Anda di halaman 1dari 26

Nilai:

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC)

Oleh:
Nama : Anysa Haryuningsari Dewi
NPM : 240110180084
Hari, Tanggal : Selasa, 13 Oktober 2020
Waktu/Shift : 15.30-17.00 WIB/B2
Co. Ass : 1. Ana Nadiya Afinatul Fishi
2. Nunung Nurhaija Hudairiah
3. Rini Azharini
4. Zhaqqu Ilham Alhafidz

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan hasil pertanian memiliki sifat ferisible yang dimana kemungkinanan
kerusakan pada bahan sangat tinggi baik dalam keadaan di lahan maupun setelah
penanganan secara panennya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor fisiologis, mekanis, teknis, biologis dan kimia. Penanganan
pasca panen menjadi hal yang penting dilakukan untuk menekan angka kerusakan
komoditas bahan yang sedang diladang maupun yang telah dipanen. Kandungan air
yang terdapat pada bahan hasil pertanian merupakan salah satu indikator yang
mempengaruhi umur simpan dari komoditas tertentu. Kadar air yang terlalu sedikit
akan menyebabkan bahan mudah menyusut sedangkan kadar air yang terlalu
banyak tidak bagus karena akan mempercepat pembusukan pada bahan. Maka dari
itu bahan hasil pertanian memerlukan penangnan penyesuai pada kadar air dengan
karakteristik dan alternative yang baik dan tepat. Penanganan tersebut diatur dengan
melakukan pemanasan melalui oven ataupun pendinginan melalui refrigerator.
Bahan hasil pertanian memiliki sifat yang sesitif terhadap kondisi lingkungan
setelah panen. Kerusakan yang terjadi pada fisik ataupun biologis yang dimana
sering terjadi pada bahan hasil pertanian setelah pemanenena. Kerusakan tersebut
dikarenaan beberapa faktor diantaranya serangga, mikroorganisme, ataupun akibat
proses fisiologi yang kurang tepat pada penanganan saat panen. Salah satu
penyebabnya adalah kandungan air pada bahan yang mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme bahan yang dapat mengurangi kualitas bahan hasil pertanian.
Selain itu, kerusakan pada bahan hasil pertanian dapat dikarenakan kandungan aur
dalam bahan tergantung jenis bahan dan media penyimapanan. Bahan memiliki
retensi atau daya simpan air yang berbeda-beda. Retensi air dan titik keseimbangan
air pada lingkunanan dengan bahan hasil pertanian perlu dipelajari lebih lanjut,
maka pada praktikum kali ini dilakukannya percobaan untuk mengetahui EMC dari
lingkungan dan beberapa bahan hasil praktikum. Hal ini bertujuan untuk
merencanakan bagaimana penanganan yang tepar untuk bahan hasil pertanian.
1.2 Tujuan Praktikum:
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mengamati perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai kondisi
penyimpanan dengan menggunakan moisture tester;
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Proses pengeringan di dalam industri pertanian merupakan salah satu tahapan
yang cukup penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan bahan hasil
pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang terjadi pada
bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih melakukan proses
respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama akan mengalami
pembusukan, dengan proses pengeringan, kadar air bahan hasil pertanian dapat
dikurangi sampai tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara luar normal
atau tingkat kadar yang setara dengan aktivitas air sehingga bahan hasil pertanian
akan aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan kimiawi. Tujuan
pengeringan bahan hasil pertanian adalah untuk mengurangi kandungan air bahan
sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses pengolahan maupun penyimpanan
(Zain, 2005).
Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode laju
pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan tetap
akan berhenti pada saat air bebas dipermukaan habis dan laju pengurangan kadar
air akan berkurang secara progresif. Kadar air dimana laju pe geringan tetap
berhenti disebut kadar air kritis. Laju pengeringan menurun dibatasi oleh EMC dari
kurva kadar air antara nol dan mendekati RH 100%. Penanganan bahan hasil
pertanian dikatakan tepat jika penanganan tersebut mampu mengelola hubungan
antara faktor-faktor yang dimiliki bahan hasil pertanian diantaranya struktur bahan
biologis dan retensi air dengan lingkungan dimana bahan hasil pertanian berada,
untuk dapat memilih teknik penanganan hasil pertanian yang tepat perlu dipahami
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kualitas bahan hasil pertanian (Zain,
2005).

