Anda di halaman 1dari 23

Nilai:

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Penetapan Modulus Kehalusan (Fineness Modulus) Tepung)

Oleh:
Nama : Anysa Haryuningsari Dewi
NPM : 240110180084
Hari, Tanggal : Selasa, 27 Oktober 2020
Waktu/Shift : 15.30-17.00 WIB/B2
Co. Ass : 1. Ana Nadiya Afinatul Fishi
2. Nunung Nurhaija Hudairiah
3. Rini Azharini
4. Zhaqqu Ilham Alhafidz

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam industri pertanian upaya untuk mengolah bahan hasil pertanian, baik
nabati ataupun hewani dengan berbagai bentuk perubahan fisik, biologis dan kimia
dapat dibantu dengan alat yang dimana dapat menghasilkan produk bernilai
ekonomis dan mendapatkan keuntungan. Salah satu upaya pengolahan bahan hasil
pertanian yaitu proses pengecilan ukuran pada bahan hasil pertanian. Proses
pengecilan ukuran ini umumnya dilakukan setelah proses pemisahan selesai. Proses
pengecilan ukuran ini masuk kedalam salah satu rantai pengolahan pasca panen
yang bertujuan untuk memperluas permukaan bahan agar memudahkan saat akan
memasukkan tahap pengolahan selanjutnya. Proses pengecilan ukuran dalam
pengolahan bahan hasil pertanian dapat dilakukan dengan cara proses pengayakan.
Proses pengayaan ini merupakan pemisahann berbagai partikel padatan yang
mempunyai berbagai ukuran bahan dengan menggunakan ayakan sehingga
mendapatkan ukuran partikel yang seragam dan terpisah dari kontaminan yang
memiliki ukuran berbeda. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi pasca panen membuat operasi pengecilan tidak hanya dilakukan secara
manual, tetapi dapat menggunakan mesin-mesin yang memilki daya besar dan
efisien. Salah satunya yaitu alat pengayaan. Alat pengayaan ini memisahkan bahan
berdasarkan ukuran mesin kawat ayakan, bahan yang memiliki ukuran lebih kecil
dari diameter mesin akan lolos dan bahan yang memiliki ukuran lebih besar akan
tertahan pada permukaan kawat ayakan. Bahan yang biasanya menggunakan
ayakan ini yaitu bahan baku berupa tepung. Selain itu, ada beberapa hal yang harus
dilakukan untuk mempelajari kinerja mesin pengecilan ukuran diantaranya
menentukan ukuran dan karakteristik bahan hasil pengecilan ukuran. Kriteria ini
dapat dinilai dari nisbah reduksi, modulus kehalusan, indeks keseragaman dan
ayakan tyler. Oleh karena itu perlu diadakannya praktikum kali ini untuk
mempelajari kriteria tersebut agar bisa menilai kinerja suatu mesin dengan
memperhatikan nilai modulus kehalusannya.
1.2 Tujuan Praktikum:
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengukur dan mengamati pengecilan
ukuran bahan hasil pertanian dengan mengkaji performansi mesin dan rendemen
hasil pengecilan ukuran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Modulus Kehalusan (Fineness Modulus)


Modulus kehalusan merupakan jumlah berat bahan yang tertahan disetiap
ayakan dibagi dengan 100. Ayakan-ayakan yang biasa digunakan pada satu
rangkaian ini adalah berukuran 3/8 inci, 4 mesh, 8 mesh, 14 mesh, 28 mesh, 48
mesh, dan 100 mesh. Setelah diketahui nilai modulus kehalusannya maka diameter
bahan dapat dicari dengan menggunakan rumus : (Henderson, 1961)
D = 0,0041 (2)FM ….(1)
Alat yang digunakan untuk mengelompokkan dalam kelas ke-1 dan ke-2
adalah saringan tyler. Ukuran ayakan adalah mesh dimana satuannya adalah
banyaknya lubang setiap 1 inci. Mesin untuk menggoyangkan ayakan disebut ro-
tap. Derajat kehalusan (Fineness Modulus) dan indeks keseragaman menunjukkan
keseragaman hasil giling atau penyebaran fraksi halus dan kasar dalam hasil giling.
Berbagai jenis alat pengayak yang dapat digunakan dalam proses sortasi bahan
pangan, diklasifikasikan dalam dua bagian besar : (Henderson, 1961)
a. Ayakan dengan celah yang berubah-ubah (screen apeture), seperti roller
screen, belt screen, belt and roller, screw; dan
b. Ayakan dengan celah tetap, seperti stationary, vibratory, rotary atau
gyratory dan recipro cutting.

