Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI TEKNIK KIMIA I


BATCH DRYING

Dosen Pengampu : Riza Alviany, S.T., M.T.


Asisten Praktikum : Kahlil Gibran

Disusun oleh :
Levina Nirwana Harahap (05171042)
Millenica Estrin Ronyarta (05171046)
Putri Annisah (05171062)
Ryan Rizki Hidayat (05171071)
Yuliyah Karolina (05171080)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI DAN PROSES
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
BALIKPAPAN
2019
LEMBAR KONTROL

Kegiatan Tanggal Tanda Tangan Asisten

Pengumpulan Draft Laporan I

Pengembalian Laporan (Revisi 1)

Pengumpulan Draft Laporan II

Pengembalian Laporan (Revisi II)

Pengumpulan Draft Laporan III

Pengembalian Laporan (Revisi III)

Pengumpulan Laporan Akhir


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Tujuan Percobaan..........................................................................................1
1.2 Dasar Teori....................................................................................................1
1.2.1 Pengeringan Berdasarkan Kelembaban.....................................................1
1.2.2 Equilibrium Moisture Content Dan Free Moisture...................................4
1.2.3 Kurva Laju Pengeringan Pada Kondisi Pengeringan Konstan..................6
1.2.4 Perhitungan Laju Pengeringan Pada Operasi Pengeringan.......................8
BAB II METODOLOGI PERCOBAAN...............................................................11
2.1. Alat dan Bahan............................................................................................11
2.2. Skema Alat Percobaan................................................................................11
2.3. Variabel Percobaan.....................................................................................12
2.4 Cara Kerja...................................................................................................12
2.5 Diagram Alir Percobaan..............................................................................12
BAB III HASIL DATA DAN PEMBAHASAN...................................................14
3.1 Hasil Data................................................................................................14
3.2 Pembahasan.............................................................................................16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................19
4.1 Kesimpulan...................................................................................................19
4.2 Saran.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
LAMPIRAN...........................................................................................................21

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Equilibrium Content Material................................................................5


Gambar 2. Grafik Free Moisture Terhadap Waktu..................................................7
Gambar 3. Grafik Free Moisture Terhadap Drying Rate.........................................8
Gambar 4. Skema Alat Percobaan.........................................................................11
Gambar 5 . Grafik Perbandingan Moisture Content Terhadap Waktu..................17

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Data Moisture content Potongan Kayu Variabel Ukuran 0,03 m...14
Tabel 2. Hasil Data Moisture content Potongan Kayu Variabel Ukuran 0,04 m...15
Tabel 3. Hasil Data Moisture content Potongan Kayu Variabel Ukuran 0,05 m...15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan ini adalah praktikan dapat mengaplikasikan konsep
proses pengeringan secara batch (batch drying). Dibuktikan dengan kemampuan :
1. Menganalisis perubahan free moisture bahan terhadap waktu operasi pada
kondisi constant drying.
2. Menghitung laju pengeringan pada setiap variabel operasi.
3. Menganalisis laju pengeringan terhadap free moisture pada kondisi constant
drying.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pengeringan Berdasarkan Kelembaban
Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air suatu bahan hingga
mencapai kadar air tertentu. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya
penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara
dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka
udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban yang lebih rendah dari
bahan yang akan dikeringkan (Trayball, 1981). Definisi lain dari proses
pengeringan yaitu pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari suatu bahan,
sehingga mengurangi kandungan zat cair tersebut. Pengeringan biasanya
merupakan langkah terakhir dari sederetan operasi dan hasil pengeringan biasanya
siap untuk dikemas (McCabe, 1993).
Laju pengeringan sangat bergantung pada perbedaan antara kadar air bahan
dengan kadar air keseimbangan. Semakin besar perbedaan suhu antara medium
pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan
semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Pada proses pengeringan,
air dikeluarkan dari bahan pangan dapat berupa uap air. Uap air tersebut harus
segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar bahan pangan yang dikeringkan. Jika
tidak segera keluar, udara di sekitar bahan pangan akan menjadi jenuh oleh uap air

