Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN LENGKAP

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA II

PENGERINGAN

Oleh:
Kelompok VII
Kelas B

Eka Novrian Saputra (1807113195)


Ikhwan (1807113260)
Indah Pratiwi (1807113156)

Dosen Pengampu:
Dr. Ida Zahrina, ST., MT.

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II

Pengeringan
Dosen Pengampu Praktikum dengan ini menyatakan bahwa:

Kelompok VII
Eka Novrian Saputra (1807113195)
Ikhwan (1807113260)
Indah Pratiwi (1807113156)

1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh Dosen


Pengampu / Asisten Praktikum
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Pengeringan dari
praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II yang di setujui oleh
Dosen Pengampu.

Catatan Tambahan:

Pekanbaru, Agustus 2021


Dosen Pengampu

Dr. Ida Zahrina, ST., MT.


NIP. 19691124 199803 2 001

i
ABSTRAK

Pengeringan merupakan salah satu proses yang penting di industri kimia, pengolahan
makanan, tekanan atmosfir, dan lainnya. Pengeringan adalah proses pengeluaran air
atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan prinsip
perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan yang dikeringkan.
proses ini penting dalam industri kimia. Tujuan dari praktikum ini yaitu mempelajari
mekanisme pengeringan dengan membuat kurva karakteristik pengeringan pada
kondisi operasi pengeringan tertentu, menentukan kadar air kesetimbangan, dan
untuk menentukan laju pengeringan pada periode laju pengeringan konstan. Bahan
yang digunakan adalah campuran pasir dan air. Percobaan dilakukan di dalam alat
tray drier hingga didapat selisih berat penimbangan 0,1 gram dengan variasi air flow
control 4, 6, dan 8. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada periode awal
pengeringan kadar air yang terdapat di dalam bahan cukup banyak sehingga massa air
mudah teruapkan. Titik kritis, kadar air kesetimbangan, dan laju pengeringan konstan
tidak diperoleh karena proses pengeringan tidak berjalan sampai periode akhir
pengeringan. Selain itu, semakin tinggi laju alir udara pengering maka proses
pengeringan akan berjalan semakin cepat.

Kata kunci: kadar air, laju pengeringan, pasir, pengeringan

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM ................................. i


ABSTRAK ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Tujuan Percobaan ........................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan ................................................................................. 3
2.2 Prinsip Dasar Pengeringan .......................................................... 4
2.3 Metode Umum Pengeringan ........................................................ 5
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan raksi ............... 6
2.5 Kadar Air ..................................................................................... 8
2.6 Laju PengeringanEkstraksi .......................................................... 9
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat yang Digunakan ...................................................................... 11
3.2 Bahan yang Digunakan................................................................... 11
3.3 Prosedur Percobaan......................................................................... 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .................................................................................................. 12
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 18
5.2 Saran ................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Laju Pengeringan Terhadap Kadar Air Bahan ................ 4
Gambar 2.2 Jenis Kadar Air dalam Bahan .................................................... 12
Gambar 4.1 Kurva Karakteristik Pengeringan .............................................. 14
Gambar 4.2 Hubungan antara Kadar Air dan Waktu .................................... 16
Gambar 4.3 Pengaruh Laju Alir Udara terhadap Kadar Air .......................... 17

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Air Flow Control 4 ..................................... 12


Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Air Flow Control 6 ..................................... 12
Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Air Flow Control 8 ..................................... 13

