Anda di halaman 1dari 27

TUGAS TEKNOLOGI PENGERINGAN

keramik dengan struktur mikro yang dapat dikontrol melalui

pengecoran kololidal bebas pengeringan

Oleh :

Ryan Freditiawan

NIM : 2111161035

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK MANUFAKTUR

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

2019
DAFTAR ISI

1. Latar Belakang.....................................................................................................1

2. Rumusan Masalah................................................................................................2

3. Tujuan...................................................................................................................2

4. batasan masalah....................................................................................................2

5. Dasar Teori...........................................................................................................3

5.1 Konsep Dasar Pengeringan............................................................................3

5.1.1 Mekanisme Pengeringan.........................................................................5

5.1.2 Mesin Pengering.....................................................................................8

5.2 Struktur Mikro..............................................................................................10

5.3 Pengecoran koloidal....................................................................................11

5.Metode penelitian................................................................................................12

5.1 Bahan yang digunakan:................................................................................12

5.2 Alat yang digunakan:...................................................................................12

5.3 Metode.........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13

2
1. Latar Belakang
Industri keramik muncul dikarenakan maraknya bisnis properti yang
cukup mendominasi pasar lokal dan dunia serta pergeseran selera dan gaya hidup
masyarakat akan kebutuhan barang-barang mewah. Bisnis properti yang
meningkat menyebabkan kebutuhan akan keramik seperti ubin, keramik hiasan,
dan table ware (peralatan makan) ikut meningkat, sedangkan pergeseran gaya
hidup masyarakat menyebabkan meningkatnya permintaan barang-barang
keramik. Selain itu, dengan tersedianya bahan baku untuk pembuatan keramik
maka industri keramik dapat mempengaruhi perkembangan industri keramik baik
di Indonesia maupun dunia (johan sudjarwadi 2018).

Pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang seringkali kita jumpai


disekitar kita. Berbagai macam kegiatan di bidang pertanian dan industri
melakukan kegiatan ini sebagai salah satu dari rangkaian proses produksi mereka.
Pengeringan sendiri adalah proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai
kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat
aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses
pemindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam
bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat
diperlambat (Daud, 2004).

Dari pendahuluan diatas, sesuai yang akan dibahas yakni tentang bentuk
keramik dengan struktur mikro yang dapat dikontrol melalui pengecoran
kololidal bebas pengeringan pada pembahasan kali ini penulis akan membahas
secara terperinci dari masalah jurnal diatas, dengan metode bebas pengeringan

1
2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas penulis meliputi :
1. Bagaimana proses pengeringan bebas terhadap pori keramik?
2. Bagaimana metode pengecoran koloid yang digunakan terhadap
pembuatan keramik?

3. Tujuan
Adapun tujuanya adalah :
1. Untuk mengetahui proses pengeringan bebas terhadap keramik
2. Untuk mengetahui metode pengecoran koloid yang digunakan terhadap
pembuatan keramik

4. batasan masalah
Agar pembahasan masalah lebih terarah,terfokus dan menghindari
pembahasan menjadi terlalu luas maka penulis perlu membatasinya:

1. Pembahasan hanya seputar metode pengeringan bebas


2. Menganalisa hanya struktur mikro keramik dengan pengecoran kololidal

2
5. Dasar Teori

5.1 Konsep Dasar Pengeringan


Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air suatu bahan hingga
mencapai kadar air tertentu. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya
penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara
dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka
udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban yang lebih rendah dari
bahan yang akan dikeringkan (Trayball E.Robert, 1981).

Menurut Brooker, et al., (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi


waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain :

a. Suhu Udara Pengering


Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan
untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering
berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan.
Makin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan makin singkat.
Biaya pengeringan dapat ditekan pada kapasitas yang besar jika digunakan pada
suhu tinggi, selama suhu tersebut sampai tidak merusak bahan.

b. Kelembaban Relatif Udara Pengering


Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam ke
permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat
kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di permukaan bahan.
Semakin rendah RH udara pengering, maka makin cepat pula proses pengeringan
yang terjadi, karena mampu menyerap dan menampung uap air lebih banyak dari
pada udara dengan RH yang tinggi. Laju penguapan air dapat ditentukan
berdasarkan perbedaan tekanan uap air pada udara yang mengalir dengan tekanan

