Anda di halaman 1dari 26

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC))

Oleh :
Nama : Saeqalbu Yabsuthurrizkon
NPM : 240110200098
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 13 Oktober 2022
Waktu / Shift : 15.30 – 17.00 WIB / B1
Asisten Praktikum : 1. Annisa Pusponegoro
2. Maya Irmayanti
3. Shintya Devita Maharani
4. Shitah Khoerunnisa

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADARAN

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar produk pertanian tidak tahan lama dan mudah rusak. Untuk
menghindari hal tersebut, proses pasca panen membutuhkan distribusi produk.
Pengolahan produk pertanian yang baik berarti kemampuan untuk mengontrol
hubungan antara faktor pertanian dan lingkungan, seperti komposisi bahan baku,
bentuk dan ukuran bahan baku, perlakuan awal, kelembaban awal, ketebalan bahan,
jenis pengeringan, suhu pengeringan, dll. . .

Kadar air produk pertanian memainkan peran yang sangat penting dalam
menjaga kualitas dan umur simpan produk pertanian. Pembusukan pascapanen
produk pertanian disebabkan oleh tingginya kadar air produk pertanian.
Kelembaban bahan harus diturunkan ke tingkat air yang sesuai dengan kondisi luar
ruangan normal atau ke tingkat kelembaban yang sesuai dengan air, sehingga
produk berada pada tingkat yang aman tanpa kerusakan. Tujuan dari proses
pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air produk pertanian. Proses
pengeringan dipengaruhi oleh jenis produk pertanian yang digunakan, bentuk
bahan, ukuran bahan, kadar air yang dikandungnya dan suhu yang diberikan selama
pengeringan. Perbedaan antara proses pendinginan dan pengeringan adalah selama
proses pendinginan, kandungan air dalam produk pertanian meningkat, yang
meningkatkan pelestarian bahan-bahan tersebut, karena aktivitas enzim dan
mikroorganisme yang ada menguranginya. karena suhu produk yang rendah. mesin
pendingin. Pengolahan produk pertanian dianggap efektif dan efisien apabila
pengolahan tersebut dapat mengontrol hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki
oleh produk pertanian, sehingga diperlukan praktikum retensi air dan Equilibrium
Moisture Content (EMC) untuk mengetahui cara penanganan produk pertanian
yang benar produk pertanian.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengamati perubahan kadar air bahan
hasil pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan moisture
tester.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan

Proses pengeringan di dalam industri pertanian merupakan salah satu


tahapan yang cukup penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan bahan
hasil pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang terjadi
pada bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih melakukan
proses respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama akan
mengalami pembusukan. Dengan proses pengeringan, kadar air bahan hasil
pertanian dapat dikurangi sampai tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi
udara luar normal atau tingkat kadar yang setara dengan aktivitas air sehingga
bahan hasil pertanian akan aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan
kimiawi. (Zain, 2005).
Tujuan pengering an bahan hasil pertanian ada lah untuk mengurangi kandungan air
bahan sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses pengolahan maupun
penyimpanan. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari bahan dengan menggunakan media pengering
(udara, cair, padat) sampai pada tingkat kadar air kesetimbangan (equilibrium
moisture content = EMC) dengan kondisi udara luar (atmosfer) normal atau tingkat
kadar air yang setara degnan nilai aktivitas air (a.) yang aman dari kerusakan oleh
mikrobiologi, enzimatis, dan kimia. (Zain, 2005).
Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan.
Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan keluar dari bahan
ke lingkungan karena panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat
diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru
ataupun tenaga surya. Terdapat 2 jenis pengeringan, yaitu:
1. Pengeringan Tradisional
Pengeringan tradisional merupakan sistem pengeringan tanpa bantuan alat
pengering. Dalam sektor pertanian sistem pengeringan ini umum digunakan karena
lebih hemat biaya. Pengeringan tradisional lebih mengandalkan sinar matahari
sebagai sumber tenaga sehingga proses pengeringan akan terhenti
apabila cuaca tidak mendukung seperti turun hujan. Ini merupakan salah satu
kelemahan dari pengeringan tradisional. Selain itu, pengeringan tradisional juga
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mengeringkan bahan.
2. Pengeringan Mekanis
Pengeringan mekanis adalah pengeringan dengan menggunakan semacam
alat untuk membantu terjadinya pengurangan kadar air pada bahan. Di dalam
penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan dan diawasi yaitu pengaturan
suhu, kecepatan aliran udara pengering, kelembaban nisbi, dan tebal tumpukan
bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat tercapai. Uap
air yang terjadi pada saat pengeringan akan dipindahkan dari tempat pengeringan
melalui aliran udara. Proses aliran udara ini terjadi karena terdapat perbedaan
tekanan. Perbedaan tekanan udara ini dapat terjadi secara konveksi bebas maupun
konveksi paksa (Istiadah, 2015).
Alat pengering pada umumnya terdiri dari tenaga penggerak dan kipas, unit
pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber tenaga untuk mengalirkan
udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumber energi yang dapat
digunakan pada unit pemanas adalah elemen pemanas listrik. Semakin tinggi suhu
dan kecepatan aliran udara pengering maka semakin cepat proses pengeringan, hal
itu disebabkan karena makin tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas
yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari
permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin
tinggi maka makin cepat massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer
(Istiadah, 2015).

