Anda di halaman 1dari 21

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Pengeringan Bahan Hasil Pertanian: Rosella)

Oleh :
Nama : Intan Siti Sa’adah
NPM : 240110160045
Hari, Tanggal Praktikum : Jum’at, 30 November 2018
Waktu / Shift : 07.30 – 09.30 WIB / A2
Co. Ass : 1. Bonie Pamungkas
2. Elviera Rahmadina
3. Irene June Sidabutar
4. Zahrah Eza Arpima

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan hasil pertanian merupakan bahan yang sangat mudah rusak karena
bahan hasil pertanian merupakan bahan hidup yang masih melakukan respirasi dan
kegiatan metabolisme. Bahan hasil pertanian sendiri sangat mudah rusak karena
adanya kadar air yang cukup tinggi pada bahan yang dapat menyebabkan kerusakan
secara biologis maupun secara kimiawi dapat lebih mudah dan lebih cepat untuk
terjadi. Kadar air yang cukup banyak dari bahan hasil pertanian ini merupakan air
yang diperoleh pada saat bahan diambil dari tanaman pertanian sehingga air yang
terdapat pada bahan berfungsi sebagai air permukaan maupun air yang terikat dalam
matriks bahan.
Dalam kehidupan sehari-hari, bahan hasil pertanian yang masih memiliki kadar
air yang cukup tinggi sangat mudah untuk merusak bahan hasil pertanian sebab
pada beberapa proses bahan hasil pertanian, kadar air dapat menjadi masalah yang
cukup utama terutama dalam proses penggilingan dan penyimpanan produk hasil
pertanian. Oleh karena sangat berpengaruhnya bahan hasil pertanian dari kadar
airnya maka seringkali bahan hasil pertanian dikeringkan untuk menurunkan kadar
air dalam bahan tersebut. Pada proses pengeringan bahan hasil pertanian, kadar air
akhir biasanya diperoleh kadar air yang lebih rendah dari kadar air awal karena
adanya proses penguapan air dari bahan ke lingkungan di sekitarnya. Proses
pengeringan ini sudah menjadi proses yang paling sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari mulai dari pengeringan tradisional dengan menggunakan
panas dan radiasi matahari maupun proses pengeringan modern dengan
menggunakan mesin pengering maupun dengan menggunakan oven.
Oleh karena pentingnya menurunkan kadar air bahan dengan cara pengeringan,
maka pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran terhadap kadar air bahan awal
dan pengukuran kadar air setelah dilakukan pengeringan menggunakan oven untuk
mengetahui laju pengeringan dan cara pengeringan yang baik. Hasil dari percobaan
ini diharapkan mampu menambah usia simpan dan menjaga kualitas dari bahan
hasil pertanian.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu:
1. Mahasiswa mampu memahami perhitungan Kadar Air Basis Basah (BB)
dan Basis Kering (BK), Bobot Susut dari bahan pertanian (Rosella)
2. Mahasiswa dapat menerapkan prinsip proses pengeringan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Proses pengeringan di dalam industri pertanian merupakan salah satu tahapan
yang cukup penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan bahan hasil
pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang terjadi pada
bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih melakukan proses
respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama akan mengalami
pembusukan. Dengan proses pengeringan, kadar air bahan hasil pertanian dapat
dikurangi sampai tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara luar normal
atau tingkat kadar yang setara dengan aktivitas air sehingga bahan hasil pertanian
akan aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan kimiawi. (Zain, 2005).
Tujuan pengeringan bahan hasil pertanian adalah untuk mengurangi
kandungan air bahan sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses pengolahan
maupun penyimpanan. Menurut Henderson (1976), pengeringan adalah suatu
metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari bahan dengan
menggunakan media pengering (udara, cair, padat) sampai pada tingkat kadar air
kesetimbangan (equilibrium moisture content = EMC) dengan kondisi udara luar
(atmosfer) normal atau tingkat kadar air yang setara degnan nilai aktivitas air (aw)
yang aman dari kerusakan oleh mikrobiologi, enzimatis, dan kimia. (Zain, 2005)
Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode laju
pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan tetap
akan berhenti pada saat air bebas dipermukaan habis dan laju pengurangan kadar
air akan berkurang secara progresif. Kadar air dimana laju pe geringan tetap
berhenti disebut kadar air kritis. Laju pengeringan menurun dibatasi oleh EMC dari
kurva kadar air antara nol dan mendekeati RH 100%.
Penanganan bahan hasil pertanian dikatakan tepat jika penanganan tersebut
mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan hasil
pertanian diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air dengan lingkungan
dimana bahan hasil pertanian berada. Untuk dapat memilih teknik penanganan hasil
pertanian yang tepat perlu dipahami pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap
kualitas bahan hasil pertanian.(Zain,2005)

