Anda di halaman 1dari 18

Nilai:

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
(Retensi air, Equilibrium Moisture Content (EMC))

Oleh:
Nama : Irena Puspitasari
NPM : 240110180065
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 13 Oktober 2020
Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB/B1
Co. Ass : 1. Ana Nadiya Afinatul Fishi
2. Nunung Nurhaijah Hudairiah
3. Rini Azharini
4. Zhaqqu Ilham Alhafidz

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan hasil pertanian memerlukan perhatian khusus dalam proses
penanganan setelah pasca panen, karena sifatnya yang mudah rusak. Proses yang
dilakukan ada berbagai macam untuk menjaga kualitas bahan hasil pertanian,
salah satu upaya yaitu dengan menjaga kadar air yang terkandung pada bahan.
Kadar air mempengaruhi masa produk, semakin banyak kadar air yang terkandung
pada bahan semakin pendek umur bahan tersebut. Upaya penyelamatan hasil
pertanian adalah dengan melakukan pengeringan. Proses pengeringan merupakan
proses pangan yang pertama dilakukan untuk mengawetkan makanan, selain
untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk, pengeringan
pangan juga dapat menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam
pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimpanan, karena bahan menjadi
padat dan kering.
Proses pengeringan kadar air bahan akan dikurangi sampai tingkat air
keseimbangan dengan kondisi udara luar normal atau tingkat kadar air yang setara
dengan aktivitas air sehingga bahan hasil pertanian akan aman dari kerusakan
mikrobiologi, enzimatis dan kimiawi. Berkurangya kadar air bahan maka akan
menghambat laju pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitas
produk karena adanya kerusakan. Penanganan bahan hasil pertanian dikatakan
tepat jika penanganan tersebut mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor
yang dimiliki bahan pertanian diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air
dengan lingkungan dimana bahan hasil pertanian berada untuk dapat
mempertahankan kualitasnya.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum kali ini yaitu mengamati perubahan kadar air bahan
hasil pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan
moisture tester.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari bahan dengan menggunakan media pengering
berupa udara, cair atau padat sampai pada tingkat kadar air kesetimbangan
(Equilibrium Moisture Contents (EMS)) dengan kondisi udara luar (atmosfer)
normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktifitas (aw) yang aman
dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimia. Faktor yang mempengaruhi
pengeringan yaitu berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan atau disebut
faktor internal seperti ukuran bahan, kadar air awal dari bahan dan tekanan parsial
di dalam bahan. Jika kadar air awal tinggi dan ukuran bahan besar maka
diperlukan waktu yang lebih lama untuk proses pengeringan. Faktor berikutnya
adalah faktor yang berhubungan dengan udara pengering atau disebut sebagai
faktor eksternal seperti suhu, kelembaban dan kecepatan volumetrik aliran udara
pengering.
Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan.
Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan keluar dari bahan
ke lingkungan karena panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat
diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru
ataupun tenaga surya. Terdapat 2 jenis pengeringan, yaitu:
1. Pengeringan Tradisional
Pengeringan tradisional merupakan sistem pengeringan tanpa bantuan alat
pengering. Dalam sektor pertanian sistem pengeringan ini umum digunakan
karena lebih hemat biaya. Pengeringan tradisional lebih mengandalkan sinar
matahari sebagai sumber tenaga sehingga proses pengeringan akan terhenti
apabila cuaca tidak mendukung seperti turun hujan. Ini merupakan salah satu
kelemahan dari pengeringan tradisional. Selain itu, pengeringan tradisional juga
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mengeringkan bahan.
2. Pengeringan Mekanis
Pengeringan mekanis adalah pengeringan dengan menggunakan semacam alat
untuk membantu terjadinya pengurangan kadar air pada bahan. Di dalam
penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan dan diawasi yaitu pengaturan
suhu, kecepatan aliran udara pengering, kelembaban nisbi, dan tebal tumpukan
bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat tercapai.
Uap air yang terjadi pada saat pengeringan akan dipindahkan dari tempat
pengeringan melalui aliran udara. Proses aliran udara ini terjadi karena terdapat
perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan udara ini dapat terjadi secara konveksi
bebas maupun konveksi paksa.
Alat pengering pada umumnya terdiri dari tenaga penggerak dan kipas,
unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber tenaga untuk
mengalirkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumber energi
yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah elemen pemanas listrik. Semakin
tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering maka semakin cepat proses
pengeringan, hal itu disebabkan karena makin tinggi suhu udara pengering, makin
besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan
aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang
dipindahkan dari bahan ke atmosfer (Taufik, 2013).

