisahan protein menggunakan SDS-
PAGE menunjukkan pola pita yang diduga sebagai albumin, alergen dan
metaloprotease. Metaloprotease dapat mengurangi inflamasi sehingga dapat
dijadikan salah satu bahan non pangan yaitu antiinflamasi. Proporsi bagian tubuh
ikan baronang menunjukkan bahwa proporsi daging merupakan komposisi
terbesar (45,67%). Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air ikan
baronang 77,95 %, kadar protein 15,94%, kadar abu 1,01%, kadar lemak 0,93%
dan kadar karbohidrat 4,33%.
Hasil identifikasi asam amino menunjukkan adanya 16 asam amino. Asam
amino esensial tertinggi adalah lisina yaitu 1,30% dan asam amino non esensial
tertinggi adalah glutamat yaitu 1,98%. Total asam lemak yang teridentifikasi
sebanyak 27 jenis yaitu 11 jenis saturated fatty acid (SFA), 7 jenis
monounsaturated fatty acid (MUFA), dan 9 jenis polyunsaturated fatty acid
(PUFA). Asam lemak tertinggi dari jenis PUFA adalah DHA yaitu 6,45%.
Kandungan vitamin A ikan baronang sebesar 187,27 IU/100g dan vitamin B12
sebesar 1,40 g/100g. Kandungan mineral tertinggi adalah kalium yaitu sebesar
1050,95 mg/100g. Analisis mikroskopi menunjukkan adanya kolagen pada kulit
ikan baronang. Hasil karkateristik kimia dan analisis mikroskopi menunjukkan
bahwa ikan baronang dapat dijadikan bahan pangan.
Kata kunci: analisis mikroskopi, asam amino, asam lemak, identifikasi molekuler,
ikan baronang
SUMMARY

LITA AYU WAHYUNINGTYAS. The Characteristic of Baronang Fish From


Thousand Islands As Food And Non-Food Material Through The Study Of
Molecular, Chemical And Microscopic. Supervised by AGOES MARDIONO
JACOEB, MALA NURILMALA dan NURLISA A BUTET

Rabbitfish belong to the family Siganidae is an economically important


fish. Species of rabbitfish mainly found in the Seribu Islands are S. canaliculatus,
S. fuscescens and S. virgatus. The difference of their local name with its scientific
name of the species often lead to missidentification. Molecular identification of
rabbitfish species was required to ensure the fish species in the Thousand Islands
baronang accurately. Generally, rabbitfish is used as a food material. In addition
the nutritional content of rabbitfish in the Thousand Islands has not reported yet
so the research on the chemical characteristics including analysis of proximate,
amino acids, fatty acids, vitamins and minerals was required. Moreover, since
rabbitfish has a thick skin texture and elastic, the skin texture is potential to be
used as the source of collagen.
Molecular Identification based on DNA barcoding showed successfully
that rabbitfish from the Seribu Island detected as Siganus canaliculatus, Siganus
fuscescens and Siganus virgatus. Protein molecular weight of rabbitfish ranged
from 12.86-98.36 kDa. The separation of proteins using SDS-PAGE showed the
banding pattern is suspected as albumin, allergens and metalloprotease.
Metalloprotease may reduce inflammation that can be used as one of the non-food
material that is anti-inflammatory. The fish flesh was the highest composition
(45.67%). Proximate analysis result showed that the water content at 77.95%,
protein content at 15.94%, ash content at 1.01%, fat at 0.93% and carbohydrate
content at 4.33%.
Identification of amino acids in rabbitfish showed 16 amino acids. The
highest essential amino acid was lysine (1.30%) while the highest non essential
amino acids was glutamic acid (1.98%). Total fatty acids consisted of 11 of SFA
(saturated fatty acids), 7 of MUFA (monounsaturated fatty acid), and 9 of PUFA
(Poly Unsaturated fatty acids). The highest fatty acids of PUFA was DHA
(6.45%). Vitamin A content was 187.27 IU/100 g and vitamin B12 content was
1.40 g/100 g. The highest mineral was kalium 1050.95 mg/100g. The collagen
was found in rabbitfish through histological observation. Chemical characteristics
and microscopic analysis showed that baronang can be used in food.

Keywords: amino acids, fatty acids, microscopy analysis, moleculer identification,


rabbitfish
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK I IKAN BARONANG DARI KEPULAUAN SERIBU
SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN NON PANGAN MELALUI KAJIAN
MOLEKULER, KIMIA DAN MIKROSKOPIS

LITA AYU WAHYUNINGTYAS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Asadatun Abdullah, SPi , MSM, MSi.
Judul Tesis : Karakteristik Ikan Baronang dari Kepulauan Seribu
Sebagai Bahan Pangan dan Non Pangan Melalui Kajian
Molekuler, Kimia dan Mikroskopis
Nama : Lita Ayu Wahyuningtyas
NIM : C351124041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol


Ketua

Dr Mala Nurilmala, SPi,MSi Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc


Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Hasil Perairan

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 1 Oktober 2015 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai Mei 2015
ini ialah Karakteristik Ikan Baronang dari Kepulauan Seribu sebagai Pangan dan
Non Pangan Melalui Kajian Molekuler, Kimia dan Mikroskopis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
2. Dr Ir Wini Trilaksani MSc selaku Ketua Program Studi THP yang telah
membantu tahapan penyelesaian studi dan penelitian.
3. Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol, Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan Dr
Ir Nurlisa A. Butet MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan masukan kepada Penulis dari tahap awal pelaksanaan penelitian
sampai pada tahap akhir penulisan karya ilmiah ini.
4. Dr Tati Nurhayati SPi, Msi selaku perwakilan program studi yang telah
membantu tahapan penyelesaian studi, memberikan masukan dan saran
kepada penulis dalam penyelesaian tesis
5. Dr. Asadatun Abdullah, SPi, MSM, MSi selaku penguji tesis yang telah
banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis.
6. Penelitian Institusi (PI) Baronang yang telah memberikan dana penelitian
serta dukungan dan kesempatan untuk penelitian ini.
7. Seluruh keluarga, terutama kedua orang tua dan adik atas doa dan dukungan
yang tidak pernah putus sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.
8. Seluruh rekan THP 2012, THP 2013 dan THP 2014 serta teman-teman
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan yang telah
diberikan.
9. Seluruh kolega laboratorium biologi molekular akuatik MSP IPB (Wahyu,
Panji, Findra, Agus, Yuyun, Syamsul, Dewi, Siska, Lela, Fajrin, Yustin,
Lusita, Febi, Dani), staf laboratorium terpadu FPIK IPB (Paqih).

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

Lita ayu wahyuningtyas


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 METODE 4
Waktu dan Tempat Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Prosedur Kerja 5
Pengambilan Sampel 7
Isolasi dan Ekstraksi DNA 8
Amplifikasi DNA 8
Perunutan Basa-Basa Nukleotida (Sekuensing) 8
Analisis Data 8
Pemisahan Protein dengan SDS PAGE 9
Analisis Proksimat 9
Analisis Kandungan Asam Amino 10
Analisis Asam Lemak 11
Analisis Vitamin A 12
Analisis Vitamin B12 12
Mineral 13
Pengamatan Histologi dengan Pewarnaan HE 13
Pengamatan Histolgi dengan Pewarnaan Masson's trichrome 14
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Morfometrik Ikan Baronang 15
Proporsi Bagian Tubuh Ikan Baronang 16
Identifikasi Molekuler 17
Proksimat Ikan Baronang Siganus Fuscescens 20
Asam Amino Ikan Baronang Siganus Fuscescens 23
Asam Lemak Ikan Baronang Siganus Fuscescens 25
Vitamin dan Mineral Ikan Baronang Siganus Fuscescens 27
Struktur Jaringan Ikan Baronang 27
4 SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 44
DAFTAR TABEL

1 Morfometrik ikan baronang (Siganus fuscescens) 15


2 Identifikasi spesies dengan Basic Local Alignment Search Tool
nucleotide (BLAST) 18
3 Matriks jarak genetik fragmen gen cytochrome oxidase subunit 1 (COI)
Siganus sp. berdasarkan metode pairwise distance 18
4 Proksimat ikan baronang Siganus fuscescens 21
5 Asam amino ikan baronang Siganus fuscescens 24
6 Komposisi asam lemak ikan baronang Siganus fuscescens 26
7 Kandungan vitami A dan B12 ikan baronang Siganus fuscescens 28
8 Kandungan mineral ikan baronang Siganus fuscescens 29

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 6


a Tahap identifikasi molekuler 6
b Tahap karakterisasi kimia 6
c Tahap analisis mikroskopi 7
2 Ikan baronang (Siganus fuscescens) 15
3 Proporsi bagian tubuh ikan baronang 16
4 a Isolasi DNA total pada gel agarosa 1,2%. 17
b Elektroforesis DNA produk PCR 17
5 Hasil rekonstruksi pohon filogeni berdasarkan ruas COI mtDNA
menggunakan metode maximum parsimony tree bootstrap 100X 19
6 Pola pita protein ikan baronang 20
7 Penampang melintang kulit ikan baronang 30
8 Penampang melintang daging ikan baronang 30
9 Irisan kulit baronang 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sampel ikan baronang yang digunakan 38


2 Komposisi separating gel dan stacking gel SDS PAGE 38
3 Komposisi larutan elektroforesis 38
4 Perhitungan berat molekul protein larut air 39
5 Komposisi asam amino ikan baronang 40
6 Komposisi asam lemak ikan baronang 41
7 Komposisi vitamin ikan baronang 43
8 Komposisi mineral ikan baronang 43
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan baronang (Siganus sp.) merupakan ikan yang tersebar luas di wilayah
Indo-Pasifik dari pantai timur Afrika sampai Polynesia, selatan Jepang sampai
utara Australia. Ikan baronang atau "rabbitfish" termasuk ke dalam keluarga
Siganidae dan merupakan salah satu ikan ekonomis penting di Filipina,
Hongkong, Singapura, Taiwan, China, Malaysia dan Indonesia. Ikan ini juga
dikenal dengan nama samadar (Sunda/ Banten), safy (Kuwait), dengkis
(Malaysia), pehtor (China) dan barangen (Filipina). Mayunar (1992) menyatakan
bahwa ikan baronang di Indonesia baru ditemukan 12 jenis yang dikumpulkan
dari Teluk Banten, Tanjung Pinang, Ujung Pandang dan Kepulauan Seribu. Jenis
ikan baronang yang banyak ditemukan di Kepulauan Seribu adalahS. guttatus, S.
canaliculatus, S. javus,S. virgatus, S. fuscescens, dan S. vermiculatus.
Oksuz et al. (2010) menyatakan bahwa ikan merupakan suatu bahan
pangan yang memiliki kandungan protein tinggi, lemak jenuh rendah dan juga
mengandung asam lemak omega yang berperan untuk menjaga kesehatan. Ikan
kaya akan gizi terutama protein, mineral dan lemak, serta penghasil terbesar asam
lemak omega khususnya eicosapentaenoic (EPA) dan docosahexaenoic (DHA)
yang bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Oksuz et al.
(2010) mengenai profil lemak, komposisi proksimat dan komposisi mineral pada
ikan baronang memberikan informasi bahwa ikan baronang kaya akan kandungan
EPA, DHA, potassium dan fosfor.
Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun non pangan.
Kulit ikan banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan
kerupuk kulit ikan, gelatin, kulit olahan, bahan perekat,serta sumber kolagen
untuk kosmetik. Selain kulit, kolagen pada ikan baronang banyak terkandung di
bagian sclera, hal ini dinyatakan pada penelitian Mansoori et al.(2012) yang
melakukan pengamatan histologi dari lapisan luar mata Siganus javus.
Ikan baronang merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Peningkatan
permintaan terhadap ikan baronang tidak dapat mengandalkan stok dari alam
sehingga budidaya ikan baronang mulai dikembangkan (Kune 2007). Ikan ini
termasuk ikan herbivora, namun bila dibudidayakan ikan ini mampu memakan
makanan apa saja yang diberikan misal pakan buatan. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Oksuz et al. (2010) mengenai elemen komposisi, asam lemak
profil,dan komposisi proksimat Siganus rivulatus dan Siganus luridus melaporkan
bahwa ikan baronang memiliki potensi sebagai sumber bahan pangan dan non
pangan. Penelitian mengenai karakteristik ikan baronang dari Kepulauan Seribu
untuk mengeksplorasi potensinya belum dilaporkan. Penelitian mengenai
karakteristik ikan baronang dari Kepulauan Seribu melalui kajian molekuler,
kimia dan mikroskopis sebagai sumber bahan pangan dan non pangan perlu
dilakukan.
Penelitian ikan baronang yang sudah dilakukan antara lain mengenai
diversifikasi pola garis keturunan ikan baronang (Borsa et al. 2007), tahap invasi
awal secara genetik Siganus luridus (Azzuro et al. 2006), hubungan morfometrik
dengan kondisi lingkungan Siganidae (Wambiji et al. 2008), beberapa aspek ikan
baronang (Mayunar 1992), bioaktivitas dan aktivitas antimikroba dari
2

isolatprotein Siganus javus (Pritiviraj dan Annadurai 2014), level asam arakidonat
pada jaringan Siganus fuscecens (Osako et al. 2006). Lemer et al. (2007)
mengkaji tentang kekerabatan ikan baronang berdasarkan marka molekuler
cytochromeb (cyt b).
Salah satu kendala yang dihadapi pada pemanfaatan ikan baronang adalah
identifikasi spesies. Morfologi yang hampir sama pada ukuran juvenile
merupakan kendala yang dialami dalam identifikasi ikan baronang tersebut. Selain
itu, ikan baronang dalam bentuk fillet tidak dapat dibedakan dengan jenis ikan
lainnya. Metode yang akurat perlu diterapkan untuk mengidentifikasi ikan
baronang. DNA barcode merupakan sistemyang dirancang untuk
identifikasispesies dengan cepat, akurat, danautomatabledengan menggunakan
daerah gen pendeksebagai standar penanda spesies.
Menurut Clark LF (2015) DNA bercoding dianjurkan sebagai instrument
autentikasi spesies untuk mengatasi masalah substitusi dan mislabelling dari fillet
dan produk ikan. Teknologi DNA barcoding dianjurkan sebagai instrumen
kebijakan yang efektif untuk meningkatkan kapasitas sistem kontrol makanan
secara efektif dan mengatur autentikasi spesies di pasar produk ikan.Food and
Agriculture Organization (FAO) mendukung sistem universal DNA barcoding
untuk identifikasi ikan karena dapat mencegah kesalahan identifikasi.
Pemahaman tentang karakteristik kimia dan mikroskopis ikan baronang
menjadi hal yang penting karena dengan mengetahui informasi mengenai
kandungan asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral ikan baronang maka
akan dapat dilakukan pemanfaatan yang optimal. Pengamatan histologisterhadap
kulit juga diperlukan untuk menentukan ada dan tidaknya kolagen pada jaringan
tersebut.