2.2 Equilibrium Moisture Content (EMC)


Bahan terdiri dari bahan dan air yang dikandungnya, maka massa total bahan
massa bahan tersebut (disebut massa kering) ditambah dengan massa air yang
dikandungnya. Kandungan air (moisture content = MC) dalam suatu bahan adalah
massa air yang dikandung dibagi dengan massa total, moisture content ini disebut
sebagai MC basis basah. MC basis kering adalah massa air yang dikandung dibagi
dengan massa kering bahan.Terdapat tiga jenis air yang dikandung oleh suatu bahan
yaitu air hidrasi, air terikat dan air bebas. Air hidrasi adalah air yang secara kimia
terikat dengan bahan dan pada umumnya tidak dimasukkan dalam kandungan air,
tapi dianggap sebagasi bagian integral dari bahan. Secara umum massa air ini
termasuk kedalam massa kering. Air terikat adalah air yang diikat oleh bahan
karena adanya efek kapiler dan ikatan hidrogen, gaya Van der Waals dan ikatan
ikatan ion dan polar. Air bebas adalah air yang dikandung oleh bahan dan terlarut
dalam bahan karena adanya rongga dan kapiler yang lebar dalam bahan. Kandungan
air yang paling kuat diikat oleh bahan, bahkan disebut sebagai bagian integral bahan
adalah air hidrasi, sedangakan yang diikat secara lebih lemah adalah air terikat,
tekanan uap dari air yang dikandung ini kurang dari tekanan uap air murni dan tentu
saja kandungan air yang paling diikat paling lemah oleh bahan adalah air bebas.
Tekanan uap kandungan air ini adalah sama dengan tekanan uap dari air murni
(Kosasih, 2009).
Suatu bahan disimpan dalam suatu tempat pada suhu dan kelembaban relatif
RH yang konstan maka kadar air bahan tersebut akan menuju suatu keseimbangan
dengan lungkungannya. Kadar air ini disebut sebagai kadar air keseimbangan
(Equilibrium Moisture Content = EMC). Jadi EMC adalah kandungan air dari suatu
bahan yang disimpan di suatu tempat dalam jangka waktu tak hingga. Seperti
disebutkan di atas, EMC ini tergantung pada suhu dan RH lingkungan. Jika suatu
bahan dyang sudah mencapai keseimbangan dengan suatu lingkugan dipindahkan
ke lingkungan dengan suhu yang atau RH yang berbeda maka bahan tidak
berkeseimbangan dengan lingkungan tersebut. Misalnya jika lingkungan yang baru
tersebut lebih panas atau RH lebih kecil maka air dalam bahan akan menguap atau
MC-nya akan turun dan dalam waktu tak hingga akan mencapai EMC yang baru
(Kosasih, 2009).
2.3 Kadar Air Bahan
Kadar air adalah hilangnya berat ketika sampel dikeringkan sesuai dengan
teknik atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan
dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah
menguap bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin. Selain
dengan menggunakan metode dean stark, dalam penentuan uji kadar air digunakan
metode oven, yaitu metode pemanasan dengan temperatur rendah maupun tinggi
(Sudrajat et al, 2007).
Kandungan air dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam
persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). Kandungan air basis
basah dapat dinyatakan sebagai berikut: (Sudrajat et al, 2007)
100Wm
m
Wm  Wd 
Sedangan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut:
(Sudrajat et al, 2007)
Wm
M  100
Wd
100 m
M
100  m
Dimana:
m = kadar air basis basah (%)
M = kadar air basis kering (%)
Wm = berat air dalam bahan (kg)
Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg).

2.4 Moisture Tester


Moisture tester adalah sebuah alat uji digital yang berfungsi untuk mengukur
kandungan kadar air atau tingkat kekeringan suatu bahan atau benda. Moisture
tester banyak juga disebut dengan tester kadar air. Alat ini juga dapat menghitung
kelembaban dalam segala kondisi, baik terhampar, maupun dalam keadaan
tersimpan disuatu tempat tertentu. Berdasarkaan hasil pengukuran tersebut, maka
akan diketahui apakah bahan tersebut sudah siap untuk dipakai atau masih
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Alat ini sangat berguna untuk bidang
pertanian, diantaranya untuk mengukur kandungan air yang terdapat pada biji-
bijian. Ada dua cara kerja yang dapat dilakukan untuk mengukur jumlah kandungan
air yang terkandung dalam suatu zat tertentu, diantaranya yaitu: (Alatuji, 2017)
1. Termogravimetri: cara ini dilakukan dengan beberapa tahap yakni
penimbangan, pengovenan, dan pendinginan hingga diperoleh berat yang
konstan. Nilai dari kandungan air yang ditentukan dapat dilihat dari selisih
berat sebelum pemanasan dan sesudahnya.
2. Konduktometri: cara inilah yang dilakukan oleh alat Moisture tester, yaitu
dengan cara elektrik. Teknik pengukuran konduktometri didasarkan pada
konduktivitas dan hantaran listrik. Kadar air akan berbanding linear terhadap
kapasitas listrik yang anda ukur. Hantaran listrik tersebut akan terdeteksi oleh
alat yang dinamakan detect.