2.2 Prinsip Dasar Pengeringan


Mekanisme pengeringan bahan hasil pertanian meliputi dua proses
perpindahan, yaitu perpindahan massa air dari dalam bahan secara difusi dan
perpindahan energi panas yang digunakan untuk menguapkan air dari permukaan
bahan. Proses pengeringan yang umum digunakan di industri terbagi dalam
beberapa kategori:
1. Pengeringan konveksi
2. Pengeringan konduksi
3. Pengeringan hampa udara (vakum)
4. Pengeringan beku. (Sutanto,2012).

2.3 Kadar Air


Menurut Zain (2005), kandungan air dalam bahan hasil pertanian biasanya
dinyatakan dalam persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar aair bahan tersebut
yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis).
Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan berdasarkan
obot basah.
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah
maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying
ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat dihitung
sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan sebelum pengeringan
per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus: Drying ratio =
bobot bahan sebelum pengeringan / bobot bahan setelah pengeringan (Zain, 2005)
Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut:
KA = (Wa / Wb) x 100% ......(1)
Kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut:
100Wm
m ..........(2)
Wm  Wd 

Sedangan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut:


Wm
M  100 .........(3)
Wd
100m
M  .......(4)
100  m 
Dimana:
m = kadar air basis basah (%)
M = kadar air basis kering (%)
Wm = berat air dalam bahan (kg)
Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg)
Dalam perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering
dipakai karena pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah
dikeringkan tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan penurunan
kandungan air lebih terlihat dengan jelas.
Menurut Zain (2005), penentuan kadar air dapat dilakukan dengan dengan
menggunakan dua metode, yaitu:
1. Metode praktis, metode ini mudah dilakukan tetapi hasilnya kurang teliti
sehingga sering perlu dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu. Yang termasuk
metode ini adalah metode kalsium karbida dan metode pengukuran dengan alat
ukur kadar air (electric moiture meter).
2. Metode dasar, kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang
diakibatkan oleh pengeringan dan pemanasan pada kondisi tertentu dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk ke dalam
metode dasar adalah metode oven, metode destilasi dan metode Karl Fisher.

Metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu bahan adalah
dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode oven“, yaitu suatu
metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali produk
tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika produk
tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100oC – 102oC sampai diperoleh
berat yang tetap. (Rudi, 2011)

