Anda di halaman 1dari 26

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Penetapan Modulus Kehalusan (Fineness Modulus) Tepung)

Oleh:
Nama : Saeqalbu Yabsuthurrizkon
NPM : 240110200098
Hari, Tanggal Praktikum : Jum’at, 14 Oktober 2022
Waktu/Shift : 7.30 – 9.00 WIB/B2
Asisten Praktikum : 1. Andri Permana
2. Afifah Tri Novita
3. Farellya Asyifa
4. Khalish Gefalro
5. M. Nashir Effendy

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADARAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Operasi pengecilan ukuran bahan hasil pertanian atau bahan makanan


sebelum di jual ke pasaran sangat beragam, salah satunya adalah proses
pengayakan. Pengayakan adalah metode pembersihan, di mana kotoran dengan
ukuran berbeda dipisahkan dari bahan baku. Saringan berbagai model juga telah
banyak dikembangkan untuk memudahkan pemisahan berdasarkan perbedaan
ukuran, terutama bila bahan yang melewati saringan berukuran relatif seragam.

Operasi pengecilan ukuran merupakan salah satu perlakuan pendahuluan


yang dapat mempermudah proses-proses penanganan pascapanen yang lebih lanjut.
Salah satu metode yang digunakan untuk penentuan kinerja atau performansi mesin
pengecil ukuran pada penggilingan biji- bijian adalah penetuan fineness modulus
(modulus kehalusan). Fineness modulus sangat penting dipelajari agar kita dapat
mengetahui keseragaman suatu bahan yang nantinya dapat mempengaruhi hasil
olahan. Misalnya tepung yang merupakan salah satu olahan dari beras. Proses
mendapatkan nilai fineness modulus dapat dilakukan dengan menggunakan metode
pengayakan dan alat ayakan tyler. Pengayakan biasanya, merupakan proses yang
banyak digunakan pada bahan baku berupa tepung. Proses yang dilakukan dalam
pengayakan, dapat membuat butiran-butiran tepung tersebut terpisah dari sejumlah
kontaminasi dan ukuran yang belum sempurna.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengukur dan mengamati pengecilan
ukuran bahan hasil pertanian dengan mengkaji performansi mesin dan rendemen
hasil pengecilan ukuran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tepung
Tepung adalah hasil pengeringan dan penggilingan bahan. Tepung
merupakan salah satu alternatif bentuk produk setengah jadi yang
direkomendasikan. Karena lebih tahan lama, lebih mudah dicampur (dibuat
komposit), lebih bergizi (difortifikasi), dan lebih praktis dibentuk dan dimasak
sesuai tuntutan kehidupan modern (Winarno, 2008). Bahan tepung biasanya sumber
karbohidrat seperti umbi-umbian, biji-bijian dan kacang-kacangan. Selain itu, ada
pembuat tepung lain untuk tujuan tertentu seperti: B. Sumber Protein, Lemak,
Vitamin, dan Pewarna.
Berbagai macam tepung atau pati memberikan sifat yang berbeda pada bahan
makanan. Tepung beras membentuk tekstur yang lembut, tetapi tidak lengket saat
dimasak. Pati beras memberikan tampilan opaque atau tidak bening setelah proses
pemasakan. Tepung beras ketan adalah tepung yang terbuat dari kultivar beras yang
mengandung sejumlah besar amilopektin. Pada kue-kue tradisional Indonesia,
tepung ketan digunakan untuk menghasilkan produk-produk yang kenyal dan agak
lengket. Tepung ketan memiliki viskositas yang lebih tinggi dan memiliki granula
pati yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan tepung beras.

2.2 Modulus kehalusan (Fineness modulus )

Modulus kehalusan merupakan suatu indeks yang dipakai untuk ukuran


kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat. Sistem klasifikasi ini ditetapkan oleh
D. A. Abrams untuk beton tetapi dapat digunakan untuk penentuan performansi alat
penggiling biji-bijian (Henderson,1961). Modulus kehalusan butir didefinisikan
sebagai jumlah persen kumulatif sisa saringan diatas ayakan dibagi 100.

