A. Teori ...................................................................................................... 5
B. Deskripsi bahan praktikum ................................................................... 9
BAB V KESIMPULAN................................................................................. 16
2ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air suatu bahan
hingga mencapai kadar air tertentu. Dasar proses pengeringan adalah
terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap
air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat
menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau
kelembaban yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan (Trayball
E.Robert, 1981).
Kecepatan pengeringan suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa
factor, antara lain: (1) sifat fisik bahan, (2) pengaturan geometris produk
sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindahan panas,
(3) sifat-sifat dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan
kecepatan udara, serta (4) karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan
panas) (Buckle, et al., 1987).
Sebelum proses pengeringan berlangsung, tekanan uap air di dalam
bahan berada dalam keseimbangan dengan tekanan uap air di udara
sekitarnya. Pada saat pengeringan dimulai, uap panas yang dialirkan
meliputi permukaan bahan akan menaikkan tekanan uap air, terutama pada
daerah permukaan, sejalan dengan kenaikan suhunya. Pada saat proses ini
terjadi, perpindahan massa dari bahan ke udara dalam bentuk uap air
berlangsung atau terjadi pengeringan pada permukaan bahan. Setelah itu
tekanan uap air pada permukaan bahan akan menurun. Setelah kenaikan
suhu terjadi pada seluruh bagian bahan, maka terjadi pergerakan air secara
difusi dari bahan ke permukaannya dan seterusnya proses penguapan pada
permukaan bahan diulang lagi. Akhirnya setelah air bahan berkurang,
tekanan uap air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan
udara sekitarnya (Handerson dan Perry, 1976).
Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan
dan cara pemanasan yang digunakan. Tujuan dilakukannya proses
pengeringan adalah untuk memudahkan penanganan selanjutnya,
3
4
A. Teori
Granulasi adalah proses perlekatan partikel serbuk menjadi partikel
yang lebih besar. Tujuan proses granulasi adalah mencegah segregasi
campuran serbuk, memperbaiki sifat alir serbuk atau campuran,
meningkatkan densitas ruahan produk, memperbaiki kompresibilitas serbuk,
mengontrol kecepatan obat dan memperbaiki penanpilan produk. Metode
granulasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode granulasi basah (wet
granulation) dan metode granulasi kering (dry granulation)
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013).
Granulasi basah adalah metode yang dilakukan dengan cara
membasahi massa tablet menggunakan larutan pengikat sampai diperoleh
tingkat kebasahan tertentu, lalu digranulasi. Metode granulasi basah sesuai
untuk bahan aktif sukar larut dalam air dan bahan aktif yang tahan akan
pemanasan dan lembap. Pada umumnya, metode granulasi basah digunakan
untuk zat aktif yang sulit dicetak karena mempunyai sifat alir dan
kompresibilitas yang buruk. Pembuatan tablet dengan metode granulasi
basah memiliki beberapa keuntungan yaitu: mencegah terjadi segregasi
campuran serbuk, memperbaikin sifat alir serbuk, memperbaikin
kompaktibilitas serbuk, dengan jalan meninggkatkan kohevisitas serbuk
karna ada penambahan bahan pengikat yang dapat menyebabkan
terbentuknya jembatan padat, meningatkan disolusi obat yang bersifat
hidrofob,mempertahankan distribusi obat atau zat warna selalu merata
dalam granul kering dan dapat digunakan untuk nahan obat dosis kecil
(Hadisoewignyo dan fudholi, 2013).
Metode granulasi basah dilakukan dengan mencampurkan terlebih
dahulu zat aktif dengan bahan pengisi. Kemudiaan ditambah dengan bahan
pengikat dan dicampurkan sampai homogen sehingga terbentuk masa yang
kempal yang disebut granul (Lachman,1989).
Pengeringan adalah proses menghilangkan cairan dari suatu bahan
dengan menggunakan panas. Hal ini akan tercapai dengan memindahkan
5
6
cairan dari permukaan granul kedalam suatu fase uap yang tidak jenuh.
Pengeringan dalam pabrik farmasi merupakan suatu unit proses dalam
pembuatan granul dan kemudian dicampur dan dicetak menjadi tablet atau
kapsul. Dalam melakukan proses pengeringan terhadap granul yang sudah
di produksi, terdapat penggolongan terkait alat pengeringnya.
Penggolongan ini didasarkan atas : Pemindahan panas (kontak langsung dan
tidak langsung), penanganan solid (pengering lapis statis, pengering lapisan
bergerak, pengering lapis mengalir). (Murtini, 2018).
Selama proses pengeringan, kadar air bahan mengalami penurunan,
besarnya penurunan kadar air bahan tersebut berbeda-beda sesuai dengan
banyaknya air yang diuapkan. Pada saat awal proses pengeringan terjadi
penguapan air bebas dan penguapan selanjutnya terjadi pada air terikat.
Pada umumnya proses pengeringan terjadi dalam dua tahap laju
pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun.
Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air internal lebih
kecil dari perpindahan uap air pada permukaan bahan (Brooker et al, 1981).
Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan
yang kemudian diikuti oleh laju pengeringan menurun. Periode ini dibatasi
oleh kadar air kritis (critical moisture content) (Henderson & Perry, 1976).
Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada
dipermukaan bahan dan yang pertama kali mengalami penguapan, bila air
di permukaan bahan telah habis ,maka terjadimigrasi air dan uap air dari
bagian dalam bahan ke permukaan bahan secara difusi. Migrasi air dan uap
air terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap di bagian dalam
bahan dan bagian luar bahan. Besarnya laju pengeringan berbeda pada
setiap bahan ,penguapan air yang berada di permukaan bahan dipenaruhi
oleh kondisi luar yaitu suhu ,kelembaban, kecepatan udara pengering, luas
permukaan terbuka dan tekanan. Sedangkan perpindahan air di dalam bahan
dipengaruhi oleh keadaan fisik bahan, suhu dan kadar air. Setiap kondisi
yang berpengaruh di atas dapat menjadi faktor pembatas pada laju
pengeringan (Mujumdar & Menon, 1995).
7
Kurva laju pengeringan umum memiliki tiga fase utama yakni: fase
pengering awal, fase di mana laju pengeringan terutama konstan, dan fase
akhir dimana laju pengeringan menurun (fase laju jatuh). Selama fase utama,
penghilangan uap air dari tetesan berada pada laju hampir konstan yang
mewakili laju tertinggi yang dicapai selama sejarah penguapan. Laju
penguapan yang konstan ini menghasilkan suhu permukaan tetesan yang
hampir konstan dengan suhu bola basah yang mewakili suhu tetesan.
Selama fase ini, sebagian besar kelembapan tetesan akan dihilangkan.
Permukaan tetesan dipertahankan pada saturasi oleh migrasi kelembapan
dari dalam tetesan ke permukaan. Sebaliknya selama fase laju jatuh, laju
migrasi kelembapan terbatas pada laju pengeringan yang menyebabkan
penurunan laju pengeringan keseluruhan. Kadar air permukaan tidak lagi
dipertahankan dan suhu tetsan naik (Parikh, 2010).
9
Buat musilago amili 10% sebanyak 100 ml, dan tambahkan pada
campuran (2) sedikit demi sedikit sambal di gerus sampai homogen
dan terbentuk granul, kemudian ayak dengan pengayak No. 12
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan
1. Perhitungan berat granul
a. Sebelum pengeringan
(t = 0 menit)
Berat petri + granul basah = 63,49
Berat petri = 38,49
Berat granul basah = 25
b. Setelah pengeringan 15 menit
(t = 15 menit)
Berat petri + granul = 63,32
Berat petri = 38,69
Berat granul (t = 15) = 24,63
c. Setelah pengeringan 30 menit
(t = 30 menit)
Berat petri + granul = 75,39
Berat petri = 51,99
Berat granul (t = 30) = 23,40
d. Setelah pengeringan 60 menit
(t = 60 menit)
Berat petri + granul = 80,21
Berat petri = 57,21
Berat granul (t = 60) = 23
e. Setelah pengeringan 90 menit
(t = 90 menit)
Berat petri + granul = 58,63
Berat petri = 36,54
Berat granul (t = 90) = 22,09
12
13
2. Perhitungan MC
a. MC0
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 0) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶0 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
25 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 22,09 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑀𝐶0 = × 100% = 13,17
22,09 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. MC15
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 15) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶15 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
24,63 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 22,09 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑀𝐶15 = × 100% = 11,49%
22,09 𝑔𝑟𝑎𝑚
c. MC30
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 30) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶30 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
d. MC60
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 60) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶60 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
e. MC90
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶90 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui kurva laju
pengeringan pada granul dengan metode granulasi basah. Laju pengeringan
adalah banyaknya air yang diuapkan per satuan waktu. Laju pengeringan
dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan susunan bahan saat dikeringkan, suhu
kelembapan, dan kecepatan aliran udara pengeringan. Laju pengeringan
dapat terbagi menjadi dua periode, yaitu laju pengeringan tetap dan laju
pengeringan menurun (Henderson & Perry, 1976). Granulasi basah
merupakan proses percampuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi
partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam
jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi
(Sharimina et al, 2018).
Proses pengeringan granul dilakukan menggunakan oven dengan
suhu 60oC pada waktu 0,15,30,60, dan 90 menit. Hasil perhitungan berat
granul yang didapatkan dengan waktu 0,15,30,60 dan 90 menit adalah berat
granul awal (t=0) yaitu 25 gram, berat granul (t=15) yaitu 24,63 gram, berat
granul (t=30) yaitu 23gram dan berat granul kering (t=90) yaitu 22,09 gram.
Hasil perhitungan MC (kandungan lembab) pada MC0, MC15, MC30,
MC60, dan MC90 berturut- turut adalah 13,17%, 11,49%, 5,93%, 4,11% dan
15
Hasil yang didaptkan pada praktikum ini sesuai dengan teori yang
dinyatakan oleh Henderson & Perry 1976 yaitu laju pengeringan konstan terjadi
pada awal proses pengeringan yang kemudian diikuti oleh laju pengeringan
menurun yang mana periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture
content).
16
DAFTAR PUSTAKA
Elisabeth V, Yamleam Paulina V.Y & Supriati H Sri. 2018. Formulasi Sediaan
Granul dengan Bahan Pengikat Pati Kulit Pisang Goroho (Musa acuminafe
L.) dan Pengaruhnya Pada Fisik Granul. Vol.7 (4). 1-11. Jurnal Ilmiah
Farmasi
Gopalan S Venu & Gozali D. 2018. Review Artikel : Formulasi dan Evaluasi
Sediaan Granul Effervescent dan Sediaan Tablet dengan Metode Granulasi
Basah. Vol.16 (1). 117-123. Farmaka
Murtini, Gloria dan Elisa, Yetri 2018. Teknologi Sediaan Solid. Jakarta : Kemenkes
RI.
Parikh, Dilip M. 2010, Handbook of phamaceutical Granulation Technology Third
Edition. London : Informa Healt Care
17
18
1. Kadar air yang berlebih dalam formulasi tablet dapat menyebabkan tablet
menjadi hidrofob sehingga tablet sulit dibasahi pada saat disolusi dan perjalanan
dalam tubuh. dengan kata lain, tablet akan lebih sulit hancur di dalam lambung.
Jika tablet memiliki kadar air yang berlebih,tablet maka tablet juga akan mudah
ditumbuhi oleh mikroba.
2. Kurva laju pengeringan dapat dibagi dalam lima bagian sesuai dengan tahapan
proses yang terjadi selama pengeringan:
1. Tahap mula
2. Tahap laju konstan
3. Tahap laju penurunan
4. Tahap laju penurunan kedua
5. Tahap kandungan lembab seimbang
Tahap pertama ditandai dengan adanya kenaikan temperatur granul karena
adanya panas masuk. Lalu air dalam granul menguap, dan temperatur granul
turun kembali. Tahap ini diakhiri dengan terjadinya keseimbangan antara laju
penguapan dan laju perpindahan panas.
19
DAFTAR ISI
A. Teori ...................................................................................................... 5
B. Deskripsi bahan praktikum ................................................................... 8
BAB V KESIMPULAN................................................................................. 16
ii
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
4
A. Teori
Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih
kecil umumnya berbentuk tidak merata dan seperti partikel tunggal yang
lebih besar (Ansel 2008).
Granulasi adalah proses perlekatan partikel serbuk menjadi partikel
yang lebih besar. Tujuan proses granulasi adalah mencegah segregasi
campuran serbuk, memperbaiki sifat alir serbuk atau campuran,
meningkatkan densitas ruahan produk, memperbaiki kompresibilitas serbuk,
mengontrol kecepatan obat dan 12 memperbaiki penanpilan produk.
Metode granulasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode granulasi
basah (wet granulation) dan metode granulasi kering (dry granulation)
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013).
Granulasi basah adalah metode yang dilakukan dengan cara
membasahi massa tablet menggunakan larutan pengikat sampai diperoleh
tingkat kebasahan tertentu, lalu digranulasi. Metode granulasi basah sesuai
untuk bahan aktif sukar larut dalam air dan bahan aktif yang tahan akan
pemanasan dan lembap. Pada umumnya, metode granulasi basah digunakan
untuk zat aktif yang sulit dicetak karena mempunyai sifat alir dan
kompresibilitas yang buruk (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013).
Keuntungan dari metode granulasi basah adalah sifat-sifat mengalir lebih
baik, pemadatan, pengempaan baik, distribusi zat pewarna merata (Siregar
dan Wikarsa, 2010).
Granul yang akan dicetak harus dapat dengan teratur dan mudah
mengalir ke pencetak tablet. Keteraturan dan keseragaman aliran diperlukan
untuk menghasilkan tablet dengan bobot yang seragam. Untuk itu dilakukan
pengukuran kecepatan alir dan sudut diam granul.Kecepatan alir granul
yang baik jika lebih besar dari 10 g/detik, dengan sudut diam antara 24 - 40°
(Aulton, 2002).