2.2 Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Kadar air merupakan pemegang dan peranan penting, maka aktivitas air
mempunyai peranan tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan pada
bahan pangan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Dengan
berlangsungnya ketiga proses tersebut diperlukan air dimana kini telah diketahui
bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut.
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan
dari suatu bahan pangan. Semakin banyak kadar air yang terkandung dalam suatu
bahan maka akan semakin singkat masa simpannya. Hal ini dikarenakan jika suatu
bahan banyak mengandung kadar air, maka sangat memungkinkan adanya
pertumbuhan mikroorganisme (Pratiwi, 2014).
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting dilakukan agar
dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang
tepat. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven pada suhu 105 - 110 °C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi,
minyak, daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum
dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa
pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai
pengering hingga mencapai berat yang konstan (Winarno, 2007).
Kandungan air pada bahan pangan berbeda-beda tergantung sifat dan jenis
bahannya. Kadar air rendah biasanya terdapat dalam produk kacang-kacangan,
sedangkan kadar air tinggi biasanya terdapat pada sayuran, buah-buahan atau
pangan segar. Keberadaan air dalam bahan pangan selalu dihubungkan dengan
mutu bahan pangan dan sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan. Air
dalam bahan dapat digunakan sebagai indeks kestabilan selama penyimpanan serta
penentu mutu organoleptik terutama rasa dan keempukan. Kandungan air dalam
bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat
erat hubungannya dengan daya awet suatu bahan pangan (Winarno, 2007).
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan
bahan kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air secara
dry basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut
dengan berat keringnya. Bahan kering adalah berat bahan asal setelah dikurangi
dengan berat airnya. Sedangkan kadar air secara wet basis adalah perbandingan
antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan mentah (Tabrani, 2006).
Kandungan air basis basah bahan basah dapat dinyatakan sebagai berikut:
100 𝑊𝑚
m = (𝑊𝑚+𝑊𝑑)
Sedangkan kandungan air bahan kering dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑊𝑚
M = 100 𝑊𝑑

100𝑚
M = 100−𝑚

Dimana:
m = kadar air bahan basah (%)
M = kadar air bahan kering (%)
Wm = berat air dalam bahan (kg)
Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg).

Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa
metode. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Metode-metode penentuan kadar
air diantaranya metode pengeringan (dengan oven biasa), metode distilasi, metode
kimia, dan metode khusus seperti refraktometer. Penentuan kadar air sangat penting
dalam banyak masalah industri, misalnya dalam evaluasi materials balance atau
kehilangan selama pengolahan (Irawati, 2007).
Analisa kadar air dalam bahan pangan penting untuk bahan pangan segar
maupun bahan pangan olahan. Analisa sering menjadi tidak sederhana karena air
dalam bahan pangan berada dalam bentuk terikat baik secara fisik atau kimia
dengan komponen bahan pangan lainnya sehingga sulit memecahkan ikatan- ikatan
air tersebut. Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan beberapa
metode diantaranya metode pengeringan dengan oven (thermogravimetri), metode
oven vakum, metode destilasi dan metode Moiusture Analyzer (Pratiwi, 2014).

