Anda di halaman 1dari 23

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Karakteristik Dielektrik: Pengukuran Konduktivitas Listrik Bahan Hasil
Pertanian)

Oleh :
Nama : Wisnu Febriana R
NPM : 240110140099
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 1 November 2016
Waktu : 13.00 14.40 WIB
Co. Ass : 1. Rifki Amrullah
2. Adryani Tresna W.
3. Arinda Nur Arriva
4. Bintari Ayuningtyas
5. Eki Dwiyan Saputra
6. M. Hanief Bayhaqqi P.
7. Mizanul Hakam
8. Umaya Nur Uswah

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan hasil pertanian merupakan hal yang penting dalam setiap kehidupan
manusia di muka bumi ini. Beragam macam cara dalam pengolahan bahan hasil
pertanian pun dapat dilakukan. Namun, dalam hal pengolahan tersebut tidaklah
semudah yang dapat diperkirakan. Penyebab seringkali manusia sulit dalam
mengetahui jenis pengolahan yang perlu dilakukan adalah ketidaktahuan akan
pentingnya mengetahui karakteristik dari bahan hasil pertanian. Ada banyak
karakteristik bahan hasil pertanian yang perlu diketahui, salah satunya adalah
karakteristik konduktivitas listrik bahan hasil pertanian. Konduktivitas listrik bahan
hasil pertanian ini dapat dilakukan untuk mengetahui sifat listrik bahan hasil
pertanian yang bersifat cair atau liquid.
Pada dasarnya, setiap material terdiri dari atom-atom penyusun yang
memilki elektron-elektron. Adanya pergerakan electron tersebut memicu
terjadinnya efek kelistrikan. Efek kelistrikan inilah yang menentukan
konduktivitas dan resistivitas suatu bahan. Kedua sifat ini dapat diketahui melalui
perhitungan. Pengukuran konduktivitas merupakan pencatatan suatu besaran fisik
secara periodik atau kontinu sebuah bahan (larutan,gas atau logam) untuk
menghantarkan listrik. Dalam suatu larutan, arus listrik dibawa oleh kation-kation
dan anion-anion, sedangkan dalam logam arus listrik dibawa oleh elektron-elektron.
1.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Mahasiswa dapat mempelajari karakteristik dielektrik.
1.2.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Mahasiswa dapat menentukan besar konduktivitas listrik pada bahan
makanan cair.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konduktivitas dan Resistivitas Listrik


Resistivitas () adalah kemampuan suatu bahan untuk mengantarkan arus
listrik yang bergantung terhadap besarnya medan istrik dan kerapatan arus.
Semakin besar resistivitas suatu bahan maka semakin besar pula medan listrik yang
dibutuhkan untuk menimbulkan sebuah kerapatan arus. Satuan untuk resistivitas
adalah m. (Iriani, 2012).
Konduktivitas adalah kebalikan dari resistivitas. Nilai konduktivitas yang
baik dimiliki oleh logam. Nilai konduktivitas adalah perbandingan antara sifat
kelistrikan dengan konduktivitas termal. Misalnya logam yang merupakan bahan
dengan konduktivitas baik, maka daya hantar listrik pada bahan ini sama baiknya
dengan kepekaannya terhadap perubahan suhu. Ini dikarenakan dalam bahan logam
teradpat banyak electron bebas yang mengangkut muatan baik dalam konduksi
listrik maupun konduksi termal (Iriani, 2012).

