Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Pengeringan
Pengeringan yaitu salah satu proses untuk mengurangi kadar air suatu bahan
hingga mencapai kadar air tertentu. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya
penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara
dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka udara
harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban yang lebih rendah dari bahan
yang akan dikeringkan (Trayball E.Robert, 1981).
Pengertian lainnya mengenai proses pengeringan yaitu pengeringan
merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan cara menguapakan sebagian besar air yang dikandung melalui
penguapan energi panas (Ari, 2007).

II.1.1 Tujuan Pengeringan


Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air suatu bahan sampai
batas yang diinginkan sehingga tidak merusak kualitas bahan dan dapat di proses ke
tahap selanjutnya. Dalam segi kualitas bahan tujuan pengeringan itu sendiri untuk
menghentikan perkembangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan pelapukan
pada suatu bahan. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai
waktu simpan yang lama. Keuntungan dan Kelemahan Teknik Pengeringan
a. Keuntungan pengeringan :
1. Bahan menjadi lebih tahan lama disimpan
2. Volume bahan menjadi kecil
3. Mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan
4. Mempermudah transport
5. Biaya produksi menjadi murah
b. Kerugian pengeringan
1. Sifat asal bahan yang dikeringkan berubah (bentuk penampakan fisik,
penurunan mutu, dan lain-lain)
2. Perlu pekerjaan tambahan untuk menghindari di atas.

6
II.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan
Menurut Brooker, et al., (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi
waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain :
a. Suhu Udara Pengering
Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan untuk
penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering berpengaruh
terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan. Makin tinggi suhu
udara pengering maka proses pengeringan makin singkat. Biaya pengeringan dapat
ditekan pada kapasitas yang besar jika digunakan pada suhu tinggi, selama suhu
tersebut sampai tidak merusak bahan.
b. Kelembaban Relatif Udara Pengering
Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam ke
permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat
kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di permukaan bahan.
Semakin rendah RH udara pengering, maka makin cepat pula proses pengeringan
yang terjadi, karena mampu menyerap dan menampung uap air lebih banyak dari
pada udara dengan RH yang tinggi. Laju penguapan air dapat ditentukan berdasarkan
perbedaan tekanan uap air pada udara yang mengalir dengan tekanan uap air pada
permukaan bahan yang dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini ditentukan oleh besarnya
suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu, kelembaban relatifnya akan
turun sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan sebaliknya.
c. Kecepatan Aliran Udara Pengering
Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk
menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Air
dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari
bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan menjenuhkan atmosfer pada
permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran
udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah uap
air tersebut menjadi jenuh di permukaan bahan. Semakin besar volume udara yang
mengalir, maka semakin besar pula kemampuannya dalam membawa dan
menampung air di permukaan bahan.

7
d. Kadar Air Bahan
Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air bahan.
Variasi ini dapat dipengaruhi oleh tebalnya tumpukan bahan, RH udara pengering
serta kadar air awal bahan. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara :
(1) mengurangi ketebalan tumpukan bahan,
(2) menaikkan kecepatan aliran udara pengering,
(3) pengadukan bahan.

Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan, oleh karena


permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan
kecepatan gerakan air di dalam bahan yang menuju permukaan bahan tersebut.
Adanya pengeringan cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan,
selanjutnya air di dalam bahan tersebut tidak dapat lagi menguap karena terhambat.
Dalam pengeringan, keseimbangan kadar air menentukan batas akhir dari proses
pengeringan. Kelembaban udara nisbi serta suhu udara pada bahan kering biasanya
mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat kadar air seimbang, penguapan air
pada bahan akan terhenti dan jumlah molekul - molekul air yang akan diuapkan sama
dengan jumlah molekul air yang diserap oleh permukaan bahan. Laju pengeringan
amat bergantung pada perbedaan antara kadar air bahan dengan kadar air
keseimbangan. Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan
bahan semakin cepat pindah panas ke bahan dan semakin cepat pula penguapan air
dari bahan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari bahan dapat berupa uap
air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar bahan yang
dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan pangan akan menjadi
jenuh oleh uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan pangan yang
memperlambat proses pengeringan.

