Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA DASAR

ANALISIS KADAR AIR RUMPUT LAUT

Penulis 1 : Fanzidni Harali Putra (3335220080)


Penulis 2 : M Doni Fachriza (3335220086)
Penulis 3 : Hezekiah Reynard Tikupadang (3335220091)
Penulis 4 : Eka Prasetyawati (3335220096)
Penulis 5 : Hana Humaira Zanovita (3335220102)
Kelompok : TKD-19
Tanggal Praktikum : 29 Okotber 2022
Dosen Pembimbing : Dr. Heri Heriyanto, ST., M.Eng
Asisten : Nihayatul Ilmiyah

JURUSAN TEKNIK KIMIA – FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTYASA
CILEGON – BANTEN
2022

i
ABSTRAK
Rumput laut merupakan tanaman yang hidup di lautan yang dangkal.
Lautan merupakan suatu wilayah yang terdiri dari permukaan air asin yang
berhubungan, serta menutupi 70,78% dari permukaan bumi. Bumi sendiri suatu
planet yang berada di tatasurya yang terdiri dari gunung, daratan, dan lautan, serta
berisi mahluk hidup dan mati di dalamnya, termasuk rumput laut. Rumput laut
sangat berguna untuk segala mahluk hidup tanpa terkecuali. Manusia juga
memanfaatkan rumput laut untuk di konsumsi maupun diperjual belikan
(ekonomi). Dalam praktikum kali ini rumput laut kita dapat menggunakan cara
pengeringan kadar air dengan menggunakan oven selama 4jam dengan suhu 45°
dan 65° , dengan menggunakan 2 suhu yang berbeda kita dapat mengetahui
perbedaan serta memhami konsep pengurangan kadar air dalam rumput laut itu
sendiri. Tahapan pertama kita menyiapkan alat dan bahan, dan tahap selanjutnya
kita memotong rumput laut dengan ukuran ±1cm, setelah itu kita menimbang
rumput laut sebanyak 300g, tahap selanjutnya kita mengoven rumput laut dengan
menggunakan suhu 45° selama 4jam, tahap selanjutnya menimbang massa akhir
sehingga kita mendapatkan massa akhir dari rumput laut itu sendiri supaya kita
dapat mengetahui berapa pengurangan kadar air selama pengovenan, tahap kedua
kita mengulangi tahpan di atas dengan mengganti suhu dengan 65 ° . Hasil dari
praktikum kali ini kita mendapatkan hasil bahwa perbandingan atau perubahan
massa dari awal hingga massa akhir rumput laut itu sendiri, untuk penggunaan
suhu 45° memperoleh massa akhir sebesar 110g dan persentase kadar air sebesar
2,66% serta pada suhu 65° memiliki massa akhir yakni 89g dan presentrase kadar
air sebesar 4,06%.

ii
Keyword : Rumput laut, Lautan, Pengeringan.

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................1
1.3 TUJUAN PERCOBAAN..........................................................................1
1.4 RUANG LINGKUP..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut...................................................................................................2
2.2 Ciri-Ciri dan Habitat Eucheuma cottonii........................................................2
2.2.1 Kandungan Kimia Rumput Laut..............................................................3
2.2.2 Karakteristik Gel Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii.......................4
2.3 Tanaman Kenikir (Cosmos caundatus Kunth)...............................................6
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi........................................................................6
2.3.2 Ekologi dan Penyebaran Tanaman..........................................................7
2.3.3 Kandungan Kimia....................................................................................7
2.3.4 Manfaat Kenikir.......................................................................................8
2.4 Nori.................................................................................................................9
2.4.1 Kandungan Kimia dan Karakteristik Nori.............................................11
2.4.2 Teknologi Pengolahan...........................................................................13
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Diagram Alir.................................................................................................14
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................................15
3.2.1 Alat........................................................................................................15
3.2.2 Bahan.....................................................................................................15
3.3 Variabel percobaan..........................................................................................15

iii
3.4 Prosedur Percobaan..........................................................................................15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL..........................................................................................................17
4.2 PEMBAHASAN..........................................................................................17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN............................................................................................20
5.2 SARAN........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
LAMPIRAN...........................................................................................................22

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Kadar Air……………………………………………17

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram alir menganalisis kadar air pada rumput laut…………..…14

Gambar 5.1 Hasil Pengeringan Rumput Laut Dengan Suhu 45° ………………...18

Gambar 5.1 Hasil Pengeringan Rumput Laut Dengan Suhu 65° ………….……..18

vi
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam bidang industry makanan, rumput laut memiliki minat yang banyak

Sehingga hal ini dapat mendukung minat kita untuk melakukan praktikum kali ini.
Oleh sebab itu hal-hal tersebutlah yang melatar belakangi jalannya praktikum kali
ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah yang terdapat dalam praktikum kali ini antara lain
Bagaimana kita memahami prinsip dasar analisis kadar air dari rumput laut, dan
bagaimana car akita untuk menghitung kada air dari rumput laut, serta memahami
cara parameter dalam analisis kadar air.