Ayakan- ayakan yang digunakan dalam satu set ini adalah ayakan berukuran
18, 20 mesh, 40 mesh, 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh, dan 140 mesh. Derajat
kehalusan (fineness modulus) dan indeks keseragaman menunjukkan keseragaman
hasil giling atau penyebaran fraksi halus dan kasar dalam hasil giling. Derajat
kehalusan adalah jumlah berat fraksi yang tertahan pada setiap saringan dibagi 100.
Nilai dari modulus kehalusan didapatkan dari hasil pengujian analisa saringan di
laboratorium. Makin besar modulus kehalusan agregat menunjukkan bahwa
semakin besar pula ukuran butir-butir agregatnya sehingga jumlah bahan pengikat
yang diperlukan akan semakin sedikit. Modulus kehalusan butir digunakan untuk
menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan
menggunakan analisa saringan. Analisa saringan agregat ialah penentuan berat
butiran agregat yang lolos dari satu set saringan (Besouw, 2019).

(Gambar 1. Tabel Perhitungan Modulus Kehalusan Sumber : Widyasanti, A & Nurjanah, S. 2016)

2.3 Pengayakan

Pengayakan atau Screening merupakan pemisahan berbagai campuran partikel


padatan yang mempunyai berbagai ukuran bahan dengan menggunakan ayakan.
Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisah kontaminan
yang ukurannya berbeda dengan bahan baku. Pengayakan memudahkan kita untuk
mendapatkan pasir dengan ukuran yang seragam. Dengan demikian pengayakan
dapat didefinisikan sebagai suatu metoda pemisahan berbagai campuran partikel
padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari kontaminan
yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan.

Pengayakan dengan berbagai rancangan telah banyak digunakan dan


dikembangkan secara luas pada proses pemisahan butiran – butiran berdasarkan
ukuran. pengayakan yaitu pemisahan bahan berdasarkan ukuran mesin kawat
ayakan, bahan yang mempunyai ukuran lebih kecil dari diameter mesin akan lolos
dan bahan yang mempunyai ukuran lebih besar akan tertahan pada permukaan kawat
ayakan. Bahan-bahan yang lolos melewati lubang ayakan mempunyai ukuran yang
seragam dan bahan yang tertahan dikembalikan untuk dilakukan penggilingan ulang
(Sudjaswadi, 2002).
2.4 Jenis-Jenis Pengayakan

2.4.1 Screener

Screener digunakan untuk menghilangkan kotoran atau butiran yang


ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar dari standar. Material pelet setelah proses
pendinginan (cooling), selanjutnya crumble (penguraian menjadi butiran) dan
migrasi mengarah ke ukuran yang tidak standar (tepung dan bentuk kasar).

Screener adalah saringan dengan saringan bawah yang lebih kecil dan
saringan atas yang lebih besar, seperti saringan dua tingkat. Ukuran partikel yang
diinginkan adalah ukuran bahan pelet yang pertama kali masuk ke mesin saring
melalui ayakan atas, tetapi tidak melalui ayakan bawah, melainkan melalui ayakan
atas. Bahan terlalu besar yang tidak dapat mencapai bagian bawah layar dikirim
kembali ke penghancur untuk dicairkan kembali. Jika bahan terlalu halus, bahan
tersebut langsung melewati saringan di bawah dan dilewatkan kembali melalui pelat
dasar saringan ke dalam kondisioner untuk granulasi baru. Layar dalam posisi
miring untuk mempercepat pergerakan material, dan ada dua jenis gerakan layar:
rotary shaker di mana pahat berayun dari satu titik, dan shaker di mana pahat
berosilasi ke empat arah. Ukuran layar ditentukan oleh unit mesh. Misalnya, 5 mesh
berarti area 1 inci dengan 5 lubang di sisi dan 5 lubang di bagian bawah (25 lubang
total per inci). Grader terbaik terletak di lantai atas struktur pabrik pakan dan produk
akhir langsung masuk ke wadah produk. Mesin penyaringan desain yang lebih tua
biasanya terletak di ruang bawah tanah dan hasil yang disaring harus diangkut ke
lantai atas sebelum memasuki wadah produk. Metode terakhir ini memiliki peluang
lebih tinggi untuk mendegradasi bahan dan meningkatkan kadar tepung.

Filter pori tetap adalah filter jenis lapisan permanen dengan bodi layar yang
terdiri dari pori-pori dengan bentuk dan ukuran tetap. Tergantung pada aplikasinya,
bahan yang berbeda dapat digunakan untuk jenis layar ini. Misalnya, lembaran
logam berlubang, penempatan kabel yang membentuk lubang dengan berbagai
ukuran, kain, kain sutra, dll. Melalui proses pemurnian beberapa bahan makanan,
yang dilanjutkan dengan proses penyortiran ukuran dan berat, diidentifikasi
konstituen yang tidak diinginkan dalam bahan-bahan tersebut. Alat berbentuk
cakram merupakan contoh alat klasifikasi berdasarkan bentuknya.