II.3 Prinsip Dasar Pengeringan


Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan
pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus di
transfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air,
uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium
sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus di transfer

8
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus di
sediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam
tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama
proses pengeringan tergantung pada bahan yang di keringkan dan cara pemanasan
yang digunakan. Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin
cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering,
makin besar energi panas yang di bawa udara sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang di uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran
udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang dipindahkan dari
bahan ke atmosfer. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap
air. Pada kelembaban udara tinggi, perbedaan tekanan uap air didalam dan diluar
bahan kecil, sehingga pemindahan uap air dari dalam bahan keluar menjadi
terhambat. Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga
penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber
tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan blower. Sumber energi yang dapat
digunakan pada unit pemanas adalah tungku, gas, minyak bumi, dan elemen pemanas
listrik.
Proses utama dalam pengeringan adalah proses penguapan air maka perlu
terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi bahan pangan yaitu sifat-sifat bahan
yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang dikandungnya
dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air dalam bahan pangan dinyatakan
dengan kadar air dan aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan
kelembaban relatif dan kelembaban mutlak.
Mekanisme keluarnya air dari dalam bahan selama pengeringan adalah
sebagai berikut:
1. Air bergerak dengan melalui tekanan kapiler.
2. Penarikan air dikarenakan perbedaan konsentrasi larutan disetiap bagian–bagian
bahan.
3. Penarikan air ke bagian permukaan bahan dapat disebabkan oleh absorpsi dari
lapisan permukaan komponen padatan bahan itu sendiri.
4. Perpindahan air dari bahan ke udara dapat disebabkan oleh perbedaan tekanan uap.
(Dewi, 2010)

9
II.4 Jenis-Jenis Pengeringan
Menurut (Iswandari, M.,2000), berdasarkan bahan yang akan dilakukan
dipisahkan, terbagi menjadi 2 jenis alat pengeringan, yaitu pengering untuk zat padat
dan tapal, serta pengering untuk larutan dan bubur.
1. Pengering untuk Zat Padat dan Tapal
a. Pengering Putar (Rotary Dryer)
Untuk pengering putar terdiri dari sebuah selongsong yang berbentuk silinder
berputar, horisontal atau gerak miring ke bawah menuju kearah keluar. Umpan
masuk dari satu ujung silinder, bahan kering akan keluar dari ujung yang lainnya.

b. Screen Conveyor Dryer


Lapisan bahan yang akan melalui proses pengeringan diangkut perlahan-
lahan ke atas logam melalui kamar atau dapat dikatakan terowongan pengering yang
mempunyai kipas/fan dan pemanas udara.

c. Pengering Menara (Tower Dryer)


Pengering menara terdiri dari sederetan talam bundar yang di design bersusun
keatas pada suatu poros tengah yang sedang berputar. Zat padat itu melewati jalan
seperti melalui proses pengering, sampai keluar hasil yang kering dari dasar menara.

d. Pengering Konveyor Sekrup (Screw Conveyor Dryer)


Pengering konveyor sekrup adalah suatu pengering kontinyu kalor tak
langsung, yang pada susunannya terdiri dari sebuah konveyor sekrup horizontal
(konveyor dayung) yang terletak di dalam selongsong bermantel yang berbentuk
silinder.

e. Alat Pengering Tipe Rak (Tray Dryer)


Tray dryer atau alat pengering tipe rak, mempunyai bentuk persegi yang
didalamnya berisi rak-rak, rak tersebut digunakan sebagai tempat bahan yang akan
dikeringkan. Beberapa alat pengering jenis ini rak-raknya mempunyai roda sehingga
dapat dikeluarkan dari alat pengeringnya. Bahan diletakan di atas rak (tray) yang
terbuat dari logam yang berlubang. Kegunaan dari lubang tersebut untuk dapat
mengalirkan udara panas. Ukuran yang digunakan pun bermacam-macam, ada yang

10
luasnya 200 cm2 dan ada juga yang 400 cm2. Luas rak dan besar lubang-lubang rak
tergantung pada bahan yang dikeringkan. Pada alat pengering ini bahan selain
ditempatkan langsung pada rak-rak dapat juga ditebarkan pada wadah lainnya
misalnya pada baki dan nampan. Kemudian pada baki dan nampan ini disusun diatas
rak yang ada di dalam pengering. Selain terdapat alat pemanas udara, biasanya juga
terdapat kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Udara yang
telah melewati kipas masuk ke dalam alat pemanas, pada alat ini udara dipanaskan
lebih dulu kemudian dialurkan diantara rak-rak yang sudah berisi bahan. Arah aliran
udara panas didalam alat pengering bisa dari atas ke bawah dan bisa juga dari bawah
ke atas, sesuai dengan dengan ukuran bahan yang dikeringkan. Untuk menentukan
arah aliran udara panas ini maka letak kipas juga harus disesuaikan (Unari Taib, dkk,
2008).

