Anda di halaman 1dari 14

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Pengeringan Bahan Hasil Pertanian)

Oleh:
Nama : Faisal Adhitya Triadi
NPM : 240110120021
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 11 November 2014
Waktu/ Shift : 08.00-09.40 WIB
Co. Ass : Rizky Arini

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada pasca panen ketika bahan hasil pertanian masih mempunyai kadar air
yang tinggi, terutama untuk bahan pangan biji-bijian, keadaan ini memungkinkan
sekali terjadinya kerusakan bahan akibat unsur serangga, jamur maupun secara
kimiawi, sehingga bahan tersebut tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama. Untuk menghilangkan atau mengurangi kadar air bahan tersebut perlu
dilakukan adanya proses penanganan berupa pengeringan agar kadar air pada
bahan hasil pertanian dapat berkurang.
Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang terjadi pada
bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih melakukan proses
respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama akan mengalami
pembusukan. Dengan proses pengeringan, kadar air bahan pertanian dapat
dikurangi sampai tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara luar
normal atau tingkat kadar air yang setara sampai tingkat dengan aktivitas air
sehingga bahan hasil pertanian akan aman dari kerusakan mikrobiologis,
enzimatis dan kimiawi. Proses pengeringan juga dibagi ke dalam berbagai jenis,
yaitu pengeringan dengan hanya mengangin-anginkan, penjemuran secara
mekanik dengan menggunakan alat pengering, dan dengan proses kimiawi seperti
dengan penggunaan silika gel.
Di Indonesia untuk jenis pengeringan yang lebih banyak digunakan oleh
kebanyakan petani di Indonesia adalah penjemuran, karena prosesnya murah
tidak membutuhkan biaya untuk bahan bakarnya karena memanfaatkan panas
matahari. Namun pengeringan dengan cara penjemuran ini memiliki banyak
kerugian. Kerugian tersebut diantaranya seperti waktunya yang lama, tergantung
suhu dan juga bahan hasil pertanian yang dijemur tersebut banyak kehilangan
oleh burung dan binatang lainnya sehingga waktu yang ditargetkan tidak
menentu.
Untuk itu, pada praktikum kali ini kita mempelajari mengenai kadar air
bahan, laju pengeringan serta sifat fisik bahan setelah proses pengeringan agar
data ini dapat dijadikan acuan dalam proses perancangan suatu alat pengering
atau dalam menjalankan proses pengeringan tersebut agar pruduk yang
dihasilkan bernilai jual tinggi dan berkualitas.

1.2 Tujuan Praktikum


1.2.1 Tujuan Intruksional Khusus
1. Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari
kurva laju pengeringan pada biji-bijian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kadar Air


Menurut Muspirah (2011) Kadar air adalah persentase kandungan air suatu
bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau
berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas
maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat
kering dapat lebih dari 100 persen.
Air yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam tiga bentuk:
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antarsel dan intergranular dan pori-
pori yang terdapat pada bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan
koloid makromolekulaer seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air
juga terdispersi di antara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang
ada di dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat
air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya
berifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak
membeku meskipun pada suhu 00 C.
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka
aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan
ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya.
Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana air bebas yang
dapat membantu berlangsungnya proses tersebut.
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan pangan biasanya dilakukan
berdasarkan obot basah. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut:
KA = (Wa / Wb) x 100%.
Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam dua
alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan
aktivitas/pertumbuhan mikroba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah
titik beku 0oC dan yang kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan
sehingga kurang/tidak memberi kesempatan untuk tumbuhnya mikroba dengan
pengeringan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan bahan
pangan, hingga mencapai kondisi tertentu.
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah
maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying
ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat
dihitung sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan setelah
pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus: drying ratio=bobot bahan sebelum
pengeringan/bobot bahan setelah pengeringan.