2.2 Kadar Air


Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis).
Kadar air merupakan pemegang dan peranan penting, maka aktivitas air
mempunyai peranan tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan
padabahan pangan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Dengan
berlangsungnya ketiga proses tersebut diperlukan air dimana kini telah diketahui
bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut.
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan
dari suatu bahan pangan. Semakin banyak kadar air yang terkandung dalam suatu
bahan maka akan semakin singkat masa simpannya. Hal ini dikarenakan jika suatu
bahan banyak mengandung kadar air, maka sangat memungkinkan adanya
pertumbuhan mikroorganisme.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting dilakukan agar
dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang
tepat. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven pada suhu 105 - 110 °C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi,
minyak, daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum
dengan suhu yang lebih rendah. Kandungan air pada bahan pangan berbeda-beda
tergantung sifat dan jenis bahannya. Kadar air rendah biasanya terdapat dalam
produk kacang-kacangan, sedangkan kadar air tinggi biasanya terdapat pada
sayuran, buah-buahan atau pangan segar. Keberadaan air dalam bahan pangan
selalu dihubungkan dengan mutu bahan pangan dan sebagai pengukur bagian
bahan kering atau padatan. Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-
ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan
daya awet suatu bahan pangan.
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan
bahan kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air
secara dry basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahantersebut
dengan berat keringnya. Bahan kering adalah berat bahan asal setelah dikurangi
dengan berat airnya. Sedangkan kadar air secara wet basis adalah perbandingan
antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan mentah. Penentuan
kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Hal ini
tergantung pada sifat bahannya. Metode-metode penentuan kadar air diantaranya
metode pengeringan (dengan oven biasa), metode distilasi, metode kimia, dan
metode khusus seperti refraktometer. Penentuan kadar air sangat penting dalam
banyak masalah industri, misalnya dalam evaluasi materials balance atau
kehilangan selama pengolahan.
Analisa kadar air dalam bahan pangan penting untuk bahan pangan segar
maupun bahan pangan olahan. Analisa sering menjadi tidak sederhana karena air
dalam bahan pangan berada dalam bentuk terikat baik secara fisik atau kimia
dengan komponen bahan pangan lainnya sehingga sulit memecahkan ikatan-
ikatan air tersebut. Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan
beberapa metode diantaranya metode pengeringan dengan oven
(thermogravimetri), metode oven vakum, metode destilasi dan metode Moiusture
Analyzer (Prakoso, 2010).