2. Pengeringan Larutan dan Bubur


a. Pengering Semprot (Spray Dyer)
Pada spray dryer, bahan cair berpartikel kasar akan dimasukkan lewat pipa
saluran yang sedang berputar dan disemprotkan ke dalam jalur yang memiliki
kandungan udara bersih, kering, dan panas dalam suatu tempat yang besar, kemudian
produk yang telah kering dikumpulkan dalam filter kotak, dan siap untuk dikemas.

b. Pengering Film Tipis (Thin Film Dryer)


Pengering Film Tipis merupakan saingan dari Spray dryer dalam beberapa
penerapan tertentu adalah pengering film tipis yang dapat menanganani zat padat
maupun bubur yang dapat menghasilkan hasil padat yang kering dan bebas mengalir.
Efesiensi termal pengering film tipis biasanya tinggi dan kehilangan zat padatnya
pun kecil. Alat ini relatif lebih mahal dan luas permukaan perpindahan kalornya
terbatas (Unair Thaib, dkk).

II.5 Pengeringan Benang Rayon


Pengeringan benang rayon dilakukan untuk mengurangi kandungan air pada
benang sehingga dapat melalui proses lebih lanjut yaitu proses pengemasan. Jenis
pengering yang digunakan untuk mengeringkan benang rayon yaitu screen conveyor
dryer.
11
Gambar II.1 Screen Conveyor Dryer Untuk Pengeringan Fiber Rayon
Screen conveyor dryer merupakan pengering yang digunakan dalam skala
besar dan diproses secara kontinyu. Untuk bentuknya sendiri terdiri dari conveyor
yang terletak secara horizontal. Diatas conveyor ditempatkan bahan yang akan
dikeringkan sebagai lapisan. Produk yang biasanya menggunakan Screen conveyor
dryer biasanya dari pasta, butiran, irisan, dan juga lempengan.
Elemen yang terdiri dari screen conveyor dryer sebagai berikut :
1. Pemanas udara
Elemen pemanas pada pengering atau dryer disini berfungsi sebagai
penghasil panas untuk memanaskan udara di ruang pengeringan. Panas yang
diberikan harus diatur sesuai dengan karakteristik bahan. Suhu udara pengering
yang digunakan diatur agar tidak terjadi over heating. Jenis-jenis pemanas udara
yang digunakan pada proses pengeringan ada beberapa macam, ada yang
bersumber dari listrik, steam, dan furnace.

12
Tabel II.1 Efisiensi Sistem Pemanas Dan Penghematan Energi

2. Kipas atau Blower


Blower adalah adalah alat yang digunakan untuk menaikkan atau
memperbesar tekanan udara atau gas yang akan dialirkan dalam suatu ruangan
tertentu dan berfungsi juga sebagai pengisapan atau pemvakuman udara atau gas

13
tertentu. Blower pada proses pengeringan berfungsi untuk menghisap panas dari
elemen pemanas sehingga sirkulasi udara di sekitar ruang pengering menjadi
panas.
3. Conveyor
Conveyor adalah suatu sistem mekanik yang memiliki fungsi untuk
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Conveyor disini
digerakan oleh motor yang dayanya sebesar 30kW.

II.6 Mekanisme Perpindahan Panas


Energi matahari yang dipancarkan ke suatu permukaan dapat menyebabkan
terjadinya transfer panas. Transfer panas atau perpindahan panas yang terjadi dalam
proses pengeringan dapat meliputi konduksi, konveksi, dan radiasi, sebagaimana
yang dijelaskan sebagai berikut (Mc Cabe, 1993).

II.6.1 Perpindahan Panas Konduksi


Perpindahan panas konduksi secara umum adalah proses dengan panas
mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah
didalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium–medium yang
berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi,
perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya
perpindahan molekul yang cukup besar.
Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatan
dan posisi relatif molekul–molekulnya disebut energi dalam. Jadi, semakin cepat
molekul–molekul bergerak, semakin tinggi suhu meupun energi dalam elemen zat.
Bila molekul–molekul di satu daerah memperoleh energi kinetik rata–rata yang lebih
besar dari pada yang dimiliki oleh molekul–molekul di suatu daerah yang
berdekatan, sebagaimana ditunjukkan oleh adanya beda suhu, maka molekul–
molekul yang memiliki energi yang lebih besar itu akan memindahkan sebagian
energinya kepada molekul–molekul di daerah yang bersuhu lebih rendah.
Konduksi adalah satu–satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir
dalam zat padat yang tidak dapat tembus cahaya. Konduksi penting dalam fluida,
tetapi di dalam medium yang bukan padat biasanya tergabung dengan konveksi, dan
radiasi.

14
Karakteristik Induction Heater adalah sebagai berikut :
Secara teknis:
1. Mampu melepaskan panas dalam waktu yang dapat dikatakan relatif singkat. Hal
ini dikarenakan kerapatan energinya tinggi
2. Dengan perpindahan panas secara induksi dimungkinkan untuk mencapai
suhu yang sangat tinggi.
3. Pemanasan dapat dilakukan pada lokasi tertentu.
4. Sistemnya dapat dibuat atau di design bekerja secara otomatis.

