i
= Pengaruh faktor perlakuan pada taraf ke-i
ij
= Pengaruh galat percobaan karena faktor perlakuan pada taraf ke-i dan
ulangan ke-j
Hipotesis:
(a) Penentuan konsentrasi optimum enzim papain
Ho: Konsentrasi enzim papain tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
NTT/NTB hidrolisat protein ikan lele dumbo
Hi : Konsentrasi enzim papain berpengaruh nyata terhadap nilai
NTT/NTB hidrolisat protein ikan lele dumbo
21
(b) Waktu hidrolisis
Ho: Waktu hidrolisis tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB
hidrolisat protein ikan lele dumbo
Hi : Waktu hidrolisis berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB
hidrolisat protein ikan lele dumbo
Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam
(ANOVA). Apabila hasil analisis menunjukkan berpengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Rumus uji lanjut Duncan adalah :
DMRT
=R
(p,v)
KTG
r
Keterangan:
DMRT =Nilai baku uji lanjut Duncan (Duncan Multiple Range Test)
R (p,v) =Nilai yang ditentukan dari tabel analisis ragam
KTG =Kuadrat tengah galat
r =Jumlah ulangan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Aktivitas dan Konsentrasi Protein Enzim Papain
Enzim merupakan protein yang memiliki aktivitas katalisis untuk
menurunkan energi aktivasi suatu reaksi sehingga konversi substrat menjadi
produk dapat berlangsung lebih cepat (Damodaran 1996). Enzim yang digunakan
dalam hidrolisis protein ikan lele dumbo pada penelitian ini adalah enzim papain.
Krishnaiah et al. (2002) menyatakan bahwa enzim papain diperoleh dengan cara
mengekstraksi getah yang disadap dari bagian buah yang masih muda maupun
daun tanaman pepaya (Carica papaya). Ekstrak kasar papain umumnya
dikeringkan dalam skala besar dengan metode spray drying.
Informasi penting yang perlu diketahui sebelum menggunakan enzim
dalam proses hidrolisis protein adalah aktivitas enzim (jumlah substrat yang
dikonversi menjadi produk per satuan waktu) (Damodaran 1996). Aktivitas enzim
papain yang digunakan dalam reaksi hidrolisis protein ikan lele dumbo sebesar
0,595 U/ml (Lampiran 3), hal ini berarti 1 ml enzim papain 1,25% (b/v) dapat
mengkatalisis reaksi hidrolisis untuk mengkonversi 0,595 mol substrat protein
per menit menjadi produk hidrolisat protein ikan lele dumbo.
Konsentrasi protein dalam enzim papain ditentukan dengan metode
Bradford, yaitu protein akan berikatan dengan Coomassie Briliant Blue G-250,
kemudian nilai absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer.
Keunggulan metode Bradford adalah praktis dan cepat (Bradford 1976). Kurva
standar penentuan konsentrasi protein enzim papain dapat dilihat pada Gambar 5.
Konsentrasi protein enzim papain yang diperoleh adalah sebesar 0,456 mg/ml
(Lampiran 4), hal ini berarti 1 ml enzim papain 1,25% (b/v) mengandung protein
dengan konsentrasi sebesar 0,456 mg.
Aktivitas spesifik enzim papain yang digunakan dalam proses hidrolisis
protein ikan lele dumbo adalah 1,305 U/mg protein (Lampiran 5), hal ini berarti
setiap 1 mg protein enzim papain dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis untuk
mengkonversi sebesar 1,305 mol substrat protein ikan lele dumbo per menit
Nilai aktivitas spesifik enzim papain tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
enzim papain komersial yang diproduksi oleh SIGMA, yaitu 10 U/mg protein.
23
y =0.149x +0.049
R =0.94
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
A
b
s
o
r
b
a
n
(
=
5
9
5
n
m
)
Konsentrasi protein enzim papain (mg/ml)
Gambar 5 Kurva standar penentuan konsentrasi protein enzim papain.
Enzim papain yang telah disimpan dalam waktu cukup lama akan
mengalami penurunan aktivitas spesifik. Aktivitas spesifik enzim papain dapat
dipertahankan agar tidak menurun drastis dengan menyimpan enzim papain pada
suhu rendah. Penelitian Wang et al. (2008) menunjukkan enzim papain dapat
mengalami penurunan aktivitas sebesar 50% setelah 60 hari penyimpanan pada
suhu 4 C dan menurun sebesar 95% setelah 24 hari penyimpanan pada suhu
ruang. Aktivitas autolisis maupun gangguan stabilitas struktur protein enzim
papain dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan aktivitas enzim papain.
Enzim papain dalam bentuk ekstrak kasar dan tidak diimobilisasi memiliki
aktivitas spesifik yang lebih rendah dibandingkan enzim papain murni maupun
yang diimobilisasi. Metode pemurnian enzim papain telah digunakan adalah
metode pengendapan dan kromatografi. Penelitian Nitsawang et al. (2006)
menunjukkan bahwa pemurnian enzim papain juga dapat dilakukan menggunakan
metode ekstraksi dua tahap dengan pelarut polietilen glikol dan amonium sulfat.
Penelitian Wang et al. (2008) menunjukkan teknik imobilisasi enzim dapat
meningkatkan stabilitas enzim papain baik terhadap suhu maupun waktu
penyimpanan. Enzim papain dapat diimobilisasi menggunakan partikel silika dan
nanopartikel perak.
24
0.05
(a)
0.21
(b)
0.21
(b)
0.25
(c)
0.29
(d)
0.34
(e) 0.35
(e)
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0 1 2 3 4 5 6
N
T
T
/
N
T
B
Konsentrasi enzim (% b/v)
Senyawa aktivator dan inhibitor enzim papain juga dapat mempengaruhi
aktivitas enzim papain. Krishnaiah et al. (2002) menyatakan bahwa aktivitas
spesifik enzim papain akan meningkat dengan adanya penambahan senyawa
aktivator seperti sistein, sulfit dan H
2
S. Penelitian Szabelski et al. (2001)
menunjukkan bahwa pelarut organik seperti MeOH, EtOH, DMF, MeCN, TFE
dan (MeO)
2
yang dicampur dengan substrat flourogenik juga dapat menurunkan
aktivitas katalisis enzim papain dalam reaksi hidrolisis.
4.2 Penentuan Konsentrasi Optimum Enzim Papain
Konsentrasi enzim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
aktivitas enzim dalamreaksi hidrolisis. Informasi mengenai konsentrasi optimum
enzim sangat penting untuk menentukan seberapa banyak enzim yang dibutuhkan
agar reaksi hidrolisis dapat berjalan optimal (Whitaker 1996). Konsentrasi
optimum enzim papain pada hidrolisis protein ikan lele dumbo dapat diketahui
dengan melakukan uji kadungan nitrogen total terlarut (NTT) dibandingkan
dengan nitrogen total bahan (NTB) sehingga diperoleh nilai NTT/NTB.