2.5 Oven
Oven merupakan salah satu alat laboratorium yang penting, fungsinya untuk
memamaskan atau mengeringkan alat-alat laboratorium atau objek-objek lainnya,
biasanya digunakan untuk mengeringkan peralatan gelas laboratorium, zat-zat
kimia maupun pelarut organik, dapat pula digunakan untuk mengukur kadar air.
Suhu oven lebih rendah dibandingkan dengan suhu tanur yaitu berkisar antara
105ºC. Tidak semua alat gelas dapat dikeringkan didalam oven, hanya alat gelas
dengan spesifikasi tertentu saja yang dapat dikeringkan, yaitu alat gelas dengan
ketelitian rendah. Sedangkan untuk alat gelas dengan ketelitian tinggi tidak dapat
dikeringkan dengan oven. Apabila alat gelas dengan ketelitian tinggi tersebut
dimasukkan ke dalam oven, maka alat gelas tersebut akan memuai dan berakibat
ketelitiannya tidak lagi teliti. Biasanya digunakan desikator untuk
mengeringkannya ( Liana, 2008).
Salah satu metode penentuan kadar air yang sederhana dan banyak digunakan
untuk produk pangan adalah metode pengeringan atau metode oven
(thermogravimetri). Pada metode ini sampel dibiarkan dalam alat pengering (oven)
pada suhu 70-1050C. Kelebihan metode ini adalah prosedurnya yang sederhana dan
data yang diperoleh cukup baik dan akurat. Tetapi, waktu yang dibutuhkan untuk
mengeringkan sampel cukup lama dan pada sampel yang mempunyai kadar gula
tinggi sangat sulit dilakukan pengeringan. Terdapat dalam analisis bahan pangan,
biasanya kadar air bahan dinyatakan dalam persen berat kering. Hal ini disebabkan
perhitungan berdasarkan berat basah mempunyai kelemahan yaitu berat basah
bahan selalu berubah-ubah setiap saat, sedangkan berat bahan kering selalu tetap.
Metode pengukuran kadar air yang umum dilakukan di Laboratorium adalah
metode oven atau dengan cara destilasi. Pengukuran kadar air secara praktis di
lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan moisture tester yaitu alat
pengukur kadar air secara elektronik. Kadar air dalam suatu bahan sering
menyebabkan masalah, diantaranya adalah sampel mudah berjamur, dalam reaksi
kimia yang tidak melibatkan air, adanya air akan mempengaruhi hasil reaksi, dalam
ekstrasi menggunakan pelarut absolut, air akan menurunkan efesiensi. Untuk
menghindari masalah tersebut, kandungan air perlu diketahui. Penentuan kadar air
biasanya dilakukan dengan pemanggangan sampel dalam oven. Selisih berat antara
sampel awal dan berat sampel akhir merupakan berat air (Sahidin, 2009).