Dalam pemakaian energi:


1. Pemanas induksi secara umum memiliki efisiensi energi yang tinggi, akan tetapi
hal ini bergantung pada karakteristik material yang dipanaskan.
2. Rugi-rugi pemanasan dapat ditekan seminimal mungkin.

Keuntungan Pemakaian Induction Heater :


1. Panas dihasilkan secara langsung didalam dinding barrel.
2. Panas dapat diterapkan seragam di seluruh barrel.
3. Operasi elemen dingin, sehingga pada perpindahan panas secara induksi tidak
memiliki batas waktu.
4. Waktu start up yang terbilang cepat.
5. Energi yang digunakan relatif lebih hemat.

II.6.2 Perpindahan Panas Konveksi


Perpindahan panas secara konveksi bergantung pada nilai koefisien konveksi
fluidanya. Konveksi merupakan perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan
massa medianya, dan media konveksi adalah fluida. Konveksi terjadi karena adanya
perbedaan kecepatan fluida bila suhunya berbeda, yang tentunya akan berakibat pada
perbedaan berat jenis (berat tiap satuan volume). Fluida yang bersuhu tinggi akan
mempunyai berat jenis yang lebih kecil bila dibandingkan dengan fluida sejenisnya
yang bersuhu lebih rendah. Karena itu, maka fluida yang bersuhu tinggi akan naik
sambil membawa energi. Hal inilah yang berakibat pada terjadinya perpindahan
kalor konveksi. Konveksi adalah proses transfer energi dengan kerja gabungan dari
konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat

15
penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan
cairan atau gas.
Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang
suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama,
panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel–partikel
fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan
menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida
tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana
partikel tersebut akan bercampur dan memindahkan sebaian energinya pada partikel
fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi
disimpan didalam partikel–partikel fluida dan diangkut sebagaiakibat gerakan massa
partikel tersebut.
Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas (free
convection) dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara menggerakkan
cara alirannya. Bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat
dari perbedaaan kerapatan yang disebabkan oleh gradient suhu, maka proses ini yang
disebut dengan konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila gerakan mencampur
disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya
disebut konveksi paksa. Tabel berikut ini menyajikan data berupa koefisien
perpindahan panas secara konveksi.

Tabel II.2 Perpindahan Panas Secara Konveksi

No Proses H (Watt/m2K)
1 Konveksi Alami
- Gas 2-25
- Cairan 50-100
2 Konveksi Paksa
- Gas 25-250
- cairan 100-100.000
Konveksi dengan perubahan fasa
3 2500-100.000
(mendidih dan mengembun)

(Sumber : Suryanto, Ari dkk. 2012)

16
II.6.3 Perpindahan Panas Radiasi
Jika suatu benda ditempatkan di dalam sebuah ruangan, dan suhu dinding-
dinding ruangan lebih rendah dari pada suhu benda maka suhu benda tersebut akan
turun sekalipun ruangan tersebut ruang hampa. Proses dengan perpindahan panas
dari suatu benda terjadi berdasarkan suhunya tanpa bantuan dari suatu zat antara
(medium) disebut radiasi termal. Defenisi lain dari radiasi termal ialah radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya.
Radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang
elektromagnetik atau paket-paket energi (photon) yang dapat dibawa sampai pada
jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan medium (ini yang
menyebabkan mengapa perpindahan panas radiasi sangat penting pada ruang
vakum), disamping itu jumlah energi yang dipancarkan sebanding dengan temperatur
benda tersebut. Tidak seluruh energi yang disebutkan dalam konstanta surya
mencapai permukaan bumi,karena terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida
dan uap air di atmosfer

II.7 Jenis-Jenis Elemen Pemanas


Berikut ini diuraikan aplikasi dari elemen pemanas (heater) sesuai dengan
jenis dan bentuk nya.

II.7.1 Coil Heater

Gambar II.2 Coil Heater


Bentuknya yang telanjang (tidak tertutup isolator ataupun pipa selongsong)
cocok untuk memanaskan udara, panas yang dihasilkan langsung di transfer keudara
sekitarnya, pemasangan heater ini menggunakan pegangan dengan bahan isolator
listrik yang baik dan tahan panas tinggi seperti keramik, mika, asbes, fibrothal,
castable dll. Pemanas ini cocok untuk digunakan pada kompor listrik, oven dan

17
furnace (tungku) dimana media yang akan dipanaskan tidak langsung mengenai
gulungan heater ini.

II.7.2. Infra red heater


Coil (gulungan) niklin dicor bersama-sama bahan ceramik. Pemanas type ini
digunakan sebagai sumber panas secara radiasi, dimana permukaan keramik
pelapisnya berfungsi sebagai reflector. Heater jenis ini banyak digunakan untuk
memanaskan benda-benda yang hasil permukaan nya menjadi mengkilap contohnya
pada pengeringan hasil pengecatan atau pewarnaan, pembuatan foam, pengeringan
hasil sablon dll.

