Anda di halaman 1dari 21

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Retensi Air dan Equilibrium Moisture Content (EMC))

Oleh :
Nama : Siti Fathonah
NPM : 240110200034
Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 12 Oktober 2022
Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB/A1
Asisten Praktikum : 1. Annisa Pusponegoro
2. Maya Irmayanti
3. Shintya Devita Maharani
4. Shitah Khoerunnisa

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan hasil pertanian merupakan bahan yang berasal dari makhluk hidup
sehingga memiliki sifat mudah rusak (perishable). Untuk meminimalisir efek
negatif dari sifat mudah rusak tersebut, maka perlu dilakukan pengontrolan
terhadap parameter-parameter yang berpengaruh. Salah satu faktor yang
mempengaruhinya yaitu kandungan air pada bahan hasil pertanian. Air merupakan
unsur penting pada bahan hasil pertanian. Air dapat berfungsi sebagai pelarut
berbagai reaksi kimia maupun biologis. Kandungan seluruh air pada bahan hasil
pertanian tersebut disebut kadar air.
Kadar air memiliki pengaruh yang esensial terhadap kualitas bahan hasil
pertanian. Kadar air dapat mempengaruhi umur simpan bahan hasil pertanian.
Kadar air juga mempengaruhi ketahanan bahan hasil pertanian terhadap faktor
lingkungan. Nilai kadar air bahan hasil pertanian perlu diketahui untuk menentukan
penanganan yang tepat pada bahan agar bahan memenuhi kualitas sesuai standar.
Dari latar belakang tersebut, maka pada praktikum kali ini akan mengamati
mengenai kadar air pada beberapa bahan hasil pertanian.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum kali ini adalah mengamati perubahan kadar air bahan hasil
pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan moisture
tester.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kadar Air Bahan


Kadar air bahan adalah persentase sejumlah air yang terkandung pada bahan
hasil pertanian. Air tersebut berkaitan dengan reaksi hidrolisis yang terjadi pada
bahan. Kadar air bahan menentukan proses penyimpanan dan penanganan pasca
panen. Kadar air yang tinggi mengakibatkan bakteri, kapang, dan khamir
berkembang biak dengan baik, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
(Winarno, 2004). Penentuan kadar air sangat penting untuk berbagai keperluan
industri, seperti evaluasi material balance atau kehilangan selama proses
pengolahan, penentuan nilai gizi pangan, dan pengolahan optimum (Aventi, 2015).
Kadar air yang terkandung pada bahan terdiri atas air bebas dan air terikat.
Air bebas adalah air yang terdapat pada ruang kapiler bahan, dimana massa air dapat
berpindah dari bahan ke lingkungan atau sebaliknya. Air bebas berlaku sebagai
pelarut pada berbagai reaksi kimia dan biokimia yang terjadi pada bahan, sehingga
air bebas dapat menjadi tempat yang disukai mikkroorganisme untuk berkembang
biak. Sementara air terikat yaitu air yang terdapat pada ruang intraseluler sel, yang
mana air ini tidak bisa berpindah dengan mudah antara bahan dengan lingkungan.
Air terikat tidak bisa digunakan untuk mereaksikan zat, mikroorganisme pun tidak
dapat tumbuh pada air terikat.