Prinsip kerjanya adalah menumpuk beberapa piringan yang ditempatkan pada


kereta untuk mengumpulkan bahan dengan bentuk yang diinginkan dalam alur yang
ditempatkan di sisi piringan yang berputar dan vertikal. Penyortiran bentuk
dipengaruhi oleh keberuntungan putaran partikel yang bergerak menuruni
permukaan yang ditinggikan.(Zulfikar,2010).

2.4.2 Pengayakan Berbadan Datar (Flat Bad Screen)

Jenis ayakan ini memiliki bentuk yang sangat sederhana dan banyak digunakan
di daerah pertanian untuk proses penyortiran pertama kentang, wortel dan lobak.
Layar datar ganda banyak digunakan tidak hanya untuk mengukur bahan mentah
(seperti biji-bijian dan kacang-kacangan), tetapi juga untuk pemrosesan dan produk
akhir seperti tepung jagung. Perangkat layar datar biasanya terdiri dari satu atau
lebih pelat layar yang dapat dipindahkan menggunakan berbagai alat.

Namun, dalam kebanyakan kasus, alat ini terdiri dari bola runcing tajam yang
ditempatkan di antara pelat layar untuk meminimalkan kerusakan yang disebabkan
oleh gesekan antara lubang layar dan partikel halus material.

2.4.3 Pengayakan Drum

Drum saring dan alat yang digunakan untuk menyortir kacang tanah, jagung,
kedelai dan kacang-kacangan sejenis menurut ukuran bentuknya. Alat ini menahan
gerakan berputar-putar yang disebabkan oleh rotasi drum. Penyortir drum biasanya
diperlukan untuk memisahkan bahan hasil pertanian menjadi dua tingkatan atau
lebih, sehingga diperlukan dua atau lebih saringan (Zulfikar, 2010).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan pada praktikum kali ini adalah:
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Ayakan Tyler, untuk mengukur partikel tepung;
2. Burr mills, untuk mengecilan ukuran bahan yang masih kasar;
3. Stopwatch, untuk mengukur waktu lamanya proses pengayakan;
4. Timbangan, untuk menimbang berat tepung; dan
5. wadah plastik, untuk dijadikan wadah tepung.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Tepung beras;
2. Tepung tapioka;
3. Tepung terigu; dan
4. Tepung tiwul.
3.2 Prosedur Percobaan
Prosedur yang harus dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
1. Menyiapkan bahan sebanyak 200 gram untuk masing-masing jenis tepung;
2. Menyalakan mesin dan memasukan bahan;
3. Meletakan produk yang dihasilkan pada ayakan teratas, menutup ayakan
dan meletakkan pan pada bagian bawah, menggoyangkan ayakan selama
10 menit, melakukan 2 kali ulangan;
4. Menimbang produk yang dihasilkan dalam setiap ayakan;
5. Menentukan fineness modulus dengan cara;

Tabel 1. Perhitungan Fineness Modulus (FM)

Ukuran % Bahan
Mesh No % Tertinggal Kumulatif
Lubang (mm) Tertinggal
20 0,841 X1 X1
40 0,400 X2 X1 +X2
50 0,297 X3 X1 +X2 + X3
70 0,210 X4 X1 +X2 + X3+X4
100 0,149 X5 X1 +X2 + X3+X4 + X5
Pan X6
Total 100 JUMLAH

Persamaan untuk menghitung Fineness Modulus (FM):


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙(%𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓)
𝐹𝑀 =
100
6. Menghitung diameter rata rata(D);

𝐷 = 0,0041(2)𝐹𝑀
7. Menghitung Geometric Mean Diameter (Dgw);
Σ(W1×logd1)
Dgw = log−1 ( )
massa bahan tertinggal kumulatif (𝑚𝑒𝑠ℎ 100)