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Industri kimia proses pengeringan adalah salah satu proses yang penting.
Proses pengeringan ini dilakukan biasanya sebagai tahap akhir sebelum dilakukan
pengepakan suatu produk ataupun proses pendahuluan agar proses selanjutnya lebih
mudah, mengurangi biaya pengemasan dan transportasi suatu produk dan dapat
menambah nilai guna dari suatu bahan. Dalam industri makanan, proses pengeringan
ini digunakan untuk pengawetan suatu produk makanan. Menurut Afrianto (2002),
banyak bahan makanan yang mudah busuk atau tidak tahan lama sehingga
terbatasnya lama penyimpanan dan daerah pemasarannya tidak begitu luas. Oleh
sebab itu dilakukan pengawetan makanan, yang bertujuan untuk mempertahankan
kualitas suatu makanan selama mungkin dengan cara menghambat atau
menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun
penyebab kerusakan makanan (misalnya aktivitas enzim, mikroorganisme, atau
oksidasi oksigen) agar makanan tersebut tetap dalam kondisi yang baik. Teknik
pengolahan dan pengawetan makanan itu ada beberapa cara, yaitu: pendinginan,
pengeringan, pengalengan, pengemasan, penggunaan bahan kimia, penggunaan zat
aditif (tambahan) dan pemanasan.
Dalam pengeringan tekanan atmosfer panas yang diperlukan untuk penguapan
biasanya ditransfer dengan aliran udara yang disirkulasikan, yang juga menampung
dan membawa air yang diuapkan. Dalam pengeringan vakum bahan yang dikeringkan
harus diletakkan dalam ruang tertutup dan panas untuk penguapan ditransfer dengan
cara radiasi atau konduksi dari permukaan yang panas. Pengeringan dapat diartikan
pula sebagai proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan
energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan
bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Tujuan
pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan

1
2

terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai
waktu simpan yang lebih lama.
Dalam percobaan ini pengeringan akan dilakukan untuk mengeringkan pasir
menggunakan alat tray dryer. Tray dryer merupakan sebuah alat pengering yang
dirancang untuk mengeringkan bahan yang membutuhkan wadah. Pada alat ini
terdapat tray yang digunakan sebagai tempat umpan yang dikeringkan. Proses
pengeringan dilakukan pada tray kedua dari atas. Pengeringan dilakukan dengan
mengalirkan udara yang dipanaskan dengan heater dan kemudian mengair ke arah
tray-tray umpan. Udara panas inilah yang akan menguapkan air yang terkandung
dalam umpan yang berupa pasir hingga kering.

1.2 Tujuan Percobaaan


Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah:
1. Mempelajari mekanisme pengeringan dengan membuat kurva karakteristik
pengeringan pada kondisi operasi pengeringan tertentu.
2. Menentukan periode-periode laju pengeringan.
3. Menentukan titik kritis.
4. Menentukan kadar air kesetimbangan.
5. Menentukan laju pengeringan pada periode laju pengeringan konstan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk
membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan adalah
suatu proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi
untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas (Taib G, dkk, 1987).
Tujuan dasar pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan secara termal
sampai ke tingkat tertentu sehingga kerusakan akibat mikroba dan reaksi kimia dapat
diminimalisasi untuk dapat tetap menjaga kualitas produk kering dari bahan tersebut.
Proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi proses,
dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan atau dijual. Menurut cara kontak
media pengering dan bahan yang dikeringkan, dibedakan atas dua yakni pengeringan
langsung (direct drying) yaitu bahan yang dikeringkan kontak langsung dengan udara
yang dipanaskan dan pengeringan tidak langsung (indirect drying) yaitu udara panas
kontak dengan bahan yang dikeringkan melalui perantara, umumnya berupa dinding-
dinding atau tempat meletakkan bahan.

2.2 Prinsip Dasar Pengeringan


Pengeringan adalah suatu proses penguapan air dari bahan basah dengan media
pengering menyangkut proses perpindahan panas dan massa yang terjadi secara
bersamaan. Proses perpindahan massa yang terjadi adalah dengan cara konveksi serta
perpindahan panas secara konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah yang relatif
kecil yang terjadi antara medium pengering dengan bahan.
Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus
dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyakut
aliran fluida dengan cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses
pengeringan berlangsung. Panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air

3
4

harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan
berbentuk uap air yang bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang
dikeringkan dan cara pemanasan yang digunakan. Adapun penguapan air dalam
bahan terjadi dalam 3 tahapan, yaitu: pemanasan pendahuluan atau penyesuaian
temperatur bahan yang dikeringkan, pengeringan dengan kecepatan konstan
(Constant Rate Periode), dan pengeringan dengan kecepatan menurun (Falling Rate
Periode) (Treyball, 1983), yaitu :