3
uap air pada permukaan bahan yang dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini
ditentukan oleh besarnya suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu,
kelembaban relatifnya akan turun sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan
sebaliknya.

c. Kecepatan Aliran Udara Pengering


Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk
menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Air
dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari
bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan menjenuhkan atmosfer pada
permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaran air selanjutnya.
Aliran udara yang cepat akan
membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah uap air tersebut menjadi
jenuh di permukaan bahan. Semakin besar volume udara yang mengalir, maka
semakin besar pula kemampuannya dalam membawa dan menampung air di
permukaan bahan.

d. Kadar Air Bahan


Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air bahan.
Variasi ini dapat dipengaruhi oleh tebalnya tumpukan bahan, RH udara pengering
serta kadar air awal bahan. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara : (1)
mengurangi ketebalan tumpukan bahan, (2) menaikkan kecepatan aliran udara
pengering, (3) pengadukan bahan.
Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan, oleh karena
permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan
kecepatan gerakan air di dalam bahan yang menuju permukaan bahan tersebut.
Adanya pengeringan cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan,
selanjutnya air di dalam bahan tersebut tidak dapat lagi menguap karena
terhambat.
Dalam pengeringan, keseimbangan kadar air menentukan batas akhir dari

4
proses pengeringan. Kelembaban udara nisbi serta suhu udara pada bahan kering
biasanya mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat kadar air seimbang,
penguapan air pada bahan akan terhenti dan jumlah molekul - molekul air yang
akan diuapkan sama dengan jumlah molekul air yang diserap oleh permukaan
bahan. Laju pengeringan amat bergantung pada perbedaan antara kadar air bahan
dengan kadar air keseimbangan. Semakin besar perbedaan suhu antara medium
pemanas dengan bahan semakin cepat pindah panas ke bahan dan semakin cepat
pula penguapan air dari bahan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari
bahan dapat berupa uap air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari
atmosfer di sekitar bahan yang dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di
sekitar bahan pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga memperlambat
penguapan air dari bahan pangan yang memperlambat proses pengeringan.

5.1.1 Mekanisme Pengeringan


Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap. Air yang
diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan dan
yang pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habi, maka
terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam bahan secara difusi. Migrasi air
dan uap terjadi karena perbedaan tekanan uap pada bagian dalam dan bagian luar
bahan (Handerson dan Perry, 1976).
Sebelum proses pengeringan berlangsung, tekanan uap air di dalam bahan
berada dalam keseimbangan dengan tekanan uap air di udara sekitarnya. Pada saat
pengeringan dimulai, uap panas yang dialirkan meliputi permukaan bahan akan
menaikkan tekanan uap air, teruatama pada daerah permukaan, sejalan dengan
kenaikan suhunya.
Pada saat proses ini terjadi, perpindahan massa dari bahan ke udara dalam
bentuk uap air berlangsung atau terjadi pengeringan pada permukaan bahan.
Setelah itu tekanan uap air pada permukaan bahan akan menurun. Setelah
kenaikan suhu terjadi pada seluruh bagian bahan, maka terjadi pergerakan air
secara difusi dari bahan ke permukaannya dan seterusnya proses penguapan pada

5
permukaan bahan diulang lagi. Akhirnya setelah air bahan berkurang, tekanan uap
air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara sekitarnya.
Selama proses pengeringan terjadi penurunan suhu bola kering udara,
disertai dengan kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan uap dan
suhu pengembunan udara pengering. Entalpi dan suhu bola basah udara pengering
tidak menunjukkan perubahan sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Psikometrik Proses Pengeringan


Sumber : Perry’s Chemical Handbook, 1989
2.3 Periode Pengeringan
Menurut Henderson dan Perry, proses pengeringan mempunyai dua
periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan
periode pengeringan dengan laju pengeringan menurun. Kedua periode utama ini
dibatasi oleh kadar air kritis. Pada periode pengeringan dengan laju tetap, bahan
mengandung air yang cukup banyak, dimana pada permukaan bahan berlangsung
penguapan yang lajunya dapat disamakan dengan laju penguapan pada permukaan
air bebas. Laju penguapan sebagian besar tergantung pada keadaan sekeliling
bahan, sedangkan pengaruh bahannya sendiri relatif kecil.