2.2 Macam-Macam Pengayak


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka ada
banyak pengembangan yang dilakukan terhadap jenis mesin pengayak. Berikut ini
merupakan macam-macam mesin pengayak : (Zulfikar, 2010)
2.2.1 Screener
Screener berfungsi untuk menyingkirkan partikel-partikel atau butiran dari
ukuran yang terlalu kecil atau terlalu besar dari standar. Screener berfungsi sebagai
pengayak yang di dalamnya mempunyai 2 lapis screen (saringan) yang disusun
berlapis dimana screen bawah berukuran kecil dan screen atas berukuran besar.
Ukuran bahan yang terlalu besar yaitu yang tidak bisa lolos ke saringan bawah akan
dikirim kembali untuk pemecahan ulang sedangkan ukuran bahan yang terlalu halus
langsung lolos melewati saringan bawah. Screener mempunyai posisi miring untuk
mempercepat pergerakan bahan. Terdapat dua tipe gerakan screener, yaitu roto-
shaker dan vibrator. Roto-shaker hanya bergerak pada satu titik sedangkan vibrator
bergerak pada keempat sisi ayakan.
2.2.2. Pengayak Berbadan Datar (Flat Bad Screen)
Pengayak jenis ini bentuknya sangat sederhana, banyak ditemukan pada
bidang pertanian, saat proses sortasi awal dari kentang, wortel dan lobak. Alat
pengayak datar ganda digunakan secara luas dalam proses sortasi berdasarkan
ukuran dari bahan baku (seperti biji-bijian dan kacang-kacangan) juga digunakan
dalam proses pengolahan dan produk akhir seperti tepung jagung. Alat pengayak
datar secara umum terdiri dari satu atau lebih lembaran pengayak yang dipasang
bersama-sama dalam sebuah kotak yang tertutup rapat, dan biasanya dilengkapi
dengan bola dari kawat keras di antara lembaran tersebut dengan tujuan untuk
meminimumkan kerusakan akibat pergesekan antara lubang-lubang pengayak
dengan partikel bahan yang halus.
2.2.3 Pengayak Drum
Pengayak drum merupakan alat yang digunakan pada proses sortasi
berdasarkan ukuran bentuk untuk kacang polong, jagung, kacang kedelai dan
kacang lainnya yang sejenis. Bahan pangan tersebut akan menahan gerakan jatuh
berguling yang dihasilkan oleh rotasi drum. Alat sortasi ini biasanya diperlukan
untuk memisahkan bahan pangan ke dalam dua atau lebih aliran, karena itu
dibutuhkan dua atau lebih tingkatan pengayak.

2.3 Mekanisme Pengayakan


Penyusunan ayakan dimulai dari ayakan yang mempunyai ukuran mesh kawat
lebih besar sampai ke ukuran mesh yang lebih kecil. Penyaringan dengan lubang
tetap tipe ini merupakan lapisan yang bersifat permanen dengan badan pengayakan
yang terdiri dari lubang-lubang dengan bentuk dan ukuran yang tetap. Pergerakan
bahan pangan di atas pengayak dapat dihasilkan oleh pergerakan berputar atau
gerakan dari rangka yang menyangga badan pengayak. Pengayak ini mempunyai
rancangan celah atau lubang yang tetap yang disebut fixed aperture dimana
mempunyai sifat seimbang atau tidak berubah dan bergetar. Keuntungan pengecilan
ukuran bahan pangan adalah adanya kenaikan rasio antara luas permukaan dengan
volume bahan pangan sehingga mempercepat laju pengeringan, pemanasan, dan
pendinginan serta meningkatnya laju ekstraksi, adanya ukuran yang seragam,
meningkatkan efisiensi pencampuran. Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil merupakan satu operasi yang penting dalam industri pangan
(Sudjaswadi, 2002).

