Oleh :
Ryan Freditiawan
NIM : 2111161035
2019
DAFTAR ISI
1. Latar Belakang.....................................................................................................1
2. Rumusan Masalah................................................................................................2
3. Tujuan...................................................................................................................2
4. batasan masalah....................................................................................................2
5. Dasar Teori...........................................................................................................3
5.Metode penelitian................................................................................................12
5.3 Metode.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13
2
1. Latar Belakang
Industri keramik muncul dikarenakan maraknya bisnis properti yang
cukup mendominasi pasar lokal dan dunia serta pergeseran selera dan gaya hidup
masyarakat akan kebutuhan barang-barang mewah. Bisnis properti yang
meningkat menyebabkan kebutuhan akan keramik seperti ubin, keramik hiasan,
dan table ware (peralatan makan) ikut meningkat, sedangkan pergeseran gaya
hidup masyarakat menyebabkan meningkatnya permintaan barang-barang
keramik. Selain itu, dengan tersedianya bahan baku untuk pembuatan keramik
maka industri keramik dapat mempengaruhi perkembangan industri keramik baik
di Indonesia maupun dunia (johan sudjarwadi 2018).
Dari pendahuluan diatas, sesuai yang akan dibahas yakni tentang bentuk
keramik dengan struktur mikro yang dapat dikontrol melalui pengecoran
kololidal bebas pengeringan pada pembahasan kali ini penulis akan membahas
secara terperinci dari masalah jurnal diatas, dengan metode bebas pengeringan
1
2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas penulis meliputi :
1. Bagaimana proses pengeringan bebas terhadap pori keramik?
2. Bagaimana metode pengecoran koloid yang digunakan terhadap
pembuatan keramik?
3. Tujuan
Adapun tujuanya adalah :
1. Untuk mengetahui proses pengeringan bebas terhadap keramik
2. Untuk mengetahui metode pengecoran koloid yang digunakan terhadap
pembuatan keramik
4. batasan masalah
Agar pembahasan masalah lebih terarah,terfokus dan menghindari
pembahasan menjadi terlalu luas maka penulis perlu membatasinya:
2
5. Dasar Teori
3
uap air pada permukaan bahan yang dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini
ditentukan oleh besarnya suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu,
kelembaban relatifnya akan turun sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan
sebaliknya.
4
proses pengeringan. Kelembaban udara nisbi serta suhu udara pada bahan kering
biasanya mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat kadar air seimbang,
penguapan air pada bahan akan terhenti dan jumlah molekul - molekul air yang
akan diuapkan sama dengan jumlah molekul air yang diserap oleh permukaan
bahan. Laju pengeringan amat bergantung pada perbedaan antara kadar air bahan
dengan kadar air keseimbangan. Semakin besar perbedaan suhu antara medium
pemanas dengan bahan semakin cepat pindah panas ke bahan dan semakin cepat
pula penguapan air dari bahan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari
bahan dapat berupa uap air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari
atmosfer di sekitar bahan yang dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di
sekitar bahan pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga memperlambat
penguapan air dari bahan pangan yang memperlambat proses pengeringan.
5
permukaan bahan diulang lagi. Akhirnya setelah air bahan berkurang, tekanan uap
air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara sekitarnya.
Selama proses pengeringan terjadi penurunan suhu bola kering udara,
disertai dengan kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan uap dan
suhu pengembunan udara pengering. Entalpi dan suhu bola basah udara pengering
tidak menunjukkan perubahan sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 1.
6
Laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan kadar air
selama pengeringan. Jumlah air terikat makin lama semakin berkurang. Perubahan
dari laju pengeringan tetap menjadi laju pengeringan menurun untuk bahan yang
berbeda akan terjadi pada kadar air yang berbeda pula. Pada periode laju
pengeringan menurun permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi
ditutupi oleh lapisan air. Selama periode laju pengeringan menurun, energi panas
yang diperoleh bahan digunakan untuk menguapkan sisa air bebas yang sedikit
sekali jumlahnya.
Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan konstan
dimana kadar air bahan lebih kecil daripada kadar air kritis. Periode laju
pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu : perpindahan dari dalam ke
permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Pada periode laju pengeringan konstan, perhitungannya bisa didasarkan
atas perpindahan massa sebagai berikut (Mc Cabe, 1993) :
mv = hy (T – Tw)/ λw A ........................ (pers. 1)
Dimana, mv = laju penguapan
A = luas permukaan
hy = koefisien perpidahan kalor
T = Temperatur udara Tw = Temperatur pada permukaan
λw = panas laten pada suhu Tw
Bila udara mengalir sejajar dengan permukaan zat padat, koefisien perpidahan
kalor dapat ditaksir dengan persamaan dimensional (Mc Cabe, 1993) :
hy = 0,0128 G0,8 ........................ (pers. 2)
7
Gambar 2. Hubungan Kadar Air dan Waktu Pengeringan dengan
Menggunakan Udara sebagai Media Penghantar Panas
Sumber :Anton, Modul Pengeringan, 2011.
Bila udara mengalir tegak lurus dengan permukaan zat padat, koefisien
perpidahan kalor dapat ditaksir dengan persamaan dimensional (Geonkoplis,
1987) :
hy = 0,37 G0,37 ........................ (pers. 3)
Dimana, G = kecepatan massa, lb/ft2 jam
Selanjutnya, laju pengeringan konstan, RC dapat dihitung dengan rumus (Mc
Cabe, 1993) :
RC = mv/A = hy (T – Tw)/ λw........................ (pers. 4)
8
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa semua tipe pengering tersebut
membutuhkan energi yang berupa listrik ataupun bahan bakar fosil. Untuk itulah,
pada tahun 2000-an dirancang suatu mesin pengering dengan sumber energi
terbarukan yang tidak membutuhkan energi suplai berupa listrik ataupun bahan
bakar fosil, yaitu mesin pengering tenaga surya.
Hal yang menjadikan mesin pengering tenaga surya dinilai berpotensi
untuk terus dikembangkan adalah fakta bahwa Indonesia terletak pada garis
khatulistiwa dan Indonesia mempunyai karakteristik cahaya matahari yang baik
(intensitas cahaya tidak fluktuatif) dibanding negara-negara 4 musim. Dalam
kondisi puncak atau posisi matahari tegak lurus, sinar matahari yang jatuh di
permukaan panel surya di Indonesia seluas 1 m2 mampu mencapai 900 hingga
1000 Watt. Total intensitas penyinaran perharinya di Indonesia mencapai 4500
watt hour/m2 yang membuat Indonesia tergolong kaya sumber energi matahari ini
dan matahari di Indonesia mampu bersinar hingga 2.000 jam pertahunnya.
(ESDM,2015).
9
Selain itu jika dibandingkan dengan pengeringan tradisional dimana bahan
yang akan dikeringkan berkontak langsung dengan matahari, maka pengeringan
dengan menggunakan kolektor surya atau panel surya tentunya lebih
menguntungkan. Karena pengeringan tradisional tersebut membutuhkan area yang
luas, sulit untuk mengontrol kondisi operasi dan memungkinkan tercemarnya
bahan yang akan dikeringkan oleh lingkungan sekitar. Sedangkan pengering
tenaga surya dengan menggunakan kolektor surya mampu menyediakan proses
pengeringan dengan luas area yang kecil, waktu pengeringan yang singkat,
pengaturan kondisi operasi yang bisa disesuaikan dan menghasilkan produk
dengan kualitas yang baik (Imre, 2006).
Melihat begitu banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari mesin
pengering tenaga surya maka mesin tenaga surya ini dapat menjadi pertimbangan
dalam pemilihan mesin pengering untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Hingga saat ini dalam pemanfaatan energi surya, telah dikembangkan setidaknya
dua macam teknologi yang memanfaatkan energi surya sebagai sumber energinya
yaitu teknologi energi surya fotovoltaik dan teknologi energi surya
termal(Erlinawati, 2013).
10
b. Distribusi fasa yang terdapat dalam material khususnya logam
c. Pengotor yang terdapat dalam material
Dari struktur mikro kita juga dapat memprediksi sifat mekanik dari suatu material
sesuai dengan yang kita inginkan.