Rumusan Masalah

Ikan baronang merupakan salah satu ikan ekonomis penting di Indonesia.


Ikan ini terdiri dari beberapa spesies dengan nama lokal yang berbeda-beda.
Perbedaan istilah yang ada di daerah dengan nama ilmiah seringkali menimbulkan
kesalahan identifikasi spesies. Identifikasi spesies ikan baronang secara molekuler
perlu dilakukan untuk memastikan spesies ikan baronang dari Kepulauan Seribu
dengan akurat. Ikan baronang pada umumnya hanya dimanfaatkan sebagai ikan
konsumsi. Ikan tersebut tidak hanya dikonsumsi oleh masyarakat sekitar, namun
juga sebagai salah satu menu di berbagai rumah makan besar. Kandungan gizi dan
nutrisi ikan baronang dari Kepulauan Seribu belum pernah dilaporkan sehingga
perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik kimia yang meliputi analisis
proksimat, analisis asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. Selain
memiliki potensi sebagai bahan pangan, ikan baronang diketahui memiliki tekstur
kulit yang tebal dan lentur. Tekstur kulit tersebut memiliki potensi untuk dijadikan
sumber kolagen. Informasi mengenai potensi kulit ikan baronang perlu diketahui
karakteristik fisiknya. Penelitian mengenai pengamatan histologi dari kulit ikan
baronang perlu dilakukan.
3

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran morfometrik dan


proporsi bagian tubuh ikan, mengidentifikasi kepastian spesies ikan baronang
berdasarkan marka molekuler gen cytochrome oxidase subunit1(COI),
mempelajarikarakteristik kimia dananalisis mikroskopikulit ikan baronang dari
Kepulauan Seribu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penciri


genetik ikan baronang dari Kepulauan Seribu, informasi mengenai karakteristik
kimia berupa kandungan proksimat, kandungan asam amino, asam lemak, vitamin
dan mineral, informasi tentang karakteristik mikroskopidaging dan khususnya
keberadaan kolagen dari kulit ikan baronang.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi penentuan morfometrik dan proporsi bagian tubuh


ikan, karakterisasi molekuler yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik
molekuler ikan baronang dari Kepulauan Seribu menggunakan marka gen COI,
karakterisasi kimia meliputi analisis proksimat, asam amino, asam lemak, vitamin
dan mineral. Karakterisasi mikroskopis meliputi pengamatan jaringan kulit ikan
baronang.
4

2 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Mei 2015 di


beberapa laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK) IPB yang
meliputi Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK),
Laboratorium Biomolekuler Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) dan
Laboratorium Histologi Budidaya Perairan, Laboratorium Terpadu Fakultas
Peternakan, Laboratorium Histopatologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) dan
Laboratorium Kimia Terpadu Baranangsiang.

Bahan

Bahan yang digunakan untuk preparasi dan penyimpanan sampel adalah


alkohol 70%. Bahan yang digunakan untuk analisis DNA barcoding adalah
alkohol PA 96%, kit isolasi DNA (Qiagen), EtOH absolut, reagen PCR dan
akuades. Bahan untuk analisis proksimat adalah standar glukosa, larutan fenol,
asam sulfat pekat, air destilasi, HCl 3%, selenium, bromocresol, asam borat,
H3BO3, asam klorida, natrium hidroksida dan NaOH. Bahan yang digunakan
dalan analisis asam amino adalah natrium hidroksida, asam borat, larutan brij, Na-
EDTA, metanol, THF, Na-asetat, 2-merkaptoetanol. Bahan untuk analisis asam
lemak adalah lemak sampel, larutan standar, larutan NaOH 0,5N. larutan BF3,
heksana dan Na2SO4 anhidrat dan NaCl jenuh. Bahan yang digunakan untuk uji
vitamin adalah akuabides, metanol 95%, etanol, KOH dan asam asetat glasial,
buffer asetat, kalium sianida, dan asam asetat 2%. Bahan yang digunakan untuk
analisis mineral adalah HNO3, HClO4, H2SO4, dan HCl. Bahan yang digunakan
untuk preparat histologi adalah Buffered Neutral Formalin (BNF), xylene, NaCl
fisiologis 9%, alkohol 70%, gliserin, parafin cair dan pewarna Masson trichrome.

Alat

Alat yang digunakan untuk preparasi adalah pisau, penggaris, timbangan,


talenan dan plastik. Alat yang digunakan untuk melakukan DNA barcoding
adalah alat bedah, pinset, tube 1,5 mL (Axygen, USA), vortex (Corning, USA),
timbangan digital,mikro tip(Axygen,USA), mikro pipet ((Thermo Scientific
Vantaa, Finland), inkubator (Corning, USA), sentrifuse(J2-21 BECKMAN,
Germany), spin column (Axygen,USA), mesin visual ultraviolet (Daihan
Scientific, Korea) dan PCR (Biometra, German). Alat yang digunakan untuk
analisis proksimat adalah desikator, oven, neraca analitik, cawan porselen, tanur,
tabung reaksi, spektrofotometer, vorteks dan hot plate. Alat yang digunakan untuk
analisis asam amino adalah HPLC type ICI dan column ODS (Shimadzu, Jepang),
siringe 100 L, vial 1 mL, neraca analitik, pipet 1 mL(Thermo Scientific Vantaa,
Finland), labu takar dan ampul. Alat yang digunakan untuk analisis asam lemak
adalah GC-FID 17-A (Shimadzu,Jepang), jenis kolom kapiler, panjang kolom 60
m, diameter kolom 0,25 mm,suhu detektor 230C, suhu awal injektor 190C,
kenaikan suhu 10C /menit (Shimadzu, Jepang), siringe 10 L, penangas air,
tabung, neraca analitik dan pipet mikro(Thermo Scientific Vantaa, Finland). Alat
5

yang digunakan untuk uji vitamin A dan B12 serta mineral adalah pengujian
vitamin A dan B12 menggunakan adalah HPLC Varian 940-LC (Shimadzu,
Jepang). Analisis mineral menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) varian AA-6330 (Agilent,Australia) lampu katode, pipet mohr 5mL dan 10
mL, labu takar 50 mL, 100mL, 500 mL dan 1000 mL, corong, labu semprot dan
kertas tissue. Alat yang digunakan untuk preparasi histologi ikan adalah
mikroskop Olympus tipe CX41 dengan tipe kamera DP21, gelas objek dan pisau
mikrotom.

Prosedur Kerja

Tahapan penelitian ini meliputi penentuan morfometrik dan proporsi


bagian ubuh ikan,identifikasi molekuler, karakterisasi kimia, dan analisis
mikroskopi ikan baronang. Identifikasi molekuler meliputi identifikasi
menggunakan marka gen COI dan identifikasi berat molekul protein ikan
baronang. Karakterisasi kimia meliputi analisis proksimat, asam amino, asam
lemak, vitamin dan mineral. Analisis mikroskopi menggunakan metode paraffin
dan pewarnaan hematoxilin eosin dan masson trichrome untuk melihat
keberadaan kolagen pada kulit ikan baronang.Diagram alir penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1a-1c.
6

Sampel ikan baronang

Identifikasi morfologi spesies

Preparasi (pengambilan jaringan otot)

Isolasi dan ekstraksi DNA Identifikasi profil protein


dengan SDS-PAGE
DNA sampel

Amplifikasi DNA Profil protein ikan


baronang

Produk PCR

Sekuensing

electropherogram

Analisis hasil electropherogram

Gambar 1aTahap identifikasi molekuler

Sampel ikan baronang

Pengukuran morfometrik

Preparasi ikan menjadi fillet Perhitungan proporsi bagian tubuh ikan

Fillet ikan

Karakterisasi kimia:
Proksimat
Asam amino
Asam lemak
Vitamin A dan B12
Mineral

Gambar 1b Tahap karakterisasi kimia


7

Sampel ikan baronang

Preparasi sampel

Jaringan daging Jaringan kulit

Pengawetan dalam larutan BNF

Fiksasi

Dehidrasi

Clearing

Embedding

Trimming

Pemotongan dengan mikrotom

Pewarnaan Hematoxilin-eosin Pewarnaan Masson trichrome

Preparat awetan

Pengamatan dengan mikroskop

Gambar 1c Tahap analisis mikroskopi

Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel ikan baronang dilakukan diperairan Kepulauan
Seribu. Pengambilan sampel dilakukan oleh nelayan kemudian sampel
dikumpulkan didalam sebuah wadah berisi air.Sampel yang telah didapat
dipreparasi dan dimasukkan kedalam alkohol 96% untuk dilakukan identifikasi
molekuler. Sampel lain dipreparasi untuk dihitung proporsi bagian tubuh ikan dan
kandungan kimianya. Sampel histologi dipreparasi untuk pemeriksaan
mikroskopis dengan memasukkan jaringan daging beserta kulitnya ke dalam
larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) untuk analisis mikroskopi dengan
pewarnaan hematoxilin eosin dan pewarnaan masson trichrome.
8

Isolasi dan Ekstraksi DNA


Isolasi dan ekstraksi DNA menggunakan kit komersial Qiagen. Sampel
jaringan yang digunakan sebagai sumber DNA adalah jaringan otot daging ikan.
Proses pencucian alkohol dilakukan dengan cara merendam sekitar 0,05 mg
potongan otot dalam akuades steril, kemudian dihomogenasi menggunakan
vortex. Jaringan otot dihancurkan kemudian dilisis menggunakan buffer lisis dan
proteinase K 20 L. Sampel ditambah 180 L buffer ATL, kemudian divortex dan
diinkubasi selama 30 menit. Sampel ditambah200 L buffer AL, kemudian
divortex sertadiinkubasi selama 20 menit. Ethanol 96% ditambah sebanyak 200
Lkemudian disimpan kedalam freezer selama 30 menit. Sampel dipipet dan
dipindahkan ke DNeasy, sampel disentrifuse dengan kecepatan 8000
rpm,kemudian ditambah buffer AW1 500 L. Sampel disentrifuse kembali dengan
kecepatan 8000 rpm, kemudian ditambah buffer AW2 500 L. Sampel
disentrifuse dengan kecepatan 8000 rpm, kemudian ditambah 200 L buffer AE.
DNA total kemudian dimigrasikan kedalam sumur electrophoresis chamber
menggunakan agarosa 1,2% pada tegangan 100V selama 30 menit. Kualitas DNA
dilihat menggunakan mesin UV.Hasil DNA yang baik akan diamplifikasi dengan
mesin PCR.

Amplifikasi DNA
Amplifikasi ruas gen COI DNA mitokondria dilakukan menggunakan
primer gen COI yang didesain oleh Butet (unpublished data 2013). Reaksi PCR
dilakukan dalam volume 25 L yang mengandung buffer PCR mix 12,5 L Kapa,
1,5 L primer forward; 1,5 L primer reverse; 4,5 L air dan 5 L cetakan DNA.
Reaksi PCR dilakukan dengan kondisi pradenaturasi pada suhu 94oC selama 5
menit, kemudian dilanjutkan 35 siklus yang terdiri atas denaturasi suhu 94oC
selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 54oC selama 1,5 menit,
pemanjangan 72oC selama 2 menit, pemanjangan akhir suhu 72oC selama 5 menit
dan pendinginan pada suhu 15oC selama 10 menit. Kualitas produk PCR diamati
menggunakan agarosa 1,2% pada elektroforesis yang dijalankan pada tegangan
100 V selama 60 menit kemudian divisualisasi di bawah monitor UV.

Perunutan Basa-Basa Nukleotida (Sekuensing)


Pembacaan sekuens nukleotida dilakukan untuk mengetahui urutan
nukleotida dan asam amino suatu gen, juga menganalisis kekerabatan dan
jalur evolusinya (Albert et al. 1994). Sekuensing dilakukan oleh perusahaan
jasa sekuensing Integrate DNA Technology Singapore melalui Jasa di Indonesia
(PT. Genetika Science).

Analisis Data
Runutan nukleotida dianalisis dan dikoreksi menggunakan program
Bioedit. Hasil tersebut kemudian dimasukkan kedalam program BLASTn pada
GenBank untuk diketahui identitas runutan nukleotidanya. Runutan nukleotida
kemudian dianalisis menggunakan program MEGA 5 (Tamura et al. 2011).Jarak
genetik dan rekonstruksi pohon filogeni menggunakan Neighbor joining (Saitoo
dan Nei 1987).
9

SDS- PAGE (Laemmli 1970)


Metode Deodesyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-
PAGE) yang dikerjakan dalam penelitian ini menggunakan 3% stacking gel dan
8%separating gel. Konsentrasi akrilamid yang digunakan adalah 30%. Pembuatan
separating gel dilakukan selama 40 menit, sedangkan pembuatan stacking gel
dilakukan selama kurang lebih 2 jam. Pemasukan sisirdilakukan saat proses
pembuatan stacking gel untuk membentuk sumur-sumur pada gel.
Sampel dicampurkan dengan bufer sampel 1:1 (v/v), selanjutnya
didenaturasi dengan cara dipanaskan dalam waterbath pada suhu 95 C selama
kurang lebih 5 menit. Buffer running selanjutnya ditambahkan ke dalam alat
elektroforesis kemudian sampel sebanyak 5 L dimasukkan ke dalam gel
poliakrilamid.Elektroforesis dijalankan secara konstan pada arus 10 mA dan
voltase 125 volt selama 5 jam. Deteksi SDS-PAGE dilakukan dengan melepaskan
gel hasil elektroforesis dari cetakan kemudian gel diwarnai dengan coomasie
brilliant blue. Gel diangkat dan direndam selama 1 jam didalam larutan pewarna
(0,1% Comassie blue R-250, 45% metanol dan 10% asam asetat glasial). Proses
destaining 10% methanol dan 10% asam asetat hingga pita protein dapat terlihat
jelas.

