Skripsi
Judul : Karakteristik Fisika Kimia Gel Daging Lumat dan Bakso dari
Daging Lumat Ikan Layaran (Istiophorus orientalis)
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II ,
Ir. Djoko Poernomo, B.Sc Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Si
NIP : 19580419 198303 1 001 NIP : 19730116 199903 1 001
Mengetahui :
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Disahkan Tanggal :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Karakteristik Fisika Kimia Gel Daging Lumat dan Bakso dari Daging Lumat
Ikan Layaran (Istiophorus orientalis)“. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
dalam menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1 Alloh SWT. yang telah memberikan segala rahmat, nikmat, taufik serta
hidayahNya kepada penulis.
2 Ir. Djoko Poernomo, B.Sc selaku dosen pembimbing pertama yang telah
memberikan banyak pengalaman dan pembelajaran hidup serta bimbingan
selama penyusunan skripsi ini.
3 Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang
memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi.
4 Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku dosen penguji atas segala saran dan
perbaikan yang membangun dalam perbaikan skripsi ini.
5 Seluruh dosen dan staf THP yang telah memberikan ilmu dan saran yang
mendukung kepada penulis mulai dari kuliah hingga diselesaikannya
skripsi ini.
6 Keluarga terutama ibu dan bapak serta adik-adikku Andi Taufik Hidayat
dan Alya Rizky Fatimah, yang telah memberikan kasih sayang, semangat
tiada henti, doa yang tak pernah putus dan keceriaan yang membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7 Ameilda Larasati yang telah banyak mengingatkan dan memberikan
semangat tanpa kenal lelah.
8 Sahabat seperjuanganku : Ikhsan, Siska, Okta penulis ucapkan banyak
terimakasih atas keikhlasan, kebersamaan dan pengalaman yang jarang ini.
9 Ibu Emma, Mba Dini, Ibu Rubiyah dan Mas Zaky yang telah membantu
penulis selama melaksanakan penelitian di laboratorium.
10 Helmy, Hardi, Ikhsan, Ningrum, Yulista, Intan, Okta, Siska, Wulan, Fida,
Santika, terimakasih atas bantuannya.
11 Keluarga besar Impata terutama Kurniawan, Tekad, Andre, Edo, Fadly,
Danang, Rizal dan Nurma yang selalu memberikan waktunya untuk
mendengar keluh kesah dan memberikan semangat baru saat lelah.
12 Tim ADV 45 : Steven, Rico, Helmy, Hardi, Afif, Ipi, Epis, Rivi dan
Ningrum yang telah memberikan arti dalam sebuah persahabatan. Semoga
tetap diberikan rasa haus dan lapar dalam menaklukkan berbagai puncak.
13 Teman-teman THP 43, 44, 45, 46, 47 yang telah banyak membantu dan
memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
14 Semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan dan
menyelesaikan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat
bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Nomor Halaman
1 Ikan layaran (Istiophorus orientalis) .................................................................. 3
2 Diagram alir uji organoleptik ikan layaran (Istiophorus orientalis)................. 11
3 Diagram alir preparasi ikan layaran (Istiophorus orientalis) ........................... 13
4 Diagram alir pembuatan gel ikan layaran (Istiophorus orientalis)................... 14
5 Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran (Istiophorus orientalis) .............. 15
6 Diagram rendemen ikan layaran (Istiophorus orientalis)................................. 23
7 Nilai penampakan bakso ikan layaran dan bakso pembanding ........................ 34
8 Nilai warna bakso ikan layaran dan bakso pembanding................................... 35
9 Nilai rasa bakso ikan layaran dan bakso pembanding ...................................... 36
10 Nilai aroma bakso ikan layaran dan bakso pembanding .................................. 38
11 Nilai tekstur bakso ikan layaran dan bakso pembanding ................................. 39
12 Uji lipat bakso ikan layaran dan bakso pembanding........................................ 40
13 Uji gigit bakso ikan layaran dan bakso pembanding ....................................... 41
14 Kekuatan gel bakso ikan layaran dan bakso pembanding................................ 42
15 Derajat putih bakso ikan layaran dan bakso pembanding ................................ 44
16 WHC bakso ikan layaran dan bakso pembanding............................................ 46
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Komposisi kimia ikan layaran (Istiophorus orientalis) per 100 gram daging ..... 4
2 Syarat mutu bakso ikan (SNI 01-3819-1995) ...................................................... 6
3 Nilai uji organoleptik kesegaran ikan layaran (Istiophorus orientalis) ............. 21
4 Komposisi kimia daging ikan layaran (Istiophorus orientalis).......................... 22
5 Karakteristik sensori gel daging lumat ikan layaran .......................................... 24
6 Karakteristik fisika gel daging lumat ikan layaran ............................................ 27
7 Karakteristik kimia gel daging lumat ikan layaran ............................................ 30
8 Hasil analisis proksimat, pH dan PLG bakso ikan layaran ................................ 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Lembar penilaian uji organoleptk ikan segar .................................................. 62
2 Lembar penilaian uji sensori (hedonik) ........................................................... 64
3a Lembar penilaian uji lipat ............................................................................... 65
3b Lembar penilaian uji gigit............................................................................... 65
3c Contoh perhitungan rendemen ........................................................................ 65
4 Rekapitulasi uji organoleptik ikan layaran ...................................................... 66
5 Rekapitulasi uji sensori, uji lipat dan uji gigit gel ikan layaran ...................... 67
6 Rekapitulasi uji sensori, uji lipat dan uji gigit bakso ikan layaran .................. 68
7a Rekapitulasi hasil analisis kekuatan gel.......................................................... 69
7b Rekapitulasi hasil analisis derajat putih.......................................................... 69
7c Rekapitulasi hasil analisis Water Holding Capacity (WHC).......................... 69
8a Rekapitulasi hasil analisis proksimat .............................................................. 70
8b Rekapitulasi hasil analisis Protein Larut Garam (PLG) ................................. 70
9a Grafik hasil analisis kekuatan gel pada gel ikan layaran ................................ 71
9b Grafik hasil analisis kekuatan gel pada bakso ikan layaran ........................... 71
10a Grafik hasil analisis kekuatan gel bakso ikan pembanding I ......................... 72
10b Grafik hasil analisis kekuatan gel bakso ikan pembanding II ........................ 72
11 Dokumentasi pembuatan bakso ikan layaran dengan bahan baku daging
lumat .............................................................................................................. 73
1 PENDAHULUAN
Mutu bakso ikan yang baik adalah yang berwarna putih bersih, tekstur kompak
dan kenyal, tidak rapuh atau lembek (Wibowo 2006).