2.2 Karakteristik Bahan Hasil pertanian


Menurut Rikky (2013) Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan usaha
di bidang pertanian ini adalah sifat dari bahan hasil pertanian. Berbeda dengan
barang hasil manufakturing yang memiliki ketahanan yang tinggi baik dari segi
waktu, maupun bentuk. Sedangkan bahan hasil pertanian sering kali akan
mengalami perubahan bentuk, rasa, dan pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga menurunkan kualitas dari produk tersebut. Dengan
demikian, untuk mengantisipasi permasalahan ini kita harus mengenal
karakteristik dari bahan hasil pertanian itu sendiri agar dapat mengatasinya
sehingga produk hasil pertanian ini dapat sampai ke tangan konsumen dalam
keadaan baik, segar dan kualitas yang sangat baik.
Menurut Sudaryanto Zain, dkk dalam bukunya " Teknik Penanganan Hasil
Pertanian" pada tahun 2005 mengemukanan bahwa bahan-bahan hasil pertanian
seringkali mengalami kerusakan baik saat masih di lahan maupun selama dalam
proses penanganan pascapanen. kerusakan bahan hasil pertanian tersebut,
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor fisik, mekanik, termis,
biologis, fisiologis dan kimia. Untuk mengendalikan kerusakan bahan hasil
pertanian tersebut, diperlukan pengetahuan tentang karakteristik fisik, mekanik,
dan termal. Selain daripada itu, pengetahuan tentang karakteristik bahan hasil
pertanian diperlukan sebagai data dasar dalam kegiatan berikut ini:
1. Merancang bangun mesin-mesin pengolahan, menentukan bahan atau material
konstruksinya, pengoperasian serta pengendaliannya.
2. Menganalisis dan menentukan efisiensi suatu mesin, maupun proses
pengolahan.
3. Menggambarkan produk-produk olahan baru dari bahan berupa tanaman dan
hewan.
4. Mengevaluasi serta mengawetkan mutu produk akhir.

2.3 Pengertian Pengeringan


Menurut Mufin (2010) Pengertian pengeringan adalah salah satu cara
pengawetan bahan pangan dengan menurunkan kadar air dalam bahan pangan
tersebut. Tujuan dari pengeringan bahan pangan adalah pengawetan makanan,
mengurangi berat dan volume, menekan biaya pengangkutan dan penyimpanan
karena berat dan volume produk berkurang, menghasilkan produk siap saji.
Metode penjemuran di bawah sinar matahari memiliki keunggulan yaitu
biaya yang relatif lebih murah dan kapasitasnya yang lebih banyak. Namun,
metode ini memiliki kekurangan yaitu sangat tergantung pada keadaan cuaca,
memakan waktu yang cukup lama, dan produk yang diperoleh tidak berkualitas
tinggi.
Metode pengeringan secara di oven, mengeluarkan biaya yang cukup mahal
karena adanya penggunaan alat tertentu dan biaya listrik atau gas yang digunakan
untuk mengoperasikan alat oven tersebut.
Pada umumnya bahan kering dapat mengalami kerusakan akibat penyerapan
kembali oleh uap air dan oksidasi. Maka bahan pangan kering tersebut harus
disimpan dalam kondisi sejuk dan kering serta dikemas secara baik.

2.4 Dasar Pengawetan Pangan Dengan Pengeringan


Menurut Separi (2008) Pengeringan adalah suatu cara untuk mngeluarkan
atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan
sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas.
Faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan bahan pangan
a. Faktor intrinsik
Faktor yang berasal dan berpangkal pada kondisi bahan pangan tersebut
misalnya :
 Aktivitas air (Aw) dan kadar air
 Tingkat kematangan
 Konstruksi dan sifat bahan pangan

b. Faktor eksterinsik
Faktor eksterinsik adalah mencakup semua factor lingkungan bahan pangan
yang mempengaruhi resiko yang terjadi misalnya :
 Komposisi udara
 Suhu dan tekanan
 Populasi
 Tingkat kontaminasi mikroba di sekitarnya
Keuntungan dari pengeringan bahan pangan adalah sebagai berikut:
a. Bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutran dan pengepakan
b. Berat bahan menjadi berkurang sehingga memudahkan transport
c. Biaya produksi menjadi lebih murah
Kerugian dari pengeringan bahan pangan adalah sebagai berikut:
a. Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah misalnya : bentuknya,
sifat-sifat, fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lain-lain.
b. Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai misalnya
harus dibasahkan kembali (rehidratasi) sebelum digunakan

2.5 Peranan Udara Dalam Proses Pengeringan


Udara dapat dibedakan dalam 2 macam yaitu :
1. Udara kering atau udara tanpa kandungan uap air didalamnya
2. Udara dengan kandungan uap air yang tinggi
Peranan udara di dalam proses pengeringan adalah sebagai tempat
penerbangan uap air yang keluar dari bahan dan bertindak sebagai pengantar
panas ke bahan yang dikeringakan.