Kandungan lembab dalam granul merupakan faktor penting
terhadap mutu granul, stabilitas kimia bahan, dan kemungkinan terjadinya
5
6
Sifat alir granul dapat diketahui dengan 2 cara, yaitu dengan pengukuran
secara langsung (kecepatan alir) dan pengukuran secara tidak langsung
(sudut diam dan pengetapan) :
1. Uji kecepatan alir
Uji kecepatan alir merupakan metode pengukuran yang sangat
sederhana dan dapat langsung diketahui kecepatan atau waktu yang
dibutuhkan sejumlah serbuk untuk mengalir. Pada umumnya serbuk
dikatakan mempunyai sifat yang baik jika 100 gram serbuk yang diuji
mempunyai waktu alir ≤ 10 detik atau mempunyai kecepatan alir 10
gram/detik (Sulaiman, 2007).
m
V=
t
Keterangan :
m = Massa granuL (gram)
t = Waktu alir granul (detik)
Keterangan :
β : sudut diam
h : tinggi kerucut
r : jari-jari kerucut
3. Uji pengetapan
Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan yaitu dengan
melakukan penghentakan (tapping) terhadap sejumlah serbuk dengan
menggunakan alat volumeter (mechanical tapping device) (Sulaiman,
2007). Granul mempunyai sifat alir bagus bila indeks tapnya tidak lebih
dari 20% (Fudholi, 1983). Persamaan untuk menghitung sudut
pengetapan yaitu :
Vo−Vt
T% = X 100%
Vo
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan
1. Perhitungan berat granul
a. Sebelum pengeringan
(t = 0 menit)
Berat petri + granul basah = 75,34
Berat petri = 55,34
Berat granul basah = 20
b. Setelah pengeringan 15 menit
(t = 15 menit)
Berat petri + granul = 76,30
Berat petri = 56,66
Berat granul (t = 15) = 19,64
c. Setelah pengeringan 30 menit
(t = 30 menit)
Berat petri + granul = 75,59
Berat petri = 56,07
Berat granul (t = 30) = 19,52
d. Setelah pengeringan 60 menit
(t = 60 menit)
Berat petri + granul = 68,90
Berat petri = 51,84
Berat granul (t = 60) = 17,06
e. Setelah pengeringan 90 menit
(t = 90 menit)
Berat petri + granul = 75,59
Berat petri = 58,59
Berat granul (t = 90) = 17
11
12
2. Perhitungan MC
a. MC0
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 0) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶0 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
20 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 17 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑀𝐶0 = × 100% = 17,64 %
17 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. MC15
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 15) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶15 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
19,64 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 17 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑀𝐶15 = × 100% = 15,52 %
17 𝑔𝑟𝑎𝑚
c. MC30
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 30) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶30 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
d. MC60
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 60) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶60 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
e. MC90
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
𝑀𝐶90 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 (𝑡 = 90)
17 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 17 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑀𝐶90 = × 100% = 0 %
17 𝑔𝑟𝑎𝑚
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kandungan
lembab yang terdapat dalam granul terhadap waktu alirnya. Kandungan
lembab (Moisture Content) adalah pernyataan kandungan air berdasarkan
bobot kering, yaitu menunjukkan kandungan air yang terkandung dalam
suatu granul (Rowe et al, 2009). Metode yang digunakan adalah metode
corong (langsung) yaitu dengan mengukur secara langsung kecepatan alir
sejumlah serbuk. Kecepatan alir adalah penentuan kecepatan granul dalam
melewati rintangan. Kecepatan alir baik jika mempunyai kecepatan alir
tidak kurang dari 10 gram/detik untuk 100gr granul (Parrot,1971).
Kecepatan alir dipengaruhi oleh kandungan lembab granul dan ukuran
partikel (Victoria, et al, 2018). Voigt, 1994 menyatakan bahwa granul yang
mempunyai moisture content 1-5% akan baik dan akan stabil pada saat
penyimpanan.
Proses pengeringan granul dilakukan menggunakan oven dengan
suhu 60oC pada waktu 0, 15, 30, 60, dan 90 menit. Hasil yang didapatkan
untuk berat dan waktu alir masing-masing granul adalah berat granul awal
(t=0) yaitu 20 gram dengan waktu alir 4 detik, berat granul (t=15) yaitu
19.64 gram dengan waktu alir 3 detik, berat granul (t=30) yaitu 19.52 gram
dengan waktu alir 3 detik , berat granul (t=60) yaitu 17.06 gram dengan
waktu alir 3 detik dan berat granul kering (t=90) yaitu 17 gram dengan
waktu alir 2 detik.
Hasil perhitungan MC (kandungan lembab) pada MC0, MC15, MC30,
MC60, dan MC90 berturut- turut adalah 17.64%, 15.52%, 14.82%, 0.35% dan
0%. Hasil perhitungan kecepatan alir pada waktu 0, 15, 30, 60, dan 90 menit
adalah 5gr/detik, 6.57gr/detik, 6.50 gr/detik, 8.53gr/detik, dan 8.50 gr/detik.
Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa semakin rendah kandungan
lembab (Moisture Content) maka kecepatan alir akan semakin meningkat.
Hal itu dikarenakan semakin lama waktu pengeringan membuat kandungan
air dalam granul semakin banyak mengalami difusi ke permukaan. Granul
yang kering juga mempunyai gesekan yang kecil dengan dinding die
sehingga membuat granul mudah untuk mengalir bebas (Marisa, 2014).
Hasil dari percobaan uji kecepatan alir ini tidak sesuai dengan teori
dari (Parrot,1971) yang menyatakan bahwa kecepatan alir baik jika
mempunyai kecepatan alir tidak kurang dari 10 gram/detik untuk 100gr
14
granul. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel setiap granul berbeda
(Banker, 1986) dan kandungan lembab pada granul masih sangat tinggi. Hal
ini disebabkan oleh oven yang seringkali dibuka dan ditutup.
15
BAB IV
KESIMPULAN
Hasil yang didapatkan pada percobaan ini tidak sesuai dengan teori dari
Parrot 1971 yang menyatakan bahwa kecepatan alir baik jika mempunyai kecepatan
alir tidak kurang dari 10 gram/detik untuk 100gr granul. Hal ini disebabkan karena
ukuran partikel pada setiap granul berbeda dan saat proses pengeringan panas pada
oven tidak secara maksimal karena oven seringkali dibuka dan ditutup.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C., 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. Alih Bahasa
Ibrahim, F. UI Press: Jakarta; Hlm. 204, 259, 261.
Aulton, M. E., 2002, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design Second
Edition 530, ELBS Fonded by British Govenment, 499-530.
Fudholi, A., 1983, Metodologi Formulasi dalam Kompresi Direct, Majalah Medika,
No 7 th. 9 Grafiti Medika Press, Jakarta, 586-593
Hadi, M., Mufrod., & Ikasari, E.D. 2014. Optimasi Suhu dan Waktu Pengeringan
Granul Tablet Kunyah Bee Pollen. Vo.10(1). 176-181. Majalah Farmaseutik
17
Jawaban Pertanyaan
Pertanyaan
1. Apa peran sifat alir granul pada pembuatan tablet?
2. Jelaskan faktor-faktor yang menentukan sifat alir suatu granul?
Jawaban
1. Sifat alir granul yang baik akan mempermudah proses pencetakan tablet, Granul
apabila terlalu lembab akan menghasilkan sifat alir yang buruk.Sebaliknya
granul yang terlalu kering akan menghasilkan tablet yang rapuh dan kekerasan
yang minimal.
2. Kecepatan aliran granul dapat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, porositas,
kandungan lembab dan struktur partikel. Pada granul yang memiliki kecepatan
alir yang baik, menghasilkan keseragaman bobot yang baik. Menurut Fudholi
(1983) kecepatan alir dikatan baik jika memiliki waktu alir kurang dari 10 detik.
Sifat alir granul dikatakan baik jika memiliki kecepatan alir antara 4-10 g/detik
18
DAFTAR ISI
A. Teori ...................................................................................................... 5
B. Deskripsi bahan praktikum ................................................................... 7
BAB V KESIMPULAN................................................................................. 14
2ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fluiditas atau sifat alir serbuk adalah faktor kritik dalam produksi obat
sediaan padat. Hal ini karena sifat alir serbuk berpengaruh pada peningkatan
reprodusibilitas pengisian ruang kompresi pada pembuatan tablet dan kapsul,
sehingga menyebabkan keseragaman bobot sediaan lebih baik, demikian pula
efek farmakologinya (Lachman, 1989).
Granulasi adalah proses perlekatan partikel serbuk menjadi partikel yang
lebih besar. Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel yang lebih kecil
(serbuk), umumnya berbentuk tidak merata atau berbentuk bulat dan menjadi
seperti partikel tunggal yang lebih besar agar meningkatkan kemampuan
mengalir. Granul dapat diproses lebih lanjut menjadi bentuk sediaan seperti,
kapsul maupun tablet. Berbagai proses granulasi telah dikembangkan, dari
metode konvensional seperti slugging dan granulasi dengan bahan pengikat
musilago amili hingga pembentukan granul dengan peralatan terkini seperti
spray dry dan freeze dry. (Hadisoewignyo dan fuadholi, 2013).
Alat yang digunakan tentunya harus lebih sesuai daripada yang lainnya
untuk membantu mengembangkan sifat-sifat yang diinginkan dari granulasi
yang sudah jadi. Biasanya granulasi basah dilakukan dengan menggunakan
mixer pisau sigma atau berputar dengan kekuatan besar. Bahan pengikat
digunakan pada formulasi tablet untuk membuat serbuk menjadi lebih mudah
ditekan dan membuat tablet yang lebih tahan pecah, selama proses penanganan.
Beberapa ditambahkan dalam keadaan kering dan akan memberikan sifat
pengikatnya pada waktu kontak dengan cairan penggranulasi lainnya, lalu
dilarutkan atau didispersi dalam cairan formulasi. Dalam beberapa hal, bahan
pengikat memberikan viskositas yang besar pada larutan penggranulasi,
sehingga pemindahan cairan dengan memompa atau menuang menjadi sulit.
Suatu bulk serbuk ada analoginnya dengan cairan non-Newton yang
memperlihatkan aliran plastis dan kadang-kadang aliran dilatan, pertikel-
partikelnya dipengaruhi oleh gaya tarik menarik sampai derajat bermacam-
macam. Oleh karena itu serbuk dapat mengalir bebas atau mampet. Faktor-
3
4
faktor yang mempengaruhi sifat alir dari serbuk, adalah bentuk granul, bobot
jenis, ukuran partikel, porositas, dan keadaan permukaan granul (Sugihartini,
N., Wahyuningsih, W., Supadmi, W., Guntarti, 2009).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan percobaan ini untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel
pada fluiditas granul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Granulasi basah merupakan metode yang digunakan untuk
memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas dari serbuk serta mencegah
segregasi pada saat pencampuran bahan. Langkah-langkah yang diperlukan
dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah ialah penimbangan
dan pencampuran bahan- bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan
adonan lembab menjadi pelet atau granul, pengeringan, pengayakan
kering, pencampuran bahan pelincir, dan pembuatan tablet dengan
kompresi (Ansel, 2008). Metode granulasi basah dilakukan dengan
mencampurkan terlebih dahulu zat aktif dengan bahan pengisi. Kemudian
ditambah dengan bahan pengikat dan dicampur sampai homogen sampai
sehingga terbentuk massa yang kempal dan disebut sebagai granul. Setelah
itu diayak dengan ayakan yang sesuai. Granul yang terbentuk sebisa
mungkin ukurannya seragam, karena besarnya perbedaannya ukuran granul
akan berpengaruh pada fluidilitas granul sehingga dapat mempengaruhui
keseragaman bobot dan keseragaman kandungan tablet yang dihasilkan.
Faktor lain yang mempengaruhui fluidilitas granul adalah kelembaban
granul, sehingga granul perlu dikeringkan untuk menghilangkan pelarut
yang dipakai pada pembentukkan massa granul dan untuk
mengurangi kelembaban granul..Keuntungan dari metode granulasi basah
adalah sifat-sifat mengalir lebih baik, pemadatan, pengempaan baik,
distribusi zat pewarna merata (Siregar dan Wikarsa, 2010:196).
Pada umumnya semakin besar ukuran granul sifat alirnya semakin
baik. Beberapa uji pemeriksaan untuk mengetahui kualitas fisik serbuk,
antara lain :
1. Uji kecepatan alir
Kecepatan alir adalah kecepatan yang diperlukan granul dalam
waktu tertentu untuk mengalir dalam suatu alat. Kecepatan aliran granul
dapat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, porositas, kandungan lembab
dan struktur partikel. Pada granul yang memiliki kecepatan alir yang
5
6
4. Kompresibilitas
Uji kompresibilitas Kompresibilitas merupakan kemampuan granul
untuk membentuk tablet dengan tekanan tertentu. Kompresibilitas juga
biasanya disebut dengan index carr’s yang dapat digunakan untuk
menentukan sifat alir. Semakin besar nilai kompresibilitas
menunjukkan granul memiliki sifat alir yang kurang baik (Chandira et
al., 2012). Berikut adalah persamaan untuk menentukan uji
kompresibiltas :
(𝑟𝑘−𝑟𝑜)
C= 𝑋 100%
𝑟𝑘
Besarnya :
rk = M/Vk
ro = M/Vo
Keterangan :
M : berat granul
Vo : volume granul mula-mula
Vk : volume granul setelah konstan
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat alir granul adalah bentuk dan
ukuran partikel granul, distribusi ukuran partikel, kekasaran atau tekstur
permukaan, penurunan energi permukaan dan luas permukaan. Ukuran
partikel granul akan menggumpal dan menghambat kecepatan alirnya
(Aulton M.E., 2002).