Penelitian ini menggunakan ikan layaran (Istiophorus orientalis) yang
mengandung protein sebesar 23,4% bb (Leung et al. 1972) sehingga sangat cocok
untuk dimanfaatkan sebagai produk bakso ikan. Penelitian tentang karakteristik
fisika kimia daging lumat ikan layaran ini sangat penting dilakukan karena sampai
saat ini belum ada data base tentang karakteristik fisika kimia daging lumat secara
detail terutama ikan laut sehingga informasi yang diperoleh tentang daging lumat
masih sangat terbatas. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivator untuk
penelitian-penelitian selanjutnya mengingat Indonesia mempunyai jumlah spesies
ikan yang beranekaragam.
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Mengetahui karakteristik fisika kimia gel daging lumat ikan layaran
(Istiophorus orientalis).
2. Mengetahui karakteristik fisika kimia bakso daging lumat ikan layaran
(Istiophorus orientalis).
3. Membandingkan bakso hasil penelitian dengan bakso komersial.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Komposisi kimia ikan layaran (Istiophorus orientalis) per 100 gram
daging ikan
Komposisi Satuan Bagian yang dapat dimakan
Kalori Kal 129
Air % 72,4
Protein g 23,4
Lemak g 3,2
Total karbohidrat g -
Serat g -
Abu g 1
Calsium mg 9
Phospor mg 190
Fe mg 0,8
Sodium mg 71
Potasium mg -
Retinol mg 5
B-caroten eqivalen mg -
Thiamin mg 0,10
Riboflavin mg 0,06
Niasin mg 4,5
Ascorbic acid mg 1
Sumber : Leung et al. (1972)
protein miofibril terbesar kedua setelah miosin di dalam daging ikan, yaitu sekitar
20% dari total protein miofibril (Shahidi 1994). Aktin dan miosin bergabung
membentuk aktomiosin. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel
dan proses koagulasi terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki 1981). Protein yang
larut dalam larutan garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan
protein yang larut dalam air (Junianto 2003).
Protein sarkoplasma merupakan jenis protein larut air yang diperlukan
untuk metabolisme anaerob sel otot, pembawa oksigen dan tidak berperan pada
pembentukan gel karena mengganggu cross-linking miosin selama pembentukan
matriks gel (Hall dan Ahmad 1992). Protein sarkoplasma mengendap pada
pemasakan dan tidak berkontribusi secara nyata pada teksur ikan (Alasalvar dan
Taylor 2002).
Protein jaringan ikat (stroma) merupakan protein struktural dan terdiri dari
sel-sel otot jaringan pengikat, berkas serat dan otot. Protein ini memelihara
struktur bentuk pada tulang, ligamen dan tendon. Jaringan ikat pada tempat
interstitial sel otot terdiri dari tiga protein ekstraselular (kolagen, retikulin dan
elastin) dan substansi dasar penyangga (Nakai dan Modler 2000).
Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril (Hudson 1992). Tahap ini menurut
Niwa (1992) pasta surimi akan mengeras, ikatan intermolekul disulfida (SS)
terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein. Ikatan disulfida lebih intensif
terjadi pada suhu pemanasan yang lebih tinggi (di atas 80 oC).
Tahap ketiga adalah tahap peningkatan elastisitas gel yang terjadi ketika
pendinginan. Peningkatan elastisitas ini terjadi karena pembentukan ikatan
hidrogen kembali yang menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel
(Hudson 1992).
dan revisinya
8 Cemaran logam:
8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0
8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 100,0
8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
8.5 Raksa (Mg) mg/kg Maks. 0,5
9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
10 Cemaran mikroba:
10.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 1x107
10.2 Bakeri bentuk koli APM/g Maks. 4x102
10.3 Salmonella - Negatif
10.4 Staphylococcus aureus koloni/g Maks. 5x10
10.5 Vibrio cholerae - Negatif
Sumber : BSN (1995)
2.6.4 Pemasakan
Pemasakan bakso umumnya dilakukan dengan air mendidih dengan dua
kali perebusan agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak
pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat (Desrosier 1988). Lama waktu
perebusan bakso ikan yaitu selama 15 menit sehingga akan menghasilkan bakso
ikan berkualitas. Apabila bakso yang direbus sudah mengapung di permukaan air
berarti bakso sudah matang dan dapat diangkat. Kematangan bakso juga dapat
dilihat dengan melihat bagian dalam bakso. Jika diiris, bekas irisan bakso yang
sudah matang tampak mengkilap agak transparan, tidak keruh seperti adonan lagi
(Wibowo 2006).
2.8.2 Gula
Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat dengan rasa
manis yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya
digunakan untuk menyatukan sukrosa dari bit atau gula tebu (Buckle et al. 1987).
Gula tebu dihasilkan dari tanaman tebu (Saccharum officinarum L.). Gula juga
berfungsi sebagai pengawet karena memiliki sifat higroskopis. Kemampuannya
menyerap kandungan air dalam bahan pangan ini bisa memperpanjang masa
simpan (Saparinto dan Hidayati 2006).
3 METODOLOGI
Score sheet
dilakukan pembagian menjadi lima bagian yang sama rata. Diagram alir preparasi
ikan layaran (Istiophorus orientalis) dapat dilihat pada Gambar 3.
Ikan layaran
Pencucian
Pem-fillet-an
Daging lumat
Penimbangan
Gambar 4 Diagram alir pembuatan gel daging lumat ikan layaran (Istiophorus
orientalis)
abu, uji kadar protein dan nitrogen, uji karbohidrat, uji protein larut garam, dan uji
pH. Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran dapat dilihat pada Gambar 5.