2.6 Refrigerator (Mesin Refrigerator)


Refrigerasi adalah suatu proses penyerapan panas dari suatu zat atau produk
sehingga temperaturnya berada di bawah temperatur lingkungan. Mesin refrigerasi
atau disebut juga mesin pendingin adalah mesin yang dapat menimbulkan efek
refrigerasi tersebut, sedangkan refrigeran adalah zat yang digunakan sebagai fluida
kerja dalam proses penyerapan panas. Secara umum bidang refrigerasi mencakup
kisaran temperatur sampai 123 K. Sedangkan proses-proses dan aplikasi teknik
yang beroperasi pada kisaran temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika
(cryogenics). Pembedaan ini disebabkan karena adanya fenomena-fenomena khas
yang terjadi pada temperatur di bawah 123 K dimana pada kisaran temperatur ini
gas-gas seperti nitrogen, oksigen, hidrogen dan helium dapat mencair (Arora,
2001).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Alat tulis dan kalkulator, untuk menulis dan menghitung hasil;
2. Cawan alumunium, untuk menampung bahan hasil pertanian;
3. Desikator, untuk menghilangkan kadar air pada bahan hasil pertanian;
4. Moisture tester, untuk mengukur jumlah kandungan air pada bahan hasil
pertanian;
5. Oven, untuk mengeringkan bahan hasil pertanian;
6. Refrigerator, untuk mendinginkan bahan hasil pertanian;
7. Termohygrometer, untuk mengukur kelembapan bahan hasil pertanian; dan
8. Timbangan analitik, untuk menimbang berat bahan hasil pertanian.
3.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
1. Beras, sebagai bahan yang akan diuji;
2. Jagung, sebagai bahan yang akan diuji;
3. Kacang hijau, sebagai bahan yang akan diuji;
4. Kacang tanah, sebagai bahan yang akan diuji.

3.1 Prosedur Percobaan


Prosedur yang harus dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
1. Ukur suhu dan RH dari refrigerator dan oven menggunakan termohygrometer
dengan pengambilan data sebanyak tiga kali;
2. Mengukur moisture content bahan awal dengan moisture tester;
3. Menimbang massa bahan menggunakan timbangan analitik;
4. Memasukkan bahan ke dalam refrigerator dan oven secara bersamaan dengan
jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah ditentukan;
5. Mengeluarkan bahan dari refrigerator dan masukkan bahan ke dalam
desikator sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan;
6. Mengukur kadar air bahan setelah dikeluarkan dari desikator dengan moisture
tester;
7. Mengelompokkan data kemudian bandingkan data dari setiap bahan; dan
8. Bandingkan seluruh hasil pengukuran dengan literatur yang ada kemudian
lakukan analisis dan membuat kesimpulan dari praktikum kali ini.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Air Awal Bahan
Kadar Air
No Nama Bahan Ulangan Suhu (oC) RH (%)
Awal (%)
1 8,1 26,6
2 8,3 26,7
1 Kacang Hijau
3 8,4 26,8
Rata-rata 8,3 26,7
1 14,6 26,6
2 14,9 26,7
2 Kacang Tanah
3 14,9 26,8
Rata-rata 14,8 26,7
53
1 11,8 26,6
2 11,7 26,7
4 Beras
3 11,5 26,8
Rata-rata 11,67 26,7
1 12,1 26,6
2 11,9 26,7
5 Jagung kering
3 11,9 26,8
Rata-rata 11,96 26,7

Tabel 2. Data Hasil Kadar Air Setelah Pengeringan


KA Setelah
No Nama Bahan Waktu (Menit) Suhu (oC) RH (%)
Pengeringan (%)
5 8,5 ; 8,0 ; 8,3 87
1 Kacang Hijau 15 8,2 ; 8,3 ; 8,3 88
20 8,4 ; 8,4 ; 8,4 88
5 14,1 ; 13,6 ; 13,6 87
2 Kacang Tahan 15 13,2 ; 13,9 ;13,2 88
20 13,0 ; 12,9 ; 13,1 88
150
5 12,5 ; 12,3 ; 12,0 87
3 Beras 15 10,3 ; 10,3 ; 10,4 88
20 9,2 ; 9,3 ; 9,3 88
5 10,2 ; 10,3 ; 9,9 87
4 Jagung 15 9,4 ; 9,5 ; 8,9 88
20 9,8 ; 9,4 ; 8,6 88
Tabel 3. Data Hasil Kadar Air Setelah Pendinginan
KA Setelah
No Nama Bahan Waktu (Menit) Suhu (oC) RH (%)
Pendinginan (%)
5 8,2 ; 12,1 ; 8,3 1 36
1 Kacang Hijau 15 8,0 ; 7,8 ; 8,0 2,4 77
20 8,6 ; 8,5 ; 8,5 2,5 77
5 14,2 ; 14,2 ; 14,3 1 36
2 Kacang Tanah 15 14,5 ; 14,2 ; 14,6 2,4 77
20 14,4 ; 14,2 ; 14,1 2,5 77
5 11,4 ; 11,4 ; 11,4 1 36
3 Beras 15 11,3 ; 11,5 ; 11,3 2,4 77
20 11,6 ; 11,5 ; 11,5 2,5 77
5 11,8 ; 11,6 ; 11,7 1 36
4 Jagung Kering 15 11,9 ; 11,9 ; 11,9 2,4 77
20 12,0 ; 12,2 ; 12,0 2,5 77

