Anda di halaman 1dari 26

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC))

Oleh :
Nama : Fauzi Bachtiar Gustia
NPM : 240110200084
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 14 Oktober 2020
Waktu / Shift : 15.30 – 17.00 WIB / B
Asisten Praktikum : 1. Farinissa Deliana Putri
2. Muhammad Nashir Effendy
3. Ruth Anggia Assyera

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADARAN

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar produk pertanian tidak berkelanjutan dan mudah rusak.
Untuk menghindari hal ini, proses pasca panen membutuhkan distribusi produk.
Penanganan produk pertanian yang baik berarti mampu mengelola hubungan
antara faktor pertanian dan lingkungan seperti komposisi bahan baku, bentuk dan
ukuran bahan baku, pra-perlakuan, kadar air awal, ketebalan bahan, jenis
pengeringan, suhu pengeringan dan sebagainya. .
Kadar air produk pertanian memainkan peran yang sangat penting dalam
menjaga kualitas dan umur simpan produk pertanian. Pembusukan pascapanen
produk pertanian disebabkan oleh tingginya kadar air produk pertanian. Kadar air
bahan harus diturunkan ke tingkat air yang sama dengan kondisi atmosfer luar
ruangan normal atau ke tingkat kelembaban yang setara dengan air sehingga
produk berada pada tingkat yang aman tanpa kerusakan. Berkurangnya kadar air
dalam bahan baku dapat menghambat laju pertumbuhan mikroorganisme sehingga
dapat menurunkan kualitas. Oleh karena itu, selama periode ini dilakukan uji
retensi air dan kadar air kesetimbangan (EMC) produk pertanian agar kadar air
bahan baku dapat diturunkan sampai kadar air d seimbang dengan kondisi udara
luar ruangan yang normal. agar bahan terlindung dari kerusakan.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengamati perubahan kadar air
bahan hasil pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan
moisture tester.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah
yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses
pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar
air keseimbangan udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang
aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi. Pengeringan
merupakan salah satu proses pengolahan pangan yang sudah lama dikenal. Tujuan
dari proses pengeringan adalah menurunkan kadar air bahan sehingga bahan
menjadi lebih awet, mengecilkan volume bahan untuk memudahkan, menghemat
biaya pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Meskipun demikian ada
kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat
fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan (Anton, 2011).
Faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu berhubungan dengan sifat
bahan yang dikeringkan atau disebut faktor internal seperti ukuran bahan, kadar
air awal dari bahan dan tekanan parsial di dalam bahan. Jika kadar air awal tinggi
dan ukuran bahan besar maka diperlukan waktu yang lebih lama untuk proses
pengeringan. Faktor berikutnya adalah faktor yang berhubungan dengan udara
pengering atau disebut sebagai faktor eksternal seperti suhu, kelembaban dan
kecepatan volumetrik aliran udara pengering (Istiadah, 2015).
Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan.
Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan keluar dari bahan
ke lingkungan karena panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat
diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru
ataupun tenaga surya. Terdapat 2 jenis pengeringan, yaitu:
1. Pengeringan Tradisional
Pengeringan tradisional merupakan sistem pengeringan tanpa bantuan alat
pengering. Dalam sektor pertanian sistem pengeringan ini umum digunakan
karena lebih hemat biaya. Pengeringan tradisional lebih mengandalkan sinar
matahari sebagai sumber tenaga sehingga proses pengeringan akan terhenti
apabila cuaca tidak mendukung seperti turun hujan. Ini merupakan salah satu
kelemahan dari pengeringan tradisional. Selain itu, pengeringan tradisional juga
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mengeringkan bahan.
2. Pengeringan Mekanis
Pengeringan mekanis adalah pengeringan dengan menggunakan semacam
alat untuk membantu terjadinya pengurangan kadar air pada bahan. Di dalam
penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan dan diawasi yaitu pengaturan
suhu, kecepatan aliran udara pengering, kelembaban nisbi, dan tebal tumpukan
bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat tercapai.
Uap air yang terjadi pada saat pengeringan akan dipindahkan dari tempat
pengeringan melalui aliran udara. Proses aliran udara ini terjadi karena terdapat
perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan udara ini dapat terjadi secara konveksi
bebas maupun konveksi paksa (Istiadah, 2015).
Alat pengering pada umumnya terdiri dari tenaga penggerak dan kipas, unit
pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber tenaga untuk
mengalirkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumber energi
yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah elemen pemanas listrik. Semakin
tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering maka semakin cepat proses
pengeringan, hal itu disebabkan karena makin tinggi suhu udara pengering, makin
besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan
aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang
dipindahkan dari bahan ke atmosfer (Istiadah, 2015).