2.2 Konduktivitimeter
Konduktivitimeter adalah alat untuk mengukur nilai konduktivitas listrik
(specific electric conductivity) suatu larutan atau cairan. Sebuah sistem
konduktivitimeter tersusun atas dua elektrode, yang dirangkaikan dengan sumber
tegangan serta sebuah ampere meter. Elektrode-elektrode tersebut diatur sehingga
memiliki jarak tertentu antara keduanya (biasanya 1 cm). Pada saat pengukuran,
kedua elektrode ini dicelupkan ke dalam sampel larutan dan diberi tegangan dengan
besar tertentu. Nilai arus listrik yang dibaca oleh ampere meter, digunakan lebih
lanjut untuk menghitung nilai konduktivitas listrik larutan. Prinsip kerja
konduktivitimeter dimana besar tegangan listrik (V) ditentukan oleh sistem, besar
arus listrik (I) adalah parameter yang diukur, serta konstanta (C) didapatkan
sebelumnya dari proses kalibrasi konduktivitimeter dengan menggunakan larutan
yang diketahui nilai konduktivitas spesifiknya (Onny, 2011).
2.3 Karakteristik Dielektrik
Dielektrik adalah suatu bahan yang memiliki daya hantar arus yang sangat
kecil atau bahkan hampir tidak ada. Bahan dielektrik dapat berwujud padat, cair dan
gas.Tidak seperti konduktor, pada bahan dielektrik tidak terdapat elektron-elektron
konduksi yang bebas bergerak di seluruh bahan oleh pengaruh medan listrik. Medan
listrik tidak akan menghasilkan pergerakan muatan dalam bahan dielektrik. Sifat
inilah yang menyebabkan bahan dielektrik itu merupakan isolator yang baik. Dalam
bahan dielektrik, semua elektron-elektron terikat dengan kuat pada intinya sehingga
terbentuk suatu struktur regangan (lattices) benda padat, atau dalam hal cairan atau
gas, bagian-bagian positif dan negatifnya terikat bersama-sama sehingga tiap aliran
massa tidak merupakan perpindahan dari muatan. Karena itu, jika suatu dielektrik
diberi muatan listrik, muatan ini akan tinggal terlokalisir di daerah di mana muatan
tadi ditempatkan.
Ada enam sifat-sifat listrik dielektrik yang perlu diketahui yaitu:
1. Kekuatan dielektrik
2. Konduktansi
3. Rugi-rugi dielektrik
4. Tahanan isolasi
5. Peluahan parsial (partial discharge)
6. Kekuatan kerak isolasi (tracking strength)
Berikut ini akan dijelaskan secara sederhana maksud dari keenam sifat di atas:
2.3.1 Kekuatan Dielektrik
Semua bahan dielektrik memiliki tingkat ketahanan yang disebut dengan
kekuatan dielektrik, diartikan sebagai tekanan listrik tertinggi yang dapat ditahan
oleh dielektrik tersebut tanpa merubah sifatnya menjadi konduktif. Apabila suatu
dielektrik berubah sifatnya menjadi konduktif, maka dielekrik tersebut telah tembus
listrik (breakdown). Kekuatan dielektrik juga dapat diartikan sebagai tekanan listrik
terendah yang mengakibatkan dielektrik tersebut tembus listrik. Kekuatan
dielektrik ini disebut juga dengan kuat medan kritis. Tegangan tembus (breakdown
voltage) suatu isolator adalah tegangan minimum yang dibutuhkan untuk merusak
dielekrik tersebut. Kekuatan dielektrik dari suatu bahan isolasi dinyatakan dengan
tegangan maksimum yang dapat ditahan oleh suatu medium tanpa merusaknya.
Dengan kata lain, kekuatan dielektrik dinyatakan dengan gradien tegangan yang
diperlukan supaya dielektrik itu mengalami tembus listrik.
2.4.2 Konduktansi
Apabila tegangan searah diberikan pada plat-plat sebuah kapasitor komersil
dengan isolasi seperti mika, porselin atau kertas maka arus yang timbul tidak
berhenti mengalir untuk waktu yang singkat, tetapi turun perlahan-lahan. Hal itu
disebabkan oleh ketiga komponen arus yang terdapat di dalam dielektrik tersebut
seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4.Arus pada kapasitor komersial