2.4 Tepung
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan atau
penepungan. Tepung memiliki kadar air yang rendah, hal tersebut berpengaruh
terhadap keawetan tepung. Jumlah air yang terkandung dalam tepung dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan
tepung, perlakuan yang telah dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat
penyimpanan dan jenis pengemasan. Tepung juga merupakan salah satu bentuk
alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena akan lebih tahan disimpan,
mudah dicampur, dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan
modern yang serba praktis. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan
kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat
pengering biasa (Nurani dan Yuwono, 2014).
Pada perkembangan zaman, tepung sering diproduksi dari umbi yang
memiliki kandungan gizi tinggi, hal ini dilakukan untuk memperbaiki nilai ekonomi
umbi itu tersendiri, serta pemanfaatan produk domestik sehingga pengolahan
tepung berbasis umbi diharapkan dapat menjadi alternatif penggunaan tepung
gandum yang bahan bakunya masih harus didapatkan dari luar negeri. Proses
pembuatan tepung umbi-umbian sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara
tergantung dari jenis umbi-umbian itu sendiri. Tepung dibuat dengan kadar air
sangat rendah sekitar 2-10%. Hal ini menunjukan bahwa tepung memiliki daya
simpan yang lebih lama (Subagio, 2006).
2.5 Burr Mill
Burr mill/disc mill yang terdiri dari dua buah piringan atau lebih. Pada burr
mill satu piringan yang berputar sedangkan piringan lain tetap, atau keduanya
berputar tetapi berlawanan arah. burr mill memiliki keuntungan yaitu biaya awal
rendah, hasil dari penghancuran relatif seragam dan kebutuhan tenaga rendah.
Sedangkan kerugiannya dari burr mill yaitu mudah rusak akibat benda asing,
pengoperasian tanpa bahan dapat merusak alat, dan alat penggilin yang mudah aus.
teknologi penggilingan jenis Buhr Mill, sistem penggilingannya dengan proses
gesekan dari dua pelat yang bergerigi yang berfungsi sebagai mata pisau, pelat ini
berbentuk bidang vertikal. Pelat pisau penggiling ini berputar melemparkan dan
menghancurkan butiran-butiran jagung melalui. celah-celah mata pisau ke dinding
pembentur. Keluarnya butiran-butiran jagung pada sudusudu pisau penggiling,
akibat adanya putaran yang cepat sehingga menimbulkan gaya sentrifugal.
penggilingbergerigi punya biaya awal yang rendah, dan kapasitas penggilingan
200-300 kg/jam dan daya yang digunakan berkisar 1-1,5 hp atau 1/3 dari daya yang
digunakan oleh penggiling tumbuk dengan kapasitas yang sama (Hall, 1983).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Ayakan tyler ukuran 40, 50, 70, dan 100 mesh;
2. Burr mills ;
3. Stopwatch ;
4. Timbangan dan
5. Wadah plastik.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
1. Tepung beras;
2. Tepung tapioka; dan
3. Tepung terigu.

3.2 Prosedur Percobaan


Prosedur yang harus dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
1. Menyiapkan bahan sebanyak 200 gram (a gram) untuk masing-masing
jenis tepung, dimana terdapat tiga macam tepung, yaitu tepung beras,
tepung kanji, dan tepung terigu;
2. Meletakkan tepung pada ayakan teratas;
3. Menutup ayakan dan meletakkan pan pada bagian bawah, dimana pada
praktikum kali ini memakai ayakan dengan ukuran mesh 30, 40, 50, 70,
dan 100;
4. Memasukkan ayakan Tylor yang telah berisi bahan ke dalam rotary
Tylor;
5. Menyalakan mesin rotary Tylor;
6. Mengatur waktu pada mesin untuk proses pengayakan, sehingga mesin
dapat menggoyangkan ayakan selama 10 menit;
7. Mengeluarkan ayakan dari mesin;
8. Menimbang bahan yang tersisa pada setiap ayakan atau produk yang
dihasilkan (b kg);
9. Menghitung rendemen pengayakan atau BT pada setiap mesh yang
b kg
digunakan dengan rumus =  100% … (2);
a kg
10. Menentukan fineness modulus atau modulus kehalusan dengan cara :
Tabel 1. Perhitungan Fineness Modulus (FM)

Mesh No Ukuran % Bahan % Tertinggal Kumulatif


Lubang Tertinggal
(mm)
3/8” 0,371 X1 X1
4” 0,185 X2 X1+X2
8” 0,093 X3 X1+X2+X3
14” 0,0464 X4 X1+X2+x3+X4
28” 0,0232 X5 X1+X2+x3+X4+X5
48” 0,00116 X6 X1+X2+x3+X4+X5+X6
100” 0,0058 X7 X1+X2+x3+X4+X5+X6+X7
Pan ….. X8 …..
Total ….. 100 JUMLAH