2.3 Kadar Air Kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content (EMC))


Kadar air kesetimbangan merupakan bagian yang sangat penting dalam
proses pengeringan. Apabila bahan hasil pertanian ditempatkan pada udara yang
kelembaban relatifnya meningkat maka bahan pertanian tersebut termasuk ke
dalam proses isotermi adsorpsi. Sedangkan apabila bahan hasil pertanian
ditempatkan pada udara yang kelembaban relatifnya menurun maka bahan
tersebut mengalami proses isotermi desorpsil. Produk-produk pertanian berbentuk
butiran, seperti: kacang hijau, kacang merah, jagung, padi, kopi, dan lain-lain,
biasanya dipanen dengan kadar air yang tinggi. Teknologi pengeringan banyak
dilakukan dalam rangka proses pengawetan produk-produk tersebut sebelum
dilakukan proses pengepakan. Konsep penting pada teori pengeringan dan
pembasahan bahan-bahan biologis khususnya bidang pertanian adalah kandungan
air kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content (EMC)).
Kadar air kesetimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan
pangan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut
merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat
dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat
digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya
mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat
penyimpanan. Bila bahan hasil pertanian dengan komposisi padat yang basah
dibiarkan berhubungan dengan udara kering di sekitarnya, maka air akan
berpindah dari bahan tersebut ke fasa udara. Hal ini terjadi karena tekanan uap air
di udara lebih kecil daripada tekanan uap air cairan di padatan. Jika tekanan
parsial uap air di udara sama dengan tekanan parsial uap air cairan di padatan,
maka dikatakan bahwa kandungan air bahan tersebut merupakan kandungan air
kesetimbangan atau Equilibrium Moisture Content (EMC). Perbandingan antara
tekanan uap air kesetimbangan dengan tekanan uap air jenuhnya disebut
kelembaban relatif kesetimbangan atau Equilibrium Relative Humidity (ERH) atau
disebut juga dengan aktivitas air (water activity) yang dinyatakan dengan aw.
Hubungan antara kandungan air kesetimbangan dengan aktivitas air yang
sesuai pada temperatur tertentu dinamakan isoterm sorpsi air (water sorption
isotherm). Parameter ini sangat menentukan sifat-sifat bahan kaitannya dengan
proses penyimpanan bahan. Isoterm ini juga dapat digunakan untuk menentukan
panas isosterik sorpsi (sorption isosteric heat) dan selanjutnya kebutuhan energi
untuk pengeringan bahan padat dapat diperkirakan. Dengan isoterm ini pula dapat
ditentukan mekanisme sorpsi air seperti halnya derajat keterikatan air (degree of
bound water) (Arianto, 2010).

2.4 Pendinginan
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan,
antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara
pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu
cara pengawetan yang tertua. Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan
dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran
suhu yang digunakan biasanya antara – 1˚C sampai + 4˚C. Pada suhu tersebut,
pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya
akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di
rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2˚C sampai
+ 16˚C. Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan,
jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan
pada suhu kira-kira –17˚C atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan
bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu
antara – 12˚C sampai – 24˚C. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai
bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Perbedaan antara
pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba
(Winarno, 2007).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Cawan aluminium;
2. Desikator;
3. Moisture tester;
4. Oven;
5. Refrigerator;
6. Timbangan; dan
7. Termohygrometer.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Beras;
2. Biji jagung;
3. Kacang hijau; dan
4. Kacang tanah.

3.2 Prodesur Praktikum


Prosedur pada praktikum kali ini adalah:
1. Mengukur suhu dan RH ruang, refrigerator dan oven sebanyak tiga kali;
2. Menimbang bahan masing-masing sebanyak 5 gram sebanyak tiga cawan
pada setiap bahan;
3. Menempatkan bahan pada suhu ruang, ke dalam oven dan ke dalam kulkas;
4. Mengeluarkan cawan pada waktu yang telah ditentukan yaitu 5 menit, 10
menit dan 15 menit dari oven dan refrigerator;
5. Memasukkan cawan ke dalam desikator selama 5 menit;
6. Mengukur kadar air bahan pada 5 menit, 10 menit dan 15 menit dengan
moisture tester; dan
7. Mencatat hasil praktikum.
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

4.1 Hasil
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Air Awal Bahan
No Nama Bahan Ulangan Kadar Air Awal Suhu RH(%)
(%) (°C)
1 Kacang Hijau 1 8.1 26.6 53
2 8.3 26.7 53
3 8.4 26.8 53
Rata - rata 8.266666667 26.7 53
2 Kacang Tanah 1 14.6 26.6 53
2 14.9 26.7 53
3 14.9 26.8 53
Rata - rata 14.8 26.7 53
3 Beras 1 11.8 26.6 53
2 11.7 26.7 53
3 11.5 26.8 53
Rata - rata 11.66666667 26.7 53
4 Jagung Kering 1 12.1 26.6 53
2 11.9 26.7 53
3 11.9 26.8 53
Rata - rata 11.96666667 26.7 53