2.4 Oven
Oven merupakan sebuah chamber tertutup yang memiliki fungsi utama untuk
memanaskan produk makanan. Tetapi, selain memiliki fungsi untuk memanaskan
makanan oven juga dapat digunakan untuk steaming dan deep frying. Karena
kelebihannya yang dapat diterapkan untuk berbagai proses pengolahan makanan
inilah, akhirnya oven banyak digunakan untuk proses memasak, mulai dari skala
rumah tangga sampai restoran- restoran yang menyediakan makanan- makanan
cepat saji seperti daging panggang dan kentang panggang (Zamzam, 2006)
Terdapat beberapa jenis oven yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-
hari antara lain oven konvensional, convections ovens, oven kombinasi(steamers)
yang dapat digunakan untuk proses steaming, oven konveyer dan rotisseries. Oven
kombinasi biasanya digunakan untuk mencetak adonan dan mengukus sayur-
sayuran, rotisseries banyak digunakan untuk memanggang ayam, iga dan juga dapat
digunakan untuk memanggang pizza. Sedangkan oven konveyer biasanya
digunakan untuk memproduksi produk dalam skala besar. Misalnya digunakan oleh
restoran seafood skala besar dan juga hotel.
2.4.1 Jenis Oven yang Umum Digunakan
1. Oven Konvensional
Oven konvensional merupakan sejenis oven yang menggunakan sistem
radiasi sederhana untuk proses transfer panasnya. Mekanisme kerja dari oven
konvensional ini adalah, pertama- tama sumber pemanas akan menghasilkan
panas yang kemudian akan dialirkan ke udara sehingga terciptalah udara
panas. Udara panas ini kemudian akan mengalir ke permukaan bahan dan
menyebabkan bahan menjadi matang. Karena hanya mengandalkan udara
panas, tanpa adanya sirkulasi udara, maka proses pengovenan akan sangat
dipengaruhi oleh tata letak Loyang di dalam oven, di antara Loyang satu
dengan loyang yang lainnya harus ada jarak agar bahan makanan dapat
mengembang dengan baik, selain itu dengan adanya jarak sirkulasi udara
akan terjadi dengan lebih baik. Contoh dari oven konvensional adalah range
oven dan deck oven. Kedua jenis oven ini sesuai digunakan untuk
memanggang produk- produk bakery dan pizza.
2. Oven Konveksi
Oven konveksi merupakan hasil pengembangan dari oven konvensional,
oven konveksi ini dilengkapi dengan kipas yang memungkinkan adanya
sirkulasi udara. Dengan adanya sirkulasi udara, maka udara panas akan
tersebar secara lebih merata pada produk yang dipanaskan, sehingga proses
pemasakan makanan berlangsung secara lebih cepat. Terdapat dua jenis oven
konveksi, antara lain adalah Rack oven dan Combination oven.
3. Oven Konveyor
Oven jenis ini menggunakan empat jenis transfer panas sekaligus, yang
pertama adalah transfer panas secara radiasi dengan menggunakan infrared,
yang kedua adalah transfer panas secara konveksi dengan media transfer
panas berupa lapisan keramik, yang ketiga adalah proses transfer panas
dengan menggunakan tekanan udara panas, dan terakhir adalah transfer panas
dengan menggunakan kombinasi antara penggunaak inframerah dan tekanan
udara panas. Karena proses transfer panasnya ynag beragam, oven konveyor
ini dapat digunakan untuk memanggang berbagai macam produk dalam
jumlah yang banyak. Tetapi oven jenis ini hanya dapat digunakan untuk
memanggang bahan- bahan makanan yang bentuknya seragam.
4. Rotisseries
Merupakan oven yang biasanya digunakan untuk memanggang daging
yang dilengkapi dengan spits sehingga daging dapat berputar dan pemanasan
yang terjadi merata. Sumber panas bisa berasal dari gas, listrik maupun kayu.
Rotisseries dibagi menjadi 2 yakni rotisseries oven dan rotisseries boiling.
Rotisseries ovens merupakan oven yang dirancang untuk 1 kali
pemanggangan atau pemasakan yang dilengkapi dengan roda pemutar.
Sedangkan rotisseries broilers adalah oven yang dirancang untuk pemasakan
yang berlangsung secara terus menerus yang dilengkapi dengan pemutar
vertikal bertumpuk.
2.5 Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
Rosella (Hibiscus sadbariffa L.) merupakan anggota famili Malvaceae.
Rosella dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini
mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari India hingga Malaysia.
Sekarang, tanaman ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia
dan mempunyai nama umum yang berbeda-beda di berbagai negara.
Tanaman Rosella hidup berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5
meter, memiliki batang yang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki
banyak percabangan. Ketika masih muda, batangnya berwarna hijau. Dan ketika
beranjak dewasa dan sudah berbunga, batang Rosella berwarna cokelat kemerahan.
Pada batang Rosella melekat daun-daun yang tersusun, berwarna hijau, berbentuk
bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun Rosella ada
yang meruncing dan tulang daunnya berwarna merah. Panjang daun Rosella dapat
mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar
tunggang. Mahkota bunganya berbentuk corong yang tersusun dari 5 helai daun
mahkota (Daryanto, 2008). Berikut merupakan klasifikasi dan gambar bunga
Rosella:
Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Dilleniidae

Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Hibiscus

Jenis : Hibiscus sabdariffa Linn


Gambar 1. Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
(Sumber : Daryanto, 2008)