Ikan layaran
Garam 2,5%
Bawang merah 2,5%
Pelumatan daging Bawang putih 4%
Gula 2%
Lada 1%
Pengadonan Air es
Tepung tapioka 10%
Minyak 10%
Pencetakan bakso
Bakso
Gambar 5 Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran (Istiophorus orientalis)
yang dapat digolongkan menjadi panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak
terlatih, panelis tidak terlatih, dan panelis konsumen.
Uji organoleptik dengan menggunakan metode scoring atau skor mutu
berfungsi untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik terhadap penampakan,
aroma, rasa dan tekstur dari suatu produk. Skala angka dan spesifikasi dari setiap
karakteristik mutu produk sudah dicantumkan dalam score sheet organoleptik.
Metode ini menggunakan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan
angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk ini adalah
5 (lima) artinya bila produk perikanan yang diuji memperoleh nilai yang sama
atau lebih kecil dari lima maka produk tersebut dinyatakan tidak lulus standar dan
tidak bisa memperoleh Sertifikat Mutu Ekspor. Skala ini ditunjukan dengan
spesifikasi masing-masing produk yang dapat memberikan pengertian pada
panelis. Panelis pada uji organoleptik ini berjumlah 30 orang semi-terlatih.
(1) Uji kekuatan gel (White dan Englar diacu dalam Alpis 2002)
Pengukuran kekuatan gel dilakukan secara obyektif dengan menggunakan
Texture analyzer (TA-XT21). Tingkat kekerasan bakso ikan dinyatakan dalam
gram force tiap cm2 (gf/cm2) yang berarti besarnya gaya tekan untuk memecah
deformasi produk. Sampel diletakkan dibawah probe berbentuk silinder pada
tempat penekanan, dengan sisi lebar ke atas, kemudian dilakukan penekanan
terhadap sampel dengan probe silinder tersebut. Kecepatan alat ketika menekan
sampel adalah 1 mm/s. Tekanan dilakukan sebanyak satu kali dan hasil
pengukuran akan tercetak pada kertas grafik dan dapat dilihat tinggi saat sampel
benar-benar pecah. Nilai tertinggi pada grafik menunjukkan nilai kekuatan gel
pada suatu bahan.
(2) Uji derajat putih (Park 1994 dalam Chaijan et al. 2004)
Derajat putih sampel dilakukan dengan Chromameter minolta, yaitu
analisis warna secara objektif yang mengukur warna yang dipantulkan oleh
permukaan sampel yang diukur. Skala warna yang digunakan untuk mengukur
17
tingkatan dari lightness L* adalah hitam (0) sampai cerah/terang (100), a* adalah
merah (60) sampai hijau (-60) dan b* adalah kuning (60) sampai biru (-60).
Nilai derajat putih dapat diketahui dari nilai lightness L* yang tertera pada
monitor Chromameter.
(5) Water Holding Capacity (WHC) (Hamm 1972 diacu dalam Nantami 2011)
Daya ikat air dapat diukur dengan menggunakan alat carverpress. Sampel
sebanyak 0,3 gram diletakkan dikertas saring dan dijepit dengan carverpress,
yaitu diantara dua plat jepitan berkekuatan 35 kg/cm 2 selama 5 menit. Kertas
saring yang digunakan yaitu Whatman no 40. Luas area bebas yaitu luas air yang
diserap kertas saring akibat penjepitan, dengan kata lain selisih luas antara
lingkaran luar dan dalam kertas saring. Bobot air bebas (jumlah air dalam gel dan
bakso yang terlepas) dapat dihitung sebagai berikut :
WHC (%) = kadar air total daging (%) – kadar air bebas (%)
18
(6) Protein larut garam (PLG) (Shuffle dan Galbraeth 1964 diacu dalam
Eryanto 2006)
Rigor mortis terjadi akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang
kompleks di dalam otot ikan setelah ikan mati. Sirkulasi darah akan berhenti dan
suplai oksigen berkurang menyebabkan glikogen berubah menjadi asam laktat
sehingga pH tubuh ikan dan jumlah adenosin trifosfat (ATP) menurun serta
ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya (Junianto 2003).
Ikan pada fase rigor mortis umumnya dimanfaatkan menjadi makanan
yang langsung diolah sedangkan untuk bahan baku pembuatan surimi yang paling
baik adalah menggunakan ikan pada fase pre rigor (Konogaya 1990). Sistem
rantai dingin yang belum berjalan secara optimal di pasar nelayan Palabuhanratu
menyebabkan kesegaran sampel ikan layaran yang didapatkan kurang prima.
yang tersedia (Hadiwiyoto 1993). Kadar lemak ikan layaran pada penelitian ini
dapat diklasifikasikan ke dalam ikan berlemak rendah karena kurang dari 5%
(Stansby 1982).
(1) Penampakan
Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai panelis dalam
mengkonsumsi suatu produk. Penampakan tidak menentukan tingkat kesukaan
konsumen secara mutlak, tetapi mempengaruhi penerimaan konsumen. Produk
dengan bentuk yang rapi, bagus, dan utuh pasti lebih disukai konsumen daripada
produk yang kurang rapi dan tidak utuh (Soekarto 1985). Tabel 5 menunjukkan
25
bahwa nilai penampakan gel ikan layaran merupakan yang tertinggi menurut
panelis 7,23 dibandingkan dengan penelitian lain, pada penampakan gel daging
merah ikan tuna mata besar, tuna dan sapu-sapu yang masing-masing bernilai
4,80; 4,47 dan 5,50. Hal ini berarti penilaian panelis terhadap penampakan gel
ikan layaran berada pada kriteria suka (BSN 2011). Penampakan gel ikan dapat
dipengaruhi oleh proses pemasukan daging pada casing sebelum perebusan
(Suzuki 1981). Pemasukan daging pada casing yang tidak rata dan menyeluruh
dapat mengakibatkan gel ikan menjadi berongga dan permukaan tidak rapi.
Daging merah ikan layaran yang banyak dihilangkan selama proses penanganan
menyebabkan pencetakan dapat dilakukan dengan mudah.