1
sehingga memperlambat penguapan air dari bahan pangan yang memperlambat
proses pengeringan.
Panas diperlukan untuk menguapkan kelembaban yang mengalir dari
permukaan produk ke media pengeringan eksternal, biasanya berupa udara.
Perpindahan panas dan perpindahan massa yang terjadi selama proses
pengeringan merupakan proses yang sangat kompleks karena banyaknya faktor
yang dapat mempengaruhi proses tersebut. Selama proses pengeringan, tidak
hanya perpindahan panas yang terjadi tetapi juga adanya penambahan uap air ke
udara. Penambahan uap air dari bahan ke udara ini disebabkan oleh perbedaan
tekanan uap dimana proses pengeringan terjadi dengan cara penguapan air. Cara
ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara melalui aliran udara
panas atau udara bertekanan sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari
tekanan uap air udara (Brooker, 1981).
Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual
dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.
Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada keadaan jenuh) tergantung pada
suhu udara. Tingkat kejenuhan sangat dipengaruhi oleh temperature. Pengeringan
secara mekanis dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu continuous drying yaitu
suatu pengeringan bahan dimana pemasukan dan pengeluaran bahan dilakukan
terus menerus. Batch drying adalah suatu pengeringan dimana bahan masuk ke
alat pengering sampai pengeluaran hasil kering, kemudian baru dimasukkan bahan
yang berikutnya.
Menurut sistem, proses pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu direct
drying, pada sistem ini bahan dikeringkan dengan cara mengalirkan udara
pengering melewati bahan sehingga panas yang diserap diperoleh dari sentuhan
langsung antara bahan dengan udara pengering, biasanya disebut pengeringan
konveksi. Dan indirect drying pada sistem ini panas pengeringan didapat dari
dinding pemanas yang bersentuhan dengan bahan yang dikeringkan secara
konduksi.
Kecepatan pengeringan suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain: sifat fisik bahan, pengaturan geometris produk sehubungan dengan
permukaan alat atau media perantara pemindahan panas, sifat-sifat dari

2
lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara, serta
karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan panas) (Buckle, 1987).
Beberapa parameter yang mempengaruhi waktu yang dibutuhkan dalam
proses pengeringan, antara lain :
a. Suhu Udara Pengering
Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan
untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering
berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan.
Makin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan makin singkat.
Biaya pengeringan dapat ditekan pada kapasitas yang besar jika digunakan pada
suhu tinggi, selama suhu tersebut sampai tidak merusak bahan.
b. Kelembaban Relatif Udara Pengering
Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam ke
permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat
kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di permukaan bahan.
Semakin rendah RH udara pengering, maka makin cepat pula proses pengeringan
yang terjadi, karena mampu menyerap dan menampung uap air lebih banyak dari
pada udara dengan RH yang tinggi. Laju penguapan air dapat ditentukan
berdasarkan perbedaan tekanan uap air pada udara yang mengalir dengan tekanan
uap air pada permukaan bahan yang dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini
ditentukan oleh besarnya suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu,
kelembaban relatifnya akan turun sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan
sebaliknya.
c. Kecepatan Aliran Udara Pengering
Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk
menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Air
dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari
bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan menjenuhkan atmosfer pada
permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaran air selanjutnya.
Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan bahan dan
mencegah uap air tersebut menjadi jenuh di permukaan bahan. Semakin besar

3
volume udara yang mengalir, maka semakin besar pula kemampuannya dalam
membawa dan menampung air di permukaan bahan.
d. Kadar Air Bahan
Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air bahan.
Variasi ini dapat dipengaruhi oleh tebalnya tumpukan bahan, RH udara pengering
serta kadar air awal bahan. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara yaitu
mengurangi ketebalan tumpukan bahan, menaikkan kecepatan aliran udara
pengering, pengadukan bahan (Brooker, 1974).