Analisis Proksimat (AOAC 2005)


Kadar Abu
Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit
dengan suhu 105C, lalu dimasukkan dalam desikator hingga suhu ruang,
kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang lalu dimasukkan ke
dalam cawan dan dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan
selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600C selama 7
jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator sampai suhu ruang, kemudian cawan
beserta isinya ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Berat abu
Kadar Abu = Berat sampel x 100 %

Kadar Air
Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian mengeringkannya pada
oven bersuhu 105C selama 3 jam. Sampel didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang hasilnya. Kadar air ditentukan dengan rumus:

W
% kadar air = W1 x 100 %

W = Berat sampel sebelum dikeringkan (gram)


W1 = Kehilangan berat sebelum dikeringkan (gram)

Kadar lemak
Sampel seberat 2 gram (W1) disebar di atas kapas yang beralaskan kertas
saring dan digulung. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu
lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan
10

refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang
ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak,
selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C, setelah itu labu
dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak
ditentukan dengan rumus:
W3-W2
Kadar Lemak = x 100 %
Wl

Keterangan :
W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

Kadar Protein
Sampel ditimbangseberat 0,5 gram dan dimasukkan kedalam labu kjeldahl
100mL. Selenium sebanyak 2 gram dan H2SO4 pekat sebanyak 25 mL
ditambahkan ke dalam labu kjeldahl. Larutan dipanaskan sampai jernih kehijauan,
diencerkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Larutan sebanyak 5 mL
dimasukkan kedalam alat penyuling, kemudianditambah 5 mL NaOH 30%.
Larutan asam borat 2% sebanyak 10 mL digunakan untuk menyuling dan titrasi
dengan larutan HCl 0,01 N. Perhitungan kadar protein ditentukan dengan rumus:

(V1-V2) x Nx 0,014x fk x fp
Kadar Protein = x 100 %
W

Keterangan:

W = berat sampel (g)


V1 = Volume HCl 0,01 N yang digunakan pada penitaran sampel (mL)
V2 = Volume HCl 0,01 N yang digunakan pada penitaran blanko
N = Normalitas HCl
Fk = faktor konversi untuk protein secara umum = 6,25
Fp = faktor pengenceran

Kadar Karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar
karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal ini karena karbohidrat
sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:

Kadar Karbohidrat = 100% - (% abu + % air + % lemak + % protein)

Analisis kandungan asam amino (AOAC 2005)

Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC.


Perangkat HPLC harus dibilas terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan
selama 2-3 jam. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri dari
11

empat tahap, yaitu: tahap pembuatan hidrolisat protein, tahap pengeringan, tahap
derivatisasi dan tahap injeksi serta analisis asam amino.
a.Tahap pembuatan hidrolisat protein
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dihancurkan. Sampel yang telah
hancur ditambah HCl 6 N sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 100 oC selama 24 jam. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat
reaksi hidrolisis.

b.Tahap pengeringan
Sampel disaring dengan kertas saring milipore. Penyaringan bertujuan
agar larutan yang dihasilkan benar-benar bersih, terpisah dari padatan. Hasil
saringan diambil sebanyak 30 L dan ditambah 30 L larutan pengering.
Larutan pengering dibuat dari campuran metanol, pikotiosianat dan trietilamin
dengan perbandingan 4:4:3.

c.Tahap derivatisasi
Larutan derivatisasi sebanyak 30 L ditambah pada hasil pengeringan,
larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat, dan trietilamin
dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah
untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel, selanjutnya dilakukan
pengenceran dengan cara menambahkan 20 mL asetonitril 60% atau buffer
natrium asetat 1 M, lalu dibiarkan selama 20 menit.

d.Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 40 L untuk diinjeksikan ke dalam
HPLC. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan
dengan pembuatan kromatogram standar menggunakan asam amino yang telah
siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan
asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:

luas area sampel x C x Fp x BM x 100%


% Asam amino = luas area standar x bobot sampel
Keterangan:
C = Konsentrasi standar asam amino (g/mL)
FP = Faktor pengenceran
BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)

Analisis asam lemak (AOAC 2005)

a.Tahap ekstraksi
Asam lemak diperoleh dengan metode sokhlet, setelah itu ditimbang
sebanyak 0,02 g lemak dalam bentuk minyak.

b.Pembentukan lemak ester (metilasi)


Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan
pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5N, BF3 dan iso-oktan. Sebanyak 0,02
g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 1 mL
NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada
12

suhu 80 C. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 2 mL BF3 ditambah ke


dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80
C selama 20 menit dan didinginkan, kemudian ditambah 2 mL NaCl jenuh
dan dikocok serta ditambah 1 mL iso oktan, kemudian dikocok dengan baik.
Larutan iso-oktan bagian atas campuran dipindahkan dengan bantuan pipet tetes
ke dalam 20 tabung reaksi.

c.Identifikasi asam lemak


Sebanyak 1 L sampel diinjeksi ke dalam gas kromatografi. Asam lemak
yang ada di dalam gas chromatography akan diidentifikasi oleh flame
ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada
akan tercatat melalui kromatogram (peak). Identifikasi asam lemak dilakukan
dengan menginjeksi metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi
sebagai berikut: standar asam lemak yang digunakan adalah SupelcoTM 37
component FAME Mix. Gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah
nitrogen dengan aliran bertekanan 20 mL/menit dan sebagai gas pembakar
adalah hidrogen dengan aliran 30 mL/menit. Kolom yag digunakan adalah
kolom kapiler silica yang panjangnya 60 m dengan diameter dalam 0,25 mm,
suhu detektor 230C, suhu awal injektor 190C, kenaikan suhu 10C /menit.

Analisis Vitamin A (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 5 g ditimbang kemudian dimasukkan kedalam


erlenmeyer 100 mL, ditambah 3 mL akuabides dan 10 mL metanol 95%. Tahap
berikutnya yaitu ekstraksi dan penyabunan. KOH 50% sebanyak 2,5 mL dipipet
kedalam erlenmeyer. Larutan ini direfluks selama 30 menit, setelah itu erlenmeyer
diangkat dari penangas, didinginkan hingga suhu ruang, ditambah asam asetat
glasial 2,5 mL untuk menetralkan KOH, diaduk rata, dan dibiarkan dingin hingga
suhu ruang. Larutan ini lalu dipindahkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditera
dengan larutan THF : etanol (1:1), setelah itu disaring lalu diendapkan. High
performance liquid chromatography (HPLC) Varian 940-LC diaktifkan, dibiarkan
stabil selama 30 menit dengan pengaliran fase gerak pada kecepatan 1 mL/menit.
Larutan standar vitamin A yang telah melalui proses penyabunan diinjeksi, lalu
diatur fase gerak untuk mendapatkan resolusi bentuk cis dan trans. Semua trans
retinol larut dan cis retinol akan larut sebagai sebuah peak kecil sebelum bentuk
trans. Deret standar dan contoh diinjeksikan ke dalam botol-botol kecil
autosampler lalu diletakkan di dalam HPLC. Ekstrak yang berisi vitamin A
dianalisis menggunakan HPLC. Sistem yang digunakan yaitu kolom C18, fase
gerak metanol 95%, panjang gelombang 272 nm, laju alir: 0,5 mL/menit, volume
injeksi 20 L.

Analisis vitamin B12 (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup. Buffer


asetat sebanyak 20 mL dan 0,2 mL larutan kalium sianida ditambahkan pada
tabung. Tabung dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 30 menit,
lalu didinginkan dan diencerkan sampai 50 mL dengan air suling dan disaring
dengan kertas Whatman 42, selanjutnya dihomogenisasi selama 5 menit dengan
13

ultrasonic dan didiamkan pada suhu ruang sampai dingin. Metanol sebanyak 25
mL ditambahkan dan ditepatkan sampai volume 50 mL dengan asam asetat 2%.
Sampel disentrifuse selama 30 menit pada 4.000 rpm. Supernatan dipisahkan
untuk disuntikkan ke high performance liquid chromatography (HPLC). Sistem
yang digunakan yaitu kolom C18, fase gerak metanol 350 mL,hexan sulfonik 1 g,
asam asetat 10 mL, panjang gelombang 280 nm, laju alir 0,5 mL/menit, volume
injeksi 20 L, dan detektor flouresensi.

Analisis Mineral (AOAC 2005)

Proses pengabuan basah pada pengujian mineral Ca, K, Na, Fe, Zn, dan Se
dilakukan dengan penimbangan sampel sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dengan ukuran 125 mL. Sebanyak 5 mL HNO3 ditambahkan ke
dalam labu dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Labu
dipanaskan diatas hotplate selama 4 - 6 jam dengan temperatur rendah dan
dibiarkan selama semalam dalam keadaan sampel tertutup dalam ruang asam.
H2SO4 pekat sebanyak 0,4 mL ditambahkan dan dipanaskan di atas hotplate
sampai larutan lebih pekat selama 1 jam. HClO4 dan HNO3 ditambahkan (2:1)
sebanyak 2-3 tetes, sampel tetap berada di atas hotplate hingga terjadi perubahan
warna dari coklat, kuning tua ke kuning muda selama 1 jam. Setelah terdapat
perubahan warna, pemanasan dilanjutkan 10-15 menit. Sampel dipindahkan,
didinginkan dan ditambah 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat. Larutan
dipanaskan kembali agar sampel larut ( 15 menit) kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 100 mL. Apabila terdapat endapan, larutan disaring dalam glass
wool. Hasil pengabuan basah dianalisis menggunakanAtomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) Shimadzu tipe AA-7000 untuk analisis berbagai
mineral.
Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke AAS, kemudian diukur
absorbansinya atau tinggi puncak dari standar blanko dan contoh pada panjang
gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan
spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 589,0 nm (Na), 766,5
nm (K), 422,7 nm (Ca), 248,3 nm (Fe), dan 213,9 nm (Ze). Setelah diperoleh
absorbansi standar, antara konsentrasi standar (sebagai sumbu Y) dihubungkan
dengan absorban standar (sebagai sumbu X) sehingga diperoleh kurva standar
mineral dengan persamaan garis linier y=ax+b yang digunakan untuk perhitungan
konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan
mengalikan dengan absorbansi contoh.

Pengamatan Histologi dengan Pewarnaan HE(Gunarso 1989)


Daging beserta kulitnya diambil untuk dibuat preparat dengan cara
sampel yang akan diamati struktur jaringanya dipotong kecil dan difiksasi
dalam larutan BNF untuk mengawetkan jaringan. Tahap dehidrasi meliputi
perendaman sampel dalam alkohol 70% selama 24 jam, perendaman dalam
alkohol 80%, 90%, 95% (1), 95% (2) dan 100% (1) masing- masing selama 2 jam,
kemudian perendaman alkohol 100% tahap 2 selama 1 jam. Sampel dipindahkan
ke larutan alkohol dan xylol dilakukan selama 30 menit, kemudian sampel
14

dipindahkan ke larutan xylol 1,2 dan 3 masing-masing selama 30 menit,


dilanjutkan dengan pemindahan sampel ke larutan xylol dan paraffin selama 45
menit pada suhu 55 C. Tahap embedding dilakukan dengan cara memasukkan
sampel ke dalam paraffin 1,2,dan 3 masing-masing selama 45 menit. Paraffin
dicetak dalam kotak yang terbuat dari kertas dan sampel diletakkan di
dalamnya dengan posisi yang sesuai. Penyayatan dengan mikrotom dilakukan
dengan ketebalan irisan 7-9 m dan sayatan diletakkan diatas gelas objek yang
telah diberi perekat. Proses pewarnaan jaringan dilakukan dengan menggunakan
pewarna hemotoxilin dan eosin.

Pengamatan Histologi dengan PewarnaanMasson's trichrome


(Suvik dan Effendy 2012)

Irisan jaringan kulit ditempatkan dengan merendam ke dalam xylene


selama 4 menit. Irisan kulit kemudian direndam dalam larutan Bouin 60C selama
45 menit. Irisan kulit dicuci dengan air mengalir sampai warna kuning dalam
sampel menghilang. Irisan direndam dalam hematoksilin selama 8 menit, setelah
itu dicuci dalam air mengalir selama 2 menit. Irisan dimasukkan kedalam larutan
asam phosphomolybidic selama 10 menit sebagai larutan mordant dan irisan
direndam selama 5 menit pada methyl blue untuk melihat fibroblast dan kolagen.
Irisan kulit dicuci dalam air yang mengalir selama 2 menit dan diberi 1% larutan
asam asetat selama 1 menit. Sebelum pengamatan, irisan atau slide dicelupkan ke
dalam xylene selama 1 menit.
15

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Ikan Baronang


Ikan Baronang memiliki ciri tubuh dengan jari-jari sirip keras pada
punggung (dorsal), anal dan perut (ventral) serta mempunyai kelenjar racun.
Sampel ikan Baronang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ikan Baronang (Siganus fuscescens)


Sumber: dokumentasi pribadi

Menurut Burhanudin et al. (2014) famili Siganidae memiliki ciri-ciri


antara lain badan pipih dengan bentuk mulut yang kecil. Sirip punggung
mempunyai 13 duri keras dan 10 duri lunak, sedangkan sirip-sirip dubur terdiri
dan 7 duri keras dan 9 duri lunak. Duri-duri pada ikan baronang mengandung
kelenjar bisa sehingga orang akan merasa sakit bila tersengat oleh duri-duri
tersebut. Siganidae juga disebut rabbitfish yang berarti ikan kelinci karena
moncongnyamenyerupai kepala kelinci. Golongan ikan ini menyenangi hidup
mengelompok di daerah sekitar karang dan terumbu karang serta memakan algae
yang menempel. Data morfometrik ikan baronang dapat dilihat pada Tabel 1.
Siganus virgatus dan Siganus canaliculatus sebagai perbandingan memiliki
panjang tubuh berkisar 20 cm-30 cm.

Tabel 1 Morfometrik ikan baronang (Siganus fuscescens)


Parameter Satuan Nilai
Berat total g 200,6710,21
Panjang total cm 23,1 0,66
Panjang cagak cm 22,000,20
Panjang baku cm 19,100,17
Tinggi badan cm 9,230,25
Panjang LL cm 13,500,00
Lebar cm 2,400,10

Hubungan panjang-berat berbeda antar spesies berkaitan dengan bentuk


tubuh secara genetis. Hubungan panjang-berat suatu spesies dipengaruhi oleh
kondisi individu. Kondisi lingkungan menunjukkan ketersediaan pakan dan
pertumbuhan awal ikan, bersifat dinamis dan bervariasi. Perbedaan kondisi
16

masing-masing populasi bervariasi bergntung pada musim. Jenis kelamin dan


perkembangan gonad juga memberikan variasi hubungan panjang-berat
(Schneider et al. 2000).