Arus pengisian (ip) terjadi selama waktu t1. Arus pengisian disebabkan oleh
molekul-molekul yang bergerak cepat sehingga terpolarisasi dengan cepat pula.
Kemudian arus berkurang perlahan-lahan selama t2, arus ini disebut arus absorpsi
(ia). Arus absorpsi terjadi karena adanya gerakan-gerakan lambat (viscous) dari
molekul-molekul dielektrik. Akhirnya arus mencapai nilai tertentu (ik), arus ini
disebut arus konduksi. Arus ini tetap mengalir dengan konstan karena tahanan
dielektirk tidak mencapai nilai tak hingga.
2.4.3 Rugi-rugi Dielektrik
Rugi-rugi dielektrik untuk isolasi tegangan tinggi merupakan salah satu
ukuran penting terhadap kualitas material isolasi. Suatu bahan dielektrik tersusun
atas molekul-molekul dan elektron-elektron di dalamnya terikat kuat dengan inti
atomnya. Ketika bahan tersebut belum dikenai medan listrik, maka susunan
molekul dielektrik tersebut masih belum beraturan (tidak tersusun rapi), seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.5.a.
Gambar 2.5. Dampak medan listrik terhadap molekul dielektrik
Ketika molekul-molekul tersebut dikenai medan listrik, maka muatan inti
positif mengalami gaya yang searah dengan medan listrik dan elektron-elektron
dalam molekul tersebut akan mengalami gaya listrik yang arahnya berlawanan
dengan arah medan listrik tadi. Gaya listrik ini akan mengubah posisi elektron dan
proton dari posisi semula, akibatnya molekul-molekul dielektrik akan terpolarisasi
dan berubah arahnya sejajar dengan arah medan listrik, seperti pada Gambar 2.5.b.
Karena mendapat terpaan elektrik yang selalu berubah-ubah arahnya, maka arah
dipol juga berubah-ubah setiap saat (1800) terhadap posisi semula, seperti pada
Gambar 2.5.c. Perubahan arah molekul akan menimbulkan gesekan antar molekul.
Karena medan listrik yang berubah setiap saat, maka gesekan antar molekul juga
terjadi berulang-ulang. Gesekan ini akan menimbulkan panas yang disebut dengan
rugi-rugi dielektrik.
2.4.4 Peluahan Parsial ( Partial Discharge)
Peluahan parsial (partial discharge) adalah peluahan elektrik pada medium
isolasi yang terdapat di antara dua elektroda berbeda tegangan, di mana peluahan
tersebut tidak sampai menghubungkan kedua elektroda secara sempurna. Peristiwa
seperti ini dapat terjadi pada isolasi padat yang di dalamnya terdapat rongga udara
seperti ditunjukkan pada gambar 2.6. berikut ini :

Gambar 2.6. Celah udara dielektrik padat


Jika medan elektrik dihasilkan oleh dua elektroda piring sejajar yang luasnya
tak hingga, maka kuat medan elektrik pada setiap lapis dielektrik adalah:

dimana:
V = beda tegangan di antara elektroda (V)
= konstanta dielektrik
s = tebal dieletrik (cm)
Jika dimisalkan konstanta dielektrik padat adalah enam dan konstanta
dielektrik udara adalah satu, maka kuat medan dielektrik pada celah udara untuk
susunan dielektrik seperti gambar di atas adalah:

Karena su relatif sangat kecil dibanding terhadap tebal keseluruhan dielektrik padat
(s1 + s2), maka kuat medan dieletrik pada celah udara adalah:

Dengan cara yang sama dapat dihitung kuat medan elektrik pada dielektrik padat,
hasilnya adalah:

Terlihat bahwa kuat medan dielektrik pada celah udara enam kali lebih besar
dari kuat medan eletrik dielektrik padat. Sedangkan kekuatan dielektrik udara jauh
lebih kecil dari kekuatan dielektrik padat. Jika kuat medan elektrik di celah udara
melebihi kekuatan dielektrik udara, maka udara akan tembus listrik. Sementara itu
dielektrik padat tidak mengalami tembus listrik. Karena terpaan elektrik yang
dialaminya masih di bawah kekuatan dielektriknya. Karena tembus listrik hanya
terjadi di celah udara maka peristiwa ini disebut peluahan parsial (partial
discharge). Ada beberapa jenis peristiwa pada peluahan parsial, yaitu :
1. Peluahan parsial internal
Peluahan ini terjadi pada susunan dielektrik yang tidak sempurna, terdapat
celah atau rongga yang berisi udara atau pun campuran dielektrik lain yang
memiliki konstanta dielektrik lebih rendah. Kondisi tersebut dapat
diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.7. Kemungkinan terjadinya peluahan internal