Gambar 2.1 Kurva Laju Pengeringan Terhadap Kadar Air Bahan (Treyball, 1983)

a. Periode Pengeringan dengan laju tetap (Constant rate peroid)


Pada periode ini bahan-bahan yang dikeringkan memiliki kecepatan
pengeringan yang konstan. Bahan basah mempunyai kandungan air yang akan
membentuk lapisan air di permukaan. Proses penguapan pada priode ini terjadi pada
titik air tak terikat, dimana suhu pada bahan sama dengan suhu bola basah udara
pengering. Periode pengeringan laju tetap dapat dianggap dalam keadaan steady.
5

b. Periode pengeringan dengan laju menurun (Falling rate peroid)


Pada periode ini air yang diuapkan sangat kecil dan membutuhkan waktu
pengeringan yang lama. Di priode ini air tidak cukup lagi untuk membuat lapisan air
pada permukaan bahan sehingga permukaan tidak lagi basah. Selanjutnya
pengeringan terjadi lebih lambat. Panas untuk evaporasi ditransfer dari permukaan
bahan dan air dari dalam bahan berpindah keluar dengan cara difusi dan perpindahan
secara kapiler pada bahan.

2.3 Metode Umum Pengeringan


Menurut Geankoplis (1993) Metode dan proses pengeringan dapat
diklasifikasikan dalam berbagai cara yang berbeda. Proses pengeringan dapat
dikelompokkan sebagai :
a. Pengeringan batch adalah pengeringan dimana bahan yang dikeringkan
dimasukkan ke dalam alat pengering dan didiamkan selama waktu yang
ditentukan.
b. Pengeringan continue adalah pengeringan dimana bahan basah masuk secara
sinambung dan bahan kering keluar secara sinambung dari alat
pengering.Berdasarkan kondisi fisik yang digunakan untuk memberikan panas
pada sistem dan memindahkan uap air, proses pengeringan dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu :
c. Pengeringan kontak langsung yaitu menggunakan udara panas sebagai medium
pengering pada tekanan atmosferik. Pada proses ini uap yang terbentuk terbawa
oleh udara
d. Pengeringan vakum yaitu menggunakan logam sebgai medium pengontak
panas atau menggunkan efek radiasi. Pada proses ini penguapan air berlangsung
lebih cepat pada tekanan rendah
e. Pengeringan beku (freeze drying) yaitu pengeringan yang melibatkan proses
sublimasi air dari material yang dibekukan dengan tekanan yang sangat rendah
dan dihasilkan kualitas produk dari pengeringan yang tinggi. (Kunal A.
Gaidhani, 2015).
6

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua golongan yaitu faktor
yang berhubungan dengan udara pengering dan faktor yang berhubungan dengan sifat
bahan yang dikeringkan. Faktor-faktor yang termasuk golongan pertama adalah suhu,
kecepatan volumetric, aliran udara pengering dan kelembaban udara. Faktor-faktor
yang termasuk golongan kedua adalah ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan
parsial di dalam bahan. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan
uap air. Apabila kelembaban udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap air di dalam
dan di luar bahan menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air dari dalam
bahan keluar. Pengontrolan suhu serta waktu pengeringan dilakukandengan mengatur
kotak alat pengering dengan alat pemanas, seperti udara panas yang dialirkan ataupun
alat pemanas lainnya. Suhu pengeringan akan mempengaruhi kelembaban udara di
dalam alat pengering dan laju pengeringan untuk bahan tersebut. Pada kelembaban
udara yang tinggi, laju penguapan air bahan akan lebih lambat dibandingkan dengan
pengeringan pada kelembaban yang rendah. (Taufiq, 2004)