Konsentrasi optimum enzim papain ditunjukkan dengan nilai NTT/NTB yang
semakin tinggi. Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo
dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
konsentrasi enzim papain yang berbeda (Superskrip yang berbeda
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)).
25
Gambar 6 menunjukan pengaruh konsentrasi enzim papain terhadap nilai
NTT/NTB dari hidrolisat protein ikan lele dumbo. Hasil analisis ragam
(Lampiran 6) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa konsentrasi
enzim papain berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB. Hasil uji lanjut
Duncan (Lampiran 7) menunjukkan bahwa nilai NTT/NTB dari konsentrasi enzim
5% dan 6% tidak berbeda nyata. Konsentrasi enzim 5% memiliki nilai NTT/NTB
sebesar 0,34 dan konsentrasi enzim 6% memiliki nilai NTT/NTB sebesar 0,35%.
Nilai NTT/NTB dari konsentrasi 5% dan 6% berbeda nyata dengan nilai
NTT/NTB dari konsentrasi enzim yang lain, sehingga konsentrasi enzim 5%
adalah konsentrasi enzim papain yang paling optimum.
Rasio antara konsentrasi enzim papain terhadap substrat yang semakin
tinggi dapat memperbesar peluang terjadinya reaksi hidrolisis protein. Molekul
enzim papain yang semakin banyak akan memperbesar peluang terjadinya reaksi
hidrolisis substrat oleh enzim papain hingga mencapai titik dimana peningkatan
konsentrasi enzim tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB.
Penelitian Hasnaliza et al. (2010) menunjukkan bahwa konsentrasi enzim
proteolitik yang semakin meningkat dalam proses hidrolisis akan menyebabkan
peningkatan nitrogen terlarut dalam hidrolisat protein ikan. Shahidi et al. (1995)
menyatakan bahwa proses hidrolisis protein enzimatis berkaitan dengan
mekanisme perombakan protein (proteolitik), melibatkan enzim yang bersifat larut
dan substrat dalam bentuk jaringan daging ikan, menjadi senyawa nitrogen yang
terlarut.
4.3 Penentuan Waktu Hidrolisis Optimum
Sifat fungsional dan kualitas dari protein hidrolisat ikan dapat diperoleh
dengan menggunakan jenis enzim yang tepat dan kondisi hidrolisis yang
optimum, yaitu waktu, pH dan suhu optimum (Hall dan Ahmad 1992). Waktu
hidrolisis optimum pada hidrolisis protein ikan lele dumbo dapat diketahui dengan
melakukan uji kadungan nitrogen total terlarut (NTT) dibandingkan dengan
nitrogen total bahan (NTB) sehingga diperoleh nilai NTT/NTB. Berdasarkan pada
penelitian tahap sebelumnya, diketahui bahwa konsentrasi enzim 5% (b/v) dipilih
sebagai konsentrasi optimum yang kemudian digunakan untuk menentukan waktu
26
0.31
(a)
0.31
(a)
0.33
(ab)
0.34
(ab)
0.34
(ab)
0.33
(ab)
0.36
(b)
0.37
(b)
0.28
0.29
0.3
0.31
0.32
0.33
0.34
0.35
0.36
0.37
0.38
0 1 2 3 4 5 6 7
N
T
T
/
N
T
B
Waktu hidrolisis (jam)
hidrolisis optimum protein ikan lele dumbo. Waktu hidrolisis optimum
ditunjukkan dengan nilai NTT/NTB yang semakin tinggi. Nilai rata-rata
NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang
berbeda disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
waktu hidrolisis yang berbeda (Superskrip yang berbeda
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)).
Gambar 7 menunjukkan pengaruh waktu hidrolisis terhadap nilai
NTT/NTB dari hidrolisat protein ikan lele dumbo. Hasil analisis ragam
(Lampiran 8) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa waktu hidrolisis
berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB. Hasil uji lanjut Duncan
(Lampiran 9) menunjukkan bahwa nilai NTT/NTB dari waktu hidrolisis 6 jam
dan 7 jam tidak berbeda nyata. Reaksi hidrolisis menggunakan enzim papain
selama 6 jam dan 7 jam menghasilkan nilai NTT/NTB sebesar 0,36 dan 0,37.
Nilai NTT/NTB dari waktu hidrolisis 6 jam dan 7 jam berbeda nyata dengan nilai
NTT/NTB dari waktu hidrolisis jam ke-1 dan jam ke-2, sehingga waktu hidrolisis
6 jam adalah waktu hidrolisis yang paling optimum.
Waktu hidrolisis merupakan salah satu faktor yang penting bagi kinerja
enzim. Waktu hidrolisis yang semakin meningkat akan menyebabkan peningkatan
nilai derajat hidrolisis hingga mencapai tahap stasioner. Penelitian yang dilakukan
oleh Gesualdo dan Li-Chan (1999) menunjukkan bahwa derajat hidrolisis
27
dari proses hidrolisis ikan herring (Clupea harengus) meningkat dengan cepat
mulai dari menit ke-0 hingga menit ke-20, kemudian semakin menurun hingga
berhenti pada menit ke-60.
Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada tahap awal proses hidrolisis,
enzim akan diserap ke dalam suspensi partikel daging ikan, kemudian didalamnya
terjadi pemutusan ikatan peptida yang terjadi secara simultan. Pada waktu
tertentu, kecepatan hidrolisis akan mengalami penurunan dan memasuki tahap
stasioner. Tahap stasioner terjadi karena adanya penghambatan kinerja enzim
untuk menghidrolisis substrat akibat terbentuknya produk dalam jumlah besar.
Asam amino yang terbentuk dari proses hidrolisis akan menutup sisi aktif protein
substrat, sehingga enzim tidak dapat melanjutkan proses hidrolisis.
4.4 Derajat hidrolisis dari hidrolisat protein ikan lele dumbo
Rutherfurd (2010) menyatakan bahwa selama proses hidrolisis enzimatis
berlangsung, terjadi pemutusan ikatan peptida pada molekul protein yang
dikatalisis oleh enzim proteolitik. Persentase ikatan peptida yang terlepas akibat
proses hidrolisis dapat dinyatakan dengan derajat hidrolisis. Penentuan derajat
hidrolisis dapat dilakukan melalui beberapa metode analisis, antara lain metode
pH-stat; o-phthaldialdehyde (OPA); 2,4,6-trinitrobenzenesulfonic acid (TNBS);
soluble nitrogen after trichloroacid precipitation (SN-TCA) dan formol titration.