Tabel 2. Data Hasil Kadar Air Setelah Pengeringan


No Nama Bahan Waktu KA Setelah Suhu RH(%)
(Menit) Pengeringan (%) (°C)
1 Kacang Hijau 5 8.266666667 105 87
15 8.266666667 105 88
20 8.4 105 88
2 Kacang Tanah 5 13.76666667 105 87
15 13.43333333 105 88
20 13 105 88
3 Beras 5 12.26666667 105 87
15 10.33333333 105 88
20 9.266666667 105 88
4 Jagung Kering 5 10.13333333 105 87
15 9.266666667 105 88
20 9.266666667 105 88

Tabel 3. Data Hasil Kadar Air Setelah Pendinginan


No Nama Bahan Waktu KA Setelah Suhu RH(%)
(Menit) Pendinginan (%) (°C)
1 Kacang Hijau 5 9,53 1 36
15 7,93 2.4 77
20 8,46 2.5 77
2 Kacang Tanah 5 14,23 1 36
15 14,43 2.4 77
20 14,23 2.5 77
3 Beras 5 11,4 1 36
15 11,36 2.4 77
20 11.53 2.5 77
4 Jagung Kering 5 11,7 1 36
15 11,9 2.4 77
20 12,06 2.5 77

4.2 Grafik

Grafik Kadar Air setelah Pengeringan terhadap Waktu


pada Kacang Hijau
KA setelah Pengeringan

8.5 Grafik Kadar Air


terhadap Waktu pada
8.4 Kacang Hijau
8.3 f(x) = 0.01 x + 8.21 Linear (Grafik Kadar
R² = 0.57 Air terhadap Waktu
8.2 pada Kacang Hijau)
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 1. Grafik kadar air setelah pengeringan terhadap waktu pada kacang
hijau
Grafik Kadar Air setelah Pengeringan terhadap Waktu pada
Kacang Tanah

KA setelah Pengeringan
13.8 Grafik Kadar Air
f(x) = − 0.05 x + 14.05 terhadap Waktu pada
13.4 R² = 0.93 Kacang Tanah
Linear (Grafik Kadar Air
13 terhadap Waktu pada
Kacang Tanah)
12.6
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 2. Grafik kadar air setelah pengeringan terhadap waktu pada kacang
tanah

Grafik Kadar Air setelah Pengeringan terhadap Waktu pada


Beras
KA setelah Pengeringan

15 Grafik Kadar Air


terhadap Waktu pada
10 f(x) = − 0.2 x + 13.28 Beras
R² = 1
5 Linear (Grafik Kadar Air
terhadap Waktu pada
0 Beras)
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 3. Grafik kadar air setelah pengeringan terhadap waktu pada beras

Grafik Kadar Air setelah Pengeringan terhadap Waktu pada


Jagung Kering
KA setelah Pengeringan

10.5
Grafik Kadar Air
10 terhadap Waktu pada
f(x) = − 0.06 x + 10.38 Jagung Kering
9.5 R² = 0.89
Linear (Grafik Kadar Air
9 terhadap Waktu pada
Jagung Kering)
8.5
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 4. Grafik kadar air setelah pengeringan terhadap waktu pada jagung
kering
Grafik Hubungan Kadar Air Setelah Pendinginan terhadap
waktu pada kacang hijau
12 Grafik Hubungan Kadar

KA setelah pendinginan
Air Setelah Pendinginan
10 terhadap waktu pada
8 f(x) = − 0.08 x + 9.76 kacang hijau
R² = 0.62 Linear (Grafik Hubungan
6 Kadar Air Setelah
4 Pendinginan terhadap
waktu pada kacang hijau)
2
0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 5. Grafik kadar air setelah pendinginan terhadap waktu pada kacang hijau