2.5 Kadar Air


Kadar air atau moisture content adalah jumlah air yang terkandung dalam suatu
bahan. Kadar air dari padatan bisa akan mengalami penurunan selama proses
pengeringan berlangsung, yang kemudian akan menurunkan densitasnya. Pada
beberapa kasus, bahan kering akan menyusut. Kadar air yang tekandung dalam bahan
bisa dihitung dengan beberapa cara, diantaranya basis basah dan basis kering
(Treyball, 1983).
Perhitungan basis basah :
Xbb = x 100% .............................................. (2.1)

Perhitungan basis kering :

Xbk = x 100% .............................................. (2.2)


7

Dimana :
Xbb = Kadar air basis basah (%)
Xbk = Kadar air basis kering (%)
Wb = Berat bahan basah (g)
Wk = Berat bahan kering (g)
Adapun jenis dari kadar air (moisture content) dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 2.2 Jenis Kadar Air dalam Bahan (Sumber: Treyball, 1983)

Keterangan :
a. Equilibrium Moisture (X*) atau kadar air setimbang adalah keadaan dimana
kadar air dari bahan setimbang dengan tekanan parsial uap air dalam udara.
b. Bound Moisture atau air terikat adalah keadaan dimana tekanan uap kadar air
dalam bahan diantara tekanan uap air setimbang dan tekanan uap murni air
pada temperatur yang sama.
c. Unbound Moisture atau Air tidak terikat adalah keadaan dimana tekanan uap air
dalam bahan melebihi keadaan setimbangnya dan sama dengan tekanana uap
murni air di temperatur yang sama.
d. Free Moisture atau Kadar air bebas adalah kadar air dalam bahan yang berlebih
dari keadaan setimbangnya. Kadar air inilah yang bisa di uapkan dan kadar air
bebas dari bahan padat tergantung dengan kelembapan udara.
8

2.6 Laju Pengeringan


Untuk mengetahui laju pengeringan perlu mengetahui waktu yang dibutuhkan
untuk mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu sampai kadar air yang
diinginkan pada kondisi tertentu , maka bisa dilakukan dengan cara :
a. Drying test yaitu hubungan antara moisture content suatu bahan vs waktu
pengering pada temperatur, humidity, dan kecepatan pengering tetap.
Kandungan air dari suatu bahan akan menurun karena adanya pengeringan,
sedangkan kandungan air yang hilang akan semakin meningkat seiring dengan
penambahan waktu.
b. Kurva laju pengeringan menunjukkan hubungan antara laju pengeringan vs
kandungan air, kurva ini terdiri dari 2 bagian yaitu periode kecepatan tetap dan
pada kecepatan menurun.
Jika mula-mula bahan sangatlah basah bila dikontakkan dengan udara yang
relatif kering maka akan terjadi penguapan air yang ada pada permukaan bahan
tersebut.
Rumus laju pengeringan massa menurut Treybal,1993 dinyatakan:

N= ........................................................... (2.3)

Keterangan:
N = laju pengeringan (Lb H2O yang diuapkan / jam ft2)
Ss = berat bahan kering (lb)
A = Luas permukaan pengeringan (ft2)
X = moisture content dry basis (lb H2O / lb bahan kering)
Θ = waktu (jam)
Dimana dx/dθ dicari dengan :

= = )2 x : s2 .......................................... (2.4)
9

Keterangan :
D’v = free moisture
S = setengah tebal bahan yang dikeringkan
X = kadar air yang teruapkan

Persamaan ini menunjukkan bahwa bila difusi menjadi faktor penentu, laju
pengeringan berbending lurus dengan kandungan free moiture dan berbanding
terbalik dengan pangkat dua ketebalan. Persamaan ini menunjukkan bahwa jika
waktu dipetakan terhadap kandungan free moisture akan didapatkan garis lurus dan
D’v dapat dihitung dari gradiennya. (Treyal R E. 1981)
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat yang Digunakan


1. Tray Drier
2. Oven
3. Tray
4. Neraca Digital
5. Anemometer
6. Penggaris
7. Psychrometer
8. Stopwatch
9. Cawan pengering/ Gelas arloji
10. Pipet tetes
11. Gelas ukur
12. Baskom plastik

