LANDASAN TEORI
II.1 Pengeringan
Pengeringan yaitu salah satu proses untuk mengurangi kadar air suatu bahan
hingga mencapai kadar air tertentu. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya
penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara
dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka udara
harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban yang lebih rendah dari bahan
yang akan dikeringkan (Trayball E.Robert, 1981).
Pengertian lainnya mengenai proses pengeringan yaitu pengeringan
merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan cara menguapakan sebagian besar air yang dikandung melalui
penguapan energi panas (Ari, 2007).
6
II.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan
Menurut Brooker, et al., (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi
waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain :
a. Suhu Udara Pengering
Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan untuk
penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering berpengaruh
terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan. Makin tinggi suhu
udara pengering maka proses pengeringan makin singkat. Biaya pengeringan dapat
ditekan pada kapasitas yang besar jika digunakan pada suhu tinggi, selama suhu
tersebut sampai tidak merusak bahan.
b. Kelembaban Relatif Udara Pengering
Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam ke
permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat
kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di permukaan bahan.
Semakin rendah RH udara pengering, maka makin cepat pula proses pengeringan
yang terjadi, karena mampu menyerap dan menampung uap air lebih banyak dari
pada udara dengan RH yang tinggi. Laju penguapan air dapat ditentukan berdasarkan
perbedaan tekanan uap air pada udara yang mengalir dengan tekanan uap air pada
permukaan bahan yang dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini ditentukan oleh besarnya
suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu, kelembaban relatifnya akan
turun sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan sebaliknya.
c. Kecepatan Aliran Udara Pengering
Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk
menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Air
dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari
bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan menjenuhkan atmosfer pada
permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran
udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah uap
air tersebut menjadi jenuh di permukaan bahan. Semakin besar volume udara yang
mengalir, maka semakin besar pula kemampuannya dalam membawa dan
menampung air di permukaan bahan.
7
d. Kadar Air Bahan
Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air bahan.
Variasi ini dapat dipengaruhi oleh tebalnya tumpukan bahan, RH udara pengering
serta kadar air awal bahan. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara :
(1) mengurangi ketebalan tumpukan bahan,
(2) menaikkan kecepatan aliran udara pengering,
(3) pengadukan bahan.
8
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus di
sediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam
tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama
proses pengeringan tergantung pada bahan yang di keringkan dan cara pemanasan
yang digunakan. Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin
cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering,
makin besar energi panas yang di bawa udara sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang di uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran
udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang dipindahkan dari
bahan ke atmosfer. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap
air. Pada kelembaban udara tinggi, perbedaan tekanan uap air didalam dan diluar
bahan kecil, sehingga pemindahan uap air dari dalam bahan keluar menjadi
terhambat. Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga
penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber
tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan blower. Sumber energi yang dapat
digunakan pada unit pemanas adalah tungku, gas, minyak bumi, dan elemen pemanas
listrik.
Proses utama dalam pengeringan adalah proses penguapan air maka perlu
terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi bahan pangan yaitu sifat-sifat bahan
yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang dikandungnya
dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air dalam bahan pangan dinyatakan
dengan kadar air dan aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan
kelembaban relatif dan kelembaban mutlak.
Mekanisme keluarnya air dari dalam bahan selama pengeringan adalah
sebagai berikut:
1. Air bergerak dengan melalui tekanan kapiler.
2. Penarikan air dikarenakan perbedaan konsentrasi larutan disetiap bagian–bagian
bahan.
3. Penarikan air ke bagian permukaan bahan dapat disebabkan oleh absorpsi dari
lapisan permukaan komponen padatan bahan itu sendiri.
4. Perpindahan air dari bahan ke udara dapat disebabkan oleh perbedaan tekanan uap.
(Dewi, 2010)
9
II.4 Jenis-Jenis Pengeringan
Menurut (Iswandari, M.,2000), berdasarkan bahan yang akan dilakukan
dipisahkan, terbagi menjadi 2 jenis alat pengeringan, yaitu pengering untuk zat padat
dan tapal, serta pengering untuk larutan dan bubur.
1. Pengering untuk Zat Padat dan Tapal
a. Pengering Putar (Rotary Dryer)
Untuk pengering putar terdiri dari sebuah selongsong yang berbentuk silinder
berputar, horisontal atau gerak miring ke bawah menuju kearah keluar. Umpan
masuk dari satu ujung silinder, bahan kering akan keluar dari ujung yang lainnya.
10
luasnya 200 cm2 dan ada juga yang 400 cm2. Luas rak dan besar lubang-lubang rak
tergantung pada bahan yang dikeringkan. Pada alat pengering ini bahan selain
ditempatkan langsung pada rak-rak dapat juga ditebarkan pada wadah lainnya
misalnya pada baki dan nampan. Kemudian pada baki dan nampan ini disusun diatas
rak yang ada di dalam pengering. Selain terdapat alat pemanas udara, biasanya juga
terdapat kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Udara yang
telah melewati kipas masuk ke dalam alat pemanas, pada alat ini udara dipanaskan
lebih dulu kemudian dialurkan diantara rak-rak yang sudah berisi bahan. Arah aliran
udara panas didalam alat pengering bisa dari atas ke bawah dan bisa juga dari bawah
ke atas, sesuai dengan dengan ukuran bahan yang dikeringkan. Untuk menentukan
arah aliran udara panas ini maka letak kipas juga harus disesuaikan (Unari Taib, dkk,
2008).
