SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK I IKAN BARONANG DARI KEPULAUAN SERIBU
SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN NON PANGAN MELALUI KAJIAN
MOLEKULER, KIMIA DAN MIKROSKOPIS
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Asadatun Abdullah, SPi , MSM, MSi.
Judul Tesis : Karakteristik Ikan Baronang dari Kepulauan Seribu
Sebagai Bahan Pangan dan Non Pangan Melalui Kajian
Molekuler, Kimia dan Mikroskopis
Nama : Lita Ayu Wahyuningtyas
NIM : C351124041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai Mei 2015
ini ialah Karakteristik Ikan Baronang dari Kepulauan Seribu sebagai Pangan dan
Non Pangan Melalui Kajian Molekuler, Kimia dan Mikroskopis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
2. Dr Ir Wini Trilaksani MSc selaku Ketua Program Studi THP yang telah
membantu tahapan penyelesaian studi dan penelitian.
3. Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol, Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan Dr
Ir Nurlisa A. Butet MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan masukan kepada Penulis dari tahap awal pelaksanaan penelitian
sampai pada tahap akhir penulisan karya ilmiah ini.
4. Dr Tati Nurhayati SPi, Msi selaku perwakilan program studi yang telah
membantu tahapan penyelesaian studi, memberikan masukan dan saran
kepada penulis dalam penyelesaian tesis
5. Dr. Asadatun Abdullah, SPi, MSM, MSi selaku penguji tesis yang telah
banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis.
6. Penelitian Institusi (PI) Baronang yang telah memberikan dana penelitian
serta dukungan dan kesempatan untuk penelitian ini.
7. Seluruh keluarga, terutama kedua orang tua dan adik atas doa dan dukungan
yang tidak pernah putus sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.
8. Seluruh rekan THP 2012, THP 2013 dan THP 2014 serta teman-teman
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan yang telah
diberikan.
9. Seluruh kolega laboratorium biologi molekular akuatik MSP IPB (Wahyu,
Panji, Findra, Agus, Yuyun, Syamsul, Dewi, Siska, Lela, Fajrin, Yustin,
Lusita, Febi, Dani), staf laboratorium terpadu FPIK IPB (Paqih).
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 METODE 4
Waktu dan Tempat Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Prosedur Kerja 5
Pengambilan Sampel 7
Isolasi dan Ekstraksi DNA 8
Amplifikasi DNA 8
Perunutan Basa-Basa Nukleotida (Sekuensing) 8
Analisis Data 8
Pemisahan Protein dengan SDS PAGE 9
Analisis Proksimat 9
Analisis Kandungan Asam Amino 10
Analisis Asam Lemak 11
Analisis Vitamin A 12
Analisis Vitamin B12 12
Mineral 13
Pengamatan Histologi dengan Pewarnaan HE 13
Pengamatan Histolgi dengan Pewarnaan Masson's trichrome 14
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Morfometrik Ikan Baronang 15
Proporsi Bagian Tubuh Ikan Baronang 16
Identifikasi Molekuler 17
Proksimat Ikan Baronang Siganus Fuscescens 20
Asam Amino Ikan Baronang Siganus Fuscescens 23
Asam Lemak Ikan Baronang Siganus Fuscescens 25
Vitamin dan Mineral Ikan Baronang Siganus Fuscescens 27
Struktur Jaringan Ikan Baronang 27
4 SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 44
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan baronang (Siganus sp.) merupakan ikan yang tersebar luas di wilayah
Indo-Pasifik dari pantai timur Afrika sampai Polynesia, selatan Jepang sampai
utara Australia. Ikan baronang atau "rabbitfish" termasuk ke dalam keluarga
Siganidae dan merupakan salah satu ikan ekonomis penting di Filipina,
Hongkong, Singapura, Taiwan, China, Malaysia dan Indonesia. Ikan ini juga
dikenal dengan nama samadar (Sunda/ Banten), safy (Kuwait), dengkis
(Malaysia), pehtor (China) dan barangen (Filipina). Mayunar (1992) menyatakan
bahwa ikan baronang di Indonesia baru ditemukan 12 jenis yang dikumpulkan
dari Teluk Banten, Tanjung Pinang, Ujung Pandang dan Kepulauan Seribu. Jenis
ikan baronang yang banyak ditemukan di Kepulauan Seribu adalahS. guttatus, S.
canaliculatus, S. javus,S. virgatus, S. fuscescens, dan S. vermiculatus.
Oksuz et al. (2010) menyatakan bahwa ikan merupakan suatu bahan
pangan yang memiliki kandungan protein tinggi, lemak jenuh rendah dan juga
mengandung asam lemak omega yang berperan untuk menjaga kesehatan. Ikan
kaya akan gizi terutama protein, mineral dan lemak, serta penghasil terbesar asam
lemak omega khususnya eicosapentaenoic (EPA) dan docosahexaenoic (DHA)
yang bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Oksuz et al.
(2010) mengenai profil lemak, komposisi proksimat dan komposisi mineral pada
ikan baronang memberikan informasi bahwa ikan baronang kaya akan kandungan
EPA, DHA, potassium dan fosfor.
Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun non pangan.
Kulit ikan banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan
kerupuk kulit ikan, gelatin, kulit olahan, bahan perekat,serta sumber kolagen
untuk kosmetik. Selain kulit, kolagen pada ikan baronang banyak terkandung di
bagian sclera, hal ini dinyatakan pada penelitian Mansoori et al.(2012) yang
melakukan pengamatan histologi dari lapisan luar mata Siganus javus.
Ikan baronang merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Peningkatan
permintaan terhadap ikan baronang tidak dapat mengandalkan stok dari alam
sehingga budidaya ikan baronang mulai dikembangkan (Kune 2007). Ikan ini
termasuk ikan herbivora, namun bila dibudidayakan ikan ini mampu memakan
makanan apa saja yang diberikan misal pakan buatan. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Oksuz et al. (2010) mengenai elemen komposisi, asam lemak
profil,dan komposisi proksimat Siganus rivulatus dan Siganus luridus melaporkan
bahwa ikan baronang memiliki potensi sebagai sumber bahan pangan dan non
pangan. Penelitian mengenai karakteristik ikan baronang dari Kepulauan Seribu
untuk mengeksplorasi potensinya belum dilaporkan. Penelitian mengenai
karakteristik ikan baronang dari Kepulauan Seribu melalui kajian molekuler,
kimia dan mikroskopis sebagai sumber bahan pangan dan non pangan perlu
dilakukan.
Penelitian ikan baronang yang sudah dilakukan antara lain mengenai
diversifikasi pola garis keturunan ikan baronang (Borsa et al. 2007), tahap invasi
awal secara genetik Siganus luridus (Azzuro et al. 2006), hubungan morfometrik
dengan kondisi lingkungan Siganidae (Wambiji et al. 2008), beberapa aspek ikan
baronang (Mayunar 1992), bioaktivitas dan aktivitas antimikroba dari
2
isolatprotein Siganus javus (Pritiviraj dan Annadurai 2014), level asam arakidonat
pada jaringan Siganus fuscecens (Osako et al. 2006). Lemer et al. (2007)
mengkaji tentang kekerabatan ikan baronang berdasarkan marka molekuler
cytochromeb (cyt b).
Salah satu kendala yang dihadapi pada pemanfaatan ikan baronang adalah
identifikasi spesies. Morfologi yang hampir sama pada ukuran juvenile
merupakan kendala yang dialami dalam identifikasi ikan baronang tersebut. Selain
itu, ikan baronang dalam bentuk fillet tidak dapat dibedakan dengan jenis ikan
lainnya. Metode yang akurat perlu diterapkan untuk mengidentifikasi ikan
baronang. DNA barcode merupakan sistemyang dirancang untuk
identifikasispesies dengan cepat, akurat, danautomatabledengan menggunakan
daerah gen pendeksebagai standar penanda spesies.
Menurut Clark LF (2015) DNA bercoding dianjurkan sebagai instrument
autentikasi spesies untuk mengatasi masalah substitusi dan mislabelling dari fillet
dan produk ikan. Teknologi DNA barcoding dianjurkan sebagai instrumen
kebijakan yang efektif untuk meningkatkan kapasitas sistem kontrol makanan
secara efektif dan mengatur autentikasi spesies di pasar produk ikan.Food and
Agriculture Organization (FAO) mendukung sistem universal DNA barcoding
untuk identifikasi ikan karena dapat mencegah kesalahan identifikasi.
Pemahaman tentang karakteristik kimia dan mikroskopis ikan baronang
menjadi hal yang penting karena dengan mengetahui informasi mengenai
kandungan asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral ikan baronang maka
akan dapat dilakukan pemanfaatan yang optimal. Pengamatan histologisterhadap
kulit juga diperlukan untuk menentukan ada dan tidaknya kolagen pada jaringan
tersebut.
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
2 METODE
Bahan
Alat
yang digunakan untuk uji vitamin A dan B12 serta mineral adalah pengujian
vitamin A dan B12 menggunakan adalah HPLC Varian 940-LC (Shimadzu,
Jepang). Analisis mineral menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) varian AA-6330 (Agilent,Australia) lampu katode, pipet mohr 5mL dan 10
mL, labu takar 50 mL, 100mL, 500 mL dan 1000 mL, corong, labu semprot dan
kertas tissue. Alat yang digunakan untuk preparasi histologi ikan adalah
mikroskop Olympus tipe CX41 dengan tipe kamera DP21, gelas objek dan pisau
mikrotom.