2.2 Kadar Air


Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Kadar air merupakan pemegang dan peranan penting, maka aktivitas air
mempunyai peranan tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan pada
bahan pangan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Dengan
berlangsungnya ketiga proses tersebut diperlukan air dimana kini telah diketahui
bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut.
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan
dari suatu bahan pangan. Semakin banyak kadar air yang terkandung dalam suatu
bahan maka akan semakin singkat masa simpannya. Hal ini dikarenakan jika suatu
bahan banyak mengandung kadar air, maka sangat memungkinkan adanya
pertumbuhan mikroorganisme (Pratiwi, 2014).
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting dilakukan agar
dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang
tepat. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven pada suhu 105 - 110 °C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi,
minyak, daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum
dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa
pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai
pengering hingga mencapai berat yang konstan (Winarno, 2007).
Kandungan air pada bahan pangan berbeda-beda tergantung sifat dan jenis
bahannya. Kadar air rendah biasanya terdapat dalam produk kacang-kacangan,
sedangkan kadar air tinggi biasanya terdapat pada sayuran, buah-buahan atau
pangan segar. Keberadaan air dalam bahan pangan selalu dihubungkan dengan
mutu bahan pangan dan sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan. Air
dalam bahan dapat digunakan sebagai indeks kestabilan selama penyimpanan
serta penentu mutu organoleptik terutama rasa dan keempukan. Kandungan air
dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini
sangat erat hubungannya dengan daya awet suatu bahan pangan (Winarno, 2007).
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan
bahan kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air
secara dry basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut
dengan berat keringnya. Bahan kering adalah berat bahan asal setelah dikurangi
dengan berat airnya. Sedangkan kadar air secara wet basis adalah perbandingan
antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan mentah (Tabrani,
2006).
Kandungan air basis basah bahan basah dapat dinyatakan sebagai berikut:

...................... (1)

Sedangkan kandungan air bahan kering dapat dinyatakan sebagai berikut:

...................... (2) ...................... (3)

Dimana:
m = kadar air bahan basah (%)
M = kadar air bahan kering (%)
Wm = berat air dalam bahan (kg)
Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg).
Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa
metode. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Metode-metode penentuan kadar
air diantaranya metode pengeringan (dengan oven biasa), metode distilasi, metode
kimia, dan metode khusus seperti refraktometer. Penentuan kadar air sangat
penting dalam banyak masalah industri, misalnya dalam evaluasi materials
balance atau kehilangan selama pengolahan (Irawati, 2007).
Analisa kadar air dalam bahan pangan penting untuk bahan pangan segar
maupun bahan pangan olahan. Analisa sering menjadi tidak sederhana karena air
dalam bahan pangan berada dalam bentuk terikat baik secara fisik atau kimia
dengan komponen bahan pangan lainnya sehingga sulit memecahkan ikatan-
ikatan air tersebut. Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan
beberapa metode diantaranya metode pengeringan dengan oven
(thermogravimetri), metode oven vakum, metode destilasi dan metode Moiusture
Analyzer (Pratiwi, 2014).