8. Menghitung Geometric Standar Deviation (Sgw).


Σ(W1(log d1 − logDgw)1/2)
Sgw = log−1 | |
ΣW1
9. Membuat plot grafik:
a. % bahan tertinggal kumulatif vs. log ukuran ayakan.
b. % bahan lewat vs. ukuran ayakan.
c. Gradient % bahan lewat vs. ukuran ayakan.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1 Hasil Percobaan
Tabel 1. Data Hasil Pengayakan Tepung Tapioka
Diameter Bahan Tertinggal
Lubang Tertinggal Kumulatif Faktor Hasil (gr) Bahan Lewat
Mesh d1 (mm) Log d1 W1 (gr) x 100% (%) Pengali gram %
18 1 0 0 0% 0 7 0 199.03 100%
20 8.41 -0.075 0 0% 0 6 0 199.03 100%
40 0.4 -0.397 0 0% 0 5 0 199.03 100%
50 0.297 -0.512 0 0% 0 4 0 199.03 100%
70 0.21 -0.677 0 0% 0 3 0 199.03 100%
100 0.149 -0.862 0.06 0.03% 0.03% 2 0.12 198.97 99.969%
140 0.105 -0.978 59.76 30.025% 30.085% 1 59.76 139.21 69.944%
Pan 139.21 69.944% 100% 0 0 0 0%
Total 199.03 100% 59,88

Tabel 2. Data Hasil Pengayakan Tepung Terigu


Diameter Tertinggal Faktor
Bahan Tertinggal Bahan Lewat
Mesh Lubang Kumulatif Pengali Hasil (gr)
d1 Log d1 W1 (gr) x 100% (%) (%) gram %
18 1 0 0 0.00 0.00 7 0.000 199.42 100
20 0.841 -0.075 0 0.00 0.00 6 0.000 199.42 100
40 0.4 -0.397 0 0.00 0.00 5 0.000 199.42 100
50 0.297 -0.512 0 0.00 0.00 4 0.000 199.42 100
70 0.21 -0.677 0 0.00 0.00 3 0.000 199.42 100
100 0.149 -0.862 7.61 3.82 7.61 2 15.220 191.81 92,390
140 0.105 -0.978 82.64 41.44 90.25 1 90.250 109.17 9,750
Pan 109.17 54.74 199.42
Total 199.42 100.00 105,470
Tabel 3. Data Hasil Pengayakan Tepung Beras
Diameter
Lubang Bahan Tertinggal Bahan Lewat
Hasil (gr)
d1 Tertinggal Faktor
Mesh (mm) Log d1 W1 (gr) x 100% Kumulatif (%) Pengali gram %
18 1 0 0 0% 0 7 0 197.14 100%
20 8.41 -0.075 0 0% 0 6 0 197.14 100%
40 0.4 -0.397 0 0% 0 5 0 197.14 100%
50 0.297 -0.512 0 0% 0 4 0 197.14 100%
70 0.21 -0.677 0 0% 0 3 0 197.14 100%
100 0.149 -0.862 0.27 0.14% 0.14% 2 0,28 196.87 99.86%
140 0.105 -0.978 20.87 10.59% 10.73% 1 10,59 176 89.27%
Pan 176 89.28% 100% 0 0 0 0%
Total 197.14 100% 10,87

Tabel 4. Data Hasil Pegayakan Tepung Tiwul

Diameter Lubang Bahan Tertinggal Bahan Lewat


Tertinggal Faktor
Mesh d1 Log d1 W1 (gr) x 100% Kumulatif (%) Pengali Hasil (gr) gram %
18 1 0 0,17 0.085 0.085 7 0.595 199,83 99,75
20 0.841 -0.075 0,11 0.055 0.140 6 0.839 199,89 99,78
40 0,4 -0.397 0,42 0.210 0.349 5 1.747 199,58 99,62
50 0.297 -0.512 2,68 1,338 1,687 4 6.749 197,32 98,49
70 0,21 -0.677 2,32 1,158 2,845 3 8.535 197,68 98,67
100 0.149 -0.886 5,23 2,611 5,456 2 10.911 194,77 97,22
140 0.105 -0.978 9,99 4,987 10,442 1 10.442 190,01 94,84
Pan 179,42 89,6 100,000 0 0 20,58 10,27
Total 200,34 100,000 39,223
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Tepung Tapioka
1. Pengayakan Tepung
a. BT Mesh 18 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0 𝑔𝑟
= 𝑥100% = 0%
199,03 𝑔𝑟

b. BT Mesh 20 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0 𝑔𝑟
= 𝑥100% = 0 %
199,03 𝑔𝑟

c. BT Mesh 40 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0 𝑔𝑟
= 𝑥100% = 0 %
199,03 𝑔𝑟