2.3 Kadar Air Kesetimbangan atau Equilibrium Moisture Content (EMC)


Kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content (EMC)
merupakan konsep penting dari teori pengeringan dan pembasahan pada bahan-
bahan pertanian. Kadar air suatu bahan pertanian sangat dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban relatif udara lingkungan penyimpanan. Hal tersebut merupakan satu
faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada
kondisi lingkungan tertentu dan dapat digunakan sebagai tolok ukur kemampuan
berkembangnya mikro organisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau
pembusukan bahan pada saat penyimpanan (Syarief dan Halid, 1993; Clarke dan
Macrae, 1985). Penetapan kadar air dan aktivitas air (aw) bahan merupakan salah
satu cara untuk mengetahui kondisi penanganan dan penyimpanan yang lebih baik.
Suatu bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi akan cenderung mengalami
kerusakan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki
kadar air lebih rendah (Kadir dkk, 1982).
Kadar air kesetimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan
pangan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut
merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat
dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat
digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya
mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat
penyimpanan.
Kadar air kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content) adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada
suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang
apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju
penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan
seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan
higroskopis untuk menentukan kadar air keseimbangan (Henderson, 1952).
Bila bahan hasil pertanian dengan komposisi padat yang basah dibiarkan
berhubungan dengan udara kering di sekitarnya, maka air akan berpindah dari
bahan tersebut ke fasa udara. Hal ini terjadi karena tekanan uap air di udara lebih
kecil daripada tekanan uap air cairan di padatan. Jika tekanan parsial uap air di
udara sama dengan tekanan parsial uap air cairan di padatan, maka dikatakan bahwa
kandungan air bahan tersebut merupakan kandungan air kesetimbangan atau
Equilibrium Moisture Content (EMC). Perbandingan antara tekanan uap air
kesetimbangan dengan tekanan uap air jenuhnya disebut kelembaban relatif
kesetimbangan atau Equilibrium Relative Humidity (ERH) atau disebut juga dengan
aktivitas air (water activity) yang dinyatakan dengan aw (Sokhansanj et al., 1995;
Marinos-Kouris et al., 1995).
Hubungan antara kandungan air kesetimbangan dengan aktivitas air yang
sesuai pada temperatur tertentu dinamakan isoterm sorpsi air (water sorption
isotherm). Parameter ini sangat menentukan sifat-sifat bahan kaitannya dengan
proses penyimpanan bahan. Isoterm ini juga dapat digunakan untuk menentukan
panas isosterik sorpsi (sorption isosteric heat) dan selanjutnya kebutuhan energi
untuk pengeringan bahan padat dapat diperkirakan. Dengan isoterm ini pula dapat
ditentukan mekanisme sorpsi air seperti halnya derajat keterikatan air (degree of
bound water). Isoterm ini berbeda-beda tergantung pada jalannya proses, jika
diperoleh dengan cara pembasahan maka disebut adsorpsi, jika dengan pengeringan
maka disebut desorpsi.

2.4 Aktivitas Air atau Water Activity (Aw)

Water activity adalah jumlah air bebas bahan yang dapat dipergunakan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya, dimana untuk memperpanjang daya awet suatu
bahan maka sebagian air pada bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air
tertentu. Mikroba hanya tumbuh pada kisaran Aw tertentu, untuk mencegah
pertumbuhan mikroba, maka Aw bahan harus diatur. Bahan pangan yang
mempunyai Aw di bawah 0,70 biasanya dianggap cukup baik dan tahan dalam
penyimpanan. Kandungan air yang terdapat di dalam suatu bahan terdiri atas tiga
jenis, masing-masing air bahan itu adalah sebagai berikut :
a. Air bebas
b. Air terikat secara fisik
c. Air terikat secara kimia(Agung,2012)
2.5 Moisture tester
Moisture tester merupakan sebuah instrumen yang biasa digunakan untuk
mengetahui tingkat kelembaban atau kadar air pada suatu bahan, bisa dalam bentuk
biji-bijian ataupun yang lainnya. Kandungan kelembaban dipengaruhi oleh zat yang
mempunyai sifat fisik seperti berat, densitas, indeks bias, kekentalan, konduktivitas,
dan lain-lain. Metode pengukuran dapat dibagi dalam beberapa metode, yaitu
metode termogravimetri, metode kimia, metode spektroskopi, dan lain-lain.
Ada bermacam-macam moisture tester yang digunakan, seperti Conventional
meter dan Grainspear. Kedua-duanya digunakan sesuai dengan kebutuhan dan
situasi. Banyak organisasi memiliki lebih dari satu jenis untuk penggunaan
dengan aplikasi yang berbeda. Spear lebih umum digunakan untuk on-floor drying
dan inbin storage. Untuk penggunaannya di gudang pengeringan (drying shed),
lapangan in-field atau untuk loading-in/out grain desain tradisional adalah lebih
baik. Kemudian ada aturan keras dan cepat tentang mana dan di mana yang harus
digunakan, penggunaan dan anggaran yang akan menentukan yang mana yang
dibutuhkan (Cinta, 2015).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Peralatan yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah:
1. Cawan, untuk wadah bahan-bahan yang diukur atau timbang;
2. Desikator, untuk menjaga bahan tidak terkontaminasi lingkungan;
3. Moisture tester, untuk menghitung kadar air bahan;
4. Oven, untuk mengeringkan bahan;
5. Refrigerator, untuk pendinginan bahan;
6. Thermohygrometer, untuk mengukur suhu dan kelembapan dari alat; dan
7. Timbangan analitik, untuk mengukur massa bahan, alat setelah praktikum.
3.1.2 Bahan

Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini adalah:


1. Jagung;
2. Kacang hijau;
3. Gabah;
4. Kacang kedelai; dan
5. Kacang tanah.

3.2 Prosedur Percobaan


Prosedur yang harus dilakukan untuk praktikum kali ini adalah:
3.2.1 Pengamatan pada Bahan Awal
1. Mengukur kadar air bahan dengan menggunakan moisture tester; dan
2. Mengukur suhu dan RH udara dengan RH meter di 3 titik berbeda
ruangan praktikum
3.2.2 Penurunan Kadar Air

1. Mengukur suhu dan RH pada oven;


2. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan seberat 5
gram;
3. Menyimpan 3 cawan yang berisi bahan seberat 5 gram ke dalam oven
selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit;
4. Mengeluarkan cawan yang berisi bahan seberat 5 gram; dan
5. Mengukur kadar air bahan dengan moisture tester.
3.2.3 Peningkatan Kadar Air

1. Mengukur suhu dan RH refrigerator;


2. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan seberat 5
gram;
3. Menyimpan cawan tersebut ke dalam refrigerator selama 5 menit, 10
menit dan 15 menit;
4. Mengeluarkan cawan tersebut dari refrigerator; dan
5. Mengukur kadar air bahan dengan moisture tester.
3.2.4 Pembacaan pada Moisture tester
1. Membersihkan tempat sampel pada moisture tester;
2. Memasukkan bahan ke dalam tempat sampel moisture tester;
3. Memasukkan bahan kedalam tempat pada moisture tester;
4. Memutar grinding handle ke kiri (stop line) dan memasukkan wadah
kedalam instrument;
5. Menekan select button untuk merubah sampel;
6. Hasil pengukuran akan ditampilkan pada layar LCD;
7. Mematikan alat dengan menekan average button dua kal; dan
8. Membuat grafik hubungan antara peningkatan kadar air terhadap waktu
dan grafik hubungan antara penurunan kadar air terhadap waktu.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Suhu dan RH
Ruangan Refrigerator Oven
Pengukuran
RH
Ke RH (%) T (°C) RH (%) T (°C) T (°C)
(%)
1 71 24,5 72 24,2 79 105
2 71 24,5 72 24,2 79 105
3 71 24,5 72 24,2 79 105

Tabel 2. Penurunan dan Peningkatan Kadar Air


Perlakukan Kadar Air Akhir (%)
Kadar air
Nama Bahan waktu Rata-rata Penurunan Peningkatan
awal (%)
(menit) (oven) (refrigerator)
Beras 5 13,1 12,3 13,7
15 13,6 13,23 24,1 13,8
30 13,0 Error
Kacang 5 9,8 9,2 10,0
Kedelai 15 10,6 10,5 9,4 10,6
30 11,1 8,6
Jagung 5 12,2 10,8 12,3
Kering 15 11,5 12 9,8 12,3
30 12,3
Jagung Basah 5
15
30
Kacang Hijau 5 9,2 8,5 8,8
15 8,6 8,8 13,6 8,2
30 8,6 8,1
5 13,1 12,2 12,6
Gabah 15 13,2 13,4 10,2 13,6
30 13,9 8,5
5 14,8 13,1 16,0
Kacang
15 17,0 16,0 15,2 16,8
Tanah
30 16,2 13,6

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Air Jagung Segar Metode ISTA