2.3 Kadar Air Kesetimbangan atau Equilibrium Moisture Content (EMC)


Kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content (EMC)
merupakan konsep penting dari teori pengeringan dan pembasahan pada bahan-
bahan pertanian. Kadar air suatu bahan pertanian sangat dipengaruhi oleh suhu
dan kelembaban relatif udara lingkungan penyimpanan. Hal tersebut merupakan
satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan
pada kondisi lingkungan tertentu dan dapat digunakan sebagai tolok ukur
kemampuan berkembangnya mikro organisme yang menyebabkan terjadinya
kerusakan atau pembusukan bahan pada saat penyimpanan (Syarief dan Halid,
1993; Clarke dan Macrae, 1985). Penetapan kadar air dan aktivitas air (aw) bahan
merupakan salah satu cara untuk mengetahui kondisi penanganan dan
penyimpanan yang lebih baik. Suatu bahan pangan dengan kadar air yang relatif
tinggi akan cenderung mengalami kerusakan yang lebih cepat jika dibandingkan
dengan bahan pangan yang memiliki kadar air lebih rendah (Kadir dkk, 1982).
Kadar air kesetimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan
pangan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut
merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat
dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat
digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya
mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat
penyimpanan.
Kadar air kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content) adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau
pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan
seimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama
dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada
keadaan seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau
keseimbangan higroskopis untuk menentukan kadar air keseimbangan
(Henderson, 1952).
Bila bahan hasil pertanian dengan komposisi padat yang basah dibiarkan
berhubungan dengan udara kering di sekitarnya, maka air akan berpindah dari
bahan tersebut ke fasa udara. Hal ini terjadi karena tekanan uap air di udara lebih
kecil daripada tekanan uap air cairan di padatan. Jika tekanan parsial uap air di
udara sama dengan tekanan parsial uap air cairan di padatan, maka dikatakan
bahwa kandungan air bahan tersebut merupakan kandungan air kesetimbangan
atau Equilibrium Moisture Content (EMC). Perbandingan antara tekanan uap air
kesetimbangan dengan tekanan uap air jenuhnya disebut kelembaban relatif
kesetimbangan atau Equilibrium Relative Humidity (ERH) atau disebut juga
dengan aktivitas air (water activity) yang dinyatakan dengan aw (Sokhansanj et al.,
1995; Marinos-Kouris et al., 1995).
Hubungan antara kandungan air kesetimbangan dengan aktivitas air yang
sesuai pada temperatur tertentu dinamakan isoterm sorpsi air (water sorption
isotherm). Parameter ini sangat menentukan sifat-sifat bahan kaitannya dengan
proses penyimpanan bahan. Isoterm ini juga dapat digunakan untuk menentukan
panas isosterik sorpsi (sorption isosteric heat) dan selanjutnya kebutuhan energi
untuk pengeringan bahan padat dapat diperkirakan. Dengan isoterm ini pula dapat
ditentukan mekanisme sorpsi air seperti halnya derajat keterikatan air (degree of
bound water). Isoterm ini berbeda-beda tergantung pada jalannya proses, jika
diperoleh dengan cara pembasahan maka disebut adsorpsi, jika dengan
pengeringan maka disebut desorpsi.

2.4 Aktivitas Air atau Water Activity (Aw)


Aktivitas air atau water activity (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat
digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Sebagaimana diketahui, bahwa
kandungan air suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam
menentukan ketahanan simpan. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan
air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi
biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat
kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas
mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik. (Syarief dan Hariyadi, 1993).
Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan
uap air solven murni pada temperatur yang sama (aw = p/po). Ini merupakan
jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba dalam pangan dan bukan
berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab adanya
adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen misalnya gula dan
garam. Air dalam pangan terikat dengan kekuatan yang berbeda-beda. Semakin
air terikat kuat dalam matriks pangan, maka air akan semakin sulit digunakan
dalam reaksi kimia, aktivitas enzim, dan pertumbuhan mikroba. Kandungan air
tidak dapat menjelaskan seberapa kuat air terikat dalam pangan, sehingga akan
sulit mencari hubungan antara kandungan air dengan kestabilan atau keawetan
pangan. Maka dari itu, aktivitas air (aw) dapat menjadi parameter untuk
menjelaskan bagaimana air berpengaruh pada stabilitas dan keawetan pangan, laju
reaksi kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba (Ariyani, 2016).
Aktivitas air paling umum digunakan sebagai kriteria untuk keamanan
pangan dan kualitas pangan. Aktivitas air dapat menjelaskan mengapa biji-bijian
kering dapat awet lebih lama, daging segar yang disimpan di ruangan terbuka
akan rusak oleh bakteri, dan roti yang disimpan di udara terbuka berangsur-angsur
akan ditumbuhi kapang. Aktivitas air juga dapat menjelaskan mengapa enzim
lipoksigenase aktif saat kontak dengan air, dan pembentukan warna coklat lebih
mudah terjadi pada pangan semi basah (intermediate moisture food) seperti dodol.
Nilai aktivitas air (aw) berkisar antara 0,0 – 1,0 yang diperoleh dari rasio antara
tekanan uap air (P) pada kelembaban relatif tertentu dengan tekanan uap air murni
(Po). Karena merupakan rasio dari tekanan, maka nilai aw tidak memiliki satuan.
Bila aw = 0, maka bahan bersifat kering mutlak, sedangkan bila aw = 1, maka
bahan adalah air murni (Ariyani, 2016).