Grafik Hubungan Kadar Air Setelah Pendinginan terhadap


waktu pada kacang tanah
14.45
KA setelah pendinginan

14.4
14.35
14.3 f(x) = 0 x + 14.26
14.25 R² = 0.04

14.2
14.15
14.1
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 6. Grafik kadar air setelah pendinginan terhadap waktu pada kacang
tanah
Grafik Hubungan Kadar Air Setelah Pendinginan terhadap
waktu pada beras
12
f(x) = − 0.65 x + 16.28
R² = 0.57
KAsetelah pendinginan
10
Grafik Hubungan Kadar Air
Setelah Pendinginan
8 terhadap waktu pada
beras
6 Linear (Grafik Hubungan
Kadar Air Setelah
4 Pendinginan terhadap
waktu pada beras)
2

0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Waktu

Gambar 7. Grafik kadar air setelah pendinginan terhadap waktu pada beras

Grafik Hubungan Kadar Air Setelah Pendinginan terhadap


waktu pada jagung kering
12.1
KA setelah pendinginan

12 f(x) = 0.02 x + 11.57


R² = 0.98
11.9

11.8

11.7

11.6

11.5
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Waktu

Gambar 8. Grafik kadar air setelah pendinginan terhadap waktu pada jagung
kering
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas mengenai retensi air, equilibrium moisture