Prosedur Kerja
Produk PCR
Sekuensing
electropherogram
Pengukuran morfometrik
Fillet ikan
Karakterisasi kimia:
Proksimat
Asam amino
Asam lemak
Vitamin A dan B12
Mineral
Preparasi sampel
Fiksasi
Dehidrasi
Clearing
Embedding
Trimming
Preparat awetan
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel ikan baronang dilakukan diperairan Kepulauan
Seribu. Pengambilan sampel dilakukan oleh nelayan kemudian sampel
dikumpulkan didalam sebuah wadah berisi air.Sampel yang telah didapat
dipreparasi dan dimasukkan kedalam alkohol 96% untuk dilakukan identifikasi
molekuler. Sampel lain dipreparasi untuk dihitung proporsi bagian tubuh ikan dan
kandungan kimianya. Sampel histologi dipreparasi untuk pemeriksaan
mikroskopis dengan memasukkan jaringan daging beserta kulitnya ke dalam
larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) untuk analisis mikroskopi dengan
pewarnaan hematoxilin eosin dan pewarnaan masson trichrome.
8
Amplifikasi DNA
Amplifikasi ruas gen COI DNA mitokondria dilakukan menggunakan
primer gen COI yang didesain oleh Butet (unpublished data 2013). Reaksi PCR
dilakukan dalam volume 25 L yang mengandung buffer PCR mix 12,5 L Kapa,
1,5 L primer forward; 1,5 L primer reverse; 4,5 L air dan 5 L cetakan DNA.
Reaksi PCR dilakukan dengan kondisi pradenaturasi pada suhu 94oC selama 5
menit, kemudian dilanjutkan 35 siklus yang terdiri atas denaturasi suhu 94oC
selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 54oC selama 1,5 menit,
pemanjangan 72oC selama 2 menit, pemanjangan akhir suhu 72oC selama 5 menit
dan pendinginan pada suhu 15oC selama 10 menit. Kualitas produk PCR diamati
menggunakan agarosa 1,2% pada elektroforesis yang dijalankan pada tegangan
100 V selama 60 menit kemudian divisualisasi di bawah monitor UV.
Analisis Data
Runutan nukleotida dianalisis dan dikoreksi menggunakan program
Bioedit. Hasil tersebut kemudian dimasukkan kedalam program BLASTn pada
GenBank untuk diketahui identitas runutan nukleotidanya. Runutan nukleotida
kemudian dianalisis menggunakan program MEGA 5 (Tamura et al. 2011).Jarak
genetik dan rekonstruksi pohon filogeni menggunakan Neighbor joining (Saitoo
dan Nei 1987).
9
Kadar Air
Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian mengeringkannya pada
oven bersuhu 105C selama 3 jam. Sampel didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang hasilnya. Kadar air ditentukan dengan rumus:
W
% kadar air = W1 x 100 %
Kadar lemak
Sampel seberat 2 gram (W1) disebar di atas kapas yang beralaskan kertas
saring dan digulung. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu
lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan
10
refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang
ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak,
selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C, setelah itu labu
dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak
ditentukan dengan rumus:
W3-W2
Kadar Lemak = x 100 %
Wl
Keterangan :
W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
Kadar Protein
Sampel ditimbangseberat 0,5 gram dan dimasukkan kedalam labu kjeldahl
100mL. Selenium sebanyak 2 gram dan H2SO4 pekat sebanyak 25 mL
ditambahkan ke dalam labu kjeldahl. Larutan dipanaskan sampai jernih kehijauan,
diencerkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Larutan sebanyak 5 mL
dimasukkan kedalam alat penyuling, kemudianditambah 5 mL NaOH 30%.
Larutan asam borat 2% sebanyak 10 mL digunakan untuk menyuling dan titrasi
dengan larutan HCl 0,01 N. Perhitungan kadar protein ditentukan dengan rumus:
(V1-V2) x Nx 0,014x fk x fp
Kadar Protein = x 100 %
W
Keterangan:
Kadar Karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar
karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal ini karena karbohidrat
sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
empat tahap, yaitu: tahap pembuatan hidrolisat protein, tahap pengeringan, tahap
derivatisasi dan tahap injeksi serta analisis asam amino.
a.Tahap pembuatan hidrolisat protein
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dihancurkan. Sampel yang telah
hancur ditambah HCl 6 N sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 100 oC selama 24 jam. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat
reaksi hidrolisis.
b.Tahap pengeringan
Sampel disaring dengan kertas saring milipore. Penyaringan bertujuan
agar larutan yang dihasilkan benar-benar bersih, terpisah dari padatan. Hasil
saringan diambil sebanyak 30 L dan ditambah 30 L larutan pengering.
Larutan pengering dibuat dari campuran metanol, pikotiosianat dan trietilamin
dengan perbandingan 4:4:3.
c.Tahap derivatisasi
Larutan derivatisasi sebanyak 30 L ditambah pada hasil pengeringan,
larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat, dan trietilamin
dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah
untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel, selanjutnya dilakukan
pengenceran dengan cara menambahkan 20 mL asetonitril 60% atau buffer
natrium asetat 1 M, lalu dibiarkan selama 20 menit.
d.Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 40 L untuk diinjeksikan ke dalam
HPLC. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan
dengan pembuatan kromatogram standar menggunakan asam amino yang telah
siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan
asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:
a.Tahap ekstraksi
Asam lemak diperoleh dengan metode sokhlet, setelah itu ditimbang
sebanyak 0,02 g lemak dalam bentuk minyak.
ultrasonic dan didiamkan pada suhu ruang sampai dingin. Metanol sebanyak 25
mL ditambahkan dan ditepatkan sampai volume 50 mL dengan asam asetat 2%.
