Anda di halaman 1dari 67

KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAGING KEONG MACAN

(Babylonia spirata), KERANG TAHU (Meretrix meretrix), DAN


KERANG SALJU (Pholas dactylus)

ACHMAD GIFARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

6
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Karakteristik


Asam Lemak Daging Keong Macan (Babylonia spirata), Kerang Tahu
(Meretrix meretrix) dan Kerang Salju (Pholas dactylus) adalah karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Achmad Gifari
C34070066

6
ABSTRAK

ACHMAD GIFARI. C34070066. Karakteristik Asam Lemak Daging Keong


Macan (Babylonia spirata), Kerang Tahu (Meretrix meretrix) dan Kerang Salju
(Pholas dactylus). Dibimbing oleh ASADATUN ABDULLAH dan
NURJANAH.

Keong macan, kerang tahu, dan kerang salju merupakan kerang konsumsi
yang pemanfaatannya belum optimal, karena kurangnya informasi mengenai
kandungan gizi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan jumlah asam
lemak yang terdapat pada daging keong macan, kerang tahu, dan kerang salju.
Komposisi kimia dari tiga sampel diuji dengan metode termogravimetri, soxhlet
dan kjeldahl. Pengujian asam lemak menggunakan metode Gas Chromatography
(GC). Kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat keong macan 78,44%,
1,20%, 0,33%, 17,38% dan 2,65% ; kerang tahu adalah 79,98%, 1,37%, 0,11%,
9,39% dan 9,02% ; dan kerang salju 83,78%, 1,19%, 0,11%, 11,37% dan 3,55%.
Keong macan, kerang tahu, dan kerang salju mengandung asam lemak jenuh,
yaitu laurat, miristat, palmitat dan stearat. Asam lemak tak jenuh tunggal yaitu
oleat dan palmitoleat, serta asam lemak tak jenuh jamak yaitu linoleat, linolenat,
arakhidonat, EPA dan DHA. Kandungan asam laurat tertinggi ditemukan pada
keong macan sebesar 0,55%. Kandungan miristat tertinggi pada kerang salju
sebesar 1,05%, asam palmitat dan stearat tertinggi ditemukan pada kerang salju
yaitu sebesar 11,22% dan 3,45%. Kandungan oleat tertinggi pada kerang salju
yaitu 3,81% dan asam palmitoleat tertinggi ditemukan pada kerang tahu yaitu
2,5%. Keong macan memiliki asam linoleat tertinggi yaitu 0,95%. Kandungan
linolenat tertinggi terdapat pada kerang salju yaitu 0,16% dan asam arakhidonat
tertinggi pada keong macan, yaitu 5,17%. Kandungan EPA dan DHA tertinggi
terdapat pada kerang tahu yaitu sebesar 2,03% dan 6,06%.

Kata kunci: asam lemak, Babylonia spirata, komposisi kimia, Meretrix meretrix,
Pholas dactylus,

ABSTRACT

ACHMAD GIFARI. C34070066. Characterize fatty acid of Babylonia spirata,


Meretrix meretrix, and Pholas dactylus. In supervior ASADATUN ABDULLAH
and NURJANAH.

Babylonia spirata, Meretrix meretrix, and Pholas dactylus are shellfish


consumption has not been optimally utilized, due the lack of information about
nutritional content. This research was aiemed to characterize the fatty acid in
samples. Chemical compositions of samples were tested by thermogravimetric
method, soxhlet method and kjeldahl method. The composition of fatty acid were
tested by Gas Cromatography method. Moisture content, ash, fat, protein and
carbohydrates consequtively B. spirata 78,44%, 1,20%, 0,33%, 17,38% and
2,65%. ; M. meretrix 79,98%, 1,37%, 0,11%, 9,39% and 9,02% ; P. dactylus
83,78%, 1,19%, 0,11%, 11,37% and 3,55%. B. spirata, M. meretrix, and P.

6
dactylus contains saturated fatty acid is lauric, myristic, palmitic and stearic.
Monounsaturated fatty acid are oleic and palmitoleic, and polyunsaturated fatty
acids are linoleic, linolenic, arachidonic, EPA and DHA. The highest content of
lauric acid in the B. spirata at 0,55%. The highest content of myristic acid in P.
dactylus of 1,05%, the highest of palmitic and stearic acid in P. dactylus that is
equal to 11,22% and 3,45%. The highest content of oleic in P. dactylus is 3,81%
and the highest palmitoleat acid found in M. meretrix is 2,5%. B. spirata has the
highest linoleic acid at 0,95%. The highest content of linolenic acid found in P.
dactylus at 0,16% and the highest arachidonic acid in B. spirata, which is 5,17%.
The highest content of EPA and DHA found in M. meretrix are equal to 2,03%
and 6,06%.

Keyword: Babylonia spirata, chemical compositions, fatty acids,


Meretrix meretrix, Pholas dactylus.

6
KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAGING KEONG MACAN
(Babylonia spirata), KERANG TAHU (Meretrix meretrix) DAN
KERANG SALJU (Pholas dactylus)

ACHMAD GIFARI
C34070066

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan


pada fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

6
Judul : Karakteristik Asam Lemak Daging Keong Macan
(Babylonia spirata), Kerang Tahu (Meretrix meretrix) dan
Kerang Salju (Pholas dactylus)

Nama : Achmad Gifari


NRP : C34070066
Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pemimbing II

Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M. Dr. Ir. Nurjanah, MS.


NIP. 1983 0405 2005 01 2 001 NIP.1959 1013 1986 01 2 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil


NIP.1958 0511 1985 03 1 002

Tanggal Lulus :

6
PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul Karakteristik Asam Lemak Daging Keong Macan
(Babylonia spirata), Kerang Tahu (Meretrix meretrix), dan Kerang Salju
(Pholas dactylus); merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M dan Dr. Ir. Nurjanah masing-masing
selaku ketua dan anggota pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
bimbingan, arahan, masukan serta dana dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.Biol. selaku dosen penguji dan selaku ketua
program studi THP atas saran dan arahan dalam perbaikan skripsi ini.
3. Para staf Tata usaha THP terutama Pak Ade dan Bang Ismail atas arahan dan
kesabarannya.
4. Bu Ani, Mbak Mila dan mas Ian serta staf Lab Terpadu IPB yang telah
membantu dalam anlisis asam lemak.
5. Keluarga tercinta, Bapak (Supendi), Mama (Lisnawati), Kakak (Nano), Adek
(Nia Rahayu) dan Febriana Dewi K. atas segala doa, kasih sayang,
motivasinya, banyak mendukung, menemani saat susah maupun senang serta
selalu menyemangati penulis.
6. Tim bahan baku 2011 (Taufik, Dimas, Kiki, Yone, Indah, Fadil, Leni, Mprit,
Adi), Sabri, dan Azwin atas suka duka, perjuangan, kekompakkan, kerjasama
dan semangatnya dalam keadaan senang maupun susah.
7. Teman-teman THP44, THP43, THP42, THP45 dan THP46, serta pihak-
pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukan
Bogor, Juni 2011

Achmad Gifari

6
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal


26 Juli 1989. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan
Supendi dan Lisnawati.
Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN 4
Pasir Bungur (1995-2001), selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikannya di SLTP N 2 Bayah (2001-2004). Pendidikan
menengah atas ditempuh penulis di SMA N 4 kota Sukabumi (2004-2007). Pada
tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan antara lain Ikatan Keluarga Mahasiswa Sukabumi (Ikamasi)
sebagai ketua periode 2008-2009, UKM Bola Voli sebagai anggota pelatihan
tahun 2007, OMDA KMB (Keluarga Mahasiswa Banten) sebagai anggota tahun
2008, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FPIK sebagai staf divisi Pendidikan
dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (PPSDM) periode 2008-2009, Kepala
departemen Pengembangan Budaya Olahraga dan Seni (PBOS) periode tahun
2010-2011, Staf Kementrian Budaya Olahraga dan Seni BEM KM IPB
Bersahabat periode 2011. Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai
kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Karakteristik Asam Lemak
Daging Keong Macan (Babylonia spirata), Kerang Tahu (Meretrix meretrix),
dan Kerang Salju (Pholas dactylus).

6
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 2

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Macan (Babylonia spirata) ........ 3
2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Tahu (Meretrix meretrix) ......... 4
2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Salju (Pholas dactylus) ............ 5
2.4 Lipid ............................................................................................... 6
2.5 Kromatografi Gas (Gas Chromatography) .................................... 11

3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 14
3.2 Bahan dan Alat ............................................................................... 14
3.3 Metode Penelitian ........................................................................... 14
3.3.1 Persiapan contoh ..................................................................... 15
3.3.2 Rendemen ............................................................................... 15
3.3.3 Analisis kimia ......................................................................... 16
3.3.3.1 Analisis proksimat ............................................................. 16
3.3.4 Analisis asam lemak (AOAC 1995) ....................................... 18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Karakteristik Keong Macan, Kerang Tahu, dan Kerang Salju ....... 23
4.2 Rendemen ....................................................................................... 24
4.3 Kandungan Gizi .............................................................................. 26
4.3.1 Kadar air ................................................................................. 26
4.3.2 Kadar lemak ............................................................................ 27

6
4.3.3 Kadar protein .......................................................................... 28
4.3.4 Kadar abu ................................................................................. 29
4.4 Komposisi Asam Lemak ................................................................ 29

5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 35
5.2 Saran ............................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 36


LAMPIRAN .............................................................................................. 40

vi6
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Hasil pengamatan panjang, lebar, tinggi dan bobot rata-rata
pada tiap jenis kerang ................................................................. 22
Tabel 2 Hasil pengamatan karakteristik fisik cangkang, daging, dan
jeroan keong macan, kerang tahu, dan kerang salju .................. 24
Tabel 3 Hasil uji proksimat kerang (n=2) ............................................... 26
Tabel 4 Nilai retention time asam lemak keong macan, kerang tahu,
dan kerang salju ......................................................................... 31

6
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Keong macan (Babylonia spirata) ....................................... 3
Gambar 2 Kerang tahu (Meretrix meretrix) .......................................... 4
Gambar 3 Kerang salju (Pholas dactylus) ............................................ 5
Gambar 4 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida ............. 7
Gambar 5 Struktur EPA dan DHA ........................................................ 10
Gambar 6 Diagram alir metode penelitian ............................................ 15
Gambar 7 (a) Kromatografi, (b) Rekorder ............................................ 20
Gambar 8 Mekanisme kerja kromatografi gas ...................................... 20
Gambar 9 (a) Keong macan, (b) Kerang tahu, (c) Kerang salju, yang
diambil dari perairan Muara Angke ..................................... 23
Gambar 10 Rendemen pada tiga jenis kerang ........................................ 25
Gambar 11 Hasil analisis kadar asam lemak jenuh pada keong macan,
kerang tahu, dan kerang salju ............................................... 31
Gambar 12 Hasil analisis kadar asam lemak tak jenuh tunggal pada
keong macan, kerang tahu, dan kerang salju ....................... 32
Gambar 13 Hasil analisi kadar asam lemak tak jenuh majemuk pada ....
keong macan, kerang tahu, dan kerang salju......................... 33

6
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Data mofrometrik kerang tahu (Meretrix meretrix)(a), kerang
salju (Pholas dactylus)(b), dan keong macan (Babylonia spirata) .... 41
2 Gambar daging, jeroan, dan cangkang keong macan, kerang tahu,
dan kerang salju ................................................................................ 42
3 C ontoh perhitungan analisis proksimat ............................................ 43
4 Prosedur analisis asam lemak ........................................................... 46
5 Kromatogram asam lemak keong macan, kerang tahu, dan
kerang salju ....................................................................................... 47
6 Contoh perhitungan asam lemak ....................................................... 49
7 Dokumentasi kegiatan ....................................................................... 51