1.3 TUJUAN PERCOBAAN


Dalam praktikum kali ini kita memiliki beberapa tujuan yakni Memahami prinsip

Dasar analisis kadar air rumput laut, menghitung kadar air rumput laut, dan memahami
parameter dalam analisis kadar air.

1.4 RUANG LINGKUP


Dalam praktikum kali ini melakukan percobaan bertempat di rumah anggota

Kelompok yang berada di wilayah BBS II Kota Cilegon, dengan menggunakan


suhu 45 dan 65° C dalam oven di dalam ruang tertutup.

vii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut
Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki
perbedaan susunan kerangka akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak
seperti ada perbedaan, bentuk yang sesungguhnya hanya berupa thalus.
Berdasarkan jenis pigmen yang menyusunnya, rumput laut berdasarkan kelasnya
diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu rumput laut hijau (Chlorophyceae),
rumput laut hijau-biru (Cyanopyceae), rumput laut coklat (Phaecophyceae) dan
rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput laut coklat dan rumput laut merah
memiliki habitat yang cukup banyak ditemukan di perairan Indonesia (Winarno,
1990). Menurut Anggadireja dkk. (2008), keanekaragaman jenis rumput laut yang
sangat luas, sehingga diperlukan adanya klasifikasi rumput laut berdasarkan hasil
produksinya.

2.2 Ciri-Ciri dan Habitat Eucheuma cottonii


Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena
karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Nama daerah
“cottonii” umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan
nasional maupun internasional. Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut
Anggadiredja dkk. (2010) adalah sebagai berikut:

kingdom : Plantae

divisi : Rhodophyta

kelas : Rhodophyceae

ordo : Gigartinales

family : Solieracea genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezi)

viii
Ciri-ciri fisik Eucheuma cottonii yaitu thallus silindris, permukaan licin,
cartilageneus (menyerupai tulang rawan), serta berwarna hijau terang, hijau olive,
dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul,
ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), dan duri lunak/tumpul untuk melindungi
dametangia. Percabangan bersifat berseling, tidak teratur, serta dapat bersifat
dichtomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga)
(Anggadiredja dkk., 2010).

Menurut Ega dkk. (2016) rumput laut Eucheuma cottonii memiliki ciri-ciri
seperti keadaan warna selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning,
abu-abu, atau merah sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Umumnya
Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu. Habitat
khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut. Kondisi perairan yang
sesuai untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii yaitu perairan terlindung
dari terpaan angin dan gelombang yang besar, kedalaman perairan 7,65–9,72 m,
salinitas 33–35 ppt, suhu air laut 28–30OC, kecerahan 2,5–5,25 m, pH 6,5–7 , dan
kecepatan arus 22–48 cm/detik (Wiratmaja dkk., 2011).

Rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses


fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada
lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya.
Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu
karang. Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap
dengan variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati
(Peranginangin dkk., 2013).

2.2.1 Kandungan Kimia Rumput Laut

Jenis Eucheuma cottonii Rumput laut Eucheuma cottonii


merupakan salah satu rumput laut penghasil karaginan yang berupa
senyawa polisakarida. Karaginan dapat terekstraksi dengan air panas yang
mempunyai kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel
pada rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik,

ix
karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan
florinstarch (Peranginangin dkk., 2013).

Komponen utama rumput laut pada umumnya adalah karbohidrat


(gula atau vegetable gum), protein, lemak dan abu yang merupakan
mineral. Menurut Soegiarto (1978) dalam Peranginangin dkk. (2013),
kandungan pigmen utama rumput laut merah terdiri dari klorofil a, karoten
b, fikoeritrin dan fikosianin. Kandungan kimia rumput laut dapat
bervariasi tergantung pada jenis, tingkat pertumbuhan (umur) dan kondisi
tempat tumbuhnya (Peranginangin dkk., 2013).

Salah satu bahan pangan yang mengandung kadar iodium dan serat
tinggi adalah rumput laut. Menurut Santoso dkk. (2013) dalam
Peranginangin dkk. (2013), Rumput laut jenis Eucheuma cottonii memiliki
kandungan serat pangan larut sebesar 10,7g/100g dan serat pangan tidak
larut sebesar 58,6 g/100g.