1.2.2 Equilibrium Moisture Content Dan Free Moisture


Udara yang memasuki pengering jarang sekali berada dalam keadaan benar-
benar kering, tetapi selalu mengandung kadar air dan mempunyai kelembaban
relatif tertentu. Untuk udara yang mempunyai kelembaban tertentu, kandungan
kadar air di dalam zat padat yang keluar dari pengering tidak bisa melebihi dari
kadar air keseimbangan yang berkaitan dengan kelembaban udara masuk. Bagian
air yang terdapat di dalam zat padat yang basah tidak dapat dikeluarkan dengan
udara masuk, karena udara masuk mengandung kelembaban pula, yang disebut
kadar air keseimbangan (equilibrium moisture). Jadi meskipun telah mengalami
proses drying, bahan tersebut tidak dapat sepenuhnya bebas dari kandungan air.
Kandungan air dari produk yang sudah mengalami proses drying berbeda-beda
tergantung dari tipe produk (Kirk dan Othmer, 1982).
Equilibrium moisture content atau kadar air kesetimbangan sangat penting
dalam proses pengeringan, dapat juga dikatakan bahwa equilibrium moisture
content adalah kadar air padatan basah yang berada dalam keseimbangan dengan
udara sekelilingnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu (Zain, 2005). Free
moisture adalah kelembaban yang dapat dihilangkan dengan pengeringan dibawah
persentase relative humidity yang diberikan (Geankoplis, 1993). Data
kesetimbangan fasa untuk zat padat lembab umumnya diberikan sebagai
hubungan antara kelembaban relatif gas dan kandungan zat cair di dalam zat
padat, dalam massa zat cair per satuan massa zat padat kering. Contoh hubungan
kesetimbangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan
kurva hubungan antara equilibrium water content dari beberapa material terhadap

4
relative humidity. Absis kurva tersebut dapat dikonversikan menjadi kelembaban
absolut dalam massa uap per satuan massa gas kering (Kirk dan Othmer, 1982).

Relative humidity (%)


Gambar 1. Equilibrium Content Material

(Geankoplis, 1993)
Bila suatu zat padat basah dikontakkan dengan udara yang humiditasnya
lebih rendah dari kandungan moisture zat padatnya, zat padat tersebut akan
melepaskan sebagian kandungan moisture-nya sehingga kelembabannya sama
dengan kelembaban udara. Bila udara lebih lembab dari zat padat yang berada
dalam kesetimbangan, zat padat akan menyerap moisture dari udara sampai
tercapai kesetimbangan (Kirk, 1982). Dalam fasa fluida pengering, difusi
ditentukan oleh perbedaan konsentrasi, dinyatakan dalam fraksi mol. Dalam fasa
zat padat basah, perhitungan pengeringan selalu dinyatakan dalam massa air per
satuan massa zat padat keringnya (Geankoplis, 1993).

5
1.2.3 Kurva Laju Pengeringan Pada Kondisi Pengeringan Konstan
Proses pengeringan mempunyai dua periode utama yaitu periode
pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan periode pengeringan dengan laju
pengeringan menurun. Kedua periode utama ini dibatasi oleh kadar air kritis. Pada
periode pengeringan dengan laju tetap, bahan mengandung air yang cukup banyak
dimana pada permukaan bahan berlangsung penguapan yang lajunya dapat
disamakan dengan laju penguapan pada permukaan air bebas. Laju penguapan
sebagian besar tergantung pada keadaan sekeliling bahan, sedangkan pengaruh
bahannya sendiri relatif kecil.
Laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan kadar air selama
pengeringan. Jumlah air terikat makin lama semakin berkurang. Perubahan dari
laju pengeringan tetap menjadi laju pengeringan menurun untuk bahan yang
berbeda akan terjadi pada kadar air yang berbeda. Pada periode laju pengeringan
menurun permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi ditutupi oleh
lapisan air. Selama periode laju pengeringan menurun, energi panas yang
diperoleh bahan digunakan untuk menguapkan sisa air bebas yang sedikit sekali
jumlahnya. Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan konstan
dimana kadar air bahan lebih kecil daripada kadar air kritis. Periode laju
pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu perpindahan dari dalam ke
permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya
(Henderson, 1955).
1. Moisture Content
Moisture Content menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam material
untuk tiap satuan massa padatan. Moisture content dibagi dalam 2 macam yaitu
basis kering dan basis basah. Moisture content basis kering menunjukkan rasio
antara kandungan air dalam material terhadap berat material kering, sedangkan
moisture content basis basah menunjukkan rasio antara kandungan air dalam
material terhadap berat material basah.
W −Ws
Xt= …………………………………(1)
Ws
Dimana,
Xt = moisture content basis kering,
w = berat bahan basah (kg)

6
ws = berat bahan kering (kg)
(McCabe, 1993)
Grafik perubahan free moisture terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 2
sebagai berikut:

Gambar 2. Grafik Free Moisture Terhadap Waktu

2. Drying Rate
Drying rate menunjukkan laju penguapan air untuk tiap satuan luas dari
permukaan yang kontak antara material dengan fluida panas.
WsdX t
R=- ……………………………….. (2)
A dt
Dimana,
R = laju pengeringan (kg H2O yang diuapkan/jam .m2),
ws = berat bahan kering (kg),
A = luas permukaan bahan (m2),
Xt = moisture content basis kering (kg H2O/kg bahan kering)
t = waktu (jam)
(McCabe, 1993)
Grafik perubahan free moisture terhadap drying rate dapat dilihat pada Gambar 3
sebagai berikut:

7
Gambar 3. Grafik Free Moisture Terhadap Drying Rate

1.2.4 Perhitungan Laju Pengeringan Pada Operasi Pengeringan


Setiap kurva memiliki segmen horizontal AB yang berkaitan dengan periode
pengeringan besar pertama. Periode ini, yang mungkin tidak ada jika kadar air
awal padatan kurang dari minimum tertentu, disebut periode laju-konstan. Hal ini
ditandai dengan tingkat pengeringan yang tidak tergantung pada kadar air. Selama
periode ini, padatan sangat basah sehingga lapisan air kontinu ada di seluruh
permukaan pengeringan, dan air ini bertindak seolah-olah padatan itu tidak ada.
Jika padatan tidak berpori, air yang dikeluarkan pada periode ini adalah air
permukaan di permukaan padatan. Dalam zat padat berpori, sebagian besar air
yang dihilangkan dalam periode laju konstan disuplai dari bagian dalam zat padat.
(McCabe, 1993)
Penguapan dari bahan berpori adalah dengan mekanisme yang sama
seperti yang dari termometer wet bulb, dan proses yang terjadi pada termometer
wet bulb pada dasarnya adalah salah satu pengeringan tingkat konstan. Dengan
tidak adanya radiasi atau perpindahan panas dengan konduksi melalui kontak
langsung padatan dengan permukaan panas, suhu padatan selama periode laju

8
konstan adalah suhu wet bulb udara. Selama periode laju konstan, laju
pengeringan per satuan luas R, dapat diperkirakan dengan presisi yang wajar dari
korelasi yang dikembangkan untuk penguapan dari permukaan cairan bebas.
Perhitungan mungkin didasarkan pada transfer massa atau pada perpindahan
panas sebagai berikut:
M v k y ( y i− y ) A
ṁv = ……………………….….
(1− y) L
(3)
(McCabe, 1993)
atau
H y ( T −T i ) A
ṁv = ………………………..…….
λi
(4)
(McCabe, 1993)
dimana
ṁv = laju penguapan
A = daerah pengeringan
hy = koefisien perpindahan panas
ky = koefisien perpindahan massa
Mv = berat molekul uap
T = suhu gas
Ti = suhu pada antarmuka
y = fraksi mol ual pada gas
yi = fraksi mol uap pada antarmuka
𝜆I = panas laten pada suhu Ti
Untuk memperkirakan koefisien untuk aliran udara paralel dengan permukaan
benda padat tanpa adanya informasi eksperimental, direkomendasikan persamaan
dimensi berikut :
8.8G 0.8
h y= ………………………...……….. (5)
De 0.2
(McCabe, 1993)
dimana
hy = koefisien perpindahan panas (W/m2oC)
G = kecepatan massa (kg/sm2)
De = diameter setara saluran aliran udara (m)

9
Persamaan (5) didasarkan pada sifat-sifat udara pada 95 oC, berlaku untuk
bilangan Reynolds antara 2.600 dan 22.000. Ketika aliran tegak lurus ke
permukaan, pada kecepatan udara antara 0,9 dan 4,5 m/s, persamaannya adalah :
h y =24.2G0.37 ………………………………. (6)
(McCabe, 1993)
dalam satuan fps, dengan h dalam Btu / ft 2h° F, G in lb/ft2h, dan D dalam ft,
koefisien dalam Persamaan. (5) adalah 0,01 dan dalam Persamaan. (6) adalah 0,37
(McCabe, 1993).
Laju pengeringan konstan R, dapat disederhanaka menjadi :
ṁ v h y (T −T i)
Rc = = ………….……………….
A λi
(7)
(McCabe, 1993)
Dalam sebagian besar situasi, seperti yang disebutkan sebelumnya, suhu T,
dapat dianggap sama dengan suhu wet bulb udara. Ketika radiasi dari lingkungan
yang panas dan konduksi dari permukaan padat yang kontak dengan stok tidak
dapat diabaikan, namun, suhu antarmuka lebih besar dari suhu wet bulb, yi,
meningkat dan laju pengeringan adalah persamaan. (3), meningkat sesuai. Metode
untuk memperkirakan efek ini sudah tersedia (McCabe, 1993).