6
Laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan kadar air
selama pengeringan. Jumlah air terikat makin lama semakin berkurang. Perubahan
dari laju pengeringan tetap menjadi laju pengeringan menurun untuk bahan yang
berbeda akan terjadi pada kadar air yang berbeda pula. Pada periode laju
pengeringan menurun permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi
ditutupi oleh lapisan air. Selama periode laju pengeringan menurun, energi panas
yang diperoleh bahan digunakan untuk menguapkan sisa air bebas yang sedikit
sekali jumlahnya.
Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan konstan
dimana kadar air bahan lebih kecil daripada kadar air kritis. Periode laju
pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu : perpindahan dari dalam ke
permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Pada periode laju pengeringan konstan, perhitungannya bisa didasarkan
atas perpindahan massa sebagai berikut (Mc Cabe, 1993) :
mv = hy (T – Tw)/ λw A ........................ (pers. 1)
Dimana, mv = laju penguapan
A = luas permukaan
hy = koefisien perpidahan kalor
T = Temperatur udara Tw = Temperatur pada permukaan
λw = panas laten pada suhu Tw
Bila udara mengalir sejajar dengan permukaan zat padat, koefisien perpidahan
kalor dapat ditaksir dengan persamaan dimensional (Mc Cabe, 1993) :
hy = 0,0128 G0,8 ........................ (pers. 2)

7
Gambar 2. Hubungan Kadar Air dan Waktu Pengeringan dengan
Menggunakan Udara sebagai Media Penghantar Panas
Sumber :Anton, Modul Pengeringan, 2011.

Bila udara mengalir tegak lurus dengan permukaan zat padat, koefisien
perpidahan kalor dapat ditaksir dengan persamaan dimensional (Geonkoplis,
1987) :
hy = 0,37 G0,37 ........................ (pers. 3)
Dimana, G = kecepatan massa, lb/ft2 jam
Selanjutnya, laju pengeringan konstan, RC dapat dihitung dengan rumus (Mc
Cabe, 1993) :
RC = mv/A = hy (T – Tw)/ λw........................ (pers. 4)

5.1.2 Mesin Pengering


Mesin pengering merupakan peralatan yang digunakan untuk membantu
mempercepat proses pengeringan. Pemilihan mesin pengering dilakukan dari
pertimbangan terhadap jenis bahan yang akan dikeringkan, mutu hasil akhir yang
dikeringkan dan pertimbangan ekonomi. Pada Tabel 1 ditampilkan tipe-tipe mesin
pengering yang umumnya digunakan hingga saat ini.

8
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa semua tipe pengering tersebut
membutuhkan energi yang berupa listrik ataupun bahan bakar fosil. Untuk itulah,
pada tahun 2000-an dirancang suatu mesin pengering dengan sumber energi
terbarukan yang tidak membutuhkan energi suplai berupa listrik ataupun bahan
bakar fosil, yaitu mesin pengering tenaga surya.
Hal yang menjadikan mesin pengering tenaga surya dinilai berpotensi
untuk terus dikembangkan adalah fakta bahwa Indonesia terletak pada garis
khatulistiwa dan Indonesia mempunyai karakteristik cahaya matahari yang baik
(intensitas cahaya tidak fluktuatif) dibanding negara-negara 4 musim. Dalam
kondisi puncak atau posisi matahari tegak lurus, sinar matahari yang jatuh di
permukaan panel surya di Indonesia seluas 1 m2 mampu mencapai 900 hingga
1000 Watt. Total intensitas penyinaran perharinya di Indonesia mencapai 4500
watt hour/m2 yang membuat Indonesia tergolong kaya sumber energi matahari ini
dan matahari di Indonesia mampu bersinar hingga 2.000 jam pertahunnya.
(ESDM,2015).