Sampel disentrifuse selama 30 menit pada 4.000 rpm. Supernatan dipisahkan
untuk disuntikkan ke high performance liquid chromatography (HPLC). Sistem
yang digunakan yaitu kolom C18, fase gerak metanol 350 mL,hexan sulfonik 1 g,
asam asetat 10 mL, panjang gelombang 280 nm, laju alir 0,5 mL/menit, volume
injeksi 20 L, dan detektor flouresensi.
Proses pengabuan basah pada pengujian mineral Ca, K, Na, Fe, Zn, dan Se
dilakukan dengan penimbangan sampel sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dengan ukuran 125 mL. Sebanyak 5 mL HNO3 ditambahkan ke
dalam labu dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Labu
dipanaskan diatas hotplate selama 4 - 6 jam dengan temperatur rendah dan
dibiarkan selama semalam dalam keadaan sampel tertutup dalam ruang asam.
H2SO4 pekat sebanyak 0,4 mL ditambahkan dan dipanaskan di atas hotplate
sampai larutan lebih pekat selama 1 jam. HClO4 dan HNO3 ditambahkan (2:1)
sebanyak 2-3 tetes, sampel tetap berada di atas hotplate hingga terjadi perubahan
warna dari coklat, kuning tua ke kuning muda selama 1 jam. Setelah terdapat
perubahan warna, pemanasan dilanjutkan 10-15 menit. Sampel dipindahkan,
didinginkan dan ditambah 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat. Larutan
dipanaskan kembali agar sampel larut ( 15 menit) kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 100 mL. Apabila terdapat endapan, larutan disaring dalam glass
wool. Hasil pengabuan basah dianalisis menggunakanAtomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) Shimadzu tipe AA-7000 untuk analisis berbagai
mineral.
Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke AAS, kemudian diukur
absorbansinya atau tinggi puncak dari standar blanko dan contoh pada panjang
gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan
spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 589,0 nm (Na), 766,5
nm (K), 422,7 nm (Ca), 248,3 nm (Fe), dan 213,9 nm (Ze). Setelah diperoleh
absorbansi standar, antara konsentrasi standar (sebagai sumbu Y) dihubungkan
dengan absorban standar (sebagai sumbu X) sehingga diperoleh kurva standar
mineral dengan persamaan garis linier y=ax+b yang digunakan untuk perhitungan
konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan
mengalikan dengan absorbansi contoh.
20,09%3,79 daging
kulit
45,67%1,89
kepala
tulang
jeroan
20,78%1,85
7,27%0,59
Gambar 3 Proporsi bagian tubuh ikan baronang
Identifikasi Molekuler
DNA Barcoding
Isolasi DNA total otot ikan baronang dari tiga spesies (Siganussp.) yang
diteliti menunjukkan hasil yang baik (Gambar 4a). Sampel DNA total dengan
kualitas yang baik dijadikan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen COI
menggunakan teknik PCR. Pita produk PCR berukuran 650 bp menghasilkan
kualitas yang baik (Gambar 4b).
1 2 3 M112 23 43
M
650 bp
a b
Gambar 4a) Isolasi DNA total pada gel agarosa 1,2%. 4b) Elektroforesis DNA
produk PCR. 1) S.fuscescens, 2) S.canaliculatus, 3) S.virgatus
albumin
allergen
metalloprotease
air, 15-24% protein, 0,1-22% lemak dan 1-2% mineral. Tabel 4 menunjukkan
hasil analisis proksimat ikan baronang.
yang termasuk kedalam ikan karang. Hasil proksimat tersebut adalah kadar air
76,29%, kadar protein 15, 67%, kadar lemak 0,24%, kadar abu 1,54% dan kadar
karbohidrat 0,05%. Komposisi proksimat akan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, pakan, jenis kelamin dan kondisi penangkapan. Saoud et al. (2008)
meneliti tentang komposisi proksimat ikan baronang (Siganus rivulatus) yang
dilakukan secara berkala. Hasil kadar protein ikan tersebut berkisar 17%-22%.
Jenis ikan dan musim penangkapan akan mempengaruhi komposisi proksimat
ikan.
Perbedaan kadar protein yang terukur dapat disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal yaitu lingkungan hidup, musim, cara tangkap dan penyimpanan.
Persentase protein yang relatif tinggi dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi
ikan dan kemampuan penyerapan pada suatu organisme (Fellows 2000). Kadar
abu ikan baronang adalah sebesar 1,01%. Kadar abu ikan baronang tidak berbeda
jauh dengan kadar abu ikan mas dan ikan kembung, namun berbeda jauh dengan
kadar abu kerang yaitu sebesar 1,78%. Perbedaan kadar abu pada spesies yang
berbeda disebabkan oleh kemampuan dalam menyimpan mineral-mineral yang
berasal dari sekitarnya.