3.2 Bahan yang Digunakan


1. Pasir
2. Air

3.3 Prosedur Percobaan


1. Pasir disiapkan kurang lebih 1 kg diberi air sekitar 150 ml campur sampai rata
dalam baskom plastik dan tutup rapat dengan plastik.
2. Ambil sampel kurang lebih 50 gram timbang catat sebagai berat sampel basah
(Wb) letak diatas cawan pengering, oven pada suhu 110 sampai didapatkan

berat konstan (Wc). Maka % berat air di pasir mula-mula =

3. Tray Drier disiapkan, hidupkan MCB nya. Nyalakan pengatur laju alir udara
selanjutnya nyalakan pengatur suhu udara pengering.
4. Ukur luas penampang drier diujung (A1) m2 dan dibagian tengah (A2) m2

10
11

5. Basahi kain di psycrometer dengan menggunakan pipet tetes, lakukan


setiap kali mengukur kelembaban udara.
6. Atur laju alir udara dan suhu udara pengering sesuai lembar penugasan
yang diberikan, tunggu sampai keadaan steady tercapai. Ukur laju, suhu
dan suhu bola basah udara pengering, pastikan sesuai dengan yang
ditugaskan.
7. Siapkan tray, bersihkan dan keringkan. Ukur panjang dan lebarnya catat
luas tray (A m2) timbang dan catat massanya (WT) kg.
8. Masukkan pasir basah kurang lebih 300 gram (Wm) ratakan di tray,
usahakan ketebalan pasir di tray seragam. Ukur ketebalan pasir catat (∆x).
9. Sesaat sebelum masuk kedalam tray timbang pasir basah + tray catat
massanya sebagai W0, masukkan ke dalam tray. Setiap 10 menit keluarkan
tray dari pengering, timbang dan catat massanya. Usahakan tray berisi
pasir berada di luar sesingkat mungkin.
10. Cek setiap saat laju dan suhu udara pengering jika ada perubahan atur
pengatur suhu dan laju udara.
11. Hentikan percobaan jika selisih penimbangan setiap ∆θ= 0,1 gram.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Data praktikum yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2, dan
Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4. 1 Data Hasil Percobaan Air Flow Control 4

Massa Massa
Massa Δ Kadar N
Waktu Pasir Pasir Moisture
Basah Kering
Air Air (kg/m2.
(s) (%)
(g) (%) jam)
(g) (g)
0 438,12 333,78 104,33 31,26 - 0
15 428,75 333,78 94,96 28,45 2,81 0,73
30 412,55 333,78 78,76 23,60 4,86 1,27
45 396,09 333,78 62,30 18,67 4,92 1,29
60 362,04 333,78 48,25 12,63 6,04 1,58

Tabel 4. 2 Data Hasil Percobaan Air Flow Control 6

Massa Massa
Massa Δ Kadar N
Waktu Pasir Pasir Moisture
Basah Kering
Air Air (kg/m2.
(s) (%)
(g) (%) jam)
(g) (g)
0 453,06 369,24 83,81 22,70 - 0
15 330,89 369,24 71,64 19,40 3,30 0,95
30 438,32 369,24 59,06 16,00 3,41 0,98
45 414,75 369,24 45,50 12,32 3,67 1,06
60 401,35 369,24 32,10 8,00 4,32 1,25

12
13

Tabel 4. 3 Data Hasil Percobaan Air Flow Control 8

Massa Massa
Massa Δ Kadar N
Waktu Pasir Pasir Moisture
Air Air (kg/m2
(s) Basah Kering (%)
(g) (%) .jam)
(g) (g)
0 455,89 348,07 107,81 30,97 - 0
15 443,29 348,07 95,21 27,35 3,62 0,99
30 427,58 348,07 79,50 22,84 4,51 1,23
45 412,81 348,07 64,73 18,60 4,24 1,16
60 400,09 348,07 52,01 13,00 5,60 1,53

4.2 Pembahasan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah
yang relatif kecil dari bahan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara
pengering dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air
udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah sehingga
terjadi penguapan. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang
mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir)
normal atau setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan
mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi (Geankoplis, 1993). Pada praktikum ini,
bahan berupa pasir dikeringkan menggunakan tray dryer. Tray dryer merupakan
salah satu alat pengeringan yang tersusun dari beberapa tray di dalam satu rak.
Tray dryer sangat besar manfaatnya bila produksinya kecil, karena bahan yang
akan dikeringkan berkontak langsung dengan udara panas (Geankoplis, 1993).

