LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
(Retensi air, Equilibrium Moisture Content (EMC))
Oleh:
Nama : Irena Puspitasari
NPM : 240110180065
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 13 Oktober 2020
Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB/B1
Co. Ass : 1. Ana Nadiya Afinatul Fishi
2. Nunung Nurhaijah Hudairiah
3. Rini Azharini
4. Zhaqqu Ilham Alhafidz
2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari bahan dengan menggunakan media pengering
berupa udara, cair atau padat sampai pada tingkat kadar air kesetimbangan
(Equilibrium Moisture Contents (EMS)) dengan kondisi udara luar (atmosfer)
normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktifitas (aw) yang aman
dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimia. Faktor yang mempengaruhi
pengeringan yaitu berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan atau disebut
faktor internal seperti ukuran bahan, kadar air awal dari bahan dan tekanan parsial
di dalam bahan. Jika kadar air awal tinggi dan ukuran bahan besar maka
diperlukan waktu yang lebih lama untuk proses pengeringan. Faktor berikutnya
adalah faktor yang berhubungan dengan udara pengering atau disebut sebagai
faktor eksternal seperti suhu, kelembaban dan kecepatan volumetrik aliran udara
pengering.
Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan.
Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan keluar dari bahan
ke lingkungan karena panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat
diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru
ataupun tenaga surya. Terdapat 2 jenis pengeringan, yaitu:
1. Pengeringan Tradisional
Pengeringan tradisional merupakan sistem pengeringan tanpa bantuan alat
pengering. Dalam sektor pertanian sistem pengeringan ini umum digunakan
karena lebih hemat biaya. Pengeringan tradisional lebih mengandalkan sinar
matahari sebagai sumber tenaga sehingga proses pengeringan akan terhenti
apabila cuaca tidak mendukung seperti turun hujan. Ini merupakan salah satu
kelemahan dari pengeringan tradisional. Selain itu, pengeringan tradisional juga
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mengeringkan bahan.
2. Pengeringan Mekanis
Pengeringan mekanis adalah pengeringan dengan menggunakan semacam alat
untuk membantu terjadinya pengurangan kadar air pada bahan. Di dalam
penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan dan diawasi yaitu pengaturan
suhu, kecepatan aliran udara pengering, kelembaban nisbi, dan tebal tumpukan
bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat tercapai.
Uap air yang terjadi pada saat pengeringan akan dipindahkan dari tempat
pengeringan melalui aliran udara. Proses aliran udara ini terjadi karena terdapat
perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan udara ini dapat terjadi secara konveksi
bebas maupun konveksi paksa.
Alat pengering pada umumnya terdiri dari tenaga penggerak dan kipas,
unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber tenaga untuk
mengalirkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumber energi
yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah elemen pemanas listrik. Semakin
tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering maka semakin cepat proses
pengeringan, hal itu disebabkan karena makin tinggi suhu udara pengering, makin
besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan
aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang
dipindahkan dari bahan ke atmosfer (Taufik, 2013).
2.4 Pendinginan
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan,
antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara
pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu
cara pengawetan yang tertua. Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan
dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran
suhu yang digunakan biasanya antara – 1˚C sampai + 4˚C. Pada suhu tersebut,
pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya
akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di
rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2˚C sampai
+ 16˚C. Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan,
jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan
pada suhu kira-kira –17˚C atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan
bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu
antara – 12˚C sampai – 24˚C. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai
bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Perbedaan antara
pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba
(Winarno, 2007).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
4.1 Hasil
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Air Awal Bahan
No Nama Bahan Ulangan Kadar Air Awal Suhu RH(%)
(%) (°C)
1 Kacang Hijau 1 8.1 26.6 53
2 8.3 26.7 53
3 8.4 26.8 53
Rata - rata 8.266666667 26.7 53
2 Kacang Tanah 1 14.6 26.6 53
2 14.9 26.7 53
3 14.9 26.8 53
Rata - rata 14.8 26.7 53
3 Beras 1 11.8 26.6 53
2 11.7 26.7 53
3 11.5 26.8 53
Rata - rata 11.66666667 26.7 53
4 Jagung Kering 1 12.1 26.6 53
2 11.9 26.7 53
3 11.9 26.8 53
Rata - rata 11.96666667 26.7 53
4.2 Grafik
Gambar 1. Grafik kadar air setelah pengeringan terhadap waktu pada kacang
hijau
Grafik Kadar Air setelah Pengeringan terhadap Waktu pada
Kacang Tanah
KA setelah Pengeringan
13.8 Grafik Kadar Air
f(x) = − 0.05 x + 14.05 terhadap Waktu pada
13.4 R² = 0.93 Kacang Tanah
Linear (Grafik Kadar Air
13 terhadap Waktu pada
Kacang Tanah)
12.6
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu
Gambar 2. Grafik kadar air setelah pengeringan terhadap waktu pada kacang
tanah
Gambar 3. Grafik kadar air setelah pengeringan terhadap waktu pada beras
10.5
Grafik Kadar Air
10 terhadap Waktu pada
f(x) = − 0.06 x + 10.38 Jagung Kering
9.5 R² = 0.89
Linear (Grafik Kadar Air
9 terhadap Waktu pada
Jagung Kering)
8.5
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu
Gambar 4. Grafik kadar air setelah pengeringan terhadap waktu pada jagung
kering
Grafik Hubungan Kadar Air Setelah Pendinginan terhadap
waktu pada kacang hijau
12 Grafik Hubungan Kadar
KA setelah pendinginan
Air Setelah Pendinginan
10 terhadap waktu pada
8 f(x) = − 0.08 x + 9.76 kacang hijau
R² = 0.62 Linear (Grafik Hubungan
6 Kadar Air Setelah
4 Pendinginan terhadap
waktu pada kacang hijau)
2
0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu
Gambar 5. Grafik kadar air setelah pendinginan terhadap waktu pada kacang hijau
14.4
14.35
14.3 f(x) = 0 x + 14.26
14.25 R² = 0.04
14.2
14.15
14.1
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu
Gambar 6. Grafik kadar air setelah pendinginan terhadap waktu pada kacang
tanah
Grafik Hubungan Kadar Air Setelah Pendinginan terhadap
waktu pada beras
12
f(x) = − 0.65 x + 16.28
R² = 0.57
KAsetelah pendinginan
10
Grafik Hubungan Kadar Air
Setelah Pendinginan
8 terhadap waktu pada
beras
6 Linear (Grafik Hubungan
Kadar Air Setelah
4 Pendinginan terhadap
waktu pada beras)
2
0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu
Gambar 7. Grafik kadar air setelah pendinginan terhadap waktu pada beras
11.8
11.7
11.6
11.5
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu
Gambar 8. Grafik kadar air setelah pendinginan terhadap waktu pada jagung
kering
BAB V
PEMBAHASAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah :
1. Retensi air dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan kadar air dengan
cara memasukan ke dalam refrigerator dan oven dengan waktu yang
berbeda;
2. Berdasarkan teoritis pengeringan menggunakan oven akan menurunkan
kadar air sedangkan pendinginan menggunakan refrigerator akan
meningkatkan kadar air;
3. Kadar air terendah ada pada bahan kacang hijau dan kadar air tertinggi ada
pada kacang tanah;
4. Suhu udara lingkungan dan kelembaban sangat mempengaruhi kadar air
pada bahan setelah dilakukan proses pengeringan dan pendinginan maupun
sebelum;
5. Kadar air pada kacang tanah lebih besar dibandingkan dengan kacang hijau
dipengaruhi oleh ukuran yang lebih besar sehingga menyimpan kadar air
yang lebih banyak; dan
6. Kesalahan pengukuran dan penggunaan alat dapat menjadi faktor tidak
konstannya nilai kadar air pada bahan setelah dilakukan pengeringan dan
pendinginan.
6.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah sebaiknya bahan yang digunakan pada
praktikum lebih bervariasi agar lebih mengetahui perbedaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arianto, D. 2010. Equilibrium Moisture Content. Terdapat pada:
http://resipotary.ipb.ac.id. (Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020
pukul 20.35 WIB).
Prakoso, Sujiwo. 2010. Kadar Air Bahan Hasil Pertanian. Terdapat pada :
http://pasca.ipb.ac.id. (Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020 pukul
20.41 WIB).
Taufik, M. 2013. Pengeringan Bahan Pangan. Terdapat pada: eprints.polsri.ac.id
(Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020 pukul 21.40 WIB).
Winarno. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
LAMPIRAN