d. BT Mesh 50 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0 𝑔𝑟
= 𝑥100% = 0 %
199,03 𝑔𝑟

e. BT Mesh 70 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙

= 0 𝑔𝑟 𝑥100% = 0 %
199,03 𝑔𝑟

f. BT Mesh 100 = 𝑊1 𝑥 100%


𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙

= 0,06 𝑔𝑟 𝑥100% = 0,03014 %


199,03 𝑔𝑟

g. BT Mesh 140 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙

= 59,76 𝑔𝑟 𝑥100% = 30,0256 %


199,03 𝑔𝑟

2. Fineness Modulus
FM =
69,944%
FM =
100

FM = 0,69944
3. Diameter rata-rata
D = 0,0041(2)FM

D = 0,0041 (2)0,69944
D = 0,0066578
4. Geometric Mean Diameter (Dgw)
Σ(W1×logd1)
Dgw = log−1 ( )
massa bahan tertinggal kumulatif (𝑚𝑒𝑠ℎ 140)
Dgw = log−1 Σ(199,03×−0,978)
( ) = 0,105
59,76 gr

5. Geometric Mean Deviation (Sgw)


1
Σ (W1(log d1 − logDgw)2)
Sgw = log |
−1 |
ΣW1

Σ(199,03(−0,978 − (−0,979))1/2)
𝑆𝑔𝑤 = log−1 | | = 1,179
199,03

4.2.2 Perhitungan Tepung Terigu


1. Pengayakan Tepung
a. BT Mesh 18 = 𝑊1
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%

0
=
199,42
𝑥 100% =0%

b. BT Mesh 20 = 𝑊1 𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0
=
199,42
𝑥 100% =0%

c. BT Mesh 40 = 𝑊1 𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0
=
199,42
𝑥 100% = 0%

d. BT Mesh 50 = 𝑊1 𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0
=
199,42
𝑥 100% =0%

e. BT Mesh 70 = 𝑊1 𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0
=
199,42
𝑥 100% =0%

f. BT Mesh 100 = 𝑊1 𝑥 100%


𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
7,61
=
199,42
𝑥 100% = 3,816%

g. BT Mesh 140 = 𝑊1 𝑥 100%


𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
= 82,64 𝑥 100% = 41,44%
199,42
2. Fineness Modulus
FM =

FM = 54,74 = 0,5474
100

3. Diameter rata-rata
D = 0,0041(2)FM
D = 0,0041 (2)0,5474

D = 0,00599194
4. Geometric Mean Diameter (Dgw)
Σ(W1 × logd1)
Dgw = log−1 ( )
massa bahan tertinggal kumulatif (𝑚𝑒𝑠ℎ 140)
Dgw = log−1 Σ(199,42×−0,978)
( ) = 0,108
82,64 gr

5. Geometric Mean Deviation (Sgw)


Σ(W1(log d1−logDgw)1/2)
Sgw = log−1 | |
ΣW1
Σ(199,42(−0,978−(−0,966))1/2)
Sgw =log−1 | | = 1,223
199,42

4.2.3 Perhitungan Tepung Beras


1. Pengayakan Tepung
a. BT Mesh 18 = 𝑊1
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%
0 𝑔𝑟
= 𝑥100% = 0%
197,14 𝑔𝑟

b. BT Mesh 20 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0 𝑔𝑟
= 𝑥100% = 0 %
197,14 𝑔𝑟

c. BT Mesh 40 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0 𝑔𝑟
= 𝑥100% = 0 %
197,14 𝑔𝑟

d. BT Mesh 50 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0 𝑔𝑟
= 𝑥100% = 0 %
197,14 𝑔𝑟
e. BT Mesh 70 = 𝑊1 𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙

= 0 𝑔𝑟 𝑥100% = 0 %
197,14 𝑔𝑟

f. BT Mesh 100 = 𝑊1 𝑥 100%


𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙

= 0,27 𝑔𝑟 𝑥100% = 0,1369 %


197,14 𝑔𝑟

g. BT Mesh 140 = 𝑊1
𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙

= 20,87 𝑔𝑟 𝑥100% = 10,586 %


197,14 𝑔𝑟

2. Fineness Modulus
FM =
10,727%
FM =
100

FM = 0,10727
3. Diameter rata-rata
D = 0,0041(2)FM

D = 0,0041 (2)0,10727
D = 0,0044165
4. Geometric Mean Diameter (Dgw)
Σ(W1 × logd1)
Dgw = log−1 ( )
massa bahan tertinggal kumulatif (𝑚𝑒𝑠ℎ 140)
Dgw = log−1 Σ(197,14×−0,978)
( ) = 0,105
20,87 gr