2.2 Perhitungan Kadar Air


2.2.1 Kadar Air Basis Basah
Kadar air secara basis basah (wet basis) adalah rasio massa total kandungan
air bahan dengan massa total bahan. Massa total kandungan air bahan adalah jumlah
seluruh kandungan air yang terdapat pada bahan. Sementara massa total bahan
adalah berat bahan yang masih mengandung air, sebelum diberi perlakuan seperti
pengeringan. Kadar air basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
persen. Berikut persamaan untuk menghitung kadar air secara basis basah:
𝑚𝑎
𝐾𝑎𝑏𝑏 = × 100% (𝟏)
𝑚𝑡
𝑚𝑎
𝐾𝑎𝑏𝑏 = × 100% (𝟐)
𝑚𝑎 + 𝑚𝑘
Dimana:
Kabb = Kadar air basis basah (%)
ma = Massa air bahan (gram)
mk = Massa kering bahan (gram)
mt = Massa total = ma + mk (gram)
(Nadia, 2014)
2.2.2 Kadar Air Basis Kering
Kadar air basis kering (dry basis) adalah rasio massa total kandungan air
bahan dengan massa kering bahan. Massa kering bahan yaitu massa bahan setelah
mengalami perlakuan pemanasan seperti pengeringan pada waktu tertentu hingga
mencapai massa konstan. Pada proses pengeringan, air pada bahan tidak bisa
seluruhnya diuapkan. Kadar basis kering dapat bernilai lebih dari 100 persen.
Berikut persamaan untuk menghitung kadar air basis kering:
𝑚𝑎
𝐾𝑎𝑏𝑘 = × 100% (𝟑)
𝑚𝑘
𝑚𝑎
𝐾𝑎𝑏𝑘 = × 100% (𝟒)
𝑚𝑡 − 𝑚𝑎
Dimana:
Kabk = Kadar air basis basah (%)
ma = Massa air bahan (gram)
mk = Massa kering bahan (gram)
mt = Massa total = ma + mk (gram)
(Nadia, 2014)

2.3 Aktivitas Air


Aktivitas air (Aw) menggambarkan energi yang terkandung pada air bebas
untuk membantu jalannya suatu reaksi. Nilai Aw digunakan untuk menentukan
batas minimum mikroorganisme dapat tumbuh di suatu bahan. Mikroorganisme
memiliki nilai ambang batas Aw untuk dapat hidup dalam suatu bahan hasil
pertanian. Besarnya nilai Aw dipengaruhi oleh komponen produk, sifat fisiokimia,
porositas produk, temperature, tekanan, dan tegangan permukaan. Aktivitas air
sangat erat kaitannya dengan kadar air bahan.
Aktivitas air memiliki nilai 0 – 1. Aw bernilai 0 menandakan bahan tersebut
dalam keadaan kering, tidak ada lagi air bebas. Sementara Aw bernilai 1 artinya
seluruh kandungan bahan adalah air murni. Semakin tinggi nilai Aw, maka semakin
tinggi juga reaksi kimia yang tidak di inginkan, artinya mikroorganisme dapat
tumbuh dengan baik jika nilai Aw tinggi. Adapun untuk menentukan nilai aktivitas
air yaitu dengan menghitung perbandingan antara tekanan uap produk dengan
tekanan uap air (Leviana et al., 2017). Persamaannya yaitu sebagai berikut:
𝑃 𝐸𝑅𝐻
𝐴𝑤 = = (𝟓)
𝑃0 100
Dimana:
Aw = Aktivitas air
P = Tekanan uap bahan (Pa)
P0 = Tekanan uap air (Pa)
ERH = Kelembaban relatif (%)
(Leviana et al., 2017)

2.4 Equilibrium Moisture Content (EMC)


Equilibrium Moisture Content (EMC) adalah kesetimbangan kadar air yang
terjadi antara bahan dengan lingkungan disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan
uap. Perhitungan EMC diperlukan dalam analisis proses penyimpanan dan
pengeringan biji-bijian (Adawiyah et al., 2010). Nilai EMC dapat menentukan
kadar air minimum yang harus dicapai suatu bahan pada proses pengeringan. EMC
dipengaruhi oleh kelembaban relatif, suhu lingkungan, varietas bahan, tingkat
kematangan bahan, dan cara pengukuran nilai EMC. EMC dapat dicapai ketika laju
kehilangan air pada bahan sama dengan laju masuknya air ke bahan dari
lingkungan.
Adapun proses kesetimbangan air pada bahan hasil pertanian dapat dibedakan
menjadi 3 proses utama, yaitu desorpsi, adsorpsi, dan absorpsi. Desorpsi adalah
proses kesetimbangan air dimana molekul air akan berpindah dari bahan ke
lingkungan disebabkan oleh nilai kadar air bahan tinggi, sementara nilai RH
lingkungannya lebih rendah. Contoh peistiwa desorpsi adalah pengeringan.
Adsorpsi adalah perpindahan molekul air dari lingkungan ke bahan dikarenakan
nilai kadar air bahan rendah, dan nilai RH lingkungannya tinggi. Sementara itu,
absorpsi adalah proses penarikan air ke bahan dan menyalurkannya ke seluruh
bagian jaringan.

