Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA II


PENGERINGAN

Disusun Oleh :

Kelompok : LTK - II – 05
Hari /Tanggal Praktikum : Rabu, 17 Juni 2021
Nama Praktikan : M Arya Abiyasa (NIM : 2311181038)
Nama Partner : Ilham Ibadurrohman (NIM : 2311181043)

Dosen Pembimbing : Nadiem Anwar, ST., MT. (NID: 412124861)


Asisten Dosen : Eka Safitri (NIM : 2311171058)

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2021

Laboratorium Teknik Kimia II 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam
jumlah yang relative kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil
dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara
dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai
aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan
kimiawi. (Rachmawan, 2001).
Pengeringan dalam proses pascapanen merupakan operasi yang penting,
baik terhadap bahan padat maupun bahan cair. Pengeringan merupakan metode
penanganan pasca panen yang paling tua yang telah dipraktekan sejak dulu. Pada
saat ini pun, pengeringan secara tradisional masih banyak dipraktekan sebagai
metode pengawetan sehingga produk pangan dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama. Pengeringan secara tradisional tentunya kurang efektif dan efisien
karena dipengaruhi sekali oleh cuaca. Untuk itu, manusia menciptakan alat mesin
pengeringan yang meningkatkan produktivitas dari kegiatan pengeringan.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari praktikum pengeringan yaitu :
1. Menentukan perubahan kadar air bahan terhadap waktu.
2. Menentukan pengaruh kadar air terhadap laju pengeringan.
3. Menentukan temperatur terhadap laju pengeringan.

Laboratorium Teknik Kimia II 1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Pengeringan merupakan sebuah proses pemisahan air yang jumlahnya
relatif kecil dalam suatu bahan padat menggunakan udara tidak jenuh. Udara tidak
jenuh merupakan udara yang memiliki persen kelembaban rendah dan dapat
menyerap uap air dari suatu bahan padat. Pengeringan dapat berlangsung jika
tekanan parsial uap air di dalam udara lebih kecil dibandingkan tekanan uap air di
permukaan padatan (Geankoplis, 2003).
Sedangkan menurut Treybal (1981) Pengeringan adalah proses
mengeluarkan air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari suatu
bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah
bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air kesetimbangan
udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air (activity water) yang
aman dari kerusakan mikrobiologis enzimatis dan kimiawi. Proses pengeringan
menggunakan udara tidak jenuh merupakan proses pengeringan secara difusional.
Proses pengeringan difusional dilakukan dengan menurunkan persen
kelembaban udara agar udara tidak jenuh, kemudian udara tidak jenuh dialirkan di
sekeliling bahan. Udara tidak jenuh memiliki tekanan parsial udara yang lebih
kecil dari tekanan uap air pada permukaan bahan ketika dialirkan. Perbedaan
tekanan ini menyebabkan uap air pada permukaan bahan menguap.
Secara umum, perbedaan pengeringan (drying) dan peguapan (evaporation)
adalah jumlah air yang diuapkan dari suatu bahan. Pada proses drying hanya
mengurangi sejumlah kecil kadar air dari material sementara evaporation
mengurangi kadar air dari material dalam jumlah yang besar. Pada beberapa
kasus, kadar air dalam padatan dikurangi secara mekanik dengan proses
pemerasan, sentrifugasi, dan berbagai cara lain (Geankoplis, 1993).
2.2 Manfaat Pengeringan
Terdapat beberapa manfaat dari proses pengeringan ini sendiri, antara lain :
(Taib G. dkk, 1987)
1. Pengawetan bahan
Mikroba memerlukan air untuk pertumbuhannya. Bila kadar air bahan
berkurang, maka aktivitas mikroba yang dapat mengakibatkan pembusukan
dihambat atau tidak dapat tumbuh. Mikroorganisme tidak aktif jika
kandungan air dalam bahan kurang dari 10%, sehingga kandungan air
biasanya diturunkan sampai dibawah 5%. Sehingga bahan yang telah
dikeringkan dapat disimpan dalam rentang waktu yang lebih lama.
Selain itu pada kadar air yang rendah, suatu bahan juga tidak mudah
mengalami pelapukan. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lama.
2. Pengurangan biaya transportasi dan pengemasan
Umumnya bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka
hilangnya air akan sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut
sehingga akan mengurangi biaya transportasi dan pengemasan. Pengeringan
ini dapat meningkatkan nilai guna dari suatu bahan.
3. Penurunan bahaya korosi pada alat operasi
Proses korosi termasuk proses elektrokimia, terjadi ketika logam Fe yang
teroksidasi bertindak sebagai anode dan oksigen yang terlarut dalam air yang
ada pada permukaan besi bertindak sebagai katode Dilihat dari reaksi yang
terjadi pada korosi, air merupakan salah satu faktor penting untuk
berlangsungnya proses korosi. Udara yang banyak mengandung uap air
(lembab) akan mempercepat berlangsungnya proses korosi. Sehingga bahaya
korosi seperti pengkaratan dapat terjadi dengan cepat dan bisa membahayakan
kesehatan manusia ketika menempel dan termakan oleh manusia.
4. Memudahkan penanganan selanjutnya
Pada kadar air yang cukup tinggi proses penanganan selanjutnya dapat
merusak bahan atau menghambat proses tersebut. Seperti pada proses
pembuatan padi menjadi beras.
2.3 Metoda Umum Pengeringan
Metoda dan proses pengeringan dapat dikelompokkan dengan beberapa
cara, yaitu : (Geankoplis, 2003)
1. Proses partaian (batch)
Jika bahan dimasukkan ke alat pengering dan diproses dalam rentang
waktu tertentu.
2. Proses sinambung (continuous)
Jika bahan dialirkan ke alat pengering dan bahan kering dikeluarkan
secara terus menerus.