2. Uji pengetapan
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan
1. Sudut diam
a. Granul 20/40 (besar)
ℎ
𝑇𝑔 𝛽 = 𝑟
4 𝑐𝑚
𝑇𝑔 𝛽 = = 0,67
6,65
Tan-1 (0,60) = 30,96o
b. Granul 60/80 (kecil)
ℎ
𝑇𝑔 𝛽 =
𝑟
3,5 𝑐𝑚
𝑇𝑔 𝛽 =
6,55
Tan-1 (0,53) = 27,92o
2. Kecepatan alir
a. Granul 20/40
Berat granul = 100 gram
Waktu alir = 10 detik
Kecepatan alir = 100 gram/10 detik = 10 gram/detik
b. Granul 60/80
Berat granul = 100 gram
Waktu alir = 9 detik
Kecepatan alir = 100 gram/9 detik = 11 gram/detik
3. Uji pengetapan
a. Granul 20/40
𝑉0 − 𝑉𝑡
𝑇% = × 100%
𝑉0
100 − 90
𝑇% = × 100% = 10%
100
b. Granul 60/80
𝑉0 − 𝑉𝑡
𝑇% = × 100%
𝑉0
11
12
100 − 85
𝑇% = × 100% = 15%
100
4. Daya Kompresibilitas
a. Granul 20/40
𝑟𝑘 − 𝑟𝑜
𝐶= × 100%
𝑟𝑘
𝑀 𝑀
𝑟𝑘 = 𝑟𝑜 =
𝑉𝑘 𝑉𝑜
100 100
𝑟𝑘 = = 1,11 𝑟𝑜 = =1
90 100
1,11 − 1
𝐶= × 100% = 9,90%
1,11
b. Granul 60/80
𝑟𝑘 − 𝑟𝑜
𝐶= × 100%
𝑟𝑘
𝑀 𝑀
𝑟𝑘 = 𝑟𝑜 =
𝑉𝑘 𝑉𝑜
100 100
𝑟𝑘 = = 1,17 𝑟𝑜 = =1
85 100
1,17 − 1
𝐶= × 100% = 14,52%
1,17
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran
partikel pada fluiditas granul. Menurut (Candra, 2008) semakin kecil ukuran
partikel maka akan mempercepat waktu alirnya sehingga sudut diam yang
terbentuk akan semakin besar . Waktu alir merupakan parameter sifat alir
atau fluiditas granul yang sangat berpengaruh pada proses pencetakan
menjadi tablet. Waktu alir semakin cepat menunjukkan sifat alir yang
semakin cepat menujukkan sifat alir yang sangat baik (Fitriani, et al,2010).
Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel pada fluiditas granul
dilakukan 4 macam uji yaitu dengan mengamati sudut diam, kecepatan alir,
pengetapan dan kompresibilitas dari granul tersebut. Pada percobaan kali
ini, ukuran granul yang digunakan adalah granul besar dan granul kecil.
Hasil yang didapatkan untuk pengukuran sudut diam granul besar dan kecil
masing-masing adalah 30.96o dan 27.92o . Hasil yang didapatkan untuk
pengukuran kecepatan alir untuk granul besar dan granul kecil masing-
masing adalah 10 gram/detik dan 11 gram/ detik. Hasil yang didapatkan
untuk pengukuran uji pengetapan granul besar dan granul kecil masing-
masing adalah 10% dan 15%. Hasil yang didapatkan untuk pengukuran daya
kompresibilitas untuk granul besar dan granul kecil masing-masing adalah
9.90% dan 14.52%.
Pada uji sudut diam granul besar dan granul kecil sesuai dengan teori
yang dinyatakan oleh (victoria et al, 2018) yaitu bila sudut diam yang
terbentuk kurang dari atau sama dengan 30o maka sediaan dapat mengalir
bebas dan bila sudut yang terbentuk lebih dari 40 o menyatakan bahwa
sediaan memiliki daya alir yang kurang. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
pada granul besar dan granul kecil memiliki sudut diam dan waktu alir yang
baik, tetapi pada granul kecil waktu alirnya lebih baik daripada granul besar
karena nilai sudut diamnya lebih kecil dari nilai sudut diam granul besar.
Pada hasil uji pengetapatan granul besar dan granul kecil sesuai dengan teori
yang disampaikan oleh (Chandra et al, 2012) yaitu bentuk, kerapatan dan
ukuran granul akan berpengaruh dengan uji pengetapan. Granul yang
memiliki sifat alir baik adalah granul yang memiliki nilai indeks <20%.
Kecepatan alir granul besar sebesar 10gram/detik dan kecepatan alir granul
kecil sebesar 11gram/detik. Kecepatan alir granul besar lebih cepat dari
granul kecil dikarenakan bahan pengikat atau konsentrasi gelatin yang
digunakan lebih sedikit. Hal itu membuat granul lebih kering dan ringan
(Fadhilah,2019). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa hasil uji
pengetapan pada granul besar memiliki sifat alir yang baik. Pada hasil uji
daya kompresibilitas granul besar dan granul kecil sesuai dengan teori yang
dinyatakan oleh (Aris et al, 2019) yaitu uji kompresibilitas yang memenuhi
syarat adalah ketika menunjukkan persen indeks kompresibilitas dari
seluruh formula yaitu <20%, hasil uji daya kompresibilitas granul besar
sebesar 9.90% dan uji daya kompresibilitas granul kecil sebesar 14.52%.
Uji daya kompresibilitas pada granul besar lebih baik dari granul kecil,
13
karena kerapatan bulk pada granul besar lebih kecil. Semakin kecil
kerapatan bulk yang diperoleh maka akan semakin baik daya
kompresibilitasnya (Aris et al, 2019).
14
BAB V
KESIMPULAN
Pada hasil praktikum menunjukan bahwa kecepatan alir granul besar lebih
cepat dari granul kecil dikarenakan bahan pengikat atau konsentrasi gelatin yang
digunakan lebih sedikit.. Hasil uji pengetapan pada granul besar memiliki sifat alir
yang lebih baik . Uji daya kompresibilitas pada granul besar lebih baik dari granul
kecil, karena kerapatan bulk pada granul besar lebih kecil.
15
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A, K., & Febriani, A, K. 2019. Uji Kompresibilitas Granul Pati Singkong
Dengan Metode Granulasi Basah. Vol. 1(1).7-11. Journal of Pharmacy
Ansel, H. C., 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. Alih Bahasa
Ibrahim, F. UI Press: Jakarta; Hlm. 204, 259, 261
Aulton, M. E., 2002, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design Second
Edition 530, ELBS Fonded by British Govenment, 499-530.
Chandira R.M., Bhowmik D., Yadav R., Jayakar B. and Kumar K.P.S., 2012,
Formulation and Evaluation The Oral Tablets Ibuprofen, The Pharma
Inovation, 1 (9), 32–43.
Elisabeth, V., YamLeam, P,V,Y., & Suprianti, H,S. 2018. Formulasi Sediaan
Granul Dengan Bahan Pengikat Pati Kulit Pisang Goroho (Musa Acuminafe
L.) dan Pengaruhnya Pada Sifat Fisik Granul. Vol.7 (4). 1-11. Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi
Fudholi, A., 1983, Metodologi Formulasi dalam Kompresi Direct, Majalah Medika,
No 7 th. 9 Grafiti Medika Press, Jakarta, 586-593
Octtavia, M,D., Halim, A., & Indriyanti, R. 2012. Pengaruh Besar Ikuran Partikel
Terhadap Sifat-Sifat Tablet Mertonidazol. Vol. 4(2). Jurnal Farmasi Higea
16
17
Soemarie, Y,B., Sa’adah, H., Fatimah, N., & Ningsih, T, M. 2017. Uji Mutu Fisik
Granul Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocinum americanum L.) Dengan
Variasi Konsentrasi Explotab. Vol. 3(1). 64-71. Jurnal Ilmiah Manuntung
18
DAFTAR ISI
A. Teori ...................................................................................................... 4
B. Deskripsi bahan praktikum ................................................................... 6
BAB V KESIMPULAN................................................................................. 13
ii2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat dengan kempa
cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaannya rata
atau cembung, mengandung satu jenis obat, lebih atau tanpa bahan
tambahan. Formulasi obat terdiri dari zat aktif yaitu senyawa yang memiliki
khasiat sebagi obat. Semua komponen selain zat aktif, dalam formulasi
tablet disebut basis atau eksipien (Depkes RI, 1995).
Bahan pengikat adalah eksipien yang digunakan dalam formulasi
sediaan tablet yang memberikan gaya kohesif yang cukup pada serbuk antar
partikel eksipien sehingga membentuk struktur tablet yang kompak dan kuat
setelah pencetakan. Bahan pengikat tidak boleh menghalangi disintegrasi
tablet maupun pelepasan zat aktif untuk diabsorbsi. Bahan ini dapat
ditambahkan dalam bentuk kering, pasta (mucilago), cairan atau larutan
(Anwar, 2012).
Granulasi basah merupakan proses penambahan cairan pada suatu
serbuk atau campuran serbuk alam suatu wadah yang dilengkapi dengan
pengadukan yang akan menghasilkan granul (Siregar, 2008). Granul
merupakan gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil dengan bentuk
tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar (Ansel,
2008).
Tahapan yang harus dilalui dalam granulasi basah adalah
pengeringan. Proses pengeringan dipusatkan pada lapisan tipis cairan di
permukaan bahan yang dikeringkan (Lachman, dkk, 2008).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh kadar bahan
pengikat pada migrasi obat selama pengeringan granul.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Pengeringan meliputi operasi pemindahan panas maupun massa.
Panas harus dipindahkan kepada bahan yang akan dikeringkan untun
memasok panas laten yang diperlukan untuk penguapan dari lembap.
Perpindahan massa dilibatkan dalam difusi air melalui bahan ke permukaan,
dalam penguapan air berikutnya dari permukaan, dan dalam difusi dari uap
resultan ke dalam aliran udara yang lewat. Proses pengeringan dapat lebih
mudah dimengerti jika perhatian dipusatkan pada lapisan tipis cairan di
permukaan bahan yang dikeringkan. (Lachman, dkk, 1989)
Pada saat pengeringan granul terjadi perpindahan massa dan
perpindahan panas secara bersamaan. Perpindahan massa berupa
perpindahan air dari dalam granul ke permukaan granul dan menguapnya
air dari permukaan granul mengikut aliran udara. Apabila ada bahan obat
atau zat warna yang larut da;am granul maka pada saat difusi akan ikut
bersama dengan perpindahan air ke permukaan dan pada saat migrasi akan
ikut bersama perpindahan air dari satu granul ke granul yang lain. (Lachman,
et al. 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses mograsi menurut
Jarowski, 1990 adalah :
1. Ukuran partikel bahan pengisi
2. Kekentalan bahan pengikat
3. Cara pengiringan
4
5
besar dari pada yang migrasinya kecil. hal ini juga terjadi meskipun granul
yang sudah kering dihancurkan dulu sebelum ditablet (Jarowski, 1990).
Untuk mengungkapkan besar migrasi dinyatakan dengan harga
koefisien migrasi yang dapat ditentukan dengan rumus :
Koefisien migrasi = Jumlah (Dj — jL) / jumlah lapis
(Lj − Lj1)
(𝐷𝑗 − 𝑗1) =
∑𝑛𝑗=1 𝐿𝑗
𝑁
Keterangan =
Nama Laktosa
Sinonim Laktosa, saccharum lactis
Pemerian Berupa serbuk atau massa hablur,
keras, putih atau
putih krem. Tidak berbau dan sedikit
rasa manis
Kelarutan Mudah larut dalam air dan lebih
mudah larut dalam
air mendidih, sangat sukar larut
dalam etanol, tidak larut dalam
kloroform dan eter
Rumus Kimia C12H22O11
Higroskopik Stabil di udara, tetapi mudah
menyerap bau dan tidak
terpengaruh dengan kelembapan
suhu ruangan
Kegunaan Sebagai bahan pengisi
7
Nama Gelatinum
Pemerian Lembaran, kepingan, serbuk atau
butiran, tidak berwarna atau
kekuningan pucat, baud an rasa lemah
Kelarutan Jika direndam dalam air
mengembang dan menjadi lunak,
berangsur-angsur menyerap air 5
sampai 10 kali bobotnya, larut dalam
air panas dan jika didinginkan
terbentuk gudir, praktis tidak larut
dalam etanol (95%), dalam kloroform
dan dalam eter, larut dalam campuran
gliserol dan air, jika dipanaskan lebih
mudah larut, larut dalam asam asetat.
Kegunaan Zat tambahan
BAB III
METODE PRAKTIKUM
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan
1. Perhitungan migrasi
a. Formula 1
𝐿𝑗 − 𝐿𝑗𝑖
𝐷𝑗 − 𝐷𝑗𝑖 =
2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡/4
1. Perhitungan jumlah bobot
Berat granul 1 = 20,66
Berat granul 2 = 20,62
Berat granul 3 = 20,58
Berat granul 4 = 20,27 +
Jumlah bobot = 82,13
2. Perhitungan migrasi
- Berat granul 1-2 = 0,04
0,04
𝐷𝑗 − 𝐷𝑗𝑖 = = 0,0009
82, 13
2× 4
9
10
b. Formula 2
𝐿𝑗 − 𝐿𝑗𝑖
𝐷𝑗 − 𝐷𝑗𝑖 =
2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡/4
1. Perhitungan jumlah bobot
Berat granul 1 = 20,97
Berat granul 2 = 20,64
Berat granul 3 = 20,37
Berat granul 4 = 18,93 +
Jumlah bobot = 80,91
2. Perhitungan Lj-Lji
- Berat granul 1-2 = 0,33
0,33
𝐷𝑗 − 𝐷𝑗𝑖 = = 0,0081
80, 91
2× 4
1,44
𝐷𝑗 − 𝐷𝑗𝑖 = = 0,0355
80, 91
2× 4
2. Koefisien migrasi
𝐷𝑗 − 𝐷𝑗𝑖
𝐶=
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛
a. Formula 1
0,0291
𝐶= = 0,0072
4
b. Formula 2
0,1576
𝐶= = 0,0394
4
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar
bahan pengikat pada migrasi obat selama pengeringan granul. Faktor yang
mempengaruhi proses migrasi adalah ukuran partikel bahan pengisi,
kekentalan bahan pengikat dan cara pengeringan (Jarowski,1982). Pada
percobaan ini gelatin digunakan sebagai bahan pengikat. Bahan pengikat
adalah eksipien dalam formula tablet yang memberikan gaya kohesif antar
partikel sehingga membentuk struktur yang kompak dan kuat (Anwar,2012).