2. Peluahan parsial permukaan
Peluahan parsial permukaan mungkin terjadi bila terdapat daerah yang
secara paralel dengan dielektrik mengalami stres tegangan berlebihan.
Kejadian ini biasa dialami pada bushing, ujung kabel, overhang dari
kumparan generator.

3. Korona
Korona merupakan hasil terakselerasinya ionisasi di bawah pengaruh suatu
medan listik. Ini merupakan suatu proses fisika dimana struktur molekul
netral atau atom diubah akibat benturan atom atau molekul netral dengan
elektron bebas, photon atau ion negatif. Setiap sistem isolasi atau elektroda
dimana korona dapat terjadi merupakan sumber korona. Wilayah dimana
korona terjadi disebut lokasi korona. Korona dapat dideteksi dari peristiwa
emisi cahaya yang berwarna violet atau juga dari bunyi getaran yang
dihasilkan pada konduktor.
4. Pemohonan elektrik (electrical treeing)
Pemohonan elektrik bermula dari kondisi dielektrik yang tidak baik
dikarenakan adanya rongga/celah udara di dalam dielektrik itu sendiri.
Apabila diberi tegangan tinggi, maka terjadi peluahan internal yang dalam
waktu lama akan terjadi percabangan rongga akibat erosi. Pemohonan
elektrik dapat juga terjadi dalam waktu yang singkat dikarenakan ketidak
mampuan dielektrik dalam menahan terpaan medan listrik. Oleh karena
peristiwa ini maka dielektrik telah mengalami kerusakan secara fisik.
2.4.5 Tahanan Isolasi
Jika suatu dielektrik diberi tegangan searah, maka arus yang mengalir pada
dielektrik terdiri dari dua komponen, yaitu Arus yang mengalir pada permukaan
dielektrik (Is) dan arus yang mengalir melalui volume dielektrik (Iv) seperti terlihat
pada gambar 2.8. Sehingga hambatan dielektrik terdiri dari resistansi permukaan
dan resistansi volum.

Gambar 2.8. Arus pada suatu dielektrik


Dalam prakteknya, hasil tahanan isolasi tergantung pada besar polaritas
tegangan pengukuran serta jenis bahan isolasi.
2.4.6 Kekuatan Kerak Isolasi
Bila suatu sistem isolasi diberi tekanan elektrik, maka arus akan mengalir
pada permukaannya. Besar arus permukaan ini menentukan besarnya tahanan
permukaan sistem isolasi. Arus ini sering juga disebut arus bocor atau arus yang
menelusuri sirip isolator. Besar arus tersebut dipengaruhi oleh kondisi sekitar, yaitu
suhu, tekanan, kelembaban dan polusi. Secara teknis sistem isolasi harus mampu
memikul arus bocor tersebut tanpa menimbulkan pemburukan karena arus bocor
dapat dibatasi.
Arus bocor menimbulkan panas, dan hasil sampingannya adalah timbulnya
penguraian pada bahan kimia yang membentuk permukaan sistem isolasi. Efek
yang sangat nyata dari penguraian ini adalah timbulnya kerak (jejak arus). Kerak
dapat membentuk jalur konduktif yang selanjutnya akan menimbulkan tekanan
elektrik yang berlebihan pada isolasi. Panas yang ditimbulkan arus bocor dapat juga
menimbulkan erosi tanpa didahului oleh adanya kerak konduktif.