4.2 Grafik

Hubungan Kadar Air Kacang Hijau dengan Waktu


Setelah Pengeringan
8,45
8,4 y = 0,05x + 8,2333
Kadar Air (%)

R² = 0,75
8,35
8,3
8,25
8,2
5 15 20
Waktu (Menit)

Hubungan kadar air setelah pengeringan dengan waktu

Grafik 1. Grafik Peningkatan Kadar Air terhadap Waktu Setelah Pengeringan


pada Kacang Hijau
Hubungan Kadar Air Kacang Hijau dengan Waktu
Setelah Pendinginan
12
10

Kadar Air (%)


8 y = -0,515x + 9,6833
R² = 0,4033
6
4
2
0
5 15 20
Waktu (Menit)
Hubungan kadar air setelah pendinginan dengan waktu

Linear (Hubungan kadar air setelah pendinginan


dengan waktu)

Grafik 2. Grafik Penurunan Kadar Air terhadap Waktu Setelah Pendinginan


pada Kacang Hijau

Hubungan Kadar Air Kacang Tanah dengan


Waktu Setelah Pengeringan
14
Kadar Air (%)

13,5
13
y = -0,4x + 14,21
12,5 R² = 0,9981
12
5 15 20
Waktu (Menit)
Hubungan kadar air setelah pengeringan dengan waktu

Linear (Hubungan kadar air setelah pengeringan


dengan waktu)

Grafik 3. Grafik Penurunan Kadar Air terhadap Waktu Setelah Pengeringan


pada Kacang Tanah
Hubungan Kadar Air Kacang Tanah dengan
Waktu Setelah Pendinginan
14,6

Kadar Air (%)


14,4 y = 14,267
14,2 R² = 0
14
5 15 20
Waktu (Menit)
Hubungan kadar air setelah pendinginan dengan waktu

Linear (Hubungan kadar air setelah pendinginan


dengan waktu)

Grafik 4. Grafik Penurunan Kadar Air terhadap Waktu Setelah Pendinginan


pada Kacang Tanah

Hubungan Kadar Air Beras dengan Waktu


Setelah Pengeringan
15
Kadar Air (%)

10 y = -1,5x + 13,633
5 R² = 0,9643
0
5 15 20
Waktu (Menit)
Hubungan kadar air setelah pengeringan dengan waktu

Linear (Hubungan kadar air setelah pengeringan


dengan waktu)

Grafik 5. Grafik Penurunan Kadar Air terhadap Waktu Setelah Pengeringan


pada Beras
Hubungan Kadar Air Beras dengan Waktu
Setelah Pendinginan
11,6

Kadar Air (%)


11,5 y = 0,05x + 11,333
11,4 R² = 0,75
11,3
5 15 20
Waktu (Menit)
Hubungan kadar air setelah pendinginan dengan waktu

Linear (Hubungan kadar air setelah pendinginan


dengan waktu)

Grafik 6. Grafik Penaikan Kadar Air terhadap Waktu Setelah Pendinginan


pada Beras

Hubungan Kadar Air Jagung Kering dengan


Waktu Setelah Pengeringan
11
Kadar Air (%)

10
9 y = -0,4x + 10,367
R² = 0,75
8
5 15 20
Waktu (Menit)
Hubungan kadar air setelah pengeringan dengan
waktu
Linear (Hubungan kadar air setelah pengeringan
dengan waktu)

Grafik 7. Grafik Penurunan Kadar Air terhadap Waktu Setelah Pengeringan


pada Jagung Kering
Hubungan Kadar Air Jagung Keringdengan
Waktu Setelah Pendinginan
12,5

Kadar Air (%)


12 y = 0,2x + 11,5
R² = 1
11,5
11
5 15 20
Waktu (Menit)
Hubungan kadar air setelah pendinginan dengan waktu

Linear (Hubungan kadar air setelah pendinginan


dengan waktu)