Pada percobaan ini, kadar gelatin yang digunakan adalah 5% dan
15%. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Agus et al, 2007) menyatakan
bahwa semakin meningkat kadar gelatin sebagai bahan pengikat maka
migrasi pada granul semakin kecil dan semakin besar ukuran granul maka
migrasi akan semakin besar. Pada penelitian yang dilakukan (Dwi, et al,
2007) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar pengikat, maka harga
koefisien semakin kecil atau proses migrasi yang terjadi semakin kecil.
Pada hasil perhitungan migrasi Formula I gelatin 5% dan Formula II
gelatin 15% masing-masing adalah 0.0291 dan 0.1576. Pada hasil
perhitungan koefisien migrasi Formula I gelatin 5% dan Formula II gelatin
15% masing-masing adalah 0.0072 dan 0.0394. Pada hasil percobaan yang
12
dilakukan, tidak sesuai dengan pernyataan Agus, et al, 2007 dan Dwi, et
al,2007, hal ini dikarenakan pada proses pemanasan suhu tidak tetap 60 oC
karena oven seringkali dibuka dan ditutup dan cara peletakan cawan yang
tidak sesuai sehingga panas yang diberikan pada setiap cawan tidak sama
sehingga mengakibatkan migrasi obat terganggu dan kandungan lembab
pada granul masing sangat tinggi.
BAB V
KESIMPULAN
Pada hasil percobaan yang dilakukan, tidak sesuai dengan teori yang ada,
hal ini dikarenakan pada proses pemanasan suhu tidak tetap 60 oC karena oven
seringkali dibuka dan ditutup dan cara peletakan cawan yang tidak sesuai sehingga
panas yang diberikan pada setiap cawan tidak sama sehingga mengakibatkan
migrasi obat terganggu dan kandungan lembab pada granul masing sangat tinggi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Aulton, M. E., 2002, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design Second
Edition 530, ELBS Fonded by British Govenment, 499-530.
Endah, D., & Fudholi, A. 2007. Pengaruh Kadar Bahan Pengikat Musilago Gummi
Arabici dan Ukuran Granul Basah Terhadap Migrasi Obat selama Proses
Pengeringan. Vol. 3(3). 136-143. Jurnal Farmasi Indonesia
Jaworski, B.J., & Kohli, A.K., 1993. “Market Orientation : Antecedents and
Consequences”, Journal of Marketing.
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Lachman L., H. Liebermen, and J. Kanig, L., 1989, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Terjemahan: Siti Suyatmi, Jilid II Edisi 3, UI Press: Jakarta,
74- 75
Lachman L., Herbert, A. L, & Joseph , L, K., 2008 Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi III, 1119-1120, Penerbit Unversitas Indonesia , Jakarta.
Pratiwi,R,D., Murrukmihadi, M.,& Aisiyah,S. 2017. Pengarug Gelatin Sebagai
Bahan Pengikat Terhadap Sifat Fisik tablet Kunyah Kelopak Bunga Rosella
(Hibiscus Sabdariffa L.) Dengan Granulasi Basah. Vol.14(1). Pharmacy
14
Jawaban Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan migrasi?
Jawab : Migrasi merupakan suatu fenomena yang dapat terjadi selama
pengeringan yang dihasilka dari pergerakan cairan yang larut dalam
granulasi basah.
2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
migrasi!
Jawab : suhu pengeringan, ukuran partikel bahan pengisi, kekentalan bahan
pengikat dan cara pengeringan
15
DAFTAR ISI
A. Teori ................................................................................................................... 5
B. Formulasi.......................................................................................................... 10
C. Prosedur Kerja.................................................................................................. 10
B. Pembahasan ...................................................................................................... 12
BAB V KESIMPULAN............................................................................................. 14
ii2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pencampuran merupakan salah satu proses yang penting dan
sering dijumpai pada sebuah industri. Pada proses pencampuran ini sebagian
besar produk dihasilkan. Bahan baku dapat diolah dan dicampurkan dengan
bahan-bahan lainnya. Mesin yang digunakan dalam proses pencampuran ini
adalah Mixer, alat ini dapat disebut sebagai mesin pengolahan. Mixing
merupakan tahap awal/dasar dalam kebanyakan urutan proses di Indusri
farmasi. Pencampuran diperlukan untuk menghasilkan distribusi dua atau lebih
bahan sehomogen mungkin. Proses utama pencampuran adalah penyisipan
antar partikel jenis yang satu di antara partikel jenis yang lain (atau beberapa
jenis bahan lain). Tingkat pencampuran umumnya tergantung dari lama waktu
pencampuran. Namun, pencampuran yang lama tidak menjamin dicapainya
homogenitas ideal, karena proses pencampuran dan pemisahan akan saling
bersaing mendominasi. Ukuran, bentuk, dan distribusi ukuran partikel serta
konsentrasi dan sifat alirannya sangat mempengaruhi efek pencampuran.
Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel penting karena sangat
menentukan besarnya gaya gravitasi dan inersial yang dapat menyebabkan
gerakan relatif antar partikel terhadap gaya permukaan yang menahan gerakan
tersebut (Sulaiman, 2009).
Proses pencampuran termasuk kedalam proses yang diperlukan dalam
pembuatan sediaan obat. Untuk memperoleh efek pencampuran yang optimal,
pertukaran tempat dari partikel per satuan waktu serta gerakan tiga
dimensionalnya merupakan faktor yang sangat menentukan. Pada prinsipnya
bahan yang dicampurkan harus mengalami tiga jenis gerakan (gerakan
konvensi, difusi dan geseran) dimana pada jenis-jenis pencampur tertentu hal
tersebut tidak selamnaya terjadi. Proses pencampuran berlangsung melalui
distribusi bahan secara kontinyu yang diakhiri dengan proses penyatuan
3
4
kembali. Efek pencampuran yang baik juga dapat dicapai dengan cara
sentrifugasi dan cara pusingan serta melalui peniupan udara kencang (Voigt,
1995).
Sifat fisika padatan akan mempengaruhi karakteristik pencampuran.
Pengaruh signifikan dari bentuk partikel, misalnya akan mempengaruhi
karakteristik aliran massa partikel. Partikel berbentuk licin, bundar dan sferis
cenderung mengalir lebih cepat dari bentuk partikel yang tidak teratur dan kasar.
Cara dan sifat aliran padatan dalam proses pencampuran akan mempengaruhi
baik kecepatan maupun derajat pencampuran. Ukuran partikel penting juga,
sering terjadi jika padatan dicampur maka partikel dalam campuran berada
dalam suatu rentang distribusi ukuran dan tidak berada dalam satu bentuk
ukuran. Rentang distribusi ukuran partikel sangat mempengaruhi perilaku
massa padatan. Pemisahan partake akibat pengaruh ukuran relatif terjadi
apabila massa padatan dalam rentang ukuran tertentu bergerak. Bobot jenis
partikel dapat sangat bervariasi, akan tetapi pengaruhnya tidak terlalu signifikn.
Hanya saja jika massa partikel dengan bobot jenis yang sangat berbeda
dicampur, maka besar kemungkinan akan terjadi pemisahan seperti halnya
mencampur partikel dengan ukuran yang sangat berbeda. Kerapuhan partikel
terkait dengn mudahnya partikel pecah. Partikel yang mudah pecah atau
membentuk debu dinamakan friable (rapuh). Kerapuhan dapat sangat
mengganggu dalam campuran padatan karena akan meningkatkan rentang
ukuran partikel. Peningkatan jumlah partikel halus cenderung mendorong
terjadinya pemisahan (Agoes, 2012).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini untuk mengetahui salah satu teknik mencampur
serbuk dan mengamati homogenitasnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Pencampuran adalah salah satu operasi farmasi yang paling umum. Sulit
untuk menemukan produk farmasi dimana pencampuran tidak dilakukan pada
tahap pengolahan. Pencampuran dapat didefinisikan sebagai proses di mana
dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah atau kasar
diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel dari salah satu bahan
terletak sedekat mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain. Proses ini
melibatkan pencampuran gas, cairan atau padatan dalam setiap kombinasi dan
rasio dua atau lebih komponen yang mungkin.(Madinah,2008). Tujuan
pencampuran adalah sebagai berikut :
1. Untuk memastikan bahwa ada keragaman bentuk antara bahan tercampur
yang dapat ditentukan dengan mengambil sampel dari bagian terbesar bahan
danmenganalisisnya, yang harus mewakili komposisi dari keseluruhan
campuran.
2. Untuk memulai atau meningkatkan reaksi fisika atau kimia seperti difusi,
disolusi,dan lain-lain.(Bhatt & Agrawal, 2007)
Metode pencampuran bahan pengahancur dan pelicin yang digunakan
dalamformulasi akan menentukan tablet kempa yang dihasilkan. Gambaran
kemungkinan tabletyang dihasilkan pada proses cetak tablet dapat dilihat
melalui tahan karakterisasi granulyang dihasilkan. Karakterisasi dapat
dilakukan melalui evaluasi terhadap granul yangmeliputi uji kadar air,
kecepatan alir dan sudut istirahat, penentuan bobot jenis, danporositas. Dari
hasil evaluasi ini dapat ditentukan karakter granul yang dihasilkan sekaligus
dapat memperkirakan karakter fisik tablet yang dihasilkan (Eirene, 2010).
Mencampur Serbuk terjadi apabila dua atau lebih bahan akan dicampurkan
untukmembentuk suatu campuran serbuk yang rata, maka yang paling baik
menghaluskan partikel masing-masing bahan sebelum ditimbang dan digerus.
Tergantung pada sifat ramuan, jumlah serbuk yang akan diolah dan alat yang
5
6
tersedia. Serbuk dapat diolah dengan memakai spatula, dengan cara triturasi,
dengan cara mengayak, mengguling-gulingkan (tumbling) atau dengan mikser
secara mekanik (Howard, 2005).
1. Campuran Positif Jenis campuran ini terbentuk ketika dua atau lebih gas atau
cairan misibel dicampur bersama-sama melalui proses difusi. Dalam hal ini
tidak diperlukan energi, cukup hanya dengan memberikan waktu untuk
pembentukan larutan. Jenis bahan ini tidak memberikan masalah dalam
pencampuran (Bhatt & Agrawal, 2007).
2. Campuran Negatif Campuran jenis ini terbentuk ketika padatan tidak terlarut
dicampur dengan pembawa untuk membentuk suspensi atau ketika dua
cairan tidak saling larut yang dicampur untuk membentuk emulsi.
Pencampuran ini lebih sulit disiapkan dan memerlukan tingkat pencampuran
yang lebih tinggi dengan kekuatan eksternal karena ada kecenderungan
7
komponen campuran ini terpisah kecuali jika terus diaduk (Bhatt & Agrawal,
2007).
3. Campuran Netral Banyak produk farmasi seperti pasta, salep, dan serbuk
tercampur adalah contoh campuran netral. Produk tersebut statis dan
komponennya tidak memiliki kecenderungan bercampur secara spontan
tetapi sekali tercampur, mereka tidak akan terpisah dengan mudah (Bhatt &
Agrawal, 2007).
Dalam semua jenis campuran, pencampuran dicapai dengan menerapkan satu
atau lebih dari mekanisme berikut:
B. Formulasi
1. R/ Granulatum simplek merah ............................ 50 gram
2. R/ Granulatum simplek biru ................................ 50 gram
C. Prosedur Kerja
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan
1. Hasil pengambilan cuplikan
5 menit 10 menit 15 menit
1,38 g 1,14 g 1,14 g
1,18 g 1,09 g 1,49 g
1,17 g 1,12 g 1,29 g
1,03 g 1,39 g 1,31 g
1,66 g 1,48 g 1,47 g
c. CV15
𝑆𝐷
𝐶𝑉 = × 100%
𝑋
0,143
𝐶𝑉 = × 100% = 10,67%
1,34
11
12
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui salah satu teknik
mencampur serbuk dan mengamati homogenitasnya. Pencampuran adalah
proses dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah atau belum
tercampur diperlakukan sehingga tiap partikel dari suatu bahan terletak sedekat
mungkin dan kontak dengan komponen lain (Noval, 2021). Percampuran kali
ini merupakan percampuran antara partikel padat yaitu antara granul simplex
merah dan granul simplex biru dengan menggunakan mikser. Pada pengamatan
homogenitas campuran menggunakan parameter koefisien variasi (CV).
Koefisien variasi adalah perbandingan antara simpangan standar dan harga atau
nilai rata-rata yang dinyatakan dalam persentase, yang berguna untuk
mengamat data atau sebaran data dari rata-rata hitungannya.
Lama percampuran granul simplex merah dan granul simplex biru
adalah 5,10 dan 15 menit. Hasil perhitungan pada waktu 5,10 dan 15 menit
percampuran granul didapatkan masing-masing sebesar 19%, 14.30% dan
10.67%. Dari hasil yang didapatkan sesuai dengan teori (Alvira, 2015) yang
menyatakan jika koefisien variasi semakin kecil, maka percampuran semakin
homogen (seragam), sedangkan jika koefisien variasinya semakin besar,
percampuran semakin heterogen (tidak seragam).
13
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil yang didapatkan sesuai dengan teori (Alvira, 2015) yang menyatakan
jika koefisien variasi semakin kecil, maka percampuran semakin homogen (seragam),
sedangkan jika koefisien variasinya semakin besar, percampuran semakin heterogen
(tidak seragam).