content (EMC). Penanganan bahan hasil pertanian perlu diperhatikan hubungan
antara faktor yang mempengaruhi bahan dengan lingkungannya sehingga bisa
berpengaruh terhadap kualitasnya. Penentuan retensi air dapat dilakukan dengan
menaikkan atau menurunkan kadar air suatu bahan hasil pertanian dalam keadaan
udara lingkungan yang berbeda. Praktikum kali ini menggunakan bahan kacang
hijau, kacang tanah, beras dan jagung kering. Perhitungan suhu dilakukan dengan
3 kondisi yaitu pada suhu ruang, pengeringan dan pendinginan. Pengukuran kadar
air awal pada suhu ruang dilakukan dengan 3 kali pengulangan dan hasil rata-rata
kadar air dari bahan kacang hijau, kacang tanah, beras dan jagung kering berturut-
turut yaitu 8,26; 14,8; 11,67 dan 11,97. Suhu ruangan rata – rata yaitu 26,7˚C
dengan RH 53%. Hasil pengukuran kadar air awal, yang memiliki kadar air paling
rendah yaitu kacang hijau.
Penurunan kadar air dilakukan dengan cara menyimpan bahan hasil
pertanian dalam oven suhu yang digunakan pada proses pengeringan yaitu 105˚C
dan RH sekitar 88%. Pengeringan dilakukan dengan 3 kondisi waktu yaitu selama
5, 15 dan 20 menit. Pengukuran pada waktu 5 menit suhu bahan kacang hijau,
kacang tanah, beras dan jagung berturut-turut yaitu 8,27 ; 13,77 ; 12,27 dan 10,13.
Pengukuran pada waktu 15 menit yaitu 8,27 ; 13,43 ; 10,33 dan 9,27. Pengukuran
pada waktu 20 menit yaitu 8,4 ; 13 ; 9,27 dan 9,27. Hasil pengukuran yang
didapatkan menunjukkan kadar air yang paling rendah setelah dilakukan
pengeringan yaitu kacang hijau dan yang kadar air yang cukup tinggi yaitu kacang
tanah. Berdasarkan pengukuran praktikum bahan kacang hijau pada menit ke 20
terdapat kenaikan kadar air, secara teoritis seharusnya proses pengeringan akan
mengurangi kadar air pada bahan dan tergantung terhadap waktu. Faktor hal ini
dapat disebabkan kesalahan pada proses pengukuran atau pembacaan pada skala.
Peningkatan kadar air juga dilakukan dengan cara menyimpan bahan hasil
pertanian dalam refrigerator dengan waktu yang sama seperti proses pengeringan.
Hasil pengukuran pada menit ke 5 pada kacang hijau, kacang tanah, beras dan
jagung dengan suhu 1˚C dan RH 36% berturut-turut yaitu 9,53 ; 14,23 ; 11,4 dan
11,7. Pengukuran pada menit ke 15 dengan suhu 2,4˚C dan RH 77% yaitu 7,93 ;
14,43 ; 11,36 dan 11,9. Pengukuran pada menit ke 20 dengan suhu 2,5˚C dan RH
77% yaitu 8,46 ; 14,23 ; 11,53 dan 12,06. Hasil yang didapatkan bahan yang
memiliki kadar air tinggi setelah proses pendinginan yaitu kacang tanah dan kadar
air rendah yaitu kacang hijau. Pengukuran pada bahan kacang hijau, kacang tanah,
beras dan jagung hasil yang didapatkan tidak sesuai teoritis, bahwa kadar air
setelah proses pendinginan seharusnya naik, sedangkan untuk hasil ini kadar air
menurun. Terdapat nilai yang naik turun setelah proses pendinginan yang
seharusnya nilai kadar air meningkat. Faktor yang menyebabkan bisa karena
kesalahan pada pengukuran atau penggunaan alat yang salah. Kadar air pada
kacang tanah lebih besar dibandingkan dengan kacang hijau karena ukuran kacang
tanah lebih besar dan memiliki banyak ruang untuk menyimpan kadar air. Bahan
hasil pertanian memiliki sifat higrokopis yang artinya sifat dimana bahan hasil
pertanian mudah menyerap air yang terkandung dalam udara lingkunga.
Percobaan ini membuktikan bahan yang telah dikeringkan dan didinginkan,
memiliki nilai kadar air yang tidak konstan.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah :
1. Retensi air dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan kadar air dengan
cara memasukan ke dalam refrigerator dan oven dengan waktu yang
berbeda;
2. Berdasarkan teoritis pengeringan menggunakan oven akan menurunkan
kadar air sedangkan pendinginan menggunakan refrigerator akan
meningkatkan kadar air;
3. Kadar air terendah ada pada bahan kacang hijau dan kadar air tertinggi ada
pada kacang tanah;
4. Suhu udara lingkungan dan kelembaban sangat mempengaruhi kadar air
pada bahan setelah dilakukan proses pengeringan dan pendinginan maupun
sebelum;
5. Kadar air pada kacang tanah lebih besar dibandingkan dengan kacang hijau
dipengaruhi oleh ukuran yang lebih besar sehingga menyimpan kadar air
yang lebih banyak; dan
6. Kesalahan pengukuran dan penggunaan alat dapat menjadi faktor tidak
konstannya nilai kadar air pada bahan setelah dilakukan pengeringan dan
pendinginan.

6.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah sebaiknya bahan yang digunakan pada
praktikum lebih bervariasi agar lebih mengetahui perbedaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arianto, D. 2010. Equilibrium Moisture Content. Terdapat pada:
http://resipotary.ipb.ac.id. (Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020
pukul 20.35 WIB).

Prakoso, Sujiwo. 2010. Kadar Air Bahan Hasil Pertanian. Terdapat pada :
http://pasca.ipb.ac.id. (Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020 pukul
20.41 WIB).
Taufik, M. 2013. Pengeringan Bahan Pangan. Terdapat pada: eprints.polsri.ac.id
(Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020 pukul 21.40 WIB).
Winarno. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
LAMPIRAN

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020

Gambar 9. Bahan dimasukan ke dalam cawan

Gambar 10. Pengukuran suhu menggunakan Termohygrometer

Gambar 11. Pengukuran kadar air bahan menggunakan moisture tester

Anda mungkin juga menyukai