9
Selain itu jika dibandingkan dengan pengeringan tradisional dimana bahan
yang akan dikeringkan berkontak langsung dengan matahari, maka pengeringan
dengan menggunakan kolektor surya atau panel surya tentunya lebih
menguntungkan. Karena pengeringan tradisional tersebut membutuhkan area yang
luas, sulit untuk mengontrol kondisi operasi dan memungkinkan tercemarnya
bahan yang akan dikeringkan oleh lingkungan sekitar. Sedangkan pengering
tenaga surya dengan menggunakan kolektor surya mampu menyediakan proses
pengeringan dengan luas area yang kecil, waktu pengeringan yang singkat,
pengaturan kondisi operasi yang bisa disesuaikan dan menghasilkan produk
dengan kualitas yang baik (Imre, 2006).
Melihat begitu banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari mesin
pengering tenaga surya maka mesin tenaga surya ini dapat menjadi pertimbangan
dalam pemilihan mesin pengering untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Hingga saat ini dalam pemanfaatan energi surya, telah dikembangkan setidaknya
dua macam teknologi yang memanfaatkan energi surya sebagai sumber energinya
yaitu teknologi energi surya fotovoltaik dan teknologi energi surya
termal(Erlinawati, 2013).

5.2 Struktur Mikro


Struktur mikro adalah gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang dapat
diamati melalui teknik metalografi. Struktur mikro suatu logam dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop. Mikroskop yang dapat digunakan yaitu
mikoroskop optik dan mikroskop elektron. Sebelum dilihat dengan mikroskop,
permukaan logam harus dibersihkan terlebih dahulu, kemudian reaksikan dengan
reagen kimia untuk mempermudah pengamatan. Proses ini dinamakan etching.
Untuk mengetahui sifat dari suatu logam, kita dapat melihat struktur mikronya.
Setiap logam dengan jenis berbeda memiliki struktur mikro yang berbeda. Dengan
melalui diagram fasa, kita dapat meramalkan struktur mikronya dan dapat
mengetahui fasa yang akan diperoleh pada komposisi dan temperatur tertentu.
Dan dari struktur mikro kita dapat melihat :
a. Ukuran dan bentuk butir

10
b. Distribusi fasa yang terdapat dalam material khususnya logam
c. Pengotor yang terdapat dalam material
Dari struktur mikro kita juga dapat memprediksi sifat mekanik dari suatu material
sesuai dengan yang kita inginkan.

5.3 Pengecoran koloidal


Pengecoran koloidal adalah diambil dari kata koloid merupakan campuran
heterogen antara dua atau lebih zat partikel berukuran zat koloid (fase terdispersi)
tersebar merata dalam zat lain (penyebaran media).( Ostwald 1907)

11
5.Metode penelitian

5.1 Bahan yang digunakan:


1. poli vinil pirrolidon
2. Sigma-Aldrich
3. NiO
4. Al2O3
5. Bubuk keramik

5.2 Alat yang digunakan:


1. ball milling (mesin penggiling)
2. cetakan plastik
3. Oven

5.3 Metode
A. Persiapan suspensi koloidal

1. 2–4% berat poli vinil pirrolidon dilarutkan dalam FA(Sigma-Aldrich),


2. bubuk keramik didispersikan dalam larutan PVP-FA dengan ball milling
(mesin penggiling) selama 24 jam
3. 60% berat p-Toluenesulfonic acid (> 98,5%, SigmaAldrich) etanol (>
99,9%, Sigma-Aldrich) ditambahkan ke dalam suspensi koloid

B. Persiapan keramik
1. Sebelum pengecoran, suspensi keramik koloid diturunkan derajatnya
selama 5 menit
2. suspensi dituangkan ke dalam cetakan plastik
3. Suspensi cor dipanaskan dalam oven yang diatur pada 70° C selama 2-10
jam
4. Lalu disinter pada 1350–1450 C selama 2-5 jam
5. NiO / keramik berpori kemudian direduksi menjadi keramik Ni / YSZ
berpori dengan gas hidrogen pada 750 °C selama 5 jam.

12
13
7.Data dan Perhitungan

Viskositas suspensi NiO / YSZ dalam kisaran laju geser 0,06-13 s1 pada

suhu kamar ditunjukkan pada Gambar. 1. Viskositas suspensi NiO / YSZ awalnya

turun secara signifikan, dan kemudian cenderung stabil karena laju geser

meningkat.