Kadar lemak ikan baronang adalah 0,93 %. Nilai ini sangat kecil dan jauh
berbeda dengan ikan lainnya,misal ikan mas, ikan kembung dan kerang bulu
(Tabel 4). Perbandingan kadar lemak ikan karang dengan ikan air tawar, misal
ikan mas (C. carpio) berbeda. Pratama et al. (2013) menyatakan bahwa ikan mas
memiliki kadar lemak sebesar 2,51 %. Pengukuran kandungan lemak akan
dipengaruhi oleh kandungan air yang terukur. Semakin tinggi kadar air yang
keluar dari sampel yang diukur maka akan semakin besar jumlah kadar lemak
yang terukur pada uji proksimat.
Kadar lemak ikan baronang dengan ikan kembung jauh berbeda, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah habitat perairan dan sumber
pakan yang berbeda. Menurut Alfa et al. (2014) kadar lemak yang cukup tinggi
dari suatu organisme digunakan untuk aktivitas yang membutuhkan energi, misal
untuk mengambil makanan maupun untuk pergerakan tubuhnya. Perbedaan nilai
kadar lemak ikan dapat disebabkan oleh variasi musim penangkapan dan variasi
geografis. Variasi usia dan kematangan dalam spesies yang sama juga dapat
menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam jumlah lipid.
Kadar karbohidrat ikan baronang yang terukur pada penelitian ini adalah
sebesar 4,33 %. Kadar karbohidrat ikan baronang paling tinggi dibandingkan
dengan ikan mas, ikan kembung dan kerang bulu. Kadar karbohidrat yang berbeda
berhubungan dengan ketersediaan makanan pada tiap habitat perairan masing-
masing spesies. Ambo-Rappe et al. (2013) menyatakan bahwa ikan baronang
adalah ikan herbivor yang mengkonsumsi lamun di alam. Kecenderungan ikan
baronang untuk memilih lamun jenis tertentu sebagai makanannya diduga terkait
dengan kandungan karbohidrat yang lebih tinggi pada jenis lamun tersebut. Ikan
herbivora membutuhkan karbohidrat sampai 50% dalam pakannya. Ikan herbivora
mampu menghasilkan enzim amilase disepanjang saluran pencernaannya,
sehingga lebih mampu dalam memanfaatkan karbohidrat. Barakat et al. (2011)
menambahkan bahwa frekuensi pakan mempengaruhi pertumbuhan dan
komposisi proksimat ikan baronang (Siganus rivulatus)
Perbedaan kadar karbohidrat juga dapat disebabkan oleh waktu sampling
yang berbeda dan proses metabolisme yang dilakukan oleh tiap spesies pada
23
Perkins (1992) kandungan yang tinggi asam glutamat ini menyebabkan daging
ikan laut menjadi gurih dan manis.
SFA
Laurat C12:0 0,830,02 0,49 - 0,02
Miristat C14:0 4,550,09 4,20 - 1,61
Pentadekanoat C15:0 1,130,04 - - -
Palmitat C16:0 19,320,38 27,10 25,06 5,67
Heptadekanoat C17:0 1,170,03 1,30 - -
Stearat C18:0 5,850,12 9,40 11,42 3,29
Arakhidonat C20:0 0,850,06 - 4,68 -
Heneikosanoat C21:0 0,160,01 0,40 - -
Behenat C22:0 0,300,00 - 5,58 -
Trikosanoat C23:0 0,060,00 - - -
Lignoserat C24:0 0,170,00 - - -
Total SFA 34,43 43,00 46,74 10,59
MUFA
Miristoleat C14:1 0,040,01 - - -
Palmitoleat C16:1 3,530,07 5,90 2,37 2,36
Cis-11-Eiokosenoat C20:1 0,350,01 - 1,99 -
Nervonat C24:1 0,270,02 - - -
Elaidat C18:1n9t 0,110,01 2,60 - -
Oleat C18:1n9c 6,500,14 26,50 - 1,51
Erukat C22:1n9 0,350,05 - - -
Total MUFA 11,18 35,00 4,36 3,87
PUFA
Cis-11,14-Eikosetrienat C20:2 0,210,01 0,60 - -
Linoleat C18:2n6c 0,640,02 - - 0,59
- Linolenat C18:3n3 0,050,01 - - -
Linolenat C18:3n3 0,230,01 4,80 2,39 0,12
Cis-11,14,17 Eikosetrienat C20:3n3 0,230,17 - - -
Cis-8,11,14-Eikosetrienat C20:3n6 0,090,00 0,60 - -
Arakhidonat C20:4n6 1,210,02 2,10 3,17 1,96
Cis-5,8,11,14,17-
C20:5n3 0,540,01 0,50 10,62 4,06
Eikosapentaeonat
Cis-4,7,10,13,16,19-
C22:6n3 6,450,19 2,60 4,85 3,40
Dokosaheksaaenoat
Total PUFA 9,67 11,2 21,03 10,13
Total asam lemak 55,28 89,2 72,13 24,59
Tidak teridentifikasi 44,72 10,8 27,87 75,41
Jumlah n3 7,51 7,90 17,86 4,18
Jumlah n6 1,95 4,60 3,17 1,96
n3/n6 3,85 1,72 5,63 2,13
Keterangan: 1Jacoebet al. (2013)
2
Muhamad and Mohamad (2012)
3
Abdullah et al. (2013)
27
dan spesies lainnya tergantung pada spesies, usia, jenis kelamin, lingkungan, dan
musim.