6
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelompok utama biota yang memiliki jumlah spesies terbanyak di perairan


laut Indonesia adalah moluska atau kerang-kerangan (2.500 spesies), yang
meliputi kelompok gastropoda terdiri dari 1.500 spesies dan kelompok bivalvia
terdiri dari 1.000 spesies. Spesies moluska banyak hidup di daerah ekosistem
karang, mangrove, dan padang lamun (Dahuri 2006). Volume produksi kerang di
Indonesia rata-rata mengalami peningkatan pada periode tahun 2002-2006, yaitu
sebesar 7 ton, 2.869 ton, 12.991 ton, 16.348 ton dan 18.896 ton (DKP 2007).
Potensi lestari kerang-kerangan belum banyak dieksploitasi, namun
wilayah penyebarannya sangat luas karena hampir semua perairan laut Indonesia
yang ditumbuhi terumbu karang memiliki beragam jenis kerang. Contoh kerang
yang banyak terdapat di Indonesia adalah keong macan (Babylonia spirata),
kerang tahu (Meretrix meretrix) dan kerang salju (Pholas dactylus). Tingginya
potensi kelompok kerang di Indonesia belum diimbangi dengan pemanfaatan yang
optimal dikarenakan kurangnya informasi mengenai kandungan gizi pada kerang.
Beberapa kelompok kerang masih sebagai hasil tangkapan samping. Salah satu
hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiyono (2009) menyebutkan bahwa keong
macan (Babylonia spirata) dan kerang tahu (Meretrix meretrix) termasuk hasil
tangkapan samping yang didaratkan di PPI Mundu Pesisir.
Moluska diduga memiliki kandungan asam lemak omega-3 dan omega-6
yang bermanfaat bagi perkembangan otak dan untuk mencegah penyakit jantung.
Ada dua jenis asam lemak omega-3 yaitu docosahexaenoic acid (DHA) dan
eiocosapentatonoic acid (EPA). Perbandingan asam lemak omega-3 dan omega-
6 pada keong secara umum sama dengan ikan, yaitu 2:1. Kerang laut dapat
menjadi sumber alternatif asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9 serta
menjadi sumber vitamin A, vitamin D, dan mineral (Natural Hub 2000).
Penelitian tentang kandungan asam lemak pada kerang-kerangan masih
sangat terbatas. Penelitian untuk mempelajari kandungan asam lemak pada kerang
sangat penting untuk dilakukan. Keong macan, kerang tahu dan kerang salju
diduga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama kandungan asam
2

lemak. Hasil penelitian karakteristik asam lemak pada berbagai kerang ini
diharapkan menjadi salah satu informasi dasar dalam pengolahan kerang-kerangan
laut agar pengolahannya dapat dimanfaatkan secara optimum untuk memberikan
nilai tambah.

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
karakteristik, rendemen, dan kandungan gizi, serta menentukan jenis dan jumlah
asam lemak yang terdapat pada keong macan (Babylonia spirata), kerang tahu
(Meretrix meretrix), dan kerang salju (Pholas dactylus).
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Macan (Babylonia spirata)


Klasifikasi Babylonia spirata menurut Linnaeus (1758) diacu dalam
Anonim (2008) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Family : Buccinidae
Genus : Babylonia
Spesies : Babylonia spirata

Gambar 1 Keong macan (Babylonia spirata)

Nama lokal Babylonia spirata yaitu Keong macan. Ukuran Babylonia


spirata yaitu 40 - 75 mm. Penyebarannya yaitu Pakistan - Sri Lanka Taiwan.
Hewan ini hidup di iklim tropis dan terdapat di dasar laut dengan kedalaman 10-
20 meter. Hewan ini memiliki nilai ekonomis karena cangkangnya yang dapat
dimanfaatkan sebagai hiasan. Status konservasi hewan ini dalam IUCN adalah
tidak terdaftar dalam hewan yang dilindungi (Anonim 2008). Hewan ini dalam
ekosistem berfungsi sebagai salah satu mata rantai makanan. Larva gastropoda
merupakan makanan penting bagi anak ikan karnivora di laut dan memiliki nilai
ekonomis. Nilai ekonomis dari hewan ini adalah sebagai bahan pangan, pakan
ternak, dan bahan baku kerajinan tangan (Suwignyo 2005).
4

2.2 Deskripisi dan Klasifikasi Kerang Tahu (Meretrix meretrix)


Anggota kelas Bivalvia diperkirakan berjumlah sepertiga dari filum
Moluska, yang meliputi kerang, kijing, tiram dan lainnya. Ciri utamanya memiliki
dua cangkang yang pipih dan lateral. Tubuhnya bersifat simetri bilateral dan
berada dalam cangkang. Kaki biasanya berbentuk seperti kapak dan insang tipis
berbentuk seperti papan. Umumnya memiliki kelamin yang terpisah dan ada juga
yang hermafrodit. Anggota dari kelas Bivalvia dapat menghuni laut dan air tawar
(Barnes 1980). Menurut George (1990), klasifikasi kerang tahu (Meretrix
meretrix) dapat dilihat sebagai berikut :
Filum : Molluska
Kelas : Bivalvia
Ordo : Veneroida
Famili : Veneridae
Genus : Meretrix
Spesies : Meretrix meretrix

Gambar 2 Kerang tahu (Meretrix meretrix)

Meretrix meretrix mempunyai panjang hampir tiga inci, cangkangnya


berbentuk segitiga dan pipih. Mempunyai suatu lekukan mulai dari daerah umbo
sampai ke posterior dan pinggir bawah membulat. Ujung posterior lebih panjang
dari anterior, permukaan cangkang halus dan berkilau. Mempunyai bermacam
warna dan pola di permukaan luar cangkang yang licin, mulai dari putih,
kecoklatan sampai coklat kehitaman, cangkang bagian dalam berwarna putih,
sinus palial dalam dan di dekat umbo mempunyai bentuk seperti terpotong seperti
berwarna orange kecoklatan, umumnya mempunyai sedikit corak berupa corengan
yang tersebar konsentrik. Bagian dalam cangkang berwarna putih (Morris 1973).
5

2.3 Deskripisi dan Klasifikasi Kerang Salju (Pholas dactylus)


Menurut Linnaeus (1758), klasifikasi kerang salju (Pholas dactylus) dapat
dilihat sebagai berikut :
Filum : Moluska
Kelas : Bivalvia
Ordo : Myoida
Famili : Scolioidea
Genus : Pholas
Spesies : Pholas dactylus

Gambar 3 Kerang salju

Anatomi kerang bagian luar terdiri dari cangkang. Anatomi kerang bagian
dalam terdiri dari tiga bagian utama yaitu mantel, insang dan organ dalam. Mantel
besar menggantung di seluruh badan, dan membentuk lembaran yang luas dari
jaringan yang berada di bawah cangkang. Tepi mantel menghasilkan tiga lipatan
yaitu dalam, tengah dan luar. Pada lapisan luar bagian dalam permukaan terdapat
periostrakum dan di bagian luar permukaan terdapat lapisan zat kapur. Seluruh
permukaan mantel mensekresikan zat kapur (Rupert and Barnes 1994 diacu dalam
Sulistiawan 2007).

2.4 Potensi dan Pemanfaatan Kerang Laut


Pemanfaatan kerang laut sebagai salah satu sumber makanan sejak lama
telah dilakukan karena kerang laut memiliki nilai gizi cukup tinggi, rasa lezat, dan
mudah didapatkan. Sama seperti ikan dan hewan laut lainnya, daging keong laut
memiliki kandungan asam lemak omega-3 dan omega-6 yang bermanfaat bagi
perkembangan otak dan untuk mencegah penyakit jantung. Ada dua jenis asam
lemak omega-3 yaitu docosahexaenoic acid (DHA) dan eiocosapentatonoicacid
6

(EPA). Babylonia spirata merupakan spesies yang nilai ekspornya terus


mengalami peningkatan setiap tahun dan hidup di perairan dangkal di daerah
dengan substrat berpasir. Eksport Babylonia spirata dari kawasan Karibia seperti
Bahama, Belize, Kuba, dan Jamaika kurang lebih 10% dari total hasil perikanan di
negara tersebut. Permasalahan yang muncul ialah semakin berkurang populasi
keong ini sehingga sejak tahun 1994 perdagangan komersial B. Spirata dibatasi
dan dimasukkan ke dalam daftar spesies yang harus dilindungi. Salah satu usaha
untuk mengatasi besarnya permintaan pasar ialah dengan membudidayakannya.
Budi daya keong ini telah dilakukan secara intensif di Venezuela dan di
kawasan Karibia (CFMC CFRAMP 1999, Tewfik et al. 2001).
Akhir-akhir ini banyak jenis keong laut diteliti dan dipelajari untuk
pengembangan dalam ilmu kedokteran. Keong laut dari famili Conidae
menghasilkan racun konotoksin untuk melumpuhkan mangsa. Racun tersebut
telah dibuat senyawa turunannya, yaitu ziconotide dan prialt yang merupakan
rantai polipeptida sintetik. Senyawa ini digunakan untuk mengobati penyakit
kanker, jantung, AIDS, dan berbagai penyakit yang bersifat kronis (Bourquin &
Mayhew 1999, Webster et al. 2001, Hirschler 2002). Selain itu, ekstrak daging
Haliotis spp. juga menghasilkan paolin, yaitu senyawa yang dapat digunakan
untuk mematikan bakteri yang tahan terhadap penisilin seperti
Staphylococcusareus, Streptococpyogenes, dan Salmonella thypi (Bourquin dan
Mayhew 1999).
Cangkang keong merupakan salah satu komoditas yang memiliki potensi
untuk dikembangkan. Sejak dulu masyarakat di kawasan Pasifik dan Karibia
memanfaatkan cangkang berbagai jenis keong laut. Cangkang berukuran besar,
terutama dari anggota famili Buccinidae, Trochidae, Turbinidae, dan Volutidae
digunakan sebagai tempat menyimpan makanan atau piring. Selain itu, cangkang
dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan minyak dan obat-obatan.
Spesies keong laut yang cangkangnya memiliki nilai komersial ialah
Haliotis iris dan Trochus niloticus. Keduanya digunakan sebagai kancing baju
dan perhiasan. Filipina, Indonesia, dan negara-negara Pasifik Selatan sejak dulu
telah mengekspor cangkang Trochus sp. dalam bentuk bahan mentah ke Eropa
dan Amerika Serikat. Permintaan cangkang Trochus sp. dunia diperkirakan
7

sebanyak 7000 ton/tahun dengan nilai sebesar 50-60 juta dolar Amerika. Budi
daya Haliotis iris dan Trochus sp. telah berhasil dilakukan di Australia, Fiji, dan
Kepulauan Solomon (Lawrence at al. 1998).
Cangkang keong laut juga dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dalam
pembuatan warna pakaian, antara lain Murex brandaris, M. miliaris, Thais
haemastoma, T. clavigella dan T. leucostoma. Selain itu, bubuk dari cangkang
juga sering ditambahkan dalam makanan ayam untuk memperkuat cangkang telur
ayam. Di beberapa negara seperti Cina dan Jepang, bubuk cangkang digunakan
sebagai bahan pengganti kalsium karbonat untuk membuat tanah liat cair dalam
produksi keramik. Campuran cangkang keong dan kerikil dapat digunakan
sebagai bahan pembuat beton dan semen. Zat kapur dari cangkang juga digunakan
dalam industri lem atau perekat (Bourquin & Mayhew 1999).