Proporsi Bagian Tubuh Ikan


Sumarto dan Rengi (2014) menyatakan bahwa proporsi bagian tubuh ikan
merupakan bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan.Proporsi bagian tubuh ikan
juga merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai
ekonomis dan efektivitas suatu produk bahan atau bahan. Proporsi bagian tubuh
ikan digunakan untuk memperkirakan berapa bagian tubuh ikan yang dapat
digunakan. Besarnya nilai proporsi bagian tubuh ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah keadaan perairan atau habitatnya, jenis ikan, ukuran
dan kondisi fisiologis ikan, serta rantai penanganan sejak penangkapan
hingga preparasi. Proporsi bagian daging pada ikan dapat dipengaruhi oleh
perbedaan cara atau kebiasaan makan ikan, serta tingkat kematangan gonad
ikan. Ikan jantan dan betina mempunyai kebiasaan makan yang berbeda.
Perbedaan pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah jenis kelamin, umur, faktor keturunan, dan ketersediaan makanan.
Rostini (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai proporsi bagian
tubuh ikan yang dihasilkan maka semakin tinggi bahan pangan yang dapat
dimanfaatkan. Perhitungan proporsi bagian tubuh ikan didapatkan dengan
membandingkan berat masing-masing bagian tubuh dengan berat ikan baronang
utuh. Ikan baronang ditimbang berat utuhnya, kemudian dipreparasi dengan
membagi menjadi jeroan, kulit, kepala, dan dagingnya untuk ditimbang. Hasil
proporsi bagian tubuh ikan yang didapatkan pada penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.
6,19%1,86

20,09%3,79 daging
kulit
45,67%1,89
kepala
tulang
jeroan
20,78%1,85

7,27%0,59
Gambar 3 Proporsi bagian tubuh ikan baronang

Nilai persentase daging ikan baronang yang terbesar menunjukkan bahwa


ikan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut.
Kulit dan tulang ikan dapat digunakan sebagai bahan mentah pada pengolahan
gelatin. Pada umumnya kolagen diolah dari tulang dan kulit binatang ternak,
terutama sapi dan babi, sehingga produk gelatin yang ada di pasaran diragukan
kehalalannya. Penggunaan tulang dan kulit ikan sebagai bahan mentah
merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
17

Identifikasi Molekuler

DNA Barcoding
Isolasi DNA total otot ikan baronang dari tiga spesies (Siganussp.) yang
diteliti menunjukkan hasil yang baik (Gambar 4a). Sampel DNA total dengan
kualitas yang baik dijadikan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen COI
menggunakan teknik PCR. Pita produk PCR berukuran 650 bp menghasilkan
kualitas yang baik (Gambar 4b).

1 2 3 M112 23 43
M

650 bp

a b
Gambar 4a) Isolasi DNA total pada gel agarosa 1,2%. 4b) Elektroforesis DNA
produk PCR. 1) S.fuscescens, 2) S.canaliculatus, 3) S.virgatus

Amplifikasi fragmen DNA gen COI dilakukan dengan penempelan primer


pada suhu optimum sebesar 54C untuk S.virgatusdanS.canaliculatus.
Penempelan primerS.fuscescens dilakukan pada suhu optimum 55C. Tiga sampel
DNA dimurnikan dan disekuensing sehingga diperoleh kualitas sekuen
nukleotida yang baik. Berdasarkan hasil sekuensing gen COI, S. virgatus
memiliki nukleotida sepanjang 680 bp, S. canaliculatus memiliki nukleotida
sepanjang 681 bp dan S. fuscescens memiliki nukleotida sepanjang 656 bp.
Sekuen nukleotida gen COIS. virgatus, dan S. fuscescens diunggah pada
BLASTn (BasicLocal Alignment Search Tool- nucleotide) pada situs NCBI
(National Center for Biotechnology Information) untuk memastikan
kebenarannya dan mengetahui kedekatannya dengan spesies Siganidae yang
bukan berasal dari Kepulauan Seribu.
Hasil perunutan nukleotida diedit secara manual berdasarkan
kromatogram.Tahapan untuk mengedit hasil sekeunsing dilakukan dengan
software bioedit. Hasil sekuensing yang baik ditunjukkan oleh gambar
kromatogram yang memiliki puncak tinggi dan terpisah satu sama lain. Hasil
sekuensing yang kurang baik ditunjukkan oleh gambar kromatogram dengan
puncak landai atau tidak terpisah satu sama lain. Kromatogram yang
menunjukkan puncak landai dan tidak terpisah satu dengan lainnya dihapus. Hasil
kromatogram yang telah diedit selanjutnya disimpan dalam format FASTA.
Software bioedit digunakan untuk melakukan reverse complement sebelum
sekuen di sejajarkan (alignment). Consensus sequence merupakan penggabungan
kedua hasil sekuensing dengan arah yang berbeda. Sekuen inilah yang digunakan
untuk proses kerja lanjutan. Hasil pensejajaran akan dijadikan input dalam
pencarian kesamaan runutan nukleotida berdasarkan marka genetika COI
menggunakan BLAST. Hasil BLAST dapat dilihat pada Tabel 2.
18

Tabel 2 Identifikasi spesies dengan Basic Local Alignment Search Tool-


nucleotide (BLAST)
Kode Spesies pada label Hasil analisis Homologi Kode akses
SV S virgatus Siganus virgatus 99% EU620483.1
SC S canaliculatus Siganus canaliculatus 97% KJ872545.1
SF S fuscescens Siganus fuscescens 98% EU620493.1

Tabel 2 menunjukkan nilai homologi 3 spesies dari Kepulauan Seribu.


Sekuen S. virgatus dari Kepulauan Seribu memiliki nilai homologi sebesar 99%
jika dibandingkan dengan sekuen yang berasal dari Genbank (615/621). Sekuen
S. canaliculatus dari Kepulauan Seribu memiliki nilai homologi sebesar 97% jika
dibandingkan dengan sekuen yang berasal dari Genbank (656/675). Sekuen S.
fuscescensdari Kepulauan Seribu memiliki nilai homologi sebesar 98% jika
dibandingkan dengan sekuen yang berasal dari Genbank ((604/618). Matriks jarak
genetik dapat dilihat pada Tabel 3.
Data dari matriks (Tabel 3) digunakan untuk analisis hubungan
kekerabatan berdasarkan pohon filogeni. Konstruksi pohon filogeni ini
menunjukkan bahwa famili Siganidae dari Kepulauan Seribu terpisah dari famili
Siganidae yang memiliki sekuen berasal dari database (Genbank). Kekerabatan
antar spesies dianalisis dengan konstruksi pohon filogeni menggunakan metode
neighbor joining tree dengan bootstrap 1000X (Gambar 5).

Tabel 3 Matriks jarak genetik fragmen gen cytochrome oxidase subunit 1


(COI)Siganus sp. berdasarkan metode pairwise distance
1 2 3 4 5 6 7
Siganus canaliculatus *
Siganus fuscescens* 0,05
Siganus virgatus* 0,14 0,14
Siganus canaliculatus 0,57 0,57 0,58
Siganus fuscescens 0,57 0,57 0,58 0,01
Siganus virgatus 0,58 0,58 0,58 0,13 0,14
Scomberomorus guttatus 0,74 0,74 0,73 0,76 0,76 0,76
Keterangan1. Siganus canaliculatus *, 2.Siganus fuscescens*, 3. Siganus virgatus*, 4.Siganus
canaliculatus, 5. Siganus fuscescens , 6. Siganus virgatus, 7. Scomberomorus guttatus.

Rekonstruksi pohon filogeni menggunakan metode neighbor joining tree


dengan bootstrap 1000x berhasil mengelompokkan sampel Siganus canaliculatus,
Siganus virgatus, dan Siganus fuscescens. Identifikasi molekuler dari penelitian
ini telah menunjukkan kepastian taksonomi (taxonomy certainty) dari Siganus
sp. Pengelompokkan pada Siganus sp antara basa nukleotida sampel dengan basa
nukleotida yang diperoleh dari Genbank menunjukkan adanya polimorfisme pada
gen COI, dan berpeluang terbentuknya spesies baru. Pengembangan pustaka
barcode dapat dijadikan suatu cara identifikasi sampai tingkat spesies dengan
tingkat kebenaran yang tinggi. Ruas basa dari gen CO1 bermutasi cukup cepat
sehingga dapat membedakan spesies yang hampir mirip (Hebert et al. 2004).
Gambar 5 adalah menunjukkan rekonstruksi pohon filogeni.
19

Gambar 5 Hasil rekonstruksi pohon filogeni berdasarkan ruasCOI mtDNA


menggunakan metode Neighbor Joining Tree bootstrap 1000X

Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamid Gel Electrophoresis (SDS PAGE)


Elektroforesis mampu memisahkan protein dengan baik berdasarkan
titik isoelektrik dan berat molekul. Salah satu jenis elektroforesis yang digunakan
secara luas saat ini adalah SDS PAGE. Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamid
Gel Electrophoresis (SDS PAGE) dinilai lebih menguntungkan dibandingkan
dengan elektroforesis kertas dan elektroforesis pati. Hal ini disebabkan oleh
besarnya pori medium penyangga serta perbandingan konsentrasi akrilamida
dan bis-metilen akrilamida (Bintang 2010).
Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamid Gel Electrophoresis (SDS-
PAGE) digunakan untuk memisahkan protein berdasarkan sifat electrophoretic
mobility (pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan
tingkat migrasi dan berat molekulnya dalam sebuah medan listrik). Berat molekul
protein larut air dari ikan baronang berkisar 12,86 - 98,36 kDa. Tiga jenis ikan
yang digunakan adalah Siganus fuscescens, Siganus canaliculatusdanSiganus
virgatus.Siganus canaliculatusdan Siganus virgatusmenunjukkan pola pita protein
larut air yang hampir sama, namun Siganus fuscescensmenunjukkan pola pita
protein larut air yang berbeda. Berat molekul protein larut air Siganus
canaliculatusberkisar 12,18-86,77 kDa, berat molekul berat Siganus
virgatusberkisar 12,18-98,36 kDa dan berat molekul Siganus fuscescensberkisar
12,18- 34,61 kDa. Gambar 6 menunjukkan pola pita protein hasil SDS-PAGE
ikan baronang.
Protein yang dapat teridentifikasi berdasarkan bobot molekul dari ikan
baronang adalah a-Lactalbumin (14,4 kDa), trypsin inhibitor (20,1 kDa), Carbonic
anhydrase (30 kDa), ovalbumin (45 kDa), albumin (66 kDa) dan phosphorylase
(97 kDa). Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa Siganus canaliculatus dan
Siganus virgatus memiliki protein ovalbumin dan albumin, sedangkan pada
Siganus fuscescens tidak terdeteksi. Nugroho (2012) menunjukkan bahwa bobot
molekul protein albumin berkisar 45-66 kDa. Hal ini menunjukkan bahwa ikan
20

baronang Siganus canaliculatus dan Siganus virgatus memiliki potensi sebagai


sumber protein albumin.

albumin

allergen

metalloprotease

Gambar 6 Pola pita protein ikan baronang. Keterangan: M: marker, 1:Siganus


canaliculatus, 2:Siganus virgatus, 3:Siganus fuscescens

Siganus canaliculatus dan Siganus virgatus memiliki pola pita protein


yang berbeda dengan Siganus fuscescens. Siganus canaliculatus dan Siganus
virgatus memiliki pola pita tebal pada kisaran 20,96-23,76 kDa. Protein ini diduga
sebagai metalloprotease. Leon et al. (2012) melakukan penelitian yang
menunjukkan bahwa berat molekul protein 24 kDa dimiliki oleh antigen
immunodominant. Metalloprotease juga memiliki berat molekul protein sebesar
24 kDa. Frankwich et al. (2012) menyatakan bahwa metalloproteinase dapat
mengurangi inflamasi, meningkatkan fungsi reseptor insulin dan sensitivitas
insulin. Hal ini sesuai dengan kearifan lokal yang mengunakan daging ikan
baronang sebagai penawar racun atau anti peradangan jika terluka oleh duri
siripnya yang tajam.
Gambar 6 menunjukkan adanya pola pita protein larut air pada ketiga
spesies tersebut yang menggambarkan berat molekul dengan kisaran 32,51 40
kDa. Kisaran berat molekul protein tersebut diduga adalah sebuah allergen.
Tarigan (2006) mengemukakan bahwa terdapat aktifitas allergen pada fraksi
protein dengan berat molekul berkisar antara 30-40 kDa. Allergen tersebut adalah
allergen kelompok 10. Kawamoto et al. (2002) menyatakan bahwa allergen
kelompok 10 dikenal dengan bentuk tropomiosin yang juga terdapat pada udang,
siput, tiram, kepiting, lobster, cumi-cumi, dan invertebrata lainnya.

Proksimat Ikan Baronang Siganus fuscescens

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara


kasar (crude) yang meliputi kadar air, protein, lemak, kadar abu, dan karbohidrat.
Holma et al.(2013) menyatakan bahwa pada umumnya ikan terdiri dari 70-84%
21

air, 15-24% protein, 0,1-22% lemak dan 1-2% mineral. Tabel 4 menunjukkan
hasil analisis proksimat ikan baronang.