Roos et al. (2007) meneliti sejumlah spesies ikan air tawar dan pelagis.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa spesies yang kaya akan vitamin A pada
umumnya memakan alga sebagai pakan utamanya, namun ikan pelagis juga
memiliki kandungan vitamin A yang berasal dari plankton. Umur spesies adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan vitamin A. Spesies juvenile akan
memiliki kandungan vitamin A lebih rendah dibandingkan dengan spesies yang
telah mengalami pertumbuhan.
Vitamin B12 (cobalamin) adalah vitamin larut dalam air. Vitamin B12
yang tidak dapat diproduksi dalam tubuh manusia tetapi memiliki fungsi penting
dalam darah, otak dan sistem saraf. Kandungan vitamin B12 ikan baronang adalah
1,40 /100 g.Tabel 6 menunjukkan perbandingan kandungan vitamin B12 antara
ikan baronang dengan ikan horse mackerel, sardine, tuna dan ikan mas. Ikan
baronang memiliki kandungan vitamin B12 lebih rendah jika dibandingankan
dengan ikan horse mackerel, sardine dan tuna, tetapi lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ikan mas yang memiliki habitat diperairan tawar. Menurut
Karmi et al.(2011) vitamin B12 termasuk vitamin yang larut dalam air. Vitamin
B12 berfungsi membantu menjaga kesehatan sel saraf dan sel darah merah serta
untuk replikasi DNA.
Kandungan mineral yang diteliti pada penelitian ini adalah mineral makro
dan mineral mikro. Mineral makromerupakan unsur mineral yang dibutuhkan
dalam jumlah besar, yaitu lebih dari 100 mg/hari. Kelompok mineral makro yang
diamati pada penelitian ini adalah natrium(Na), kalium (K), dan kalsium (Ca).
Mineral mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kurang dari 100 mg/hari.
Kelompok mineral mikro antara lain zat besi (Fe), selenium (Se), dan seng (Zn).
Hasil uji mineral pada ikan baronang dalam mg/100 g dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 menunjukkan bahwa kandungan mineral paling tinggi adalah
kalium yaitu sebesar 1050,95 mg/ 100g. Belitz et al. (2004) menyatakan bahwa
potasium merupakan mineral yang secara langsung berkaitan dengan reaksi
seluler penghasil energi. Kalium dapat meregulasi tekanan osmotik didalam sel
yang terlibat dalam transport membran dan aktivitas beberapa enzim. Penelitian
yang dilakukan oleh Oksuz et al. (2010) mengenai komposisi kimia, asam lemak
dan komposisi proksimat Siganus rivulatus dan Siganus luridus mendapatkan
hasil kandungan mineral tertinggi diantara mineral lain adalah kalium. Hal ini
29
a b
Gambar 7 Penampang melintang kulit ikan baronang a) kulit ikan baronang segar;
b) kulit ikan baronang yang disimpan dalam freezer.
Keterangan: pemutusan jaringan; stratum compactum
a b
Gambar 8 Penampang melintang daging ikan baronang a) daging ikan baronang
segar; b) daging ikan baronang yang disimpan dalam freezer
Keterangan: jarak antar miomer yang masih rapat, jarak
antar miomer yang mulai meluas.
a b c
Gambar 9 Irisan kulit baronang. a)S. fuscescens; b) S. canaliculatus; c) S.virgatus
Keterangan: warna biru menunjukkan keberadaan kolagen
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah A, Nurjanah, Hidayat T, Yusei V. 2013. Profil asam amino dan asam
lemak kerang bulu (Anadara antiquata).Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia 16(2): 159-167.
Alasalvar C, Shahidi F, Miyashita K, Wanasundara U. 2011. Handbook of
Seafood Quality, Safety and Health Applications. Iowa (USA): Wiley-
Blackwell.
Albert J, Wahlberg J, Leitner T, Escamilla D, Uhlen M. 1994. Analysis of
a rape case by direct sequencing of the human immunodeficiency
virus type 1 poland gag genes. Journalof Virology 68: 5018-24.
Alfa YM, Ndaumar UI, Salihu AB, Nma NY. 2014. Proximate composition and
mineral components of some species of fish sold in bida fish market.
International Journal Of Current Research In Chemistry And
Pharmaceutical Sciences 1(8):1924.
Ambo-Rappe R, Budimawan, Fahyra HA. 2013. Preferensi makanan dan daya
ramban ikan baronang Siganus canaliculatus pada berbagai jenis lamun.
Masyarakat Iktiologi Indonesia 1-10.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analysis (18 Edn). Association of Official Analytical Chemist Inc.
Mayland: USA.