2.5 Lipid
Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut
dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, misalnya
kloroform atau eter. Jenis lipid yang paling banyak adalah lemak atau
triasilgliserol yang merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme.
Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu: 1) lipid netral, 2)
fosfolipida, 3) spingolipid dan 4) glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat
di alam (Suhardi et al. 2007).
Lipid berasal dari bahasa Yunani, lipos yang berarti lemak yang
merupakan segolongan besar senyawa yang tidak larut air yang terdapat di alam.
Lipid berperan penting sebagai 1) komponen struktural membran; 2) lapisan pada
beberapa jasad; 3) energi cadangan; 4) komponen permukaan sel yang berperan
dalam proses interaksi antara sel dengan senyawa kimia di luar sel, seperti dalam
proses kekebalan jaringan, dan 5) sebagai komponen dalam proses pengangkutan
melalui membran (Grosch 1999).
Kelompok-kelompok lipida dapat dibedakan berdasarkan struktur kimia
tertentu. Kelompok-kelompok lipida tersebut (Suhardi et al. 2007), yaitu:
1) Kelompok trigliserida, yaitu lemak, minyak dan asam lemak
2) Kelompok turunan asam lemak
8

3) Fosfolipida dan serebrosida


4) Sterol-sterol dan steroida
5) Karetenoida
6) Kelompok lipida lain
Lemak didefinisikan sebagai komponen makanan yang tidak larut dalam
air namun larut dalam pelarut organik (Pomeranz dan Meloan 2002). Definisi lain
mengenai lemak ialah suatu molekul yang disintesis oleh sistem biologis yang
memiliki rantai alifatik hidrokarbon yang panjang sebagai struktur utamanya,
dapat bercabang dan tidak bercabang, dapat membentuk cincin karboksilat dan
dapat mengandung rantai tak jenuh (Davenport dan Johnson 1971).
Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber
energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak ini merupakan sumber energi
paling tinggi yang menghasilkan 9 kkal untuk tiap gramnya, yaitu 2,5 kali energi
yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama
(Almatsier 2000). Satu molekul lemak tersusun atas satu hingga tiga asam lemak
dan satu gliserol. Gliserol adalah alkohol trihidrat, yaitu mempunyai tiga gugus
hidroksil (Gaman dan Sherrington 1992). Jumlah asam lemak yang terdapat pada
gugus gliserol menyebabkan adanya pembagian molekul lemak menjadi
monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Struktur lemak berdasarkan jumlah
asam lemak yang terdapat pada gugus gliserol ditunjukkan pada Gambar 4.

HO-CH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2


HO CH HO CH
CH3(CH2)14C(O)O CH CH3(CH2)14C(O)O CH2
(a) monogliserida (b) digliserida
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH
CH3(CH2)14C(O)O CH2
(c) trigliserida
Gambar 4 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida

Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang


panjang. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai
9

atom karbon 4-24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon
nonpolar yang panjang menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut
dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Johnson dan Davenport 1971).
Penamaan asam lemak berdasarkan pada jumlah atom karbon dan posisi ikatan tak
jenuh dari gugus karboksilnya (Lobb 1992).
Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam
lemak jenuh memiliki titik cair lebih tinggi daripada asam lemak tak jenuh dan
merupakan dasar dalam menentukan sifat fisik lemak dan minyak. Lemak yang
tersusun oleh asam lemak tak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar,
sedangkan lemak yang tersusun oleh asam lemak jenuh akan berbentuk padat.
Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak
tak jenuh tunggal (Monounsaturated fatty acid/MUFA). Asam lemak yang
mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh
majemuk (Polyunsaturated fatty acid/PUFA) (Muchtadi et al. 1993). Semakin
panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka
semakin besar kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Berikut ini merupakan berbagai jenis asam lemak tak jenuh (Unsaturated Fatty
Acid) (OKeefe et al. 2002).
1. Asam lemak n-3 (Omega 3)
Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA),
asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam alpha-linolenat, yang membantu
membentuk EPA dan DHA. Omega 3 dapat dihasilkan dari minyak ikan, terdiri
atas rantai panjang dari asam linolenat.
a) Asam -linolenat (18:3n-3)
Asam lemak ini dihasilkan di dalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi 12
dan 15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam -linolenat menggantikan satu dari
dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada
daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.
b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)
Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada
hewan melalui desaturasi atau elongasi -linolenat. Eikosapentaenoat adalah
10

produk primer asam lemak minyak ikan ( 20-25% berat) walaupun tidak
dihasilkan oleh ikan.
c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)
Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di
banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah
melibatkan dasaturasi 6 pada hewan.
d) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)
Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer
minyak ikan ( 8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam
linolenat terjadi melalui proses desaturasi/elongasi -linolenat menjadi 24:5n-3.
Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh desaturasi
6 (kemungkinan enzim desaturasi 6) dan menghasilkan asam lemak lewat satu
siklus -oksidasi membentuk DHA.
2. Asam lemak n-6 (Omega 6)
Omega 6 umumnya ditemukan pada tanaman. Berikut merupakan
beberapa jenis asam lemak omega 6:
a) Asam linoleat (18:2n-6)
Asam linoleat dan -linolenat adalah prekursor dalam sintesis PUFA.
Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada
seed oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara -linolenat, namun
dapat ditemukan beberapa cadangan makanan.
b) Asam -linolenat (18:3n-6)
Asam -linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah
melalui desaturasi 6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh
6 desaturase untuk menghasilkan asam -linolenat sebagai produk intermediet
dalam produksi asam arakhidonat.
c) Dihomo-asam--linolenat (20:3n-6)
Elongasi produk asam linolenat, dihomo--linolenat (DGLA) adalah
komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo--linolenat berperan sebagai
prekursor pembentukan asam lemak esensial asam arakhidonat.
11

d) Asam arakhidonat
Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat
pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat
merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.
e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)
Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung asam
arakhidonat dan terdapat sedikit pada jaringan hewan.
3. Asam lemak n-9 (Omega 9)
Asam lemak omega 9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak non-
esensial yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan
omega 9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting.
a) Asam oleat (18:1n-9)
Asam oleat merupakan produk desaturasi 9 asam stearat dan diproduksi
pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang paling
umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA.
b) Asam erukat (22:1n-9)
Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang
ditemukan dalam tumbuhan, terutama dalam rapeseed. Asam erukat merupakan
produk elongasi asam oleat.
Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Asam lemak
esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan
untuk membuat bahan-bahan seperti hormon yang disebut eikosanoid. Eikosanoid
membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah
dan respon imun terhadap luka dan infeksi (Thoha 2004). Salah satu contoh asam
lemak tak jenuh adalah omega-3.
Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak
yang merupakan kelompok omega-3 adalah asam -linolenat (18:3; ALA), asam
(22:6; DHA), dan asam (20:5; EPA). Struktur kimia EPA dan DHA dapat dilihat
pada Gambar 3.
Asam linolenat (18:3) merupakan asam lemak esensial, karena dibutuhkan
tubuh namun tubuh tidak dapat mensintesisnya. Turunan dari asam linolenat
12

adalah EPA dan DHA. Ikan dapat mengubah asam linolenat menjadi EPA dan
DHA, namun perubahan ini terjadi tidak efisien pada manusia (Almatsier 2000).
EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak
dan pertumbuhan organ lainnya (Ackman 1994). EPA berperan dalam mencegah
penyakit degeneratif sejak janin dan
dan pada saat dewasa. EPA sangat diperlukan
dalam pembentukan sel-sel pembuluh darah dan jantung pada saat janin dalam
kandungan. EPA diperlukan dalam melancarkan pembuluh darah dan pengatur
sirkulasi pada jantung pada saat dewasa (Muchtadi et al. 1993).

(a) EPA (b) DHA


Gambar 5 Struktur EPA dan DHA
Sumber: Visentainer et al. 2005

Asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid


mempunyai fungsi (Muchtadi et al. 1993) sebagai berikut:
1. Memelihara integritas dan fungsi membran seluler
2. Mengatur metabolisme kolesterol
3. Merupakan prekursor dari senyawa yang memilki fungsi pengatur fisiologis
yaitu prostaglandin, thromboksan, prostasiklin
4. Dibutuhkan untuk aksi piridoksin (Vitamin B6) dan asam pantotenat
5. Dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

2.5 Kromatografi Gas (Gas Chromatography)


Gas kromatografi merupakan tehnik yang pertama kali diperkenalkan oleh
James dan Martin pada tahun 1952, teknik
teknik ini merupakan metode analisis
kuntitatif dan kualitatif yang cepat untuk menganalisis komponen lipida volatil
seperti hidrokarbon, fatty acid, esters, sterol, dll (Renata 2009). Penggunaan
kromatografi dibedakan antara dua metode penggunaan. Pertama, kromatografi
gas digunakan sebagai alat untuk melakukan pemisahan. Penggunaan ini
13

memerlukan pengubahan senyawa sampel menjadi senyawa volatil atau senyawa


yang dapat di derivatisasi untuk menghasilkan senyawa volatil. Kedua,
kromatografi gas sebagai pelengkap untuk hasil analisis yang sempurna, dalam hal
ini waktu dan volume retensi digunakan untuk identifikasi senyawa, luas dan
bobot peak sebagai informasi kuantitatifnya (Skoog et al. 1998 diacu dalam
Renata 2009).
Bagian dasar dari suatu kromatografi gas adalah tangki gas pembawa,
sistem injeksi sampel, kolom kromatografi, detektor, oven dan rekorder (Nielsen
1988 diacu dalam Renata 2009). Gas pembawa merupakan gas yang inert dan
memiliki tingkat kemurnian yang tinggi seperti helium, nitrogen dan hidrogen.
Tangki gas pembawa dilengkapi dengan regulator aliran dan tekanan. Oven
berfungsi mengontrol temperatur dalam kolom kromatografi. Kolom kromatografi
gas dapat berupa packed column atau capillary column. Detektor yang sering
digunakan pada gas kromatografi adalah flame ionization (FID), thermal
conductivity (TCD), electron capture (ECD), flame photometric (FPD) dan
photoionization (PID) (Skoog et al. 1998 diacu dalam Renata 2009).
Asam lemak yang terkandung dalam suatu bahan pangan dapat ditentukan
menggunakan alat yang disebut Gas Chromatography (GC). Kromatografi gas
adalah alat yang digunakan untuk memisahkan senyawa atsiri dengan mengalirkan
arus gas melalui fase diam. Bila fase diam berupa zat padat, maka disebut
kromatografi gas padat (KGP). Bila fase diam berupa zat cair, maka disebut
kromatografi gas cair (KGC) (McNair dan Bonelli 1988).
Penerapan kromatografi gas pada bidang industri antara lain meliputi:
obat-obatan dan farmasi, lingkungan hidup, industri minyak, kimia klinik,
pestisida dan residunya serta pangan. Di bidang pangan, kromatografi gas
digunakan untuk menetapkan kadar antioksidan dan bahan pengawet makanan
serta untuk menganalisis sari buah, keju, aroma makanan, minyak, produk susu
dan lain-lain (Fardiaz 1989).
14

Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan


(McNair dan Bonelli 1988), antara lain:
(1) Kecepatan
Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas
sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu cepat tercapainya
kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam, dan dapat digunakan kecepatan-
gas-pembawa yang tinggi.
(2) Resolusi (daya pisah)
Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan
komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih
yang hampir sama. Hal ini dikarenakan kromatografi gas menggunakan fase cair
yang selektif.
(3) Analisis kualitatif
Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai
maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan
suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.
(4) Kepekaan
Kromatografi gas memiliki kepekaan yang tinggi. Keuntungan tambahan
dari kepekaan yang tinggi ini adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk
menganalisis secara lengkap.
(5) Kesederhanaan
Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data
yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah.
15