14
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2012. Sediaan Farmasi Padat. Bandung : Penerbit ITB.
Aulton, M. E., 2002, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design Second
Edition 530, ELBS Fonded by British Govenment, 499-530
Banker, G.S. dan Anderson, N.R. 1994.Tablet In the Theory and Practice ofIndustrial
Pharmacy, Ed III. Diterjemahkan Oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press
Bolhuis, G.K.,Ler, C.F.,Zijlstra, h.T., and De Boer, A.H., 1975, Film Formation by
Magnesium Stearat During Mizing and Its Effect On Tabletting, J. Phorm,
Weekblad, 110-115, 317-325.
Departemen Kesehatan Republic Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, edisi ketiga.
Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan
Departemen kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta : Badan
Pengawas Obat dan Makanan
Lachman, L., Liebermann, H.A. dan J.I. Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press
Sulaiman, T.N.S. 2007. Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet. Yogyakarta:UGM
press.
Voight.R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM press.
15
Jawaban Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud pencampuran dan faktor apa saja yang mempengaruhinya?
2. Sebutkan dan jelaskan parameter dalam pengamatan homogenitas campuran!
Jawab:
1. Pencampuran adalah peristiwa menyebarnya bahan-bahan secara acak,
dimana bahan yang satu menyebar ke dalam bahan yang lain demikian pula
sebaliknya, sedang bahan-bahan itu sebelumnya terpisah dalam keadaan
dua fase atau lebih yang akhirnya membentuk hasil yang lebih seragam
(homogen). Faktor yang mempengaruhinya adalah aliran, ukuran partikel,
kelarutan, viskositas campuran, jenis bahan yang dicampur, urutan
pencampuran, suhu dan tekanan, bahan tambahan pada pencampuran.
2. Pengamatan homogenitas campuran dapat dilakukan dengan menggunakan
Parameter Coefficient of Variation (CV). Kadar zat aktif suatu campuran
dikatakan homogen bila CV kadar zat aktifnya lebih kecil dari 5 %.
16
DAFTAR ISI
A. Teori ................................................................................................................... 4
B. Formulasi............................................................................................................ 9
C. Prosedur Kerja.................................................................................................... 9
B. Pembahasan ...................................................................................................... 11
BAB V KESIMPULAN............................................................................................. 12
ii
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan untuk pemakaian dalam dan untuk pemakaian luar (Farmakope
Indonesia V). Penggerusan merupakan salah satu langkah penting dalam
teknologi farmasi. Penggerusan adalah proses pengurangan ukuran partikel atau
butiran dari zat padat yang selanjutnya akan mempengaruhi luas permukaan,
tingkat homogenitas dan juga tingkat kerja optimal dari zat aktif. Jika ditambah
dengan zat lain pun, maka pencampuran yang merata dan homogen akan mudah
tercapai. Peningkatan luas permukaan dan homogenitas zat aktif inilah yang
akhirnya akan menentukan kerja optimal suatu obat (Lachman, 1988; Voight,
1995).
Adapun segregasi merupakan proses dehomogenisasi atau pemisahan
komponen penyusun dari suatu campuran yang terjadi akibat adanya vibrasi
atau getaran. Vibrasi adalah gerakan bolak balik dalam suatu interval waktu
tertentu yang disebabkan oleh gaya. Getaran timbul akibat transfer gaya siklik
melalui elemen-elemen mesin yang ada, dimana elemen-elemen tersebut saling
beraksi satu sama lain dan energi didesipasi melalui struktur dalam bentuk
getaran. Kerusakan serta deformasi akan merubah karakteristik dinamik sistem
dan cenderung meningkatkan energi getaran (Anurg Isnanda 2017).
Apabila dua atau lebih bahan akan dicampurkan untuk membentuk
suatu campuran serbuk yang rata, maka yang paling baik menghaluskan partikel
masing-masing bahan sebelum ditimbang dan digerus. Tergantung pada sifat
formula, jumlah serbuk yang diolah, dan alat yang tersedia. Serbuk dapat diolah
dengan diayak, digerus, atau dengan mixer secara mekanik (Ansel, 2008).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini untuk mengetahui terjadinya segregasi campuran
homogen serbuk sebagai akibat adanya vibrasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Pencampuran adalah salah satu operasi farmasi yang paling umum. Sulit
untuk menemukan produk farmasi dimana pencampuran tidak dilakukan pada
tahap pengolahan. Pencampuran dapat didefinisikan sebagai proses di mana
dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah atau kasar
diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel dari salah satu bahan
terletak sedekat mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain. Proses ini
melibatkan pencampuran gas, cairan atau padatan dalam setiap kombinasi dan
rasio dua atau lebih komponen yang mungkin.(Madinah,2008). Tujuan
pencampuran adalah sebagai berikut :
1. Untuk memastikan bahwa ada keragaman bentuk antara bahan tercampur
yang dapat ditentukan dengan mengambil sampel dari bagian terbesar bahan
danmenganalisisnya, yang harus mewakili komposisi dari keseluruhan
campuran.
2. Untuk memulai atau meningkatkan reaksi fisika atau kimia seperti difusi,
disolusi,dan lain-lain.(Bhatt & Agrawal, 2007)
Metode pencampuran bahan pengahancur dan pelicin yang digunakan
dalamformulasi akan menentukan tablet kempa yang dihasilkan. Gambaran
kemungkinan tabletyang dihasilkan pada proses cetak tablet dapat dilihat
melalui tahan karakterisasi granulyang dihasilkan. Karakterisasi dapat
dilakukan melalui evaluasi terhadap granul yangmeliputi uji kadar air,
kecepatan alir dan sudut istirahat, penentuan bobot jenis, danporositas. Dari
hasil evaluasi ini dapat ditentukan karakter granul yang dihasilkan sekaligus
dapat memperkirakan karakter fisik tablet yang dihasilkan (Eirene, 2010).
Mencampur Serbuk terjadi apabila dua atau lebih bahan akan dicampurkan
untukmembentuk suatu campuran serbuk yang rata, maka yang paling baik
menghaluskan partikel masing-masing bahan sebelum ditimbang dan digerus.
Tergantung pada sifat ramuan, jumlah serbuk yang akan diolah dan alat yang
4
5
tersedia. Serbuk dapat diolah dengan memakai spatula, dengan cara triturasi,
dengan cara mengayak, mengguling-gulingkan (tumbling) atau dengan mikser
secara mekanik (Howard, 2005).
1. Campuran Positif Jenis campuran ini terbentuk ketika dua atau lebih gas atau
cairan misibel dicampur bersama-sama melalui proses difusi. Dalam hal ini
tidak diperlukan energi, cukup hanya dengan memberikan waktu untuk
pembentukan larutan. Jenis bahan ini tidak memberikan masalah dalam
pencampuran (Bhatt & Agrawal, 2007).
2. Campuran Negatif Campuran jenis ini terbentuk ketika padatan tidak terlarut
dicampur dengan pembawa untuk membentuk suspensi atau ketika dua
cairan tidak saling larut yang dicampur untuk membentuk emulsi.
Pencampuran ini lebih sulit disiapkan dan memerlukan tingkat pencampuran
yang lebih tinggi dengan kekuatan eksternal karena ada kecenderungan
6
komponen campuran ini terpisah kecuali jika terus diaduk (Bhatt & Agrawal,
2007).
3. Campuran Netral Banyak produk farmasi seperti pasta, salep, dan serbuk
tercampur adalah contoh campuran netral. Produk tersebut statis dan
komponennya tidak memiliki kecenderungan bercampur secara spontan
tetapi sekali tercampur, mereka tidak akan terpisah dengan mudah (Bhatt &
Agrawal, 2007).
Dalam semua jenis campuran, pencampuran dicapai dengan menerapkan satu
atau lebih dari mekanisme berikut:
B. Formulasi
1. R/ Granulatum simplek merah ............................ 50 gram
2. R/ Granulatum simplek biru ................................ 50 gram
C. Prosedur Kerja
Pasang matris (die) tablet, dan tutup lobang matris (die) dengan
paraffin padat
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan
1. Hasil pengambilan cuplikan
5 menit 10 menit 15 menit
0,30 g 0,31 g 0,32 g
0,30 g 0,30 g 0,27 g
0,24 g 0,36 g 0,31 g
0,34 g 0,35 g 0,25 g
0,32 g 0,40 g 0,45 g
0,037
𝐶𝑉 = × 100% = 12,33%
0,3
b. CV10
0,040
𝐶𝑉 = × 100% = 11,62%
0,344
c. CV15
0,078
𝐶𝑉 = × 100% = 24,37%
0,32
10
11
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya segregasi
campuran homogen serbuk sebagai akibat adanya vibrasi. Segregasi adalah
proses dehomogenisasi atau pemisahan komponen penyusun dari suatu
campuran, yang disebabkan oleh vibrasi (getaran), bobot jenis, ukuran dan
bentuk partikel. Semakin besar perbedaan tersebut maka tingkat segregasi akan
semakin meningkat.
Lama proses segregasi granul simplex merah dan granul simplex biru
adalah 5,10 dan 15 menit. Hasil perhitungan pada waktu 5,10 dan 15 menit
segregasi granul didapatkan masing-masing sebesar 12.33%, 11.62% dan
24.37%, sehingga grafik yang didapatkan meningkat. Pada menit ke 10 terjadi
penurunan CV (%) vibrasi, hal ini diduga karena granul pada menit 5 yang akan
menuju ke menit 10 kurang homogen, sehingga terjadilah penurunan CV(%)
yang artinya pada menit ke 10 granul sudah mulai homogen (Alena et al, 2009).
Pada menit ke 15 adanya peningkatan CV (%) yang mana hal ini sesuai dengan
teori percobaan yang dilakukan oleh (Alena et al, 2009) yaitu lama waktu
vibrasi yang terjadi akan membuat segregasi semakin meningkat.
BAB V
KESIMPULAN
Hasil yang didapatkan pada praktikum kali ini adalah semakin lama
granul diberi vibrasi semakin mengalami segregasi hal ini sesuai dengan teori
percobaan yang dilakukan oleh (Alena et al, 2009) yaitu lama waktu vibrasi
yang terjadi akan membuat segregasi semakin meningkat.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi ed.IV. Jakarta: UI Press.
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378,535,612. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
Lachman L., Voight., 1995 Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III, 1119-1120,
Penerbit Unversitas Indonesia , Jakarta.
Rashati, A., & Fauziah,A. 2017. Pengaruh Vibrasi Konsentrasi Amilum Zea mays(L)
Sebagai Bahan Penghancur Secara Granulasi Basah terhadap Sifat Fisik Tablet
Paracetamol. Vol.2(1). Jurnal Ilmiah Farmasi
Sulaiman, T.N.S. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet. Yogyakarta: UGM
press.
13
Jawaban Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud segregasi?
Jawab : Segregasi adalah efek sebaliknya terhadap pencampuran, yaitu
komponen cenderung terpisah.
2. Jelaskan faktor yang berpengaruh pada terjadinya segregasi
Jawab : vibrasi atau getaran, bobot jenis, ukuran dan bentuk partikel komponen
serbuk berbeda satu dengan yang lainnya. Semakin besar perbedaanya maka
tingkat segregasi semakin meningkat
14
DAFTAR ISI
A. Teori ................................................................................................................... 5
B. Formulasi.......................................................................................................... 17
C. Prosedur Kerja.................................................................................................. 18
A. Hasil ................................................................................................................. 19
B. Pembahasan ...................................................................................................... 24
BAB V KESIMPULAN............................................................................................. 28
ii2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nama tablet berasal dari kata tabulletta lempeng pipih, papan tipis dan
dari beberapa farmakope mencantumkan tablet dengan nama kompresi atau
catak langsung sebagai petunjuk cara pembuatan. Tablet merupakan sediaan
obat padat takaran tinggi. Sediaan ini dicetak dari serbuk kering,
kristal/granulat. Biasanya menggunakan bahan pembantu pada mesin yang
sesuai dengan menggunakan tekanan tinggi. Bentuk luar tablet sangat
mempengaruhi keutuhan tablet saat transportasi dan penyimpanan (Voight,
1984).
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat lain, kecuali zat-zat pelicin
dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk halus tidak mengisi catakan tablet
dengan baik, maka dibuat granul agar mudah mengalir (free flowing) mengisi
cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (Capping) (Anief, Moh.,IMO,
1988).
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk
atau granul menggunakan cetak baja. Tablet dibuat dengan tiga cara umum
yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan kempa langsung. Tujuan granulasi
basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran atau kemampuan
kempa (Anonim,1995).
Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada
tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik,
kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel
yang diinginkan. Keuntungan granulasi kering adalah tidak diperlukan panas
dan kelembapan dalam granulasi (Anonim,1995).
Formulasi dilakukan untuk memperbaiki waktu hancur dan disolusi
tablet. Formulasi adalah proses mengkombinasikan berbagai macam bahan
tambahan (eksipien) dengan obat (zat aktif) untuk menghasilkan bentuk sediaan
akhir yang siap untuk digunakan pasien. Eksipien yang ditambahkan pada
3
4
1. Tablet kempa
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk
atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai
ukuran, bentuk, dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan.
2. Tablet cetak
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan
tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada
ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan
tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan.
3. Tablet trituat
Merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silindris,
digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan
obat.
5
6
4. Tablet hipodermik
Tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut
sempurna dalam air, umumnya dulu digunakan untuk membuat sediaan
injeksi hipodermik.
5. Tablet bukal
Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan
gusi.
6. Tablet sublingual
Tablet sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah
lidah, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
Tablet nitrogliserin merupakan salah satu obat yang mudah diserap dengan
cara ini.
7. Tablet effervescent
Tablet effervescent yang larut, dibuat dengan cara dikempa. Selain zat
aktif, tablet effervescent juga mengandung campuran asam (asam sitrat,
asam tartrat) dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan
menghasilkan karbon dioksida. Tablet harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat atau dalam kemasan tahan lembab, dan pada etiket tertera
tablet tidak untuk langsung ditelan.