Derajat hidrolisis dalam proses hidrolisis protein ikan lele dumbo
ditentukan dengan metode soluble nitrogen after trichloro acid precipitation
(SN-TCA). Rutherfurd (2010) menyatakan bahwa prinsip pengukuran derajat
hidrolisis dengan metode SN-TCA adalah pengukuran kadar nitogen yang terlarut
dalam larutan trichloro acid (TCA), setelah komponen yang tidak terlarut
mengalami pengendapan akibat proses sentrifuge. Keuntungan dari penggunaan
metode SN-TCA adalah proses analisisnya yang relatif lebih cepat dan praktis
dibandingkan metode lainnya.
Derajat hidrolisis dapat menjadi indikator keberhasilan proses hidrolisis
protein. Derajat hidrolisis yang semakin tinggi menunjukkan bahwa proses
hidrolisis protein yang berlangsung juga semakin baik. Hasnaliza et al. (2010)
menyatakan bahwa peningkatan derajat hidrolisis disebabkan oleh peningkatan
28
peptida dan asam amino yang terlarut dalam TCA akibat dari pemutusan ikatan
peptida selam hidrolsis protein.
Proses hidrolisis protein ikan lele dumbo menggunakan enzim papain
menghasilkan derajat hidrolsis sebesar 35,37%. Nilai derajat hidrolisis protein
ikan lele dumbo lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Foh et al. (2011)
mengenai hidrolisis protein ikan nila (Oreochromis niloticus) menggunakan
enzim alkalase yang menghasilkan derajat hidrolisis sebesar 23,40%.
Derajat hidrolisis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu waktu
hidrolisis, konsentrasi enzim dan jenis enzim yang digunakan. Penelitian
Hasnaliza et al. (2010) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi antara enzim
bromelin dan substrat serta perbedaan waktu hidrolisis menyebabkan perbedaan
derajat hidrolisis yang dihasilkan. Penelitian Ovissipur et al. (2010) menyebutkan
bahwa perbedaan jenis enzim yang digunakan (alkalase dan protamex) dapat
menyebabkan perbedaan nilai derajat hidrolisis pada proses hidrolisis protein
kepala ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Enzim yang optimumpada
pH alkali memiliki aktivitas pemutusan ikatan peptida yang lebih besar selama
proses hidrolisis dibandingkan dengan enzim yang optimum pada pH asam
maupun netral.
Penelitian Souissi et al. (2007) pada ikan Sardinella aurita menyebutkan
bahwa derajat hidrolisis yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan kelarutan
hidrolisat protein dalam air. Kelarutan yang tinggi pada hidrolisat protein
disebabkan oleh pemecahan protein menjadi peptida yang lebih sederhana.
Perbedaan tingkat kelarutan hidrokisat protein ikan dalam air dapat disebabkan
oleh perbedaan panjang rantai asam amino dan perbedaan rasio asam amino
hidrofilik dengan asam amino hidrofobik. Proses hidrolisis dapat membuka ikatan
yang terbentuk akibat interaksi antar gugus hidrofobik, sehingga berubah menjadi
hidrofilik dengan menghasilkan ujung karboksil dan amino yang mudah
membentuk ikatan dengan molekul air.
29
4.5 Karakteristik Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo
Hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dalam penelitian ini
berbentuk serbuk yang berwarna putih kekuningan disajikan pada Gambar 8.
Rendemen hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan sebesar 21,16%.
Karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dapat dilihat dari
hasil beberapa analisis, meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu,
kadar protein dan kadar lemak), daya cerna protein in vitro dan asam amino.
Gambar 8 Hidrolisat protein ikan lele dumbo.
4.5.1 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo
Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo ditentukan melalui
analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein dan
kadar lemak. Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo
Parameter
Hidrolisat protein
ikan lele dumbo
(% bb)
Hidrolisat protein
ikan nila
(% bb)*
Hidrolisat Protein Ikan
Komersial (% bb)**
Kadar air 5,46 1,22 5,00
Kadar abu 5,71 2,25 0,30
Kadar protein 53,29 97,57 84,00
Kadar lemak 1,94 0,67 11,00
Keterangan: * =Foh et al. (2011)
** =International Quality Ingredients (2005)
30
Air merupakan komponen terbesar yang menyusun berbagai jenis bahan
pangan. Air berperan sebagai tempat terjadinya reaksi kimia dan merupakan
pereaksi utama dalam reaksi hidrolisis (Belitz et al. 2009). Kadar air yang
terkandung dalam hidrolisat protein ikan lele dumbo (5,46%) tidak jauh berbeda
dengan kadar air pada hidrolisat protein ikan komersial (5,00%), namun lebih
tinggi dibandingkan hidrolisat protein ikan nila (1,22%). Perbedaan kadar air
dapat disebabkan oleh penggunaan metode pengeringan yang berbeda, yaitu
hidrolisat protein ikan lele dumbo dan hidrolisat ikan komersial menggunakan
metode spray drying, sedangkan hidrolisat protein ikan nila menggunakan metode
freeze drying.
Struktur bahan pangan akan mengalami perubahan akibat proses
pengeringan. Sebagian besar air akan menguap ketika mengalami kontak dengan
panas saat proses pengeringan berlangsung, sehingga kadar air yang terkandung
dalam bahan pangan juga akan menurun. Pengeringan protein menggunakan
freeze drying dapat mencapai kadar air yang sangat rendah dengan resiko
kerusakan protein yang kecil karena proses pengeringan terjadi pada suhu yang
sangat rendah. Kadar air yang dihasilkan dari proses pengeringan dengan metode
spray drying dipengaruhi oleh suhu inlet dan outlet yang digunakan.
Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi maka resiko kerusakan protein akibat
panas juga akan semakin besar. Metode freeze drying memiliki beberapa
kelemahan, yaitu biaya operasional yang mahal sehingga pemakaiannya kurang
ekonomis dan waktu pengeringan yang cukup lama. Produk yang dihasilkan dari
metode spray drying berupa serbuk yang berwarna cerah dan bersifat porous
(Berk 2009).
Pembuatan hidrolisat protein ikan lele dumbo dalam bentuk serbuk dapat
mempermudah proses penyimpanan serta memperpanjang masa simpan produk.
Pengeringan dan atau penyimpan pada suhu rendah merupakan metode yang telah
umum digunakan untuk memperpanjang daya simpan produk pangan yang
mengandung kadar air tinggi (Belitz et al. 2009).
Sebagian besar bahan pangan terdiri atas 96% bahan organik dan air,
sisanya terdiri atas unsur-unsur mineral. Proses pembakaran bahan pangan
sampai suhu 600 C akan menyebabkan bahan organik terbakar, namun bahan
31
anorganik tidak terbakar, yaitu dalam bentuk abu yang terdiri atas berbagai unsur
mineral seperti Ca, Mg, Na, P, K, Fe, Mn dan Cu. Kadar abu menunjukan
kandungan mineral dalam bahan pangan (Winarno 2008).