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di
Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia
Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Laboratorium Biologi- Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian
Bogor dan Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium
Pengujian Balai Besar Penelitian Pengembangan Pasca Panen Pertanian,
Cimanggu, Bogor.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi keong macan
(Babylonia spirata), kerang tahu dan kerang salju, larutan standar internal asam
lemak, air, akuades, methanol, n-heksan, NaCl, BF3, K2SO4, H2SO4, NaOH,
H3BO3, dan HCl.
Alat yang digunakan antara lain kompor listrik, tanur pengabuan, pipet,
pisau, plastik, timbangan analitik dan timbangan digital, cawan porselen, oven,
desikator, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung sokhlet,
pemanas, destilator, buret, mortar, label, kertas saring dan gas kromatografi
(chromatography gas) Hitachi GC 263-50.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap 1 dan tahap
2. Penelitian tahap 1 diawali dengan melakukan survei/sampling bahan baku ke
lapangan untuk memperoleh informasi tentang asal sampel dan cara penangkapan.
Kemudian dilanjutkan dengan penentuan ukuran (panjang dan berat) dan
rendemen keong macan, kerang tahu dan kerang salju. Penelitian tahap 2
dilakukan beberapa analisis yaitu, analisis proksimat, dan asam lemak. Diagram
alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
16

Sampel kerang tahu, kerang


salju dan keong macan

Penentuan ukuran dan berat rata-


rata dari tiga jenis sampel

Preparasi kerang tahu, kerang salju dan keong


macan

Rendemen Rendemen Rendemen


jeroan daging cangkang

Analisis kimia:
1. Analisis proksimat
2. Analisis asam lemak

Karakteristik Asam Lemak

Gambar 6 Diagram alir metode penelitian

3.3.1 Persiapan contoh


Pertama sampel keong macan, kerang tahu dan kerang salju dalam keadaan
segar yang disimpan dalam wadah styrofoam berisi es untuk mempertahankan
kesegaran. Sampel dicuci menggunakan air bersih, hal ini dilakukan untuk
membersihkan kotoran yang melekat pada sampel. Setelah itu dilakukan
pengumpulan data berupa ukuran (panjang dan bobot keong macan) dan
pengukuran rendemen (daging, cangkang dan jeroan) keong macan, kerang tahu
dan kerang salju.
17

3.3.2 Rendemen
Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bagian tubuh keong macan dari
bobot awal. Adapun perumusan matematik adalah sebagai berikut:

BC ( gram)
Rendemen (%) = 100%
BT ( gram)

Keterangan :
BC : Bobot contoh (gram)
BT : Bobot total (gram)

3.3.3 Analisis kimia


Analisis kimia pada daging keong macan terdiri dari analisis proksimat dan
penentuan asam lemak.

3.3.3.1 Analisis proksimat


Analisis proksimat yang dilakukan terhadap keong macan, kerang tahu dan
kerang salju meliputi: kadar air, abu, protein dan lemak.

1) Analisis kadar air (AOAC 1995)


Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 0C selama 30
menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit)
hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Kemudian cawan dan
sampel seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Cawan
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 6 jam. Cawan
tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian
ditimbang.
Perhitungan kadar air:
BC
% Kadar Air = x 100%
B A
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
18

2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)


Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan
suhu 105 0C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel
sebanyak 1-2 gram yang telah dihomomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu
porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar
105 0C sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam
tanur pada suhu 600 0C selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu
berwarna putih. Setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam desikator
selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya.
Perhitungan kadar abu:
CA
% Kadar Abu: x 100%
B A

Keterangan:
A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)


Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
(1). Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung Kjeltec. Satu butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan
ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 0C ditambahkan 10 ml air. Proses
destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
(2). Tahap destilasi
Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan
aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan
ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.
Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer
125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom
19

cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperolah
200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer.
Perhitungan jumlah nitrogen dalam bahan:

(ml HCl sampel-ml HCl blanko) x 0,1 N HCl x 14


%Nitrogen = x 100%
mg sampel
% Kadar protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)

4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)


Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu
lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat
destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 0C dengan menggunakan pemanas
listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di
ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu
lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, setelah
itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak:

W3 W2
% Kadar lemak = x 100%
W1
Keterangan:
W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3.3.2 3.3.4 Analisis asam lemak


Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak
menjadi turunanya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat
kromatografi. Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara
gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan. Hasil analisis akan
terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan
20

melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter
masing-masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih
dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk
metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat (Fardiaz 1989).
Standar asam lemak yang digunakan, yaitu kaprat (C10:0), laurat (C12:0),
miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), linoleat (C18:2), linolenat
(C18:3), EPA (C20:3), dan DHA (C22:6). Kadar asam lemak dapat dihitung
dengan:

% Asam lemak = konsentrasi sampel


100 - (konsentrasi pelarut)

Analisis asam lemak dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain


ekstraksi, metilasi, injeksi dan pembacaan sampel dengan kromatogram.
(a) Tahap ekstraksi
Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode Sohxlet. Pada tahap
ini akan diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut kemudian
ditimbang sebanyak 0,02-0,03 g lemak untuk dilanjutkan pada tahap metilasi.
(b) Pembentukan metil ester (metilasi)
Tahap metilasi dilakukan untuk membentuk senyawa turunan dari
senyawa asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak dirubah menjadi
ester-ester metil atau alkil yang lainya sebelum disuntikkan ke dalam
kromatografi gas (Fardiaz 1989).
Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak diatas penangas air dengan
menembahkan 1 ml NaOH dalam metanol 0,5 N, BF3 dan isooktan. Kemudian
Sebanyak 0,03 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahakan 1 ml NaOH dalam metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas
o
air selama 20 menit dengan suhu 80 C kemudian larutan didinginkan.
Selanjutnya Sebanyak 2 ml BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu dipanaskan
kembali pada waterbat dengan suhu 80 0C selama 20 menit lalu didinginkan.
Setelah itu, ditambahkan 2 ml NaCl jenuh dan isooktan lalu dikocok sempurna.
Sebanyak 2 l sampel diinjeksikan ke dalam Gas Chromatography.
21

(c) Identifikasi asam lemak


Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: jenis alat kromatografi gas
yang digunakan adalah Shimadzu GC-2010, gas yang digunakan sebagai fase
bergerak adalah gas nitrogen dengan aliran bertekanan 1 kg/cm2 dan sebagai gas
pembakar adalah hidrogen dan oksigen dengan aliran 0,5 kg/cm2, kolom yang
digunakan adalah kolom packing yang panjangnya 4 m dengan diameter dalam
0,3 cm. Suhu terprogram yang digunakan adalah suhu 200 oC, kemudian suhu
dinaikkan 5 oC permenit hingga suhu akhir 230 oC.

3.3.3 Kromatografi gas


Analisis asam lemak dilakukan menggunakan metode kromatografi gas.
Metode ini memerlukan preparasi sampel sebelum diinjeksikan ke alat
kromatografi. Kromatografi menyangkut metode pemisahan yang didasarkan atau
distribusi diferensial komponen sampel diantara dua sampel. Kromatografi
melibatkan dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam biasanya berupa
cairan yang terikat pada permukaan, sedangkan fase gerak berupa eluen, pelarut
atau gas pembawa inert. Sampel daging ubur-ubur ditimbang 30 mg (minyak)
masukkan dalam tabung 10 ml yang ditutup rapat kemudian tambahkan 1 ml
NaOH 0,5 N selanjutnya direfluks selama 20 menit mengguakan water bath pada
suhu 80 oC. Labu lalu diangkat dan dibiarkan sampai dingin kemudian tambahkan
2 ml BF3, panaskan kembali selama 20 menit, dinginkan lalu tambahkan 2 ml
larutan NaCl jenuh dan 1 ml isooktan sambil dikocok. Kemudian, pisahkan
lapisan isooktan yang di bagian atas dan dimasukkan ke dalam evendof yang telah
bersisi Na2SO4 anhidrat kemudian diinjeksikan kedalam kromatografi gas. Berikut
gambar mekanisme kerja kromatografi gas.

(a) (b)
Gambar 6 (a) alat kromatografi gas; (b) tabung gas pembawa
22

Tabung gas pembawa

Pengendali aliran

Injektor

Kolom seperator

Detektor

Tabung gas pembawa

Gambar 7 Diagram Alir Kromatografi Gas untuk Asam Lemak

Kondisi alat GC pada saat analisis:


a) Jenis kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column)
b) Panjang kolom : 60 mm
c) Diameter dalam : 0,25 mm
d) Tebal lapisan film : 0,25 m
e) Laju alir N2 : 20 ml/menit
f) Laju alir H2 : 30 ml/menit
g) Laju alir udara : 200-250 ml/menit
h) Suhu injektor : 200 oC
i) Suhu detektor : 230 oC
j) Suhu terprogram : 190 230 oC
23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Keong Macan, Kerang Tahu dan Kerang Salju

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga kerang
yaitu keong macan (Babylonia spirata), kerang tahu (Meretrix meretrix) dan
kerang salju (Pholas dactylus) yang diperoleh dari pasar ikan Muara Angke di
Jakarta. Hasil pengukuran rata-rata panjang, lebar, tinggi dan bobot keong macan,
kerang tahu dan kerang salju dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengamatan panjang, lebar, tinggi, dan bobot rata-rata pada tiap
jenis Kerang.
Parameter
No Jenis Kerang Panjang Lebar Tinggi Berat
(cm) (cm) (cm) (gram)
1. Keong Macan
4,27 0,27 2,87 0,17 1,94 0,19 16,65 2,47
(Babylonia spirata)
2. Kerang Tahu
4,26 0,27 3,60 0,29 1,89 0,22 20,85 4,16
(Meretrix meretrix)
3. Kerang Salju
6,66 0,37 2,88 0,31 2,10 0,24 17,95 2,36
(Pholas dactylus)
*Menggunakan 30 ekor kerang

Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh data mengenai ukuran dan bobot


keong macan, kerang tahu dan kerang salju yang terdiri dari beberapa parameter
yaitu panjang, lebar, tinggi dan berat total. Keong macan memiliki panjang rata-
rata 4,27 cm, lebar rata-rata 2,87 cm, tinggi rata-rata 1,94 cm dan bobot total rata-
rata sebesar 16,65 g. Kerang tahu memiliki panjang rata-rata 4,26 cm, lebar rata-
rata 3,60 cm, tinggi rata-rata 1,89 cm dan bobot rata-rata 20,85 cm. Sementara itu,
kerang salju memiliki panjang rata-rata 6,66 cm, lebar rata-rata 2,88 cm, tinggi
rata-rata 2,10 cm dan bobot rata-rata sebesar 17,95 g. Kerang mempunyai berat
yang bervariasi, yaitu antara 20-40 gram. Panjangnya juga bervariasi yaitu 83-100
mm, tinggi 15-20 mm, lebar total kerang berkisar 33-47 mm (Pustaka IPTEK
2008).
Perbedaan ukuran dan berat kerang dipengaruhi oleh pertumbuhan.
Menurut Effendi (1997), pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat,
panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi
24

oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam merupakan faktor
yang sukar untuk dikontrol, contohnya keturunan. Sedangkan faktor luar
merupakan faktor yang dapat dikontrol, diantaranya adalah makanan dan suhu.
Pertumbuhan kerang sendiri dapat dilihat dari garis-garis di sekeliling umbo yang
merupakan garis pertumbuhan tahunan.
Daerah penyebaran moluska terutama meliputi wilayah Indo-Pasifik
termasuk Indonesia dan umumnya ditemukan hidup di perairan dangkal di daerah
tropik (Robert et al. 1982). Moluska yang hidup pada perairan yang realtif tenang
akan tumbuh lebih baik daripada moluska yang hidup dalam perairan yang
mengalir (Sianipar 1977 dan Anwar 1977 diacu dalam Suwigyo et al. 1981). Hal
ini karena moluska bersifat filter feeder artinya mekanisme makan bergabung
dengan mekanisme pernapasan. Ketika kerang menyaring air, maka zat-zat
makanan seperti fitoplankton serta organisme mikroskopik lain akan ikut tersaring
dan kemudian diubah menjadi jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan kerang dari segi ukuran dan bobot. Morfologi keong macan, kerang
tahu dan kerang salju yang diambil dari pasar ikan Muara Angke disajikan pada
Gambar 9.