2.4 Larutan Elektrolit dan Larutan Non Elektrolit


Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.
Dalam larutan elektrolit molekul-molekulnya terurai (terdisosiasi) menjadi
partikel-partikel bermuatan listrik positif dan negatif yang disebut ion (ion positif-
ion negatif). Ion positif yang dihasilkan dinamakan kation dan ion negatif yang
dihasilkan dinamakan anion. Jumlah dari muatan ion positif dan ion negatif akan
sama sehingga muatan ion-ion dalam larutan netral. Ion-ion inilah yang kemudian
menghantarkan arus listrik. Perubahan kimia larutan ini ditandai dengan perubahan
warna, timbulnya gelembung gas dan adanya endapan, serta bila diuji dengan alat
uji elektrolit larutan ini dapat menyalakan sebuah lampu. Semakin banyak ion yang
terbentuk, maka semakin kuat sifat elektrolit larutan tersebut (Jamal, 2004).
Larutan non-elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik. Larutan-larutan non-elektrolit terdiri atas zat-zat yang terlarut dalam air
namun tidak terurai menjadi ion (tidak terionisasi). Dalam larutan, zat not-elektrolit
tetap seperti molekul yang tidak bermuatan listrik. Itulah mengapa larutan ini tidak
dapat menghantarkan arus listrik (Jamal, 2004).
Tidak dapat Terionisasi
Tidak dapat menghantarkan listrik
Tetapan/derajat ionisasi () = 0
Jika diuji dengan alat uji elektrolit, larutan ini tidak menghasilkan reaksi
apapun. Ditandai dengan lampu tidak menyala dan tidak munculnya
gelembung gas.
Contoh larutan elektrolit kuat diantaranya sebagai berikut.
Asam Kuat: HCl, HBr, HI, HNO3, H2SO4, HClO3, HClO4
Basa Kuat: NaOH, KOH, Mg(OH)2, Ca(OH)2, Ba(OH)2
Garam pada umumnya merupakan elektrolit kuat, contoh NaCl, BaCl2.
Contoh larutan elektrolit lemah diantaranya sebagai berikut.
Asam lemah, contoh: CH3COOH (asam cuka), H3PO4 (asam fosfat), dll.
Basa Lemah, contoh: Al(OH)3, Fe(OH)2, AgOH, dll.
Contoh larutan non elektrolit adalah larutan selain asam, basa dan garam juga gula,
alkohol, glukosa, urea, dll.
Tabel 1. Gambaran bentuk molekil dari elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non
elektrolit.
Jenis Contoh
Sifat Larutan Reaksi Ionisasi
Larutan Senyawa
- Terionisasi sempurna NaCl Na+ + Cl-
- Menghantarkan arus NaOH Na+ + OH-
Elektrolit listrik KCl K+ + Cl-
Kuat - Lampu menyala terang H2SO4 2H+ + SO42-
- Terdapat gelembung
gas
- Terionisasi sebagian CH3COOH H+ + CH3COOH-
- Menghantarkan arus HCN H+ + CN-
Elektrolit
listrik
Lemah
- Lampu menyala redup
- Terdapat gelembung gas
- Tidak terionisasi C6H12O6
- Tidak menghantarkan
Non arus listrik
Elektrolit - Lampu tidak menyala
- Tidak terdapat
gelembung gas
Sumber.(Jamal, 2004).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Microwave
2. Konduktivitimeter
3. Termokopel
4. Tisu
5. Wadah plastik

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Larutan CMC 200 mL dengan konsentrasi 0.1%, 0.2%, dan 0.3%
2. Larutan garam 200 mL dengan konsentrasi 0.3%, 0.5%, dan 0.7%
3. Larutan jeruk 200 mL dengan konsentrasi 10%, 25%, dan 50%
4. Susu ready to drink 200 mL dengan konsentrasi 50% dan 100%