Kadar abu pada hidrolisat protein ikan lele dumbo lebih tinggi
dibandingkan kadar abu pada hidrolisat protein ikan komersial maupun hidrolisat
protein ikan nila. Penambahan senyawa alkali, seperti NaOH, dan atau senyawa
asam, seperti HCl, dalam proses hidrolisis protein bertujuan untuk mencapai nilai
pH optimumenzim dan menjaga agar pH tetap konstan selama proses hidrolisis
sehingga pemutusan ikatan peptida oleh enzim dapat tetap berlangsung.
Gesualdo dan Li-Chan (1999) menyatakan bahwa pencampuran senyawa asam
dan alkali dalam larutan hidrolisat protein akan menyebabkan terbentuknya
senyawa garam, sehingga dapat meningkatan kadar abu pada hidrolisat protein.
Protein merupakan molekul esensial dalam penyusunan struktur maupun
proses fungsional tubuh makhluk hidup. Protein terdiri atas rantai asam amino
yang dihubungkan dengan ikatan peptida sehingga membentuk beragam struktur
yang kompleks (Vaclavik dan Christian 2008). Kadar protein hidrolisat protein
ikan lele dumbo (53,29%) lebih rendah dibandingkan kadar protein pada hidrolisat
protein ikan komersial (84,00%) maupun hidrolisat protein ikan nila (97,57%).
Enzim papain yang digunakan dalam proses hidrolisis protein ikan lele
dumbo memiliki aktivitas spesifik yang rendah, yaitu sebesar 1,305 U/mg, hal ini
mengakibatkan jumlah ikatan peptida dalam protein daging ikan lele dumbo yang
berhasil dihidrolisis oleh enzim papain hanya sedikit, sehingga senyawa nitrogen
terlarut yang dihasilkan sedikit dan kadar protein yang terukur juga rendah.
Nurhayati et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan protein yang terukur pada
hidrolisat protein ikan merupakan molekul protein yang terlarut.
Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada reaksi hidrolisis protein
enzimatis, terjadi perubahan struktur jaringan ikan dengan sangat cepat.
Pengamatan dengan mikroskop elektron pada otot ikan Cod memperlihatkan
bahwa protein miofibril terdegradasi selama proses hidrolisis. Proses hidrolisis
secara enzimatis melibatkan proses pemutusan ikatan peptida dalam protein oleh
enzim proteolitik sehingga terbentuk senyawa nitrogen yang terlarut dalam larutan
hidrolisat protein ikan.
32
Perbedaan kandungan protein pada beberapa jenis hisrolisat protein ikan
juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar protein yang terkandung
dalam daging ikan yang dijadikan sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat
protein ikan. Ikan lele dumbo yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar
protein (13,62%) yang lebih rendah dibandingkan kadar protein ikan nila
(19,04%) dalam penelitian Foh et al. (2011). Komposisi kimia daging ikan
dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari ikan itu sendiri (internal), meliputi jenis
ikan, jenis kelamin serta umur panen ikan; dan yang berasal dari luar (eksternal)
meliputi habitat ikan, musim dan jenis makanan yang tersedia (Hadiwiyoto 1993).
Molekul lemak terdiri atas asam lemak dan gliserol. Lemak terkandung
pada setiap jenis bahan pangan, namun pada kadar yang berbeda-beda.
Lemak juga tertimbun dalam jaringan beberapa jenis hewan dan organ beberapa
jenis tumbuhan. Lemak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida,
yang pada umumnya mempunyai sifat tidak larut didalam air (Belitz et al. 2009).
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kadar lemak hidrolisat protein ikan lele
dumbo (1,94%) lebih rendah dibandingkan kadar lemak hidrolisat protein ikan
komersial (11,00%) namun lebih tinggi dibandingkan hidrolisat protein ikan nila
sebesar (0,67%).
Lemak yang terkandung dalam campuran setelah proses hidrolisis, ikut
terpisah dari larutan hidrolisat protein ikan bersama dengan komponen protein
yang tidak terlarut, yaitu ketika campuran disentrifugasi. Shahidi et al. (1995)
menyatakan bahwa pada saat reaksi hidrolisis berlangsung, membran sel akan
menyatu dan membentuk gelembung yang tidak terlarut, hal tersebut
menyebabkan terlepasnya lemak pada struktur membran. Nilsang et al. (2005)
menyatakan bahwa produk hidrolisat protein yang mempunyai kadar lemak
rendah umumnya lebih stabil terhadap reaksi oksidasi lemak selama penyimpanan
dibandingkan dengan hidrolisat protein ikan yang mempunyai kadar lemak tinggi.
4.5.2 Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo
Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino (NH
2
), sebuah gugus
karboksil (COOH), sebuah atom hidrogen dan gugus R (rantai cabang) yang
terikat pada sebuah atom karbon (Winarno 2008). Rantai asam amino yang
dihubungkan dengan ikatan peptida akan membentuk protein dengan beragam
33
struktur yang komplek dan khas. Reaksi hidrolisis protein bertujuan untuk
mengubah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam amino dan
peptida melalui pemutusan ikatan peptida (Vaclavik dan Christian 2008).
Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 7.
Metode yang saat ini banyak digunakan untuk menentukan kandungan
asam amino dalam suatu bahan adalah high performance liquid chromatography
(HPLC). Butikofer et al. (1991) menyatakan bahwa keunggulan metode HPLC
adalah hasil yang akurat, pendeteksi flouresensi yang lebih sensitif dan proses
analisis yang berlangsung dalam waktu singkat. Lookhart dan Jones (1985)
menyatakan bahwa proses derivatisasi asam amino sebagai reaksi pra kolom
menggunakan larutan o-pththaldialdehyde (OPA) yang didalamnya mengandung
2-mercaptoethanol akan menghasilkan komponen berflouresensi dengan baik
sehingga dapat dideteksi menggunakan HPLC. Kromatogram hasil pengujian
asam amino menggunakan HPLC untuk asam amino standar, hidrolisat protein
ikan lele dumbo ulangan 1 dan 2 disajikan pada Gambar 9.
Tabel 7 Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo
Jenis Asam
Amino
Hidrolisat Protein
Ikan Lele Dumbo
(% b/b)
Hidrolisat Protein
Ikan Nila
(% b/b)*
Hidrolisat Protein Ikan
Komersial (% b/b)**
Valin
a
2,57 3,96 4,90
Leusin
a
3,55 7,67 6,50
Isoleusin
a
1,97 3,59 4,00
Metionin
a
0,98 2,87 3,10
Treonin
a
2,22 4,37 4,40
Histidin
a
1,68 2,01 2.60
Lisin
a
5,23 8,65 7,50
Arginin
a
2,77 5,71 6,80
Fenilalanin
a
2,02 3,63 3,70
Asam aspartat 5,98 9,65 9,50
Asam glutamat 7,77 17,48 14,00
Serin 2,61 3,87 4,90
Glisin 4,85 4,44 11,00
Alanin 2,93 6,41 7,30
Tirosin 2,56 2,05 2,90
Keterangan: * = Foh et al. (2011)
** =International Quality Ingredients (2005)
34
Asam amino dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi fisiologi dalam
tubuh, yaitu asam amino esensial dan non esensial. Asam amino esensial tidak
dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus disuplai melalui makanan, sedangkan
asam amino non-esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino esensial
antara lain valin, leusin, isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin, treonin,
histidin, lisin dan arginin. Asam amino non esensial antara lain glisin, alanin,
prolin, serin, sistein, tirosin, asparagin, asam glutamat, asam aspartat dan glutamin
(Belitz et al. 2009).