2.2.2 Karakteristik Gel Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii


Karakteristik fisik dan kimia polimer alami, terutama hidrofilik
atau hidrofobik atau keduanya, sangat mempengaruhi edible film dan
coating yang dihasilkan. Alga laut sebagian besar mengandung
karbohidrat 10-30%, protein 9-14% dan lipid 3-5% dengan polisakarida
berupa galaktan (karaginan dan agar) atau uronates (alginat) (Parthiban
dkk., 2013 dalam Hadito, 2011). Hidrokoloid alga laut memiliki muatan
negatif yang sangat luar biasa pada gugus hidroksil dari hidrofiliknya,
sehingga ikatan hidrogen memainkan peran penting dalam pembentukan
dan karakteristik reologi dari edible film yang dihasilkan (Riyanto dkk.,
2014)

Karaginan adalah polisakarida dengan berat molekul yang tinggi


dan merupakan campuran dari galaktan-galaktan linier yang mengandung
sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan tersebut terhubung oleh 3-β-
D-galaktopiranosa (G-unit) dan 4-α-D-galaktopiranosa (D-unit) atau 4-3,6-

x
anhidrogalaktosa (DAunit) membentuk unit pengulangan disakarida dari
karaginan. Galaktan yang mengandung sulfat diklasifikasikan berdasarkan
adanya 4-3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat
pada strukturnya (Imeson, 2010).

Karaginan secara komersial terdiri dari iota karaginan, kappa


karaginan dan lambda karaginan (McHugh, 2003). Perbedaan dari ketiga
karaginan tersebut ialah komposisi dan struktur kimiawi, struktur yang
berbeda terletak pada 3,6- anhidrogalaktosa dan gugus sulfat (Imeson,
2010). Kappa karaginan terdapat 3,6- anhidrogalaktosa dengan hanya satu
gugus ester sulfat, sedangkan iota karaginan terdapat 3,6-anhidrogalaktosa
dengan dua gugus ester sulfat. Lamda karaginan tidak memiliki gugus 3,6-
anhidrogalaktosa namun memiliki tiga gugus ester sulfat (Venugopal,
2011). Menurut Imeson (2010), kappa karaginan memiliki 22% ester sulfat
dan 33% 3,6-anhidrogalaktosa, iota karaginan memiliki 32% ester sulfat
dan 26% 3,6-anhidrogalaktosa dan lambda karaginan memiliki 37% ester
sulfat. Komponen tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel, tekstur,
kelarutan, suhu leleh dan sineresis.

Kappa karaginan mempunyai sifat gel yang kuat, kaku, warna gel
sedikit buram dan mudah mengalami sineresis. Iota karaginan mempunyai
sifat gel yang lebih elastis, lebih stabil ketika didinginkan dan tidak mudah
mengalami sineresis, sedangkan lambda karaginan tidak membentuk gel
(McHugh, 2003).

Menurut Anggadiredja dkk. (2010), kadar karaginan pada


Eucheuma cottonii sekitar 54-73%. Karaginan adalah hidrokoloid yang
potensial untuk dibuat edible film karena sifatnya yang dapat membentuk
gel, stabil, serta dapat dimakan. Karaginan memiliki kemampuan untuk
membentuk gel secara thermo-reversible atau larutan kental jika
ditambahkan ke dalam larutan garam sehingga banyak dimanfaatkan
sebagai pembentuk gel, pengental, dan bahan penstabil di berbagai industri

xi
seperti pangan, farmasi, kosmetik, percetakan,dan tekstil (Diharmi dkk.,
2011).

2.3 Tanaman Kenikir (Cosmos caundatus Kunth)


2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi

Kenikir merupakan tumbuhan tingkat tinggi karena memiliki


perbedaan yang jelas antara akar, batang, dan daunnya. Batangnya segi
empat dengan alur membujur dan mempunyai banyak percabangan dan
berakar tunggang. Daunnya adalah daun majemuk berbentuk cawan,
mahkota berwarna jingga dengan daun di bagian dasr bunga berbentuk
lonceng. Buahnya keras berbentuk jarum berwarna hijau ketika muda dan
berubah coklat ketika telah tua atau masak. Sedangkan bijinya berwarna
hitam dan berbentuk seperti jarum (Hidayat, 2008). Tanaman kenikir
termasuk dalam famili Asteraceae, dengan genus Cosmos dan nama
spesies Cosmos caudatus.