Ma + massa Ma + Massa Kadar Air (%)
Massa cawan
Kelompok bahan awal Bahan Akhir
Ma (gr) Wb Db
Mb (gr) Mc (gr)
1 5,095 10,169 8,819 26,5 35,98
2 4,602 9,516 8,326 24,217 31,95
3 4,801 9,813 8,599 24,22 31,96
4 4,531 9,654 8,494 22,6 29,17
5 4,818 9,778 8,531 25,1 33,58
6 5,144 10,160 8,618 30,7 44,39

4.2 Perhitungan

Perhitungan Data Kelompok 1


M −M
a. Kadar Air (Wb) = Mb− Mc x 100%
b a

10,159−8,819
= 10,159−5,095 × 100% = 26,5%
M −M
b. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

10,159−8,819
= × 100% = 35,98%
8,819−5,095
Perhitungan Data Kelompok 2
M −M
a. Kadar Air (Wb) = Mb− Mc x 100%
b a

9,516−8,326
= 9,516−4,602 × 100% = 24,217%
M −M
b. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

9,516−8,326
= 8,326−4,602 × 100% = 31,95%

Perhitungan Data Kelompok 3


M −M
a. Kadar Air (Wb) = Mb− Mc x 100%
b a

9,813−8,599
= 9,516−4,602 × 100% = 24,22%
M −M
b. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

9,813−8,599
= 8,599−4,801 × 100% = 31,96%

Perhitungan Data Kelompok 4


M −M
a. Kadar Air (Wb) = Mb− Mc x 100%
b a

9,654−8,494
= 9,654−4,531 × 100% = 22,6%
M −M
b. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

9,654−8,494
= 8,494−4,531 × 100% = 29,27%

Perhitungan Data Kelompok 5


M −M
a. Kadar Air (Wb) = Mb− Mc x 100%
b a

9,778−8,531
= 9,,778−4,818 × 100% = 25,1%
M −M
b. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

9,778−8,531
= 8,531−4,818 × 100% = 33,58%

Perhitungan Data Kelompok 6


M −M
a. Kadar Air (Wb) = Mb− Mc x 100%
b a

10,160−8,618
= 10,160−5,144 × 100% = 30,7%
M −M
b. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

10,160−8,618
= × 100% = 44,39%
8,618−5144

4.3 Grafik

Gambar 1. Grafik Kadar Air Beras dalam Oven dan Refrigerator

Kadar Air Beras


30
25
Kadar Air (%)

24.1
20
15 13.7 13.8
12.3
10
5
0
5 15 30
Waktu (Menit)

Oven Refrigrator

Gambar 2. Grafik Kadar Air Kacang Kedelai dalam Oven dan Refrigerator

Kadar Air Kacang Kedelai


12
10.6
10 10
9.2 9.4
8.6
Kadar Air (%)

0
5 15 30
Waktu (Menit)

Oven Refrigrator
Gambar 3. Grafik Kadar Air Jagung Kering dalam Oven dan Refrigerator

Kadar Air Jagung Kering


14

12 12.3 12.3
10.8
10 9.8
Kadar Air (%)

0
5 15 30
Waktu (Menit)

Oven Refrigrator

Gambar 4. Grafik Kadar Air Kacang Hijau dalam Oven dan Refrigerator

Kadar Air Kacang Hijau


16
14 13.6
12
Kadar Air (%)

10
8.8
8.5
8 8.2 8.1

6
4
2
0
5 15 30
Waktu (Menit)

Oven Refrigrator
Gambar 5. Grafik Kadar Air Gabah dalam Oven dan Refrigerator

Kadar Air Gabah


16
14 13.6
12.6
12.2
12
Kadar Air (%)

10 10.2

8 8.5

6
4
2
0
5 15 30
Waktu (Menit)

Oven Refrigrator

Gambar 6. Grafik Kadar Air Kacang Tanah dalam Oven dan Refrigerator

Kadar Air Kacang Tanah


18
16.8
16 16
15.2
14 13.6
13.1
12
Kadar Air (%)

10
8
6
4
2
0
5 15 30
Waktu (Menit)

Oven Refrigrator
BAB V

PEMBAHASAN

Praktikum kali ini, mempelajari tentang bagaimana cara menghitung kadar air suatu
bahan hasil pertanian dengan berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan
moisture texture. Ada enam bahan yang akan digunakan dalam praktikum ini yaitu beras,
jagung, kacang kedelai, kacang hijau, gabah dan kacang tanah. Dilakukan pengukuran
suhu dan RH, pengukuran kadar air dengan metode ISTA, pengukuran kadar air dengan
metode SNI, pengukuran penurunan dan peningkatan kadar air suatu bahan setelah
dimasukkan ke dalam oven dan refrigerator.