Gambar: Perilaku reologi suspensi NiO / YSZ dengan jumlah FA berbeda

Dalam studi ini, 21,7% berat, 24,2% berat, dan 34,3% berat FA dipilih
untuk persiapan keramik NiO / YSZ, Al2O3, dan YSZ,

Mengingat jumlah FA dalam suspensi keramik bervariasi dari 19,5 hingga


39,3% berat, jumlah air dalam keramik hanya 3,6-7,4% berat. Bahkan,
pembentukan oligomer dan hubungan dimetilena eter juga dapat terjadi; 21
jumlah aktual air yang dihasilkan selama polimerisasi FA kurang dari 3,6-7,4%
berat. Akibatnya, proses pengecoran hampir bebas pengeringan

14
Gambar. 2 kurva TGA sampel NiO-YSZ yang mengandung 21,7% berat PFA.

keramik dipanaskan hingga suhu tinggi 1350–1450 C pada tingkat

pemanasan 3 C min1, dan disimpan pada suhu akhir selama 2-5 jam. Gambar. 3

menunjukkan foto-foto cetakan, tubuh hijau keramik dan sampel keramik. Tabung

keramik NiO / YSZ dengan satu ujung tertutup dibuat dengan pelapisan suspensi

keramik pada tabung plastik (Gbr. 3a), diikuti oleh polimerisasi FA. Tabung NiO /

YSZ-PFA coklat tua (Gbr. 3b) telah siap dikeluarkan dari tabung plastik karena

hampir tidak ada susut pengeringan terjadi dalam pengecoran bebas pengeringan

tersebut. Green NiO / YSZ tube (Gbr. 3c) diperoleh setelah PFA dan PVP dibakar

selama sintering pada 1400 C selama 2 jam. Tabung NiO / YSZ berpori, dan

memiliki permeansi nitrogen 9,94 mol m2 s1 Pa1 pada penurunan tekanan

transmembran 1 atm. Gambar. 3 menunjukkan bagian keramik Al 2O3 dengan

bentuk mur sekrup heksagonal, yang dicetak dengan cetakan plastik (Gbr. 3e).

Tercatat bahwa selama pengecoran, FA mempolimerisasi secara perlahan dari

oligomer linier tak terkonjugasi menjadi PFA akhir yang berpasangan hitam; 22

sementara itu, warnanya berubah dari kuning muda ke hitam, dan viskositasnya

meningkat secara bertahap. Laju polimerisasi FA biasanya sangat lambat pada

15
suhu kamar, dan ini memungkinkan waktu yang cukup untuk penuangan koloid.

Tergantung pada dimensi bagian keramik yang dimaksud, suspensi yang dicetak

biasanya dipadatkan dengan memanaskan pada suhu 70 C selama beberapa menit

hingga berjam-jam untuk memastikan struktur keramik cukup kuat secara

mekanis untuk pengecoran.

Ketika jumlah FA meningkat dari 19,5% menjadi 39,3%, penyusutan

sintering linier meningkat dari 20,9% menjadi 29,5% sehingga menyerap

meningkat secara substansial dari 36,2% menjadi 65,0%, dan ukuran pori rata-rata

meningkat dari 0,68 mm menjadi 1,8 mm. Penyusutan sintering dari PFA-Ni /

YSZ sebanding dengan keramik Ni / YSZ yang dibuat dengan pengecoran gel.3

Gambar3 Foto (a) tabung plastik yang digunakan sebagai cetakan untuk

pembentukantabung keramik (b) dan (c), (b) tabung NiO / YSZ-PFA dengan satu ujung

tertutup,(c) tabung keramik NiO / YSZ dengan satu ujung tertutup, (d) keramik

Al2O3bagian dengan bentuk mur sekrup heksagonal, dan (e) cetakan plastik

untukmembentuk bagian keramik

16
Gambar. 4 Pengaruh jumlah FA pada penyusutan sintering dan porositas (atas), dan

distribusi ukuran pori (bawah) dari keramik berpori Ni / YSZ ditentukan oleh

porosimetri merkuri.

Perlu disebutkan bahwa porogen biasanya diperlukan untuk membuat

struktur berpori dalam pembuatan keramik berpori, dan porogen umum seperti

pati, karbon hitam, dan grafit yang memiliki ukuran partikel 10-100 mm

cenderung membentuk struktur pori tidak seragam dan pori besar yang tidak

diinginkan ukuran; 23 porogen ini sering meningkatkan viskositas suspensi

17
keramik secara drastis, 3 membuat pengecoran menjadi sulit.