Tabel 4Proksimat ikan baronang Siganus fuscescens


%
Parameter
Ikan baronang Ikan Mas1 Kembung2 Kerang3
Kadar air 77,95 0,05 79,65 75,97 77,61
Kadar protein 15,93 0,04 16,04 10,23 11,63
Kadar abu 1,01 0,01 1,06 1,02 1,78
Kadar lemak 0,93 0,03 2,51 10,13 5,76
Kadar karbohidrat 4,33 0,03 0,73 2,65 3,22
Keterangan1Pratama et al. (2013)
2
Santoso et al.(2011)
3
Arnanda et al. (2005)

Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air ikan baronang


sebesar 77,95 %. Air merupakan komponen dasar ikan. Air di dalam daging ikan
terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas mudah
dihilangkan dengan cara penguapan atau pengeringan. Air terikat sangat sukar
untuk dihilangkan dari daging ikan walaupun dengan cara pengeringan. Menurut
Davies dan Davies (2009) ikan merupakan bahan makanan yang sangat mudah
rusak karena mengandung kadar air yang cukup tinggi.
Tabel 4 menunjukkan kadar air dari empat spesies yang berbeda. Ikan mas
merupakan ikan dengan kadar air paling tinggi jika dibandingkan dengan
baronang, kembung dan kerang. Perbedaan kandungan air pada keempat jenis
spesies ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalahmusim
penangkapan dan umur spesies. Menurut Arnanda et al. (2005) kadar air dalam
tubuh ikan dan hewan moluska laut berkisar antara 50% - 85% tergantung dari
jenis spesies dan kondisi nutrisi dalam tubuhnya. Faktor lain adalah penangkapan
spesies yang diduga pada saat sedang mengalami proses reproduksi akan
mengalami kehilangan sebagian nutrisi dalam tubuhnya karena digunakan untuk
proses reproduksi dan akan meningkatkan kadar air dalam tubuhnya.
Kandungan protein ikan baronang adalah sebesar 15,93 %. Empat spesies
ikan yang berbeda pada Tabel 4 mempunyai perbedaan kadar protein. Perbedaan
ini dapat disebabkan oleh pakan yang dikonsumsi oleh ikan dan habitat perairan
tempat spesies ikan tersebut. Habitat perairan yang berbeda akan berpengaruh
terhadap sumber pakan ikan tersebut.Ikan baronang adalah ikan karang yang
memiliki habitat di perairan dengan pakan berupa algae. Ikan mas adalah ikan
yang meiliki habitat air tawar, ikan kembung merupakan ikan pelagis dan kerang
bulu memiliki habitat di pasir berlumpur. Ikan dengan kondisi matang gonad juga
akan mempengaruhi kandungan proteinnya khususnya pada betina yang akan
menggunakan protein otot untuk reproduksi.
Edirisinghe et al. (2013) menyatakan bahwa ikan karang memiliki lemak
yang rendah dan protein yang baik namun dapat terjadi perbedaan hasil komposisi
proksimat dengan penelitian sebelumnya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perbedaan komposisi proksimat adalah ukuran, jenis kelamin, umur ikan dan
lokasi penangkapan sampel. Kumar et al. (2014) melakukan penelitian terhadap
komposisi proksimat sejumlah ikan laut, salah satunya adalah Lutjanus lutjanus
22

yang termasuk kedalam ikan karang. Hasil proksimat tersebut adalah kadar air
76,29%, kadar protein 15, 67%, kadar lemak 0,24%, kadar abu 1,54% dan kadar
karbohidrat 0,05%. Komposisi proksimat akan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, pakan, jenis kelamin dan kondisi penangkapan. Saoud et al. (2008)
meneliti tentang komposisi proksimat ikan baronang (Siganus rivulatus) yang
dilakukan secara berkala. Hasil kadar protein ikan tersebut berkisar 17%-22%.
Jenis ikan dan musim penangkapan akan mempengaruhi komposisi proksimat
ikan.
Perbedaan kadar protein yang terukur dapat disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal yaitu lingkungan hidup, musim, cara tangkap dan penyimpanan.
Persentase protein yang relatif tinggi dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi
ikan dan kemampuan penyerapan pada suatu organisme (Fellows 2000). Kadar
abu ikan baronang adalah sebesar 1,01%. Kadar abu ikan baronang tidak berbeda
jauh dengan kadar abu ikan mas dan ikan kembung, namun berbeda jauh dengan
kadar abu kerang yaitu sebesar 1,78%. Perbedaan kadar abu pada spesies yang
berbeda disebabkan oleh kemampuan dalam menyimpan mineral-mineral yang
berasal dari sekitarnya.
Kadar lemak ikan baronang adalah 0,93 %. Nilai ini sangat kecil dan jauh
berbeda dengan ikan lainnya,misal ikan mas, ikan kembung dan kerang bulu
(Tabel 4). Perbandingan kadar lemak ikan karang dengan ikan air tawar, misal
ikan mas (C. carpio) berbeda. Pratama et al. (2013) menyatakan bahwa ikan mas
memiliki kadar lemak sebesar 2,51 %. Pengukuran kandungan lemak akan
dipengaruhi oleh kandungan air yang terukur. Semakin tinggi kadar air yang
keluar dari sampel yang diukur maka akan semakin besar jumlah kadar lemak
yang terukur pada uji proksimat.
Kadar lemak ikan baronang dengan ikan kembung jauh berbeda, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah habitat perairan dan sumber
pakan yang berbeda. Menurut Alfa et al. (2014) kadar lemak yang cukup tinggi
dari suatu organisme digunakan untuk aktivitas yang membutuhkan energi, misal
untuk mengambil makanan maupun untuk pergerakan tubuhnya. Perbedaan nilai
kadar lemak ikan dapat disebabkan oleh variasi musim penangkapan dan variasi
geografis. Variasi usia dan kematangan dalam spesies yang sama juga dapat
menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam jumlah lipid.
Kadar karbohidrat ikan baronang yang terukur pada penelitian ini adalah
sebesar 4,33 %. Kadar karbohidrat ikan baronang paling tinggi dibandingkan
dengan ikan mas, ikan kembung dan kerang bulu. Kadar karbohidrat yang berbeda
berhubungan dengan ketersediaan makanan pada tiap habitat perairan masing-
masing spesies. Ambo-Rappe et al. (2013) menyatakan bahwa ikan baronang
adalah ikan herbivor yang mengkonsumsi lamun di alam. Kecenderungan ikan
baronang untuk memilih lamun jenis tertentu sebagai makanannya diduga terkait
dengan kandungan karbohidrat yang lebih tinggi pada jenis lamun tersebut. Ikan
herbivora membutuhkan karbohidrat sampai 50% dalam pakannya. Ikan herbivora
mampu menghasilkan enzim amilase disepanjang saluran pencernaannya,
sehingga lebih mampu dalam memanfaatkan karbohidrat. Barakat et al. (2011)
menambahkan bahwa frekuensi pakan mempengaruhi pertumbuhan dan
komposisi proksimat ikan baronang (Siganus rivulatus)
Perbedaan kadar karbohidrat juga dapat disebabkan oleh waktu sampling
yang berbeda dan proses metabolisme yang dilakukan oleh tiap spesies pada
23

waktu yang berbeda. Karbohidrat adalah sumber energi untuk melakukan


aktivitas. Pratama et al. (2013) menyatakan bahwa karbohidrat dalam otot ikan
sebagian besar adalah glikogen yang merupakan polimer glukosa. Kandungan
karbohidrat bervariasi menurut musim dan menurun drastis setelah ikan mati.
Komposisi kimia pada tubuh ikan mencirikan kondisi fisiologis dan
kesehatan ikan. Pada umumnya komposisi tubuh ikan diperoleh dengan analisis
proksimat, namun pengukuran kondisi fisiologis juga dapat ditentukan
menggunakan perbandingan hubungan berat dan panjang standar. Perbandingan
berat dengan panjang tubuh disebut dengan berat relatif. Metode perhitungan ini
memberikan perkiraan yang dapat diandalkan untuk menentukan komposisi tubuh
ikan. Meningkatnya berat relatif akan mempengaruhi kadar lemak,kadar protein,
abu dan air dalam tubuh ikan (Brown dan Murphy 1991).

Asam Amino Ikan Baronang Siganus fuscescens

Hasil identifikasi asam amino pada ikan baronang menunjukkan adanya 16


asam amino yang telah terdeteksi. Tabel 5 menunjukkan asam amino yang
terdapat pada ikan baronang. Hasil dari analisis asam amino ikan baronang segar
didapatkan 16 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial dan 7
asam amino non esensial. Asam amino esensial yang terdapat pada ikan baronang
adalah histidina, arginina, treonina, valina, metionina, isoleusina, leusina,
fenilalanina, dan lisina. Asam amino non esensial yang terdapat pada ikan
baronang adalah asam aspartat, asam glutamat, serina, glisina, alanina dan
tirosina. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ikan baronang merupakan ikan
yang mempunyai kandungan asam amino esensial yang tinggi dan sangat
diperlukan oleh tubuh karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan asam
amino tersebut.
Tabel 5 menunjukkan kandungan asam amino pada ikan baronang dan
perbandingannya dengan spesies lain. Kandungan asam amino esensial tertinggi
pada keempat spesies pada umumnya adalah arginina, leusina dan lisina namun
spesies yang berbeda menunjukkan kandungan asam amino yang berbeda. Kadar
arginina, leusina dan lisina ikan baronang lebih rendah dibandingkan dengan ikan
nila dan tuna namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan kerang. Kandungan
asam amino pada keempat spesies yang berbeda disebabkan oleh perbedaan
habitat, pakan, musim tangkap, dan umur panen.
Arginina mempunyai peran penting dalam pembelahan sel, penyembuhan
luka fungsi kekebalan tubuh, pelepasan hormon dan menjaga tekanan darah.
Leusina adalah satu-satunya asam amino yang dapat merangsang sintesis protein
pada otot dan memiliki terapi penting peran dalam kondisi stres seperti terbakar,
trauma, dan sepsis. Sebagai suplemen makanan, leusin telah ditemukan untuk
memperlambat degradasi jaringan otot dengan meningkatkan sintesis protein otot.
Lisina adalah asam amino esensial yang diperlukan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan defisiensi yang menyebabkan defisiensi imun. Lisin juga dapat
digunakan untuk mencegah dan mengobati luka (Mohanty et al.2014).
Kandungan asam amino non esensial dari ikan baronang, ikan nila, ikan
tuna dan kerang menunjukkan bahwa asam glutamat merupakan asam amino non
esensisal tertinggi. Kandungan asam glutamat ikan baronang lebih rendah
dibandingkan dengan ikan nila dan tuna namun lebih tinggi dari kerang. Menurut
24

Perkins (1992) kandungan yang tinggi asam glutamat ini menyebabkan daging
ikan laut menjadi gurih dan manis.

Tabel 5 Asam amino ikan baronangSiganus fuscescens


%
Asam Amino 1
Baronang Nila Tuna2 Kerang3
Esensial
Histidina 0,330,02 0,72 0,96 0,15
Treonina 0,730,02 0,94 0,93 0,39
Arginina 1,020,03 2,45 1,16 0,83
Metionina 0,520,02 0,44 0,23 0,25
Valina 0,760,01 1,62 1,14 0,33
Fenilalanina 0,650,03 1,18 1,01 0,35
I-leusina 0,730,01 1,15 1,19 0,32
Leusina 1,110,01 2,20 1,91 0,67
Lisina 1,300,06 1,62 1,98 0,46
Total 7,15 12,31 10,51 3,75
Non Esensial
Asam aspartat 1,200,02 2,94 2,00 1,13
Asam glutamat 1,980,03 5,27 3,11 1,74
Serina 0,640,03 1,28 0,64 0,52
Glisina 0,710,02 1,06 0,97 0,59
Alanina 0,940,04 1,76 1,41 0,84
Tirosina 0,560,02 0,71 0,70 0,33
Taurina 0,0940,00 - - 0,28
Total 6,13 13,02 8,83 5,43
Keterangan : 1Furuya et al. (2004)
2
Suseno (2015)
3
Abdullah et al. (2013)

Kandungan taurina pada ikan baronang yaitu 0,094%. Kandungan taurina


kerang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan baronang yaitu 0, 28%. Yancey
(2005) menyatakan bahwa taurina adalah asam amino non esensial yang
mengandung sulfur, tetapi tidak termasuk kelompok protein karena tidak memiliki
gugus karboksil (-COOH) yang diperlukan untuk membentuk ikatan
peptida.Taurina sebagian kecil membentuk tripeptida dengan berat molekul
rendah.
Kadam dan Prabhasankar (2010) menyatakan bahwa Taurina berpotensi
untuk dijadikan minuman atau pangan fungsional karena memiliki manfaat yang
baik untuk kesehatan. Taurina banyak dimanfaatkan untuk mereduksi tekanan
darah, meningkatkan kesehatan jantung, dan mereduksi kolesterol dalam darah.
Menurut Litaay (2005) kandungan asam amino pada masing-masing spesies tidak
sama, masing-masing spesies memiliki proses fisiologis yang berbeda. Perbedaan
kandungan asam amino ini juga dapat disebabkan oleh umur, musim
penangkapan, dan tahapan dalam daur hidup organisme.
25

Asam Lemak Ikan Baronang Siganus fuscescens

Total asam lemak yang teridentifikasi adalah sebanyak 27 jenis yaitu 11


jenis SFA (saturated fatty acid), 7 jenis MUFA (monounsaturated fatty acid),
dan 9 jenis PUFA (Tabel 6). Saturated fatty acid (SFA) memiliki nilai tertinggi
dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Hal ini disebabkan oleh pakan yang
mempengaruhi pencernaan ikan. Asam palmitat pada ikan baronang dari
Kepulauan Seribu memiliki nilai tertinggi diantara asam lemak lainnya yaitu
sebesar 19,32 %. Oksuz et al. (2010) menyatakan bahwa asam palmitat dari
Siganus luridus adalah sebesar 28,20 % dan Siganus rivulatus sebesar 32,64 %.
Kandungan asam palmitat keduanya lebih besar dibandingkan dengan ikan
baronang (Siganus sp.) dari Kepulauan Seribu. Tabel 6 menunjukkan kandungan
asam lemak SFA pada ikan baronang, ikan nila, ikan kembung dan kerang. Asam
palmitat ikan baronang memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan
nila dan kembung, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan kerang, hal ini
diduga karena adanya perbedaan habitat dan pakan keempat spesies tersebut
berbeda. Gehring et al. (2009) menyatakan bahwa kandungan lemak dalam otot
ikan sangat bervariasi, hal ini sangat bergantung pada spesies, umur,
pemijahan, pakan , habitat dan tipe otot. Arai et al. (2015) menambahkan bahwa
ikan dari perairan hangat cenderung menunjukkan level asam palmitat yang tinggi
dibandingkan dengan ikan dari perairan dingin. Perbedaan ini terjadi karena
adanya perbedaan metabolisme spesies air dingin dan hangat.
Tabel 6 menunjukkan kandungan MUFA pada ikan baronang dan
dibandingkan dengan 3 psesies dari habitat yang berbeda. Asam oleat ikan
baronang (6,50%) lebih rendah jika dibandingkan dengan ikan nila, namun lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kerang.
Ikan baronang memiliki habitat di perairan karang dengan pakan alami berupa
alga diperairan tersebut. Ikan nila memiliki habitat di perairan tawar yang
memiliki pakan alami berupa plankton, ikan kembung di perairan pelagis yang
umumnya merupakan filter feeder. Kerang adalah biota yang biasanya hidup di
perairan dangkal berpasir dan bersubstrat lumpur.Perbedaan habitat akan
mempengaruhi perbedaan sumber pakan, perbedaan sumber pakan cenderung
mempengaruhi kandungan asam lemak pada tiap spesies.Leblanc et al. (2008)
menyatakan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis
lemak yang dikonsumsi dari lingkungan hidupnya.
Kandungan PUFA ikan baronang (Siganus sp.) dari Kepulauan Seribu
menunjukkan nilai yang tinggi khususnya untuk DHA dan ARA. Jumlah
kandungan DHA dan ARA pada ikan baronang berturut-turut adalah 6,45 % dan
1,20 %. Kandungan ARA ikan baronang lebih tinggi dibandingkan dengan EPA.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Oksuz et al.
(2010) yang menyatakan bahwa kandungan ARA Siganus rivulatus dan Siganus
luridus lebih besar dibandingkan dengan kandungan EPA kedua spesies tersebut.
Asam lemak tertinggi ikan baronang dari jenis PUFA adalah DHA.
Dokosaheksaaenoat (DHA) memiliki kandungan yang tinggi, hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya pada Siganus rivulatus (8,45 %) dan Siganus
luridus (7,94%). Ikan baronang dari kepulauan seribu memiliki kandungan DHA
lebih rendah dibandingkan dengan kedua spesies tersebut yaitu (6,45%).
26