Pengukuran dimulai dengan mengukur RH (Relative Humidity) dan suhu ruangan


pada ruangan, oven dan refrigerator. Suhu rata-rata yang diperoleh pada ruangan sebesar
24.5 oC, suhu rata-rata pada refrigerator sebesar 24.2 oC, dan suhu rata-rata pada oven
sebesar 105 oC. Rata-rata kelembaban relatif (RH) yang diperoleh pada ruangan yaitu
sebesar 71%, rata-rata kelembaban relatif (RH) pada refrigerator yaitu sebesar 72%, dan
rata-rata kelembaban relatif (RH) pada oven yaitu sebesar 79%, dimana hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh tingkat kelembapan pada ruangan, refrigerator, maupun pada oven yang
berbeda-beda.

dilakukan terhadap 6 cawan yang berisi bahan dengan masing-masing massa bahan
yaitu 5 gram. Kadar air pada suatu bahan hasil pertanian memiliki tingkat maupun nilai
yang berbeda-beda, hal ini ditunjukkan pada perhitungan rata-rata kadar air awal pada
beras yaitu 13.23%, rata-rata kadar air awal pada jagung yaitu 12%,rata-rata kadar air
awal pada kacang kedelai yaitu 10.5%, rata-rata kadar air awal pada kacang hijau yaitu
8,.8%, rata-rata kadar air awal pada gabah yairu 13.4%, serta rata-rata kadar air awal pada
kacang tanah yaitu 16,0%, dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh gen dari bahan hasil
pertanian tersebut, lingkungan, maupun tempat bertumbuhnya bahan hasil pertanian.
Pengukuran melalui percobaan penurunan dan peningkatan kadar air dengan
menggunakan beras sebagai bahannya, maka diperoleh hasil kadar air penurunan dengan
menggunakan oven secara berurutan 5, 10, dan 15 menit adalah 12.3%, 24.1%, dan Error,
dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada, yaitu semakin lama perlakuan pemanasan
(oven) maka semakin sedikit tingkat kadar air pada suatu bahan hasil pertanian tersebut.
Peningkatan kadar air dengan menggunakan refrigerator secara berurutan 5, 10, dan 15
menit adalah 13.7%, 13.8%. Hasil tersebut sesuai dengan literatur yaitu semakin lama
waktu penyimpanannya pada refrigerator maka akan semakin naik pula nilai kadar airnya,
hal ini disebabkan oleh penurunan suhu di refrigerator ataupun karena sifat fisik dari beras
dan kandungan yang ada dalam bahan tersebut. Hasil dari seluruh bahan hasil pertanian
dalam praktikum kali ini secara keseluruhan kadar air akhir baik itu melalui penurunan
maupun peningkatan, hasil terhadap waktu yaitu berbanding terbalik, dimana semakin
lama bahan berada pada oven maupun refrigerator, maka bahan tersebut memiliki kadar
air yang semakin menurun. Penurunan dan peningkatan kadar air dapat disimpulkan jika
kadar air lebih cepat mengalami penurunan kadar air pada proses pengovenan atau
menggunakan oven dibandingkan dengan proses menggunakan refrigerator, dimana hal
tersebut dapat terjadi dikarenakan suhu dalam oven lebih tinggi dibandingkan refrigerator
sehingga kadar air yang terdapat pada bahan akan lebih cepat hilang. Tetapi hasil yang
diperoleh oleh praktikan, rata-rata suhu dan RH (Relative Humidity) dalam oven ataupun
refrigerator nilainya hampir sama, hal tersebut disebabkan pada saat pengukuran suhu dan
RH, praktikan tidak menunggu pengukurannya sampai maksimal, jadi suhu dan RH
belum maksimal praktikan sudah mencatat nilainya.
Pengukuran selanjutnya pada praktikum kali ini adalah pengukuran kadar air
dengan metode ISTA pada bahan yang sama yaitu jagung segar. Pengukuran kadar
air menggunakan Kadar Air Basis Basah (KABB) dan Kadar Air Basis Kering (KABK).
Kadar Air Basis Basah adalah perbandingan antara kadar air bahan dengan berat total
bahan (jumlah kadar air dan padatan). Sedangkan Kadar Air Basis Kering adalah
perbandingan kadar air kadar kering suatu bahan dengan berat padatan bahan. Hasil
perhitungan kadar air basis basah basis kering pada bahan jagung (kelompok 1) adalah
26.5% dan 35.98%. Lalu, perhitungan kadar air basis basah basis kering pada bahan
jagung (kelompok 2) adalah 24.217% dan 31.95%. Kemudian perhitungan kadar air basis
basah basis kering pada bahan jagung (kelompok 3) adalah 24.22% dan 31.96%.
Selanjutnya perhitungan kadar air basis basah basis kering pada bahan jagung (kelompok
4) adalah 22.6% dan 29.27%. Lalu perhitungan kadar air basis basah basis kering pada
bahan jagung (kelompok 5) adalah 25.1% dan 33.58%. dan pada kelompok terakhir
adalah 30.7% dan 44.39%. Hasil menunjukan bahwa nilai basis kering lebih tinggi
dibandingkan nilai basis basah. Hasil ini seragam mulai dari perhitungan kelompok 1
sampai 6. Hal tersebut terjadi karena nilai dari perbandingan kadar airnya lebih tinggi
daripada berat padatannya. Kadar air dari biji – bijian relative tidak sebanyak dengan jenis
bahan hasil pertanian lainnya seperti sayuran dan buah. Nilai kadar air basis basah bahan
batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan nilai kadar air basis kering bahan dapat
melewati angka 100%.
BAB VI