3.2 Prosedur Praktikum


Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
2. Mengukur suhu dan konduktivitas bahan dengan menggunakan alat
konduktivitimeter.
3. Membersihkan alat dengan menggunakan tisu saat akan digunakan untuk
larutan lain atau bahan lain.
4. Memanaskan bahan dengan menggunakan microwave selama 5 menit
dengan suhu sedang.
5. Mengukur suhu dan konduktivitas bahan yang telah dipanaskan dengan
menggunakan konduktivitimeter.
BAB IV
HASIL

1.1 Hasil
Table 2. Nilai Konduktivitas Listrik Larutan
Konsentrasi Tawal Takhir Konduktivitas Listrik (s/m)
No Bahan
(%) (oC) (oC) T awal (oC) T akhir (oC)
0.1 28.7 38.1 0.043 0.046
Larutan CMC
1 0.2 28.3 39 0.032 0.037
(200 mL)
0.3 28.4 37.7 0.029 0.031
10 28.2 38.9 0.168 0.176
Larutan jeruk
2 25 28 37.2 0.389 0.415
(200 mL)
50 27.8 37.2 0.728 0.826
0.3 27.6 36.2 6.04 6.17
Larutan garam
3 0.5 27.6 37.9 9.32 8.87
(200 mL)
0.7 27.6 36.5 12.28 12.24
Susu UHT 50 24.9 39.5 2.96 3.30
4
(200 mL) 100 25.1 42.9 4.80 5.05

1.2 Grafik
0.05 0.046
0.043
0.045
Konduktivitas Listrik (s/m)

0.04 0.034
0.035 0.031
0.03
0.032
0.025 0.02
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
Konsentrasi Larutan (%)

Tawal Takhir

Gambar 1. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan dan Konduktivitas Listrik


Larutan CMC 200 ml
1.8
0.826
Konduktivitas Listrik (s/m) 1.6
1.4
1.2
1 0.415
0.728
0.8
0.6
0.176 0.389
0.4
0.168
0.2
0
10% 25% 50%
Konsentrasi Larutan

Tawal Takhir

Gambar 2. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan dan Konduktivitas Listrik


Larutan Jeruk 200 ml

30
12.24
25
Konduktivitas Listrik (s/m)

20 8.87

15 6.17 12.28
9.32
10
6.09
5

0
0,3 % 0,5 % 0,7 %
Konsentrasi Larutan

Tawal Takhir

Gambar 3. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan dan Konduktivitas Listrik


Larutan Garam 200 ml
12
5.05
10
Konduktivitas Listrik (s/m)
8
3.3
6 4.8

4 2.96

0
50% 100%
Konsentrasi Larutan

Tawal Takhir

Gambar 4. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan dan Konduktivitas Listrik


Larutan Susu UHT 200 ml

0.05

0.045

0.04
Konduktivitas Listrik (s/m)

0.035

0.03

0.025

0.02

0.015

0.01

0.005

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Suhu (C)

0,1 % 0,2 % 0,3 %

Gambar 5. Grafik Hubungan Suhu dan Konduktivitas Listrik Larutan CMC 200
ml
0.9
0.8

Konduktivitas Listrik (s/m) 0.7


0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Suhu (C)

10% 25% 50%

Gambar 6. Grafik Hubungan Suhu dan Konduktivitas Listrik Larutan Jeruk 200
ml

14

12
Konduktivitas Listrik (s/m)

10

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Suhu (C)

0,3 % 0,5 % 0,7 %

Gambar 7. Grafik Hubungan Suhu dan Konduktivitas Listrik Larutan Garam 200
ml
6

5
Konduktivitas Listrik (s/m)

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Suhu (C)

0,3 % 0,5 % 0,7 %

Gambar 8. Grafik Hubungan Suhu dan Konduktivitas Listrik Larutan Susu UHT
200 ml
BAB V
PEMBAHASAN