Tanaman Kenikir merupakan tanaman herba dan berumur singkat


dengan tinggi 1-2,5 m. Memiliki batang yang berbentuk segiempat beralur
dan sedikit berambut Memiliki tangkai yang panjang, daun berhadapan
seperti talang, helaian daun menyirip rangkap 3-4 atau berbagi menyiri
dengan panjang dan lebar 15-25 cm. semakin keatas tangkai daun semakin
pendek, semakin kecil dan kurang terbagi. Bongkol di ketiak daun
(Terminal), memiliki tangkai panjang yang berusuk. Bunga memiliki daun
pembalut sejumlah 8 bewarna hijau dengan dasar bunga majemuk
berbentuk sisik seperti jerami. Tepi memanjang berbentuk bulat telur
terbalik ujungnya bergigi 3, bewana kemerah-merahan atau keunguan.
Bunga berkelamin ganda, berbentuk cakram, panjang mahkota bunga 1 cm
dengan taju 5, pucat dengan ujung kuning dan mempunyai benang sari
berwarna coklat agak hitam (Stennis dkk., 2005).

Menurut Syarifuldin. (2014) klasifikasi ilmiah kenikir adalah


sebagai berikut :

xii
Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta Sub

Division : Angiospermae

Class : Dicotyledone

Order : Asterales

Family : Asteraceae

Genu : Cosmos

Species : Cosmos caudatus

Nama Binominal : Cosmos caudatus Kunth

2.3.2 Ekologi dan Penyebaran Tanaman


Kenikir yang dikenal secara lokal sebagai ulam raja atau King’s
salad di Malaysia merupakan tanaman yang masuk dalam famili
Asteraceae. Cosmos caudatus merupakan tanaman obat yang berasal dari
Amerika Latin dan kemudian tumbuh di Asia Tenggara (Bodeker, 2009).
Rasa yang unik membuatnya menjadi lauk yang beraroma dan enak.
Sebagai kelezatan lokal tanaman kenikir sering disajikan di hotel dan
restoran seluruh Malaysia. (Samy, 2005).

Tanaman kenikir tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 700


mdpl dengan kondisi tanah liat, gembur, serta memiliki drainase yang
baik. Tanaman kenikir tumbuh baik pada tempat yang terbuka dengan
sinar matahari penuh. Untuk membudidayakan tanaman kenikir, sebagian
besar menggunakan biji karena tanaman kenikir mudah tumbuh saat
berada di tanah yang gembur dan lembab (Hidayat, 2015).

2.3.3 Kandungan Kimia


Kenikir Penelitian yang dilakukan Hariana. (2013) meaporkan
bahwa daun kenikir (Cosmos caudatus L) mengandung saponin, flavonoid,
polifenol, dan minyak atsiri. Daun kenikir mengandung protein,

xiii
karbohidrat dan serat, serta memiliki kandungan kalsium dan vitamin A
yang tinggi. Akarnya mengandung hidroksieugenil dan koniferil alkohol.
Kenikir memiliki berbagai kandungan senyawa bioaktif seperti asam
askorbat, quercetin, proantosianidin, asam klorogenat, dan katekin (Cheng
dkk., 2015).

Batari (2007) mengemukakan bahwa kandungan fenol pada daun


kenikir adalah sebanyak 152,01 mg/100g sampel segar dan 12225,88
mg/1000 g sampel kering kandungan flavonol dan flavone pada sampel
segar daun kenikir per 10 gram mengandung 51,28 mg kuersetin dan 0,90
mg kameferol. Kuarsetin (3,3’,4’,5,7- pentahidroksiflavon) merupakan
salah satu flavonol dari kelompok senyawa flavonoid polifenol yang
umumnya didapatkan dalam bentuk glikosida (turunan gula), dimana
kuersetin merupakan aglikon dari molekul rutin tanpa glikosida (Jusuf,
2010). Berupa kristal berwarna kuning kehijauan dan tidak larut dalam air,
sukar larut dalam air panas namun mudah larut dalam alkohol (Kelly,
2011).

Data dari Natural Product Alert dan publikasi lainnya


menunjukkan bahwa bioaktivitas kuersetin sangat luas, diantaranya dapat
berefek sebagai antioksidan, anti bakteri, anti edema, anti fungal, anti
inflamasi, anti tumor, antiviral dan lain sebagainya (Graefe dkk., 2014).
Sifat fisikokimianya yang penting diantaranya sebagai antioksidan dan
antibakteri yang kuat. Kuersetin menunjukkan aktivitasnya dalam
menghambat reaksi oksidasi low-density lipoprotein (LDL) secara in vitro,
mencegah kerusakan oksidatif dan kematian sel dengan mekanisme
menangkap radikal oksigen, memberi efek farmakologi sebagai anti
inflamasi (Kosasih, 2004)

2.3.4 Manfaat Kenikir


Kandungan flavonoid pada daun kenikir merupakan zat
antioksidan paling efektif untuk menangkal radikal bebas. Radikal bebas
dipercaya memicu banyak penyakit seperti kanker dan jantung. Melalui

xiv
sebuah penelitian lain yang mempelajari secara lebih dalam kandungan
senyawa antioksidan kenikir, ditemukan 4 senyawa kuarsetin yang
memang menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat dibandingkan
dengan senyawa antioksidan lain, yaitu tokoferol (vitamin E) (Rahman,
2014). Kenikir merupakan salah satu sayuran yang sering dikonsumsi oleh
manusia sebagai lalapan. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa
kenikir mengandung senyawa saponin, antioksidan, dan minyak atsiri.
Minyak atsiri ini sebagai salah satu senyawa yang diduga memberikan
aroma khas pada kenikir (Vairappan, 2011).