Kualitas protein dapat ditentukan berdasarkan kandungan asam amino
esensial yang menyusunnya. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat
menyediakan asam amino esensial dalam suatu komposisi yang hampir menyamai
kebutuhan manusia, merupakan protein yang bermutu tinggi (Damodaran 1996).
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa hidrolisat protein ikan lele dumbo
mengandung hampir semua jenis asam amino, kecuali triptofan, prolin, sistein,
asparagin dan glutamin, yang dalam penelitian ini tidak dianalisis.
Sebagian besar kadar asam amino pada hidrolisat protein ikan lele dumbo
lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam amino pada hidrolisat protein ikan
nila dan hidrolisat protein ikan komersial. Hal ini diduga karena protein yang
terlarut pada hidrolisat protein ikan lele dumbo sebagian masih dalam bentuk
peptida-peptida. Perbedaan jenis enzim yang digunakan dalam reaksi hidrolisis
dapat menghasilkan komposisi asam amino yang berbeda. Proses hidrolisis
protein ikan lele dumbo menggunakan enzim papain, sedangkan hidrolisis protein
ikan nila menggunakan enzim alkalase. Gauthier et al. (1982) menyatakan bahwa
enzim hidrolase akan mengidrolisis ikatan peptida secara spesifik, hal ini
menyebabkan perbedaan kandungan asam amino pada hidrolisat protein.
Enzim papain tergolong dalam kelompok enzim endopeptidase yang
berperan dalam memutuskan ikatan peptida secara spesifik pada bagian tengah
rantai protein (Grzonka et al. 2007). Enzim papain merupakan golongan protease
sulfhihidril yang memiliki kemampuan menghidrolisis rantai peptida pada protein
dengan gugus sulfihidril Sisi aktif enzim papain terdiri atas gugus histidin
dan sistein. Enzim papain mengkatalis reaksi hidrolisis substrat amida, ester
dan thioester (Wong 1989).
35
Waktu retensi (menit)
Gambar 9 Kromatogram HPLC (a) standar; (b) hidrolisat protein ikan lele dumbo
ulangan 1; (c) hidrolisat protein ikan lele dumbo ulangan 2.
F
l
o
u
r
e
s
e
n
s
i
(a)
(b)
(c)
36
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa kadar asam amino tertinggi
dalam hidrolisat protein ikan lele dumbo adalah asam glutamat, sebesar 7,77%,
sedangkan kadar asam amino pembatasnya adalah metionin, sebesar 0,98%.
Ovissipour et al. (2010) menyatakan bahwa asam glutamat, asam aspartat, glisin
dan alanin merupakan asam amino yang berperan dalam meningkatkan aroma
(flavour enhancer) pada produk perikanan.
Melihat fakta tersebut, maka hidrolisat protein ikan lele dumbo potensial
untuk diaplikasikan sebagai penyedap maupun flavour enhancer. Hidrolisat
protein ikan lele dumbo juga potensial untuk dikembangkan sebagai sumber asam
amino esensial dalam produk pangan karena mengandung asam amino esensial
yang hampir lengkap.
4.5.3 Daya cerna protein in vitro hidrolisat protein ikan lele dumbo
Salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas protein adalah
dengan daya cerna protein. Daya cerna protein didefinisikan sebagai proporsi
nitrogen yang terkandung dalam bahan pangan, yang dapat dicerna dan diserap
oleh tubuh setelah proses pencernaan. Analisis daya cerna protein dapat
dilakukan secara biologis (in vivo) dan enzimatis (in vitro). Analisis daya cerna
protein secara in vivo umumnya menggunakan tikus percobaan atau manusia dan
cenderung membutuhkan biaya yang besar, serta waktu yang cukup lama
(Damodaran 1996).
Daya cerna protein pada hidrolisat protein ikan lele dumbo dianalisis
secara in vitro, yaitu menggunakan beberapa jenis enzim proteolitik yang terlibat
dalam pencernaan protein dalam tubuh manusia. Enzim yang digunakan dalam
sistem mulitienzim ini adalah pepsin dan pankreatin. Daya cerna protein in vitro
hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 8. Gauthier et al. (1982)
menyatakan bahwa prinsip pengukuran daya cerna protein in vitro adalah
mengukur kadar protein yang tidak tercerna oleh enzim pada kondisi yang
menyerupai metabolisme tubuh ketika mencerna makanan. Sistem enzim yang
digunakan dalam analisis daya cerna protein in vitro dapat menggunakan satu
jenis enzim maupun beberapa jenis enzim (metode multienzim).
37
Tabel 8. Daya cerna protein in vitro hidrolisat protein ikan lele dumbo
Sumber protein Daya cerna protein (%)
Hidrolisat protein ikan lele dumbo 98,57
Hidrolisat protein ikan nila* 92,73
Hidrolisat protein ikan komersial** 97,00
Keterangan: * =Foh et al. (2011)
** =International Quality Ingredients (2005)
Tabel 8 menunjukkan bahwa daya cerna protein in vitro pada hidrolisat
protein ikan lele dumbo (98,57%) lebih tinggi dibandingkan nilai daya cerna
protein pada hidrolisat protein ikan nila (92,73%) dan hidrolisat protein ikan
komersial (97,00%). Analisis daya cerna protein in vitro pada hidrolisat protein
ikan nila hanya menggunakan enzim tripsin, sedangkan pada hidrolisat protein
ikan komersial hanya menggunakan enzim pepsin.
Enzim pepsin tergolong dalam kelompok aspatic protease, yaitu enzim
yang memiliki sisi aktif berupa gugus asam aspartat untuk menghidrolisis ikatan
peptida pada protein. Pepsin juga termasuk dalam kelompok enzim endopeptidase
yang memutus ikatan peptida secara spesifik pada bagian tengah rantai
polipeptida (Martin dan Hernandez 2007). Pankreatin merupakan gabungan dari
beberapa jenis enzim yaitu amilase, lipase dan protease. Enzim protease yang
terkandung dalam pankreatin adalah tripsin. Tripsin tergolong dalam kelompok
serin protease, yaitu enzim yang memiliki sisi aktif berupa gugus serin untuk
menghidrolisis ikatan peptida dan ester. Tripsin termasuk dalam kelompok enzim
endopeptidase (Donlon 2007).