5. Geometric Mean Deviation (Sgw)


1
Σ (W1(log d1 − logDgw)2)
Sgw = log |
−1 |
ΣW1

Σ(197,14(−0,978−(−0,977))1/2)
Sgw = log−1 | | = 1,103
ΣW1197,14

4.2.4 Perhitungan Tepung Tiwul


1. Pengayakan Tepung
a. BT Mesh 18 = 𝑊1
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%
0,17 𝑥 100% =0,0848%
=
200,34
𝑊1
𝑥 100%
b. BT Mesh 20 =
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0,11
=
200,34
𝑥100% = 0,054%

c. BT Mesh 40 = 𝑊1 𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
0,42
=
200,34
𝑥100% = 0,209%

d. BT Mesh 50 = 𝑊1 𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
2,68
=
200,34
𝑥100% = 1,337%

e. BT Mesh 70 = 𝑊1 𝑥 100%
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
2,32
=
200,34
𝑥100% = 1,158%

f. BT Mesh 100 = 𝑊1 𝑥 100%


𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
5,23
=
200,34
𝑥100% = 2,610%

g. BT Mesh 140 = 𝑊1 𝑥 100%


𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
9,99
=
200,34
𝑥 100% = 4,986%

2. Fineness Modulus
FM =
89,6
FM =
100

FM = 0,896
3. Diameter rata-rata
D = 0,0041(2)FM

= 0,0041 (2)0,896

D = 0,007629
4. Geometric Mean Diameter (Dgw)
Σ(W1×logd1)
Dgw = log−1 ( )
massa bahan tertinggal kumulatif (𝑚𝑒𝑠ℎ 140)

Dgw = log−1 Σ(200,34×−0,978)


( ) = 1,000
9,99 gr
5. Geometric Mean Deviation (Sgw)
Σ(W1(log d1 − logDgw)1/2)
Sgw = log−1 | |
ΣW1
−1 Σ(200,34(−0,978−0)1/2)
Sgw= log | 200,34 | = 1,000

4.3 Grafik
4.3.1 Grafik Tepung Tapioka
4.3.1.1 Grafik Hubungan % bahan kumulatif tertinggi dengan log ukuran
ayakan

Hubungan % Bahan Kumulatif


tertinggal dengan log ukuran ayakan
%Bahan Kumulatif Tertinggal

y = -17.892x - 4.5525
40 R² = 0.3366

30

20
Hubungan %
bahan
10
kumulatif
0 tertinggal
-1.5 -1 -0.5 0 dengan log
-10 ukuran ayakan
Log Ukuran Ayakan

4.3.1.2 Grafik Hubungan % bahan lewat dengan ukuran ayakan

Hubungan % bahan lewat dengan ukuran


ayakan
120
100 y = 13.2x + 90.004
%Bahan Lewat

R² = 0.1676
80
Hubungan % bahan
60 lewat dengan ukuran
ayakan
40
Linear (Hubungan %
20 bahan lewat dengan
ukuran ayakan)
0
0 0.5 1 1.5
Ukuran Ayakan

4.3.2 Grafik Tepung Terigu


4.3.2.1 Grafik Hubungan % bahan kumulatif tertinggi dengan log ukuran
ayakan

Hubungan % Bahan Kumulatif


tertinggal dengan log ukuran
%Bahan Kumulatif Tertinggal

y = -56.752x - 14.265
ayakan R² = 0.3813
100
Hubungan % bahan
kumulatif tertinggal
50 dengan log ukuran
ayakan
0 Linear (Hubungan %
-1.5 -1 -0.5 0 bahan kumulatif
-50 tertinggal dengan
Log Ukuran Ayakan log ukuran ayakan)

4.3.2.2 Grafik Hubungan % bahan lewat dengan ukuran ayakan

Hubungan % bahan lewat dengan


ukuran ayakan
120
100 y = 42.069x + 67.978
%Bahan Lewat

R² = 0.193
80 Hubungan % bahan
60 lewat dengan ukuran
ayakan
40
Linear (Hubungan %
20
bahan lewat dengan
0 ukuran ayakan)
0 0.5 1 1.5
Ukuran Ayakan