Gambar II.3 Infra Red Heater

II.7.3. Silica & Infra fara Heater


Coil atau gulungan niklin terlebih dahulu dimasukan kedalam tabung (pipa)
dari bahan silica atau black body ceramic yang dikedua ujung nya di beri terminal baut
sebagai input power listrik dan kemudian ditutup oleh dop keramik.

Gambar II.4 Heater Silica dan Infra Fara


Fungsi dari kedua type heater ini hampir sama dengan infra red heater,
dalam proses pemasangan nya dilengkapi dengan reflector yang terbuat dari bahan
stainless stell atau alumunium.

18
Gambar II.5 Penggunaan Heater Silica dan Infra Fara

II.7.4. Quartz Heater


Pemanas jenis ini elemen pemanasnya di gulung diatas batangan keramik,
sehingga kedua terminalnya berada pada satu sisi yang sama, kemudian gulungan ini
dimasukan ke dalam tube berbahan quartz (silica) dengan warna putih susu dan tube
tadi di beri lapisan pipa pvc/teflon yang berlubang dengan fungsi sebagai pelindung
quartz dari benturan dengan benda lain saat di celup ke cairan yang akan dipanaskan.
Penggunaan quartz heater ini untuk memanaskan cairan kimia dengan suhu yang
tidak terlalu tinggi seperti pada pengerjaan electroplating, hardcome dan lain-lain.

Gambar II.6 Quartz Heater

II.7.5. Tubular heater


Tubular Heater ini paling banyak bentuk nya, namun bisa di golongkan
menurut pemakainnya yaitu:

II.7.5.1 Tubular heater standar


Berbentuk lurus, U form, W form multyform ataupun over the side
heater digunakan untuk memanaskan udara maupun cairan.

19
Gambar II.7 Tubular Model Standar

II.7.5.2 Tubular Heater dengan water proof terminals

Gambar II.8 Deffrost Heater


Dipasaran heater jenis ini disebut juga deffrost heater, heater ini
merupakan bentuk lanjut dari tubular heater hanya yang bebrbeda pada
kedua terminal nya disambung kabel dan ditutup dengan resin khusus yang
dimaksudkan agar tidak dapat dimasuki oleh cairan. Heater jenis ini banyak
digunakan pada mesin-mesin pendingin dan pintu-pintu ruang pendingin
dengan tujuan agar tidak membeku sehingga mudah di buka.

II.7.5.3 Immersion heater


Heater ini adalah pemanas yang digunakan untuk memanaskan
cairan, baik air maupun bahan kimia. Heater ini terdiri dari 1 atau
lebih tubular heater berbentuk u form yang dipasang pada flans ataupun
nipple screw. ada beberapa jenis flans yaitu flans bulat dan persegi empat.

20
Gambar II.9 Immersion Heater

II.7.5.4 Water heater

Gambar II.10 Water Heater


Sesuai dengan namanya pemanas water heater ini digunakan untuk
memanaskan cairan.

II.7.6. Stripe, nozzle dan band heater


Stripe heater digunakan untuk memanaskan permukaan benda yang rata,
contohnya pada hot plate dan yang lainnya.

Gambar II.11 Penggunaan stripe Heater


Band heater ini digunakan untuk memanaskan tabung atau pipa, band
heater ini dilengkapi dengan baut pengunci pada bagian plat sabuk nya.

21
Gambar II.12 Pemasangan Band Heater Dan Nozlle Heater
Seperti band heater, nozzle heater juga digunakan untuk memanaskan tabung
Hanya perbedaan nya diameter nozzle heater lebih kecil dari 50 mm. Nozzle
heater dan band heater paling banyak dipergunakan untuk barrel mesin extruder
dan injection plastik, pada barrel nya dipasang band heater lalu pada ujung keluaran
cairan platik (nozzle) di pasang nozzle heater.

II.7.7. Cast - in heater


Bentuk dan fungsi nya sama dengan stripe, nozzle dan band heater, akan
tetapi karena heater awal nya berbentuk tubular heater yang kemudian dicor dengan
bahan alumunium atau kuningan, maka ketebalan heater ini minimum 18 mm dan
kekuatannya jauh diatas stripe, nozzle dan band heater.

Gambar II.13 Cast-In Heater

II.7.8. Catridge heater


Heater jenis ini banyak digunakan untuk memanaskan cetakan cetakan
(muould) ataupun die block dengan cara memasukannya kedalam lubang (hole)
cetakan cetakan atau die Block tersebut. Untuk ukuranSS diameter lubang sama
dengan diameter Pipa Catridge dengan toleransi tidak lebih dari 0.127 mm.