2.5 Sistem Kontrol Kadar Air


2.5.1 Refrigerasi
Refrigerasi adalah suatu teknik menyerap panas dari suatu benda untuk
menurunkan temperatur sesuai dengan yang diinginkan (Taukhid et al., 2014).
Penggunaan refrigerasi umumnya digunakan pada sistem pendingin udara pada
bangunan, transportasi, dan pengawetan suatu bahan makanan dan minuman.
Penggunaan refrigerasi juga dapat ditemukan pada pabrik skala besar, contohnya,
proses dehidrasi gas, aplikasi pada industri petroleum seperti pemurnian minyak
pelumas, reaksi suhu rendah, dan proses pemisahan hidrokarbon yang mudah
menguap. Refrigasi dicapai dengan melakukan penyerapan panas pada suhu rendah
secara terus menerus, yang biasanya bisa dicapai dengan menguapkan suatu cairan
secara kontinu. Uap yang terbentuk dapat kembali ke bentuk asalnya, yaitu cairan,
biasanya dengan dua cara, uap itu hanya akan ditekan lalu diembunkan (memakai
fin seperti pada kulkas) atau bisa diserap dengan cairan lain yang mudah menguap
dan setelah itu diuapkan pada tekanan tinggi.
2.5.2 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengeluaran molekul air dengan jumlah yang
relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas (Risdianti et al., 2016).
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan
dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Hasil dari proses pengeringan
adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air
keseimbangan udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (Aw) yang aman
dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi. Teknik pengeringan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti pengeringan dengan memanfaatkan sinar
matahari dan pengeringan dengan simulasi panas di bawah suhu terkendali di
ruangan khusus yang disebut dengan dehidrasi.
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Peralatan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Cawan, untuk wadah bahan;
2. Desikator, untuk menstabilkan suhu bahan setelah didinginkan dan
dipanaskan;
3. Moisture tester, untuk mengukur kandungan air pada bahan;
4. Oven, untuk menurunkan kadar air bahan;
5. Pinset, untuk memindahkan bahan;
6. Refrigerator, untuk menaikkan kadar air bahan;
7. RH meter, untuk mengukur kelembaban udara; dan
8. Timbangan analitik, untuk mengukur massa bahan.
3.1.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Beras;
2. Gabah;
3. Jagung kering;
4. Kacang hijau;
5. Kacang kedelai; dan
6. Kacang tanah.