4.3.3 Grafik Tepung Beras


4.3.3.1 Grafik Hubungan % bahan kumulatif tertinggi dengan log
ukuran ayakan
Hubungan % Bahan Kumulatif tertinggal dengan
log ukuran ayakan
12
%Bahan Kumulatif Tertinggal

10 y = -6.4311x - 1.6492
8 R² = 0.341
6 Hubungan % bahan
4 kumulatif tertinggal
dengan log ukuran
2 ayakan
0 Linear (Hubungan %
-1.5 -1 -0.5 -2 0 bahan kumulatif
tertinggal dengan log
-4
ukuran ayakan)
Log Ukuran Ayakan

4.3.3.2 Grafik Hubungan % bahan lewat dengan ukuran ayakan

Hubungan % bahan lewat dengan


ukuran ayakan

105 y = 4.7105x + 96.428


R² = 0.1685
100
Hubungan % bahan
%Bahan Lewat

95 lewat dengan ukuran


ayakan
90
Linear (Hubungan %
85 bahan lewat dengan
0 0.5 1 1.5 ukuran ayakan)

Ukuran Ayakan

4.3.4 Grafik Tepung Tiwul


4.3.4.1 Grafik Hubungan % bahan kumulatif tertinggi dengan log ukuran
ayakan
Hubungan % Bahan Kumulatif tertinggal
%Bahan Kumulatif Tertinggal dengan log ukuran ayakan
12
10 y = -8.9721x - 1.4375
8 R² = 0.7542
6
Hubungan % bahan
4 kumulatif tertinggal
2 dengan log ukuran
ayakan
0
Linear (Hubungan %
-1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 -2 0
bahan kumulatif
-4 tertinggal dengan log
Log Ukuran Ayakan ukuran ayakan)

4.3.4.2 Grafik Hubungan % bahan lewat dengan ukuran ayakan

Hubungan % bahan lewat dengan


ukuran ayakan
101.00
100.00 y = 6.0723x + 95.576
R² = 0.5917
%Bahan Lewat

99.00
Hubungan % bahan
98.00
lewat dengan ukuran
97.00 ayakan
96.00 Linear (Hubungan %
95.00 bahan lewat dengan
94.00 ukuran ayakan)
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Ukuran Ayakan
BAB V
PEMBAHASAN