22
Gambar II.14 Pemasangan Catridge Heater

II.7.9 Finned Heater Electric

Gambar II.15 Finned Heater Electric


Finned Heater merupakan bentuk lain dari pengembangan elemen pemanas
yang dasarnya dirancang dari Tubular Heater. Heater ini dikembangkan dengan cara
memberikan sirip yang terbuat dari stainless.

II.8 Pengaruh Suhu pada Proses Pengeringan


Nilai laju penguapan air bahan dalam proses pengeringan sangat ditentukan
oleh kenaikan suhu. Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan
bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan
pangan, sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat.
Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering maka semakin cepat
pula proses pengeringan berlangsung. Semakin tinggi suhu udara pengering yng
dilepaskan maka semakin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin
banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan.
Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat pula massa
uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfir.
Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk proses pengeringan, semakin
tinggi energi yang disuplai dan makin cepat laju pengeringan. Akan tetapi
pengeringan yang terlalu cepatpun dapat merusak kualitas bahan, yakni permukaan
bahan terlalu cepat kering, sehingga tidak sebanding dengan kecepatan pergerakan

23
air bahan ke permukaan. Hal ini menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan.
Selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhalang permukaan
bahan yang keras. Pengeringan benang rayon menggunakan aliran udara pengering
yang baik adalah antara 100-150°C

II.9 Laju Pengeringan


Untuk mengetahui laju pengeringan perlu mengetahui waktu yang
dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu sampai kadar air
yang diinginkan pada kondisi tertentu , maka bisa dilakukan dengan cara :
1. Drying test yaitu hubungan antara moisture content suatu bahan vs waktu
pengering pada temperatur, humidity, dan kecepatan pengering tetap.
Kandungan air dari suatu bahan akan menurun karena adanya pengeringan,
sedangkan kandungan air yang hilang akan semakin meningkat seiring dengan
penambahan waktu.
2. Kurva Laju Pengeringan menunjukkan hubungan antara laju pengeringan vs
kandungan air, kurva ini terdiri dari 2 bagian yaitu periode kecepatan tetap dan
pada kecepatan menurun.
Jika mula-mula bahan sangatlah basah bila dikontakkan dengan udara yang
relatif kering maka akan terjadi penguapan air yang ada pada permukaan bahan
tersebut.
Rumus laju pengeringan massa menurut Treybal,1995 dinyatakan:
−𝑠𝑠 𝑑𝑋
N= ............................... (pers. 4)
𝐴 𝑑𝜃
Keterangan:
N = laju pengeringan (Lb H20 yang diuapkan/jam ft2)
Ss = berat bahan kering (lb)
A = Luas permukaan pengeringan (ft2)
X = moisture content dry basis (lb H2O/lb bahan kering)
Θ = waktu (jam)
Dimana dx/dθ dicari dengan :
−𝑑𝑥 𝜋 𝐷′ 𝑣
= ( )2 𝑥 ( 2 ) 𝑥 𝑋 ............................... (pers. 5)
𝑑𝜃 2 𝑠

24
Keterangan :
D’v = free moisture
S = setengah tebal bahan yang dikeringkan
X = kadar air yang teruapkan
Persamaan ini menunjukkan bahwa bila difusi menjadi faktor penentu, laju
pengeringan berbending lurus dengan kandungan free moiture dan berbanding
terbalik dengan pangkat dua ketebalan. Persamaan ini menunjukkan bahwa jika
waktu dipetakan terhadap kandungan free moisture akan didapatkan garis lurus dan
D’v dapat dihitung dari gradiennya. (Treyal R E. 1981)

II.10 Metode Perhitungan Proses Pengeringan


II.10.1 Efisiensi Thermal
Efisiensi thermal (thermal efficiency) dihitung berdasarkan perbandingan
antara panas yang digunakan alat pengering dengan panas yang disediakan atau
dihasilkan alat pengering. Parameter ini dapat dinyatakan sebagai :
(𝑇𝑖𝑛−𝑇𝑜𝑢𝑡)
𝜂𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 = 𝑥 100% ......................... (pers. 6)
(𝑇𝑖𝑛−𝑇𝑜)

Dimana,
𝜂𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 = Efisiensi Thermal (%)
Tin = Temperatur udara masuk pengering (°C)
Tout = Temperatur udara keluar pengeringa (°C)
To = Temperatur lingkungan (°C)

II.10.2 Efisiensi Pengeringan


Efisiensi pengeringan (Drying Efficiency) didefinisikan sebagai
perbandingan antara energi yang digunakan untuk memanaskan bahan dengan energi
total yang disediakan alat pengering, dan dituliskan dala persamaan :