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Pengamatan pada Bahan Awal
1. Kadar air semua bahan diukur (3 kali) dengan menggunakan moisture
tester;
2. Ukur suhu dan RH udara (3 kali) pada ruangan praktikum.
3.2.2 Penurunan Kadar Air
1. Ukur suhu dan RH pada oven;
2. Siapkan bahan dan cawan, masukkan bahan (± 5 g) ke dalam cawan;
3. Simpan cawan yang telah berisi bahan ke dalam oven, dan beri tanda
untuk 3 pengamatan (5, 15 dan 30 menit);
4. Sesudah 5, 15 dan 30 menit keluarkan dari oven dan dimasukkan ke
dalam desikator;
5. Ukur kadar air bahan untuk 3 pengamatan.
3.2.3 Peningkatan Kadar Air
1. Ukur suhu dan RH refrigerator;
2. Siapkan bahan dan cawan, masukkan bahan (± 5 g) ke dalam cawan;
3. Simpan cawan yang telah berisi bahan ke dalam refrigerator, dan beri
tanda untuk 3 pengamatan (5, 15 dan 30 menit);
4. Sesudah 5, 15, dan 30 menit keluarkan cawan dari refrigerator dan
dimasukkan ke dalam desikator;
5. Ukur kadar air bahan untuk 3 pengamatan.
3.2.4 Pembacaan pada Moisture Tester
1. Sebelum memasukkan bahan dalam tempat sampel, bersihkan tempat
sampel dengan sikat;
2. Gunakan sendok dan pinset untuk memasukkan sampel (pilih sampel
yang baik);
3. Putar grinding handle ke kiri (stop line) dan masukkan wadah ke dalam
instrument;
4. Tunggu selama 20 detik dan lihat pengukuran pada layer LCD;
5. Untuk merubah sampel tekan select button;
6. Pengukuran dapat dilakukan sebanyak 3 kali dengan sampel yang sama
dan untuk mendapatkan nilai rata-rata tekan average button (interval
pengukuran 3 menit);
7. Matikan alat dengan menekan average button dua kali.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Suhu dan RH
Ruangan Refrigerator Oven
Pengukuran
ke- RH (%) T (°C) RH (%) T (°C) RH (%) T (°C)
1 63 24.5 65 0.9 63 24.5
2 63 24.5 63 12.7 63 24.5
3 63 24.5 62 15.4 63 24.5

Tabel 2. Penurunan dan Peningkatan Kadar Air


Rata-rata Kadar Air Akhir
Nama Perlakuan Kadar air
kadar air Penurunan Peningkatan
Bahan Waktu awal (%)
awal (oven) (refrigerator)
5 8.1 8 8.4
Kacang
15 7.9 8.1 8 8.5
Hijau
30 8.3 8.3 8.2
5 9.7 9.1 9.4
Kedelai 15 3.6 7.73 8.8 9.5
30 9.9 8.4 9.4
5 12.7 12 13
Beras 15 13 12.9 11.5 16.3
30 13 eror 12.4
5 13.4 11.5 12.1
Gabah 15 12.8 12.86 11.5 12.1
30 12.4 9.9 11.5
5 11 10.7 11.2
Jagung
15 11.1 11 10.6 11.3
Kering
30 10.9 9.9 12
5 13 14.9 15.7
Kacang
15 13.7 13.73 13.4 15.4
Tanah
30 14.5 8.8 14.6

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Air Bahan


Kelompok Kadar Air (%)
Massa M. Cawan Ma + M.
cawan + M. Bahan Bahan Wb Db
(Ma) (Mb) Akhir (Mc)
1 5.07 10.12 8.819 0.25 0.349
2 5.1 10.134 8.618 0.301 0.43
3 5.03 10.13 8.599 0.296 0.44
4 4.81 9.848 8.326 0.302 0.432
5 4.96 10.023 8.531 0.294 0.417
6 5.03 10.13 8.494 0.32 0.472