(2) Warna
Warna merupakan faktor penting bagi kebanyakan makanan baik yang
diproses maupun tidak diproses. Warna memegang peranan penting dalam
penerimaan makanan bersama-sama dengan aroma, rasa, tekstur dan penampakan
(de Man 1997). Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai warna gel ikan layaran
merupakan yang tertinggi yaitu 6,73 dibandingkan penelitian lain pada warna gel
daging merah ikan tuna mata besar dan sapu-sapu yang masing-masing bernilai
4,80 dan 5,00. Penilaian panelis terhadap warna gel ikan layaran berada pada
kriteria suka. Tata cara pelaporan hasil uji hedonik jika angka di belakang koma
lebih besar dari lima maka angka di depan koma naik satu angka sehingga nilai
warna gel ikan layaran adalah 7 (BSN 2011). Warna gel ikan layaran mempunyai
nilai yang tinggi karena dalam pembuatannya tidak menggunakan daging merah
sedangkan gel ikan tuna mata besar menggunakan daging merah. Hendriawan
(2002), menyebutkan bahwa daging merah pada ikan tuna mengandung pigmen-
pigmen dan darah yang dapat mengakibatkan gel ikan yang dihasilkan berwarna
gelap dan tidak cerah. Warna merah pada daging merah disebabkan kandungan
hemoprotein yang tinggi yaitu lebih dari 80% (Watanabe 1990).
(3) Rasa
Rasa merupakan faktor penting yang menjadi dasar diambilnya keputusan
oleh konsumen terhadap diterimanya suatu produk. Apabila sebuah produk
mempunyai rasa yang tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh
26
(4) Aroma
Aroma makanan dapat menentukan enak atau tidaknya makanan, bahkan
industri pangan menganggap uji aroma sangat penting karena dapat memberikan
hasil penilaian dengan cepat (Soekarto 1985). Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai
aroma gel ikan layaran merupakan yang tertinggi yaitu 6,30 dibandingkan
penelitian lain pada aroma gel daging merah ikan tuna mata besar, tuna dan sapu-
sapu yang masing-masing bernilai 4,88; 4,27 dan 5,40. Penilaian panelis terhadap
aroma gel ikan layaran berada pada kriteria agak suka (BSN 2011). Aroma gel
ikan diduga dipengaruhi oleh tingkat keamisan pada tiap-tiap jenis ikan.
Penggunaan daging lumat sebagai bahan baku gel ikan menyebabkan aroma amis
masih tercium jelas. Semua aroma gel ikan secara umum masih dapat diterima
oleh panelis kecuali aroma gel ikan tuna yang agak tidak disukai oleh panelis.
(5) Tekstur
Tekstur merupakan karakteristik yang sangat penting bagi produk gel
karena produk gel bersifat kenyal dan elastis (Tanikawa 1971). Tekstur adalah
halus atau tidaknya suatu irisan pada saat disentuh dengan jari atau indera
pengecap oleh panelis. Tekstur makanan dapat dievaluasi dengan uji mekanika
27
menunjukkan bahwa nilai uji lipat gel ikan layaran merupakan yang tertinggi yaitu
4,90 dibandingkan penelitian lain pada uji lipat gel daging merah ikan tuna mata
besar, tuna dan sapu-sapu yang masing-masing bernilai 2,30; 2,00 dan 4,50. Hal
ini berarti penilaian panelis terhadap uji lipat gel ikan layaran berada pada grade
AA (BSN 2009). Hasil uji lipat ini berkaitan langsung dengan tekstur gel,
terutama kekuatan gel. Semakin baik hasil uji lipat, mutu gel surimi yang
dihasilkan akan semakin baik (Shaban et al. 1985 dalam Santoso et al. 1997).
lebih rendah daripada ikan air laut (Astawan et al. 1996). Djazuli et al. (2009),
menyatakan bahwa protein larut garam berperan sangat penting dalam
menentukan mutu fungsional surimi, terutama pembentukan gel dan tekstur.
Kadar lemak ikan layaran yang rendah juga menjadi faktor tingginya
kekuatan gel ikan layaran. Hal ini berbeda dengan kandungan lemak ikan tuna dan
tuna mata besar yang mencapai 5% (Tabel 7). Daging lumat ikan tuna
menggunakan daging merah yang mengandung pigmen-pigmen dan darah
(Hendriawan 2002) serta lebih dari 80% protein pada daging merah merupakan
mioglobin dan hemoglobin (Watanabe 1990). Suzuki (1981) menyatakan bahwa,
kotoran, darah, lemak, haemoglobin, dan protein sarkoplasma dapat menghambat
pembentukan gel ikan.
Daging lumat yang ditambahkan garam 2,5% mengakibatkan protein
miofibrilar (aktomiosin, miosin, aktin) menjadi terlarut dalam larutan garam dan
membentuk sol yang adhesif (Tanikawa 1971). Ion Cl - secara selektif menetralkan
muatan positif molekul protein, menggeser pH isoelektrik ke titik yang lebih
rendah, mengakibatkan kelarutan protein pada pH proses meningkat (Schepf 1992
dalam Fitrial 2000). Kekuatan ionik meningkat akibat penambahan garam juga
menyebabkan kestabilan protein terhadap panas menurun (Chen et al. 1995).
Pemanasan sol akan membentuk gel dengan struktur tiga dimensi yang dapat
menjerat air di dalamnya sehingga gel menjadi kenyal (Fitrial 2000).
bahan tersebut (Winarno 2008). Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar air gel ikan
layaran sebesar 76,13% lebih rendah dari kadar air gel daging merah ikan tuna
mata besar dan tuna yang masing-masing sebesar 69,61 dan 70,14% tetapi lebih
besar dari gel ikan sapu-sapu sebesar 77,83%. Kadar air tiap jenis ikan
dipengaruhi oleh habitat dan jenis ikan. Ikan air tawar cenderung memiliki
kandungan air yang lebih tinggi dibandingkan ikan air laut. Hal inilah yang
menjadikan tekstur daging ikan air tawar lebih lembek. Lee (1984), menyatakan
bahwa kadar air maksimum untuk daging ikan lumat sebaiknya 78-80%.
ikan marlin, tepung tapioka, tepung sagu, bumbu, es, telur, monosodium glutamat.