Pada prinsipnya tanaman rosela dapat hidup di kondisi lahan, cuaca, serta
suhu yang bagaimanapun, akan tetapi disetiap daerah yang berbeda akan
menghasilkan warna yang berbeda pula. Kelopak bunga rosela yang ditanam di
lereng pegunungan berwarna merah agak kehitam-hitaman, yang ditanam di tanah
pekarangan berwarna merah kurang cerah dan yang ditanam di sawah dan dataran
rendah berwarna merah cerah (Daryanto, 2008).
Tanaman Rosella mudah dan murah jika ingin dibudidayakan karena umur
panennya singkat. Tingkat konsumsi Rosella terbilang masih rendah karena selama
ini kelopak bunga Rosella hanya dimanfaatkan sebagai minuman kesehatan dan
belum dimanfaatkan sebagai pewarna makanan. Bagian tanaman Rosella yang bisa
diproses menjadi produk pangan adalah kelopak bunganya. Kelopak bunga
tanaman ini berwarna merah tua, tebal, dan berair. Tanaman Rosella juga sangat
baik untuk dikembangkan sebagai bahan baku minuman karena memiliki pigmen
antosianin yang berbentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Pigmen
antosianin ini membentuk warna ungu kemerahan menarik di kelopak bunga
Rosella. Kandungan gizi yang terdapat dalam kelopak bunga Rosella disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi kelopak bunga Rosella segar.
Komponen Jumlah/100 gram kelopak segar
Kalori 44 kal
Air 86,2 %
Protein 1,6 g
Lemak 0,1 g
Karbohidrat 11,1 g
Serat 2,5 g
Abu 1,0 g
Kalsium 160 mg
Fosfor 60 mg
Besi 3,8 mg
Betakaroten 285 ig
Vitamin C 14 mg
Tiamin 0,04 mg
Riboflavin 0,6 mg
Niasin 0,5 mg
(Sumber: Daryanto, 2008)
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu:
1. Loyang Pengering untuk wadah pada proses pengeringan pada oven;
2. Pisau untuk memisahkan biji Rosella yang melekat pada kelopak bunga;
3. Baskom untuk wadah pada saat pencucian Rosella;
4. Timbangan untuk menimbang berat Rosella;
5. Cawan wadah pada proses pengeringan pada oven;
6. Penjepit untuk mengambil cawan dari oven; dan
7. Sarung Tangan untuk melapisi tangan agar pada saat mengambil cawan
menggunakan capit tidak terkena panas.
3.1.2 Bahan
Bahan untuk praktikum kali ini adalah Bungan Rosella.

3.2 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu:
1. Melakukan sortasi dalam mimilih Rosella yang baik (tidak berjamur)
2. Memisahkan biji Rosella yang melekat pada kelopak bunganya
3. Mencuci Rosella untuk menghilangkan debu atau jamur yang melekat
4. Menghitung kadar air bunga Rosella segar baik basis basah atau basis
kering
5. Melakukan prosedur perhitungan kadar air dengan cara cara sebagai
berikut
a. Memanaskan oven hingga suhu 1050C
b. Menimbang cawan porselen
c. Memasukkan cawan porselen kedalam oven selama 10 menit hingga
15 menit
d. Selanjutnya memasukkan cawan porselen kedalam desikator selama
5 menit kemudian timbangkah sampel sebanyak 3-5 gram ke dalam
cawan tersebut.
e. Memasukkan sampel dengan menggunakan cawan porselen
kedalam oven yang telah mencapai 105 0C selama 3 jam
f. Memasukkan Rosella setelah 3 jam sampel kedalam desikator
tungggu lebih kurang 5 menit dan selanjutnya timbang sampel dan
mencatat berapa beratnya
g. Memasukkan kembali sampel kedalam oven selama satu jam dan
masukkan kembali kedesikator selama 5 menit. Timbang kembali
sampel.
h. Prosedur pengeringan dapat dihentikan jika berat bahan menjadi
konstan
6. Menimbang bunga Rosella segar sebagai sampel masing- masing
sebanyak 100 gram untuk proses pengeringan dengan ovem (dilab.pasca
panen) dan oven blower (lab.Pedka) dan microwave, untuk microvawe
dilakukan setelah menggunakan oven blower dan oven biasa. proses
pengeringan dengan microwave dihentikan dengan mencoba beberapa
penggunaan waktu dan daya dilihat dari kesamaan karakteristik warna
dan aroma hasil pengeringan menggunakan oven blower. Artinya jika
karekteristik warna dan aroma sama hentikan penggunaan microwabe
dan catat daya dan waktu yang digunakan.
7. Mengatur suhu oven antara 55-65 0C masukkan sampel pada prosedur 6
selama 8 jam
8. Setelah prosedur 8 hitunglah berat sampel
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sampel Segar Sebelum dan Sesudah Dikeringkan