10
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini , yaitu :
a. Oven
b. Stopwatch
c. Neraca analitik
d. Gelas arloji
e. Wire mesh
f. Termometer
g. Air
h. Kayu

2.2. Skema Alat Percobaan


Skema alat percobaan yang digunakan dalam praktikum ini ditunjukkan
oleh :

Gambar 4. Skema Alat Percobaan

11
2.3. Variabel Percobaan
Variabel eksperimen yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :

a) Tebal bahan : 3,4, dan 5 cm


b) Suhu pengeringan : 130˚C
c) Lama perendaman : 24 jam

2.4 Cara Kerja


1. Lakukan persiapan kerja tim
2. Persiapkan alat eksperimen.
3. Rendam bahan selama 24 jam.
4. Startup oven.
5. Ukur berat bahan awal.
6. Ukur berat bahan setiap periode waktu.
7. Catat data yang diperlukan guna menyelesaikan tugas yang diberikan.
8. Shut down oven.
9. Susun kembali alat eksperimen.

2.5 Diagram Alir Percobaan


Diagram alir percobaan yang digunakan dalam praktikum ini sebagai
berikut :

12
A

13
BAB III
HASIL DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Data


Hasil data yang diperoleh setelah melakukan percobaan Batch Drying
ditunjukkan pada Tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Data Moisture content Potongan Kayu Variabel Ukuran 0,03 m

10 w (kg)
w rata- Area Moisture
menit
1 2 3 rata (m2) content (Xt)
ke-
0 0,0434 0,04419 0,04277 0,043795 0,056192
1 0,04144 0,04149 0,0409 0,041465 0,032366
2 0,03999 0,04034 0,03871 0,040165 0,049654
3 0,03818 0,03835 0,03687 0,038265 0,037695
4 0,03682 0,03693 0,03578 0,036875 0,034217
5 0,03569 0,03562 0,03436 0,035655 0,030938
6 0,03478 0,03439 0,03336 0,034585 0,026566
7 0,03398 0,0334 0,03235 0,03369 1,6 x 0,021528
8 0,03338 0,03258 0,03148 0,03298 0,021369
9 0,03278 0,0318 0,03076 0,03229 10-3 0,013338
10 0,03244 0,03129 0,03018 0,031865 0,013196
11 0,0321 0,0308 0,02972 0,03145 0,014025
12 0,03175 0,03028 0,02935 0,031015 0,009439
13 0,03154 0,02991 0,02904 0,030725 0,0087
14 0,03133 0,02959 0,02885 0,03046 0,007608
15 0,03118 0,02928 0,02862 0,03023 0,004486
16 0,0311 0,02909 0,0285 0,030095 0,056192

Tabel 2. Hasil Data Moisture content Potongan Kayu Variabel Ukuran 0,04 m
10 w (kg)
w rata- Area Moisture
menit
1 2 3 rata (m2) content (Xt)
ke-
0,0306
0 0,0334 0,03264 0,031645 0,053078
5 9x10-4
1 0,03201 0,03105 0,0290 0,03005 0,047951

14
5
0,0273
2 0,03034 0,02996 0,028675 0,054422
9
3 0,02868 0,02839 0,026 0,027195 0,044154
4 0,02735 0,02719 0,0249 0,026045 0,037443
0,0240
5 0,0262 0,02619 0,025105 0,031642
2
0,0233
6 0,02522 0,02534 0,024335 0,027878
3
0,0226
7 0,02441 0,02466 0,023675 0,022016
9
0,0221
8 0,02371 0,02414 0,023165 0,017347
9
0,0218
9 0,02373 0,02372 0,02277 0,014706
2
10 0,02267 0,02338 0,0215 0,02244 0,009447
0,0213
11 0,0223 0,02315 0,02223 0,007935
1
0,0211
12 0,02203 0,02293 0,022055 0,0057
8
0,0210
13 0,02184 0,02281 0,02193 0,003891
5
0,0209
14 0,02171 0,0227 0,021845 0,003215
9
0,0209
15 0,02157 0,02262 0,021775 0,00184
3
0,0208
16 0,02155 0,02258 0,021735 0,053078
9