Gambar 9 a) Keong macan, b) kerang tahu dan c) kerang salju yang diambil dari
perairan Muara Angke

Sampel Keong macan, kerang tahu dan kerang salju yang diperoleh,
kemudian dipreparasi untuk mengeluarkan daging, jeroan dan memisahkannya
dari cangkang.. Bentuk cangkang, daging dan jeroan kemudian diamati
karakteristik fisiknya. Hasil pengamatan karakteristik fisik cangkang, daging dan
jeroan keong macan, kerang tahu dan kerang salju dapat dilihat pada Tabel 2.
Bentuk cangkang, daging dan jeroannya ditampilkan pada Lampiran 2.
25

Tabel 2 Hasil pengamatan karakteristik fisik cangkang, daging dan jeroan keong
macan kerang tahu dan kerang salju.

Karakteristik
Kerang Cangkang Daging Jeroan
fisik
Putih
Coklat gelap gading dan
Warna Coklat, hitam
Keong dengan pola loreng berwarna
macan orange
Lunak dan mudah
Tekstur Keras Kenyal
hancur bila ditekan
Putih dengan garis
Warna Putih Coklat kekuningan
Kerang hitam di ujung
tahu Lunak dan mudah
Tekstur Keras Kenyal
hancur bila ditekan
Putih
Warna Putih kehitaman Coklat kekuningan
Kerang gading
salju Lunak dan mudah
Tekstur Keras Kenyal
hancur bila ditekan

Keong macan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki warna


cangkang coklat terang dengan pola loreng orange dan teksturnya keras, bagian
daging berwarna putih orange dan teksturnya kenyal, jeroan memiliki warna
coklat hitam serta tekstur yang lunak dan mudah hancur bila ditekan. Sementara
itu, kerang tahu dan kerang salju memiliki karakteristik fisik yang hampir sama,
dimana cangkang berwarana putih dengan tekstur yang keras, daging berwarna
putih dan tekstur yang kenyal serta memiliki jeroan yang berwarna coklat
kekuningan dengan tekstur lunak dan mudah hancur bila ditekan.
Proses karakterisasi ini dilakukan guna mengetahui sifat dari bahan baku
yang digunakan. Sifat bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja, tetapi
juga sifat kimia. Hal ini dikarenakan sifat fisik maupun kimia dari bahan baku
yang digunakan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Karakteristik fisik
kerang yang digunakan dalam penelitian ini telah diamati dan dijelaskan di atas,
sehingga perlu dilakukan pengukuran rendemen dan analisis kandungan gizi
kerang tersebut diatas dengan uji proksimat.

4.2 Rendemen
Rendemen merupakan presentase perbandingan antara berat bagian bahan
yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen digunakan
untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Semakin tinggi nilai
26

rendemennya, maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya sehingga


pemanfaatannya dapat menjadi lebih efektif.
Perhitungan rendemen cangkang, daging dan jeroan keong macan, kerang
tahu dan kerang salju dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai rendemen cangkang,
daging dan jeroan keong macan, kerang tahu, dan kerang salju dapat dilihat pada
Gambar 10.

80
67,03 67,44
70
60,64
60
Rendemen (%)

50
40
30 21,81 23,86
18,16
20 15,48
11,16 14,8
10
0
Keong Macan Kerang Tahu Kerang Salju
Jenis kerang

Gambar 10 Rendemen keong macan, kerang tahu dan kerang salju: daging,
Jeroan, cangkang
Rendemen cangkang lebih dari setengah berat kerang yang digunakan,
yaitu sebesar 61-67%. Hal ini menunjukkan bahwa cangkang kerang sangat
potensial untuk dimanfaatkan. Cangkang kerang tersusun dari molekul-molekul
kalsium dalam bentuk kalsium karbonat (Suwignyo et al. 2005; Castro dan Huber
2007), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium setelah melalui
proses pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu. Proses pengolahan dan
pemurnian perlu dilakukan untuk menghilangkan pigmen-pigmen pada lapisan
pertama cangkang gastropoda, yaitu pada lapisan periostrakum yang melindungi
lapisan kalsium karbonat di bawahnya. Kalsium karbonat terdapat pada 3 lapisan
di bawah periostrakum, yaitu lapisan prismatik, lapisan lamella dan lapisan
hypostracum (Suwignyo et al. 2005).
Rendemen isi cangkang (daging dan jeroan) kerang berkisar antara
31-39% yang terdiri dari 14-22% dari daging dan 11-24% dari jeroan. Menurut
Zaitsev (1969) diacu oleh Mathlubi (2006), umumnya rendemen cangkang
27

moluska 53-65%, daging 19-28% dan cairan dalamnya sebesar 9-25%. Isi
cangkang kerang juga berpotensi untuk dimanfaatkan dengan jumlah yang
berkisar antara 31-39%. Pemanfaatannya bisa berupa dijadikan bahan pangan
karena kerang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi serta rasa yang lezat dan
mudah didapat. Sama seperti ikan dan hewan laut lainnya daging kerang
mempunyai kandungan asam lemak omega-3 dan omega-6 yang bermanfaat bagi
perkembangan otak dan untuk pencegahan penyakit jantung yaitu
docosahexaenoic acid (DHA) dan eiocasapentatonoic acid (EPA)
(Natural Hub 2000).

4.3 Kandungan gizi


Kandungan gizi pada isi cangkang kerang dapat diketahui melalui analisis
proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya kandungan air,
lemak, protein, abu dan karbohidrat. Kadar karbohidrat dalam kekerangan
diperoleh melalui perhitungan by difference. Hasil analisis proksimat isi cangkang
keong macan, kerang tahu dan kerang salju dapat dilihat pada Tabel 3 dan cara
perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 3 Hasil uji proksimat kerang


Jenis Kerang
No Jenis Gizi Satuan Keong Kerang Kerang
Macan Tahu Salju
1 Air % 78,44 79,98 83,78
2 Lemak % 0,33 0,24 0,11
3 Protein % 17,38 9,39 11,37
4 Abu % 1,4 1,37 1,19

4.3.1 Kadar air


Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah
air yang terkandung dalam isi cangkang kerang. Hasil pengujian ini menunjukkan
bahwa kerang salju memiliki kadar air yang paling tinggi diantara kerang yang
lain, yaitu sebesar 83,78%. Sementara itu, kadar air kerang tahu sebesar 79,98%
dan keong macan sebesar 78,44% Nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai kadar
air daging kekerangan yang telah diuji oleh Nurjanah et al. (1996) dan
28

Kamil et al. (1998). Perbedaaan kadar air antar kerang terjadi diduga karena
adanya pengaruh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang diduga
kuat menjadi penyebab perbedaan ini adalah sifat genetik antara kerang yang di
uji berbeda dengan kerang yang diuji sebelumnya. Faktor eksternal yang diduga
berpengaruh adalah habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda. Sifat genetik,
habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda ini diduga berpengaruh pada kadar
komponen gizi lain dalam tubuh kerang, misalnya kadar protein dan kadar lemak.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran
dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 2008).
Prinsip analisis kadar air yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengukur berat air bebas yang teruapkan dan tidak terikat kuat dalam jaringan
bahan dengan bantuan panas. Air yang teruapkan ini merupakan air tipe III
(Winarno 2008). Air tipe III ini biasa disebut air bebas dan merupakan air yang
hanya terikat secara fisik dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler,
serat dan lain sebagainya. Air ini dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba
dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi (Winarno 2008). Tingginya kadar air tipe
III ini pada kerang, dapat menyebabkan kerang mudah sekali mengalami
kerusakan (highly perishable) apabila tidak ditangani dengan benar. Hal ini
karena air tipe ini dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan juga reaksi
kimiawi dalam jaringan yang diduga melibatkan enzim, salah satunya enzim
protease seperti katepsin.

4.3.2 Kadar lemak

Analisis kadar lemak yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada isi cangkang kerang. Lemak
sendiri merupakan komponen yang dibentuk dari unit struktural yang bersifat
hidrofobik. Lemak larut pada pelarut organik (non polar) dan tidak larut dalam air
(polar) (Belitz et al. 2009), sehingga penelitian ini menggunakan pelarut organik
n-heksana yang bersifat non polar, untuk mengekstrak lemak dari dalam bahan
(isi cangkang kerang).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa keong macan mengandung lemak
dalam kadar yang cukup rendah, yaitu keong macan hanya sebesar 0,33%, kadar
29

lemak kerang tahu sebesar 0,24% dan kadar lemak kerang salju sebesar 0,11%.
Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil pengujian kadar lemak kerang yang
dilakukan oleh Nurjanah et al. (1996) dan Kamil et al. (1998), dimana kadar
lemak kerang pada penelitian-penelitian tersebut berkisar antara 0,40% hingga
0,91%.
Perbedaan kadar lemak antar kerang diatas dapat terjadi karena pengaruh
beberapa faktor, yaitu umur, habitat, ukuran dan tingkat kematangan gonad. Kadar
lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air dalam kerang sangat
tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun drastis.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya
berhubungan terbalik dengan kadar lemak (Yunizal et al. 1998). Hubungan
tersebut mengakibatkan semakin rendahnya kadar lemak, apabila kadar air yang
terkandung dalam bahan jumlahnya cukup tinggi.
Lemak dapat dikatakan sebagai sumber energi yang lebih efektif
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Hal ini karena 1 gram lemak dapat
menghasilkan 9 kkal, dimana nilai tersebut lebih besar dibandingakn dengan
energi yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat atau protein, yaitu 4 kkal. Lemak
juga dapat digunakan sebagai sumber asam lemak esensial dan vitamin (vitamin
A, D, E dan K) (Winarno 2008; Belitz et al. 2009).

4.3.3 Kadar protein


Protein merupakan komponen terbesar setelah air pada sebagian besar
jaringan tubuh (Winarno 2008). Hal ini terbukti dari hasil anlisis proksimat
keong macan, kerang tahu dan kerang salju yang disajikan pada Tabel 4. Nilai
kadar protein kerang merupakan nilai terbesar kedua setelah air. Komponen
lemak, abu dan karbohidrat memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan
dengan protein.
Hasil pengujian kadar protein menunjukkan bahwa keong macan memiliki
protein dalam jumlah yang besar, yaitu sebesar 17,38%. Sementara kerang tahu
dan kerang salju memilki jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil,
yaitu sebesar 9,39% dan 11,37%. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan kadar
protein kerang yang diuji oleh Nurjanah et al. (1996). Variasi ini dapat disebabkan
30

oleh beberapa faktor, yaitu habitat, umur, makanan yang dicerna, laju
metabolisme, laju pergerakan dan tingkat kematangan gonad.
Protein merupakan makromolekul yang dibentuk dari asam amino-asam
amino yang berikatan peptida. Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam
tubuh, serta berperan sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan
sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung
fosfor, belerang dan ada pula jenis protein yang mengandung unsur logam seperti
besi dan tembaga (Winarno 2008).