Bakso pembanding II adalah bakso yang dibeli dari supermarket yang telah
memiliki pasar dalam skala nasional. Komposisi dari bakso ini adalah urimi, air,
tapioka, garam, bumbu, gula, penguat rasa mononatrium glutamat dan sekuestren
fosfat. Proses pembuatan dan bumbu-bumbu dari kedua bakso pembanding tidak
diketahui secara detail karena termasuk rahasia peruahaan.
(1) Penampakan
Penampakan merupakan parameter yang menentukan penerimaan dari
panelis karena banyak sifat mutu komoditas dinilai dengan penglihatan misalnya
bentuk, ukuran, warna dan sifat permukaan (halus, kasar, buram, cerah, homogen,
heterogen, datar dan bergelombang) (Nantami 2011). Nilai penampakan bakso
ikan layaran dan bakso pembanding dapat dilihat pada Gambar 7.
(2) Warna
Warna merupakan indikator bagi kesegaran atau kematangan suatu
produk. Konsumen biasanya lebih menyukai bakso ikan dengan warna yang putih
meratatanpa adanya warna lain (Wibowo 2006). Menurut BSN (1995) bakso ikan
harus mempunyai warna yang normal. Nilai warna bakso ikan layaran dan bakso
pembanding dapat dilihat pada Gambar 8.
7,1. Warna bakso ikan layaran lebih kecil dari bakso pembanding II diduga karena
perbedaan pencucian, karena bakso pembanding II menggunakan daging surimi
sedangkan bakso ikan layaran berasal dari daging lumat. Jin et al. (2007) dan
Tahergorabi et al. (2012), menyatakan bahwa proses pencucian dapat
menghilangkan bahan-bahan larut air, lemak dan darah sehingga memperbaiki
warna. Bentis et al. (2005) melaporkan bahwa warna surimi dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan siklus pencucian, waktu pencucian dan kuantitas air. Chen
et al. (1997) dalam Bentis et al. (2005) menyatakan bahwa waktu pencucian yang
lama akan menghasilkan daging lumat dengan hidrasi yang tinggi dan degradasi
protein miofibril, sehingga membuat proses dehidrasi berikutnya menjadi lebih
sulit dan dapat menghambat kemampuan pembentukan gel.
Warna bakso ikan layaran secara umum mempunyai kriteria dapat diterima
yaitu suka (BSN 2011) serta memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan
untuk nilai sensori bakso ikan, yaitu minimal 7 (BSN 2006).
(3) Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor penentu daya terima konsumen terhadap
produk pangan. Rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
senyawa kimia, temperatur, konsistensi dan interaksi dengan kompoen rasa lain
serta jenis dan lama pemasakan (Winarno 2008). Nilai rasa bakso ikan layaran
dan bakso pembanding dapat dilihat pada Gambar 9.
(4) Aroma
Bakso ikan yang cenderung lebih disukai konsumen adalah bakso tanpa
aroma yang mengganggu seperti aroma amis, tengik, masam, basi ataupun busuk
(Wibowo 2006). Menurut SNI 01-3819-1995 bakso ikan mempunyai aroma yang
38
normal dan khas ikan. Nilai aroma bakso ikan layaran dan bakso pembanding
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Nilai aroma bakso ikan layaran dan bakso pembanding
(5) Tekstur
Tekstur bakso ikan yang cenderung lebih disukai konsumen adalah bakso
ikan yang mempunyai tekstur kompak, tidak liat atau membal, tidak ada serat
daging, tanpa duri atau tulang, tidak lembek, tidak basah berair, serta tidak rapuh
39
(Wibowo 2006). Menurut BSN (1995) bakso ikan harus mempunyai tekstur yang
kenyal. Nilai tekstur bakso ikan layaran dan bakso pembanding dapat dilihat pada
Gambar 11.
Gambar 11. Nilai tekstur bakso ikan layaran dan bakso pembanding
Gambar 12. Uji lipat bakso ikan layaran dan bakso pembanding
Gambar 13. Uji gigit bakso ikan layaran dan bakso pembanding
penelitian ini sebesar 7,43 lebih tinggi dibandingkan dengan bakso pembanding I
sebesar 5,53 tetapi lebih rendah dibandingkan dengan bakso pembanding II
sebesar 8.
Produk gel ikan yang memiliki kekuatan gel tinggi akan menghasilkan
nilai uji lipat dan uji gigit yang tinggi, dengan uji lipat pada kisaran nilai 4-5
(grade AA) dan uji gigit pada kisaran nilai 7-10 (BSN 2009). Hal ini
menunjukkan bahwa bakso ikan layaran dan bakso pembanding II termasuk
produk yang memiliki kekuatan gel tinggi berdasarkan penilaian panelis. Bakso
pembanding I tidak tergolong pada produk gel tinggi tetapi masih dapat diterima
dalam produk komersial. Istihastuti et al. (1997) menyatakan bahwa nilai kisaran
yang dapat diterima terhadap uji gigit produk-produk komersial ada pada kisaran
nilai 5-6.
WHC juga disebabkan oleh sifat pati yang mudah menyerap air. Hal ini
disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin dengan
protein atau sejenisnya, yang juga disertai oleh pelemahan kekuatan hidrogen.
Dengan demikian, molekul air akan menyusup diantara molekul pati dan protein
(Pandisurya 1983 diacu dalam Fatriani 2003).
Pendinginan bakso akan menyebabkan terjadinya penguatan ikatan
hidrogen antara molekul pati, protein dan molekul air. Penambahan jumlah tepung
tapioka akan meningkatkan zat yang menimbulkan terjadinya ikatan hidrogen
sehingga jumlah air yang tertahan akan semakin banyak (Pandisurya 1983 diacu
dalam Fatriani 2003). Hal inilah yang menyebabkan tinggi WHC pada bakso
pembanding I karena mengandung kadar karbohidrat tinggi yang menunjukkan
jumlah tepung tapioka yang diberikan lebih banyak (Tabel 8).
sebagian besar telah menguap maka kadar komponen lainnya akan mengalami
kenaikan, dan demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu dalam analisis pangan,
kadar air dan komponen lainnya selalu dicantumkan yang dinyatakan dalam basis
basah dan basis kering (Faridah et al. 2008).