Arai T, Amalina R, Bachok Z. 2015. Fatty acid composition indicating diverse
habitat use in coral reef fishes in the Malaysian South China Sea.
Biological Research 48(13): 1-5.
Arnanda AD, Ambariyanto, Ridlo A. 2005. Fluktuasi kandungan proksimat
kerang bulu (anadara inflata reeve) di perairan Pantai Semarang. Ilmu
Kelautan 10(2):78-84
Azzurro E, Golani D, Bucciarelli G, Bernardi G. 2006. Genetics of the early
stages of invasion of the Lessepsian rabbitfish Siganus luridus. Journal
of Experimental Marine Biology and Ecology 333: 190 201.
Barakat A, Roumeh R, Meguid NEA, Ghanawi J, Saoud IP. 2011. Feed regimen
affects growth, condition index, proximate analysis and myocyte
ultrastructure of juvenile spinefoot rabbitfish Siganus rivulatus.
Aquaculture Nutrition 17:773-780.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2004. Food chemistry.ISBN 3-540-40817-75.
Springer-Verlag Berlin Heidelberg: Germany.
Bintang M. 2010. Teknik Penelitian Biokimia. Jakarta (ID): Erlangga.
Borsa P, Lemer S, Aurelle D. 2007. Patterns of lineage diversication in
rabbitshes. MolecularPhylogenetics and Evolution 44: 427435.
Brown ML, Murphy BR.1991. Relationship of relative weight (wr) to
proximate composition of juvenile striped bass and hybrid striped bass.
Transactions of the American Fisheries Society 120:509-518.
Burhanudin AI, Budimawan, Sahabuddin. 2014. The rabbitfishes
(familysiganidae) from the coast of sulawesi, indonesia. International
Journal of Plant, Animal and Environmental Sciences 4(4):95-102.
Clark LF. 2015. The current status of DNA barcoding technology for species
identication in sh value chains. Food Policy 54:8594.
34
Dangour AD, Uauy R. 2008. N-3 long-chain polyunsaturated fatty acids for
optimal function during brain development and ageing. Asia Pacific
Journal Clinical Nutrition 17(1):185-188.
Davies RM, Davies OA. 2009. Traditional and improved fish processing
technologies in values of fish. Tropical Science 33:183-189.
Dias MG, Sanchez MV, Bartolo H, Oliveira L. 2003. Vitamin content of fish and
fish products consumed in portugal. Electronic journal of environmental,
agricultural and food Chemistry 2(4): 510-513.
Domiszewski Z, Bienkiewicz G, Plust D. 2011. Effects of different heat
treatments on lipid quality of striped catfish (Pangasius
hypophthalmus). Acta Scientiarum Polonorum Technologia Alimentaria
10(3): 359-373.
Edirisinghe DMA, Cumaranatunga PRT, Radampola K, Kirindearachchige PT.
2013. Analysis of proximate composition and consumer preference of
three reef fish species. Sri Lanka journal Aquatic Science 18:27-36.
Fellows JP. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practise. 2nd
Ed.Woodhead Publ, Lim. England, Cambridge.
Frankwich K, Tibble C, Gonzalez MT, Bonner M, Lefkowitz R. 2012. Proof of
concept: matrix metalloproteinaseinhibitor decreases inflammation and
improves muscle insulin sensitivity in people with type 2 diabetes. Journal
of Inflammation 9(35):1-10.
Furuya WM, Pezzato LE, Barros MM, Pezzato AC, Furuya VRB, Miranda EC.
2004. Use of ideal protein concept for precision formulation of amino acid
levels in sh-meal-free diets for juvenileNile tilapia(Oreochromis
niloticus L.). Aquaculture Research 35:1110-1116.
Gehring CK, Davenport PM, Jaczynzki J. 2009. Functional and nutritional quality
of protein and lipid recovered from fish processing by-products and under
utilized aquatic species using isoelectric solubilization/precipitation.
Current Nutrition and Food Science (5):17-39.
Gokce MA, Tazbozan O, Celik M, Tabakoglu S. 2004. Seasonal variation in
proximate and fatty acid of female common sole (Solea solea). Food
Chemistry 88:419-423.
Gunarso W. 1989. Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat. Institut Pertanian
Bogor:Bogor.
Hebert PDN, Pento EH, Burns JM, Janzen DH, Hallwachs W. 2004. Ten
species in one: DNA barcoding reveals cryptic species in the
neotropical skipper butterfly Astraptes fulgerator. Proceedings of the
National Academy of Sciences 101(41):14812-14817.
[HMSO] Her Majestys Stationery Office. 1994. Nutritional aspects of
cardiovascular disease (report on health and social subjects No. 46).
London. HMSO.
Jacoeb AM, Nurjanah dan Saraswati A. 2013. Kandungan asam lemak dan
kolesterol Kakap Merah (Lutjanus bohar) setelah pengukusan.Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia16(2).
Kadan SU, Prabhasankar P. 2010. Marine food as functional ingredients in
bakery and pasta products. Food Research International 43:1975-1980.