Konduktivitas listrik adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat


menghantarkan listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-
ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah,
menghasilkan arus listrik. Konduktivitas listrik ini diukur menggunakan alat yang
bernama konduktiviti meter. Prinsip kerja konduktivitimeter dimana besar tegangan
listrik (V) ditentukan oleh sistem, besar arus listrik (I) adalah parameter yang
diukur, serta konstanta (C) didapatkan sebelumnya dari proses kalibrasi
konduktivitimeter dengan menggunakan larutan yang diketahui nilai konduktivitas
spesifiknya. Pengukuran konduktivitas sering dilakukan pada industri - industri
sebagai cara mengukur kandungan ion pada suatu larutan.
Pada praktikum ini dipergunakan empat bahan yang dijadikan sebagai
pengukuran konduktivitas listrik larutan. Bahan tersebut adalah larutan CMC
(200mL), larutan jeruk (200mL), larutan garam (200mL), dan susu UHT (200mL).
masing masing bahan tersebut diukur pada tingkat konsentrasi (%) yang berbeda
beda. Pada larutan CMC dilakukan tiga kali percobaan dengan tingkat konsentrasi
(%) sebesar 0,1; 0,2; dan 0,3. Pada larutan jeruk dilakukan tiga kali percobaan
dengan tingkat konsentrasi (%) 10; 25; dan 50. Pada larutan garam dilakukan tiga
kali percobaan dengan tingkat konsentrasi (%) 0,3; 0,5; dan 0,7. Sedangkan pada
larutan jeruk dilakukan dua kali percobaan dengan tingkat konsentrasi (%) 50 dan
100. Seluruh bahan dipanaskan dengan microwave dengan waktu 5 menit.
Suhu awal bahan sebelum dipanaskan dan suhu akhir bahan setelah
dipanaskan dengan menggunakan microwave perlu diukur sebagai tolak ukur
tingkat laju kondiktivitas listrik bahan. Pada larutan CMC dengan konsentrasi 0,1%
didapat suhu awal dan suhu akhir sebesar 28,7oC dan 38,1oC dengan konduktivitas
listrik (s/m) awal dan akhir adalah 0,043 dan 0,046. Pada larutan CMC dengan
konsentrasi 0,2% didapat suhu awal dan suhu akhir sebesar 28,3oC dan 39oC dengan
konduktivitas listrik (s/m) awal dan akhir adalah 0,032 oC dan 0,037 oC. Pada
larutan CMC dengan konsentrasi 0,3% didapat suhu awal dan suhu akhir sebesar
28,4oC dan 37,7oC dengan konduktivitas listrik (s/m) awal dan akhir adalah 0,029
o
C dan 0,031 oC. Hal ini membuktikan bahwa pada larutan CMC semakin besar
tingkat konsentrasinya maka laju konduktivitas listrik semakin kecil.
Pada larutan jeruk dengan konsentrasi 10% didapat suhu awal dan suhu akhir
sebesar 28,2oC dan 38,9oC dengan konduktivitas listrik (s/m) awal dan akhir adalah
0,168 oC dan 0,176 oC. Pada larutan jeruk dengan konsentrasi 25% didapat suhu
awal dan suhu akhir sebesar 28oC dan 37,2oC dengan konduktivitas listrik (s/m)
awal dan akhir adalah 0,389 oC dan 0,415 oC. Pada larutan jeruk dengan konsentrasi
50% didapat suhu awal dan suhu akhir sebesar 27,8oC dan 37,2oC dengan
konduktivitas listrik (s/m) awal dan akhir adalah 0,728oC dan 0,826 oC.
Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa pada larutan jeruk semakin tinggi
konsentrasinya maka akan semakin tinggi pula laju konduktivitas listrik.
Pada larutan garam dengan konsentrasi 0,3% didapat suhu awal dan suhu
akhir sebesar 27,6oC dan 36,2oC dengan konduktivitas listrik (s/m) awal dan akhir
adalah 6,04 oC dan 6,17 oC. Pada larutan garam dengan konsentrasi 0,5% didapat
suhu awal dan suhu akhir sebesar 27,6oC dan 37,9oC dengan konduktivitas listrik
(s/m) awal dan akhir adalah 9,32 oC dan 8,87oC. Pada larutan garam dengan
konsentrasi 0,3% didapat suhu awal dan suhu akhir sebesar 27,6 oC dan 36,5oC