Tabel 3. Hasil Data Moisture content Potongan Kayu Variabel Ukuran 0,05 m

10 w (kg)
w rata- Area Moisture
menit
1 2 3 rata (m2) content (Xt)
ke-
0 0,05364 0,05126 0,0498 0,05053 0,048667
1 0,05136 0,04905 0,04732 0,048185 0,037799
2 0,04939 0,04753 0,04533 0,04643 0,0422
3 0,04754 0,04564 0,04346 0,04455 0,029344
4 0,04621 0,04433 0,04223 0,04328 0,029251
5 0,04498 0,04311 0,04099 0,04205 0,024236
6 0,04415 0,04212 0,03999 0,041055 0,019114
7 0,04327 0,04132 0,03925 0,040285 0,017298
8 0,04252 0,04059 0,03861 0,0396 0,015515
9 0,04185 0,03995 0,03804 0,038995 0,011806
10 0,04232 0,03948 0,0376 0,03854 0,010488
11 0,04092 0,03906 0,03722 0,03814 2,5 x 0,008594

15
12 0,04054 0,0387 0,03693 0,037815 0,007997
13 0,04024 0,03838 0,03665 0,037515 0,00536
14 0,04 0,03818 0,03645 0,037315 0,005118
10-3
15 0,03978 0,03797 0,03628 0,037125 0,00365
16 0,03965 0,03784 0,03614 0,03699 0,048667

3.2 Pembahasan
Telah dilakukan percobaan batch drying yang bertujuan agar praktikan
dapat mengaplikasikan konsep proses pengeringan secara batch (batch drying).
Adapun sasaran yang dicapai yaitu mampu menganalisis perubahan free moisture
bahan terhadap waktu operasi pada kondisi constant drying, mampu menghitung
laju pengeringan pada setiap variabel operasi dan mampu menganalisis laju
pengeringan terhadap free moisture pada kondisi constant drying. Pada
percobaan ini digunakan alat seperti oven, stopwatch, neraca analitik, kaca arloji,
wire mesh, termometer sedangkan untuk bahan percobaan menggunakan air dan
kayu. Percobaan batch drying ini menggunakan variasi ketebalan kayu yaitu 3 cm,
4 cm dan 5 cm. Dengan menggunakan suhu pengeringan 130˚C.
Setelah melakukan percobaan pada pratikum batch drying serta melakukan
pengamatan dan perhitungan terhadap hasil data yang diperoleh. Maka dari hasil
pengolahan data yang telah diperoleh pada tabel 1, 2, dan 3 dapat dilihat bahwa
nilai free moisture menurun seiring dengan waktu pengeringan. Hal ini sesuai
dengan kurva free moisture dengan waktu pengeringan yang ditunjukkan pada
gambar 2.

16
0.06
0.05
0.04

Xt 0.03
0.02
0.01
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Waktu (x 10menit)

Variabel 3 cm variabel 4 cm Variabel 5 cm


Gambar 5 . Grafik Perbandingan Moisture Content Terhadap Waktu
Gambar 5 merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara free
moisture dan waktu, yang menunjukkan jumlah air yang terkandung didalam kayu
semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu pengeringan dalam oven.
Untuk ukuran kayu 3 cm pada waktu pengeringan 10 – 50 menit dapat dilihat jika
jumlah free moisture menurun pada saat 60 – 90 menit bahwa free moisture telah
berada pada kondisi konstan. Untuk ukuran kayu 4 cm pada waktu pengeringan
10 – 50 menit dapat dilihat jika jumlah free moisture menurun pada saat 60 – 100
menit bahwa free moisture telah berada pada kondisi konstan. Untuk ukuran kayu
5 cm pada waktu 10 – 50 menit dapat dilihat jika jumlah free moisture menurut
pada saat 60 – 120 menit bahwa free moisture telah berada pada kondisi konstan.
Hal ini sesuai dengan kurva gambar 3 yang dimulai dari titik A. Menurut
Geankoplis (1993), hal ini terjadi karena pada saat pertama kali memasukkan
kayu basah, oven sudah kedalam suhu stabil sehingga moisture contents yang
terdapat pada kayu menurun secara teratur yang menyebabkan evaporasi pada
permukaan kayu berlangsung dengan konstan. Pada titik dimana jenis material
yang digunakan sebagai eksperimen menemukan titik setimbang, dalam
pengeringan grafik berubah menjadi konstan. Ketika memasuki fase equilibrium
moisture content, kadar air yang tersisa dalam kayu akan terevaporasi tetapi hanya
dalam jumlah yang sedikit. Sehingga selama proses pemanasan pada fase
equilibrium moisture content, kadar air yang terevaporasi jumlahnya sangat