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Data Kelompok 1
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑏 = × 100% (𝟔)
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.12 − 8.819
𝑊𝑏 = × 100%
10.12 − 5.07
𝑾𝒃 = 𝟎. 𝟐𝟓%
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐷𝑏 = × 100% (𝟕)
(𝑀𝑐 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.12 − 8.819
𝐷𝑏 = × 100%
8.819 − 5.07
𝑫𝒃 = 𝟎. 𝟑𝟒𝟗%
4.2.2 Perhitungan Data Kelompok 2
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑏 = × 100% (𝟖)
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.134 − 8.618
𝑊𝑏 = × 100%
10.134 − 5.10
𝑾𝒃 = 𝟎. 𝟑𝟎𝟏%
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐷𝑏 = × 100% (𝟗)
(𝑀𝑐 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.134 − 8.618
𝐷𝑏 = × 100%
8.618 − 5.10
𝑫𝒃 = 𝟎. 𝟒𝟑%
4.2.3 Perhitungan Data Kelompok 3
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑏 = × 100% (𝟏𝟎)
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.13 − 8.599
𝑊𝑏 = × 100%
10.13 − 5.03
𝑾𝒃 = 𝟎. 𝟑%
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐷𝑏 = × 100% (𝟏𝟏)
(𝑀𝑐 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.13 − 8.599
𝐷𝑏 = × 100%
8.599 − 5.03
𝑫𝒃 = 𝟎. 𝟒𝟒%
4.2.4 Perhitungan Data Kelompok 4
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑏 = × 100% (𝟏𝟐)
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
9.848 − 8.326
𝑊𝑏 = × 100%
9.848 − 4.81
𝑾𝒃 = 𝟎. 𝟑𝟎𝟐%
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐷𝑏 = × 100% (𝟏𝟑)
(𝑀𝑐 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
9.848 − 8.326
𝐷𝑏 = × 100%
8.326 − 4.81
𝑫𝒃 = 𝟎. 𝟒𝟑𝟐%
4.2.5 Perhitungan Data Kelompok 5
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑏 = × 100% (𝟏𝟒 )
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.023 − 8.531
𝑊𝑏 = × 100%
10.023 − 4.96
𝑾𝒃 = 𝟎. 𝟐𝟗𝟒%
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐷𝑏 = × 100% (𝟏𝟓)
(𝑀𝑐 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.023 − 8.531
𝐷𝑏 = × 100%
8.531 − 4.96
𝑫𝒃 = 𝟎. 𝟒𝟏𝟕%
4.2.6 Perhitungan Data Kelompok 6
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑊𝑏 = × 100% (𝟏𝟔)
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.13−8.494
𝑊𝑏 = × 100%
10.13−5.03

𝑾𝒃 = 𝟎. 𝟑𝟐%
(𝑀𝑏 − 𝑀𝑐)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐷𝑏 = × 100% (𝟏𝟕)
(𝑀𝑐 − 𝑀𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
10.13 − 8.494
𝐷𝑏 = × 100%
8.494 − 5.03
𝑫𝒃 = 𝟎. 𝟒𝟕𝟐%

4.3 Grafik

Kacang Hijau
8,6
8,5
Kadar Air (%)

8,4
8,3
Penurunan (oven)
8,2
8,1 Peningkatan
8 (refrigerator)
7,9
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Gambar 4. Grafik Kadar Air Kacang Hijau dalam Oven dan Refrigerator

Kedelai
9,6
9,4
Kadar Air (%)

9,2
9
Penurunan (oven)
8,8
8,6 Peningkatan
8,4 (refrigerator)
8,2
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Gambar 5. Grafik Kadar Air Kedelai dalam Oven dan Refrigerator


Beras
18
16
14

Kadar Air (%) 12


10 Penurunan (oven)
8
6 Peningkatan
(refrigerator)
4
2
0
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Gambar 6. Grafik Kadar Air Beras dalam Oven dan Refrigerator

Gabah
14
12
10
Kadar Air (%)

8
Penurunan (oven)
6
4 Peningkatan
2 (refrigerator)

0
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Gambar 7. Grafik Kadar Air Gabah dalam Oven dan Refrigerator


Jagung Kering
14
12
10

Kadar Air (%)


8
Penurunan (oven)
6
4 Peningkatan
2 (refrigerator)
0
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Gambar 8. Grafik Kadar Air Jagung Kering dalam Oven dan Refrigerator

Kacang Tanah
18
16
14
12
Kadar Air (%)

10
Penurunan (oven)
8
6 Peningkatan
4 (refrigerator)
2
0
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Gambar 9. Grafik kadar air kacang tenah


BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali dilakukan pengamatan terhadap perubahan kadar air


beberapa bahan hasil pertanian setelah ditempatkan pada kondisi
penyimpanan yang berbeda. Pengamatan dilakukan dengan metode
refrigerasi dan pengeringan. Pengamatan kadar air dilakukan dengan
terlebih dahulu mengkondisikan bahan di dua kondisi penyimpanan berbeda
yaitu di oven dan di refrigerator secara berkala dalam waktu 5 menit, 15
menit, dan 30 menit. Setelah bahan dikondisikan sesuai waktu yang
ditetapkan, bahan diukur kadar airnya menggunakan moisture tester. Data
kadar air akhir yang ditampilkan moisture tester kemudian dibandingkan
dengan data kadar air awal sebelum pengkondisian dan dihubungkan
dengan parameter-parameter yang mempengaruhinya.
Bahan dihitung kadar air awalnya menggunakan alat moisture tester
dan diperoleh hasil rerata kadar air awal untuk setiap bahan adalah kacang
hijau 8,1%; kacang kedelai 7.73%; Beras 12,9%; Gabah 12,86%; Jagung
kering 11%; dan kacag tanah 13,73%. Setelah dilakukan pengondisian
berupa pengeringan di oven, maka kadar air akhir bahan pada 3 kali
percobaan yaitu berturut-turut sebagai berikut: kacang hijau yaitu 8%, 8%,
dan 8,3%; kacang kedelai yaitu 9,1%, 8,8%, dan 8,4%; Beras yaitu 12%,
11,5%, dan error; Gabah yaitu 11,5%, 11,5%, dan 9,9%; jagung kering yaitu
10,7%, 10,6%, dan 9,9%; dan kacang tanah yaitu 14,9%, 13,4%, dan 8,%.
Sementara pada pengondisian pendinginan di refrigerator didapat kadar air
akhir bahan pada 3 kali percobaan yaitu berturut-turut sebagai berikut:
kacang hijau yaitu 8,4%, 8,5%, dan 8,2%; kacang kedelai yaitu 9,4%, 9,5%,
dan 9,4%; beras yaitu 13%, 16,3%, dan 12,4%; Gabah yaitu 12,1%, 12,1%,
dan 11,5%; Jagung kering yaitu 11,2%, 11,3%, dan 12%; dan untuk kacang
tanah yaitu 15,7%, 15,4%, dan 14,6%. Kemudian, berdasarkan data akhir
yang diperoleh, dapat dilakukan perhitungan kadar air basis basah dan kadar
air basih kering bahan. Kadar air basir basah setiap bahan yaitu kacang hijau
0,25%; kacang kedelai 0,301%; beras 0,3%; gabah 0,302%; jagung kering
0,294%; dan kacang tanah 0,32%. Sementara nilai kadar air basis keringnya
yaitu kacang hijau 0,349%; kacang kedelai 0,43%; beras 0,44%; gabah
0,432%; jagung kering 0,417%; dan kacang tanah 0,472%.
Dari hasil praktikum tersebut didapat data kadar air yang berbeda-
beda pada setiap kelompok. Hal itu menunjukkan bahwa setiap bahan hasil
pertanian memiliki kadar air yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Setelah dilakukan pengondisian yang melibatkan parameter suhu, terjadi
perubahan pada nilai kadar air awal. Dari teori yang sudah dijelaskan
sebelumnya, bahwa kadar air dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain oleh
suhu dan jenis bahannya. Maka lumrah jika terjadi fluktuasi nilai kadar air
setelah dilakukan pengondisian.
Berdasarkan literatur, nilai kadar air akan semakin turun seiring
dengan menurunnya suhu. Begitu pun sebaliknya, kadar air akan meningkat
ketika suhu meningkat. Dari hasil praktikum di dapatkan beberapa data yang
tidak sesuai dengan teori yang sudah di jelaskan di literatur. Pada
pengeringan kacang hijau, di menit ke 15 malah terjadi kenaikan kadar air.
Pada pendingan kacang hijau, kedelai, beras, gabah, dan kacang tanah,
kenaikan kadar air tidak linier dengan bertambahnya suhu dan waktu, di
percobaan terakhir malah terjadi penurunan kadar air. Hal tersebut bisa
terjadi salah satunya karena bahan yang telah dilakukan pengondisian tidak
segera diukur kadar airnya oleh moisture tester dan atau tidak langsung
dimasukkan ke desikator untuk menjaga kadar air agar tidak dipengaruhi
kembali oleh lingkungan. Dikarenakan terbatasnya jumlah moisture tester,
maka setiap kelompok harus menunggu cukup lama untuk bisa mengukur
kadar air bahannya. Pada jagung kering, penurunan dan kenaikan kadar air
linier dengan pertambahan waktu dan suhu, karena jagung kering setalah
dilakukan pengondisian langsung segera diukur kadar airnya dengan
moisture content. Data hasil praktikum kemudian digunakan untuk
menghitung kadar air basis basah dan basis kering bahan. Dari perhitungan
setiap kelompok didapat bahwa nilai kadar air basis kering rata-rata lebih
besar daripada nilai kadar air basis basahnya. Sesuai dengan teori pada
literature bahwa kadar basis kering nilainya bisa mencapai lebih dari 100
persen.
Aplikasi kadar air bahan di bidang pertanian adalah untuk
menentukan penanganan yang tepat setelah proses panen agar bahan
memiliki umur simpan yang panjang dan diharapkan memiliki kualitas
sesuai standar.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:
1. Setiap bahan hasil pertanian memiliki nilai kadar air yang berbeda-beda;
2. Kadar air dapat dipengaruhi oleh suhu dan jenis serta komponen bahan;
3. Aktivitas air (Aw) berbanding lurus dengan kadar air dan
mengindikasikan batas tumbuh mikroorganisme pada bahan;
4. Nilai kadar air basis kering bisa mencapai lebih dari 100 persen;
5. Pengetahuan tentang kadar air bahan hasil pertanian diperlukan dalam
menentuka penanganan pasca panen yang tepat.