4.2.1 Kurva Karakteristik Pengeringan dan Periode-periode Pengeringan


Secara umum, mekanisme pengeringan dapat dibagi menjadi 4 periode
pengeringan yaitu penyesuaian awal, periode laju pengeringan konstan, periode
laju pengeringan menurun yang pertama dan periode laju pengeringan menurun
yang kedua. Lamanya setiap periode berbeda-beda tergantung jenis bahan dan
kondisi pengeringan (Geankoplis, 1993). Jika dibuat kurva antara laju
pengeringan sebagai sumbu y dan kadar air sebagai sumbu x, maka kurva ini
disebut kurva karakteristik pengeringan. Berikut adalah kurva karakteristik
pengeringan berdasarkan data percobaan.
14

1,8
1,6
1,4
C
1,2
N (kg/m2jam)

C
1 B B
C Air Flow Control 4
0,8
B Air Flow Control 6
0,6 Air Flow Control 8
0,4
0,2
A A A
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Moisture (%)

Gambar 4.1 Kurva Karakteristik Pengeringan

Periode pengeringan diwakili dengan titik A, B, C, D, dan E. Tahap A−B


merupakan periode penyesuaian awal, ini terjadi selama kondisi permukaan bahan
menuju keseimbangan dengan udara pengering. Pada periode ini tampak kurva
mengalami kenaikan, hal ini dikarenakan pada awal pengeringan kadar air yang
terdapat di dalam bahan cukup banyak sehingga massa air mudah teruapkan.
Tahap B−C merupakan periode laju pengeringan konstan. Selama periode ini
permukaan bahan tetap jenuh dengan air karena pergerakan air dalam bahan
menuju permukaan seimbang dengan penguapan air dari permukaan bahan. Akan
tetapi, data percobaan tidak menunjukkan laju pengeringan yang konstan, hal ini
dapat diakibatkan oleh bahan yang terlalu lama berkontak dengan udara di
ruangan pada saat sebelum penimbangan. Tahap C-E merupakan periode laju
pengeringan menurun. Periode ini terdiri dari dua bagian yaitu periode laju
pengeringan menurun pertama dan periode laju pengeringan menurun kedua. Laju
pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu pergerakan air dari dalam bahan
ke permukaan bahan dan perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara di
sekitarnya (Brooker dkk., 1981). Akan tetapi, titik C-D pada kurva di atas
mengalami kenaikan, hal ini dapat dikarenakan kelembaban udara pengering yang
lebih tinggi dari pasir atau kadar air di dalam padatan masih banyak yang
15

menyebabkan laju pengeringan masih bisa diimbangi oleh difusi air dari dalam
padatan ke permukaan padatan, karena menurut Treybal (1981), pada periode ini
laju pengeringan ditentukan oleh kecepatan difusi dari dalam permukaan padatan
sampai tercapai kadar air kesetimbangan. Kecepatan difusi juga dapat dipengaruhi
oleh luas permukaan padatan, dan laju udara pengering (Geankoplis, 1993).
Menurut Brooker dkk. (1981), semakin besar luas permukaan yang dikeringkan
dan semakin besar selisih tekanan uap air permukaan padatan dan udara maka laju
pengeringan semakin cepat. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
hasil percobaan, periode pengeringan belum sampai pada tahap akhir dimana laju
pengeringan turun secara tajam atau tidak beraturan (Treybal, 1981).