Proses pengeringan dapat juga dikelompokkan berdasarkan kondisi untuk


mensuplai kalor dan memisahkan air, menjadi :
1. Kalor disuplai dengan cara pengontakkan langsung dengan udara pada
tekanan atmosfir, dan uap air yang terbentuk dipisahkan menggunakan udara.
2. Penguapan air dilakukan lebih cepat pada tekanan rendah dan kalor disuplai
dengan pengontakan tidak langsung melalui dinding logam atau radiasi,
disebut pengeringan vakum.
3. Air disublimasikan dari bahan yang dibekukan, disebut pengeringan beku
(freeze drying).

2.4 Fenomena Pengeringan


Udara pada proses pengeringan berfungsi untuk menyerap uap air yang
dikeluarkan dari bahan yang dikeringkan. Kecepatan pengeringan akan naik
apabila kecepatan udara ditingkatkan. Selama proses pengeringan berlangsung
terdapat dua fenomena perpindahan yang terjadi, yaitu (Muarif, 2013):
1. Perpindahan panas
Proses perpindahan panas atau sering disebut juga dengan perpindahan
kalor terjadi karena adanya perbedaan temperatur. Kalor mengalir dari bagian
yang bertemperatur lebih tinggi ke temperature yang lebih rendah.
Perpindahan panas yang terjadi dibuktikan dengan terjadinya penurunan
temperatur pada udara yang dialirkan setelah pengontakan dengan bahan
padatan dibandingkan dengan suhu udara sebelum pengontakan. Panas yang
terjadi disebut panas sensibel yaitu energi yang diberikan atau diterima suatu
materi yang membuat temperaturnya berubah.
Perpindahan panas ini dapat berlangsung mengikuti satu satau lebih
mekanisme perpindahan, yaitu :
a. Konduksi adalah perpindahan kalor dengan cara transfer energi gerakan
antar molekul yang berdekatan.
b. Konveksi adalah perpindahan kalor oleh gerakan ruah fluida dari bagian
fluida yang lebih panas ke bagian fluida yang lebih dingin.
c. Radiasi adalah perpindahan energi dalam ruang secara gelombang
elektromagnetik seperti cahaya oleh gelombang cahaya elektromagnetik.
2. Perpindahan massa
Proses perpindahan massa yang terjadi selama pengeringan adalah proses
difusi. Dimana panas yang diberikan udara menaikkan suhu bahan yang
menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dibandingkan
dengan tekanan uap air di udara pengering. Sehingga, uap air yang berada di
dalam bahan menguap dan terikat oleh udara pengering. Panas yang diberikan
ini disebut dengan panas laten yaitu panas yang diberikan atau diterima suatu
materi yang membuat fasanya berubah.

2.5 Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pengeringan


Proses pengeringan suatu material padatan dipengaruhi oleh beberapa factor
antara lain: luas permukaan kontak antara padatan dengan fluida panas, perbedaan
temperature antara padatan dengan fluida panas, kecepatan aliran fluida panas
serta tekanan udara. Berikut ini dijelaskan tentang factor-faktor tersebut : (King,
1971)
1. Luas Permukaan
Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian
tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Untuk
mempercepat pengeringan umumnya bahan yang akan dikeringkan dipotong-
potong atau dihaluskan terlebih dulu. Hal ini terjadi karena:
a. Pemotongan atau penghalusan tersebut akan memperluas
permukaan bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan
medium pemanasan sehingga air mudah keluar.
b. Partikel-partikel kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak
dimana panas harus bergerak sampai ke pusat bahan. Potongan kecil juga
akan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang harus
keluar ke permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut.

2. Ukuran dan ketebalan bahan


Bahan yang ukurannya tebal akan mengakibatkan waktu pengeringan
lebih lama. Penguapan terjadi pada permukaan bahan, sedangkan air yang
berada dibagian dalam padatan akan merembes atau naik ke permukaan
padatan karena adanya gaya penggerak. Semakin tebal bahan, waktu yang
diperlukan air untuk mencapai permukaan padatan akan semakin lama
sehingga waktu pengeringannya akan lebih lama.

3. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya


Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan,
makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula
penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan
akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air
berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses
pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan
yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case
Hardening", yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering
sedangkan bagian dalamnya masih basah.

4. Kecepatan Aliran Udara


Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan
bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan
memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat
pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat,
yaitu semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan.

5. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan
berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak
tetampung dan disingkirkan dari bahan. Sebaliknya, jika tekanan udara
semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga
kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan.