Tabel 6 Komposisi asam lemak ikan baronang

Asam Lemak (%) Baronang Nila1 Kembung2 Kerang3

SFA
Laurat C12:0 0,830,02 0,49 - 0,02
Miristat C14:0 4,550,09 4,20 - 1,61
Pentadekanoat C15:0 1,130,04 - - -
Palmitat C16:0 19,320,38 27,10 25,06 5,67
Heptadekanoat C17:0 1,170,03 1,30 - -
Stearat C18:0 5,850,12 9,40 11,42 3,29
Arakhidonat C20:0 0,850,06 - 4,68 -
Heneikosanoat C21:0 0,160,01 0,40 - -
Behenat C22:0 0,300,00 - 5,58 -
Trikosanoat C23:0 0,060,00 - - -
Lignoserat C24:0 0,170,00 - - -
Total SFA 34,43 43,00 46,74 10,59
MUFA
Miristoleat C14:1 0,040,01 - - -
Palmitoleat C16:1 3,530,07 5,90 2,37 2,36
Cis-11-Eiokosenoat C20:1 0,350,01 - 1,99 -
Nervonat C24:1 0,270,02 - - -
Elaidat C18:1n9t 0,110,01 2,60 - -
Oleat C18:1n9c 6,500,14 26,50 - 1,51
Erukat C22:1n9 0,350,05 - - -
Total MUFA 11,18 35,00 4,36 3,87
PUFA
Cis-11,14-Eikosetrienat C20:2 0,210,01 0,60 - -
Linoleat C18:2n6c 0,640,02 - - 0,59
- Linolenat C18:3n3 0,050,01 - - -
Linolenat C18:3n3 0,230,01 4,80 2,39 0,12
Cis-11,14,17 Eikosetrienat C20:3n3 0,230,17 - - -
Cis-8,11,14-Eikosetrienat C20:3n6 0,090,00 0,60 - -
Arakhidonat C20:4n6 1,210,02 2,10 3,17 1,96
Cis-5,8,11,14,17-
C20:5n3 0,540,01 0,50 10,62 4,06
Eikosapentaeonat
Cis-4,7,10,13,16,19-
C22:6n3 6,450,19 2,60 4,85 3,40
Dokosaheksaaenoat
Total PUFA 9,67 11,2 21,03 10,13
Total asam lemak 55,28 89,2 72,13 24,59
Tidak teridentifikasi 44,72 10,8 27,87 75,41
Jumlah n3 7,51 7,90 17,86 4,18
Jumlah n6 1,95 4,60 3,17 1,96
n3/n6 3,85 1,72 5,63 2,13
Keterangan: 1Jacoebet al. (2013)
2
Muhamad and Mohamad (2012)
3
Abdullah et al. (2013)
27

Tabel 5 menunjukkan perbandingan komposisi DHA ikan baronang, ikan


nila, ikan kembung dan kerang. Dokosaheksaaenoat (DHA) ikan baronang lebih
tinggi jika dibandingkan 3 spesies lainnya. Perbedaan sumber pakan diduga
sebagai faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai DHA. Saito et al. (1999)
menyatakan bahwa perbedaan kandungan asam lemak pada ikan adalah
berdasarkan makanan, ukuran, umur, kondisi reproduksi dan kondisi lingkungan
terutama suhu yang dapat mempengaruhi kandungan lipid dan komposisi asam
lemak.
Dokosaheksaaenoat (DHA) ikan baronang lebih tinggi jika dibandingkan 3
spesies lainnya. Perbedaan sumber pakan diduga sebagai faktor yang
mempengaruhi perbedaan nilai DHA. Saito et al. (1999) menyatakan bahwa
perbedaan kandungan asam lemak pada ikan adalah berdasarkan makanan,
ukuran, umur, kondisi reproduksi dan kondisi lingkungan terutama suhu yang
dapat mempengaruhi kandungan lipid dan komposisi asam lemak.
Dokosaheksaaenoat (DHA) adalah omega 3 asam lemak esensial yang
sangat diperlukan untuk fungsi otak dan retina. Dokosaheksaaenoat merupakan
salah satu struktur bangunan utama fosfolipid membran otak. Dokosaheksaaenoat
dapat meningkatkan perkembangan saraf dan kognitif dengan pangan yang
mengandung n-3 PUFA DHA (Dangour dan Uauy 2008).
Ikan baronang memiliki rasio omega 3/ omega 6 sebesar 3,85%. Rasio ini
masih sesuai denganrekomendasi HMSO (1994) yaitu rasio n-3/n-6 minimum
adalah 0,25. Nilai rasio yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai rasio yang
direkomendasikan dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan. Domiszewski
et al.(2011) menyatakan bahwa rasio n-3/n-6 yang tidak seimbang dapat
menyebabkan penyakit kanker, jantung dan penyakit-penyakit inflamasi lainnya.

Vitamin dan Mineral Ikan Baronang Siganus fuscescens

Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah


kecil untuk berbagai fungsi biokimiawi dan umumnya tidak disintesis oleh
tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. Vitamin bekerja sebagai
katalisator yang memungkinkan tranformasi kimia makronutrien yang biasa
disebut metabolisme. Berdasarkan kelarutannya vitamin dibedakan menjadi dua
yaitu vitamin larut lemak yang terdiri dari vitamin A, D, E dan K, sedangkan
kandungan vitamin larut air yang terdapat pada ikan umumnya adalah B12,
B6, biotin, dan niacin. Hasil uji kandungan vitamin A dan B12 pada ikan
baronang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan kandungan vitamin A pada ikan baronang yang
dibandingkan dengan 4 spesies ikan yang berbeda. Kandungan vitamin A ikan
baronang segar adalah 187,272 IU/100g, kandungan vitamin A ikan mackerel
123,33 IU/100g sedangkan ikan sardine dan tuna memiliki jumlah vitamin A lebih
rendah yaitu 73,33 dan 36,66 IU/100g. Ikan mas yang memiliki habitat air tawar
mempunyai kandungan vitamin A sebesar 146,67 IU/100g. Perbedaan vitamin A
pada masing-masing spesies diduga karena perbedaan pakan yang didapat sesuai
dengan habitat masing-masing spesies, selain itu ukuran spesies juga
mempengaruhi jumlah vitamin A yang terkandung. Alasalvar et al.(2011)
menyatakan komposisi vitamin A dari ikan sangat bervariasi antara spesies satu
28

dan spesies lainnya tergantung pada spesies, usia, jenis kelamin, lingkungan, dan
musim.

Tabel 7 Kandungan vitami A dan B12


Vitamin A Vitamin B12
Spesies
(IU/100g) (g/100g)
Baronang 187,27 2,40 1,40 0,02
Horse mackerel1 123,33 7,2
1
Sardine 73,33 10
1
Tuna 36,66 2,4
2
Ikan Mas 146,67 0,98
Keterangan 1Dias et al.(2003)
2
Steffens (2006)

Roos et al. (2007) meneliti sejumlah spesies ikan air tawar dan pelagis.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa spesies yang kaya akan vitamin A pada
umumnya memakan alga sebagai pakan utamanya, namun ikan pelagis juga
memiliki kandungan vitamin A yang berasal dari plankton. Umur spesies adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan vitamin A. Spesies juvenile akan
memiliki kandungan vitamin A lebih rendah dibandingkan dengan spesies yang
telah mengalami pertumbuhan.
Vitamin B12 (cobalamin) adalah vitamin larut dalam air. Vitamin B12
yang tidak dapat diproduksi dalam tubuh manusia tetapi memiliki fungsi penting
dalam darah, otak dan sistem saraf. Kandungan vitamin B12 ikan baronang adalah
1,40 /100 g.Tabel 6 menunjukkan perbandingan kandungan vitamin B12 antara
ikan baronang dengan ikan horse mackerel, sardine, tuna dan ikan mas. Ikan
baronang memiliki kandungan vitamin B12 lebih rendah jika dibandingankan
dengan ikan horse mackerel, sardine dan tuna, tetapi lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ikan mas yang memiliki habitat diperairan tawar. Menurut
Karmi et al.(2011) vitamin B12 termasuk vitamin yang larut dalam air. Vitamin
B12 berfungsi membantu menjaga kesehatan sel saraf dan sel darah merah serta
untuk replikasi DNA.
Kandungan mineral yang diteliti pada penelitian ini adalah mineral makro
dan mineral mikro. Mineral makromerupakan unsur mineral yang dibutuhkan
dalam jumlah besar, yaitu lebih dari 100 mg/hari. Kelompok mineral makro yang
diamati pada penelitian ini adalah natrium(Na), kalium (K), dan kalsium (Ca).
Mineral mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kurang dari 100 mg/hari.
Kelompok mineral mikro antara lain zat besi (Fe), selenium (Se), dan seng (Zn).
Hasil uji mineral pada ikan baronang dalam mg/100 g dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 menunjukkan bahwa kandungan mineral paling tinggi adalah
kalium yaitu sebesar 1050,95 mg/ 100g. Belitz et al. (2004) menyatakan bahwa
potasium merupakan mineral yang secara langsung berkaitan dengan reaksi
seluler penghasil energi. Kalium dapat meregulasi tekanan osmotik didalam sel
yang terlibat dalam transport membran dan aktivitas beberapa enzim. Penelitian
yang dilakukan oleh Oksuz et al. (2010) mengenai komposisi kimia, asam lemak
dan komposisi proksimat Siganus rivulatus dan Siganus luridus mendapatkan
hasil kandungan mineral tertinggi diantara mineral lain adalah kalium. Hal ini
29

membuktikan bahwa ikan baronang segar memiliki kandungan kalium yang


tinggi.

Tabel 8 Kandungan mineral ikan baronangSiganus fuscescens


mg/100g
Parameter 1
Baronang Ikan Mas Skipjack2 Kerang remis3
Natrium 203,28 30 199,34 521,20
Kalium 1050,95 387 796,65 465,01
Kalsium 25,18 63 50,50 2183,81
Besi 1,82 0,7 6,34 61,76
Zinc 1,32 - 2,47 35,50
Selenium <0,0002 - - <0,001
``Keterangan 1Steffens (2006)
2
Nurjanah et al (2015)
3
Salamah et al. (2012)

Tabel 8 menunjukkan kandungan mineral ikan baronang yang


dibandingkan dengan spesies lain yaitu ikan mas, skipjack dan kerang remis.
Keempat spesies tersebut memiliki habitat di perairan yang berbeda.Berdasarkan
hasil penelitian ikan baronang memiliki kandungan selenium < 0,0002 mg/100 g.
Kandungan selenium merupakan kandungan mineral terkecil pada ikan baronang.
Hal ini membuktikan bahwa ikan baronang bukan merupakan sumber pangan
yang mengandung selenium tinggi. Menurut Gokce et al. (2004) keragaman
komposisi mineral dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis, ukuran,
habitat, letak geografis dan kondisi lingkungan. Menurut Santoso et al. (2007)
perbedaan kandungan mineral pada organisme perairan pada umumnya
dipengaruhi oleh daya absorpsi makanan dari berbagai zat tersuspensi dalam
perairan tempat tinggalnya. Kemampuan absorpsi zat tersuspensi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan, ukuran organisme,
spesies, pH, dan kondisi kelaparan dari organisme tersebut

Struktur Jaringan Ikan Baronang

Histologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari struktur dan sifat


jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang
dipotong tipis.Gambar 7 menunjukkan jaringan kulit ikan baronang baik dalam
bentuk segar maupun yang telah disimpan dalam freezer.Tanda panah pada
Gambar 7 menunjukkan perubahan yang terjadi pada kulit ikan baronang. Kulit
ikan baronang yang telah disimpan dalam freezer mengalami degenerasi, ditandai
dengan tanda panah pada Gambar 7b. Degenerasi sel merupakan perubahan
fungsi biokimiawi, perubahan struktural ataupun kombinasi dari keduanya.
Degenerasi selmerupakan awal terjadinya nekrosis atau kematian sel yang
bersifat ireversibel. Degenerasi sel terjadi akibat berkurangya pasokan oksigen
sehingga metabolisme sel terganggu. Ikan mudah mengalami kebusukan selama
penyimpanan post mortem akibat aktivitas enzim proteolitik baik pada otot
maupun jaringan ikat (Wang et al. 2011).
30

a b
Gambar 7 Penampang melintang kulit ikan baronang a) kulit ikan baronang segar;
b) kulit ikan baronang yang disimpan dalam freezer.
Keterangan: pemutusan jaringan; stratum compactum

Analisis jaringan daging ikan baronang dilakukan untuk melihat perbedaan


struktur daging ikan baronang segar dan struktur daging ikan yang sudah
disimpan dalam freezer. Struktur jaringan daging ikan baronangdapat dilihat pada
Gambar 8. Tanda panah pada gambar menunjukkan perubahan struktur jaringan
daging ikan baronang. Gambar 8a menunjukkan bahwa jaringan lebih kompak
dibandingkan dengan gambar 8b. Miomer sudah mulai terurai menjadi bagian-
bagian kecil, hal ini menunjukkan bahwa sudah terjadi proses kemunduran mutu.
Gambar 8b menunjukkan struktur daging secara keseluruhan lebih kompak,
namun sudah terjadi kerusakan struktur yaitu miomer yang mulai terurai.

a b
Gambar 8 Penampang melintang daging ikan baronang a) daging ikan baronang
segar; b) daging ikan baronang yang disimpan dalam freezer
Keterangan: jarak antar miomer yang masih rapat, jarak
antar miomer yang mulai meluas.