Gambar. 5 gambar SEM berpori Ni / YSZ keramik disiapkan dari

Suspensi NiO / YSZ dengan 21,7% berat FA; (a) perbesaran rendah, (b) tinggi

Pembesaran

keramik terdiri dari butiran Ni yang terdistribusi secara seragam (ukuran

lebih besar) dan butiran YSZ (ukuran lebih kecil), dan lebih seragam dalam

struktur mikro daripada yang dibuat dengan pengecoran gel dan menggunakan

pati sebagai porogen. 3 Selanjutnya, PFA dikarbonisasi pada hasil karbon tinggi

ketika dipanaskan dalam gas inert seperti nitrogen atau argon.17 karbon PFA

berasal membantu untuk mempertahankan struktur berpori selama sintering suhu

tinggi, dan dapat dengan mudah dihapus pada suhu di atas 500 C ketika udara atau

oksigen mengalir melalui. Oleh karena itu, metode casting baru kami menawarkan

cara yang efektif untuk menyempurnakan struktur mikro produk.

Selain itu, metode pengecoran kami juga cocok untuk mempersiapkan

keramik padat. Sebagai contoh, YSZ umumnya digunakan sebagai elektrolit sel

bahan bakar oksida padat dan membran permeasi(perembesan) oksigen, dan

kepadatan tinggi diperlukan untuk aplikasi ini. Kami menyiapkan film YSZ yang

18
berdiri bebas dengan dip-coating suspensi YSZFA dan sintering pada 1450 C

selama 5 jam. Kepadatan film YSZ bertekad untuk menjadi 5,898 g $ cm3 dengan

standar deviasi 0,009 g $ cm3 dari sembilan tes.

Kepadatan relatif dari film YSZ dihitung menjadi 99,13% berdasarkan

kepadatan teoretis dari 5,950 g cm3. Gambar SEM yang ditunjukkan pada

Gambar. 6a-c menunjukkan bahwa film YSZ dengan ketebalan sekitar 40 mm

disinter dengan baik. Percobaan nitrogen permeasi menunjukkan bahwa tidak ada

nitrogen menembus lewat film YSZ, yang konsisten dengan hasil pengukuran

kepadatan.Eksperimen permeasi nitrogen menunjukkan bahwa tidak ada nitrogen

meresap melalui film YSZ, yang konsisten dengan hasil pengukuran kepadatan.

ni lebih lanjut menyiratkan keseragaman tubuh hijau keramik

disiapkan dengan pengecoran bebas-pengeringan, yang penting untuk densifikasi

berikutnya. Perlu dicatat bahwa faktor kunci dalam mempengaruhi densifikasi

keramik termasuk (1) keseragaman tubuh keramik, (2) ketidakteraturan partikel

keramik, dan (3) kondisi sintering (suhu dan waktu). Dalam kasus kami, selama

proses sintering, PFA dibakar pada suhu rendah (misalnya, 550 C), film YSZ

berpori yang dihasilkan sangat seragam dalam hal mikrostruktur, dan partikel YSZ

dengan ukuran 0,2-0,5 mm dalam ukuran menunjukkan sinterabilitas yang baik

karena ukurannya yang kecil. Film YSZ berpori sepenuhnya dipadatkan karena

suhu dinaikkan ke 1450 C. Ketika film YSZ itu disinter pada 1350 C selama 3

jam, film YSZ berpori dengan seragam pori-pori submikron berukuran diproduksi

(Gambar. 6d). Oleh karena itu, jelas bahwa porositas film YSZ akhir dapat disetel

19
dengan mengubah kondisi sintering (misalnya, suhu yang lebih rendah dan waktu

yang lebih singkat).

Gambar. 6 gambar SEM film YSZ padat berdiri bebas disinter pada 1450 C selama 5 jam
(a, b, c), dan film YSZ berpori disinter pada 1350 C selama 3 jam (d).(a) Tampilan
potongan melintang pada perbesaran rendah, (b) Tampilan potongan melintang di
perbesaran tinggi, (c) tampilan permukaan, dan (d) tampilan penampang.