6. Kelembaban udara
Kelembaban udara menunjukan banyaknya uap air yang terkandung
dalam 1 kg udara. Besar atau kecilnya kelembaban udara akan menentukan
seberapa besar kemampuan udara untuk menyimpan uap air dari hasil
penguapan pada permukaan bahan. Semakin kecil kelembaban udara, semakin
besar kemampuan udara untuk menyimpan uap air.

7. Karakteristik bahan
a. Kadar air
Kadar air dalam bahan terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Kadar air tak terikat
Kadar air tak terikat adalah kadar air yang berada diatas
permukaan bahan. Sehingga kadar air tidak terikat ini mudah sekali
terbawa oleh udara selama proses pengeringan. Merupakan selisih
antara kadar air suatu bahan pada suhu dan kelembaban tertentu
dengan kadar air kesetimbangan pada suhu dan kelembaban yang
sama.
2. Kadar air terikat
Kadar air terikat adalah kadar air yang berada dibawah permukaan
dan terikat oleh pori – pori suatu bahan. Kadar air ini susah terbawa
udara karena terikat oleh porinya sehingga membutuhkan waktu lebih
lama untuk proses pengeringan. Kadar air suatu bahan yang akan
dikeringkan mempengaruhi proses pengeringan, semakin sedikit kadar
air bahan akan semakin mempercepat proses pengeringan.

Untuk menguapkan air dari bahan diperlukan energi penguapan.


Besarnya energi penguapan untuk air terikat secara fisis, dan energi
penguapan yang paling besar adalah energi penguapan untuk air terikat
secara kimia. Pada proses pengeringan, air yang pertama kali diuapkan
adalah air bebas, dilanjutkan dengan air terikat. Air yang dapat diuapkan
tersebut dinamakan vaporable water.

b. Pori – pori
Semakin banyak pori – pori pada suatu bahan maka semakin cepat
proses pengeringan. Semakin besar pori – pori pada suatu bahan maka
semakin cepat juga proses pengeringan.

2.6 Kelembaban dan Peta Kelembaban


2.6.1 Kelembaban Mutlak (H)
Kelembaban mutlak (H) adalah massa uap air yang terkandung dalam udara
per satuan massa udara kering. Kelembaban bergantunng kepada tekanan parsial
uap air (PA) dalam udara dan tekanan total (PT). Jika berat molekul air 18,02g/mol
dan berat molekul udara 28,97g/mol maka, kelembaban mutlak dapat dihitung
menggunakan persamaan (Geankoplis, 2003):
p A 18,02 kg air
H
P  p A 28,97 kg udara ............................................................................(2.1)

2.6.2 Kelembaban Mutlak Jenuh (HS)


Kelembaban mutlak jenuh (HS) adalah kelembaban pada saat tekanan parsial
uap air dalam udara sama dengan tekanan uap air jenuh (P AS) pada tekanan dan
temperatur tertentu. Kelembaban mutlak jenuh dapat dihitung menggunakan
persamaan :
p A s 18,02 kg air
Hs 
P  p As 28,97 kg udara .........................................................................(2.2)

2.6.3 Persen Kelembaban (Hp)


Persen kelembaban (HP) adalah perbandingan kelembaban mutlak terhadap
kelembaban mutlak jenuh dikalikan 100. Persen kelembaban dapat dihitung
menggunakan persamaan :
H
Hp   100
Hs ..................................................................................................(2.3)

2.6.4 Peta Kelembaban Udara-Uap Air


Peta kelembaban udara-uap air adalah grafik yang memuat sifat-sifat fisika
campuran udara-uap air. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan H terhadap
temperatur aktual (suhu bola kering) campuran udara-uap air. Kurva yang
ditandai 100% menunjukkan kelembaban mutlak jenuh HS sebagai fungsi
temperatur. Setiap titik di bawah kurva jenuh menyatakan campuran udara-uap air
tidak jenuh. Setiap kurva di bawah 100% menunjukkan proses kelembaban HP
Gambar 2.1 Peta Kelembaban Sistem Uap Air-Udara Pada 101,325 kPa.
Sumber: Geankoplis (2003)

2.7 Sifat – Sifat Fisik Campuran Udara – Uap Air


2.7.1 Titik Embun
Titik embun adalah temperatur saat campuran udara-uap air berada pada
keadaan jenuh.

2.7.2 Kalor Lembab


Kalor lembab (CH) adalah kapasitas kalor campuran udara-uap air persatuan
massa udara. Kapasitas kalor udara dianggap tetap yaitu 1,005 kJ/K.Kg udara
kering dan kapasitas kalor uap air dianggap tetap yaitu 1,884 kJ/K.Kg uap air.
Kapasitas kalor campuran dianggap proporsional dengan fraksi massa masing-
masing dengan persamaan :
CH = Cp,u + H.Cp,a………………………………………………………………(2.4)
CH = 1,005 + 1,884 H…………………………………………………………..
(2.5)

2.7.3 Volume Lembab


Volume lembab (VH) adalah volume total campuran uap-air udara
persatuan massa udara. Campuran udara-uap air ini dianggap gas ideal dengan
persamaan sebagai berikut :
VH = XuVu + XaVa……………………………………………………………...(2.6)
22,4 1 1
VH = ( + H)………………………………………………..(2.7)
273,15 28,97 18,02