4.2.2 Penentuan Titik Kritis


Kadar air pada saat laju pengeringan berubah dari laju pengeringan tetap ke
laju pengeringan menurun disebut titik kritis (Brooker dkk., 1981). Titik C pada
kurva karakteristik pengeringan Gambar 4.1 seharusnya adalah titik kritis atau
titik kadar air kritis, yaitu titik kadar air terendah dimana laju pergerakan air bebas
dari dalam bahan ke permukaan bahan sama dengan laju penguapan air
maksimum dari permukaan bahan. Setelah mencapai kadar air kritis, kecepatan
difusi air dari dalam padatan tidak bisa mengimbangi kecepatan penguapan di
permukaan padatan. Dengan demikian akan terjadi tempat-tempat kering (dry
spot). Ini akan mengurangi kecepatan pengeringan dan disebut periode kecepatan
menurun yang pertama (McCabe dkk., 1993). Akan tetapi, pada kurva hasil
percobaan tidak menunjukkan terjadinya penurunan laju pengeringan setelah
periode laju pengeringan konstan terjadi, sehingga titik kritis pada percobaan ini
tidak dapat ditentukan.

4.2.3 Penentuan Kadar Air Kesetimbangan


Kadar air kesetimbangan suatu bahan dapat diartikan sebagai kadar air
minimum yang dapat dikeringkan di bawah kondisi pengeringan yang tetap atau
pada suhu dan kelembaban nisbi yang tetap (Adawyah, 2014). Pada saat kadar air
kesetimbangan tercapai bahan tidak menyerap molekul-molekul air dari udara
maupun melepaskan molekul-molekul air ke udara (Brooker dkk., 1981).
Hubungan kadar air dengan waktu pengeringan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
16

35

30

25
Moisture (%)

20
Air Flow Control 4
15 Air Flow Control 6
10 Air Flow Control 8

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Waktu (s)

Gambar 4.2 Hubungan antara Kadar Air dan Waktu

Pada tahap awal pengeringan hingga laju pengeringan konstan, terjadi


pengurangan kadar air secara linear (Geankoplis, 1993), hal ini sesuai dengan
kurva hasil percobaan. Kemudian jika pengeringan dilanjutkan, kemiringan kurva
akan berubah menjadi landai (laju pengeringan berkurang) dan tidak menjadi
linear, hingga akhirnya kurva menjadi datar. Pada kondisi ini, kadar air produk
akan berada pada kondisi konstan yang disebut dengan kadar air kesetimbangan
(Geankoplis, 1993). Akan tetapi, pada percobaan ini kadar air kesetimbangan
tidak dapat ditentukan karena periode pengeringan tidak terjadi sampai akhir,
sehingga perlu dilakukan penambahan waktu pengeringan.

4.2.4 Penentuan Laju Pengeringan pada Periode Laju Pengeringan Konstan


Periode laju pengeringan konstan merupakan periode setelah penyesuaian
awal. Laju pengeringan dapat diketahui dengan mengamati perubahan berat yang
terjadi setiap 15 menit sekali proses pengeringan. Gambaran laju pengeringan
diperoleh dengan menghitung nilai moisture content sebagai fungsi waktu
pengeringan kemudian dibuat kurvanya. Akan tetapi, laju pengeringan konstan
tidak diperoleh pada percobaan ini. Hal ini dapat disebabkan oleh alat percobaan
yang tidak akurat, atau karena kesalahan saat penimbangan produk yang terlalu
lama berkontak dengan udara di ruangan sehingga terdapat air yang teruapkan.
17

4.2.5 Pengaruh Laju Alir Udara terhadap Kadar Air tiap Laju Pengeringan
Pada percobaan ini laju alir udara divariasikan menjadi 3, yaitu laju alir
kontrol 4, 6, dan 8. Pengaruh dari perbedaan laju alir udara terhadap kadar air tiap
laju pengeringan dapat dilihat pada Gambar 4.3.