17
sedikit, sehingga mengakibatkan grafik menjadi konstan. Pada Gambar 5 dapat
dilihat bahwa variabel ketebalan 3 cm proses evaporasi terjadi lebih cepat
sehingga lebih cepat mencapai kondisi equilibrium. Hal ini terjadi, karena luas
permukaannya lebih kecil dibanding variabel ketebalan 4 cm dan 5 cm.
Sedangkan untuk laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan
kadar air selama proses pengeringan. Penurunan kadar air tersebut berkaitan
dengan persentasi kandungan air dalam bahan yang dikeringkan. Dapat dilihat
pada gambar 5 bahwa drying rate pada variabel 5 cm lebih cepat daripada variabel
3 cm maupun 5 cm. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan
bahwa semakin tipis ketebalan bahan yang dikeringkan, jumlah kandungan air
semakin sedikit sehingga hambatan aliran udara panas dari pengering untuk
menguapkan kandungan air yang terdapat dalam bahan lebih kecil. Semakin tipis
ketebalan bahan, proses perngeringan berlangsung cepat dan merata pada seluruh
permukaan bahan, sehingga semakin cepat penurunan moisture.

18
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum batch drying yang telah di lakukan maka dapat di
tarik kesimpulan, yaitu Nilai free moisture dalam suatu bahan mengalami
penurunan yang kurang lebih sebanding dengan waktu pada proses pengeringan,
hal ini sesuai dengan kurva free moisture terhadap waktu pengeringan yang
ditunjukan pada Gambar 2……….

4.2 Saran
Adapun saran yang diberikan untuk praktikum batch drying yaitu tidak
membiarkan kayu di udara terbuka terlalu lama, terutama pada saat proses
penimbangan berat kayu.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, D.B., Arkema and C.W. Hall. Drying and Storage of Grains and
Oilseeds. Westport Connecticut The AVI Publ. Company. USA. 1974
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., and Wotton, M. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press.
Jakarta. 1987.
Geankoplis, Christie J. Transport Processes and Unit Operations 3rd edition.
New Jersey: Prentice Hall. 1993
Henderson, M. S., R. L. Perry. Agricurtural Process Engineering. New York:
John Wiley and Sons, Inc.1955
Kirk R.E. and Othmer, D.F. Encyclopedia of Chemical Technology. John Wiley
and sons. 1982.
McCabe, W. Smith, Harriot P. Unit Operation of Chemical Engineering. United
States of America: McGraw Hill Book Co. 1993.
Treybal, Robert E. Mass Transfer Operations, 3th edition, Mc Graw Hill, Inc,
New York. 1981
Zain, Sudaryanto.,Ujang Suhadi, Sawitri. Teknik Penanganan Hasil Pertanian.
Pustaka Giranuna.2005

20
LAMPIRAN

I. Appendiks
Perhitungan untuk free moisture terhadap waktu digunakan persamaan 1 pada
dasar teori:
W −Ws
Xt=
Ws
Dengan menggunakan data lampiran tabel 1, dan persamaan diatasmaka diperoleh
data perhitungan sebagai berikut :

0.028675−0.027195
Xt=
0.027195
X t =0.054421769
Xt = 0.054421769 gr H2O/gr dry solid

II. Gambar Percobaan.


Berikut merupakan dokumentasi selama percobaan yaitu

Gambar Kayu yang akan diletakkan di Oven

21
22

Anda mungkin juga menyukai