Persamaan untuk menghitung Fineness Modulus (FM):


Jumlah total % bahan tertinggal
FM = ……………………..(3);
100

11. Menghitung diameter rata-rata (D) dengan menggunakan rumus :


D = 0,0041 (2)FM …(4);
12. Menghitung Geometric Mean Diameter (Dgw) dengan menggunakan
rumus :
∑ (Wi log di )
Dgw = log -1 [- ∑ Wi
]…(5) ;

13. Menghitung Geometric Standar Deviation (Sgw) dengan menggunakan


rumus :
1
-1 ∑ (Wi (log di - log Dgw )2 )
Sgw = log [- ∑ Wi
]…(6) ;
14. Membuat plot grafik:
a. % bahan tertinggal kumulatif vs. log ukuran ayakan; dan
b. % bahan lewat vs. ukuran ayakan.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel Hasil


Tabel 1. Data Hasil Pengayakan Tepung Tapioka
Mesh Diameter Lubang BahanTertinggal Tertinggal Faktor Hasil Bahan Lewat
d1 (mm) log W1 (gr) W1 Kumulatif Pengali Gram %
x 100%
Mawal
d1 (%)
30 0,595 -0,2254 0 0 0 5 0 200 100
40 0,420 -0,3767 0 0 0 4 0 200 100
50 0,297 -0,5272 0 0 0 3 0 200 100
70 0,210 -0,6778 0 0 0 2 0 200 100
100 0,149 -0,8268 0 0 0 1 0 200 100
Pan 200 100% 100 0 0 0 0
Total 200 100%

Tabel 2. Data Hasil Pengayakan Tepung Terigu


Mesh Diameter Lubang BahanTertinggal Tertinggal Faktor Hasil Bahan Lewat
d1 (mm) log W1 (gr) W1 Kumulatif Pengali Gram %
x 100%
Mawal
d1 (%)
30 0,595 -0,2254 0 0 0 5 0 200 100
40 0,420 -0,3767 0 0 0 4 0 200 100
50 0,297 -0,5272 0 0 0 3 0 200 100
70 0,210 -0,6778 0 0 0 2 0 200 100
100 0,149 -0,8268 5 2,5% 2,5 1 2,5 195 97,5
Pan 195 97,5% 100 0 0 0 0
Total 200 100%
Tabel 3. Data Hasil Pengayakan Tepung Beras
Mesh Diameter Lubang BahanTertinggal Tertinggal Faktor Hasil Bahan Lewat
d1 (mm) log W1 (gr) W1 Kumulatif Pengali Gram %
x 100%
Mawal
d1 (%)
30 0,595 -0,2254 0 0 0 5 0 200 100
40 0,420 -0,3767 0 0 0 4 0 200 100
50 0,297 -0,5272 0 0 0 3 0 200 100
70 0,210 -0,6778 0 0 0 2 0 200 100
100 0,149 -0,8268 5 2,5% 2,5 1 2,5 195 97,5
Pan 195 97,5% 100 0 0 0 0
Total 200 100%

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Tepung Tapioka
Massa awal bahan = 200 gram
1. BT Mesh
a. BT Mesh 30
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

b. BT Mesh 40
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

c. BT Mesh 50
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

d. BT Mesh 70
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

e. BT Mesh 100
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

2. Fineness Modulus
Total Hasil (%Massa Bahan Tertinggal Kumulatif)
FM = 100
0
= 100
=0
3. Diameter Rata-rata
D = 0,0041 (2)FM
D = 0,0041 (2)0 = 4,1 x 10-3 inch
4. Geometric Mean Diameter (Dgw)
Σ(W1 ×logd1 )
Dgw = log-1 ( )
massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100)
(0 + 0 + 0 + 0 + (0)
Dgw = log-1 ( )
0
Dgw = 1
5. Geometric Mean Deviation (Sgw)
1
Σ(W1 (log d1 − log Dgw)2 )
Sgw = log −1 | |
ΣW1