Berdasarkan Tabel 8, kadar air yang terkandung pada bakso ikan layaran
sebesar 71,18%, lebih tinggi dibandingkan bakso pembanding I sebesar 59,45%,
tetapi lebih rendah dibandingkan bakso pembanding II sebesar 73,80%.
Rendahnya kadar air pada bakso pembanding I diduga disebabkan oleh perbedaan
komposisi dan bahan baku bahan yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi
tepung tapioka yang ditambahkan maka kadar air produk akan semakin rendah.
Fitrial (2000), menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung tapioka yang
ditambahkan, kadar air gel ikan cucut semakin menurun. Hal ini terjadi karena
pati yang terkandung di dalam tapioka menambah berat total dan bersifat
menyerap air, sedangkan kandungan air yang ada di dalam daging tetap sehingga
persentase kandungan air menurun.
Nilai kadar air pada bakso pembanding II hampir sama dengan penelitian
Uju (2006) yang menggunakan ikan layaran dengan satu kali pencucian, yaitu
mencapai 73,74%. Kadar air ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian karena
adanya proses pencucian. Pencucian dapat meningkatkan sifat hidrofilik dari
daging ikan (Suzuki 1981).
Kadar air meningkat karena pada proses pencucian tidak hanya melarutkan
komponen larut air tetapi juga menyerap air pencucian ke dalam jaringan tubuh
ikan. Kelebihan air dalam jumlah banyak menyebabkan kerusakan pada jaringan
tubuh ikan sehingga produk gel sulit terbentuk. Air yang terserap banyak
berakibat pada terjadinya pengendapan (salting out) yang dapat mengganggu
crosslinking (Lehninger 1988)
Besarnya nilai kadar air pada suatu bahan akan mempengaruhi tingkat
keawetan produk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syarief dan Halid (1992),
yaitu kadar air dalam bahan pangan sangat berhubungan dengan tingkat ketahanan
produk terhadap kerusakan akibat aktivitas enzim, aktivitas mikroba, aktivitas
kimiawi yaitu terjadinya ketengikan, dan reaksi-reaksi non-enzimatis yang dapat
49
pencucian sehingga kadar abu yang dihasilkan semakin menurun. Lee (1984) dan
Venugopal et al. (1994), menyatakan bahwa tujuan pencucian hancuran daging
ikan adalah untuk menghilangkan garam-garam anorganik, protein larut air,
pigmen dan kontaminan.
Penambahan phosphat dalam surimi dapat meningkatkan kadar abu karena
phosphat merupakan garam mineral. Kadar abu dalam surimi jauh lebih besar
dari pada daging lumat dengan pencucian karena dalam pengolahan surimi
diberikan sodium tripolyphospat (STPP) yang juga merupakan garam mineral.
Secara umum, ketiga bakso tersebut telah memenuhi SNI untuk kadar abu
bakso ikan. Hal ini karena kadar abu ketiga bakso tersebut kurang dari 3%,
sedangkan kadar air pada bakso ikan maksimal 3% (BSN 1995).
(7) pH
Nilai pH merupakan parameter pengamatan yang penting dalam analisis
pangan. Protein tersusun dari beberapa jenis asam amino yang diantaranya ada
yang memiliki sifat asam dan basa. Dalam kondis asam (pH rendah), gugus
amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif, dan sebaliknya
dalam kondisibasa (pH tinggi) gugus amino bereaksi dengan OH - sehingga protein
bermuatan negatif (Winarno 2008).
Berdasarkan Tabel 8, nilai pH yang terkandung pada bakso ikan layaran
sebesar 5,82%, lebih tinggi dibandingkan bakso pembanding I sebesar 5,63%,
tetapi lebih rendah dibandingkan bakso pembanding II sebesar 6,62%. Nilai pH
yang rendah pada ikan layaran disebabkan karena ikan yang digunakan pada
penelitian ini sudah memasuki fase akhir rigor mortis yang ditandai dengan nilai
organoleptik ikan yang dibawah 7 pada parameter insang dan penampakan
sayatan daging.
Ikan layaran termasuk ikan berdaging merah yang mempunyai kandungan
glikogen tinggi yang digunakan untuk berenang dan bermigrasi dalam waktu lama
(Shimizu et al. 1992), sehingga setelah post-mortem akan cepat mengalami
glikolisis dan mengakumulasi asam laktat, yang menyebabkan pH daging ikan
turun secara cepat hingga mencapai pH 5,6 (Matsumoto dan Noguchi 1992).
Shimizu et al. (1992) menyebutkan bahwa ikan berdaging merah pada umumnya
memiliki pH yang rendah hingga mencapai pH 5,6-5,8, sedangkan ikan berdaging
putih memiliki pH yang lebih tinggi antara 6,1-6,5.
53
5.1 Kesimpulan
Simpulan hasil penelitian gel daging lumat dan bakso dari daging lumat
ikan layaran (Istiophorus orientalis) adalah :
1 Komposisi kimia gel ikan layaran untuk kadar air sebesar 76,13%, kadar
protein 11,20%, kadar abu 2,80%, kadar lemak 0,80%, kadar karbohidrat
9,07% dan protein larut garam sebesar 4,66%. Gel daging lumat ikan layaran
menghasilkan kekuatan gel 1469,45 gf, derajat putih 63,03%, WHC 56,44%
dengan nilai uji lipat 4,90 dan uji gigit 7,47.
2 Nilai kekuatan gel bakso daging lumat ikan layaran sebesar 755,65 gf, derajat
putih 67,6%, WHC 56,51%. Hasil analisis proksimat bakso untuk kadar air
sebesar 71,18%, kadar protein 8,37%, kadar abu 1,39%, kadar lemak 1,19%,
kadar karbohidrat 17,87%, protein larut garam 3,33% dan pH 5,82.