2.5 Moisture tester


Moisture tester merupakan sebuah instrumen yang biasa digunakan untuk
mengetahui tingkat kelembaban atau kadar air pada suatu bahan, bisa dalam
bentuk biji-bijian ataupun yang lainnya. Kandungan kelembaban dipengaruhi oleh
zat yang mempunyai sifat fisik seperti berat, densitas, indeks bias, kekentalan,
konduktivitas, dan lain-lain. Metode pengukuran dapat dibagi dalam beberapa
metode, yaitu metode termogravimetri, metode kimia, metode spektroskopi, dan
lain-lain.
Ada bermacam-macam moisture tester yang digunakan, seperti
Conventional meter dan Grainspear. Kedua-duanya digunakan sesuai dengan
kebutuhan dan situasi. Banyak organisasi memiliki lebih dari satu jenis untuk
penggunaan dengan aplikasi yang berbeda. Spear lebih umum digunakan untuk
on-floor drying dan inbin storage. Untuk penggunaannya di gudang pengeringan
(drying shed), lapangan in-field atau untuk loading-in/out grain desain tradisional
adalah lebih baik. Kemudian ada aturan keras dan cepat tentang mana dan di mana
yang harus digunakan, penggunaan dan anggaran yang akan menentukan yang
mana yang dibutuhkan (Cinta, 2015).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Peralatan yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah:
1. Cawan, untuk wadah bahan-bahan yang diukur atau timbang;
2. Desikator, untuk menjaga bahan tidak terkontaminasi lingkungan;
3. Moisture tester, untuk menghitung kadar air bahan;
4. Oven, untuk mengeringkan bahan;
5. Refrigerator, untuk pendinginan bahan;
6. Thermohygrometer, untuk mengukur suhu dan kelembapan dari alat; dan
7. Timbangan analitik, untuk mengukur massa bahan, alat setelah praktikum.
3.1.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Jagung;
2. Kacang hijau;
3. Kacang kedelai; dan
4. Kacang tanah.

3.2 Prosedur Percobaan


Prosedur yang harus dilakukan untuk praktikum kali ini adalah:
3.2.1 Pengamatan pada Bahan Awal
1. Mengukur kadar air bahan dengan menggunakan moisture tester; dan
2. Mengukur suhu dan RH udara dengan RH meter di 3 titik berbeda
ruangan praktikum
3.2.2 Penurunan Kadar Air
1. Mengukur suhu dan RH pada oven;
2. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan seberat 5
gram;
3. Menyimpan 3 cawan yang berisi bahan seberat 5 gram ke dalam oven
selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit;
4. Mengeluarkan cawan yang berisi bahan seberat 5 gram; dan
5. Mengukur kadar air bahan dengan moisture tester.
3.2.3 Peningkatan Kadar Air
1. Mengukur suhu dan RH refrigerator;
2. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan seberat 5
gram;
3. Menyimpan cawan tersebut ke dalam refrigerator selama 5 menit, 10
menit dan 15 menit;
4. Mengeluarkan cawan tersebut dari refrigerator; dan
5. Mengukur kadar air bahan dengan moisture tester.
3.2.4 Pembacaan pada Moisture tester
1. Membersihkan tempat sampel pada moisture tester;
2. Memasukkan bahan ke dalam tempat sampel moisture tester;
3. Memasukkan bahan kedalam tempat pada moisture tester;
4. Memutar grinding handle ke kiri (stop line) dan memasukkan wadah
kedalam instrument;
5. Menekan select button untuk merubah sampel;
6. Hasil pengukuran akan ditampilkan pada layar LCD;
7. Mematikan alat dengan menekan average button dua kal; dan
8. Membuat grafik hubungan antara peningkatan kadar air terhadap waktu
dan grafik hubungan antara penurunan kadar air terhadap waktu.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN
4.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Suhu dan RH
Pengukuran Ruangan Refrigerator Oven
Ke RH (%) T (°C) RH (%) T (°C) RH (%) T (°C)
1 73 25,2 77 21,8 79 40,4
2 73 25,2 78 15,0 79 43,4
3 73 25,2 79 16,4 80 50,6