2.6 Laju Pengeringan


Laju pengeringan menggambarkan bagaimana cepatnya pengeringan
tersebut berlangsung. Biasanya siukur dengan banyaknya air yang dikeluarkan
persatuan waktu tertentu.
Tahap laju pengeringan terbagi :
1. Tahap kecepatan laju pengeringan tetap (Constant Rate Period)
Dibatasi hanya oleh kecepatan laju penguapan dari permukaan air yang
terdapat pada atau di dalam bahan.
2. Tahap kecepatan pengeringan menurun (Falling Rate Period)
Setelah mencapai kadar air kritis, maka proses pengeringan selanjutnya
berlangsung dengan kecepatan menurun.

2.7 Landasan Teknik Pengeringan


1. Sifat Air Dalam Bahan Pangan
Kadar suatu zat (temasuk air) dapat berlandaskan berat bahan basah (wet
basis) maupun berat bahan kering (dry basis) dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Kadar air basis kering : A/B X 100%
Kadar air basis basah :A/(B+A) X 100%
Keterangan :
A = berat air (gram/satuan berat yang sama dengan satuan berat bahan kering)
B = Berat bahan/material kering tanpa air (gr/kg)

2. Pindah panas dan pindah massa


Proses pindah panas dan udara pengering ke dalam bahan yang akan
dikeringkan dapat terjadi dengan cara konveksi, konduksi, radiasi. Hal ini
tergantung dari sumber pemanas, jenis bahan yang dikeringkan dan cara
pengeringan.
Proses pindah massa dalam suatu pengering dijelaskan sebagai berikut :
Pengering suatu bahan selalu meliputi gerakan daripada sejumlah air.
Biasanya pemisah untuk keperluan analisis seperti ini merupakan hasil dari dua
gejala bertingkat yaitu :
a. Pemindahan air di dalam bahan ke bidang permukaannya
b. Mengangkut air yang diuapkan dari bahan yang dikeringkan
c. Peta Psikrometrik, mempelajari hubungan dan saling ketergantungan nilai
d. Kadar air setimbang
Secara teoritis bahan pangan akan mempunyai kandungan air minimal sesuai
dengan jumlah air pada kadar air kesetimbangannya. Dalam pengeringan untuk
pengawetan bahan pangan masih mengandung sejumlah air sesuai dengan kadar
kesetimbangannya.