7
Δ Kadar Air tiap Laju Pengeringan (%)

4
Air Flow Control 4
3 Air Flow Control 6
2 Air Flow Control 8

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Waktu (s)

Gambar 4.3 Pengaruh Laju Alir Udara terhadap Kadar Air Tiap Laju
Pengeringan

Berdasarkan Gambar 4.3, kadar air tiap laju pengeringan dari yang terbesar
ke terkecil berturut-turut adalah pada laju alir udara 4, 8, dan 6. Menurut
Geankoplis (1993), koefisien perpindahan panas konvektif dari udara ke padatan
basah dipengaruhi oleh turbulensi. Semakin tinggi laju udara maka semakin tinggi
turbulensinya, sehingga akan memperbesar koefisien perpindahan panas konvektif
dan hal ini berarti memperbesar laju perpindahan panas. Semakin banyak energi
panas yang diterima padatan maka akan semakin banyak air yang diuapkan
sehingga semakin tinggi laju pengeringan. Maka dari itu, semakin besar laju alir
udara maka kadar air yang teruapkan juga semakin banyak dan laju pengeringan
menjadi semakin besar. Akan tetapi, hasil percobaan tidak sesuai dengan teori
tersebut, ini dapat dikarenakan oleh alat percobaan yang tidak akurat atau
kesalahan saat mengatur air flow control.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Mekanisme pengeringan terdiri dari 4 periode yang dapat digambarkan ke
dalam suatu kurva karakteristik pengeringan, di mana laju pengeringan
sebagai sumbu y dan kadar air sebagai sumbu x.
2. Periode pengeringan diantaranya yaitu periode penyesuaian awal yaitu pada
titik A-B, laju pengeringan konstan yaitu pada titik B-C, laju pengeringan
menurun pertama yaitu pada titik C-D, dan laju pengeringan menurun kedua
yaitu pada titik D-E.
3. Titik kritis adalah titik kadar air terendah dimana laju pergerakan air bebas
dari dalam bahan ke permukaan bahan sama dengan laju penguapan air
maksimum dari permukaan bahan. Setelah mencapai kadar air kritis,
kecepatan difusi air dari dalam padatan tidak bisa mengimbangi kecepatan
penguapan di permukaan padatan, sehingga periode pengeringan berubah
dari laju pengeringan konstan ke laju pengeringan menurun.
4. Laju pengeringan konstan tidak dapat ditentukan dalam percobaan ini
karena proses pengeringan tidak berjalan sampai pada tahap akhir proses
pengeringan.
5. Kadar air kesetimbangan adalah kadar air minimum yang dapat dikeringkan
di bawah kondisi pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban
nisbi yang tetap.
6. Semakin tinggi laju alir udara pengering maka proses pengeringan akan
berjalan semakin cepat.

5.2 Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar saat penimbangan, sampel
tidak berada terlalu lama di ruangan untuk mengurangi kontak dengan udara.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2014. Pegolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Sinar Grafika


Offset.
Andaka, G. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Kacang Tanah Dengan
Pelarut N-Heksana. Jurnal Teknologi, 2(1): 80-88.
Brooker, D. B., Bakker, F. W., dan Hall, C. W. 1981. Drying Cereal Grain. New
York: The AVI Publishing Company, Inc.
Geankoplis, C. J. 1993. Transport Processes and Unit Operations, 3rd Edition.
India: Prentice-Hall.
Kunal A. Gaidhani, 2015. Lyophilization/freeze drying - a review. India. Nashik:
MET'S Institute of Pharmacy.
McCabe, W.L., Smith, J. C., dan Harriot, P. 1993. Unit Operations Of Chemical
Engineering. New York: McGraw-Hill, Inc.
Taib, G. Said, Gumbira dan Wiraatdmaja, S. 1988. Operasi Pengering Pada
Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: PT Nediatama Sarana Perkasa.
Taufiq, Muchamad. 2004. Pengaruh Temperatur terhadap Laju Pengeringan
Jagung pada Pengering Konvensional dan Fluidized Bed [skripsi].
Surakarta: Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret
Treybal, R. E. 1981. Mass-Transfer Operasions. 3rd Edition. New York: Mc Graw
Hill.
Treyball, R.E., 1983, Mass Transfer Operation, 5rd ed. Singapore: McGraw-Hill
Book Company.

19

Anda mungkin juga menyukai