Tabel 2. Penurunan dan Peningkatan Kadar Air


Rata- Kadar Air Akhir (%)
Nama Perlakukan Kadar
rata
Bahan waktu air awal Penurunan Peningkatan
kadar
(5gr) (menit) (%) (oven) (refrigerator)
air awal
5 13,8 11,93 13,7
Beras 10 13,8 13,8 11,6 13,7
15 13,8 9,96 13,9
5 11,9 11,16 12,3
Jagung 10 11,9 11,9 10,1 12,2
15 11,9 10,8 12,1
5 11 10,03 11,9
Kacang
10 11 11,03 9,60 11,2
Kedelai
15 11,1 9,4 11,3
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Air Jagung Segar Metode ISTA
Ma + massa Ma + Massa Kadar Air (%)
Massa cawan
Bahan bahan awal Bahan Akhir
Ma (gr) Wb Db
Mb (gr) Mc (gr)
Beras 2,93 7,99 7,58 8,1 8,8
Jagung 2,94 7,94 7,929 0,22 0,22
K. Kedelai 7,26 12,26 12,4 0,024 0,004

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kadar Air SNI 6128-2015


Massa Ma + massa Ma + Massa Kadar Air (%)
Bahan cawan bahan awal Bahan Akhir
Wb Db
Ma (gr) Mb (gr) Mc (gr)
Beras (1) 4,99 10,02 9,48 10,73 12,02
Beras (2) 5,06 10,06 9,49 11,4 12,86
Jagung (1) 5,04 10,4 9,99 7,65 8,28
Jagung (2) 4,95 9,99 9,98 0,198 0,198
K. Kedelai (1) 4,9 9,92 9,58 6,77 7,26
K. Kedelai (2) 4,94 9,99 9,48 10,1 11,23

4.2. Perhitungan
4.2.1. Perhitungan Data Beras
Metode ISTA
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)

2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)


Metode SNI 6128-2015
Beras 1
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)

2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)

Beras 2
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)

2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)


4.2.2. Perhitungan Data Jagung
Metode ISTA
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)

2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)

Metode SNI 6128-2015


Jagung 1
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)

2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)

Jagung 2
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)
2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)

4.2.3. Perhitungan Data Kacang Kedelai


Metode ISTA
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)

2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)

Metode SNI 6128-2015


Kacang Kedelai 1
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)

2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)


Kacang Kedelai 2
1. Kadar Air Wet Basis (Basis Basah)

2. Kadar Air Dry Basis (Basis Kering)

4.3. Grafik

Peningkatan dan Penurunan Kadar Air Beras


3,5
2,915
3
2,5
Kadar Air (%)

2
2,29
1,5 2

1
0,5
0
0
0 0,5 1 1,5 02 2,5 3 3,5
Waktu (menit)

Penurunan Kadar Air Peningkatan Kadar Air

Gambar 3. Peningkatan dan Penurunan Kadar Air Beras


Peningkatan dan Penurunan Kadar Air Jagung
2 1,782

Kadar Air (%) 1,5


1,4
1

0,5

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Waktu (menit)

Peningkatan Kadar Air Penurunan Kadar Air

Gambar 4. Peningkatan dan Penurunan Kadar Air Jagung

Peningkatan dan Penurunan Kadar Air Kacang


Kedelai
1,2
1
Kadar Air (%)

0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Waktu (menit)