3 Berdasarkan uji hedonik bakso ikan layaran lebih disukai daripada bakso
pembanding I dan II meliputi penampakan, aroma, tekstur,dan uji lipat.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan bahan baku ikan yang berbeda untuk mengetahui
karakteristik produk gel dan bakso ikan. Untuk memperbaiki kandungan protein
bakso ikan layaran, perlu ditambahkan sumber protein lain seperti ISP, telur atau
daging ikan lain. Selain itu, untuk proses komersialisasi perlu dilakukan
penambahan daging ikan jenis lain yang harganya lebih murah untuk mengurangi
biaya produksi dalam pembuatan bakso ikan.
54
DAFTAR PUSTAKA
Buckle KA, Edwards R, Fleat GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Hari Purnomo
dan Andino, penerjemah: Bogor.
Chaijan M, Benjakul S, Visessanguan, Fautsman C. 2004. Characteristic and gel
properties of muscle from sardine (Sardinella gibbosa) and mackerel
(Rastralliger kanarguta) caught in Thailand. Food Research International
37:1021-1030.
Chairita. 2008. Karakteristik bakso ikan dari campuran surimi ikan laying
(Decapterus spp.) dan ikan kakap merah (Lutjanus sp.) pada penyimpanan
suhu dingin [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Chairita, Harddjito L, Santoso J, Santoso. 2009. Karakteristik bakso ikan dari
campuran surimi ikan laying (Decapterus sp.) dan ikan kakap merah
(Lutjanus sp.) pada penyimpanan suhu dingin. Jurnal Pengolahan Hasil
perikanan Indonesia 8 (1):46-58.
Chang-Lee MV, Pacheco-aguilar R, Crawford L, Lampila LE. 1989. Proteolitic
activity of surimi from Pasific whiting (Merluccius productus) and heat-set
gel texture. Journal of Food Science. 54(5):1116-1124.
Chen NH. 1995. Thermal stability and gel-forming ability af shark muscle as
related to ionic strength. Journal of Food Science 60(6): 1237-1240.
Daniati T. 2005. Pembuatan bakso ikan cucut dengan bahan tambahan jenis
tepung yang berbeda [Tugas akhir]. Semarang : Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Malang.
DeMan JM. 1985. Principles of Food Chemistry. The AVI Publishing Company
Inc, Westport, Connecticut.
Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI-Press.
Djazuli N, Wahyuni M, Monintja D, Purbayanto A. 2009. Modifikasi teknologi
pengolahan surimi dalam pemanfaatan “by-catch” pukat udang di laut
Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12 (1): 17-30.
Eryanto I. 2006. Karakteristik surimi fillet ikan nila (Oreochromis niloticus) yang
disimpan pada suhu dingin [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz D. 1985. Kamaboko, Produk Olahan Ikan yang Berpotensi Untuk
Dikembangkan. Media Teknologi Pangan. 1 (2).
Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Penuntun
Praktikum Analisis Pangan. Bogor ; Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Fatriani Y. 2003. Evaluasi penambahan tepung tapioka dan es batu pada berbagai
tingkat yang berbeda terhadap kualitas bakso sapi [skripsi]. Bogor:
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Forrest JCM, Aberle ED, Hedrick HB, Judge MD, Merrel MA. 1975. Principle of
Meat Science. WH. Freeman. San Francisco.
56
Konagoya. 1990. Keeping of freshness of wet fish. Di dalam: Motohiro T et. al,
editor. Science of Processing Marine Food Products. Volume 1.Hyogo:
Japan International Cooperation Agency.
Koswara S, Hariyadi P, Purnomo EH. 2001. Bakso daging. Jurnal Teknologi
Pangan dan Agroindustri 1 (8): 1411-2736.
Kramlich WE, Pearson AM, Tauber FW. 1973. Processed Meats. The AVI
Publishing Co., Westport-Connecticut.
Lanier TC. 1992. Measurement of surimi composition and functional properties.
Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York:
Marcel Dekker.
Lee CM. 1984. Surimi Process Technology. Food Technology. 38(11): 69-80.
Lehninger AH. 1988. Biokimia :Jilid I. Penerjemah : Thenawijaya M. Jakarta :
Erlangga.
Leung WT, Ritva WRB, Flora HC. 1972. Food Table For Use In East Asia. Part I
& II. Roma.
Luo Y, Shen H, Pan D, Bu G. 2008. Gel properties of surimi from Silver Carp
(Hypophthalmichthys molitrix) as effected by heat treatment and soy
protein isolate. Food Hydrocolloids 22 : 1513-1519.
Matsumoto JJ, Noguchi SF.1992. Cryostabilization of protein in surimi. Di dalam
: Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York : Marcel
Dekker.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Morrissey MT, Wu JW, Lin D, An H. 1993. Protease inhibitor effects on torsion
measurements and autolysis of Pasific whitting surimi. Journal of Food
Science. 58(5): 1050-1054.
Nantami N. 2011. Karakteristik sosis ayam dari surimi ikan lele dumbo (Clarias
gariepenus) dengan penambahan isolate protein kedelai [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nakai S, Modler HW. 1996. Food Proteins : Properties and Characterization.
VHC Publisher. USA
Nielsen RG, Pigott GM. 1994. Gel strenght increased in low-grade heat seat
surimi with blended phosphates. Journal of Food Science 2 (59): 246-250.
Niwa E. 1992. The chemistry of surimi gelation. Di dalam: Lanier TC, Lee CM,
editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker.
Offer G, Knight P. 1988. The structural basis of water holding in meat. Di dalam :
Development in Meat Science-4. Lawrie R, editor. London : Elsevier
Applied Science.
Panagan AT. 2010. Pengaruh penambahan bubuk bawang merah (Allium
ascalonicum) terhadap bilangan peroksida dan kadar asam lemak bebas
minyak goreng curah. Jurnal Penelitian Sains. 10: 06-05.
58
Park S, Brewer MS, Novakofski J, Bechtel PJ and McKeith FK. 1996. Process
and characteristic for a surimi-like material made from beef or pork.
Journal of Food Science. 61(2):422-427.
Peranginangin R, Wibowo S, Fawzya YN. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi.
Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi.Balai Penelitian Perikanan Laut.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Pusparani R. 2003. Pemanfaatan tepung sukun (Altocarpus altilis) sebagai bahan
pengikat pada pembuatan kamaboko daging merah ikan tuna mata besar
(Thunnus obesus) [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Pratiwiningsih IT. 2004. Kajian sifat fungsional, mikrostruktur, dan pendugaan
umur simpan surimi kering dari ikan marlin (Makaira sp.) [thesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: IPB.