12
Tabel II.1 Efisiensi Sistem Pemanas Dan Penghematan Energi
13
tertentu. Blower pada proses pengeringan berfungsi untuk menghisap panas dari
elemen pemanas sehingga sirkulasi udara di sekitar ruang pengering menjadi
panas.
3. Conveyor
Conveyor adalah suatu sistem mekanik yang memiliki fungsi untuk
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Conveyor disini
digerakan oleh motor yang dayanya sebesar 30kW.
14
Karakteristik Induction Heater adalah sebagai berikut :
Secara teknis:
1. Mampu melepaskan panas dalam waktu yang dapat dikatakan relatif singkat. Hal
ini dikarenakan kerapatan energinya tinggi
2. Dengan perpindahan panas secara induksi dimungkinkan untuk mencapai
suhu yang sangat tinggi.
3. Pemanasan dapat dilakukan pada lokasi tertentu.
4. Sistemnya dapat dibuat atau di design bekerja secara otomatis.
15
penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan
cairan atau gas.
Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang
suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama,
panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel–partikel
fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan
menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida
tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana
partikel tersebut akan bercampur dan memindahkan sebaian energinya pada partikel
fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi
disimpan didalam partikel–partikel fluida dan diangkut sebagaiakibat gerakan massa
partikel tersebut.
Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas (free
convection) dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara menggerakkan
cara alirannya. Bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat
dari perbedaaan kerapatan yang disebabkan oleh gradient suhu, maka proses ini yang
disebut dengan konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila gerakan mencampur
disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya
disebut konveksi paksa. Tabel berikut ini menyajikan data berupa koefisien
perpindahan panas secara konveksi.
No Proses H (Watt/m2K)
1 Konveksi Alami
- Gas 2-25
- Cairan 50-100
2 Konveksi Paksa
- Gas 25-250
- cairan 100-100.000
Konveksi dengan perubahan fasa
3 2500-100.000
(mendidih dan mengembun)
16
II.6.3 Perpindahan Panas Radiasi
Jika suatu benda ditempatkan di dalam sebuah ruangan, dan suhu dinding-
dinding ruangan lebih rendah dari pada suhu benda maka suhu benda tersebut akan
turun sekalipun ruangan tersebut ruang hampa. Proses dengan perpindahan panas
dari suatu benda terjadi berdasarkan suhunya tanpa bantuan dari suatu zat antara
(medium) disebut radiasi termal. Defenisi lain dari radiasi termal ialah radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya.
Radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang
elektromagnetik atau paket-paket energi (photon) yang dapat dibawa sampai pada
jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan medium (ini yang
menyebabkan mengapa perpindahan panas radiasi sangat penting pada ruang
vakum), disamping itu jumlah energi yang dipancarkan sebanding dengan temperatur
benda tersebut. Tidak seluruh energi yang disebutkan dalam konstanta surya
mencapai permukaan bumi,karena terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida
dan uap air di atmosfer
17
furnace (tungku) dimana media yang akan dipanaskan tidak langsung mengenai
gulungan heater ini.
18
Gambar II.5 Penggunaan Heater Silica dan Infra Fara
19
Gambar II.7 Tubular Model Standar
20
Gambar II.9 Immersion Heater
21
Gambar II.12 Pemasangan Band Heater Dan Nozlle Heater
Seperti band heater, nozzle heater juga digunakan untuk memanaskan tabung
Hanya perbedaan nya diameter nozzle heater lebih kecil dari 50 mm. Nozzle
heater dan band heater paling banyak dipergunakan untuk barrel mesin extruder
dan injection plastik, pada barrel nya dipasang band heater lalu pada ujung keluaran
cairan platik (nozzle) di pasang nozzle heater.
22
Gambar II.14 Pemasangan Catridge Heater
23
air bahan ke permukaan. Hal ini menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan.
Selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhalang permukaan
bahan yang keras. Pengeringan benang rayon menggunakan aliran udara pengering
yang baik adalah antara 100-150°C
24
Keterangan :
D’v = free moisture
S = setengah tebal bahan yang dikeringkan
X = kadar air yang teruapkan
Persamaan ini menunjukkan bahwa bila difusi menjadi faktor penentu, laju
pengeringan berbending lurus dengan kandungan free moiture dan berbanding
terbalik dengan pangkat dua ketebalan. Persamaan ini menunjukkan bahwa jika
waktu dipetakan terhadap kandungan free moisture akan didapatkan garis lurus dan
D’v dapat dihitung dari gradiennya. (Treyal R E. 1981)
Dimana,
𝜂𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 = Efisiensi Thermal (%)
Tin = Temperatur udara masuk pengering (°C)
Tout = Temperatur udara keluar pengeringa (°C)
To = Temperatur lingkungan (°C)
(𝐸𝑔+𝐸𝑒𝑣)
𝜂𝑑𝑟𝑦𝑖𝑛𝑔 = 𝑥 100% ............................... (pers. 7)
𝐸𝑇
Dengan,
Eg = mg . Cpg . (Tgf – Tgl) / thg ............................... (pers. 8)
25
Eev = Δ𝐻 . (me/thg) ............................... (pers. 9)
ET = Eter + EM ............................... (pers. 10)
Eter = W . Cpa . (Ta - Tao) ............................... (pers. 11)
EM = ΔPL . Q ............................... (pers. 12)
Dengan,
𝜂𝑑𝑟𝑦𝑖𝑛𝑔 = Efisiensi pengeringan (%)
Secara umum efisiensi energi tergantung pada temperatur awal dan akhir dari
media pengering, temperatur lingkungan dan kandungan air bahan yang dikeringkan.
Hal ini juga tergantung pada fluks panas yang disediakan dan yang hilang, jumlah
zona pemanas internal, sistem resirkulsi dan yang lainnya. Berdasarkan data statistik
26
neraca energi yang disusun Danilov dan Reichev (1986), alat pengering yang bekerja
secara konvektif menunjukan bahwa dari energi yang disediakan alat pengering. 20-
60% digunakan untuk penguapan kandungan air, 5-25% untuk pemanasan bahan, 15-
40% untuk panas yang termanfaatkan bersama dengan aliran udara keluar, 3-10%
panas hilang dari dinding alat pengering menuju lingkungan dan 5-20% untuk panas
tak termanfaatkan yang lain.
Laju ekstraksi panas dari ruang pengeringan atau energi panas (termal) yang
digunakan untuk proses pengeringan ditentukan menggunakan persamaan berikut :
Eubb = ṁudara x Cpudara x (To – Ti) ............................... (pers. 16)
Dimana,
ṁudara = laju aliran massa udara (kg/s)
Cpudara = panas spesifik udara (J kg-1°C-1)
To = temperatur keluaran (°C)
Ti = temperatur masuk (°C)
27
Laju pengeringan adalah massa air yang diuapkan dari bahan per waktu
ditentukan menggunakan persamaan berikut :
𝑚
ṁair = 𝑎𝑖𝑟 ............................... (pers. 17)
𝑡
dimana,
mair = massa air yang diuapkan (kg)
ṁudara = laju aliran massa udara (kg/s)
t = waktu pengeringan (s)
Massa air yang diuapkan dari bahan dapat ditentukan dengan persamaan
berikut :
𝑚𝑝 (𝑀𝑖 −𝑀𝑓 )
mair = ............................... (pers. 18)
(100−𝑀𝑓 )
dimana,
mair = massa air yang diuapkan (kg)
mp = massa awal bahan (kg)
Mi = kadar air awal bahan basis basah (%)
Mf = kadar air akhir bahan basis basah (%)
𝑉2
Energi pemanas : Ep = 𝑥𝑡 ............................... (pers. 19)
𝑅
Energi blower : Eb = V x I x t ............................... (pers. 20)
Dengan,
28
Ep = Energi pemanas (kJ/kg)
Eb = Energi blower (kJ/kg)
V = Tegangan listrik (volt)
R = Tahanan (Ω)
I = Arus listrik (ampere)
t = lama operasi pengeringan
Dimana,
Ebb = Energi termal bahan bakar
ṁbb = laju konsumsi bahan bakar (kg/s)
29
Harga batu bara sebesar Rp 1.374.619,88/ton (CNBC Indonesia, 2018)
II.11 Simulasi
Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi atau proses-
proses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan
dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari
secara ilmiah (Law and Kelton, 1991).
Dalam simulasi digunakan komputer untuk mempelajari sistem secara
numerik, dimana dilakukan pengumpulan data untuk melakukan estimasi
statistik untuk mendapatkan karakteristik asli dari sistem.
Simulasi merupakan alat yang tepat untuk digunakan terutama jika
diharuskan untuk melakukan eksperimen dalam rangka mencari komentar terbaik
dari komponen-komponen sistem. Hal ini dikarenakan sangat mahal dan
memerlukan waktu yang lama jika eksperimen dicoba secara riil. Dengan
melakukan studi simulasi maka dalam waktu singkat dapat ditentukan keputusan
yang tepat serta dengan biaya yang tidak terlalu besar karena semuanya cukup
dilakukan dengan komputer.
Simulasi disini menggunakan penurunan dari persamaan diferensial dan
nantinya dirubah menjadi laplace. Persamaan diferensial sendiri adalah
persamaan yang memuat turunan terhadap satu atau lebih dari variabel-variabel
bebas (independent variebles) bila hanya ada satu variabel yang diasumsikan,
maka subyek tersebut persamaan diferensial biasa (ordinary differential
equation)
30