Menurut Bunawan dkk. (2014) daun kenikir (Cosmos caudatus


Kunth.) mengandung beberapa senyawa seperti asam klorogenat, asam
neoklorogenat, asam kryptoklorogenat, kuarsetin 3-O-glikosida, kuarsetin
pentosa, kuersetin deoxylheksosa, asam kafeik, dan asam ferulat. Menurut
Batari. (2007) daun kenikir kering mengandung senyawa quercetin dengan
kadar 413,57 mg/100g, dan kaemferol dengan kadar 7,28 mg/100g. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Shui dkk. (2005), dengan menggunakan uji
“free radical spiking” (dengan menggunakan instrumen HPLC/MS),
diketahui bahwa kenikir memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi,
yaitu setara dengan sekitar 2400 mg asam askorbat per 100 gram sampel
segar.

Komponen antioksidan utama yang diidentifikasikan merupakan


senyawa polar, yaitu golongan dari proantosianidin yang berbentuk
sebagai dimer hingga heksamer, kuersetin glikosida, klorogenik, neo-
klorogenik, dan asam kriptoklorogenik. Hasil penelitian Wong dkk. (2006)
menilai aktivitas antioksidan ekstrak dari 25 tanaman tropis menggunakan
DPPH dan FRAP diantara 25 tanaman tropis, tanaman kenikir
menunjukkan aktivitas ion pereduksi zat besi tertinggi. Hasil ini sesuai
dengan penelitian terbaru oleh Reihani dan Azhar (2012), yang
mengevaluasi kandungan total fenolik dan aktivitas antioksidan dari lima
tanaman ulam menggunakan tes DPPH dan FRAP.

xv
2.4 Nori
Nori merupakan lembaran rumput laut yang dikeringkan atau dipanggang
(Korringa, 1976), sedangkan menurut Giury (2006), nori adalah salah satu produk
olahan rumput laut alami yang dikeringkan dan merupakan produk olahan dari
rumput laut merah (Rhodophyta). Nori adalah sediaan berupa rumput laut yang
dikeringkan berbahan baku rumput laut merah jenis Porphyra yang dapat
ditambahkan bumbu di dalamnya seperti ajitsuke nori. Masyarakat Jepang telah
mengkonsumsi nori sejak abad ke-8. Konsumen nori tertinggi adalah negara
Jepang yaitu sebesar 75 % dari total produksi rumput laut. Jepang, China dan
Korea adalah negara penghasil nori terbesar saat ini, ditunjukkan oleh data total
hasil produksi nori mencapai 2 milyar lembar/tahun. Rumput laut Porphyra yang
biasanya digunakan adalah Porphyra yezoensis yang disebut susabnori atau
amanori, Porphyra tenera yang disebut asakusanori. Selain rumput laut merah, ada
juga nori yang berasal dari rumput laut coklat misalnya kayamo-nori dari
Scytosiphon lomentaria (kuda dkk., 2005) dan habanori dari Petalonia binghamiae
yang digunakan sebagai edible (Kuda dkk., 2005).

Nori digunakan sebagai pembungkus sushi (makisuzhi) dan bola-bola nasi


(onigiri) serta makanan khas Jepang lainnya. Selain dapat dikonsumsi langsung
sebagai makanan ringan, nori juga digunakan sebagai hiasan dan penyedap
berbagai macam masakan Jepang, misalnya pemberi rasa pada pengolahan mie
dan sup, serta lauk sewaktu makan nasi dan biasanya ditambahkan ke dalam
makanan ringan dan renyah seperti senbei. Senbei adalah makanan ringan yang
renyah atau disebut juga crackers berbentuk bulat dan pipih (Teddy, 2009).
Ukuran standar satu lembar nori di Jepang berbeda-beda tergantung pada
kegunaannya, yaitu 12x10 cm2 (DKP, 2006). Warna tidak dapat dijadikan
pegangan kualitas, namun lembaran nori berkualitas tinggi umumnya berwarna
hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas rendah berwarna hijau hingga hijau
muda (Hasanah, 2007). Berikut ini adalah beberapa jenis nori dan manfaatnya
dalam pangan :

xvi
- Yakinori ukuran standar Nori tawar untuk menggulung temakisushi dan
makisush.i

- Yakinori tipe setengah Satu lembar nori ukuran standar dibagi dua, digunakan
untuk membungkus seluruh bagian onigiri.