8. Tablet kunyah
Tablet ini dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan
rasa enak dalam rongga mulut. Jenis tablet ini digunakan dalam formulasi
tablet untuk anak, terutama multivitamin, antasida dan antabiotik tertentu.
Tablet ini dibuat dengan cara dikempa, pada umumnya menggunakan
manitol, sorbitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi,
serta mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk
meningkatkan penampilan dan rasa.
9. Tablet lepas lambat
Tablet lepas-lambat atau tablet dengan efek diperpanjang. Tablet ini
dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka
7
waktu tertentu setelah obat diberikan Tablet Hisap (Lozenges) Tablet hisap
adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat,
umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat tablet
melarut atau hancur perlahan dalam mulut.
a. Granulasi basah
Granulasi basah adalah proses pembuatan serbuk halus menjadi granul
dengan bantuan larutan bahan pengikat. Pembuatan tablet dengan metode
Granulasi Basah digunakan untuk membuat tablet dengan zat aktif yang
mempunyai karaketerisik tidak kompaktibel, mempunyai waktu alir
(fluiditas) yang jelek, tahan panas, dan tahan lembab/pembasahan.
Granulasi basah dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat pengisi,
dan zat penghancur sampai homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat,
jika perlu ditambahkan bahan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul,
dan dikeringkan didalam lemari pengering pada suhu 40o -50oC (tidak lebih
8
dari 60OC). Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan
ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin (lubrikan)
kemudian dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Syamsuni,
2006:174). Keuntungan dari metode granulasi basah adalah sifat-sifat
mengalir lebih baik, pemadatan, pengempaan baik, distribusi zat pewarna
merata (Siregar dan Wikarsa, 2010:196).
b. Cetak langsung
Cara ini dilakukan jika jumlah zat khasiat per tabletnya cukup untuk
dicetak, mempunyai sifat alir yang baik (free-flowing), dan berbentuk
kristal yang bersifat free-flowing (Syamsuni, 2006:174). Metode ini
digunakan untuk bahan yang memiliki sifat mudah mengalir sebagaimana
juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk dikompresi dalam
mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering (Ansel,
1989:271). Kelebihan dari kempa langsung adalah hanya melibatkan
pencampuran kering, ekonomis, lebih efisien waktu dan energi,
pemrosesan tanpa memerlukan lembap dan panas, disintegran dapat
berfungsi secara optimum, permasalahan stabilitas kimia tablet kempa
langsung lebih sedikit (Siregar dan Wikarsa, 2010:237).
c. Granulasi kering
Granulasi kering dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat
pengisi, dan zat penghancur, serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan
zat pelicin hingga menjadi massa serbuk yang homogen, lalu dikempa
cetak pada tekanan tinggi, sehingga menjadi tablet besar yang tidak
berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul
dengan ukuran partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi
sesuai ukuran tablet yang diinginkan (Syamsuni, 2006:174).
Pembuatan tablet dengan granulasi kering bertujuan untuk memperoleh
granul yang dapat mengalir bebas untuk pembuatan tablet. Metode ini
dipilih apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi basah karena tidak stabil
atau peka terhadap panas dan atau lembab atau juga tidak mungkin
9
dikempa langsung menjadi tablet karena zat aktif tidak dapat mengalir
bebas, dan atau dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk kempa langsung
(Siregar dan Wikarsa, 2010:223).
Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan
pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang
dapat ditambahkan bahan pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (coloring
agent) dan bahan-bahan lainnya (Kemenkes, RI 2014: 58).
a. Zat berkhasiat
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni,
tetapi harus dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat
yang mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet
(Anief, 1994:93).
b. Bahan pengisi
Untuk mendapatkan berat yang diinginkan, terutama apabila bahan obat
dalam jumlah yang kecil. Bahan pengisi haruslah bersifat inert. Bahan-
bahan yang umum digunakan sebagai bahan pengisi antara lain laktosa,
sukrosa, manitol, sorbitol, avicel, bolus alba, dan kalsium sulfat (Lachman,
dkk., 2008: 698-701).
c. Bahan pengikat
Agar tablet tidak pecah atau retak dan dapat merekat. Zat pengikat lebih
efektif jika ditambahkan dalam larutan dibandingkan dalam bentuk kering.
Bahan pengikat yang umum meliputi Gom Akasia, gelatin, sukrosa,
povidon, metilselulosa, karboksimetilselulosa dan pasta pati terhidrolisis.
Bahan pengikat kering yang paling efektif adalah selulose mikrokristal,
yang umumnya digunakan dalam membuat tablet kempa langsung.
(Kemenkes, 2014:58)
d. Bahan pengembang
Zat penghancur yang membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Bahan
penghancur yang paling banyak digunakan adalah pati, pati dan seulosa
10
1. Binding, kerusakan pada tablet akibat massa yang akan dicetak melekat
pada dinding ruang cetakan.
2. Sticking/picking, perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah akibat
permukaan punch tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat pelicin kurang,
atau massa basah.
3. Whiskering, terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan atau
terjadi pelelehan zat aktif pada tekanan tinggi, akibatnya pada
penyimpanan dalam botol, sisi-sisi yang berlebih akan lepas dan
menghasilkan bubuk.
4. Splitting, lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian
tengah.
5. Capping, membelahnya tablet di bagian atas.
6. Mottling, terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan
tablet.
7. Crumbling, tablet menjadi retak dan rapuh.
11
a. Keseragaman ukuran
Ukuran dan bentuk tablet dapat dituliskan, dipantau dan dikontrol.
Ketebalan tablet akan tetap dari batch ke batch yang lain, ataupun dalam
satu batch hanya bila granulasi tablet atau pencampuran bubuk cukup
konsisten ukuran partikelnya serta ukuran distribusinya. Selain itu
ketebalan juga harus terkontrol,guna memudahkan pengemasan (Lachman,
dkk., 2008:648-649). Uji keseragaman ukuran dilakukan untuk mengetahui
diameter dan tebal pada tablet. Pengujian ini dilakukan pada sepuluh tablet
menggunakan alat jangka sorong. Harus ditekankan disini bahwa tekanan
yang diberikan bukan saja mempengaruhi ketebalaan tetapi juga kekerasan
tablet. Maka berbeda- bedanya ketebalan tablet lebih dipengaruhi oleh
tekanan yang diberikan (Ansel, H.C.,1989:254). Persyaratan: Kecuali
dinyatakan lain garis tengah tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang
dari 1 1/3 kali tebal tablet (Depkes RI,1979:6).
b. Keseragaman bobot
Pengujian dilakukan menggunakan alat timbangan neraca analitik.
Penggunaan neraca analitik dalam uji keseragaman bobot ini digunakan
karena merupakan alat yang kemungkinan kesalahannya sangat kecil
dibandingkan dengan timbangan manual. Disamping itu angka dari bobot
tablet yang dihasilkan akan muncul secara otomatis, dengan itu dapat
meminimalisir kesalahan dalam melihat angka. Ditimbang 20 tablet,
kemudian dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu,
tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dikolom A dan
tidak boleh 1 tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang
ditetapkan dikolom B. Jika perlu, dapat digunakan 10 tablet dan tidak 1
tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang
12
c. Kekerasan tablet
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta tahan
atas kerenyahan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan mekanik
pada saat pembuatan, pengepakan, dan pengapalan. Selain itu tablet juga
harus dapat bertahan terhadap perlakuan berlebihan oleh konsumen.
Kekerasan tablet yang cukup serta tahan penyerbukan dan kerenyahan
merupakan persyaratan penting bagi penerimaan konsumen (Lachman,
dkk., 2008:651). Kekuatan tablet ditentukan oleh besarnya tenaga yang
diperlukan untuk memecah tablet dalam uji kompresi diametri. Untuk
melakukan uji ini, sebuah tablet diletakkan antara dua landasan, landasan
kemudian ditekan, dan kekuatan yang menghancurkan tablet dicatat.
Kekerasan kemudian diartikan sebagai kekuatan untuk menghancurkan
tablet. Alat kekerasan tablet atau biasa dikenal hardness tester yang masih
dipakai adalah alat penguji; Monsanto, Strong-Cobb, Pfizer, Erweka, dan
Schleuniger (Lachman, dkk., 2008:651). Persyaratan : Kekerasan tablet
yang baik sebesar 4-10 kg (Sulaiman, 2007).
d. Kerapuhan tablet
Untuk mengetahui keutuhan tablet karena tablet mengalami benturan
dengan dinding wadahnya. Tablet yang mudah menjadi bubuk, menyerpih
13
5. Amilum
Ciri-ciri fisik dari amilum adalah tidak berbau dan tidak berasa, halus,
berupa bubuk/serbuk putih dimana terdiri dari butiran bulat atau bulat telur
sangat kecil. Fungsi dari amilum adalah sebagai pengikat pada tablet.
Kelarutan dari amilum adalah praktis tidak larut dalam etanol (96%) dingin
dan air dingin. Amilum akan mengembang secara otomatis dalam air
dengan konsentrasi kira-kira 5-10% pada suhu 37°C. Penyimpanannya
pada wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering. Akan
membentuk warna dengan iodin (Rowe et al., 2009: 685-689).
6. Magnesium stearate
Magnesium stearate memiliki ciri-ciri fisik seperti warna putih, tidak
berasa, tidak berbau dan bentuknya serbuk halus da nada juga yang
bentuknya Kristal disebabkan adanya kemurnian tinggi dari proses isolasi.
Kerapatan (bulk) 0,159 g/cm3 dengan titik leleh sebesar 117°-150°C.
Magnesium Stearate praktis tidak larut dalam etanol 95%, eter, dan air,
sedikit larut dalam benzene panas dan etanol panas 95%. Konsentrasi
magnesium stearate dalam pemakaian sediaan tablet antara 0,25% dan 5%
b/b. Magnesium stearate bersifat stabil dan sebaiknya disimpan dalam
wadah yang tertutup baim ditempat yang sejuk dan kering. Magnesium
stearate tidak bisa digunakan untuk pembuatan produk yang berisi aspirin,
beberapa vitamin dan kebanyakan garam alkaloid (Rowe et al., 2002: 354-
356).
7. Talk
Talk dilihat dari segi fisiknya berwarna putih atau putih kelabu, tidak
berasa, tidak berbau, dan bentuknya hablur yang sangat halus. Fungsi talk
sebagai bahan antilengket, diluen tablet dan kapsul. Konsentrasi talk dalam
pemakaian sediaan tablet sebesar 1-10%. Talk praktis tidak larut dalam
pelarut asam, basa, organic, dan air. Talk bersifat stabil dan bisa
disterilisasi dengan pemanasan pada 160°C selama tidak kurang dari 1 jam,
juga dapat disterilisasi oleh sterilisasi gas etilen oksida atau radiasi sinar
16
B. Formulasi
1. Tablet Parasetamol
R/ Parasetamol 500 mg
Amilum pro tablet 50 mg
Sol. Gelatin 10% qs
Amilum kering 30 mg
Talk 5 mg
Sls 10 mg
Mg-stearat 5 mg
2. Tablet vitamin C
R/ Vitamin C 500 mg
Amilum pro tablet 50 mg
Talk 20 mg
17
18
Mg-stearat 20 mg
PVP K30 10 mg
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Tablet Parasetamol
19
20
10
= × 376 𝑚𝑔 = 37,6 𝑚𝑔
100
1) Batas atas
2) Batas bawah
b. Tablet parasetamol
Penyimpangan bobot rata-rata
Tablet ke- Berat tablet
A (7,5%) B (15%)
1 180 mg Lolos Lolos
2 190 mg Tidak lolos Lolos
3 190 mg Tidak lolos Lolos
4 180 mg Lolos Lolos
5 160 mg Lolos Lolos
6 170 mg Lolos Lolos
7 160 mg Lolos Lolos
8 170 mg Lolos Lolos
9 170 mg Lolos Lolos
10 160 mg Lolos Lolos
11 180 mg Lolos Lolos
12 160 mg Lolos Lolos
13 190 mg Tidak lolos Lolos
14 190 mg Tidak lolos Lolos
15 170 mg Lolos Lolos
16 170 mg Lolos Lolos
17 160 mg Lolos Lolos
18 160 mg Lolos Lolos
19 170 mg Lolos Lolos
20 170 mg Lolos Lolos
Bobot rata-rata 172,5 mg
22
7,5
= × 172,5 mg = 12,9375 𝑚𝑔
100
1) Batas atas
2) Batas bawah
b. Kolom B (15%)
15
= × 172,5 mg = 25,875 𝑚𝑔
100
1) Batas atas
2) Batas bawah
2. Kekerasan (3 tablet)
a. Tablet vitamin C
Tablet Kekerasan tablet
1 3,5 kg/cm2
2 6,5 kg/cm2
3 4 kg/cm2
Kekerasan rata-rata = 4,667 kg/cm2
b. Tablet parasetamol
Tablet Kekerasan tablet
1 1,5 kg/cm2
2 2,5 kg/cm2
3 1,5 kg/cm2
Kekerasan rata-rata = 1,83 kg/cm2
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan tentang pembuatan tablet dan control sifat fisik tablet. Tablet
adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk pipih
dan sirkuler, serta mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan. Zat tambahan yang biasa digunakan dapat berfungsi sebagai zat
pengisi, penghancur, pengikat, zat pembasah atau zat lain yang cocok (FI III
hal 16).
Saat tablet sudah terbentuk, wajib dilakukan uji evaluasi tablet. Uji evaluasi
tablet dilakukan agar tablet yang dicetak memenuhi persayaratan standar tablet.
Uji evaluasi tablet yang dilakukan terdiri dari uji keseragaman bobot,
kerapuhan, kekerasan, dan waktu hancur.
tidak lolos hal ini tidak sesuai teori dimana tidak boleh satu pun tablet pada
kolom B yang mengalami penyimpangan.