11
5.Metode penelitian
5.3 Metode
A. Persiapan suspensi koloidal
B. Persiapan keramik
1. Sebelum pengecoran, suspensi keramik koloid diturunkan derajatnya
selama 5 menit
2. suspensi dituangkan ke dalam cetakan plastik
3. Suspensi cor dipanaskan dalam oven yang diatur pada 70° C selama 2-10
jam
4. Lalu disinter pada 1350–1450 C selama 2-5 jam
5. NiO / keramik berpori kemudian direduksi menjadi keramik Ni / YSZ
berpori dengan gas hidrogen pada 750 °C selama 5 jam.
12
13
7.Data dan Perhitungan
Viskositas suspensi NiO / YSZ dalam kisaran laju geser 0,06-13 s1 pada
suhu kamar ditunjukkan pada Gambar. 1. Viskositas suspensi NiO / YSZ awalnya
turun secara signifikan, dan kemudian cenderung stabil karena laju geser
meningkat.
Dalam studi ini, 21,7% berat, 24,2% berat, dan 34,3% berat FA dipilih
untuk persiapan keramik NiO / YSZ, Al2O3, dan YSZ,
14
Gambar. 2 kurva TGA sampel NiO-YSZ yang mengandung 21,7% berat PFA.
pemanasan 3 C min1, dan disimpan pada suhu akhir selama 2-5 jam. Gambar. 3
menunjukkan foto-foto cetakan, tubuh hijau keramik dan sampel keramik. Tabung
keramik NiO / YSZ dengan satu ujung tertutup dibuat dengan pelapisan suspensi
keramik pada tabung plastik (Gbr. 3a), diikuti oleh polimerisasi FA. Tabung NiO /
YSZ-PFA coklat tua (Gbr. 3b) telah siap dikeluarkan dari tabung plastik karena
hampir tidak ada susut pengeringan terjadi dalam pengecoran bebas pengeringan
tersebut. Green NiO / YSZ tube (Gbr. 3c) diperoleh setelah PFA dan PVP dibakar
selama sintering pada 1400 C selama 2 jam. Tabung NiO / YSZ berpori, dan
bentuk mur sekrup heksagonal, yang dicetak dengan cetakan plastik (Gbr. 3e).
oligomer linier tak terkonjugasi menjadi PFA akhir yang berpasangan hitam; 22
sementara itu, warnanya berubah dari kuning muda ke hitam, dan viskositasnya
15
suhu kamar, dan ini memungkinkan waktu yang cukup untuk penuangan koloid.
Tergantung pada dimensi bagian keramik yang dimaksud, suspensi yang dicetak
meningkat secara substansial dari 36,2% menjadi 65,0%, dan ukuran pori rata-rata
meningkat dari 0,68 mm menjadi 1,8 mm. Penyusutan sintering dari PFA-Ni /
YSZ sebanding dengan keramik Ni / YSZ yang dibuat dengan pengecoran gel.3
Gambar3 Foto (a) tabung plastik yang digunakan sebagai cetakan untuk
pembentukantabung keramik (b) dan (c), (b) tabung NiO / YSZ-PFA dengan satu ujung
tertutup,(c) tabung keramik NiO / YSZ dengan satu ujung tertutup, (d) keramik
Al2O3bagian dengan bentuk mur sekrup heksagonal, dan (e) cetakan plastik
16
Gambar. 4 Pengaruh jumlah FA pada penyusutan sintering dan porositas (atas), dan
distribusi ukuran pori (bawah) dari keramik berpori Ni / YSZ ditentukan oleh
porosimetri merkuri.
struktur berpori dalam pembuatan keramik berpori, dan porogen umum seperti
pati, karbon hitam, dan grafit yang memiliki ukuran partikel 10-100 mm
cenderung membentuk struktur pori tidak seragam dan pori besar yang tidak
17
keramik secara drastis, 3 membuat pengecoran menjadi sulit.