Penurunan Kadar Air Peningkatan Kadar Air

Gambar 5. Peningkatan dan Penurunan Kadar Air Kacang Kedelai


BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini, mempelajari tentang bagaimana cara menghitung kadar


air suatu bahan hasil pertanian dengan berbagai kondisi penyimpanan dengan
menggunakan moisture texture. Ada 3 bahan yang akan digunakan dalam
praktikum ini yaitu beras, jagung, dan kacang kedelai. Dilakukan pengukuran
suhu dan RH, pengukuran kadar air dengan metode ISTA, pengukuran kadar air
dengan metode SNI, pengukuran penurunan dan peningkatan kadar air suatu
bahan setelah dimasukkan ke dalam oven dan refrigerator.
Sebelum memulai pertama mengukur dan mencatat nilai suhu dan
kelembaban pada ruangan praktikum, oven, dan refrigerator pada tiga titik yang
berbeda. Setelah diukur, didapatkan suhu rata-rata ruangan sebesar 25,2 oC, rata-
rata suhu oven sebesar 44,8 oC, dan rata-rata suhu refrigerator sebesar 17,73 oC.
Selain itu, nilai kelembaban yang di dapat rata-rata ruangan sebesar 73%,
kelembaban rata-rata oven sebesar 79,33%, dan kelembaban rata-rata refrigerator
sebesar 78%. Agar kadar airnya hilang masing-masing bahan ditimbang dan
dimasukan ke cawan yang telah dimasukan ke dalam oven, sehingga tidak
mempengaruhi hasil praktikum. Pada tiga waktu yang berbeda pengujian
dilakukan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit pada tiga cawan bahan yang
berbeda supaya dapat diketahui perbedaan kadar airnya satu sama lain.
Setelah itu di dilakukan perlakuan pertama yaitu dimasukkan ke dalam
oven dan diuji menggunakan moisture tester, pertama beras pada 5, 10, dan 15
menit menunjukan hasil kadar air yang terkandungnya sebesar 11,93%; 11,6%;
dan 9,96%. Nilai ini beras yang dimasukkan ke dalam oven dalam waktu yang
berbeda menunjukkan kadar air yang berbeda pula. Semakin lama beras
dimasukkan ke dalam oven,semakin berkurang kadar nilainya. Ini membuktikan
bahwa air berpindah dari bahan ke lingkungannya. Kedua Jagung pada 5, 10, dan
15 menit menunjukan hasil kadar air yang terkandungnya sebesar 11,16%; 10,1%;
dan 10,8%. Nilai setelah di masukan ke dalam oven dalam waktu yang berbeda
kadarnya berbeda pula. Pada menit ke 5 dan 10 pada Jagung mengalami
penurunan kadar air sesuai dengan literatur. Dan pada jagung di menit ke 15
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jagung di menit ke 10. Adanya
beberapa faktor yaitu karena kondisi suhu di dalam oven yang panasnya kurang
merata sehingga Jagung tidak semua terkena panas di dalam oven, bisa saat
penyiapan bahan tidak sengaja bahan atau cawan kontak langsung dengan tangan
praktikan yang mengandung kadar air, atau saat pengujian di moisture tester
bahan tidak hancur dengan baik. Ketiga kacang kedelai pada 5, 10, dan 15 menit
menunjukan hasil kadar air yang terkandungnya sebesar 10,03%; 9,6%; dan 9,4%.
Nilai ini menunjukan kacang kedelai yang dimasukkan ke dalam oven dalam
waktu yang berbeda menunjukkan kadar air yang berbeda pula. Kadar kedelai di
masukan ke dalam oven sama dengan kadar beras dan jagung nilai kadar air yang
terkandung semakin berkurang. Membuktikan bahwa air berpindah dari bahan ke
lingkungannya.
Perlakuan kedua yaitu dimasukkan ke dalam refrigerator dan diuji
menggunakan moisture tester, pertama beras pada 5, 10, dan 15 menit. Beras
menunjukan hasil kadar air yang terkandungnya sebesar 13,7%; 13,7%; dan
13,9%. Nilai beras yang dimasukkan ke dalam refrigerator dalam waktu yang
berbeda menunjukkan kadar air yang berbeda pula. Tapi semakin lama beras
dimasukkan ke dalam refrigerator, kadar nilai air terkandungnya semakin
bertambah. Ini membuktikan bahwa air berpindah dari lingkungan ke bahan.
Kedua jagung pada 5, 10, dan 15 menit menunjukan hasil kadar air yang
terkandungnya sebesar 12,3%; 12,2%; dan 12,1%. Nilai ini menunjukan jagung
yang dimasukkan ke dalam refrigerator dalam waktu yang berbeda menunjukkan
kadar air yang berbeda pula. Pada literatur, jagung yang mengalami pendinginan
akan mengalami peningkatan kadar air. Tapi tenyata hasil pengujian menunjukan
bahwa jagung mengalami penurunan kadar air. Disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu karena kondisi suhu di dalam refrigerator yang dinginnya kurang merata
sehingga tidak semua bagian jagung terkena dinginnya, atau bisa saat menyiapkan
bahan ternyata tangan praktikan atau bahan atau cawan tidak sengaja kontak
langsung dan ternyata mengandung kadar air, atau saat pengujian di moisture
tester bahan tidak hancur dengan baik. Ketiga kacang kedelai pada 5, 10, dan 15
menit menunjukkan hasil kadar air yang terkandungnya sebesar 11,9%; 11,2%;
dan 11,3%. Nilai kacang kedelai yang dimasukkan ke dalam refrigerator dalam
waktu yang berbeda menunjukkan kadar air yang berbeda pula. Pada menit ke 10
ke menit ke 15 mengalami peningkatan kadar air sesuai dengan literatur.
Sedangkan pada menit ke 5 dan menit ke 10 mengalami penurunan kadar air jika
dibandingkan dengan kacang kedelai di menit ke 15. Faktor-faktor yang
disebabkan telah disebutkan sebelumnya seperti pada kondisi jagung yang
mengalami penurunan kadar air di refrigerator.
DAFTAR PUSTAKA