Hasil uji kekerasan tablet vitamin C adalah 4.667kg/cm 2. Hal ini sesuai teori
menurut (Noval et al, 2021) yaitu persyaratan uji kekerasan tablet yang
dibenarkan adalah 4-8kg/cm2. Sedangkan hasil uji kerapuhan tablet vitamin C
adalah 12.59%, hal ini tidak sesuai dengan teori menurut (Lachman et al, 1994)
yaitu tablet dikatakan baik apabila kerapuhannya tidak lebih dari 0.8%. Hasil
uji kekerasan tablet paracetamol adalah dan 1.83 kg/cm2. Hal ini tidak dengan
sesuai teori menurut (Noval et al, 2021), kecilnya hasil uji kekerasan pada tablet
dapat menggambarkan tidak kuat dan tidak tahannya tablet dari benturan atau
tekanan saat proses produksi hingga distribusi obat (Fauzan H.A, 2019).
Kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih dapat diterima diterima asalkan
kerapuhannya tidak melebihi batas yang diterapkan (Yos et al,2012). Pada hasil
26
uji kerapuhan tablet paracetamol adalah 22.09%, hal ini tidak sesuai dengan
teori menurut (Lachman et al, 1994), karena tingginya hasil uji kerapuhan tablet
dapat mempengaruhi konsentrasi atau kadar zat aktif yang terdapat pada tablet
(Yos et al,2012).
vitamin C memenuhi persyaratan dan pada uji waktu hancur juga memenuhi
persyaratan namun waktu hancur vitamin C lebih lama dari waktu hancur
parasetamol hal ini sesuai dengan teori dimana semakin besar kandungan bahan
pelincir maka akan mempengaruhi waktu hancur dan uji disolusi.
27
BAB V
KESIMPULAN
Hasil pada praktikum pembuatan tablet dan uji kontrol fisik tablet pada tablet
vitamin C dan tablet parasetamol untuk uji keseragaman bobot tidak memenuhi
persyaratan. Pada uji kekerasan tablet hanya vitamin C yang memenuhi syarat dalam
kekerasan tablet. Pada uji kerapuhan tablet parasetamol dan vitamin C tidak memenuhi
persyaratan, tetapi hanya pada uji waktu hancur saja keduanya memenuhi persyaratan.
Pada perbandingan bahan penghancur kombinasi amilum kering 20 mg dan amilum
pro tablet 50 mg sebagai bahan penghancur lebih efektif dari pada hanya amilum pro
tablet 50 mg saja. Pada perbandingan bahan pelincir yang lebih baik adalah mg
stearate-talk dengan kandungan 20 mg karena dari hasil uji waktu hancur vitamin C
lebih lama dari waktu hancur parasetamol hal ini sesuai dengan teori dimana semakin
besar kandungan bahan pelincir maka akan mempengaruhi waktu hancur dan uji
disolusi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1988. Ilmu Meracik Obat, teori dan praktek. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anas. 2008. Obat-obatan Tablet Yang Perlu Dikritisi. Tersedia di
http://jalurgaza.wordpress.com/ (diakses tanggal 6 April 2013)
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 822, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah : F. Ibrahim. Edisi
ke-4. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Aulton, M. E., 1988, Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, Churchill
Livingstone Inc, New York.
Banne,Y. Selfie,P,J., Ulaen., & Lombeng,F. 2012. Uji Kekerasan, Keregasan, dan
Waktu Hancur Beberapa Tablet Ranitidin. Vol.3(2). Jurnal Ilmiah Farmasi
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Departemen
Kesehatan. Jakarta.
Kibbe, A. H., 2000, Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Third Edition, 160, 276-
278, 324, Pharmaceutical Press London, United Kingdom and American
Pharmaceutical Association, Washington, D.C.
29
30
Lachman, L., A. L. Herbert, & L. K. Joseph. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Diterjemahkan oleh: Siti Suyatmi. Universitas Indonesis Press. Jakarta.
Nawangsari,D. 2019. Pengaruh Bahan Pengisi terhadap Massa Cetak Tablet Vitamin
C. Vol.11(2). Viva Medika
Noval. 2021. Formulasi dan Teknologi Sediaan Solida. Hal. 99-105. Penerbit Mitra
Cendikia Media
Octavia,M,D.,Yuliana, & Halim,A. 2011. Pengaruh Bahan Pelincir terhadap Sifat-
Sifat tablet Paracetamol Sistem Dispersi Padat dengan PEG 6000. Vol.1(2).
Jurnal Farmasi Higea.
Parrot, EL. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental pharmaceutics Third
Edition. Burges Publishing Company. USA.
Rashati, A., & Fauziah,A. 2017. Pengaruh Vibrasi Konsentrasi Amilum Zea mays(L)
Sebagai Bahan Penghancur Secara Granulasi Basah terhadap Sifat Fisik Tablet
Paracetamol. Vol.2(1). Jurnal Ilmiah Farmasi
Riawati. 2013. Formulasi Tablet Kunyah Attapulgit dengan Variasi Konsentrasi
Bahan Pengikat PVP Menggunakan Metode Granulasi Basah. Pontianak :
Universitas Tanjung Pontianak
Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Suhery,W,N., Fernando, A., & Giovani,B. 2016. Comparison of Wet Granulation and
Direct Compression Methods on Physical Properties and Disintegration Time of
Orally Disintegrating Tablet of Piroxicam. Vol. 2(2). 138-144. Jurnal Sains
Farmasi
31
32
33
bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dikolom A dan
tidak boleh 1 tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang
ditetapkan dikolom B. Jika perlu, dapat digunakan 10 tablet dan tidak 1
tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang
ditetapkan kolom A dan B. Persyaratan penyimpangan bobot tablet
(Depkes RI, 1979:7) :
c. Kekerasan tablet
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta tahan
atas kerenyahan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan mekanik
pada saat pembuatan, pengepakan, dan pengapalan. Selain itu tablet juga
harus dapat bertahan terhadap perlakuan berlebihan oleh konsumen.
Kekerasan tablet yang cukup serta tahan penyerbukan dan kerenyahan
merupakan persyaratan penting bagi penerimaan konsumen (Lachman,
dkk., 2008:651). Kekuatan tablet ditentukan oleh besarnya tenaga yang
diperlukan untuk memecah tablet dalam uji kompresi diametri. Untuk
melakukan uji ini, sebuah tablet diletakkan antara dua landasan, landasan
kemudian ditekan, dan kekuatan yang menghancurkan tablet dicatat.
Kekerasan kemudian diartikan sebagai kekuatan untuk menghancurkan
tablet. Alat kekerasan tablet atau biasa dikenal hardness tester yang masih
dipakai adalah alat penguji; Monsanto, Strong-Cobb, Pfizer, Erweka, dan
34
Percobaan 10
Percobaan 12
A. Teori ................................................................................................................... 5
B. Formulasi............................................................................................................ 9
C. Prosedur Kerja.................................................................................................. 10
A. Hasil ................................................................................................................. 11
B. Pembahasan ...................................................................................................... 13
BAB V KESIMPULAN............................................................................................. 16
ii2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tablet salut gula adalah tablet kempa yang disalut dengan beberapa
lapisan tipis berturut-turut dengan larutan sukrosa dengan atau tanpa pewarna.
Penyalut ini berguna karena dapat melindungi bahan obat dengan berperan
sebagai penghalang terhadap kelembaban dan udara, untuk bahan obat yang
rasa dan baunya tidak enak dan memperbaiki penampilan tablet. Salut dapat
bervariasi dalam ketebalan dan warna dari tambahan bahan-bahan celupan ke
salut gula (Martindale, 1989).
Proses penyalutan menggunakan panci farmasetik berdasarkan proses
yang digunakan dalam industri permen, yang tekniknya berkembang pesat,
bahkan di abad pertengahan. Sekarang ini, kebanyakan panci penyalut dibuat
dari baja tahan karat, sedangkan dulu panci dibuat dari tembaga karena
pengeringan dilakukan dengan sumber panas dari luar panci. Pada penyalutan
dengan panci konvensional tablet yang disalut harus dikerimngkan
menggunakan suplai udara yang panas. Semetara itu, kelembapan dan debu dari
sekitar panci penghilangan dengan cara ekstraksi sistem udara (Siregar,2008).
Tablet salut gula merupakan tablet kempa yang disalut dengan beberapa
lapis gula baik berwarna maupun tidak. Agar dapat menahan bantingan selama
proses penyalutan tablet inti harus memiliki resistensi dan kekerasan yang
cukup di dalam panci penyalut yang berputar terus menerus selama proses
berlangsung. Kekerasan yang cukup juga akan berperanan memperlambat
penyalutan pada waktu yang dilakukan penyalutan dan sebaiknya permukaan
tablet berbentuk. Bentuk tablet inti yang ideal untuk disalut yaitu: sferis, elip,
bikonvek bulat atau bikonvekoval. Tinggi antara permukaan tablet sedapat
mungkin agak rendah (Ansel, 1989).
Tablet-tablet yang akan disalut harus memiliki sifat fisik tertentu yang
sesuai. Dalam proses penyalutan, tablet-tablet bergulir di dalam panci atau
berhamburan dalam aliran udara dari suatu penyalut suspensi udara ketika
3
4
proses penyalutan berlangsung. Agar mampu menahan sesama tablet atau harus
tablet dengan dinding panci, maka tablet tahan terhadap abrasi dan gumpil.
Permukaan tablet yang rapuh, yang lunak oleh pemanasan, atau yang rusak oleh
campuran penyalut, cenderung menjadi kasar pada tahap awal penyalutan dan
tidak cocok untuk disalut dengan lapisan tipis. Bahan penyalut yang
membentuk lapisan tipis ke seluruh permukaan yang terpapar, sehingga
permukaan yang tidak sempurna akan disalut dan tidak akan dibuang. Mutu dari
penyalutan lapisan tipis yang melekat pada tablet biasanya lebih banyak
tergantung pada mutu tablet awal yang dipakai dalam proses, daripada waktu
yang dibutuhkan dalam penyalutan gula. Penyalutan gula mengandung banyak
zat padat, sehingga lebih lambat mengering dan dapat mengisi banyak cacat
kecil di permukaan tablet yang dapat terjadi pada tahap awal proses penyalutan
selain permukaan yang halus, maka bentuk fisik tablet juga sangat penting.
Bentuk ideal tablet yang akan disalut adalah bulat, yang mendukung tablet
tersebut bebas di dalam panci penyalut, dengan kotak sekecil mungkin sesama
tablet. (Augsburger & Hoag, 2008).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan Praktikum ini untuk memberi pengetahuan dan keterampilan
teknik pembuatan tablet salut gula.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Tablet adalah suatu sediaan padat baik yang mengandung maupun tidak
mengandung bahan- bahan tambahan seperti lubricant, disintegrant, diluents
atau zat pengisi, dan zat-zat tambahanyang lainnya. Ada beberapa macam tablet
berdasarkan proses pengerjaannya, yaitu : Tablet dengan proses granulasi basah
(Wet Granulation ), Tablet dengan proses granulasi kering (Dry Granulation),
dan juga dengan Direct Compress ( Kempa Langsung ). Seluruh macam tablet
tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Dan juga memiliki syarat-syarat
tersendiri dalam pembuatannya. (Siregar,2008).
Proses penyalutan menggunakan panci farmasetik didasarkan pada
proses yang digunakan dalam industri permen, yang tekniknya berkembang
pesat, bahkan dalam abad pertengahan. Dewasa ini, kebanyakan panci penyalut
dibuat dari baja tahan karat, sedangkan dulu panci dibuat daritembaga karena
pengeringan dilakukan dengan sumber panas dariluar panci. Pada penyalutan
dengan panci konvensional tablet yang disalut harus dikeringkan menggunakan
suplai udara yang dipanaskan. Semetara itu, kelembapan dan debu dari sekitar
panci dihilangkan dengan cara system ekstraksi udara.(Martindale,1989).
Tablet salut gula adalah tablet kempa yang disalut dengan beberapa
lapisan tipis berturut-turut dengan larutan sukrosa dengan atau tanpa pewarna.
Penyalut ini berguna karena dapat melindungi bahan obat dengan berperan
sebagai barrier terhadap kelembaban dan udara, menutupi bahan obat yang rasa
dan baunya tidak enak dan memperbaiki penampilan tablet. Salut dapat
bervariasi dalam ketebalan dan warna dari tambahan bahan-bahan celupan ke
salut gula (King,1984).
Perbedaannya dengan salut gula adalah tablet salut gula merupakan
tablet kempa yang disalut dengan beberapa lapis lapisan gula baik berwarna
maupun tidak. Supaya dapat menahan bantingan selama proses penyalutan
5
6
tablet inti harus memiliki resistensi dan kekerasan yang cukup di dalam panci
penyalut yang berputar terus menerus selama proses berlangsung. Kekerasan
yang cukup juga akan berperanan memperlambat penyalut pada waktu
dilakukan penyalutan dan sebaiknya permukaan tablet berbentuk. Bentuk tablet
inti yang ideal untuk disalut ialah: sferis, elip, bikonvek bulat atau bikonvekoval.
Tinggi antara permukaan tablet sedapat mungkin agak rendah (Ansel,1989).
Tablet-tablet yang akan disalut harus mempunyai sifat fisik tertentu
yang sesuai. Dalam proses penyalutan, tablet-tablet bergulir di dalam panci atau
berhamburan dalam aliran udara dari suatu penyalut suspensi udara ketika
proses penyalutan berlangsung. Agar mampu menahan benturan sesama tablet
atau benturan tablet dengan dinding panci, maka tablet harus tahan terhadap
abrasidan gumpil. Permukaan tablet yang rapuh, yang lunak oleh pemanasan,
atau yang rusak oleh campuran penyalut, cenderung menjadi kasar pada tahap
awal proses penyalutan dan tidak cocok untuk disalut dengan lapisan tipis.