2.7.4 Entalpi Lembab


Entalpi lembab atau disebut juga dengan entalpi campuran total uadara-uap air
(Hy) adalah campuran entalpi udara dengan tambahan entalpi air dan kalor
penguapan air yang memiliki persamaan sebagai berikut :
Hy = CH (T – Tref) + H λref…………………………………………………….
(2.8)
Jika diambil referensi 0oC, λref = 2501,4 kJ/Kg
Hy = (1,005 + 1,88 H) T + 2501,4 H……………………………………………
(2.9)

2.8 Temperatur Bola Basah dan Temperatur Bola Kering


Temperatur bola basah adalah temperatur yang dapat dicapai pada keadaan
tunak tak setimbang apabila sejumlah kecil air dikontakkan dengan aliran udara
secara sinambung pada keadaan adiabatik. Temperatur dan kelembaban udara
tidak berubah karena jumlah airnya kecil.
Temperatur bola basah adalah temperatur yang dapat dicapai jika udara
dialirkan melalui termometer yang bola (mercury)-nya pada keadaan basah.
Metoda pengukuran temperatur bola basah diperlihatkan pada Gambar 2.2 Sebuah
termometer dibalut dengan kapas atau tisu dipertahankan agar tetap basah dan
berada dalam aliran udara yang memiliki suhu T (temperatur bola kering) dan
kelembaban H. Air dari tisu teruapkan secara tunak dan suhu tisu akan turun
sampai Tw kemudian tetap. Kalor laten penguapan sama dengan kalor yang
ditransfer (konveksi) dari aliran gas pada suhu T ke tisu pada suhu Tw
(Geankoplis, 2003).

Gambar 2.2 Pengukuran Temperatur Bola Basah


Sumber : Geankoplis, C.J “Transport Processes and Separation Processes Principles”
Suhu bola kering adalah temperatur yang biasanya dianggap sebagai suhu
udara. Suhu bola kering yaitu suhu yang ditunjukkan dengan thermometer bulb
biasa dengan bulb dalam keadaan kering. Satuan untuk suhu ini bias dalam
celcius, Kelvin, fahrenheit. Seperti yang diketahui bahwa termometer
menggunakan prinsip pemuaian zat cair dalam termometer (Geankoplis, 2003).

2.9 Kurva Laju Pengeringan


Laju pengeringan yaitu pengurangan kandungan air dalam bahan padat,
persatuan waktu persatuan luas. Kurva laju pengeringan ditentukan dengan cara
mengalirkan udara melalui padatan yang dikeringkan. Padatan basah ditempatkan
dalam baki yang digantung pada timbangan, di dalam ruang pengering seperti
yang diperlihatkan oleh gambar 2.3 Bahan basah akan mengalami pengurangan
berat dan dapat terukur setiap saat (Geankoplis, 2003).

Gambar 2.3 Rangkaian alat untuk percobaan pengeringan batch

Data yang diperoleh dari percobaan pengeringan batch biasanya berupa


berat total pada berbagai waktu. Data tersebut dikonversi menjadi laju
pengeringan mengikuti langkah-langkah berikut ini :

W −Ws kg air
Xt ¿ ..................................................................(2.10)
Ws kg padatan kering

Dimana :
Xt = kandungan air setiap saat
W = berat bahan setiap saat (kg)
Ws = berat bahan bebas air (kg)
Kandungan air kesetimbangan pada kondisi tertentu dapat ditentukan,
misalnya X* selanjutnya dihitung kandungan air bebas :
X =Xt −X ¿ ...................................................................................................(2.11)
X diplot terhadap waktu seperti pada gambar 2.4 (a) kemudian dihitung laju
pengeringan dan di plot terhadap X seperti pada gambar 2.4 (b)
−Ws dX
R= ...................................................................................................(2.12)
A dt
Dimana :
R = laju pengeringan (kg air/jam.m2)
A = luas permukaan yang kontak padatan dengan udara pemanas

Gambar 2.4 Contoh kurva laju pengeringan konstan, (a) kandungan air bebas vs
waktu, (b) laju pengeringan vs air bebas

Kandungan air pada awal pengeringan ditunjukan dalam Gambar 2.4 b


dengan titik A. Kurva (A-B) menunjukan perioda laju pengeringan awal, dimana
kadar air yang berkurang sangat kecil karena masih terjadi penyesuaian suhu
antara udara pengering dengan umpan. Jika umpan masuk pengering pada suhu
penguapan dinyatakan titik A’, maka laju pengeringan pada awal sama dengan
laju pengeringan konstan. Perioda transisi ini biasanya cukup pendek, sehingga
dapat diabaikan. Pengeringan selanjutnya berlangsung dengan laju tetap (B-C)
dan disebut perioda laju pengeringan tetap. Air yang diuapkan pada perioda ini
adalah air tak terikat yang memberikan tekanan uap air tetap. Laju pengeringan
(C-D) mulai menurun secara linier. Air yang diuapkan pada perioda ini adalah air
terikat. Penguapan air terikat memerlukan udara pengering dengan kelembaban
lebih rendah, jika laju pengeringan ingin tetap. Kelembaban udara pengering yang
digunakan tetap maka laju pengeringan menjadi turun (Geankoplis, 2003).
Laju pengeringan selanjutnya menurun drastis atau tidak linier (D-E). Air
yang diuapkan pada perioda ini juga adalah air terikat, tetapi air terikat dalam
padatan dengan kondisi yang berbeda, sehingga dibutuhkan driving force yang
lebih besar jika ingin laju pengeringannya tetap (Geankoplis, 2003).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat Percobaan


Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu :
1. Rangkaian alat pengeringan
2. Termometer
3. Keranjang
4. Cawan
5. Oven
6. Neraca analitik
7. Botol semprot
8. Stopwatch

3.2 Bahan Percobaan


Bahan – bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu :
1. Air
2. Kapas
3. Ubi ungu
3.3 Rangkaian Alat Percobaan

Gambar 3.1 Rangkaian alat pengeringan

Keterangan :

1. Keranjang
2. Blower
3. Silika gel
4. Termometer 2
5. Neraca analitik
6. Termometer 1
7. Termostat
8. Ventilasi udara
9. Sumber arus listrik
3.4 Prosedur Percobaan
3.4.1 Persiapan alat dan bahan
1. Meminjam alat ke ruang alat, alat yang dipinjam yaitu
keranjang,cawan,stopwatch,dan botol semprot(Aquadest)
2. Menyiapkan bahan yang akan digunakan sesuai dengan variasi yang telah
ditentukan
3. Timbang keranjang dan cawan kosong
4. Merangkai alat pengering
5. Menghubungkan steker dengan stop kontak
6. Menyalakan tombol power hingga lampu indicator berwarna merah
7. Menyalakan kedua tombol on hingga indikator berwarna hijau
menandakan bahwa temperatur yang berada di panel bekerja.
8. Mengatur bukaan daur ulang yang berada diujung alat pengering sesuai
dengan variasi yang telah ditentukan
9. Mengatur temperatur variasi pertama dan dibiarkan beberapa menit

3.4.2 Menentukan kelembaban mutlak dan persen kelembaban


Pada percobaan ini langkah yang dilakukan adalah pengukuran temperatur
bola basah dan bola kering untuk mengetahui persen kelembaban pada ruangan
pengering. Berikut ini adalah prosedur percobaan pengukuran temperatur bola
basah dan bola kering:
1. Menentukan temperatur bola kering yaitu dengan cara mengukur suhu
ruangan atau bias dengan memasukkan termometer ke dalam alat
pengering lalu kontakan dengan udara pengering sampai temperatur
konstan lalu catat suhu yang didapat
2. Menentukan temperature bola basa dengan cara membalut thermometer
dengan kapas lalu ikat dan semprotkan air secara merata ke kapas, setelah
itu masukkan ke dalam alat pengering lalu kontakan dengan udara
pengering sampai temperature konstan lalu catat suhu yang didapat
3.4.3 Tahap Pengamatan Laju Pengeringan
Operasi pengeringan dilakukan untuk mengetahui laju pengeringan.
Prosedur percobaan analisa laju pengeringan sebagai berikut:
1. Menata bahan yang akan dikeringkan di dalam keranjang, timbang berat
sebelum dilakukannya operasi.
2. Masukkan termometer ke dalam alat pengering
3. Menggantungkan keranjang dengan tali yang tersedia ke dalam alat
pengering yang telah terhubung dengan neraca analitik,
4. Menutup pintu alat pengering, dan melapisi celah pintu dengan solatip
agar tidak ada udara yang masuk dan keluar melalui celah pintu tersebut.
5. Nyalakan alat pengering
6. Mengatur suhu pada termometer 1 hingga temperatur 100 oC
7. Mencatat berat keranjang yang berisi bahan yang telah terukur oleh
neraca analitik dan mencatat temperatur (termometer 1) sebagai T 1 dan
temperatur (termometer 2) sebagai T2.
8. Mengulangi langkah ke-7 dengan mencatat setiap selang waktu 5 menit
sampai diperoleh berat bahan padatan yang konstan.

3.3.3 Tahap Penentuan Berat Bahan Bebas Air


Setiap jenis bahan memiliki kadar air yang berbeda maka banyaknya
kadar air dalam bahan yang digunakan pada percobaan ini harus diukur dan
dihitung. Berikut ini adalah prosedur analisa kadar air:
1. Mengoperasikan oven dengan cara menghubungkan oven tersebut
dengan arus listrik.
2. Mengatur temperature oven sampai 100 oC.
3. Menata bahan padatan (kira-kira 20% dari jumlah total bahan) yang
telah dikeringan dengan alat pengering di dalam cawan, kemudian
timbang cawan+bahan padatan.
4. Memasukan cawan yang berisi bahan yang akan dikeringkan ke dalam
oven.
5. Menutup pintu oven dan bahan yang akan dikeringkan didiamkan dalam
oven selama 24 jam.
6. Mencatat berat bahan yang telah dikeringkan selama 24 jam di dalam
oven
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada proses pengeringan dengan variasi tebal 0.05 m2 pada temperatur 100°C.
Pada proses ini dilakukan pada temperatur bola kering 33°C dan temperatur bola
basah 28°C, didapatkan nilai kelembaban mutlak sebesar 0,023 kg uap air/kg
udara kering dan nilai persen kelembaban sebesar 67.6%.
Pengurangan kadar air pada bahan selama proses pengeringan ditunjukkan
pada kurva seperti dibawah ini.
f(x) =12
0
R² = 0
10
X (kg air bebas/kg air padatan)