4.3.4 Kadar abu


Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
organik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga
dikenal sebagi zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-
bahan organik akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah
disebut sebagai kadar abu (Winarno 2008).
Hasil pengujian kadar abu total menunjukkan bahwa keong macan, kerang
tahu dan kerang salju mengandung mineral dalam jumlah yang cukup rendah,
yaitu sebesar 1,4%, 1,37% dan 1,19%. Nilai tersebut hampir sama dengan nilai
kadar abu kerang yang diuji oleh Nurjanah et al. (1996) dan Kamil et al. (1998).
Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan
lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan
asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di
dalamnya. Selain itu juga, masing-masing individu organisme juga memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral,
sehingga hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam
masing-masing bahan.

4.4 Komposisi Asam Lemak

Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang


panjang. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai
atom karbon 4-24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon
31

nonpolar yang panjang menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut
dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Johnson dan Davenport 1971).
Identifikasi tiap komponen asam lemak dilakukan dengan membandingkan
waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Retention time
merupakan waktu yang diperlukan oleh sampel mulai dari saat injeksi sampai
sampel mencapai peak maksimum (Riyadi 2009). Pada peak asam lemak sampel,
dihasilkan nilai retention time yang mendekati nilai retention time standar asam
lemak. Nilai Retention Time (RT) asam lemak pada keong macan, kerang tahu dan
kerang salju dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai retention time asam lemak keong macan, kerang tahu, dan kerang
salju.
Nilai Rata-Rata Retention
Nilai Standar
Time Sampel (menit)
No Jenis Asam Lemak Retention Time
Keong Kerang Kerang (menit)
macan tahu salju
1 Asam laurat 12,301 12,306 12,295 12,294
2 Asam miristat 14,939 14,943 14,932 14,931
3 Asam palmitat 17,770 17,789 17,760 17,757
4 Asam palmitoleat 18,778 18,785 18,767 18,768
5 Asam stearat 20,719 20,729 20,706 20,704
6 Asam oleat 21,718 21,725 21,712 21,710
7 Asam linoleat 23,368 23,370 23,357 23,354
8 Asam linolenat 25,513 25,516 25,497 25,494
9 Asam arakhidonat 30,703 30,698 30,675 30,672
10 EPA 33,778 33,790 34,056 34,053
11 DHA 40,839 40,849 40,814 40,811

Perhitungan konsentrasi masing-masing jenis asam lemak didasarkan pada


nilai retention time tiap peak dibagi dengan jumlah konsentrasi sampel yang
digunakan dalam 100 gram bahan. Contoh perhitungan asam lemak dapat dilihat
pada Lampiran 6. Kromatogram asam lemak terdapat peak-peak yang
menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam sampel. Setiap uji terdapat
peak yang tidak diinginkan (noise) yang dapat mengotori kromatogram. Noise
tersebut timbul karena sampel yang diuji tidak dibersihkan dari komponen gizi
32

lainnya seperti karbohidrat, mineral dan lemak. Sampel yang mengandung banyak
komponen di dalamnya akan mempunyai kromatogram dengan banyak peak.
Selain itu, noise juga terbentuk akibat adanya pemecahan asam lemak yang tidak
sempurna selama hidrolisis lemak berlangsung (Riyadi 2009).
Hasil analisis memperlihatkan bahwa asam lemak yang terkandung dalam
keong macan, kerang tahu, dan kerang salju terdiri atas asam lemak jenuh, yaitu
laurat, miristat, palmitat dan stearat. Asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu oleat
dan palmitoleat serta asam lemak tak jenuh jamak, yaitu linoleat, linolenat,
arakhidonat, EPA dan DHA. Asam laurat, miristat, palmitat dan stearat
merupakan asam lemak berantai panjang yang secara luas terdapat di alam.
Berdasarkan Gambar 11 kandungan asam laurat tertinggi ditemukan pada
keong macan yaitu sebesar 0,55%. Kandungan asam miristat ditemukan pada
keong macan, kerang tahu dan kerang salju , yaitu sebesar 0,66% dan 0,19%, dan
0,04%. Asam palmitat ditemukan pada ketiga spesies tersebut, yaitu sebesar
3,58%, 9,85%, dan 11,22%. Sama halnya dengan asam palmitat, asam stearat juga
ditemukan pada ketiga spesies tersebut, yaitu sebesar 2,58%, 2,91%, dan 3,45%.

12 11,22

9,85
Kadar asam lemak jenuh (%)

10

4 3,58 3,45
2,91
2,58
2 1,05
0,55 0,66
0,02 0,04 0,19
0
Laurat Miristat Palmitat Stearat

Asam lemak jenuh


Gambar 11 Hasil analisis kadar asam lemak jenuh (%) keong macan
kerang tahu, dan kerang salju.
Gambar diatas menunjukan asam lemak jenuh yang paling mendominasi
pada ketiga kerang adalah palmitat dan stearat. Palmitat dan stearat yang tertinggi
33

ditemukan pada kerang salju yaitu sebesar 11,22% dan 3,45%. Penelitian
Prasastyane (2009) menunjukkan hasil analisis asam palmitat pada kijing
(Pilsbryoconcha exillis) adalah sebesar 28,89%. Menurut Osman et al. (2007),
palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan pada bahan
pangan yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada. Asam palmitat
dapat meningkatkan risiko aterosklerosis, kardiovaskular dan stroke. Asam
palmitat digunakan sebagai bahan baku shampo, sabun lunak dan krim
(Nicolosi 1998 diacu dalam Witjaksono 2005). Asam stearat dapat menyebabkan
trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker, dan obesitas
(Grundy 1994 diacu dalam Witjaksono 2005). Asam laurat sebagai monogliserida
biasa digunakan dalam industri pharmaceutical sebagai antibakteri, antivirus dan
anti protozoa serta digunakan juga dalam industri sabun dan kosmetik. Asam
laurat bertanggung jawab terhadap naiknya LDL darah dan berhubungan dengan
serangan jantung (Mary 1999 diacu dalam Witjaksono 2005).
Komposisi jumlah asam lemak jenuh yang dihasilkan dalam penelitian ini
berbeda-beda. Berdasarkan Gambar 11 asam lemak yang dimiliki kerang salju
lebih tinggi dibandingkan dengan keong macan dan kerang tahu. Hal ini diduga
karena adanya pergantian musim, letak geografis, dan salinitas lingkungan yang
berbeda (Ozyurt et al. 2006).
Kadar asam tak lemak jenuh tunggal (%)

4.5
4,5
4 3,81

3,5
3.5

3
2,5
2.5
2,5 2,2 2,27

2
1,42
1,5
1.5

1 0,78

0.5
0,5
0
Palmitoleat Oleat
Asam lemak tak jenuh tunggal

Gambar 12 Hasil analisis kadar asam lemak tak jenuh tunggal (%) keong
macan, kerang tahu, dan kerang salju
34

Gambar 12 menunjukan bahwa asam lemak tak jenuh tunggal pada keong
macan, kerang tahu dan kerang salju didominasi oleh asam oleat (C18:1), yaitu
sebesar 3,81% dan 2,27% pada kerang tahu, serta 1,42% pada keong macan.
Penelitian Prasastyane (2009) menunjukkan bahwa hasil analisis asam oleat pada
kijing (Pilsbryoconcha exillis) adalah 59,42%. Kandungan rata-rata oleat pada
berbagai kerang adalah sebesar 25 mg/100 g atau 0,025%. Perbedaan ini
disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari
lingkungan hidupnya (Leblanc et al. 2008). Asam oleat lebih stabil dibandingkan
dengan asam linoleat dan linolenat, terlihat dari peranannya dalam meningkatkan
HDL kolesterol yang lebih besar dan menurunkan LDL kolesterol di dalam darah
(Muchtadi et al. 1993). Asam palmitoleat tertinggi ditemukan pada kerang tahu
yaitu sebesar 2,5%. Kerang salju 2,2% dan keong macan sebesar 0,78%.
Perbedaan komposisi asam lemak tidak jenuh pada kerang diduga adanya
perbedaan jenis spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran.
Asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) terdiri atas linoleat (C18:2, n-6)
dan linolenat (C18:3, n-3). Jenis asam lemak tak jenuh majemuk didominasi oleh
linoleat (C18:2, n-6), yaitu 0,95% pada keong macan, 0,49% kerang tahu dan
0,31% kerang salju. Kandungan linolenat (C18:3, n-3) yaitu 0,07% pada keong
macan, 0,16% kerang tahu, dan 0,11% pada kerang salju.Kandungan arakhidonat
tertinggi ditemukan pada keong macan sebesar 5,17%. Kerang tahu dan kerang
salju memiliki kandungan arakhidonat sebesar 2,1% dan 1,8%. Jenis asam lemak
tak jenuh jamak yaitu EPA (C20:5) tertinggi ditemukan pada kerang tahu sebesar
2,03%, kerang salju sebesar 1,05% dan keong macan sebesar 0,65% . Kandungan
DHA (C22:6) tertinggi ditemukan pada kerang tahu yaitu sebesar 6,06%, kerang
salju 3,22% dan keong macan sebesar 2,91%.
Keong macan memiliki kandungan asam linoleat yang tertinggi, yaitu
sebesar 0,95% dibandingkan dengan kerang tahu dan kerang salju. Hasil ini lebih
kecil dibandingkan dengan penelitian Mursyidin (2007), dimana kandungan asam
linoleat ketam pasir (Emerita spp.) adalah 9,90%. Perbedaan tersebut dapat
disebabkan oleh ketersediaan pakan, habitat dan suhu perairan
(Guderley et al. 2007). Kandungan linolenat (omega-3) tertinggi terdapat pada
kerang salju, yaitu sebesar 0,16%. Hasil ini berbeda dibandingkan dengan
35

penelitian Supriyantini (2007), dimana kandungan asam linoleat kerang totok


(Polymesoda erosa) adalah 1,70%. Perbedaan kandungan asam linolenat kerang
diduga disebabkan oleh sumber makanan yang dikonsumsinya. Fitoplankton
merupakan sumber makanan kerang dan bahkan fitoplankton sendiri merupakan
biota utama dalam proses produktivitas perairan yang berkaitan dengan jaring-
jaring dan piramida di laut (Supriyantini et al. 2007).

7
6,06
Kadar asam tak lemak jenuh

6
5,17
5
majemuk(%)

4
3,22
2,91
3
2,1 2,03
1,8
2
0,95 1,05
1 0,49 0,31 0,65
0,07 0,16 0,11
0
Linoleat Linolenat Arakhidonat EPA DHA

Asam lemak tak jenuh majemuk

Gambar 13 Hasil analisis kadar asam lemak tak jenuh majemuk (%) pada
keong macan, kerang tahu, kerang salju.

Lemak merupakan suatu kelompok senyawa heterogen yang selalu


berhubungan dengan asam-asam lemak, baik asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA), asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA), ataupun asam lemak jenuh
(SFA). Oleh karena itu tinggi rendahnya kandungan asam linoleat dan asam
linolenat sangat dipengaruhi oleh jumlah persentase kandungan lemak yang ada
pada makanan yang dikonsumsinya.

Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak tidak jenuh yang kaya akan
ikatan rangkap yakni mempunyai ikatan rangkap 3 dalam struktur molekulnya,
yang mempunyai peranan positif pada kesehatan manusia yaitu antara lain: dapat
menurunkan kadar kolesterol, membantu perkembangan syaraf pada bayi,
36

menyembuhkan dan mencegah penyakit kardiovaskuler (Osman et al. 2001).