(𝐸𝑔+𝐸𝑒𝑣)
𝜂𝑑𝑟𝑦𝑖𝑛𝑔 = 𝑥 100% ............................... (pers. 7)
𝐸𝑇

Dengan,
Eg = mg . Cpg . (Tgf – Tgl) / thg ............................... (pers. 8)

25
Eev = Δ𝐻 . (me/thg) ............................... (pers. 9)
ET = Eter + EM ............................... (pers. 10)
Eter = W . Cpa . (Ta - Tao) ............................... (pers. 11)
EM = ΔPL . Q ............................... (pers. 12)
Dengan,
𝜂𝑑𝑟𝑦𝑖𝑛𝑔 = Efisiensi pengeringan (%)

Cpa = Panas spesifik uada (kJ/kg.K)


Cpg = Panas spesifik butiran (kJ/kg.K)
Eg = Energi butiran (kJ/jam)
Eev = Energi evaporasi (kJ/jam)
ET = Energi total (kJ/jam)
Eter = Energi termal (kJ/jam)
EM = Energi mekanik (kJ/jam)
mg = Massa butiran (kg)
me = Massa air yang teruapkan (kg)
Q = Laju alir udara (m3/jam)
Tgf = Temperatur butiran akhir (K)
Tgl = Temperatur butiran awal (K)
Ta = Temperatur udara keluar pemanas (K)
Tao = Temperatur udara sebelum pemanasan (K)
thg = Waktu pengeringan (jam)
ΔH = Panas laten penguapan air (kJ/kg)
ΔPL = Hilang tekan (kg/m.s2)

Persamaan lainnya untuk menghitung efisiensi termal sistem pengering yaitu :


𝑚𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝐻𝑓𝑔
𝜂= ............................... (pers. 13)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖

Dimana Hfg adalah panas laten penguapan (kj/kg)

Secara umum efisiensi energi tergantung pada temperatur awal dan akhir dari
media pengering, temperatur lingkungan dan kandungan air bahan yang dikeringkan.
Hal ini juga tergantung pada fluks panas yang disediakan dan yang hilang, jumlah
zona pemanas internal, sistem resirkulsi dan yang lainnya. Berdasarkan data statistik
26
neraca energi yang disusun Danilov dan Reichev (1986), alat pengering yang bekerja
secara konvektif menunjukan bahwa dari energi yang disediakan alat pengering. 20-
60% digunakan untuk penguapan kandungan air, 5-25% untuk pemanasan bahan, 15-
40% untuk panas yang termanfaatkan bersama dengan aliran udara keluar, 3-10%
panas hilang dari dinding alat pengering menuju lingkungan dan 5-20% untuk panas
tak termanfaatkan yang lain.

II.10.3 Perhitungan Kandungan Air Pada Bahan


Kadar air bahan menunjukan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan yaitu
berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis).
Dalam penentuan kadar air bahan benang rayon biasanya dilakukan berdasarkan
bobot basah (wet basis). Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut :
𝑊𝑎
MCw.b = x 100% ............................... (pers. 14)
𝑊𝑏
Untuk menentukan bobot kering suatu bahan penimbangan dilakukan
setelah bobot bahan tersebut tidak berubah lagi selama pengeringan berlangsung.
Untuk memperoleh kadar air basis kering dapat digunakan rumus:
𝑚𝑤
Mc = ............................... (pers. 15)
𝑚𝑤 + 𝑚𝑑
Dimana,
Mc = kadar air basis basah (%)
mw = massa air (kg)
md = massa padatan (kg).

Laju ekstraksi panas dari ruang pengeringan atau energi panas (termal) yang
digunakan untuk proses pengeringan ditentukan menggunakan persamaan berikut :
Eubb = ṁudara x Cpudara x (To – Ti) ............................... (pers. 16)

Dimana,
ṁudara = laju aliran massa udara (kg/s)
Cpudara = panas spesifik udara (J kg-1°C-1)
To = temperatur keluaran (°C)
Ti = temperatur masuk (°C)

27
Laju pengeringan adalah massa air yang diuapkan dari bahan per waktu
ditentukan menggunakan persamaan berikut :
𝑚
ṁair = 𝑎𝑖𝑟 ............................... (pers. 17)
𝑡
dimana,
mair = massa air yang diuapkan (kg)
ṁudara = laju aliran massa udara (kg/s)
t = waktu pengeringan (s)
Massa air yang diuapkan dari bahan dapat ditentukan dengan persamaan
berikut :
𝑚𝑝 (𝑀𝑖 −𝑀𝑓 )
mair = ............................... (pers. 18)
(100−𝑀𝑓 )

dimana,
mair = massa air yang diuapkan (kg)
mp = massa awal bahan (kg)
Mi = kadar air awal bahan basis basah (%)
Mf = kadar air akhir bahan basis basah (%)