35
Larutan Komposisi
Akrilamid
Akrilamid 30% Bis Akrilamid
Akuades
Tris pH 8,8
Bufer separating SDS 0,4%
Akuades
Tris pH 6,8
Bufer stacking SDS0,4%
Akuades
Tris 25 mM
Glisin 192 mM
Bufer running
SDS 0,1%
pH buffer 8,3
Tris HCl pH 6.8
Bufer loading dye
Gliserol
(sampel native)
Bromphenol blue
CBB
Metanol 45%
Larutan staining
Asam asetat glasial 10%
Akuades
Metanol 10%
Larutan destaining Asam asetat glasial 10%
Akuades
39
Hasil % rata-
Parameter stdev %
U1 U2 U3 rata
Esensial
Histidina 0.34 0.34 0.31 0.33 0.02 0.330.02
Treonina 0.74 0.75 0.71 0.73 0.02 0.730.02
Arginina 1.01 1.05 1.00 1.02 0.03 1.020.03
Metionina 0.51 0.54 0.50 0.52 0.02 0.520.02
Valina 0.76 0.76 0.75 0.76 0.01 0.760.01
Fenilalanina 0.65 0.68 0.63 0.65 0.03 0.650.03
I-leusina 0.72 0.74 0.72 0.73 0.01 0.730.01
Leusina 1.12 1.1 1.12 1.11 0.01 1.110.01
Lisina 1.33 1.33 1.23 1.30 0.06 1.300.06
Total 7.18 7.29 6.97 7.15 0.16 7.150.16
Non Esensial
Aspartic acid 1.22 1.19 1.20 1.20 0.02 1.200.02
Glutamic acid 2.01 1.96 1.98 1.98 0.03 1.980.03
Serine 0.64 0.68 0.62 0.65 0.03 0.640.03
Glycine 0.72 0.71 0.69 0.71 0.02 0.710.02
Alanine 0.93 0.98 0.91 0.94 0.04 0.940.04
Tyrosine 0.55 0.58 0.54 0.56 0.02 0.560.02
Taurina 0.089 0.094 0.0981 0.094 0.00 0.0940.00
Total 6.16 6.19 6.04 6.13 0.08 6.130.08
Lampiran 6 Komposisi asam lemak ikan baronang
Hasil (% w/w)
Parameter rata-rata stdev %
U1 U2 U3
Saturated Fatty acids (SFA )
Laurat C12:0 0.85 0.81 0.84 0.83 0.02 0,830,02
Miristat C14:0 4.59 4.45 4.62 4.55 0.09 4,550,09
Pentadekanoat C15:0 1.13 1.1 1.18 1.14 0.04 1,130,04
Palmitat C16:0 19.34 18.94 19.7 19.33 0.38 19,320,38
Heptadekanoat C17:0 1.17 1.15 1.21 1.18 0.03 1,170,03
Stearat C18:0 5.84 5.74 5.98 5.85 0.12 5,850,12
Arakhidonat C20:0 0.83 0.81 0.92 0.85 0.06 0,850,06
Heneikosanoat C21:0 0.16 0.16 0.17 0.16 0.01 0,160,01
Behenat C22:0 0.30 0.3 0.3 0.30 0.00 0,300,00
Trikosanoat C23:0 0.06 0.06 0.06 0.06 0.00 0,060,00
Lignoserat C24:0 0.17 0.17 0.17 0.17 0.00 0,170,00
Total SFA 34.44 33.69 35.15 34.43 0.73
Monounsatura ted fatty acids (MUFA)
Miristoleat C14:1 0.04 0.04 0.05 0.04 0.01 0,040,01
Palmitoleat C16:1 3.53 3.47 3.6 3.53 0.07 3,530,07
Cis-11-Eiokosenoat C20:1 0.35 0.35 0.37 0.36 0.01 0,350,01
Nervonat C24:1 0.26 0.26 0.3 0.27 0.02 0,270,02
Elaidat C18:1n9t 0.11 0.11 0.12 0.11 0.01 0,110,01
Oleat C18:1n9c 6.49 6.38 6.65 6.51 0.14 6,500,14
Erukat C22:1n9 0.30 0.38 0.39 0.36 0.05 0,350,05
41
Hasil (% w/w)
42
Hasil
Parameter rata-rata Satuan stdev Hasil
U1 U2 U3
Vitamin A 188.705 188.613 184.499 187.272 IU/100gr 2.40 187.272.40
Vitamin B12 1.423 1.405 1.382 1.403 g/100gr 0.02 1.400.02
Hasil (mg/100g)
Parameter rata-rata stdev mg/100g
U1 U2 U3
Na 202.392 201.798 205.643 203.28 2.07 203.282.07
K 1053.589 1061.713 1037.545 1050.95 12.30 1050.9512.30
Ca 24.928 26.587 24.027 25.18 1.30 25.181.30
Fe 1.818 1.817 1.839 1.82 0.01 1.820.01
Zn 1.329 1.318 1.30 1.32 0.01 1.320.01
Se <0.0002 <0.0002 <0.0002 <0.0002 <0.0002 <0.0002
44
RIWAYAT HIDUP