1
−1
0(0(−0)2
Sgw = log | |
200

Sgw = 1
4.2.2 Perhitungan Tepung Terigu
Massa awal bahan = 200 gram
1. BT Mesh
a. BT Mesh 30
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

b. BT Mesh 40
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

c. BT Mesh 50
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

d. BT Mesh 70
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

e. BT Mesh 100
5
BTmesh = x 100% = 2,5%
200

2. Fineness Modulus
Total Hasil (%Massa Bahan Tertinggal Kumulatif)
FM = 100
5
= 100

= 0,05
3. Diameter Rata-rata
D = 0,0041 (2)FM
D = 0,0041 (2)0,025 = 4,2446 x10-3 inch
4. Geometric Mean Diameter (Dgw)
Σ(W1 ×logd1 )
Dgw = log-1 ( )
massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100)
(0 + 0 + 0 + 0 + (-0.8268 x 5)
Dgw = log-1 ( )
5
Dgw = 0.149
5. Geometric Mean Deviation (Sgw)
1
Σ(W1 (log d1 − log Dgw)2 )
Sgw = log −1 | |
ΣW1

1
−1
5(−0.8268(− log 0.149)2
Sgw = log | |
200

Sgw = 1,000213

4.2.3 Perhitungan Tepung Beras


Massa awal bahan = 200 gram
1. BT Mesh
a. BT Mesh 30
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

b. BT Mesh 40
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

c. BT Mesh 50
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%

d. BT Mesh 70
0
BTmesh = 200 x 100% = 0%
e. BT Mesh 100
5
BTmesh = 200 x 100% = 2,5%

2. Fineness Modulus
Total Hasil (%Massa Bahan Tertinggal Kumulatif)
FM = 100
5
= 100

= 0,05
3. Diameter Rata-rata
D = 0,0041 (2)FM
D = 0,0041 (2)0,05 = 4,2446 x10-3 inch
4. Geometric Mean Diameter (Dgw)
Σ(W1 ×logd1 )
Dgw = log-1 ( )
massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100)
(0 + 0 + 0 + 0 + (-0.8268 x 5)
Dgw = log-1 ( )
5
Dgw = 0.149
5. Geometric Mean Deviation (Sgw)
1
−1
Σ(W1 (log d1 − log Dgw)2 )
Sgw = log | |
ΣW1

1
5(−0.8268(− log 0.149)2
Sgw = log −1 | |
200

Sgw = 1,000213

4.3 Grafik
4.3.1 Grafik Tepung Tapioka

Tepung Tapioka
% Bahan Tertinggal

1 Tepung
Kumulatif

Tapioka
0,8
0,6
Linear
0,4 (Tepung
y=0 Tapioka)
0,2 0 0 0 0
R² = #N/A
0
-0,2254 -0,3767 -0,5272 -0,8268
Log Ukuran Ayakan
Grafik 1. % bahan tertinggal kumulatif vs. log ukuran ayakan pada tepung tapioka

Tepung Tapioka

% Bahan Tertinggal Kumulatif


120 100 100 100 100 100
100 y = 100
R² = #N/A
80
60 Tepung Tapioka
40
Linear (Tepung
20 Tapioka)
0
0,595 0,42 0,297 0,21 0,149
Ukuran Ayarakan

Grafik 2. % bahan lewat vs. ukuran ayakan pada tepung tapioka

4.3.2 Grafik Tepung Terigu

Tepung Terigu
% Bahan Tertinggal Kumulatif

5 y = 0,75x - 1,25
R² = 0,6
4

3 2,5
Tepung
2 Terigu

1 Linear
0 0 0 (Tepung
0 Terigu)
-0,2254 -0,3767 -0,5272 -0,8268
-1
Log Ukuran Ayakan

Grafik 3. % bahan tertinggal kumulatif vs. log ukuran ayakan pada tepung terigu
Tepung Terigu
101

% Bahan Tertinggal Kumulatif


100 100 100 100
100

99

98 97,5 Tepung Terigu

y = -0,5x + 101
97 Linear (Tepung
R² = 0,5
Terigu)
96

95
0,595 0,42 0,297 0,21 0,149
Ukuran Ayakan

Grafik 4. % bahan lewat vs. ukuran ayakan pada tepung terigu

4.3.3 Grafik Tepung Beras

Tepung Beras
% Bahan Tertinggal

6
Kumulatif

5 y = 0,75x - 1,25
4 R² = 0,6
2,5
3
Tepung Beras
2
1 0 0 0 Linear (Tepung Beras)
0
-1 -0,2254 -0,3767 -0,5272 -0,8268
Log Ukuran Ayakan