Khusus praktikum kali ini yaitu menguji modulus kehalusan dari berbagai
jenis tepung. Setiap shift menggunakan tepung yang berbeda untuk menguji
modulus kehalusan. Modulus serbuk tepung diuji beberapa kali dalam satu shift.
Percobaan dilakukan dengan memasukkan tepung terigu ke dalam ayakan Tyler
yang telah diukur sebelumnya dengan massa tepung hingga 200 gram. Tumpukan
saringan Tyler yang ditambahkan ke tepung kemudian ditempatkan di mesin
saringan Tyler lalu mesin dinyalaakan selama 10 menit agar memastikan semua
tepung tersaring.
Langkah pertama praktisi yaitu menimbang 200 gram tepung atau bahan
yang akan di ayak dan memasukkannya ke layar Tyler tingkat atas. Kemudian
nyalakan alat dan tunggu hingga 10 menit untuk mendapatkan hasil pengayakan
yang diinginkan. Praktisi menimbang bahan yang tersisa di setiap tingkat saringan.
Dengan menggunakan hasil yang diperoleh, praktisi dapat mencari parameter
perhitungan lain yang akan digunakan.
Parameter perhitungan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah nilai
fineness modulus, Dgw (Geometry Mean Diameter), Sgw (Geometric Mean
Deviation), dan diameter lubang. Data yang diperlukan untuk melakukan
perhitungan yang diperlukan berupa data permukaan layar, logaritma diameter
lubang ayakan untuk setiap mesh, persentase berat material yang tersisa pada mesh,
dan persentase material yang dapat melewati setiap permukaan layar atau mesh.
Langkah perhitungan pertama ketika semua parameter diketahui adalah menghitung
mesh BT pada setiap level kawat BT mesh adalah berat material pada satu level
kawat.
Bagilah ukuran mata jaring dengan massa awal bahan dan kalikan dengan
100%. Nilai BT mesh menunjukkan perbandingan persentase antara berat material
pada permukaan ayakan dengan massa awal material, semakin berat material pada
face maka semakin besar nilai BT mesh. Selain itu, pengukuran modulus kehalusan.
Derajat kehalusan adalah derajat kehalusan partikel. Semakin kecil nilai kehalusan
maka semakin halus ukuran partikel (Henderson dan Perry, 1976). Hasil yang
diperoleh dari keempat jenis tepung beras tersebut memiliki kehalusan paling halus
dan tepung tiwul memiliki kehalusan paling kasar. Selanjutnya adalah perhitungan
diameter rata-rata. Derajat kehalusan tidak berbanding lurus dengan indeks
keseragaman. Meskipun derajat kehalusan dapat memberikan ukuran rata-rata,
namun tidak memberikan informasi tentang distribusi butiran halus dan kasar dalam
sampel bahan yang diproses.
Dalam perhitungan Sgw, semakin tinggi nilai Sgw, semakin rendah
probabilitas homogenitas partikel. Penentuan nilai Sgw dan Dgw menjadi lebih
akurat ketika distribusi partikel diwakili oleh data log dan direpresentasikan secara
parametrik. Dapat kita simpulkan bahwa semakin mendekati nilai Sgw dengan 1,
semakin tidak efisien mesin screening tersebut. percobaan ini memiliki banyak data
Sgw dan Dgw. Hal ini bisa terjadi karena mesin screening yang tidak maksimal dan
juga terdapat kesalahan dalam proses screening. Berdasarkan grafik, garis tren linier
pada grafik menunjukkan bahwa semakin besar lubang layar, semakin banyak
material yang dapat melewati layar, dan ukuran layar berbanding lurus dengan %
jumlah material yang melewati layar. Grafik memiliki dua bagian data grafik.
Artinya, persentase bahan kumulatif yang tersisa dalam protokol ukuran layar dan
grafik kedua, grafik % bahan terjadi pada ukuran saringan. Tingkat keberhasilan
penyaringan dapat dilihat dari nilai R pada grafik. Jika nilai R mendekati 1,
penyaringan baik, tetapi jika nilai R mendekati 0, penyaringan sangat buruk. Hal ini
dapat disebabkan oleh kesalahan proses atau kinerja mesin yang buruk. Oleh karena
itu, pemahaman tentang proses, jenis layar, dan jenis bahan yang disaring harus
dipertimbangkan.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut.


1. Pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas luas permukaan dan
mendapatkan ukuran yang diinginkan;
2. Ukuran mesh menentukan besaran tingkat kehalusan yang berbeda-beda;

3. Semakin kecil modulus kehalusan tepung maka semakin halus dan


sebaliknya;

4. Ada tiga jenis pengayakan yaitu Screener, Pengayakan berbadan datar dan
pengayakan drum;dan
5. Berdasarkan nilai modulus kehalusan tepung beras merupakan bahan yang
paling halus sedangkan tepung tiwul bahan paling kasar;
6.2 Saran
Saran dari praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih focus terhadap
perhitungan-perhitungan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Besouw G. V., Mecky R. E., Manoppo, Steve Ch. N., dan Palenewen. 2019.
PENGARUH MODULUS KEHALUSAN AGREGAT TERHADAP
PENENTUAN KADAR ASPAL PADA CAMPURAN JENIS AC-WC. Jurnal
Henderson, S.M. and R.L. Perry. 1982. Agricultural Process Engineering.
Inc.Westport: The AVI Publishing Company.Sipil Statik. 7(4): 481-490.
Smith, H.P. 1955. Farm Machinery and Equipment Inc. Fourth Edition, New York:
Mc Graw-Hill Book Co.
Brennan, J.G., J.R. Butlers, N.D. Cowell, dan A.E.V. Lilly. 1974. Food Engineering
Operations. Essex: Applied Science Publisher.
Zulfikar, 2010. Pengayakan. Terdapat pada http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/materi_kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-
analisis/pengayakan/ ( diakses pada hari senin, 24 oktober 2022 pukul 20.36
WIB).
Winarmo,F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.
Sudjaswadi, R. 2002. Hand Out Kimia Fisika. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.
Widyasanti, A & Nurjanah, S. Penuntun Praktikum MK. Teknik Pasca Panen.
2016.FTIP. Universitas Padjajaran.
LAMPIRAN

Gambar 1. Proses menimbang sampel sebanyak 200 gram


(Sumber: Data pribadi,2022)

Gambar 7. Proses menimbang sample disetiap mesh


(Sumber: Data pribadi, 2022)

Anda mungkin juga menyukai