Harus ditunjukkan bahwa sistem pengecoran bebas-pengeringan kami


dengan pelarut yang dapat dipolimerisasi menunjukkan banyak potensi
keuntungan dalam pembentukan keramik; khususnya, cacat karena proses
pengeringan seperti deformasi dan retak dapat dihilangkan, dan struktur mikro
keramik dapat mudah disetel dengan menyesuaikan jumlah PFA. Sistem
pengecoran kami juga memiliki potensi tinggi untuk fabrikasi meso dan mikro
untuk sistem mikro-elektromekanis melalui metode penulisan langsung.24
Sebagai hasilnya, metode pengecoran bebas-pengeringan yang disajikan di sini

20
sederhana, dan hemat biaya untuk pembuatan keramik dengan desain bentuk dan
struktur mikro yang terkendali

8. pemecahan dan analisa


Semua suspensi memperlihatkan perilaku penipisan geser yang khas.
Seperti yang diharapkan, viskositas suspensi menurun dengan meningkatnya
jumlah FA. Perlu dicatat bahwa sebagai indikator kasar, viskositas suspensi harus
kurang dari 5 Pa $ untuk pengecoran tanpa tekanan. 19 Oleh karena itu, dalam
kasus kami, suspensi dengan kurang dari sekitar 24,4% berat FA harus
dilemparkan dengan bantuan tekanan seperti pengecoran gel dengan bantuan
20
tekanan, dan yang dengan sekitar 21,7% berat atau lebih FA cocok untuk
pengecoran tanpa tekanan

Tercatat bahwa selama pengecoran, FA mempolimerisasi secara perlahan


dari oligomer linier tak terkonjugasi menjadi PFA akhir yang berpasangan hitam;
22 sementara itu, warnanya berubah dari kuning muda ke hitam, dan
viskositasnya meningkat secara bertahap. Laju polimerisasi FA biasanya sangat
lambat pada suhu kamar, dan ini memungkinkan waktu yang cukup untuk
penuangan koloid. Tergantung pada dimensi bagian keramik yang dimaksud,
suspensi yang dicetak biasanya dipadatkan dengan memanaskan pada suhu 70 C
selama beberapa menit hingga berjam-jam untuk memastikan tubuh hijau cukup
kuat secara mekanis untuk pengecoran.
Dalam proses pengecoran ini, PFA yang diperoleh FA tidak hanya
bertindak sebagai pengikat untuk menyatukan partikel keramik, tetapi juga bisa
berfungsi sebagai porogen untuk memproduksi keramik berpori dengan
mikrostruktur yang diinginkan. Kami meneliti efek dari jumlah FA (PFA) pada
struktur berpori dari keramik Ni / YSZ umumnya digunakan sebagai bahan anoda
sel bahan bakar oksida padat. Kinerja anoda sangat tergantung pada mikro, yang
perlu dioptimalkan untuk menghasilkan batas tiga fase (TPB) yang diinginkan . 2
Keramik Ni / YSZ berpori diperoleh dari keramik NiO / YSZ yang disinter pada
suhu 1400 C.

21
Sebaliknya, PFA dihasilkan dari FA pelarut, dan lebih merata di seluruh

struktur keramik, menghasilkan struktur mikro yang jauh lebih seragam setelah

penghapusan PFA. Gambar. 5 menunjukkan gambar SEM dari Ni / YSZ keramik

berpori dibuat dari NiO suspensi / YSZ dengan 21,7% berat FA. Berpori Ni / YSZ.

Gambar. 6 gambar SEM film YSZ padat berdiri bebas disinter pada 1450 C selama 5 jam
(a, b, c), dan film YSZ berpori disinter pada 1350 C selama 3 jam (d).(a) Tampilan
potongan melintang pada perbesaran rendah, (b) Tampilan potongan melintang di
perbesaran tinggi, (c) tampilan permukaan, dan (d) tampilan penampang.

Harus ditunjukkan bahwa sistem pengecoran bebas-pengeringan kami


dengan pelarut yang dapat dipolimerisasi menunjukkan banyak potensi
keuntungan dalam pembentukan keramik; khususnya, cacat karena proses
pengeringan seperti deformasi dan retak dapat dihilangkan, dan struktur mikro
keramik dapat mudah disetel dengan menyesuaikan jumlah PFA. Sistem
pengecoran kami juga memiliki potensi tinggi untuk fabrikasi meso dan mikro
untuk sistem mikro-elektromekanis melalui metode penulisan langsung.24

22
Sebagai hasilnya, metode pengecoran bebas-pengeringan yang disajikan di sini
sederhana, dan hemat biaya untuk pembuatan keramik dengan desain bentuk dan
struktur mikro yang terkendali.