- Yakinori tipe sepertiga Satu lembar nori dibagi tiga, diletakkan di bagian dasar
onigirisehingga mudah dipegang dengan tangan.

- Ajitsuke nori atau okazunori

Satu lembar nori standar yang sudah diberi bumbu garam dapur, kecap asin, gula
atau mirin dipotong menjadi 8 atau 12 potongan kecil. Pada umumnya dimakan
sebagai teman makan nasi sewaktu sarapan pagi atau dimakan begitu saja sebagai
makanan ringan.

- Mominori Ajitsuke

Nori yang sudah diberi bumbu garam, kecap asin, gula atau mirin dan
dicabikcabik sampai menjadi potongan berukuran kecil yang tidak seragam.
Digunakan sebagai hiasan pada makanan Jepang seperti donburi atau
chirashizushi.

- Kizaminori

Yakinori yang dipotong halus-halus dengan ukuran seragam, berfungsi sebagai


hiasan seperti mominori.

- Aonori

Nori berwarna hijau berbentuk serbuk kasar berukuran 2-3 mm yang ditaburkan di
atas okonomiyaki, takoyaki dan yakisoba. Berbeda dengan bahan baku nori
standar, aonori menggunakan alga hijau jenis Monostroma dan Enteromorpha
yang banyak dibudidayakan di Teluk Ise.

2.4.1 Kandungan Kimia dan Karakteristik Nori


Nori merupakan salah satu makanan yang memiliki kandungan
nutrisi tinggi. Nori kaya akan vitamin, mineral dan serat pangan dan juga

xvii
mengandung iodium. Menurut Lee dan Krawinkel (2011), dalam 100 gram
nori (Porphyra tenera) mengandung 66,8 μg vitamin B12. Miyamoto dkk.
(2009) melaporkan vitamin B12 yang terkandung dalam nori kering
sebesar 134 μg dan nori yang diberi bumbu dan dipanggang sebesar
51,7μg.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan nori akan


mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia dari nori yang dihasilkan.
Hasanah (2007), membuat nori imitasi dari tepung agar hasil ekstraksi
rumput laut merah jenis Gelidium sp. diperoleh nori dengan konsentrasi
5% sebagai perlakuan terbaik. Berikut karakteristik fisik dan kimia dari
nori yang dihasilkan Hasanah (2007), pada perlakuan terbaik: kuat tarik
(97,50±0,02 Kgf/cm2 ), kerenyahan 1358,33±0,02 gf), ketebalan
(0,215±0,01 cm/120 cm2 ), kadar air (17,64%) dan berwarna hitam
kehijauan.

Penelitian tentang pembuatan nori secara tradisional dari rumput


laut jenis Glacilaria sp. yang dilakukan oleh Teddy (2009), menghasilkan
nori dengan karakteristik fisik dan kimia sebagai berikut: kadar air (15,20-
17,17%), kadar abu (4,36-7,26%), kadar lemak (0,04-0,11%), kadar
protein (5,91-6,84%), kadar karbohidrat (70,71-73,51%) dan kuat tarik
(24,60%) pada perlakuan terbaik. Teddy (2009) menjadikan nori komersial
sebagai kontrol pada percobaannya, diperoleh karakteristik fisik dan kimia
dari nori komersial sebagai berikut: kadar air (16,09%), kadar abu
(5,12%), kadar lemak (0,1%), kadar protein (6,15%), kadar karbohidrat
(72,54%) dan kuat tarik (30,45%).

Laupatty (2011), melakukan penelitian mengenai nori nutrient


analysis from seawed of porphyra marcossi in Maluku ocean diperoleh
sifat kimia dari nori yang dihasilkan sebagai berikut: Kadar air (17,80 %),
kadar abu (28,09%), kadar protein (28,60%) dan kadar lemak (0,83%).
Penelitian tentang pembuatan nori imitasi lembaran dengan konsep edible
film berbasis protein myofibrillar ikan nila yang dilakukan oleh Riyanto

xviii
dkk. (2014), diperoleh karakteristik fisik dan kimia nori perlakuan terbaik
sebagai berikut: kadar air (7,43%), kadar abu (1,27%), kadar protein
(66,28%), kadar lemak (0,79%), kalium (1,27 mg/100g), kuat tarik
(458,35±42,89 Kgf/cm2 ), kekerasan (1308,33±54,08 gf) dan ketebalan
(372,00±19,5µm).

2.4.2 Teknologi Pengolahan


Nori Teknologi pengolahan nori di Jepang sudah berkembang. Dahulu
pengolahan nori masih sangat sederhana dan tradisional, namun sekarang sudah
menggunakan teknologi modern. Metode pembuatan nori secara tradisional di
Jepang adalah rumput laut hasil panen ditumbuk sampai menjadi bubur, lalu
bubur rumput laut tersebut diratakan seperti kertas di atas papan kemudian
dijemur dibawah sinar matahari hingga kering (Teddy, 2009).