PENUTUP
6.1 Kesimpulan

Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:

1. Kadar basis kering lebih besar dibandingkan nilai kadar basis basah, dimana kadar
air basis kering lebih sering digunakan sebagai patokan karena lebih konstan
karena pembaginya adalah bahan yang telah dikeringkan yang tidak mengandung
air lagi;
2. Pengurangan kadar air jumlah berat dan kadar air bahan akan terus berkurang
semakin lama waktu bahan dalam oven;dan
3. Nilai RH dan suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap kecepatan laju
penurunan ataupun peningkatan kadar air.

6.2 Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya adalah gunakan bahan hasil pertanian yang lebih
bervariasi agar dapat terlihat perbedaan kandungan kadar air pada setiap bahan.
DAFTAR PUSTAKA

Anton, Irawan. 2011. Modul Laboraturium Pengeringan. Sultan Ageng Tirtayasa


Press.
Henderson. 1952. A Basic Concept of Equilibrium Moisture. Agric. Eng., Vol. 33,
hal. 2932.

Irawati. 2007. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana


Perkasa: Jakarta.

Istiadah. 2015. Pengeringan. Terdapat pada:


http://maulidhiyaistiadah.blog.upi.edu/2015/11/13/pengeringan/

Kadir, S., M.A. Nur, dan Syachri, M. (1982). Pengontrolan dan pengukuran aw
(aktivitas air) dari ikan pindang dalam rangka meningkatkan mutu dan
stabilitasnya dengan menggunakan NaCl sebagai humectant. Laporan
Penelitian. Bagian Kimia. Institut Pertanian Bogor

Marinos-Kouris, D., dan Z.B. Maroulis, 1995, Transport Properties in The Drying
of Solids, dalam Handbook of Industrial Drying, A.S. Mujumdar (ed.), Vol.
1, Marcel Dekker, Inc., New York, hal. 113-159.

Pratiwi. 2014. Penentuan Kadar Air. Terdapat pada:


https://id.scribd.com/doc/246866422/Penentuan-Kadar-Air (diakses pada 18
Oktober 2020 pukul 22:47 WIB)

Sokhansanj, S. dan D.S. Jayas, 1995, Drying of Foodstuffs, dalam Handbook of


Industrial Drying, A.S. Mujumdar (ed.), Vol. 1, Marcel Dekker, Inc., New
York, hal. 589-625.

Suyitno. 1995. Serat Makanan dan Perilaku Aktivitas Air Bubuk Buah. Disertasi
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Tabrani. 2006. Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Islam Riau Press: Pangkal
Pinang.

Winarno. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zain, Sudaryanto. 2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung: Giratuna


LAMPIRAN

Gambar 1. Bahan Praktikum : Jagung, Kacang Hijau, Kadang Kedelai,


Gabah dan Kacang Tanah
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022)

Gambar 2. Grain & Seeds Moisture Tester


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022)
Gambar 3. Hasil Seeds Moisture Tester
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022)

Gambar 4. Penyimpanan di Refrigerator


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022)

Anda mungkin juga menyukai