0
f(x) = 0
0 20= 0 40
R² 60 80
t (jam)100 120 140 160 180

Gambar 4.1 Kurva hubungan antara kadar air (X) terhadap waktu (t) pada

Pada Gambar 4.1 menunjukkan penurunan kandungan air dalam bahan seiring
dengan bertambahnya waktu. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perpindahan panas
dan perpindahan massa. Pada percobaan ini didapat 2 perioda laju pengeringan,
yaitu laju pengeringan tetap dan laju pengeringan menurun secara linier. Di dalam
periode laju pengeringan menurun terdapat dua proses yaitu pergerakan air dari
dalam bahan ke permukaan bahan dan penguapan dari permukaan bahan. Ini
menunjukkan bahwa kadar air yang terkandung dalam bahan <10% sehingga
mikroorganisme yang terdapat dibahan tidak dapat tumbuh. Berkurang nya
kandungan air pada bahan dipengaruhi juga lama nya waktu pengeringan.
5

4
R (kg air bebas/jam.m^2

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
-1

-2

Gambar 4.2 Kurva Hubungan antara Laju Pengeringan terhadap Kadar air bahan
dengan ketebalan bahan 0,5 cm pada Temperatur operasi 100oC
Pada Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh laju pengeringan terhadap kadar air,
bahwa semakin berkurang kandungan air didalam bahan maka laju pengeringan
akan semakin kecil karena kandungan air didalam bahan telah teruapkan ke udara.
Semakin banyak kadar air suatu bahan yang dikeringkan maka membutuhkan laju
pengeringan yang semakin besar pula. Sebelum kadar air mencapai titik kritis
(Xk) maka laju pengeringan berada pada perioda laju pengeringan tetap. Namun
setelah kadar air kritis, maka semakin sedikit kadar air semakin kecil pula laju
pengeringannya. Hal ini terjadi karena semakin sedikit kadar air maka semakin
sulit airnya untuk teruapkan karena semakin mendekati kadar air kesetimbangan
(X*), X* sulit dipisahkan karena kadar air di bahan dengan udara sama besar
sehingga tidak ada lagi driving force yang mendorong terjadinya perpindahan
massa.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan pengeringan ini didapatkan kesimpulan yang


dapat disampaikan sebagai berikut :
1. Semakin lama waktu operasi maka kandungan air yang dihasilkan semakin
berkurang
2. Pengaruh kadar air terhadap laju pengeringan menunjukkan bahwa semakin
berkurang kandungan air di dalam bahan maka laju pengeringan akan semakin
kecil karena kandungan air didalam bahan telah teruapkan ke udara. Semakin
banyak kadar air suatu bahan yang dikeringkan maka membutuhkan laju
pengeringan yang semakin besar pula.
3. Semakin besar nilai temperatur pada proses pengeringan, maka semakin kecil
nilai laju pengeringan dan begitupun sebaliknya jika nilai temperatur kecil
maka semakin besar nilai laju pengeringan
DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis. 2003. “Transport Processes and Seperation Process Principle”. 4th


ed. Univeristy od Minnesota, Canada.

Geankoplis. 2003. Transport Processes and Unit Operations. Terjemahan oleh


Nadiem Anwar. 2006. Cimahi: UNJANI.

King, C. J. 1971. Freeze Drying of Foods. Chemical Rubber Co., Inc. Boca
Raton. Fla
Muarif. 2013. Politeknik Negeri. Sriwijaya: Palembang.

Petunjuk Praktikum Laboratorium Teknologi Kimia I. 201. Laboratorium


Teknologi Kimia-Jurusan Teknik Kimia. UNJANI, Cimahi.

Taib, G., G. Said, dan S. Wiratmadja. 1988. Operasi Penengering Pada

Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Terjemahan oleh Nadiem Anwar. 2019. Diktat Operasi Teknik Kimia II,
perpindahan kalor – penguapan – pengeringan – humidifikasi. Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Jenderal Achmad Yani,
Cimahi.
LAMPIRAN A
DATA PERCOBAAN

A.1 Data Awal Pengamatan

Bahan yang dikeringkan : Ubi Ungu

Tebal bahan : 0.5 cm

Temperatur operasi : 100oC

A.2 Analisa Kadar Air

Berat cawan kosong 1 : 54.274

Tabel A.1 Data Percobaan Analisa Kadar Air dengan tebal bahan 0,5 cm pada
Temperatur Operasi 100°C

Massa bahan Massa 20%


Massa bahan Massa 20%
+ cawan bahan +
Nomor sebelum bahan setelah
sebelum cawan setelah
cawan dikeringkan dikeringkan
dikeringkan dikeringkan
(W) (gram) (Ws)(gram)
(gram) (gram)
1 57,212 2,938 57,083 2,809
A.3 Analisa Laju Pengeringan
Temperatur bola kering : 33C
Temperatur bola basah : 28C
Temperatur operasi : 100C
Berat keranjang kosong : 26.724 gram