2.8 Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Bahan Pangan


Makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah
dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga terjadi
perubahan warna, tekstur, aroma, dll.
Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi
coklat yang disebabkan oleh reaksi “browning” baik enzamatik maupun non
enzimatik.
Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka dapat
menyebabkan terjadinya “case hardening”
BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu percobaan mengenai pengeringan bahan hasil
pertanian. Dalam prinsip percobaan ini yaitu dengan mengeringkan bahan hasil
pertanian berupa beras dengan berat ± 5 gram untuk di jadikan sample uji coba
dengan mengunakan 10 cawan yang berbeda, akan tetapi terlebih dahulu cawan
tersebut sudah di panaskan atau di masukkan pada oven pengeringan selama ± 2
jam berikut sudah di masukkan dalam desikator hingga stabil.
Cawan yang akan digunakan sudah di beri tanda untuk membedakan antara
sampel bahan hasil pertanian yang satu dan yang lainnya yaitu tanda berdasarkan
waktu dari lamanya cawan tersebut didalam oven, kemudian dalam perlakuan
untuk uji laju pengeringan dengan waktu 0,1,2,3,4,5,15,30,45, dan 60 menit. Ini
adalah waktu pengeringan bahan pada percobaan ini.
Pembahasan pertama yaitu mengenai perbandingan lamanya pengeringan
dengan kadar air pada bahan percobaan. Dari data yang didapat menunjukan
bahwa semakin lama proses pengeringan didalam oven maka kadar air pada
bahan hasil pertanian akan semakin berkurang atau semakin sedikit. Hal ini
disebabkan oleh proses pengeringan yang dilakukan, dimana air pada bahan hasil
pertanian diserap oleh panas sehingga kadar air pada bahan berkurang. Tetapi
seperti yang kita lihat pada perlakuan menit ke 3 dan menit ke 4 mempunyai nilai
kadar air yang sama. Hal ini bisa saja terjadi karena bahan pada perlakuan menit
ke 4 mempunyai kadar air yang lebih sehingga pada satu menit kemudian
dipanaskan dari perlakuan menit 3 kadar air pada menit 4 akan sama dengan
perlakuan menit 3.
Selanjutnya perbandingan lama pengeringan pada laju pengeringan. Seperti
yang kita lihat pada data hasil percobaan diatas bahwa dari perlakuan menit 1
hingga menit 60, laju pengeringan yang dihasilkan semakin menurun tetapi tidak
konstan seperti yang terlihat pada grafik perbandingan antara waktu dengan laju
pengeringan yang menghasilkan garis yang tidak linier.
Pada grafik kurva yang didapat pada praktikum kali ini tidak ada yang linier
seperti yag terlihat pada data hasil percobaan diatas kecuali pada grafik hubungan
antara waktu dan kadar air yang mendekati linier. Pada percobaan kali ini tidak
menutup kemungkinan adanya terjadi kesalahan. Tentunya hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh praktikan. Faktor-faktor
tersebut diantaranya adalah faktor ketelitian praktikan dalam melakukan
praktikum agar hasil yang didapat menjadi lebih tepat. Faktor alat juga harus
diperhatikan, mungkin saja alat yang digunakan telah rusak dan tidak bekerja
sebagaimana fungsinya sehingga data yang didapat dari alat tersebut menjadi
salah. Lalu berat dari timbangan bahan dan waktu yang diterapkan pada
percobaan ini harus benar-benar tepat sehingga pada perhitungannya menjadi
lebih tepat.
Faktor-faktor diatas sangatlah penting dalam praktikum kali ini. Oleh
karena itu, sebaiknya praktikan memperhatikan faktor-faktor diatas agar data
yang dihasilkan menjadi lebih tepat dan dapat mendekati literatur yang ada.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum kali ini yaitu
sebagai berikut:
1. Pengeringan pada bahan hasil pertanian sangat berguna untuk mengawetkan
umur bahan tersebut agar tidak mengalami pembusukan, terutama untuk
bahan-bahan hasil pertanian yang cepat membusuk.
2. Semakin lama proses pengeringan didalam oven maka kadar air pada bahan
hasil pertanian akan semakin berkurang atau semakin sedikit.
3. Laju pengeringan yang dihasilkan semakin menurun tetapi tidak konstan
seperti yang terlihat pada grafik perbandingan antara waktu dengan laju
pengeringan yang menghasilkan garis yang tidak linier.
4. Laju pengeringan bisa terjadi akibat tingginya suhu pada lingkungan bahan
yang di keringkan.
5. Pada penurunan kadar air dapat di lakuakan dengan cara melakukan
pengeringan baik secara alami ataupun buatan, namun pada praktikum kali ini
penurunan kadar air dilakukan dengan cara buatan yaitu memasukkan bahan
pada oven.

6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk memperbaiki praktikum-praktikum
selanjutnya yaitu sebagai berikut:
1. Praktikan membaca doa dengan sungguh-sungguh sebelum melakukan
praktikum.
2. Praktikan terlebih dahulu memahami materi praktikum sebelum melakukan
praktikum.
3. Ketelitian praktikan selama pelaksanaan praktikum sangat diutamakan agar
praktikum berjalan dengan baik.
4. Praktikan lebih mendengarkan instruksi asisten dosen dengan baik selama
pelaksanaan praktikum.
5. Praktikan tidak banyak bercanda dalam melaksanakan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

A.G, Kartasapoetra.1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta,


Jakarta.

Mufin. 2010. Pengeringan. Terdapat pada: http://mufintersenyum.blogspot.


com/2010/10/contoh-pembahasan-pengeringan.html (diakses pada tanggal
15 November 2014 pukul 19.20 WIB)

Muspirah. 2011. Kadar Air. Terdapat pada: http://muspirahdjalal.blogspot.


com/2011/11/kadar-air.html (diakses pada tanggal 15 November 2014
pukul 18.23 WIB)

Rikky. 2013. Karakteristik bahan hasil pertanian. Terdapat pada: http://triyadi


rikky06.blogspot.com/2013/12/karakteristik-bahan-hasil-pertanian.html
(diakses pada tanggal 15 November 2014 pukul 18.08 WIB)

Separi. 2008. Pengeringan Bahan Pangan. Terdapat pada: http://


wwwseparitpl.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 15 November 2014
pukul 19.08 WIB)

Zein, Sudaryanto dkk. 2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung:


Pustaka Giratuna.

Anda mungkin juga menyukai