Fungsi untuk spesiesnya sendiri asam lemak omega-3 ini termasuk asam lemak
esensial, dibutuhkan oleh tubuh antara lain untuk pembentukan membran,
osmoregulasi, sintesis prostaglandin dan juga berperan aktif dalam sistem
imunitas (Leger dan Sorgeloos 1992).
Kekurangan asam lemak esensial dalam tubuh dapat menyebabkan
gangguan saraf dan penglihatan serta menghambat pertumbuhan
(Almatsier 2000). Tingginya asam linoleat dapat menghambat laju biosintesis
DHA dari asam linolenat (Connor et al. 1992 diacu dalam Prasastyane 2009).
Asam linoleat dimanfaatkan dalam pembuatan kosmetik dan vitamin
(Simopoulos 1991 diacu dalam Witjaksono 2005).
Keong macan, kerang tahu dan kerang salju serta hewan perairan lainnya
memiliki kemampuan terbatas dalam proses elongasi dan desaturasi PUFA
menjadi Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) yaitu asam arakhidonat, EPA
dan DHA. Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam
linoleat. Sedangkan EPA dan DHA dalam tubuh kerang hanya dapat dikonversi
dari asam -linolenat. Desaturasi merupakan proses penambahan ikatan rangkap
pada asam lemak dengan bantuan enzim, sedangkan elongasi merupakan
perpanjangan dua rantai karbon. Kandungan arakhidonat pada keong macan
cukup tinggi dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu 5,17% dan 2,10%
pada kerang tahu.
Kandungan EPA dan DHA tertinggi terdapat pada kerang tahu yaitu,
sebesar 2,03% dan 6,06%. Hasil berbeda dibandingkan dengan hasil penelitian
Rusyadi (2006), dimana kandungan EPA dan DHA kerang pisau atau lorjuk
(Solen spp.) adalah 0,63% dan 1,70%. Perbedaan nilai EPA dan DHA ini
disebabkan oleh pergantian spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran kerang.
EPA sangat penting dalam sistem reproduksi, kekebalan dan syaraf. Fungsi utama
EPA adalah produksi prostaglandin yang berfungsi untuk meregulasi metabolisme
tubuh yakni kecepatan jantung, tekanan darah, pembekuan darah, kesuburan,
pembuahan, meningkatkan fungsi kekebalan untuk regulasi peradangan dan
mendorong tubuh untuk melawan infeksi (Muchtadi et al. 1993).
37

Sumber utama asam lemak omega-3 sebenarnya bukanlah kerang karena


sintesa EPA dan DHA pada hewan tersebut sangat rendah. Kandungan EPA dan
DHA pada kerang tersebut diperoleh dari mikroorganisme yang menjadi pakan
bagi kerang. Mikroorganisme utama yang menjadi produsen utama omega-3
adalah Daphnia, Chlorella, Synechoccus sp., Cryptomonas sp., Rhodomonas
lacustris, Scenedesmus dan Chlamydomonas sp., yang merupakan plankton.
Tingginya kandungan EPA dan DHA pada plankton tersebut dapat meningkatkan
kandungan EPA dan DHA pada kerang (Gluck et al. 1996). Suhu perairan yang
rendah pun (perairan subtropis) dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA
pada kerang, plankton dan alga karena dapat meningkatkan daya larut oksigen
yang akan mempercepat sintesis asam lemak dan proses enzim pada reaksi
desaturase (Guderley et al.2007).
38

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Rendemen tertinggi dari keong macan, kerang tahu dan kerang salju
terdapat pada cangkang yaitu sebesar 61-67%. Kadar air tertinggi terdapat pada
kerang salju yaitu sebesar 83,78%, sedangkan kadar lemak, protein dan abu
tertinggi terdapat pada keong macan, secara berurut yaitu 0,33%, 17,38%, dan
1,4%.
Komposisi asam lemak jenuh tertinggi yaitu berupa palmitat sebesar
11,22% terdapat pada kerang salju. Komposisi asam lemak tak jenuh tunggal
didominasi oleh asam oleat yaitu sebesar 2,81% yang terdapat kerang salju.
Komposisi asam lemak tak jenuh majemuk tertinggi yaitu DHA sebesar 6,06%
terdapat pada kerang tahu. Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia dan asam
lemak, kandungan asam lemak terbaik ditemukan pada kerang tahu
(Meretrix meretrix).

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan asam lemak
keong macan, kerang tahu dan kerang salju setelah diolah, serta penelitian
tentang kandungan logam berat untuk keamanan pangan apabila akan dikonsumsi
mentah.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2000. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Anonim. 2008. [terhubung berkala]. http:// www.gastropods.com. [16 Oktober


2010].
Anonim. 2008. [terhubung berkala]. http:// www.sealifebase.org. [21 November
2008].
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1995. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist.
Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official
Analitycal Chemist, Inc.
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1999. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist.
Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official
Analitycal Chemist, Inc.
Barnes, Robert. Down. 1980. Invertebrate Zoology. Saunders Collage. Fourth
Edition.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Ed rev ke-4. Verlag:
Springer
Bourquin A, Mayhew R. 1999. Man and Mollusc: Uses of Shells-Bearing
Molluscs Past, Present and Future. http://www.manandmollusc.net/
advanced_uses/advanced-uses-print.html, diakses 10 Mei 2002.
Castro P, Huber ME. 2007. Marine Biology. Ed ke-6. Boston: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
CFMC-CFRAMP. 1999. Report on The: Queen Conch Stock Assesment and
Management Workshop. Belize City-Belize, 15-22 March 1999. hlm 1-
63.
Dahuri R. 2006. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum

Davenport JB, Johnson AR. 1971. The nomenclature and classification of


lipids. dalam : Davenport JB, Johnson AR, editors. Biochemistry
and Methodology of Lipids. Sydney : Wiley-Interscience.
Deman JM. 1989. Kimia Makanan. Padmawinata K, Penerjemah. Bandung :
Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Food Chemistry.
Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Fardiaz D. 1989. Kromatografi Gas dalam Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar
Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Gordon AL. 2000. Ocean Discovery channel school. http://www.
discoveryschool.com/homeworkhelp/worldbook/atozgeography/o/3987.
html,diakses 10 Mei 2002.
Gluck AA, Liebig JR, Vanderploeg HA. 1996. Evaluation of different
phytoplankton for supporting development of zebra mussel larvae
(Dreissena polymorpha): the important of size and polyunsaturated fatty
acid content. J. Great Lakes Res 22(1):36-45.

Guderley H, Comeau L, Tremblay R, Pernet F. 2007. Temperature adaptation in


two bivalve species from different thermal habitats: enegenics and
remodeling of membrane lipid. J. Experimental Biology 210:2999-3014.

Hernandez F, Melgarejo P, Olias JM, and Artes F. 2003. Fatty Acid Composition
and Lipid Content of Seed Oil from Three Commercial Pomegranate
Cultivars. Ciheam-Options Mediterrannennes.
Hirschler B. 2002. Poison sea snail yields painkiller. http://www.
theage.com.au/news/state/2002/01/28/FFXY7QQPXWC.html, diakses
14 Mei 2002.
Kamil, Zahiruddin W, Sumaryanto H. 1998. Pengaruh metode pengolahan
terhadap mutu tepung siput murbei (Pomacea sp.). Buletin Teknologi
Hasil Perikanan 5(2):24-26.
Lawrence C. 1998a. Aquaculture in Western Australia: Trochus. Department of
Fisheries.http://www.wa.gov.au/westfish/aqua/broc/aqwa/trochus/trochu
s.04html, diakses 13 Mei 2002.
Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, dan Sirot V. 2008. Lipid
and fatty acid composition of fish and seafood consumed in France.
Journal of Food Composition and Analysis 21:8-16.

Leger PH, dan Sorgeloos P. 1992. Optimized Feeding Regimes In Shrimp


Hatcheries. P. 225-244, In: Fast, A. W. dan Lester, L. J. (Eds). Marine
Shrimp Culture: Principles and Practices. Elsevier, New York.

Muchtadi D, Palupi NS, dan Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Pusat
Antar Universitas, IPB. Bogor : Pustaka Sinar Harapan.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, and Rodwell VW. 1999. Biokimia Harper
(terj.). edisi ke-24. Penerbit Buku Kedokteran, E. G. C. Jakarta, hal.
242-250.
Mursyidin DH. 2007. Kandungan asam lemak omega 6 pada ketam pasir
(Emerita spp.) di pantai selatan yogyakarta. Bioscientiae 4(2):79-84.
Natural Hub. 2000. Natural food-seafood and freshwater food.
http://www.naturalhub.-com/ natural_food_guide_seafood.htm, diakses
14 Mei 2002. Passfield AT. 1996.
Nurjanah, Fitrial Y, Suwandi R, Daritri ES. 1996. Pembuatan kerupuk keong mas
(Pomacea sp.) dengan penambahan tepung beras ketan dan flavor udang.
Buletin Teknologi Hasil Perikanan 2(2):43-51.
Osman F, Jaswir I, Khazaai H, Hashim R. 2007. Fatty Acid Profiles of Fin Fish
in Lengkawi Island, Malaysia. J.Oleo Science 56: 107-113
Ozyurt G, Duysak O, Akamca E, dan Tureli C. 2006. Seasonal changes of fatty
acid of cuttlefish sepia officianals (Mollusca : Chepalopoda) in the north
eastern mediterranean sea. Food chem 95: 382-385.
Pustaka IPTEK. 2008. Konsep Biomonitoring dan Ekotoksikologik: Upaya
Pelestarian Sumberdaya Alam Secara Swadaya dari dan untuk
Masyarakat. http: //www.iptek.net.id [15 Maret 2009].
Robert D, Soemodihardjo S, Kastoro W. 1982. Shallow Water Marine Mol-lusc of
North-West Java: Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional, LIPI.hlm 1-
103.
Riyadi W. 2009. Identifikasi Signal Kromatogram HPLC.
http://www.wordpress.com [2 April 2011].

Rusyadi, Sefri. 2006. Karakteristik gizi dan potensi pengembangan kerang pisau
(Solen spp) di perairan kabupaten pamekasan Madura [skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

South R, Skelton P. 2000. Status of coral reefs in the Southwest Pacific: Fiji,
Nauru, New Caledonia, Samoa, Solomon Islands, Tuvalu and Vanuatu.
Perth-Western Australia. International Ocean Institute Operational Center
For The Pacific Islands (IOI-Pacific Islands GCRMNNode). hlm 159-
180.
Sulistiawan RSN. 2007. Potensi kijing (Pilsbryoconcha exilis) sebagai biofilter
perairan di waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [skripsi].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Supriyantini E, Widowati I, dan Ambariyanto. 2007. Kandungan Asam Lemak
Omega-3 (Asam Linolenat) pada Kerang Totok Polymesoda erosa yang
diberi pakan Tertraselmis chuii dan Skeletonema costatum. Ilmu kelautan.
2(12):97-103
Suwignyo P, Basmi J, Batu DTFL, Affandi R. 1981. Studi Biologi Kijing Taiwan
(Anodonta woodiana Lea). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian
Bogor.
Suwigyo S, Widigdo, Wardiatno Y, Kristianti M, 2005. Avertebrata Air. Penebar
Swadaya : Bogor. [21 November 2008].
Tewfik A, Guzman HM, Jacome G. 2001. Assesment of the Queen Conch
Strombus gigas (Gastropoda: Strombidae) Population in Cayos
Cochinos, Honduras. http://www.rbt.ucr.ac.cr/revistas/suplemen/
honduras/12tew2.htm, diakses 15 Mei 2002.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-BRIO Press.