Teknik lain pada proses pembuatan nori adalah, rumput laut direndam
dalam mirin (cuka beras) dengan tujuan agar rumput laut menjadi lunak. Rumput
laut kemudian dipotong-potong dengan panjang kurang lebih 2 cm dan dicuci
dengan air panas, direbus pada suhu 900C dalam larutan yang berisi bumbu-
bumbu seperti kecap, gula, minyak wijen, mirin (cuka beras), MSG dan ikan teri
selama 3 jam, lalu dikeringkan menjadi lembaran tipis. Produk akhir menyerupai
kertas tipis, berwarna gelap, berupa lembaran kering dengan berat 3 g dalam
berbagai ukuran (Hasanah, 2007).

xix
BAB III

METODE PERCOBAAN
3.1 Diagram Alir

Persiapan Alat
dan Bahan

Penimbangan awal Rumput


laut sebanyak 300 gram

Pemotongan rumput laut


dengan ukuran ± 1 cm

150 gram Proses oven selama 150 gram Proses oven selama
4 jam di suhu 45⁰ c 4 jam di suhu 65⁰ c
Rumput Rumput
laut laut

Penimbangan akhir
rumput laut

Menganalisis kadar air


pada rumput laut

Gambar 3.1 Diagram alir menganalisis kadar air pada rumput laut

xx
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Berikut adalah alat – alat yang di gunakan pada praktikum penentuan
kadar air pada rumput laut kali ini:

a. Gunting : 1 buah
b. Loyang : 1 buah
c. Oven : 1 buah
d. Timbangan : 1 buah

3.2.2 Bahan
Berikut adalah bahan – bahan yang di gunakan pada praktikum penentuan
kadar air pada rumput kali ini:

a. Rumput laut : 300 gr

3.3 Variabel percobaan


Variabel pada praktikum analisis kadar air pada rumput kali ini terdapat 2
variabel percobaan, yaitu variabel tetap dan variabel berubah. Variabel tetap pada
praktikum kali ini adalah massa dari rumput laut. Variabel berubah pada
praktikum kali ini adalah suhu oven pada proses pemanasan.

3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan pada praktikum analisis kadar air pada rumput kali ini
yaitu, tahap pertama ialah mempersiapkan alat dan bahan yang ingin di gunakan.
Tahap selanjutnya adalah timbang rumput laut yang ingin digunakan, pada
praktikum kali ini kita menggunakan rumput laut sebanyak 300 gram. Setelah
selesai penimbangan selanjutnya adalah memotong rumput laut hingga berukuran
± 1 cm. Tahap selanjutnya ialah proses pemanasan rumput laut menggunakan
oven. Proses pemanasan dilakukan secara 2 kali percobaan. Percobaan pertama
pemananasan rumput laut sebanyak 150 gram di oven selama 4 jam dengan suhu
45⁰c. Percobaan kedua pemanasan rumput laut sebanyak 150 gram di oven selama
4 jam di suhu 65⁰c. Setelah selesai proses pemanasan rumput laut, tahap

xxi
selanjutnya ialah proses penimbangan rumput laut pada masing–masing
percobaan. Tahap terakhir ialah perhitungan kadar air pada rumput laut.

xxii
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 HASIL
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Kadar Air
PERCOBAAN SUHU / 4 MASSA MASSA KADAR AIR
JAM AWAL AKHIR (%)
1 45° 150g 112g 2,66
2 65° 150g 89g 4,06

4.2 PEMBAHASAN
Rumput laut disebut juga dengan seaweed, yaitu tanaman tingkat rendah
yang tidak memiliki perbedaan susunan akar, batang, dan daun. Rumput laut
termasuk golongan ganggang atau alga yang merupakan bagian terbesar dari
tanaman laut. Secara umum, tempat tumbuh rumput laut adalah segala badan
perairan (hydrosphere) hingga kedalaman yang masih dapat dijangkau oleh sinar
matahari. Sinar matahari digunakan untuk melakukan fotosintesis yang
mempengaruhi pertumbuhan rumput laut.