Pengamatan jaringan kulit ikan dengan pewarnaan masson


trichromedilakukan untuk melihat keberadaan kolagen sebagai potensi ikan
baronang dalam bidang non pangan. Pewarnaan kolagen dengan menggunakan
pewarnaan masson's trichrome menunjukkan ciri kolagen dari ketiga spesies ikan
baronang, hal ini dapat dilihat dari jaringan yang terwarnai biru. Gambar 9
menunjukkan jaringan kulit dari tiga spesies ikan baronang. Preparat diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10.
31

a b c
Gambar 9 Irisan kulit baronang. a)S. fuscescens; b) S. canaliculatus; c) S.virgatus
Keterangan: warna biru menunjukkan keberadaan kolagen

Metode trichrome digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan kolagen.


Metode ini mengidentifikasi keberadaan kolagen dengan teknik pewarnaan yang
menggunakan dua atau lebih pewarna anionik yang berhubungan dengan
phosphomolybdic atau asam fosfat. Asam ini dapat dicampurkan dengan pewarna
atau larutan dari reagen yang digunakan. Kolagen diwarnai secara selektif oleh
salah satu pewarna. Warna biru pada (Gambar 9) berasal dari pewarna aniline
blue yang menunjukkan adanya jaringan kolagen, sedangkan phosphotungistic
acid dan orange G mewarnai sitoplasma dan inti sel (Kiernan 1990).
32

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Spesies ikan baronang teridentifikasi sebagai Siganus virgatus, Siganus


fuscescens dan Siganus canaliculiculatus. Berat molekul protein ikan baronang
berkisar 12,86 - 98,36 kD. Asam amino ikan baronang terdiri atas 16 jenis yaitu 9
asam amino esensial dan 7 asam amino non esensial. Asam glutamat merupakan
asam amino tertinggi sebesar 1,98%. Total asam lemak yang teridentifikasi adalah
sebanyak 27 jenis. Kandungan asam lemak tertinggi adalah palmitat, oleat dan
DHA. Jumlah kandungan DHA pada ikan baronang 6,45%. Kandungan vitamin
B12 adalah 1,403 g/100 g dan vitamin A 187,272 IU/100 g. Kandungan mineral
tertinggi adalah potassium (K) yaitu 1050,949 mg/100g. Pengamatan histologi
menunjukkan adanya keberadaankolagen pada jaringan kulit ikan baronang. Ikan
baronang dapat dijadikan sebagai sumber bahan pangan dan non pangan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi molekuler


spesies ikan baronang lainnya agar diketahui semua jenis ikan baronang yang
terdapat di Kepulauan Seribu dan mengembangkan produk olahan dari bahan
baku ikan baronang sebagai sumber pangan fungsional maupun non pangan.
33

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah A, Nurjanah, Hidayat T, Yusei V. 2013. Profil asam amino dan asam
lemak kerang bulu (Anadara antiquata).Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia 16(2): 159-167.
Alasalvar C, Shahidi F, Miyashita K, Wanasundara U. 2011. Handbook of
Seafood Quality, Safety and Health Applications. Iowa (USA): Wiley-
Blackwell.
Albert J, Wahlberg J, Leitner T, Escamilla D, Uhlen M. 1994. Analysis of
a rape case by direct sequencing of the human immunodeficiency
virus type 1 poland gag genes. Journalof Virology 68: 5018-24.
Alfa YM, Ndaumar UI, Salihu AB, Nma NY. 2014. Proximate composition and
mineral components of some species of fish sold in bida fish market.
International Journal Of Current Research In Chemistry And
Pharmaceutical Sciences 1(8):1924.
Ambo-Rappe R, Budimawan, Fahyra HA. 2013. Preferensi makanan dan daya
ramban ikan baronang Siganus canaliculatus pada berbagai jenis lamun.
Masyarakat Iktiologi Indonesia 1-10.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analysis (18 Edn). Association of Official Analytical Chemist Inc.
Mayland: USA.
Arai T, Amalina R, Bachok Z. 2015. Fatty acid composition indicating diverse
habitat use in coral reef fishes in the Malaysian South China Sea.
Biological Research 48(13): 1-5.
Arnanda AD, Ambariyanto, Ridlo A. 2005. Fluktuasi kandungan proksimat
kerang bulu (anadara inflata reeve) di perairan Pantai Semarang. Ilmu
Kelautan 10(2):78-84
Azzurro E, Golani D, Bucciarelli G, Bernardi G. 2006. Genetics of the early
stages of invasion of the Lessepsian rabbitfish Siganus luridus. Journal
of Experimental Marine Biology and Ecology 333: 190 201.
Barakat A, Roumeh R, Meguid NEA, Ghanawi J, Saoud IP. 2011. Feed regimen
affects growth, condition index, proximate analysis and myocyte
ultrastructure of juvenile spinefoot rabbitfish Siganus rivulatus.
Aquaculture Nutrition 17:773-780.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2004. Food chemistry.ISBN 3-540-40817-75.
Springer-Verlag Berlin Heidelberg: Germany.
Bintang M. 2010. Teknik Penelitian Biokimia. Jakarta (ID): Erlangga.
Borsa P, Lemer S, Aurelle D. 2007. Patterns of lineage diversication in
rabbitshes. MolecularPhylogenetics and Evolution 44: 427435.
Brown ML, Murphy BR.1991. Relationship of relative weight (wr) to
proximate composition of juvenile striped bass and hybrid striped bass.
Transactions of the American Fisheries Society 120:509-518.
Burhanudin AI, Budimawan, Sahabuddin. 2014. The rabbitfishes
(familysiganidae) from the coast of sulawesi, indonesia. International
Journal of Plant, Animal and Environmental Sciences 4(4):95-102.
Clark LF. 2015. The current status of DNA barcoding technology for species
identication in sh value chains. Food Policy 54:8594.
34

Dangour AD, Uauy R. 2008. N-3 long-chain polyunsaturated fatty acids for
optimal function during brain development and ageing. Asia Pacific
Journal Clinical Nutrition 17(1):185-188.
Davies RM, Davies OA. 2009. Traditional and improved fish processing
technologies in values of fish. Tropical Science 33:183-189.
Dias MG, Sanchez MV, Bartolo H, Oliveira L. 2003. Vitamin content of fish and
fish products consumed in portugal. Electronic journal of environmental,
agricultural and food Chemistry 2(4): 510-513.
Domiszewski Z, Bienkiewicz G, Plust D. 2011. Effects of different heat
treatments on lipid quality of striped catfish (Pangasius
hypophthalmus). Acta Scientiarum Polonorum Technologia Alimentaria
10(3): 359-373.
Edirisinghe DMA, Cumaranatunga PRT, Radampola K, Kirindearachchige PT.
2013. Analysis of proximate composition and consumer preference of
three reef fish species. Sri Lanka journal Aquatic Science 18:27-36.
Fellows JP. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practise. 2nd
Ed.Woodhead Publ, Lim. England, Cambridge.
Frankwich K, Tibble C, Gonzalez MT, Bonner M, Lefkowitz R. 2012. Proof of
concept: matrix metalloproteinaseinhibitor decreases inflammation and
improves muscle insulin sensitivity in people with type 2 diabetes. Journal
of Inflammation 9(35):1-10.
Furuya WM, Pezzato LE, Barros MM, Pezzato AC, Furuya VRB, Miranda EC.
2004. Use of ideal protein concept for precision formulation of amino acid
levels in sh-meal-free diets for juvenileNile tilapia(Oreochromis
niloticus L.). Aquaculture Research 35:1110-1116.
Gehring CK, Davenport PM, Jaczynzki J. 2009. Functional and nutritional quality
of protein and lipid recovered from fish processing by-products and under
utilized aquatic species using isoelectric solubilization/precipitation.
Current Nutrition and Food Science (5):17-39.
Gokce MA, Tazbozan O, Celik M, Tabakoglu S. 2004. Seasonal variation in
proximate and fatty acid of female common sole (Solea solea). Food
Chemistry 88:419-423.
Gunarso W. 1989. Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat. Institut Pertanian
Bogor:Bogor.
Hebert PDN, Pento EH, Burns JM, Janzen DH, Hallwachs W. 2004. Ten
species in one: DNA barcoding reveals cryptic species in the
neotropical skipper butterfly Astraptes fulgerator. Proceedings of the
National Academy of Sciences 101(41):14812-14817.
[HMSO] Her Majestys Stationery Office. 1994. Nutritional aspects of
cardiovascular disease (report on health and social subjects No. 46).
London. HMSO.
Jacoeb AM, Nurjanah dan Saraswati A. 2013. Kandungan asam lemak dan
kolesterol Kakap Merah (Lutjanus bohar) setelah pengukusan.Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia16(2).
Kadan SU, Prabhasankar P. 2010. Marine food as functional ingredients in
bakery and pasta products. Food Research International 43:1975-1980.
35

Karmi O, Zayed A, Baraghethi S, Qadi M, Ghanem R. 2011. Measurement of


vitamin B12 concentration: A review on available methods.Journal
Institute of Integrative Omics and Applied Biotechnology2(2):23-32.
Kawamoto S, Aki T, Yamashita M, Tategaki A, Fujimura T, Tsuboi S, Katsutani
T, Suzuki O, Shigeta S, Murooko Y dan Ono K. 2002. Toward elucidating
the full spectrum of mite allergens-state of the art. Journal Of Bioscience
And Bioengineering 94:285-298.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice.
Inggris (GB): Pergamon Pr.
Kumar P, Annathai R, Shakila J, Shanmugam. 2014. Proximate and major mineral
composition of 23 medium sized marine fin fishes landed in the
thoothukudi coast of India. Journal Nutrition and Food Science 4(1):1-7.
Kune S. 2007. Pertumbuhan rumput laut yang dibudidaya bersama ikan
Baronang. Jurnal Agrisistem 3(1).
Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, Sirot V. 2008. Lipid and
fatty acid composition of fish and seafood consumed in France. Journal of
Food Composition and Analysis 21(5): 8-16.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of the heat
of bacteriophag T4. Nature. 227(10): 680-685.
Lemer S, Aurelle D, Vigliola L, Duran JD, Borsa P. 2007. Cytochrome b
barcoding, molecular systematic and geographicdifferentiation in
rabbitshes (Siganidae). Comptes Rendus Biologies330:8694
Leon SC, Vargas FD, Landa A, Willms K, Moreno HS, Hernandez GM. 2012.
Identification of immunodominant peptides from gnathostoma
binucleatum. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 87(5):
888 896.
Litaay M. 2005. Peranan nutrisi dalam siklus reproduksi abalone. Journal
Experimental Oseana 75(3): 1-7.
Mansoori F, Sattari A, Kheirandish R, Asli M. 2012. A histological study of the
outer layer of rabbit fish (Siganus javus) eye. Comparative Clinical
Pathology. 1-4.
Mayunar. 1992. Beberapa Aspek Ikan Beronang (Siganus canaliculatus). Oseana
18(4):177-1993.
Mohanty B, Mahanty A, Ganguly S, Sankar TV. 2014. Amino acid compositions
of 27 food fishes and their importance in clinical nutrition. Journal of
Amino Acids 1-7.
Muhamad NA, Mohamad J. 2012. Fatty acids composition of selected
Malaysian fishes. Sains Malaysiana 41(1): 8194.
Nugroho M. 2012. Isolasi albumin dan karakteristik berat molekulhasil
ekstraksi secara pengukusan ikan gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal
Teknologi Pangan 4(1):1-18.
Nurjanah, Suseno SH, Hidayat T, Paramuditha PS, Ekawati Y. 2015. Changes in
nutritional composition of skipjack (Katsuwonus pelamis) due to frying
process. International Food Research Journal 22(5): 2093-2102.
Oksz A, Ozylmaz A, SevimLi H. 2010. Element compositions, fatty acid
profiles, and proximate compositions of Marbled Spinefoot (Siganus
rivulatus, Forsskal, 1775) and Dusky Spinefoot (Siganus luridus,
Ruppell, 1878). Journal of Fisheries Sciences 4(2): 177-183
36