Grafik 8. Grafik Penaikan Kadar Air terhadap Jagung Kering Waktu Setelah
Pendinginan pada Beras
BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas tentang pengukuran kadar air terhadap bahan-
bahan hasil pertanian. Pengukuran kadar air ini digunakan untuk mengurangi
kerusakan pada bahan hasil pertanian dengan mengetahui jumlah kadar air yang
tersimpan di dalam bahan hasil pertanian. Proses pengukuran kadar air praktikum
kali ini menggunakan proses mekanis. Keuntungan menggunakan proses mekanis
yaitu lebih cepat sedangkan kekurangannya yaitu alat yang digunakan cukup mahal.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu kacang hijau, kacang tanah,
beras dan jagung kering. Pengukuran RH dan suhu pada kondisi ruangan,
pengeringan dan pendinginan secara berturut-turut adalah 53% dan 26,7℃; 88%
dan 150℃; serta 36%-77% dan 1℃ - 2,5℃. Hasil pengukuran tersebut sudah
menunjukkan presisi dan keakuratan yang baik, dikarenakan semakin tinggi nilai
RH maka suhu yang dihasilkan semakin rendah. Hal tersebut sudah sesuai dengan
literasi yang ada.
Berdasarkan pengukuran kadar air pada kacang tanah, hasil yang didapatkan
dari rata-rata kadar air awal yaitu 8,3 %, sedangkan setelah dimasukkan ke dalam
oven dan desikator mengalami penurunan menjadi 8,2 % dan setelah dimasukkan
ke dalam refrigerator mengalami kenaikan menjadi 8,6 %. Hasil pengukuran pada
kacang tanah, rata-rata kadar awal yaitu 14,8%, sedangkan setelah dimasukkan ke
dalam oven dan desikator mengalami penurunan menjadi 13,4% dan setelah
dimasukkan ke dalam refrigerator mengalami kenaikan menjadi 14,3%. Hasil
pengukuran berikutnya yaitu pada bahan beras, kadar air awal rata-rata yaitu
11,67% sedangkan setelah dimasukkan ke dalam oven dan desikator, kadar air rata-
ratanya menjadi 10,6% dan setelah dimasukkan kedalam refrigerator kadar air rata-
rata menjadi meningkat yaitu 11,4 %. Hasil pengukuran bahan terakhir yaitu pada
jagung kering dengan kadar air awal rata-rata yaitu 12%, sedangkan setelah
dimasukkan ke dalam oven dan desikator kadar air rata-rata menurun menjadi 9,6%
dan setelah dimasukkan kedalam refrigerator kadar air rata-rata menjadi meningkat
yaitu sebesar 11,9%. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa di antara
keempat bahan tersebut bisa diurutkan bahan hasil pertanian yang memiliki kadar
air paling tinggi hingga paling rendah yaitu kacang tanah, jagung kering, beras, dan
kacang hijau.
Data yang sudah diperoleh kemudian dikonversi kembali ke dalam bentuk
grafik yang menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap kadar air bahan.
Berdasarkan literatur, semakin lama bahan dipanaskan di dalam oven kadar air akan
semakin menurun, sedangkan apabila bahan disimpan di dalam refrigerator kadar
ai pada bahan akan semakin meningkat. Berdasarkan data yang ada, beberapa
pengukuran ada yang menunjukkan hasil tidak sesuai dengan literatur yang ada.
Contohnya pada bahan kacang tanah dan kacang hijau. Pada kacang hijau terjadi
penaikan kadar air setelah pengeringan dan terjadi penurunan setelah pendinginan,
sama dengan kacang tanah, mengalami penurunan kadar air setelah pendinginan.
Hal tersebut diakibarkan dari beberapa faktor diantaranya kesalahan penggunaan
moisture tester yang tidak dikalibrasi terlebih dahulu dengan baik atau tidak
dibersihkan dahulu sebelum digunakan, sehingga mengakibatkan kadar air bahan
yang diukur terkontaminasi oleh bahan yang diukur sebelumnya.
Faktor lainnya bisa dikarenakan alat yang digunakan sudah mengalami
penurunan kinerja alat sehingga hasil yang diperoleh tidak akurat. Selain itu, bisa
juga dikarenakan ketika bahan yang sudah dikeluarkan dari refrigerator seharusnya
langsung diukur terlebih dahulu menggunakan moisture tester tetapi karena
keterbatasan alat yang ada, pengukuran harus dilakukan satu persatu setiap cawan
sehingga secara tidak langsung bahan yang sudah dikeluarkan suhu dan RH bahan
terkontaminasi dengan suhu dan RH ruangan. Hal ini dapat menyebabkan adanya
perubahan pada kadar air yang dimana seharusnya meningkat setelah dilakukan
pendingan tetapi mengalami penurunan. Bahan yang dimasukkan ke dalam oven,
walau sudah dimasukkan kedalam desikator yang dimana memiliki fungsi untuk
mempertahankan kelembaban bahan yang peka terhadap udara lembab dengan
memanfaatkan kaca tebal dibagian tutup desikator untuk mencegah masuknya uap
air kedalam desikatro tak menutup kemungkinan setelah dikeluarkan dari desikator
akan terkontaminasi dengan suhu ruangan yang mengakibatkan adanya perubahan
kadar air. Penentuan meningkatkan atau menurunnya kadar air pada bahan hasil
pertanian juga dapat dipengaruhi oleh sifat fisik dari bahan tersebut, apakah bahan
tersebut mudah terjadinya perubahan kadar air atau sukar berubah. Data kadar air
yang sudah diperoleh bisa digunakan untuk memilih penanganan yang tepat untuk
bahan hasil pertanian agar memperpanjang umur simpan bahan hasil pertanian.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan kali ini adalah :
1. Semakin tinggi kadar air pada suatu bahan maka semakin tinggi kemungkinan
bahan untuk rusak;
2. Bahan hasil pertanian yang memiliki kadar air yang paling tinggi hingga
paling rendah yaitu kacang tanah, jagung kering, beras, dan kacang hijau;
3. Semakin lama proses pendinginan maka kadar air akan meningkat dan
semakin lama proses pengeringan maka kadar air akan menurun;
4. Adanya kesalahan dalam pengukuran kadar air pada bahan kacang hijau dan
kacang tanah yaitu peningkatan kadar air setelah pengeringan dan penurunan
kadar air setelah proses pendinginan;
5. Faktor yang mempengaruhi kadar air bahan hasil pertanian diantaranya daya
simpan bahan, air bebas dan air terikat, kadar air basis basah dan kering,
aktivitas air, kelembaban mutlak dan relative, serta sifat fisik dari bahan; dan
6. Mengetahui kadar air di dalam suatu bahan sangatlah penting untuk
menentukan perlakuan atau penanganan dari hasil pertanian tersebut.