II.10.4 Perhitungan Ekonomi Dalam Operasi Pengeringan


Analisi ekonomi terhadap kebutuhan pengeringan diterapkan untuk
pengering dengan pemanas udara yang seluruhnya bersumber dari steam dan
pemanas udara yang bersumber dari steam dan listrik. Energi yang terlibat dalam
operasi pengeringan adalah energi yang dikonsumsi pemanas dan energi yang
dikonsumsi blower. Energi yang dikonsumsi pemanas digunakan untuk memanaskan
udara, dan energi yang dikonsumsi oleh blower digunakan untuk mengalirkan udara
sebagai media pengering bahan yaitu benang rayon. Energi yang dikonsumsi
pemanas dapat dinyatakan dengan persamaan () dan energi yang dikonsumsi blower
dalam persamaan ().

𝑉2
Energi pemanas : Ep = 𝑥𝑡 ............................... (pers. 19)
𝑅
Energi blower : Eb = V x I x t ............................... (pers. 20)
Dengan,

28
Ep = Energi pemanas (kJ/kg)
Eb = Energi blower (kJ/kg)
V = Tegangan listrik (volt)
R = Tahanan (Ω)
I = Arus listrik (ampere)
t = lama operasi pengeringan

Selanjutnya setelah dihitung kedua konsumsi energi di atas didapatkan energi


total operasi pengeringan dengan menjumlahkan energi yang dikonsusi pemanas
dengan energi yang dikonsumsi blower. Perhitungan kebutuhan energi operasi
pengeringan didasarkan pada jumlah energi yang dikonsumsi selama waktu operasi
dibagi dengan jumlah air yang teruapkan atau dapat dilihat dalam persamaan berikut:

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠+𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟


SEEC = ............................... (pers. 21)
ṁ𝑎𝑖𝑟

SEEC = konsusmi energi listrik spesifik


Biaya lisrik per kwh sebesar Rp 1467,28 / kWh pada tahun (PLN,
2018)

Untuk konsumsi energi thermal menggunakan steam didefinisikan sebagai


perbandingan antara input energi bahan bakar (kW) dengan air yang diuapkan dari
bahan (kg/jam), dan ditentukan menggunakan persamaan berikut (Ibrahim et al.
2014) :
𝐸𝑏𝑏
STEC = ............................... (pers. 22)
ṁ𝑎𝑖𝑟
STEC = konsumsi energi termal spesifik
Energi thermal bahan bakar dapat ditentukan seperti berikut :
Ebb = ṁbb x CVbb ............................... (pers. 23)

Dimana,
Ebb = Energi termal bahan bakar
ṁbb = laju konsumsi bahan bakar (kg/s)

CVbb = nilai kalor bahan bakar (kcal/kg).


Nilai kalor bahan bakar batu bara/steam sebesar 6.322 kkal/kg (HBA, 2017)

29
Harga batu bara sebesar Rp 1.374.619,88/ton (CNBC Indonesia, 2018)

Konsumsi energi spesifik (SEC) didefiniskan sebagai perbandingan antara


total input energi pada sistem pengering (kW) dengan kadar air yang diuapkan dari
dalam bahan (kg/jam), dan ditentukan menggunakan persamaan berikut (Fatouh et
al.2006) :

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟+𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘+𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟


SEC = .......... (pers. 24)
ṁ𝑎𝑖𝑟

SEC = Konsumsi energi spesifik

II.11 Simulasi
Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi atau proses-
proses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan
dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari
secara ilmiah (Law and Kelton, 1991).
Dalam simulasi digunakan komputer untuk mempelajari sistem secara
numerik, dimana dilakukan pengumpulan data untuk melakukan estimasi
statistik untuk mendapatkan karakteristik asli dari sistem.
Simulasi merupakan alat yang tepat untuk digunakan terutama jika
diharuskan untuk melakukan eksperimen dalam rangka mencari komentar terbaik
dari komponen-komponen sistem. Hal ini dikarenakan sangat mahal dan
memerlukan waktu yang lama jika eksperimen dicoba secara riil. Dengan
melakukan studi simulasi maka dalam waktu singkat dapat ditentukan keputusan
yang tepat serta dengan biaya yang tidak terlalu besar karena semuanya cukup
dilakukan dengan komputer.
Simulasi disini menggunakan penurunan dari persamaan diferensial dan
nantinya dirubah menjadi laplace. Persamaan diferensial sendiri adalah
persamaan yang memuat turunan terhadap satu atau lebih dari variabel-variabel
bebas (independent variebles) bila hanya ada satu variabel yang diasumsikan,
maka subyek tersebut persamaan diferensial biasa (ordinary differential
equation)

30

Anda mungkin juga menyukai