9.kesimpulan
Kami telah menunjukkan metode pengecoran koloid bebas pengeringan
untuk membentuk keramik menggunakan sistem koloid baru yang mengandung
pelarut yang dapat dipolimerisasi.

Furfuryl alkohol digunakan sebagai pelarut untuk membubarkan partikel


keramik (mis., NiO / YSZ, Al2O3, dan YSZ), dan kemudian dipolimerisasi
menjadi poli (furfuryl alkohol) untuk mengikat partikel keramik bersama,
menghilangkan langkah pengeringan. Selain itu, poli (furfuryl alkohol) yang
terkandung dalam benda hijau keramik bertindak sebagai porogen molekuler
untuk pembentukan keramik berpori.

Ketika jumlah FA meningkat dari 19,3% berat menjadi 39,3% berat, laju
penyusutan sintering linier pada 1400 C Ni / YSZ (berasal dari NiO / YSZ)
keramik meningkat dari 20,9% menjadi 29,5% sedangkan porositas meningkat
secara substansial dari 36,2% menjadi 65,0%, dan ukuran pori rata-rata meningkat
dari 0,68 mm menjadi 1,8 mm.

Film YSZ yang padat dibuat dengan sintering film YSZ-PFA yang
mengandung 34,3% berat FA (PFA). Suspensi keramik koloid dengan pelarut yang
dapat dipolimerisasi menghasilkan lebih banyak derajat kebebasan dalam
menyetel mikrostruktur dan pembentukan keramik keramik. Metode pengecoran
koloid baru kami sangat menjanjikan untuk pembentukan keramik canggih
dengan kualitas tinggi dan Biaya yang dikurangi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Shape Forming of Ceramics with Control lable Microstructure by Drying-Free


Colloidal Casting

Bab II teori dasar tentang pengeringan


F. F. Lange, J. Am. Ceram. Soc., 1989, 72, 3; B. V. Velamakanni,
J. C. Chang, F. F. Lange and D. S. Pearson, Langnuir, 1990, 6, 1323.
A. C. Young, O. O. Omatete, M. A. Janney and P. A. Menchhofer,J. Am. Ceram.
Soc., 1991, 74, 612.
H. T. Wang, L. M. Huang, Z. B. Wang, A. Mitra and Y. S. Yan,Chem. Commun.,
2001, 1364.
A. J. Fanelli, R. D. Silvers, W. S. Frei, J. V. Burlew and G. B. Marsh,J. Am.
Ceram. Soc., 1989, 72, 1833.
K. Prabhakaran, S. Raghunath, A. Melkeri, N. M. Gokhale and S. C. Sharma, J.
Am. Ceram. Soc., 2008, 91, 615.
G. V. Franks, B. V. Velamakanni and F. F. Lange, J. Am. Ceram. Soc., 1995, 78,
1324.
B. C. Yu and F. F. Lange, Adv. Mater., 2001, 13, 276.
G. W. Scherer, J. Am. Ceram. Soc., 1990, 73, 3; D. M. Holmes,
F. Tegeler and W. J. Clegg, J. Eur. Ceram. Soc., 2008, 28, 1381.
J. F. Yao and H. T. Wang, Ind. Eng. Chem. Res., 2007, 46, 6264;
H. T. Wang and J. F. Yao, Ind. Eng. Chem. Res., 2006, 45, 6393.
H. T. Wang, L. X. Zhang and G. R. Gavalas, J. Membr. Sci., 2000,177, 25.
S. W. Sofie and F. Dogan, J. Am. Ceram. Soc., 2001, 84, 1459.
Y. Huang, L. G. Ma, H. R. Le and J. L. Yang, Mater. Lett., 2004, 58, 3893.
S. Bertarione, F. Bonino, F. Cesano, A. Damin, D. Scarano and A. Zecchina, J.
Phys. Chem. B, 2008, 112, 2580.
M. Choura, N. M. Belgacem and A. Gandini, Macromolecules, 1996,

24
Lampiran

25

Anda mungkin juga menyukai