Anton, Irawan. 2011. Modul Laboraturium Pengeringan. Sultan Ageng Tirtayasa


Press.
Ariyani, Winda. 2016. Aktivitas Air. Terdapat pada:
https://id.scribd.com/doc/302552527/Aktivitas-Air

Henderson. 1952. A Basic Concept of Equilibrium Moisture. Agric. Eng., Vol. 33,
hal. 2932.

Irawati. 2007. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana


Perkasa: Jakarta.

Istiadah. 2015. Pengeringan. Terdapat pada:


http://maulidhiyaistiadah.blog.upi.edu/2015/11/13/pengeringan/

Kadir, S., M.A. Nur, dan Syachri, M. (1982). Pengontrolan dan pengukuran aw
(aktivitas air) dari ikan pindang dalam rangka meningkatkan mutu dan
stabilitasnya dengan menggunakan NaCl sebagai humectant. Laporan
Penelitian. Bagian Kimia. Institut Pertanian Bogor

Marinos-Kouris, D., dan Z.B. Maroulis, 1995, Transport Properties in The Drying
of Solids, dalam Handbook of Industrial Drying, A.S. Mujumdar (ed.), Vol.
1, Marcel Dekker, Inc., New York, hal. 113-159.

Pratiwi. 2014. Penentuan Kadar Air. Terdapat pada:


https://id.scribd.com/doc/246866422/Penentuan-Kadar-Air (diakses pada 18
Oktober 2020 pukul 22:47 WIB)

Sokhansanj, S. dan D.S. Jayas, 1995, Drying of Foodstuffs, dalam Handbook of


Industrial Drying, A.S. Mujumdar (ed.), Vol. 1, Marcel Dekker, Inc., New
York, hal. 589-625.

Suyitno. 1995. Serat Makanan dan Perilaku Aktivitas Air Bubuk Buah. Disertasi
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Syarief, R. dan Halid, H. (1993). Teknologi Penyimpanan Pangan Lanjut. Cetakan


I. Penerbit Arcan. Jakarta

Tabrani. 2006. Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Islam Riau Press: Pangkal
Pinang.

Winarno. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN

Gambar 1. Bahan Praktikum : Jagung, Kacang Hijau, Kadang Kedelai, dan


Kacang Tanah
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2021)

Gambar 2. Grain & Seeds Moisture Tester


(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2021)
Gambar 3. Bukti Menghadiri Praktikum
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2021)

Gambar 4. Screenshot Materi Praktikum


(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2021)
Gambar 5. Pengukuran berat cawan
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2021)

Gambar 5. Hasil Seeds Moisture Tester


(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2021)

Anda mungkin juga menyukai