Suspensi NiO / YSZ dengan 21,7% berat FA; (a) perbesaran rendah, (b) tinggi
Pembesaran
lebih besar) dan butiran YSZ (ukuran lebih kecil), dan lebih seragam dalam
struktur mikro daripada yang dibuat dengan pengecoran gel dan menggunakan
pati sebagai porogen. 3 Selanjutnya, PFA dikarbonisasi pada hasil karbon tinggi
ketika dipanaskan dalam gas inert seperti nitrogen atau argon.17 karbon PFA
tinggi, dan dapat dengan mudah dihapus pada suhu di atas 500 C ketika udara atau
oksigen mengalir melalui. Oleh karena itu, metode casting baru kami menawarkan
keramik padat. Sebagai contoh, YSZ umumnya digunakan sebagai elektrolit sel
kepadatan tinggi diperlukan untuk aplikasi ini. Kami menyiapkan film YSZ yang
18
berdiri bebas dengan dip-coating suspensi YSZFA dan sintering pada 1450 C
selama 5 jam. Kepadatan film YSZ bertekad untuk menjadi 5,898 g $ cm3 dengan
kepadatan teoretis dari 5,950 g cm3. Gambar SEM yang ditunjukkan pada
disinter dengan baik. Percobaan nitrogen permeasi menunjukkan bahwa tidak ada
nitrogen menembus lewat film YSZ, yang konsisten dengan hasil pengukuran
meresap melalui film YSZ, yang konsisten dengan hasil pengukuran kepadatan.
keramik, dan (3) kondisi sintering (suhu dan waktu). Dalam kasus kami, selama
proses sintering, PFA dibakar pada suhu rendah (misalnya, 550 C), film YSZ
berpori yang dihasilkan sangat seragam dalam hal mikrostruktur, dan partikel YSZ
karena ukurannya yang kecil. Film YSZ berpori sepenuhnya dipadatkan karena
suhu dinaikkan ke 1450 C. Ketika film YSZ itu disinter pada 1350 C selama 3
jam, film YSZ berpori dengan seragam pori-pori submikron berukuran diproduksi
(Gambar. 6d). Oleh karena itu, jelas bahwa porositas film YSZ akhir dapat disetel
19
dengan mengubah kondisi sintering (misalnya, suhu yang lebih rendah dan waktu
Gambar. 6 gambar SEM film YSZ padat berdiri bebas disinter pada 1450 C selama 5 jam
(a, b, c), dan film YSZ berpori disinter pada 1350 C selama 3 jam (d).(a) Tampilan
potongan melintang pada perbesaran rendah, (b) Tampilan potongan melintang di
perbesaran tinggi, (c) tampilan permukaan, dan (d) tampilan penampang.
20
sederhana, dan hemat biaya untuk pembuatan keramik dengan desain bentuk dan
struktur mikro yang terkendali
21
Sebaliknya, PFA dihasilkan dari FA pelarut, dan lebih merata di seluruh
struktur keramik, menghasilkan struktur mikro yang jauh lebih seragam setelah
berpori dibuat dari NiO suspensi / YSZ dengan 21,7% berat FA. Berpori Ni / YSZ.
Gambar. 6 gambar SEM film YSZ padat berdiri bebas disinter pada 1450 C selama 5 jam
(a, b, c), dan film YSZ berpori disinter pada 1350 C selama 3 jam (d).(a) Tampilan
potongan melintang pada perbesaran rendah, (b) Tampilan potongan melintang di
perbesaran tinggi, (c) tampilan permukaan, dan (d) tampilan penampang.
22
Sebagai hasilnya, metode pengecoran bebas-pengeringan yang disajikan di sini
sederhana, dan hemat biaya untuk pembuatan keramik dengan desain bentuk dan
struktur mikro yang terkendali.
9.kesimpulan
Kami telah menunjukkan metode pengecoran koloid bebas pengeringan
untuk membentuk keramik menggunakan sistem koloid baru yang mengandung
pelarut yang dapat dipolimerisasi.
Ketika jumlah FA meningkat dari 19,3% berat menjadi 39,3% berat, laju
penyusutan sintering linier pada 1400 C Ni / YSZ (berasal dari NiO / YSZ)
keramik meningkat dari 20,9% menjadi 29,5% sedangkan porositas meningkat
secara substansial dari 36,2% menjadi 65,0%, dan ukuran pori rata-rata meningkat
dari 0,68 mm menjadi 1,8 mm.
Film YSZ yang padat dibuat dengan sintering film YSZ-PFA yang
mengandung 34,3% berat FA (PFA). Suspensi keramik koloid dengan pelarut yang
dapat dipolimerisasi menghasilkan lebih banyak derajat kebebasan dalam
menyetel mikrostruktur dan pembentukan keramik keramik. Metode pengecoran
koloid baru kami sangat menjanjikan untuk pembentukan keramik canggih
dengan kualitas tinggi dan Biaya yang dikurangi.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Lampiran
25