Rahmawati D. 2005. Karakteristik fisika kimia gel ikan sapu-sapu (Hyposarcus
pardalis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan ilmu kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Rawdkuen S, Sai-Ut S, Khamsorn S, Chaijan M, Benjakul S. 2009. Biochemical
and gelling properties of tilapia surimi and protein recovered using an
acid– alkaline process. Food Chemistry 112:112–119.
Reynolds J, Park JW, Choi YJ. 2002. Physicochemical properties of Pacific
Whiting surimi as affected by various freezing and storage conditions.
Journal of Food Science. 67(6): 2072-2078.
Rismunandar. 1993. Lada, Budidaya dan Tata Niaganya. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Rosa R, Bandara NM, Nunes ML. 2007. Nutritional quality of African catfish
Clarias gariepinus (Burchell 1822): a positive criterion for the future
development of the European production of Silurodei. International
Journal of Food Science and Technology 42:342-351.
[SIDATIK] Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan.
2011. Statistik perikanan tangkap perairan laut. www.statistik.kkp.go.id.
[23 Maret 2012].
Saanin H.1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I, Bandung : Bina cipta
Bandung.
Santoso J, Trilaksani W, Nurjanah, Nurhayati T. 1997. Perbaikan mutu gel ikan
mas (Cyprinus carpio) melalui modifikasi proses. Laporan Penelitian.
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Saparinto C dan Hidayati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius
Shahidi F. 1994. The chemistry, processing technology and quality of seafood an
interview. Di dalam : Shahidi F, Botta JR, editor. Seafood : Chemistry,
59
Venugopal V, Doke SN, Nair PM. 1994. Gelation of shark myofibrillar protein by
week organic acids. Food Chemistry 50 (2): 185-190.
Wu MC, Lanier TC, Hamann DD. 1985. Thermal transitions of admixed
starch/fish protein systems during heating. Journal of Food Science.
50:20-25.
[WPI] Warta Pasar Ikan. 2011. Ikan penyuplai protein. Edisi Mei Volume 93.
Waridi. 2004. Pengolahan Bakso Ikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Watanabe S. 1990. The chemistry of protein from marine animals. Dalam Science
of Processing Marine Food Product. Vol I. Editor Motohiro T, Kadota H,
Hashimoto K, Kayama M, Tokunaga T. Japan International Cooperation
Agency. Hyogo International Centre. Japan.
Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Jakarta : Penebar
Swadaya.
_________. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Jakarta: Penebar Swadaya.
Winarno FG dan Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.
Yasin AWN. 2005. Pengaruh pengkomposisian dan penyimpanan dingin daging
lumat ikan cucut pisang (Carcharinus falciformis) dan ikan pari kelapa
(Trygon sephen) terhadap karakteristik surimi yang dihasilkan [skripsi].
Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Yunizal, Suparno dan Nasran S. 1998. Usaha mengurangi kadar urea daging cucut
mentah dengan perebusan menggunakan superheated steam. Laporan
Penelitian Teknologi Perikanan. 28: 27-30.
Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in Foods. Berlin: Springer Verlag.
61
LAMPIRAN
62
Nama Panelis :
Tanggal pengujian :
Instruksi :
Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan
pengujian.
Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
Kode sampel
Spesifikasi Nilai
Kenampakan
1 Mata
Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9
Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8
Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan,
7
kornea agak keruh
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan,
6
kornea agak keruh
Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea
5
agak keruh.
Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi
3
putih susu, kornea keruh.
Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning. 1
2 Insang
Warna merah cemerlang, tanpa lendir. 9
Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir. 8
Warna merah agak kusam, tanpa lendir. 7
Warna merah agak kusam, sedikit lendir. 6
Mulai ada diskolorisasi, merah kecoklatan, sedikit
5
lendir, tanpa lendir.
Warna merah coklat, lendir tebal. 3
Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal. 1
3 Lendir permukaan
Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah. 9
Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada
8
perubahan warna.
Lapisan lendir agak keruh, warna agak putih, kurang
7
transparan.
Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak kusam,
6
kurang transparan.
Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna
5
putih, keruh.
Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning. 3
Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan. 1
4 Daging (wana dan kenampakan)
Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, 9
63
Warna Aroma
Spesifikasi Nilai
Kode sampel Kode sampel
Amat sangat suka 9
Sangat suka 8
Suka 7
Agak suka 6
Netral 5
Agak tidak suka 4
Tidak suka 3
Sangat tidak suka 2
Amat sangat tidak suka 1
(SNI 2346:2011)
65
Nama panelis :
Tanggal pengujian :
Jenis produk :
Berikan tanda √ pada nilai yang disukai dari contoh yang disajikan
Spesifikasi Nilai Grade Kode sampel
Tidak retak bila dilipat dua kali 5 AA
Tidak retak bila dilipat satu kali 4 A
Sedikit retak bila dilipat satu kali 3 B
Retak bila dilipat satu kali 2 C
Hancur bila ditekan jari 1 D
(SNI 2732.6:2009)
Nama panelis :
Tanggal pengujian :
Jenis produk :
Berikan tanda √ pada nilai yang disukai dari contoh yang disajikan
Spesifikasi Tekstur dan Elastisitas Nilai Kode sampel
Amat sangat kuat 10
Sangat kuat 9
Kuat 8
Agak kuat 7
Normal 6
Agak lunak 5
Lunak 4
Sangat lunak 3
Amat sangat lunak 2
Hancur 1
(SNI 2732.6:2009)
Lampiran 5 Rekapitulasi uji sensori, uji lipat dan uji gigit gel ikan layaran
Lampiran 6 Rekapitulasi uji sensori, uji lipat dan uji gigit bakso ikan
layaran
Lampiran 9a Grafik hasil analisis kekuatan gel pada gel ikan layaran
Lampiran 10a Grafik hasil analisis kekuatan gel bakso ikan pembanding I
Lampiran 10b Grafik hasil analisis kekuatan gel bakso ikan pembanding II
73