dengan konduktivitas listrik (s/m) awal dan akhir adalah 12,28 oC dan 8,87 oC.
Berdasarkan hasil pada larutan garam membuktikan bahwa semakin tinggi
konsentrasi larutan maka semakin tinggi pula laju konduktivitas listrik. Namun, jika
larutan garam dipanaskan, laju konduktivitas listriknya maka semakin menurun.
Hal ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan seluruh sampel yang ada
dimana jika larutan dipanaskan maka konduktivitas listriknya semakin tinggi.
Pada susu UHT dengan konsentrasi 50% didapat suhu awal dan suhu akhir
sebesar 24,9oC dan 39,5oC dengan konduktivitas listrik (s/m) awal dan akhir adalah
2,96 oC dan 3,30 oC. Pada susu UHT dengan konsentrasi 100% didapat suhu awal
dan suhu akhir sebesar 25,1oC dan 42,9oC dengan konduktivitas listrik (s/m) awal
dan akhir adalah 4,80oC dan 5,05 oC. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa
pada susu UHT semakin tinggi konsentrasinya maka akan semakin tinggi pula laju
konduktivitas listrik.
Dari seluruh hasil, dapat disimpulkan bahwa larutan garam memiliki laju
konduktivitas listrik yang paling tinggi. Karena larutan garam memiliki ion listrik
didalamnya dan ion listrik yang terdapat pada garam dapat dikatakan tinggi. Ion ini
berperan penting dalam menghantarkan arus listrik. Berdasarkan hasil dapat
disimpulkan bahwa pada larutan jeruk semakin tinggi konsentrasinya maka akan
semakin tinggi pula laju konduktivitas listrik. Namun hasil yang didapat menurut
praktikan tidaklah terlalu akurat, hal ini dikarenakan thermometer yang digunakan
pada saat praktikum membaca suhu dengan tidak terlalu akurat.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat setelah melakukan praktikum kali ini adalah:
1. Konduktivitas listrik adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat
menghantarkan listrik.
2. Pada larutan CMC semakin besar tingkat konsentrasinya maka laju
konduktivitas listrik semakin kecil.
3. Pada larutan jeruk semakin tinggi konsentrasinya maka akan semakin
tinggi pula laju konduktivitas listrik.
4. Pada susu UHT semakin tinggi konsentrasinya maka akan semakin tinggi
pula laju konduktivitas listrik.
5. Pada larutan garam membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi
larutan maka semakin tinggi pula laju konduktivitas listrik. Namun, jika
larutan garam dipanaskan, laju konduktivitas listriknya maka semakin
menurun.
6. Dari seluruh hasil, dapat disimpulkan bahwa larutan garam memiliki laju
konduktivitas listrik yang paling tinggi. Karena larutan garam memiliki
ion listrik didalamnya dan ion listrik yang terdapat pada garam dapat
dikatakan tinggi.
6.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini yaitu:
1. Thermometer yang digunakan dalam praktikum haruslah menunjukan
suhu yang akurat untuk keakuratan hasil praktikum.
2. Disediakan lebih dari satu thermometer pada saat praktikum.
3. Keadaan kelas pada saat praktikum haruslah selalu tertib serta kondusif
sehingga praktikum berjalan dengan lancar dan selesai tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Jamal, Asep Arifin. 2004. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Jakarta.

Iriani, Elfia. 2012. Resistivitas dan Konduktivitas Konduktor dan Semikonduktor


Terhadap Suhu. http://dokumen.tips/documents/resistivitas-dan-
konduktivitas-konduktor-dan-semikonduktor-terhadapdocx.html. Diakses
pada tanggal 9 November 2016 pukul 11:15.

Onny. 2011. Prinsip Kerja Conductivity Meter. Jakarta.


LAMPIRAN

Gambar 1. Thermometer Gambar 2. Konduktivitimeter

Gambar 3. Sampel Bahan

Anda mungkin juga menyukai