Jenis Berat
Perlakuan Suhu Waktu Warna Aroma
Pengeringan (gram)
Rosella
Oven Lab. Sebelum 60° 8 Jam 98,34 Terang
segar
Pasca
Sesudah 59,1° 8 Jam 23,92 Gelap Gosong
Rosella
Sebelum 60° 8 Jam 100 Terang
segar
Oven Blower
Lebih
Sesudah 59,5° 8 Jam 11,37 Lebih Kuat
Gelap
Rosella
Sebelum 50% 12 Mnt 19,99 Terang
segar
Sesudah 50% 12 Mnt 4,24 Lebih Tua Lebih Kuat
Microwave
Rosella
Sebelum 50% 12 Mnt 19,99 Terang
Segar
Sesudah 50% 12 Mnt 3,29 Gelap Lebih Pekat

Tabel 2. Kadar Air Basis Kering Awal Rosella

Massa Ma + Massa Ma + Massa


Kadar Air Basis
Cawan Ma Bahan Awal, Bahan Akhir, Mc
Kering, Db (%)
(gr) Mb (gr) (gr)
2,98 4,98 3,23 700
2,97 4,97 3,2 769,565
3,03 5,03 3,25 809,09
Tabel 3. Kadar Air Basis Kering Akhir Rosella

Massa Ma + Massa Ma + Massa Kadar Air


Jenis
Cawan Bahan Awal, Bahan Akhir, Basis Kering,
Pengeringan
Ma (gr) Mb (gr) Mc (gr) Db (%)
Oven Blower
5,08 7,08 6,94 7,5268
(a)
Oven Blower
5,05 7,05 6,96 4,7120
(a)
Oven Blower
5,01 7,01 6,90 5,8201
(a)
Microwave 1
3 5 4,32 51,51
(a)
Microwave 2
2,96 4,96 4,44 35,135
(a)

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Kadar Air Awal
M −M
a. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

4,98−3,23
= 3,23−2,98 x 100%

= 700 %
M −M
b. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

4,97−3,2
= 3,2−2,97 x 100%

= 769,565 %
M −M
c. Kadar Air (DB) = Mb− M c x 100%
c a

5,03−3,25
= 3,25−3,03 x 100%

= 809,09 %
4.2.2 Perhitungan Kadar Air Akhir
M −M
a. Kadar Air (DB) Oven Blower (a) = Mb− M c x 100%
c a

7,08−6,94
= 6,94−5,08 x 100%
= 7,5268 %
M −M
b. Kadar Air (DB) Oven Blower (b) = Mb− M c x 100%
c a

7,05−6,96
= 6,96−5,05 x 100%

= 4,7120 %
M −M
c. Kadar Air (DB) Oven Blower (c) = Mb− M c x 100%
c a

7,01−6,9
= 6,9−5,01 x 100%

= 5,8201 %
M −M
d. Kadar Air (DB) Microwave 1 (a) = Mb− M c x 100%
c a

5 −4,32
= x 100%
4,32−3

= 51,51 %
M −M
e. Kadar Air (DB) Microwave 2 (a) = Mb− M c x 100%
c a

4,96−4,44
= 4,44−2,96 x 100%

= 35,135 %
4.2.3 Perhitungan Rendemen
Massa Sampel Kering
a. Rendemen Oven Lab. Pasca = x 100%
Massa Sampel Segar
23,92
= 98,34 x 100%

= 24,32377 %
Massa Sampel Kering
b. Rendemen Oven Blower = x 100%
Massa Sampel Segar
11,37
= x 100%
100

= 11,37 %
Massa Sampel Kering
c. Rendemen Microwave 1 = x 100%
Massa Sampel Segar
4,24
= 19,99 x 100%

= 21,2106 %
Massa Sampel Kering
d. Rendemen Microwave 2 = x 100%
Massa Sampel Segar
3,29
= 19,99 x 100%

= 16,4582 %
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas mengenai pengeringan bahan hasil pertanian.