Penelitian Denadai et al. (2007) menunjukkan bahwa pengukuran daya
cerna protein yang terkandung dalam tanaman Lecythis pisonis menggunakan
metode multienzim yang terdiri atas tripsin, kimotripsin dan porcine peptidase,
menghasilkan nilai daya cerna protein invitro yang lebih tinggi dibandingkan
penggunaan satu jenis enzim, yaitu tripsin atau pepsin atau kimotripsin saja.
Gauthier et al. (1982) juga menyatakan bahwa pemilihan jenis enzim pencernaan
untuk proses hidrolisis protein dalam analisis daya cerna protein in vitro akan
mempengaruhi hasil akhir analisis. Semakin beragam jenis enzim yang digunakan,
maka akan menghasilkan daya cerna protein yang lebih tinggi. Penggunaan
beberapa enzim sekaligus (metode multienzim) akan menghasilkan daya cerna
yang lebih tinggi dibandingkan dengan satu jenis enzim saja.
38
Penelitian Denadai et al. (2007) menunjukkan bahwa komponen antinutrisi
seperti inhibitor proteinase, lektin dan tanin dapat menurunkan daya cerna protein
in vitro dan penyerapan asam amino dengan cara membentuk ikatan dengan enzim
pencernaan atau dengan asam amino. Metode pengolahan seperti fermentasi dan
perebusan juga dapat meningkatkan daya cerna protein in vitro karena proses
pengolahan tersebut dapat menghancurkan atau menginaktifkan inhibitor protease
dan merombak struktur protein menjadi lebih sederhana melalui denaturasi protein
Hidrolisat protein ikan lele dumbo memiliki kualitas protein yang baik,
yaitu memiliki asam amino esensial yang hampir lengkap dan daya cerna protein
in vitro yang tinggi. Asam amino tertinggi yang terkandung dalam hidrolisat
protein ikan lele dumbo adalah asam glutamat. Hidrolisat protein ikan lele dumbo
juga memiliki kandungan protein yang sesuai dengan kriteria bahan baku flavour
enhancer berdasarkan Thaddee dan Lyraz et al. (1990), yaitu 45,0%.
Karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo tersebut menunjukkan bahwa
hidrolisat protein ikan lele dumbo sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
flavour enhancer.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hidrolisat protein ikan lele dumbo dapat dihasilkan melalui hidrolisis
enzimatis menggunakan enzim papain. Kondisi optimum untuk menghidrolisis
daging ikan lele dumbo menjadi hidrolisat protein adalah konsentrasi enzim
papain sebesar 5% (b/v) dengan waktu hidrolisis selama 6 jam sehingga
dihasilkan derajat hidrolisis sebesar 35,37%.
Karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan berupa
serbuk berwarna putih kekuningan dengan rendemen sebesar 21,16%. Hidrolisat
protein ikan lele dumbo yang dihasilkan memiliki komposisi kimia sebagai
berikut: kadar air 5,46%, kadar abu 5,71%, kadar protein 53,29%
dan kadar lemak 1,94%. Hidrolisat protein ikan lele dumbo mengandung 15 jenis
asam amino yang terdiri atas asam aspartat, asam glutamat, serin, histidin, glisin,
treonin, arginin, alanin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin
dan lisin. Kadar asam amino tertinggi adalah asam glutamat, yaitu sebesar 7,77%
dan kadar asam amino terendah adalah metionin, yaitu sebesar 0,98%. Hidrolisat
protein ikan lele dumbo yang dihasilkan memiliki daya cerna protein in vitro
sebesar 98,57%.
5.2 Saran
Saran yang bisa diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah penggunaan
enzim papain yang lebih murni dengan aktivitas tinggi atau dengan melalukan
imobilisasi enzim papain sebelum digunakan dalam proses hidrolisis. Penelitian
mengenai aplikasi hidrolisat protein ikan lele dumbo sebagai penyedap masakan
dan flavour enhancer perlu untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Analytical Chemist Publisher. 2005. Official Methods of
Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Arlington
Virginia USA: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Ariyani F, Saleh M, Tazwir, Hak. 2003. Optimasi proses produksi hidrolisat
protein ikan (HPI) dari ikan mujair (Oreochromis mossambicus).
J Penelitian Perikanan Indones 9 (5): 11-21.
BD Biosciences. 2009. Hydrolysis to hydrolysate. http://bdbiosciences.com
[14 Februari 2011].
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Germany: Springer-
Verlag.
Berk Z. 2009. Food Proces Engineering and Technology. New York:
Academic Pr.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive for the quantitation of microgram
quantities of protein utilization the principles of protein-dye binding.
Anal Biochem 72: 248-254.
Butikofer U, Fuchs D, Booset JO, Gmur W. 1991. Automated HPLC-amino acid
determination of protein hydrolysates by precolumn dervatization with
OPA and FMOC and comparison with classical ion exchange
chromatography. Chromatographia 31 (9): abstrak [terhubung berkala].
http://www.springerlink.com/ [22 Juli 2011].
California Spray Dry Co. 2011. Hydrolysate fish protein specification.
http://www.calspraydry.com/ [26 Juli 2011].
Damodaran S. 1996. Amino Acids, Peptides and Protein. Di dalam: Fennema OR,
editor. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc.
Denadai SM, Hiane PA, Marangoni S, Baldasso PA, Miguel AM, Macedo ML.
2007. In vitro digestibility of globulins from sapucala (Lecythis pisonis)
nuts by mamalian digestive proteinases. Cien Tecnol Altment Campinas
27(3): 535-543.
[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2011. Usaha budidaya lele dan
gurami saat ini. http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id [15 Mei 2011].
Donlon J. 2007. Subtilin. Di dalam: Polaina J, MacCabe AP, editor. Industrial
Enzymes: Structure, Function and Application. Netherlands: Springer.
41
Ersoy B, Ozeren A. 2009. The effect of cooking methods on mineral and vitamin
contents of african catfish. Food Chem 115: 419-422.
Foh MBK, Tamara MT, Amadou I, Foh BM, Wenshui X. 2011. Chemical and
physicochemical properties of tilapia (Oreochromis niloticus) fish protein
hydrolysate and concentrate. Int J Biol Chem 10: 1-15.
Gauthier SF, Vachon C, Jones JD, Savoie L. 1982. Assessment of protein
digestability in vitro enzymatic hydrolysis with simultaneous dialysis.
J Nutr 112: 1718-1725.
Gesualdo AML, Li-Chan ECY. 1999. Functional properties of fish protein
hydrolysate from herring (Clupea harengus). J Food Sci
64 (6): 1000-1004.
Grzonka Z, Kasprzykowski F, Wiczk. 2007. Cysteine Proteases. Di dalam:
Polaina J, MacCabe AP, editor. Industrial Enzymes: Structure, Function
and Application. Netherlands: Springer.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty.
Hall GM, Ahmad NH. 1992. Functional Properties of Fish Protein Hydrolysates.