6.2 Saran
Saran dari praktikum kali ini adalah agar setiap prosedur pengamatan
dilakukan berurut dan teratur agar praktikan dapat lebih memahami praktikum yang
sedang dilakukan dan meminimalisir terjadinya kesalahan saat pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D. R., & Soekarto, S. T. (2010). Pemodelan Isotermis Sorpsi Air Pada
Model Pangan. J.Teknol. dan Industri Pangan.

Aventi. (2015). Penelitian Pengukuran Kadar Air Buah. Seminar Nasional


Cendikiawan.

Leviana, W., & Paramita, V. (2017). Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air Dan
Aktivitas Air Dalam Bahan Pada Kunyit (Curcuma Longa) Dengan Alat
Pengering Electrical Oven. Metana.

Nadia, L. (2014). Analisis Kadar Air Bahan Pangan.

Risdianti, D., Murad, & Putra, G. M. (2016). Kajian Pengeringan Jahe (Zingiber
Officinale Rosc) Berdasarkan Perubahan Geometrik dan Warna
Menggunakan Metode Image Analysis . Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian
dan Biosistem.

Taukhid, I., Daniel, D., & S, B. R. (2014). Analisis Kerja Sistem Refrigerasi Meja
Penjaga Ikan. Jurnal Kelautan Nasional.

Winarno. (2004). http://labvirtual.agroindustri.upi.edu/. Retrieved from Analisis


Kadar Air: http://labvirtual.agroindustri.upi.edu/analisis-kadar-air/
(Diakses pada tanggal hari Selasa, tanggal 25 Oktober 2022, pukul 22.18
WIB)
LAMPIRAN

Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Bahan saat proses refrigerasi

Gambar 2. Moisture tester

Gambar 3. Desikator

Anda mungkin juga menyukai