Osako K, Saito H, Kuwaharaa K, and Okamoto A. 2006. Year-round high


arachidonic acid levels in Herbivorous Rabbit Fish Siganus fuscescens
Tissues. Lipids 41(5).
Perkins. 1992. Seafood Handbook, The Advanced, Selling The Benefit; Taste,
nutrition and safety. Rockland. Maine:USA
Pratama IR, Rostini I, Awaludin MY. 2013. Komposisi kandungan senyawa
flavor ikan mas (cyprinus carpio) segar dan hasil pengukusanna. Jurnal
Akuatika 4(1):55-67.
Prithiviraj N, Annadurai D. 2014. An in vitro antimicrobial activity and
bioactivities of protein Isolated from rabbit fish Siganus javus.
International journal of advanced research in biological sciences
1(5):146-157.
Ravago RG, Manglicmotandm MT, Pante JR. 2010. Multiplex PCR and RFLP
approaches for identication of rabbitsh (Siganus) species using
mitochondrial gene regions. Molecular Ecology Resources. 10:741743.
Roos N, Chamnan C, Loeung D, Jakobsen J, Thilsted SH. 2007. Freshwater sh
as a dietary source of vitami n A in Cambodia. Food Chemistry103:
11041111.
Rostini I. 2013. Pemanfaatan daging limbah fillet ikan kakap merah sebagai
bahan baku surimi untuk produk perikanan. Jurnal Akuatika 4(2):141-
148.
Schneider JC, Laarman PC, Gowing H. 2000. Length-weight relationship.
Chapter 17 in Schneider, J.C. (ed.) 2000. Manual of fisheries survey
methods II. With periodic updates. Michigan Department of Natural
Resources. Fisheries Special Report 25. Ann Arbor.
Saito H, Yamashiro R, Alasalvar C, Konno T. 1999. Influence of diet on fatty
acids of three subtropic al fish, subfamily caesioninae(Caesio diagramma
and C. tile) and family siganidae (Siganus canaliculatus).Lipids34: 1073
1082.
Saitoo N, Nei M.1987. The Neighbor-joining method: a new method for
reconstructing phylogenetic trees. Molecular Biology and Evolution 4(4):
406-425.
Salamah E, Purwaningsih S, Kurnia R. 2012. Kandungan mineral remis
(corbicula javanica) akibat proses pengolahan. Jurnal Akuatika 3(1):
74-83.
Santoso J, Ling F, Handayani R. 2011. Pengaruh pengkomposisian dan
penyimpanan dingin terhadap perubahan karakteristik surimi ikan pari
(trygon sp.) dan ikan kembung (Rastrelliger Sp.). Jurnal Akuatika
2(2):115
Santoso J, Nurjanah, Abi I. 2007. Kandungan dan kelarutan mineral pada cumi
cumi Loligo sp. dan udangLitopenaeus vannamei. Jurnal Ilmu-Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia 1: 7-12.
Saoud IP, Batal M, Ghanawi J, Lebbos N. 2008. Seasonal evaluation of
nutritional benefits of two fish species inthe eastern Mediterranean Sea.
International Journal of Food Science and Technology 43:538-542.
Steffens W. 2006. Freshwater fish wholesome foodstuffs. Bulgarian Journal of
Agricultural Science 12:320-328.
37

Sumarto, Rengi P. 2014. Pengembangan penerapan produksi bersih hasil


pengolahan perikanan berbasis ikan patin. Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup Universitas Riau 1-13.
Suseno H. 2015. Proximate, fatty acid, amino acid and mineral composition of
tuna (Thunnus sp.)by-product from west sumatra province, indonesia.
Pakistan Journal of Nutrition 14 (1): 62-66.
Suvik A, Effendy AWM. 2012. The use of modified massons trichrome
staining in collagen evaluation in wound healing study. Malaysian
Journal of Veterinary Research 3(1): 39-47.
Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S. 2011. Mega 5:
molecular evolutionary genetics analysis using maximum likelihood,
evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Molecular
Biology and Evolution 28(10): 2731-2739.
Tarigan S. 2006. Identifikasi dan karakterisasi alergen Sarcoptes scabiei. Jurnal
Ilmu Ternak dan Veteriner11(1): 52-60.
Wambiji N, Ohtomi J, Fulanda B, Kimani E, Kulundu N, Hossain M. 2008.
Morphometric relationship and condition factor of Siganus stellatus, S.
canaliculatus and S. sutor (Pisces: Siganidae) from the Western
Indian Ocean Waters. South Pacific Studies 29(1).
Wang PA, Vang B, Pedersen AM, Martinez I, Olsen RL. 2011. Post-
mortem degradation of myosin heavy chain in intact fish muscle:
effects of pH and enzyme inhibitors. Journal Food Chemistry
124(3):1090-1095.
Yancey PH. 2005. Organic osmolytes as compatible, metabolic and
counteracting cytoprotectants in high osmolarity and other stresses.
Experimental Biology 208 (10): 2819-2830.
38

Lampiran 1 Sampel ikan baronang yang digunakan

Siganus virgatus Siganus fuscescens Siganus canaliculatus

Lampiran 2Komposisi separating gel dan stacking gel SDS PAGE

Komponen Separating gel (8%) Stacking gel (4%)


Akrilamid 30% 2,67 mL 0,67 mL
Bufer separating 2,5 mL -
Bufer stacking - 1,25 mL
Akuades 2,72 mL 3 mL
APS 10% 100 L 50 L
TEMED 10 L 5 L

Lampiran 3 Komposisi larutan elektroforesis

Larutan Komposisi
Akrilamid
Akrilamid 30% Bis Akrilamid
Akuades
Tris pH 8,8
Bufer separating SDS 0,4%
Akuades
Tris pH 6,8
Bufer stacking SDS0,4%
Akuades
Tris 25 mM
Glisin 192 mM
Bufer running
SDS 0,1%
pH buffer 8,3
Tris HCl pH 6.8
Bufer loading dye
Gliserol
(sampel native)
Bromphenol blue
CBB
Metanol 45%
Larutan staining
Asam asetat glasial 10%
Akuades
Metanol 10%
Larutan destaining Asam asetat glasial 10%
Akuades
39

Lampiran 4 Perhitungan berat molekul protein larut air

Sampel Run Band Rf a b BM BMkD


4.9 0.7 0.142857 0.8891 5.0654 86773.22 86.77
4.9 1.4 0.285714 0.8891 5.0654 64769.63 64.77
4.9 1.6 0.326531 0.8891 5.0654 59577.41 59.58
4.9 1.9 0.387755 0.8891 5.0654 52558.98 52.56
4.9 2.1 0.428571 0.8891 5.0654 48345.62 48.35
4.9 2.5 0.510204 0.8891 5.0654 40905.11 40.91
4.9 3.05 0.622449 0.8891 5.0654 32507.28 32.51
4.9 3.8 0.77551 0.8891 5.0654 23762.6 23.76
SC
4.9 4.1 0.836735 0.8891 5.0654 20963.28 20.96
4.9 4.2 0.857143 0.8891 5.0654 20105.47 20.11
4.9 4.4 0.897959 0.8891 5.0654 18493.73 18.49
4.9 4.55 0.928571 0.8891 5.0654 17370.29 17.37
4.9 4.7 0.959184 0.8891 5.0654 16315.1 16.32
4.9 4.8 0.979592 0.8891 5.0654 15647.5 15.65
4.9 4.95 1.010204 0.8891 5.0654 14696.96 14.70
4.9 5.4 1.102041 0.8891 5.0654 12177.99 12.18
4.9 0.4 0.081633 0.8891 5.0654 98360.43 98.36
4.9 0.7 0.142857 0.8891 5.0654 86773.22 86.77
4.9 1.4 0.285714 0.8891 5.0654 64769.63 64.77
4.9 1.7 0.346939 0.8891 5.0654 57139.54 57.14
4.9 1.9 0.387755 0.8891 5.0654 52558.98 52.56
4.9 2.1 0.428571 0.8891 5.0654 48345.62 48.35
4.9 2.5 0.510204 0.8891 5.0654 40905.11 40.91
4.9 3.05 0.622449 0.8891 5.0654 32507.28 32.51
SV 4.9 3.8 0.77551 0.8891 5.0654 23762.6 23.76
4.9 3.9 0.795918 0.8891 5.0654 22790.24 22.79
4.9 4.1 0.836735 0.8891 5.0654 20963.28 20.96
4.9 4.3 0.877551 0.8891 5.0654 19282.77 19.28
4.9 4.5 0.918367 0.8891 5.0654 17736.98 17.74
4.9 4.6 0.938776 0.8891 5.0654 17011.19 17.01
4.9 4.7 0.959184 0.8891 5.0654 16315.1 16.32
4.9 4.8 0.979592 0.8891 5.0654 15647.5 15.65
4.9 5.4 1.102041 0.8891 5.0654 12177.99 12.18
4.9 3.05 0.622449 0.8891 5.0654 32507.28 32.51
4.9 3.2 0.653061 0.8891 5.0654 30532.56 30.53
4.9 3.4 0.693878 0.8891 5.0654 28084.94 28.08
SJ 4.9 3.6 0.734694 0.8891 5.0654 25833.53 25.83
4.9 3.9 0.795918 0.8891 5.0654 22790.24 22.79
4.9 4.1 0.836735 0.8891 5.0654 20963.28 20.96
4.9 4.4 0.897959 0.8891 5.0654 18493.73 18.49
40

Run Band Rf a b BM BMkD


4.9 4.5 0.918367 0.8891 5.0654 17736.98 17.74
4.9 4.8 0.979592 0.8891 5.0654 15647.5 15.65
4.9 5 1.020408 0.8891 5.0654 14393.13 14.39
4.9 5.4 1.102041 0.8891 5.0654 12177.99 12.18

Lampiran 5 Komposisi asam amino ikan baronang

Hasil % rata-
Parameter stdev %
U1 U2 U3 rata
Esensial
Histidina 0.34 0.34 0.31 0.33 0.02 0.330.02
Treonina 0.74 0.75 0.71 0.73 0.02 0.730.02
Arginina 1.01 1.05 1.00 1.02 0.03 1.020.03
Metionina 0.51 0.54 0.50 0.52 0.02 0.520.02
Valina 0.76 0.76 0.75 0.76 0.01 0.760.01
Fenilalanina 0.65 0.68 0.63 0.65 0.03 0.650.03
I-leusina 0.72 0.74 0.72 0.73 0.01 0.730.01
Leusina 1.12 1.1 1.12 1.11 0.01 1.110.01
Lisina 1.33 1.33 1.23 1.30 0.06 1.300.06
Total 7.18 7.29 6.97 7.15 0.16 7.150.16
Non Esensial
Aspartic acid 1.22 1.19 1.20 1.20 0.02 1.200.02
Glutamic acid 2.01 1.96 1.98 1.98 0.03 1.980.03
Serine 0.64 0.68 0.62 0.65 0.03 0.640.03
Glycine 0.72 0.71 0.69 0.71 0.02 0.710.02
Alanine 0.93 0.98 0.91 0.94 0.04 0.940.04
Tyrosine 0.55 0.58 0.54 0.56 0.02 0.560.02
Taurina 0.089 0.094 0.0981 0.094 0.00 0.0940.00
Total 6.16 6.19 6.04 6.13 0.08 6.130.08
Lampiran 6 Komposisi asam lemak ikan baronang

Hasil (% w/w)
Parameter rata-rata stdev %
U1 U2 U3
Saturated Fatty acids (SFA )
Laurat C12:0 0.85 0.81 0.84 0.83 0.02 0,830,02
Miristat C14:0 4.59 4.45 4.62 4.55 0.09 4,550,09
Pentadekanoat C15:0 1.13 1.1 1.18 1.14 0.04 1,130,04
Palmitat C16:0 19.34 18.94 19.7 19.33 0.38 19,320,38
Heptadekanoat C17:0 1.17 1.15 1.21 1.18 0.03 1,170,03
Stearat C18:0 5.84 5.74 5.98 5.85 0.12 5,850,12
Arakhidonat C20:0 0.83 0.81 0.92 0.85 0.06 0,850,06
Heneikosanoat C21:0 0.16 0.16 0.17 0.16 0.01 0,160,01
Behenat C22:0 0.30 0.3 0.3 0.30 0.00 0,300,00
Trikosanoat C23:0 0.06 0.06 0.06 0.06 0.00 0,060,00
Lignoserat C24:0 0.17 0.17 0.17 0.17 0.00 0,170,00
Total SFA 34.44 33.69 35.15 34.43 0.73
Monounsatura ted fatty acids (MUFA)
Miristoleat C14:1 0.04 0.04 0.05 0.04 0.01 0,040,01
Palmitoleat C16:1 3.53 3.47 3.6 3.53 0.07 3,530,07
Cis-11-Eiokosenoat C20:1 0.35 0.35 0.37 0.36 0.01 0,350,01
Nervonat C24:1 0.26 0.26 0.3 0.27 0.02 0,270,02
Elaidat C18:1n9t 0.11 0.11 0.12 0.11 0.01 0,110,01
Oleat C18:1n9c 6.49 6.38 6.65 6.51 0.14 6,500,14
Erukat C22:1n9 0.30 0.38 0.39 0.36 0.05 0,350,05
41
Hasil (% w/w)
42

Parameter rata-rata stdev %


U1 U2 U3
Total MUFA 11.08 10.99 11.48 11.18 0.26
Polyunsat urated fatty acids (PUFA)
Miristoleat C20:2 0.21 0.21 0.22 0.21 0.01 0,210,01
Palmitoleat C18:2n6c 0.64 0.63 0.66 0.64 0.02 0,640,02
Cis-11-Eiokosenoat C18:3n3 0.06 0.04 0.05 0.05 0.01 0,050,01
Nervonat C18:3n3 0.23 0.24 0.24 0.24 0.01 0,230,01
Elaidat C20:3n3 0.11 0.35 0.23 0.17 0,230,17
Oleat C20:3n6 0.09 0.09 0.09 0.09 0.00 0,090,00
Erukat C20:4n6 1.22 1.19 1.23 1.21 0.02 1,210,02
Miristoleat C20:5n3 0.54 0.55 0.55 0.55 0.01 0,540,01
Palmitoleat C22:6n3 6.47 6.25 6.63 6.45 0.19 6,450,19
Total PUFA 9.57 9.55 9.67 9.67 0.06
43

Lampiran 7 Komposisi vitamin ikan baronang

Hasil
Parameter rata-rata Satuan stdev Hasil
U1 U2 U3
Vitamin A 188.705 188.613 184.499 187.272 IU/100gr 2.40 187.272.40
Vitamin B12 1.423 1.405 1.382 1.403 g/100gr 0.02 1.400.02

Lampiran 8 Komposisi mineral ikan baronang

Hasil (mg/100g)
Parameter rata-rata stdev mg/100g
U1 U2 U3
Na 202.392 201.798 205.643 203.28 2.07 203.282.07
K 1053.589 1061.713 1037.545 1050.95 12.30 1050.9512.30
Ca 24.928 26.587 24.027 25.18 1.30 25.181.30
Fe 1.818 1.817 1.839 1.82 0.01 1.820.01
Zn 1.329 1.318 1.30 1.32 0.01 1.320.01
Se <0.0002 <0.0002 <0.0002 <0.0002 <0.0002 <0.0002
44

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 September 1987 sebagai putri


dari pasangan suami istri Bapak Supardi dan Ibu Westri Ambarsih. Penulis yang
merupakan anak ke-1 dari 2 bersaudara menyelesaikan program sarjana jurusan
Biologi, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tahun 2010. Penulis bekerja
selama 2 tahun (2011-2013) sebagai QC analis mikrobiologi pada PT. Orang Tua
Group dan ditahun yang sama kemudian melanjutkan studi pascasarjana S2 di IPB
jurusan Teknologi Hasil Perairan.

Anda mungkin juga menyukai