Di dalam: Hall GM, editor. Fish Processing Technology. New York: VCH
Pubblishers, Inc.
Hasnaliza H, Maskat MY, Wan AWM, Mamot S. 2010. The effect of enzyme
concetration, temperature and incubation time on nitrogen content and
degree of hydrolysis of protein precipate from cockle (Anadara granosa)
meat wash water. Int Food Res J 17: 147-152.
International Quality Ingredients. 2005. Product specification: fish protein
hydrolysate. http://www.IQI.com[16 Juni 2011].
Johnson AH, Peterson MS. 1974. Encyclopedia of Food Technology. Wesport
Connecticut: The AVI Publ., Inc.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam
Angka 2009. Jakarta : Pusat Data, Statistik dan Informasi.
Krishnaiah D, Awang B, Rosalam S, Buhri A. 2002. Commercialisation of papain
enzyme from papaya. Proceedings of The Regional Symposium
on Environment and Natural Resources Vol 1 ; Malaysia: Kuala Lumpur,
10-11 April 2002.
Kristinsson HG. 2007. Aquatic Food Protein Hydrolysates. Di dalam: Shahidi F,
editor. Maximising the Value of Marine By-Product. Boca Raton:
CRC Pr.
42
Lookhart GL, Jones BL. 1985. High performance liquid chromatography analysis
of amino acids at the picomole level. Cereal Chem 62(2): 97-102.
Martin FC, Hernandez MV. 2007. Aspartic Proteases Used in Cheese Making.
Di dalam: Polaina J, MacCabe AP, editor. Industrial Enzymes: Structure,
Function and Application. Netherlands: Springer.
Nilsang S, Lertsiri S, Suphantharika M, Assavanig A. 2005. Optimization of
enzymatic hydrolysis of fish soluble concentrate by commercial proteses.
J Food Engineering 70: 571-578.
Nitsawang S, Kaul RJ, Kanasawud P. 2006. Purification of Carica papaya latex:
aqueous two-phase extraction versus two-step salt precipitation. Enzyme
Microb Technol 39: 1103-1107.
Nurhayati T, Salamah E, Hidayat T. 2007. Karakteristik hidrolisat protein
ikan selar (Caranx leptolepis) yang diproses secara enzimatis.
Bul Teknologi Hasil Perairan 10 (1): 23-34.
Oliver MK. 2002. Clarias sp. http://malawicichlids.com[14 Februari 2011].
Ovissipour M, Benjakul S, Safari R, Motamedzadegan A. 2010. Fish protein
hydrolysates production from yellowfin tuna Thunnus albacares head
using alcalase and protamex. Int Aquat Res 2: 87-95.
Prihatman K. 2000. Budidaya ikan lele. Jakarta: BAPPENAS.
Rawlings ND, Morton FR, Barret AJ. 2007. An Introduction to Peptidases and the
MEROPS Database. Di dalam: Polaina J, MacCabe AP, editor. Industrial
Enzymes: Structure, Function and Application. Netherlands: Springer.
Rutherfurd SM. 2010. Methodology for determining degree of hydrolysis of
protein hydrolysates: a review. J AOAC Int 93 (5): 1515-1522.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan. Bogor: Binatjipta.
Shahidi F, Han XQ, Synowiecki J. 1995. Production and characteristics of protein
hydrolysates from capelin (Mallotus villosus). Food Chem 53: 285-293.
Souissi N, Bougatef A, Ellouz YT, Nasri M. 2007. Biochemical and functional
properties of Sardinella (Sardinella aurita) by product hydrolisates. Food
Technol Biotechnol 45(2): 187-194.
Steel RGD, Torrie J H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan
Biometrik. Ed ke-2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suyanto R. 2005. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.
43
Szabelski M, Stachowiak K, Wiczk W. 2001. Influence of organic solvents on
papain kinetics. Acta Biochimica Polonica 48 (4): 1197-1201.
Thaddee I, Lyraz I. 1990. Seafood flavorants produced by enzymatic hydrolysis.
Proceedings of International By-Product Conference; Alaska, April.
197-201.
Vaclavik VA, Christian EW. 2008. Essential of Food Science. Ed ke-3.
New York: Springer.
Venugopal V. 2006. Seafood Processing : Adding Value Throgh Quick Freezing,
Retortable Packaging, and Cook-Chilling. Boca Raton: CRC Pr.
Wang A et al. 2008. Ag- induced efficient immobilization of papain on silica
spheres. Chin J Chem Eng 16 (4): 612-619.
Wardana. 2008. Hidrolisis protein keong mas (Pomacea canaliculata)
menggunakan papain untuk menghasilkan pepton [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Whitaker J R. 1996. Enzymes. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry.
Ed ke-3. New York: Marcel Dekker Inc.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.
Wong DWS. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York:
Van Nostrand Reinhold.
Yamamoto A. 1975. Proteolytic Enzymes. Di dalam: Reed G, editor. Enzyme in
Food Processing. New York: Academic Pr.