Witjaksono HT. 2005. Komposisi Kimia Ekstrak dan Minyak dari Lintah Laut
(Discodoris boholensis) [tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Webster L, Gaeta RR, Leong MS, Ellis D. 2001. Ziconotide efficacy in patient
with chronic intractable pain of malignant origin: Efficacy as a function
of patient characteristics. http://www.asco.org/prof/me/html/
01abstracts/0037/1550.htm, diakses 13 Mei 2002.
Yunizal, Murtini JT, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulrokhim, Carkipan. 1998.
Prosedur Analisis Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil
Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
40

LAMPIRAN
41

Lampiran 1 Data morfometrik kerang tahu (Meretrix meretrix)(a), kerang


salju (Pholas dactylus)(b) dan keong macan (Babylonia spirata)
(c)

Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) Berat (g)


a b c a b c a b c a b c
4,5 11,5 4,2 3,7 4,0 2,8 1,5 3,5 2,2 25,5 75,0 16,5
4,7 11,0 4,2 3,9 3,5 2,8 1,7 2,5 1,6 27,5 60,0 14,5
4,1 10,5 4,4 3,4 3,5 3,0 1,8 2,8 1,8 18,5 53,0 19,0
4,6 11,5 4,4 3,8 3,6 3,1 1,8 3,5 2,1 21,0 79,0 17,5
4,3 10,0 4,8 3,6 3,5 3,2 1,8 2,8 2,3 20,0 54,0 20,5
4,5 8,0 4,8 3,7 2,8 3,0 2,0 2,4 2,3 24,0 29,0 21,5
4,0 11,2 4,4 3,5 4,0 2,8 1,9 3,4 1,7 22,0 66,0 16,5
4,2 10,5 4,1 3,9 3,0 2,7 2,1 2,8 2,0 22,0 57,0 15,5
4,3 10,4 3,8 3,8 3,5 2,8 1,8 3,0 1,9 20,0 61,0 14,0
4,0 11,4 4,3 3,7 3,2 2,8 2,0 3,2 1,6 18,0 71,0 11,5
4,4 11,7 4,3 3,9 3,4 3,1 1,8 3,4 2,0 22,5 72,0 17,5
4,5 11,0 4,3 3,6 3,4 2,9 1,9 3,5 1,9 23,5 47,0 17,5
4,2 11,0 4,1 3,6 3,0 2,6 2,0 3,5 2,0 25,0 63,0 18,5
4,0 10,2 4,0 3,3 3,5 2,8 1,6 2,8 2,0 15,5 60,0 17,5
4,4 10,2 4,3 3,5 3,2 3,3 2,0 2,4 2,1 22,0 50,0 18,5
4,5 10,8 4,0 3,7 3,3 2,9 2,0 3,1 1,8 24,0 58,0 13,5
4,1 10,0 4,1 3,4 3,2 2,9 1,9 2,8 2,2 20,0 49,0 19,5
3,7 9,0 4,0 3,1 3,0 3,0 1,7 2,6 2,0 16,5 39,0 18,5
4,4 11,0 3,9 3,7 3,3 2,8 2,1 3,0 1,7 25,0 57,0 14,0
4,4 12,4 3,9 3,5 3,5 2,8 2,1 3,4 1,9 23,0 76,0 14,5
4,2 10,0 4,3 3,5 3,2 3,0 2,0 3,0 2,0 17,5 51,0 20,0
4,1 11,5 4,3 3,4 3,8 2,9 1,8 3,4 1,9 15,0 75,0 19,0
3,7 10,5 4,2 3,1 3,4 2,7 1,6 3,0 2,0 15,5 55,0 16,5
5,0 10,3 3,7 4,2 3,5 2,8 2,2 3,0 2,0 30,0 54,0 17,0
4,3 10,5 4,3 4,1 3,2 2,9 2,1 2,8 1,8 29,0 54,0 18,0
4,1 10,8 3,7 3,1 3,5 2,5 1,6 3,3 2,0 15,0 66,0 12,5
4,1 10,5 4,0 3,7 3,0 2,8 1,8 3,2 1,8 15,0 55,0 16,0
4,1 10,5 3,9 3,9 3,3 2,8 1,9 3,3 1,6 17,5 65,0 13,5
4,3 10,2 4,3 3,7 3,2 2,8 1,9 3,0 2,0 18,5 49,0 15,5
4,2 9,5 3,9 3,1 3,2 2,8 1,9 2,8 2,0 19,0 43,0 15,0
Keterangan: Data dari 30 ekor
42

Lampiran 2 Gambar Daging, jeroan, cangkang keong macan, kerang salju,


dan kerang tahu

a. Daging keong macan b. Daging kerang salju c. Daging kerang tahu

d. Jeroan keong macan e. Jeroan kerang salju f. Jeroan kerang tahu

h. Cangkang keong macan i. Cangkang kerang salju j. Cangkang kerang tahu


43

Lampiran 3 Contoh perhitungan analisis proksimat

a Kadar air
Kerang tahu Kerang salju Keong macan
1 2 1 2 1 2
Berat sampel + cawan (g) 30,35 29,29 26,8614 26,1060 28,87 25,03
Berat cawan (g) 25,22 24,28 25,4915 24,8152 23,87 20,06
Berat sampel (g) 5,13 5,01 1,3699 1,2908 5,00 5,01
Berat setelah dioven (g) 26,24 25,29 25,7125 25,0259 24,98 21,10
Kadar air (%) 80,12 79,84 83,87 83,68 77,80 79,07
Rata-rata (%) 79,98 83,78 78,44

Contoh perhitungan kadar air kerang tahu (1)


Berat cawan = 25,22 gram (A)
Berat cawan dan sampel basah = 30,35 gram (B)
Berat contoh = 5,13 gram
Berat cawan dan sampel kering = 26,24 gram (C)

% Kadar air daging = B - C x 100%


BA

= 30, 35 26,24 x 100%


30,35 25,22

= 80,12%
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan daging kerang tahu (gram)
C = Berat cawan dengan daging kerang tahu setelah dikeringkan (gram)

b Kadar abu
Kerang tahu Kerang salju Keong macan
1 2 1 2 1 2
Berat sampel + cawan (g) 28,79 26,82 27,1101 26,2064 30,34 25,06
Berat cawan (g) 23,73 21,63 25,6158 24,8441 25,33 20,06
Berat sampel (g) 5,06 5,19 1,4943 1,3623 5,01 5,00
Berat setelah dioven (g) 23,79 21,71 25,6330 24,8608 25,40 20,11
Kadar abu (%) 1,79 1,54 1,15 1,23 1,40 1,00
Rata-rata (%) 1,37 1,19 1,20

Contoh perhitungan kadar abu kerang salju (1)


Kadar abu daging (%) = C - A x 100%
BA

= 25,6330 25,6158 x 100%


27,1101 25,6158

= 1,15%
44

Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan daging kerang salju (gram)
C = Berat cawan dengan daging kerang salju setelah dikeringkan (gram)

c Kadar lemak
Kerang tahu Kerang salju Keong macan
1 2 1 2 1 2
Berat sampel (g) 2,0866 2,0768 4,1144 4,2924 4,79 4,56
Berat labu (g) 38,6614 38,7251 38,1450 38,2616 73,92 75,05
Berat setelah dioven (g) 38,6679 38,7285 38,1489 38,2671 73,93 75,07
Kadar lemak (%) 0,31 0,16 0,09 0,13 0,21 1,40
Rata-rata (%) 0,24 0,11 0,33

Contoh perhitungan kadar lemak keong macan (2):


Kadar Lemak daging (%) = W3- W2 x 100%
W1
= 75,07 75,05 x 100%
4,56

= 1,40%

Keterangan :
W1 = Berat sampel keong macan (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

d Kadar protein
Kerang tahu Kerang salju Keong macan
Berat sampel (g) 1,00 0,3931 1,03
Volume HCl blanko (ml) 0 0 0
Volume HCl sampel (ml) 1,05 11,65 2,00
N HCl 0,1022 0,11 0,1022
Kadar protein (%) 9,39 11,41 17,38

Contoh perhitungan kadar protein kerang tahu :


HCl blanko = 0 ml
Nitrogen daging (%) = (mL HCl sampel mL blanko) x N HCl x 14,007 x100%
mg contoh x faktor koreksi alat *

= (1,05 0) x 0,1022 x 14,007 x 10 x 100%


1000
= 1,50%

Kadar protein daging = 1,50% x 6,25


= 9,39%
45

e Kadar karbohidrat

Karbohidrat kerang tahu (%) = 100 % - (% air + % abu+ % lemak + % protein)


= 100 % - (79,98% + 1,37% + 0,24% + 9,39%)
= 9,02%

Karbohidrat kerang salju (%) = 100 % - (% air + % abu+ % lemak + % protein)


= 100% - (83,78% + 1,19% + 0,11% + 11,37%)
= 3,55%
s
Karbohidrat keong macan (%)= 100 % - (% air + % abu+ % lemak + % protein)
= 100% - (78,44% + 1,20% + 0,33% + 17,38%)
= 2,65%
46

Lampiran 4 Prosedur analisis asam lemak

Preparasi contoh (hidrolisis dan


esterifikasi)

Penimbangan 20-30 mg contoh


lemak

Pemasukan dalam tabung reaksi ulir

Penambahan 1 ml NaOH 0,5 N dalam


metanol

Pemanasan menggunakan waterbath pada


suhu 80 C selama 20 menit

Angkat dan biarkan dingin

Penambahan 2 ml BF3 20% dan


5 mg/ml standar internal

Pemanasan menggunakan waterbath pada


suhu 80 C selama 20 menit

Angkat dan biarkan dingin

Penambahan 2 ml NaCl jenuh

Penambahan 1 ml Hexan

Pengambilan 1 l dan penginjekkan ke Gas


Chromatograpy
47

Lampiran 5 Kromatogram Asam lemak keong macan, kerang tahu dan


kerang salju

Kromatogram standar asam lemak

Kromatogram keong macan


48

Kromatogram kerang tahu

Kromatogram kerang salju


49

Lampiran 6 Contoh perhitungan asam lemak


Asam lemak (%) = area sampel x konsentrasi standar x volume akhir
area standar x 100%
bobot sampel

Daging tanpa jeroan:


Asam laurat (%) = 1990 x 0,04 x 1 ml
103570 x 100%
0,0366
= 0,02%
Asam miristat (%) = 168644 x 0,04 x 1 ml
114582 x 100%
0,0366
= 1,61%
Asam palmitat (%) = 630921 x 0,06 x 1 ml
182379 x 100%
0,0366
= 5,67%
Asam stearat (%) = 384974 x 0,04 x 1 ml
127915 x 100%
0,0366
= 3,29%
Asam oleat (%) = 42139 x 0,04 x 1 ml
124545 x 100%
0,0366
= 1,51%
Asam linoleat (%) = 57517 x 0,02 x 1 ml
53667 x 100%
0,0366
= 0,59%
50

Asam linolenat (%) = 11722 x 0,02 x 1 ml


54225 x 100%
0,0366
= 0,12%
Asam arakhidonat (%) = 160910 x 0,02 x 1 ml
44934 x 100%
0,0366
= 1,96%

EPA (%) = 3348 x 0,02 x 1 ml


125448 x 100%
0,0366
= 4,06%

DHA (%) = 186023 x 0,02 x 1 ml


29858 x 100%
0,0366
= 3,40%
51

Lampiran 7 Dokumentasi kegiatan

Pengukuran morfometrik Penimbangan sampel Analisis kadar protein

Analisis kadar abu Analisis kadar lemak Gas pembawa

Kolom GC Kromatografi gas Recorder

Anda mungkin juga menyukai