Bahan hasil pertanian yang dikeringkan pada praktikum ini adalah tanaman Rosella.
Hal yang diamati pada proses pengeringan Rosella ini yaitu kadar air dan
rendemennya. Percobaan yang pertama mengukur rendemen dari Rosella dengan
perlakuan pengeringan menggunakan alat yang berbeda. Alat yang digunakan ada
tiga yaitu Oven Lab. Pasca, Oven Blower dan Microwave. Percobaan kedua yaitu
untuk menghitung kadar air dari Rosella dengan perlakuan yang tidak jauh berbeda
dengan percobaan pertama, yang membedakan hanya pada massa yang digunakan
pada percobaan kedua massa yang digunakan lebih sedikit.
Hasil pengeringan menggunakan Oven Lab. Pasca massa sebelum
didapatkan seberat 98,34 gram dan massa sesudah seberat 23,92 gram. Sehingga
nilai rendemen yang didapatkan sebesar 24,323%. Pengeringan menggunakan Oven
Blower didapatkan massa sebelumnya seberat 100 gram dan massa sesudah seberat
11,37 gram. Maka nilai rendemen untuk Rosella yang meggunakan Oven Blower
11,37%. Pengeringan menggunakan Microwave dilakukan secara dua kali. Massa
Rosella pertama yang sebelum dipanaskan seberat 19,99 gram dan massa sesudah
dikeringkan seberat 4,34 gram. Maka nilai rendemen untuk Rosella pertama yang
menggunakan Microwaeve yaitu sebesar 21,2106%. Sedangkan untuk massa
Rosella kedua sama dengan yang pertama, untuk massa sesudah didapatkan seberat
3,29 gram. Maka nilai yang didapat untuk nilai rendemen kedua sebesar 16,4582%.
Rendemen yang paling tinggi yaitu nilai rendemen oven lab. pasca dan yang paling
kecil yaitu oven blower. Nilai rendemen berkaitan dengan kandungan bioaktif yang
terdapat pada Rosella tersebut, semakin kecil nilai rendemen yang didapat maka
kandungan bioaktif pada Rosella tersebut sedikit. Selain itu juga semakin inggi
rendemen maka kadar air yang dikurangi semakin sedikit.
Percobaan kedua untuk mengetahui kadar air dari Rosella. Prosedur yang
dilakukan sama dengan percobaan pertama hanya saja bahan yang diamati jumlah
massanya lebih sedikit. Dari hasil yang didapat kadar air basis kering dari perlakuan
oven blower a,b, dan c masing masing sebesar 7,5%; 4,7%; dan 5,82%, sedangkan
untuk pelakuan microwave 1 sebesar 51,51% dan perlakuan microwave 2 sebesar
35,1%. Kadar air paling tinggi yaitu pada Microwave 1 karena pengeringan
menggunakan Microwave kurang merata. Hal tersebut dikarenakan menggunakan
prinsip gelombang. Microwave menghasilkan gelombang mikro, gelombang
tersebut dipantulkan oleh dinding microwave dan kemudian diserap oleh bahan
yang disimpan dalam microwave. Gelombang tersebut akan mengubah arah
molekul pada bahan tersebut. Perubahan tersebut menimbulkan panas yang
akhirnya membuat bahan tersebut menjadi panas.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:
1. Kadar air paling tinggi dimiliki oleh Microwave 1 yaitu sebesar 51,51%
2. Kadar air paling kecil dimiliki oleh Oven Blower (b) yaitu sebesar 4,7%
3. Nilai rendemen berkaitan dengan kandungan bioaktif yang terdapat pada
Rosella tersebut, semakin kecil nilai rendemen yang didapat maka
kandungan bioaktif pada Rosella tersebut sedikit
4. Semakin tinggi rendemen maka kadar air yang dikurangi semakin sedikit.

6.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah sebaiknya seluruh prosedur dilakukan
oleh praktikan sehingga praktikan dapat memahami keseluruhan praktikum yang
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Rudi. 2011. Teknik Pengawetan Pangan. Jakarta : PT. Gramedia.

Zain, Sudaryanto.2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung: Giratuna.

Sutanto.2012. Proses pembuatan makanan. Terdapat pada:


http://library.unsri.ac.id/pdf//2089603/BAB%10II.pdf (Diakses pada, 5
Desember 2018 pukul 19.22 WIB)

Daryanto, Hadi. 2008. Tanaman Rosella. Terdapat pada:


http://digilib.unila.ac.id/21234/14/BAB%20II.pdf (Diakses pada, 5 Desember
2018 pukul 21.12 WIB)

Zamzam, Rizky. 2006. Oven dan Jenis-Jenis Oven, Beserta Kelebihan dan
Kekurangannya. Terdapat pada: https://docuri.com/oven-
_59c1ddf0f581710b28690694_pdf (Diakses pada, 5 Desember 2018 pukul
20.43 WIB)
LAMPIRAN

Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Hasil Pengeringan Rosella

Gambar 2. Proses Penimbangan

Anda mungkin juga menyukai