Grafik 5. % bahan tertinggal kumulatif vs. log ukuran ayakan pada tepung beras

Tepung Beras
101
100 100 100 100
% Bahan Tertinggal Kumulatif

100
99
98 97,5
Tepung Beras
y = -0,5x + 101
97
R² = 0,5
96
Linear (Tepung
95 Beras)
0,595 0,42 0,297 0,21 0,149
Ukuran Ayakan

Grafik 6. % bahan lewat vs. ukuran ayakan pada tepung beras


BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini melakukan pengujian terhadap nilai modulus kehalusan


dari bahan yang sudah ditentukan. Bahan yang digunakan untuk melakukan
praktikum yaitu tepung beras, tepung tapioka, dan tepung terigu. Pengujian ini
dilakukan dengan sample setiap bahan seberat 200 gram melalui ayakan tyler.
Ayakan tyler ini memiliki tingkatan mesh, yaitu 40, 50, 60, 70 dan 100 mesh.
Ukuran mesh menunjukkan jumlah lubang yang terdapat dalam luasan 1 inci yang
dimana ukuran ini digunakan untuk menghitung jumlah fraksi tepung yang tertahan
pada setiap ayakan tersebut. Semakin banyak lubang maka besarnya akan semakin
menurun sehingga bahan yang lolos pada mesh terakhir merupakan bahan yang
memiliki tangkat kehalusan paling tinggi. Bahan yang tertinggal pada tingkatan
mesh tertentu akan digunakan untuk mengukur nilai modulus kehalusan. Semakin
tidak ada bahan yang tertinggal pada mesh maka nilai modulus kehalusan akan
semakin mendekati nol sehingga tingkat kehalusan pada suatu bahan akan semakin
tinggi.
Nilai modulus kehalusan diperoleh dari jumlah bahan yang tertinggal dibagi
seratus. Semakin banyak bahan yang tertinggal menunjukkan bahwa diameter pada
bahan semakin besar. Nilai pada modulus kehalusan berbanding lurus dengan
diameter rata-rata bahan. Nilai diameter rata-rata bahan digunakan untuk mengukur
geometric mean diameter (Dgw) yang dimana digunakan untuk mengukur rataan
ukuran partikel yang dinyatakan dalam nilai mm. Nilai Dgw ini digunakan juga
dapat mengukur nilai geometric standard deviation (Sgw) yang dimana merupakan
nilai besaran sebaran dari rata-rata geometrik. Kedua nilai ini dipengaruhi oleh jenis
bahan yang diuji, karena setiap bahan akan mampu melewati tingkatan mesh yang
berbeda dan hal ini akan mempengaruhi nilai log pada diameter ayakan yang
digunakan.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, bahan tepung terigu dan tepung beras
tertinggal pada mesh 100 sedangkan pada bahan tepung tapioka tidak tertinggal
pada semua ukuran mesh. Bahan tepung terigu dan tepung beras yang tertinggal
seberat 5 gr pada mesh 100. Pada pengujian tepung tapioka, tepung beras dan
tepung terigu menghasilkan nilai fineness modulus (FM) berturut-turut sebesar 0;
0,05; dan 0,05. Semakin besar nilai modulus kehalusan bahan maka akan semakin
besar nilai ukuran rata-rata diameter bahan. Hal ini menunjukkan bahwa tepung
tapioka memiliki modulus kehalusan yang paling kecil karena tidak ada bahan yang
tertinggal sehingga tepung tapioka merupakan jenis tepung yang lebih halus
dibandingkan dengan tepung beras dan terigu.
Hasil yang didapatkan selain fineness modulus, didapatkan juga nilai
geometric mean diameter (DGW) dan geometric standard deviation (SGW). Nilai
DGW ini menunjukkan nilai ukuran rata-rata partikel dan variasi ukuran yang
terdapat pada bahan, sedangkan nilai SGW merupakan nilai yang
memrepresentasikan keseragaman ukuran pada bahan yang dimana semakin besar
nilai SGW maka keseragaman ukuran pada bahan semakin rendah. Berdasarkan
hasil yang didapatkan, nilai DGW dan nilai SGW pada tepung tapioka sebesar 1
sedangkan pada tepung beras dan tepung terigu berturut-turut sebesar 0,149 dan
1,000213. Hasil yang didapatkan bisa disimpulkan, pada tepung terigu dan tepung
beras masih belum seragam ukuran partikelnya dibandingkan tepung tapioka
dikarenakan nilai yang dihasilkan pada SGW tepung beras dan terigu lebih besar
dibandingkan tepung tapioka.
Secara keseluruhan dari tiap jenis tepung berdasarkan tingkat nilai modulus
kehalusan memiliki urutan tepung dari yang paling halus hingga tepung yang masih
belum halus berturut-turut yaitu tepung tapioka, tepung terigu dan tepung beras.
Perhitungan dan penetuan nilai modulus kehalusan ini sangat penting untuk
dilakukan karena dapat digunakan untuk menentukan kinerja atau performansi
mesin pengecilan ukutan. Berdasarkan literature, salah satu kriteria yang dapat
menentukan kinerja mesin pengecilan ukuran ini dilihat dari besar nilai modulus
kehalusan, indeks keseragaman bahan serta ayakan tyler. Indeks keseragaman yang
dimiliki oleh setiap sample yang diuji memiliki nilai sekitar 1 maka dari hasil
tersebut menunjukkan alat pengecilan ukuran yang digunakan memiliki efisiensi
dan performansi yang baik. Alat pengecil ukuran memiliki nilai efisiensi yang baik
jika nilai SGW atau nilai keseragaman pada bahan 1.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan kali ini adalah :
1. Semakin banyak bahan yang tertinggal maka menunjukkan bahwa
diameter bahan semakin besar;
2. Hasil fineness modulus dari tepung terigu dan tepung beras memiliki nilai
yang paling besar dibandingkan tepung tapioka, hal ini menunjukkan
bahwa keseragaman dan kehalusan dari tepung tapioka lebih baik
dibandingkan tepung beras dan tepung terigu karena semakin kecil jumlah
bahan yang tertinggal pada mesh maka nilai FM akan semakin mendekati
nol serta tingkat kehalusan akan meningkat;
3. Urutan bahan yang memiliki tingkatan kehalusan dari paling halus hingga
yang cukup halus berdasarkan nilai finness modulus secara berturut-turut
yaitu tepung tapioka, tepung terigu dan tepung beras;
4. Nilai DGW dan SGW dapat dipengaruhi oleh jenis bahan yang diuji
karena setiap bahan yang mampu melewati tingkatan mesh yang berbeda-
beda akan mempengaruhi besar nilai log diameter yang digunakan;
5. Nilai SGW yang dihasilkan tepung tapioka lebih rendah dibandingkan
tepung terigu dan tepung beras sehingga keseragaman ukuran butiran
pada tepung tapioka relatif baik dibandingkan tepung beras serta tepung
terigu;
6. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kinerja mesin pengukuran ukuran
diantara berupa nilai modulus kehalusan, keseragaman bahan serta
ayakan tyler yang digunakan; dan
7. Performensi dan tingkat keefisiensi mesin berdasarkan nilai keseragaman
bahan yang didapatkan cukup baik karena memiliki nilai keseragaman
sekitar 1.