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Bahan kimia untuk assay aktivitas enzim papain
1. Buffer fosfat pH 7,5
Sebanyak 15,9 ml NaHPO
4
.H
2
O 0,1 M (sebanyak 0,690 g NaHPO
4
.H
2
O
dilarutkan dalam akuades hingga 20 ml) dicampur dengan 84,1 ml Na
2
HPO
4
0,1 M (sebanyak 1,420 g Na
2
HPO
4
dalam akuades hingga 100 ml)
2. Kasein 2% (b/v)
Kasein sebanyak 2 g dilarutkan dalam buffer fosfat pH 7,0 hingga 100 ml
3. Enzim papain 1,25% (b/v)
Enzim papain sebanyak 1,25 g dilarutkan dalam larutan CaCl
2
(2 mmol/l)
hingga 100 ml
4. Tirosin (5 mmol/l)
Tirosin sebanyak 0,09 g dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml
5. TCA 5% (v/v)
Trichloro acid (TCA) sebanyak 5 ml dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml
6. Na
2
CO
3
0,4 M
Sebanyak 4,24 g Na
2
CO
3
dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml
7. Folin (1:2)
Folin sebanyak 50 ml dilarutkan dalam akuades hingga 150 ml
Lampiran 2. Prosedur assay aktivitas enzim papain
Blanko (ml) Standar (ml) Sampel (ml)
Buffer fosfat (pH 7,5) 1 1 1
Kasein 2% (b/v) 1 1 1
Enzim Papain 1,25% (b/v) - - 0,2
Tirosin (5 mmol/l) - 0,2 -
Akuades 0,2 - -
Inkubasi pada suhu 37 C selama 10 menit
TCA 5% (v/v) 2 2 2
Inkubasi pada suhu 37 C selama 10 menit, penyaringan dengan kertas saring
Supernatan 1,5 1,5 1,5
Na
2
CO
3
0,4 M 5 5 5
Folin (1:2) 1 1 1
Inkubasi pada suhu 37 C selama 20 menit, spektrofotometer = 578 nm
46
Lampiran 3. Assay aktivitas enzim papain
(a) Hasil pengukuran nilai absorban pada assay aktivitas enzim papain
Konsentrasi Ulangan Blanko Standar Sampel 1/T Aktivitas Rata2
1,25 %
1 0,040 0,310 1,741 0,1 0,630
0,595 2 0,033 0,333 1,611 0,1 0,526
3 0,031 0,300 1,726 0,1 0,630
(b) Contoh perhitungan aktivitas enzim papain
UA=
Asp-Abl
Ast-Abl
P
1
T
=
1,741-0,040
0,310-0,040
1
1
10
=0,630 U/ml
Lampiran 4. Konsentrasi protein enzim papain
Contoh perhitungan konsentrasi protein enzim papain
Y =0,149X+0,049
0,117 =0,149X+0,049 X =
0,117-0,049
0,149
=0,456
Jadi konsentrasi protein enzim papain adalah 0,456 mg/ml
Lampiran 5. Aktivitas spesifik enzim papain
Aktivitas spesifik (U/ mg)=
Aktivitas Enzim (U/ ml)
Konsentrasi Protein Enzim(mg/ ml)
=
0,630 U/ml
0,456 mg/ml
=1,305 U/mg
47
Lampiran 6. Analisis ragam nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele
dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda
Sumber
keragaman
Jumlah
kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
nilai tengah
F hitung Signifikasi
Perlakuan 0,126 6 0,021 244,889 0,000
Galat 0,001 7 0,000
Total 0,127 13
Keterangan: signifikasi <0,05 berarti berpengaruh nyata
Lampiran 7. Hasil uji lanjut Duncan nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan
lele dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda
Konsentrasi
enzim
N
=0,05
1 2 3 4 5
0 % 2 0,0400
1 % 2 0,2050
2 % 2 0,2050
3 % 2 0,2450
4 % 2 0,2800
5 % 2 0,3350
6 % 2 0,3400
Lampiran 8. Analisis ragam nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele
dumbo dengan waktu hidrolisis yang berbeda
Sumber
keragaman
Jumlah
kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
nilai tengah
F hitung Signifikasi
Perlakuan 0,007 7 0,001 4,302 0,029
Galat 0,002 8 0,000
Total 0,009 15
Keterangan: signifikasi <0,05 berarti berpengaruh nyata
Lampiran 9. Hasil uji lanjut Duncan nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan
lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang berbeda
Waktu hidrolisis
N
= 0,005
1 2
0 jam 2 0,3050
1 jam 2 0,3050
2 jam 2 0,3300 0,3300
5 jam 2 0,3300 0,3300
4 jam 2 0,3350 0,3350
3 jam 2 0,3400 0,3400
6 jam 2 0,3600
7 jam 2 0,3650
48
Lampiran 10. Hasil analisis asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo
(1) Data kromatogram standar
Puncak
ke-
Waktu
retensi
Luas Tinggi Keterangan
1 1,250 52034280 10234536 Asam aspartat
2 1,483 192071 24810
3 1,874 51828141 9476806 Asam glutamat
4 2,117 117008 20065
5 5,764 5747283 887787
6 6,441 47257103 5095093 Serin
7 7,733 40814552 5020325 Histidin
8 8,424 9125517 332870
9 9,008 41912645 3901175 Glisin
10 9,543 60281053 5551916 Treonin
11 9,825 3280988 317562
12 11,722 51705672 6347359 Arginin
13 12,352 49266161 5928408 Alanin
14 13,938 54071346 8045635 Tirosin
15 16,495 5597758 277574
16 17,432 59771505 7996210 Metionin
17 17,774 64578244 8185742 Valin
18 18,025 235462 36481
19 19,123 51394177 5952223 Fenilalanin
20 20,164 339631 32694
21 20,570 64663844 9618730 Isoleusin
22 20,585 46510 13843
23 21,105 59160635 9281154 Leusin
24 21,534 1781594 280399
25 22,581 5769052 472739
26 23,079 2874239 562309
27 23,293 20264485 3861127 Lisin
Total 804110957 107755573
49
(2) Data kromatogram hidrolisat protein ikan lele dumbo Ulangan 1
Puncak
ke-
Waktu
retensi
Luas Tinggi Keterangan
1 1,258 48578914 10233735 Asam aspartat
2 1,500 135434 21748
3 1,883 56915508 10229026 Asam glutamat
4 2,142 76219 18687
5 5,772 3347193 529026
6 6,422 24359195 2719475 Serin
7 7,724 9152738 757113 Histidin
8 8,983 56225322 5768959 Glisin
9 9,523 23372346 2358646 Treonin
10 9,767 792483 75287
11 11,709 17052338 2089065 Arginin
12 11,980 305438 36732
13 12,327 33712008 4055810 Alanin
14 13,913 15894779 2089065 Tirosin
15 16,730 3366702 205127
16 17,410 8103456 1089554 Metionin
17 17,750 29386494 3724220 Valin
18 18,000 163075 30135
19 19,096 13011242 1526110 Fenilalanin
20 20,550 20111065 3006016 Isoleusin
21 21,085 33239540 5385318 Leusin
22 21,267 268142 69985
23 22,561 3982571 478326
24 22,746 4181129 840928
25 23,061 4134662 825068
26 23,274 15079528 3084005 Lisin
27 23,395 1777082 435670
Total 426724602 107755573
50
(3) Data kromatogram hidrolisat protein ikan lele dumbo Ulangan 2
Puncak
ke-
Waktu
retensi
Luas Tinggi Keterangan
1 1,261 44107006 9972096 Asam aspartat
2 1,483 189565 23285
3 1,882 51659633 9793291 Asam glutamat
4 2,142 130240 20142
5 6,443 22418921 2477409 Serin
6 7,739 5442715 691293 Histidin
7 8,426 2909709 201810
8 9,005 52181677 5331624 Glisin
9 9,544 21152034 2127004 Treonin
10 9,783 775820 70128
11 11,725 1528034 1867652 Arginin
12 11,967 775820 22072
13 12,347 15280299 3646417 Alanin
14 12,600 130621 5981
15 13,930 30299386 2103342 Tirosin
16 16,742 12155 186415
17 17,424 13996188 981227 Metionin
18 17,764 3057398 3427307 Valin
19 18,008 7263207 28741
20 19,108 26885813 1378531 Fenilalanin
21 20,152 154586 48894
22 20,559 11788020 2783445 Isoleusin
23 20,800 500330 2166
24 21,093 18675570 4850875 Leusin
25 21,518 -1425 80693
26 21,565 29896844 490465
27 22,749 3767700 753618
28 23,064 4015352 794355
29 23,276 15506269 2839054 Lisin
Total 387796404 56999331