Tabel A.2 Data percobaan analisa kadar air pada suhu operasi 100°C
Berat Bahan +Keranjang
Waktu Pengeringan (jam)
(gram)
0 56.752
5 52.857
10 50.301
15 49.054
20 47.255
25 45.567
30 43.922
35 42.634
40 41.149
45 39.665
50 38.533
55 37.523
60 36.345
65 35.483
70 34.531
75 32.581
80 32.015
85 31.669
90 31.331
95 31.059
100 30.545
105 30.450
110 30.430
115 30.333
120 30.249
125 30.149
130 29.93
135 29.928
140 29.920
145 29.921
150 29.920
155 29.921
160 29.921
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN ANTARA

B. 1 Penentuan Nilai Kandungan Air Setiap Saat (Xt) dan Kandungan Air
Mutlak (X*)
Tabel B.1 Penentuan Nilai Kandungan Air Setiap Saat (Xt), Kandungan Air
Mutlak (X*) dan Kandungan Air Bebas (X) dengan variasi
ketebalan bahan 0,1 cm pada Temperatur Operasi 60°C

N Ws
t (jam) W (kg) Xt X
o (kg)

0.03002 0.0140 1.13798


1 0.0000
8 5 5 1.91036

0.02613 0.0140 0.86066


2 0.0833
3 5 2 1.633037

0.02357 0.0140 0.67867


3 0.1667
7 5 6 1.45105

0.0140
4 0.2500
0.02233 5 0.58989 1.362264

0.02053 0.0140 0.46180


5 0.3333
1 5 1 1.234176

0.01884 0.0140 0.34161


6 0.4167
3 5 6 1.113991

0.01719 0.0140 0.22449


7 0.5000
8 5 3 0.996867

0.0140 0.13278
8 0.5833
0.01591 5 7 0.905162

9 0.6667 0.01442 0.0140 0.02705 0.79943


5 5 6

0.01294 0.0140
10 0.7500
1 5 -0.0786 0.69377

0.01180 0.0140
11 0.8333
9 5 -0.1592 0.613172

0.01079 0.0140
12 0.9167
9 5 -0.23111 0.54126

0.00962 0.0140
13 1.0000
1 5 -0.31499 0.457387

0.00875 0.0140
14 1.0833
9 5 -0.37636 0.396013

0.00780 0.0140
15 1.1667
7 5 -0.44414 0.328231

0.00585 0.0140
16 1.2500
7 5 -0.58298 0.189391

0.00529 0.0140
17 1.3333
1 5 -0.62328 0.149092

0.00494 0.0140
18 1.4167
5 5 -0.64792 0.124457

0.00460 0.0140
19 1.5000
7 5 -0.67198 0.100392

0.00433 0.0140
20 1.5833
5 5 -0.69135 0.081025

0.00382 0.0140
21 1.6667
1 5 -0.72795 0.044429

0.00372 0.0140
22 1.7500
6 5 -0.73471 0.037665
0.00370 0.0140
23 1.8333
6 5 -0.73613 0.036241

0.00360 0.0140
24 1.9167
9 5 -0.74304 0.029334

0.00352 0.0140
25 2.0000
5 5 -0.74902 0.023354

0.00342 0.0140
26 2.0833
5 5 -0.75614 0.016234

0.00320 0.0140
27 2.1667
6 5 -0.77173 0.000641

0.00320 0.0140
28 2.2500
4 5 -0.77188 0.000498

0.00319 0.0140 -7.1199E-


29 2.3333
6 5 -0.77245 05

0.00319 0.0140
30 2.4167
7 5 -0.77237 0

0.00319 0.0140
31 2.5000
6 5 -0.77245 -7.1E-05

0.00319 0.0140
32 2.5833 0
7 5 -0.77237

0.00319 0.0140
33 2.6667 0
7 5 -0.77237
B.2 Penentuan Nilai Laju Pengeringan (R)

Tabel B.2 Penentuan Nilai Laju Pengeringan (R) dengan variasi ketebalan
bahan 0,5 cm pada Temperatur Operasi 100°C

R (kg
t (jam) X Ws (kg) A (m2) dx/dt
air/jam.m2)