6.2 Saran
Saran dalam praktikum kali ini yaitu bahan yang digunakan untuk sample uji
coba lebih banyak jenisnya serta memiliki tekstur bahan yang berbeda-beda agar
bisa dibandingkan.
DAFTAR PUSTAKA

Hall, C. 1983. Processing Equipment For Agricultural Products. The Avi


Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Henderson, 1961. Introduction to Food Engineering. Academic Press Inc., San


Diego, California.

Nurani, S. dan S. S. Yuwono. 2014. Pemanfaatan Tepung Kimpul (Xanthosoma


sagittifolium) sebagai Bahan Baku Cookies (Kajian Proporsi Tepung dan
Penambahan Margarin). Jurnal Pangan dan Argoindustri. Vol. 2 No. 2, 50-
58.

Subagio, A. 2006. Ubi Kayu : Subtitusi Berbagai Tepung-Tepungan. Gramedia,


Jakarta

Sudjaswadi, R. 2002. Hand Out Kimia Fisika. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.

Zulfikar, 2010. Pengayakan. Terdapat pada chem-is-try.org (Diakses 31 Oktober


2020)
LAMPIRAN

Dokumentasi Pribadi

Gambar 1. Menimbang massa dari tepung terigu sebelum diayak

Gambar 2. Proses memasukkan ayakan Tylor yang telah berisi bahan ke dalam
rotary Tylor
Gambar 3. Proses pengayakan selama 10 menit

Gambar 4. Proses mengeluarkan ayakan Tylor yang telah berisi bahan dari rotary
Tylor

Gambar 5. Menimbang massa dari hasil pengayakan

Anda mungkin juga menyukai