Pada percobaan ini metode yang dilakukan dalam analisis kadar air pada
rumput laut yaitu menggunakan metode pengeringan. Pengeringan merupakan
tahapan pengolahan yang cukup penting karena terkait dengan kadar air bahan
sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penampakkan, tekstur, cita rasa, nilai
gizi bahan pangan, dan terutama aktivitas mikroorganisme (Bintang 2013).
Pengeringan pada rumput laut adalah proses utama dari pengolahan rumput laut
itu sendiri sebagai bahan baku industri seperti karagenan. Metode pengeringan ini
dilakukan dengaan menggunakan alat pengering yaitu menggunakan oven.
Rumput laut yang digunakan dalam percobaan itu yaitu seberat 300 gram. Pada
percobaan ini dilakukan 2 percobaan yaitu dengan masing-masing berat rumput
laut 150 gram dan dengan temperature yang berbeda-beda.

xxiii
Gambar 4.1 Hasil Pengeringan Rumput Laut Dengan Suhu 45°

Pada percobaan pertama menggunakan temperature 45⁰C dan untuk


percobaan kedua menggunakan temperature 65⁰C. Setelah Langkah pertama yaitu
menimbang rumput laut kemudian langkah selanjutnya yaitu melakukan
pengeringan dengan memananskan rumput laut ke dalam oven dengan masing-
masing temperature yaitu pada percobaan pertama dengan temperature 45⁰C
selama 4 jam.

Gambar 4.1 Hasil Pengeringan Rumput Laut Dengan Suhu 65°

Pada percobaan kedua dengan temperature 65⁰C selama 4 jam. Kemudian


masing-masing rumput laut yang telah di panaskan di timbang kembali, lalu
melakukan perhitungan kadar air pada rumput laut. Perhitungan kadar air rumput
laut dilakukan dengan :

w1 −w2
% Kadar Air = × 100 %
w1−w0

xxiv
Dimana

W₀ = berat Loyang

W₁ = berat Loyang + sampel awal

W₂ = berat Loyang + sampel akhir

xxv
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 KESIMPULAN
Berdasaarkan percobaan kali ini kami memiliki beberapa kesimpulan
yakni dalam menganalisis kadar air kita memiliki memiliki beberapa factor yang
dapat mempengaruhi kadar air yaitu suhu yang digunakan serta waktu yang
digunakan dalam proses pengeringan atau pengovenan. Serta dalam praktikum
yang telah kami lakukan kita mendapatkan persentase maupun massa awal dan
massa akhir dari rumput laut, persentase kadar air pada suhu 45° sebesar 2,66%
serta memiliki massa awal dan akhir sebesar 150g dan 110g. Dan pada suhu 65°
memilki persentase kada air sebesar 4,06 %, serta memiliki massa awal sebesar
150g dan massa akhir sebesar 89g.

5.2 SARAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan kami memiliki beberapa
kesimpulan yakni, kita harus lebih menyiapkan alat dan bahan seperti oven yang
memiliki suhu yang diinginkan, serta harus menjaga kebersihan dan harus
menjaga sikap maupun ketertiban saat melaksanakan praktikum.

xxvi
DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja,J.T.,A zatmika,H. Purwoto dan S.istina.2006. rumput laut


penebaran swadaya,Jakarta

Ega,L.,Cristina,C.G.,& Meisya,F.(2016). Kajian mutu karagian rumput laut


euceuma cottoni berdasarkan sifat fisiko-kimia pada tingkat konsentrasi kalium
hidroksida (KOH) yang berbeda. Jurnal aplikasi teknologi pangan, 5(2),38-44

Jana.,dkk.,2006. Rumput laut. Penebaran swadaya. Jakarta

Kadi,A., atmadja ws.1988. Rumput laut jenis algae. reproduksi,Produksi,


budidaya dan pasca panen. Proyek studi potensi sumber daya alam indonesia.
Jakarta: pusat penelitian dan pengembangan osanologi. Lembaga ilmu
pengetahuan Indonesia

Saputra, 2012 membuat aplikasi absensi dan kuisioner untuk panduan skripsi Pt.
Elex media koputindo,Jakarta

Winarno FG. 1996. Teknologi pengolahan rumput laut. Jakarta:


pustaka sinar harapan

Yorita N.2010 karakteristik permen jelly rumput laut kappaphycus alvarezzi


dengan penambahan pati temodikfikasi sebagai bahan pengisi [skripsi] Bogor:
departemen teknologi hasil perairan, fakultas perikanan dan ilmu kelautan,
institut pertanian Bogor

xxvii
LAMPIRAN

w1 −w2
% Kadar Air = × 100 %
w1−w0

W₀ = berat Loyang
W₁ = berat Loyang + sampel awal
W₂ = berat Loyang + sampel akhir
DIK :
W₀ :0
W₁ : 150
W₂ 45 : 110g
W₂ 65 : 89g
( 150+0 )−(110+0)
A) Kadar air temp 45° : x 100% = 2,66%
( 15 0+ 0 )−0
( 150+0 )−(89+0)
B) Kadar air temp 65° : x 100% = 4,06%
( 150+0 ) −0

xxviii

Anda mungkin juga menyukai