0.0000 1.91036 0.01405 0.00015 -0.0459 4.29777

0.0833 1.633037 0.01405 0.00015 -0.0459 4.29777

0.1667 1.45105 0.01405 0.00015 -0.0459 4.29777

0.2500 1.362264 0.01405 0.00015 -0.0229 2.144203

0.3333 1.234176 0.01405 0.00015 -0.0209 1.956937

0.4167 1.113991 0.01405 0.00015 -0.0189 1.76967

0.5000 0.996867 0.01405 0.00015 -0.0169 1.582403

0.5833 0.905162 0.01405 0.00015 -0.0149 1.395137

0.6667 0.79943 0.01405 0.00015 -0.0129 1.20787

0.7500 0.69377 0.01405 0.00015 -0.0109 1.020603

0.8333 0.613172 0.01405 0.00015 -0.0089 0.833337

0.9167 0.54126 0.01405 0.00015 -0.0069 0.64607

1.0000 0.457387 0.01405 0.00015 -0.0049 0.458803

1.0833 0.396013 0.01405 0.00015 -0.0029 0.271537

1.1667 0.328231 0.01405 0.00015 -0.0009 0.08427

1.2500 0.189391 0.01405 0.00015 0.0011 -0.103

1.3333 0.149092 0.01405 0.00015 0.0031 -0.29026

1.4167 0.124457 0.01405 0.00015 0.0051 -0.47753

1.5000 0.100392 0.01405 0.00015 0.0071 -0.6648


1.5833 0.081025 0.01405 0.00015 0.0091 -0.85206

1.6667 0.044429 0.01405 0.00015 0.0111 -1.03933

1.7500 0.037665 0.01405 0.00015 0.0131 -1.2266

1.8333 0.036241 0.01405 0.00015 0.0151 -1.41386

1.9167 0.029334 0.01405 0.00015 0.0171 -1.60113

2.0000 0.023354 0.01405 0.00015 0.0191 -1.7884

2.0833 0.016234 0.01405 0.00015 0.0211 -1.97566

2.1667 0.000641 0.01405 0.00015 0.0231 -2.16293

2.2500 0.000498 0.01405 0.00015 0.0251 -2.3502

2.3333 -7.1E-05 0.01405 0.00015 0.0271 -2.53746

2.4167 0 0.01405 0.00015 0.0291 -2.72473

2.5000 -7.1E-05 0.01405 0.00015 0.0311 -2.912

2.5833 0 0.01405 0.00015 0.0331 -3.09926

2.6667 0 0.01405 0.00015 0.0351 -3.28653

LAMPIRAN C
CONTOH PERHITUNGAN

C.1 Menghitung Berat Padatan

Berat padatan pada temperatur operasi 100°C dengan ketebalan bahan 0,5 cm:

W = (Berat padatan + keranjang) – Berat keranjang kosong

= (56,752 – 26,724) gram

= 30,028 gram

= 0,03028 kg
C.2 Menghitung Kadar Air Basis Kering (Xt)

Kadar air basis kering pada temperatur operasi 100°C dengan ketebalan bahan 0,5
cm pada waktu ke- 0,8033 jam:

Xt = (W - Wp) / Wp

= (0,026133 –0,002809) kg / 0,002809 kg

= 8,30331 kg air/kg padatan

C.4 Menghitung Luas Permukaan Padatan (A)

Luas permukaan padatan pada temperatur operasi 60°C dengan ketebalan bahan
0,5 cm :

Apadatan = 6 x s2

= 6 x 0,52

= 1,5 cm2

= 0,00015m2

C.5 Menghitung Laju Pengeringan

Laju pengeringan pada temperatur operasi 100°C dengan ketebalan bahan 0,5 cm
pada waktu ke- 0,0833 jam:

R = -(Wp/A)×(dx/dt)

= -(0,014045/0,00015)×(-0,0459)

= 4,29777 kg air/jam.m2

C.6 Menentukan Kelembaban Mutlak dan Persen Kelembaban Udara


Pengering
Tbk = 33°C

Tbb = 28oC

Kelembaban mutlak = 0,023 kg uap air/kg udara kering


Persen kelembaban = 67.6 %
Menentukan kelembaban multak dan menghitung persen kelembaban dengan
suhu bola basah dan bola kering seperti diketahui diatas adalah sebagai berikut:

1. Dari temperature 28°C (temperatur bola basah) ditarik garis tegak lurus
sampai memotong kelembaban 100% seperti garis berwarna kuning yang
ditunjukkan Gambar C.1.
2. Menarik garis penjenuhan adiabatic dari titik perpotongan temperatur bola
basah dan kelembaban 100%, ditunjukkan oleh garis berwarna biru pada
Gambar C.1.
3. Dari suhu 33°C (suhu bola kering) ditarik garis tegak lurus sampai
memotong garis penjenuhan adiabatik, ditunjukkan oleh garis berwarna
merah pada Gambar C.1.
4. Menarik garis kesamping kiri dari hasil perpotongan antara garis tegak
lurus temperatur bola kering dengan garis penjenuhan adiabatic dan
membaca nilai kelembaban mutlak seperti garis yang ditunjukkan pada
gambar C.1 dan kelembaban mutlaknya adalah 0,023 kg uap air/kg udara
kering dan mencatatnya sebagai Hs.
5. Persen kelembaban yang ditunjukkan garis panah berwarna hitam pada
Gambar C.1 adalah 67.6%
0.05000
0.04500
kelembaban mutlak (kg air/kg udara)

0.04000
0.03500
0.03000
0.02500
0.02000
0.01500
0.01000
0.00500
0.00000
0 10 20 30 40(C)
Temperature 50 60 70 80

Gambar C.1 Peta Kelembaban berdasarkan pada Temperatur Bola Basah 28oC
dan Temperatutr Bola Kering 33oC.
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI

Gambar D.1 Rangkaian Alat Pengeringan

Gambar D.2 Bahan yang belum di keringkan


Gambar D.3 Bahan yang telah di keringkan

Anda mungkin juga menyukai