6.2 Saran
Saran dalam praktikum kali ini yaitu alat-alat yang akan dipakai untuk
praktikum lebih diperhatikan kembali, agar jika ada yang rusak bisa langsung di
benarkan atau diganti agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Alatuji. 2017. Moisture Tester. Terdapat pada alatuji.com. Diakses tanggal 22


Oktober 2019 pukul 20:20 WIB.
Arora, C.P. 2001. Refrigeration and Air Conditioning, pp.427-373, 2nd edition. Mc
Graw-Hill International Editions: USA.
Kosasih, Engkos. 2009. Kandungan Air Kesetimbangan (Equilibrium Moisture
Content (EMC). Terdapat pada koestoer.staff.ui.ac.id. Diakses tanggal 22
Oktober 2019 pukul 20:28 WIB.
Liana, 2008. Teknik Laboratorium. Erlangga: Jakarta.
Sahidin, 2009, Penuntun Praktikum Kimia organik I. Unhalu: Kendari.
Sudrajat, D.J dan Nurhasybi. 2007. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air
dan Perkecambahan Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan untuk
Menunjang Progam Penanaman Hutan di Daerah. Balai Penelitian
Teknologi Perbenihan: Bogor.
Zain, Sudaryanto. 2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Giratuna: Bandung.
LAMPIRAN

Dokumentasi Pribadi

Gambar 1. Praktikum Online

Gambar 2. Alat Moisture Tester

Gambar 3. Desikator
Gambar 4. Cawan Alumunium

Gambar 5. Timbangan

Gambar 6. Refrigerator dan Oven


Gambar 7. Termohygrometer

Gambar 8. Bahan Praktikum

Gambar 9. Bahan Yang Sudah Siap Untuk Diukur Kadar Airnya


Gambar 10. Pengukuran Suhu Pada Oven Sebelum Melakukan Pengukuran

Gambar 11. Bahan Di Timbang

Gambar 12. Bahan Yang Sudah Dipanaskan Lalu Dimasukkan Kedalam Desikator
Gambar 13. Melakukan Pengukuran Kadar Air Pada Bahan

Gambar 14. Mencatat Hasil Yang Sudah Diukur

Anda mungkin juga menyukai