Bahan penyalut yang membentuk lapisan tipis melekat keseluruh permukaan
yang terpapar, sehingga permukaan yang tidak sempurna akan disalut dan tidak
dibuang. Mutu dari penyalut lapisan tipis yang melekat pada tablet cetak
biasanya lebih banyak tergantung pada mutu tablet awal yang dipakai dalam
proses, daripada waktu yang dibutuhkan dalam penyalutan gula.
Penyalutan gula mengandung banyak zat padat, sehingga lebih lambat
mengering dan dapat mengisi banyak cacat kecil di permukaan tablet yang
dapat terjadi pada tahap awal proses penyalutan selain permukaan yang halus,
maka bentuk fisik tablet juga sangat penting. Bentuk ideal tablet yang akan
disalut adalah bulat, yang memungkinkan tablet tersebut bergulir bebas didalam
panci penyalut, dengan kotak sekecil mungkin sesama tablet (Augsburger &
Hoag,2008).
Proses penyalutan tablet terbagi atas beberapa tahap yaitu: protective,
gum syrup, built up syrup, smoothing syrup, colouring syrup, dan polishing.
Lapisan penutup merupakan tahap pemberian lapisan pelindung agar air dari
larutan berikutnya tidak masuk ke dalam tablet inti. Lapisan elastis merupakan
7
lapisan dasar dari salut gula yang bertujuan untuk melapisi gum syrup agar
tablet tidak retak selama proses atau selama penyimpanan. Built up syrup
merupakan proses pemberian lapisan sebenarnya dari salut gula, sedangkan
smoothing syrup bertujuan untuk membuat permukaan tablet licin sehingga zat
warna dapat melapisi tablet secara merata. Colouring bertujuan untuk
memberikan warna pada permukaan tablet dan polishing merupakan proses
pengkilatan permukaan tablet sehingga menjadi mengkilat (Asmarini, 2007).
kepingan, atau potongan dan berbentuk serbuk kasar sampai halus yang
berwarna kuning lemah/ coklat terang. Warnanya bervariasi tergantung
ukuran partikel. Larutan gelatin berbau seperti kaldu. Gelatin stabil di udara
jika kering dan tetapi mudah terurai oleh mikroba jika lembab dalam bentuk
larutan (Annonim,1995)
4. Aquadest
Aquadest merupakan air hasil dari destilasi atau penyulingan, dapat
disebut juga air murni (H2O). karena H2O hampir tidak mengandung
mineral. Sedangkan air mineral merupakan pelarut yang universal. Air
tersebut mudah menyerap atau melarutkan berbagai partikel yang
ditemuinya dan dengan mudah menjadi terkontaminasi. Dalam siklusnya di
dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik,
logam berat dan mikroorganisme (Santosa, 2008).
5. Tablet glyseril guaicolat
Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia gliseril guaikolat adalah
sebagai berikut :
Sinonim : Guaifenesin
Rumus molekul : C10H14O4
Berat molekul : 198,22
Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai agak kelabu, bau khas
lemah, rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform, dan
dalam propilen glikol; agak sukar larut dalam gliserin
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Panci penyalut
b. Penghisap debu
c. Peniup udara
d. Motor pemutar panci penyalut
e. Sprayer
f. Timbangan
g. Alat-alat gelas
2. Bahan
a. Tablet GG
b. Gula
c. PGA
d. Aquadest
e. Gelatin
B. Formulasi
1. R/ Tablet GG ...................................................... 20 tablet
2. Subcoating
R/ Gula .............................................................. 400 gram
P.g.a ................................................................ 20 gram
Gelatin .............................................................. 8 gram
Aquadest........................................................... 300 ml
3. Smoothing
R/ Gula .............................................................. 100 gram
Aquadest............................................................. 50 ml
9
10
C. Prosedur Kerja
11
12
a. Kolom A (7,5%)
7,5
= × 224,5 𝑚𝑔 = 16,83 𝑚𝑔
100
1) Batas atas
2) Batas bawah
1) Batas atas
3. Kerapuhan
a. Tablet GG
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑢𝑗𝑖
= × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
2,30 − 2
= × 100% = 13,04%
2,30
4. Waktu hancur
Waktu hancur tablet GG adalah 6 menit 25 detik
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan tentang pembuatan tablet salut gula. Tablet salut adalah tablet
yang disalut dengan zat penyalut yang cocok pada tablet tersebut
(Anonim,1979). Pada tablet salut gula zat penyalut yang digunakan adalah
larutan gula yang memiliki warna ataupun tidak. Penyalutan tablet salut gula
bertujuan untuk menutupi rasa dan bau tidak enak, memperindah bentuk,
memperlama kerja obat dalam saluran cerna, mempermudah identifikasi, dan
melindungi zat berkhasiat terhadap pengaruh luar dan benturan mekanik. Tahap
– tahap pembuatan tablet salut gula terdiri dari sealing, subcoating, smoothing,
coloring, finishing dan polishing. Setelah melewati proses pembuatan tablet
salut maka akan dilakukan uji evaluasi tablet untuk mengetahui apakah tablet
yang dibuat sudah memenuhi persayaratan standar tablet salut. Uji evaluasi
tablet yang dilakukan terdiri dari uji keseragaman bobot, kerapuhan, kekerasan,
dan waktu hancur.
Hasil uji keseragaman bobot tablet salut gula memiliki penyimpangan
bobot tablet sebesar 7,5% pada kolom A dan 15% pada kolom B karena bobot
rata-rata tablet salut gula adalah 224.5 mg. Pada uji ini pada kolom A semua
tablet lolos pada kolom A dan B yang menunjukan bahwa tablet salut gula
memenuhi persyaratan keseragaman bobot. Hasil uji keseragaman bobot tablet
salut gula dengan menentukan nilai CV sebesar 4.45%, sedangkan syarat uji
14
16
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta,
UI Press.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 822, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Augsburger L. L., & Hoag, S. W., 2008. Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets
(Third Edition), Volume 1: Unit Operations and Mechanical Properties. New
York: Informa Healthcare USA
Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, 551, 713.
Jakarta.
Kibbe, A. H., 2006, Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Edition, 214- 216,
Phamaceutical Press London, United Kingdom dan American Pharmaceutical
Association, Washington, D. C.
Santosa, B. A., et.al. "Characteristics of extrudate from four varieties of corn with
aquadest addition." Indonesian Journal of Agriculture 1.2 (2008): 85-94.
Siregar .Charles, 2008, Tekhnologi Farmasi Sediaan Tablet ,EGC ,Jakarta.
Siregar, C.J.P, 2010, Teknologi Sediaan Tablet: Dasar-dasar Praktis, 162, Jakarta,
Buku Kedokteran EGC.
17
18
19
DAFTAR ISI
A. Teori ................................................................................................................... 5
B. Formulasi.......................................................................................................... 10
C. Prosedur Kerja.................................................................................................. 10
B. Pembahasan ...................................................................................................... 16
BAB V KESIMPULAN............................................................................................. 19
ii2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Absorbsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular di pengaruhi
oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorbsi serta sifat-sifat fisika-
kimia produk obat. Umumnya produk obat mengalami absorbsi sistemik
melalui suatu suatu rangkaian proses, meliputi disintegrasi produk obat yang
diikuti pelepasan obat, disolusi obat dalam media aqueous, dan absorbsi
melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik. Dalam ketiga proses tersebut,
kecepatan obat mencapai sirkulasi ditentukan oleh tahapan yang paling lambat
dalam rangkaian yang disebut tahap penentu kecepatan (Shargel & Kanfer,
2005).
Salah satu parameter uji yang digunakan untuk pengujian sediaan tablet
adalah dilakukan uji disolusi. Uji ini dilakukan untuk menentukan kesesuaian
dengan persyaratan disolusi dalam masing-masing monografi untuk sediaan
tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah.
Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila
dinyatakan lain dalam monografi (Depkes RI, 1979).
Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu hancur,
kekerasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar belum dapat menjamin
bahwa suatu obat memenuhi efek terapi. Karena itu uji disolusi harus dilakukan
pada setiap produksi tablet. Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang
penting sebagai parameter dalam pengembangan mutu sediaan obat yang
didasarkan pada pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dan
sediaannya. Uji disolusi digunakan untuk uji bioavaibilitas secara in vitro,
karena hasil uji disolusi berhubungan dengan ketersediaan hayati obat dalam
tubuh (Banakar, 1992). Uji disolusi bertujuan untuk memprediksi korelasi
bioavaibilitas in vivo dari produk obat. Uji disolusi penting sebagai petunjuk
untuk pengembangan formulasi dan produk obat, kontrol kualitas selama proses
3
4
5
6
hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan
dalam natrium hidroksida 1 N, dan mudah larut dalam etanol (Anonim,
1995). Khasiat dan penggunaan sebagai analgetik antipiretik (Anonim,
1979).
2. Vitamin C
Asam askorbat atau Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air,
penting bagi kesehatan manusia. Memberikan perlindungan antioksidan
plasma lipid dan diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh termasuk
(leukosit, fagositosis dan kemotaksis), penekanan replikasi virus dan
produksi interferon (Mitmesser et al., 2016)
3. Saccharum lactis
Laktosa atau saccharum lactis sebagai pemerian berupa serbuk atau
massa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit
manis, higroskopik, dengan kelarutan mudah larut dalam air dan lebih
mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam kloroform dan dalam eter. Kegunaan: Sebagai bahan pengisi
(Kibbe,2000)
4. Amilum pro tablet
Amilum mempunyai berbagai macam fungsi dalam pembuatan tablet
yaitu sebagai bahan pengisi, bahan pengikat dan bahan penghancur.
Amilum mempunyai dua kandungan utama yaitu amilosa dan amilopektin.
Amprotab dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam tablet
parasetamol. Amprotab adalah amilum pro tablet, yaitu merupakan suatu
amilum yang dikhususkan untuk penggunaan dalam pembuatan tablet.
Pemeriannya berupa serbuk sangat halus, putih. Kelarutannya praktis tidak
larut dalam air dingin dan etanol (Anonim, 1979).
5. Amilum
Ciri-ciri fisik dari amilum adalah tidak berbau dan tidak berasa, halus,
berupa bubuk/serbuk putih dimana terdiri dari butiran bulat atau bulat telur
sangat kecil. Fungsi dari amilum adalah sebagai pengikat pada tablet.
8
Kelarutan dari amilum adalah praktis tidak larut dalam etanol (96%) dingin
dan air dingin. Amilum akan mengembang secara otomatis dalam air
dengan konsentrasi kira-kira 5-10% pada suhu 37°C. Penyimpanannya
pada wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering. Akan
membentuk warna dengan iodin (Rowe et al., 2009: 685-689).
6. Magnesium stearate
Magnesium stearate memiliki ciri-ciri fisik seperti warna putih, tidak
berasa, tidak berbau dan bentuknya serbuk halus da nada juga yang
bentuknya Kristal disebabkan adanya kemurnian tinggi dari proses isolasi.
Kerapatan (bulk) 0,159 g/cm3 dengan titik leleh sebesar 117°-150°C.
Magnesium Stearate praktis tidak larut dalam etanol 95%, eter, dan air,
sedikit larut dalam benzene panas dan etanol panas 95%. Konsentrasi
magnesium stearate dalam pemakaian sediaan tablet antara 0,25% dan 5%
b/b. Magnesium stearate bersifat stabil dan sebaiknya disimpan dalam
wadah yang tertutup baim ditempat yang sejuk dan kering. Magnesium
stearate tidak bisa digunakan untuk pembuatan produk yang berisi aspirin,
beberapa vitamin dan kebanyakan garam alkaloid (Rowe et al., 2002: 354-
356).
7. Talk
Talk dilihat dari segi fisiknya berwarna putih atau putih kelabu, tidak
berasa, tidak berbau, dan bentuknya hablur yang sangat halus. Fungsi talk
sebagai bahan antilengket, diluen tablet dan kapsul. Konsentrasi talk dalam
pemakaian sediaan tablet sebesar 1-10%. Talk praktis tidak larut dalam
pelarut asam, basa, organic, dan air. Talk bersifat stabil dan bisa
disterilisasi dengan pemanasan pada 160°C selama tidak kurang dari 1 jam,
juga dapat disterilisasi oleh sterilisasi gas etilen oksida atau radiasi sinar
gamma. Talk tidak dapat bercampur dengan senyawa ammonium kuartener
(Depkes RI, 1995:771-772; dan Rowe et al., 2002:641-642).
9
8. PVP K30
PVP K-30 merupakan salah satu bahan yang umum digunakan sebagai
bahan pengikat dalam pembuatan tablet, dimana keungulan PVP K-30
dibandingkan bahan pengikat lain yaitu dapat berfungsi sebagai pengikat
yang baik tidak hanya untuk metode granulasi basah tetapi juga untuk
granulasi kering atau kempa langsung. PVP K-30 larut sempurna dalam air
dan dapat berperan sebagai pengikat yang baik dengan bahan pengisi gula
serta menghasilkan granul dengan sifat alir yang baik. PVP K-30 telah
digunakan secara luas sebagai eksepien terutama pada sediaan tablet oral
dan larutan PVP K-30 dapat ditambahkan dalam bentuk larutan atau kering
(Riawati, 2013).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Dissolution tester
b. Alat-alat gelas
c. Motor pemutar
d. Stopwatch
e. Spektrofotometer Uv-Vis
2. Bahan
a. Tablet parasetamol
b. Tablet vitamin C
c. Media disolusi : 900 ml dapar fosfat pH 5,8
B. Formulasi
1. R/ Tablet Parasetamol .......................................... 1 tablet
2. R/ Tablet Vitamin C ............................................ 1 tablet
C. Prosedur Kerja
Sampel hasil disolusi diambil tiap selang 5, 15, 30, 45, dan 60
menit
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan
1. Vitamin C
a. Kurva baku
No. Konsentrasi (ppm) Absrobansi Diperoleh persamaan:
1 10 ppm 0,024 y = bx + a
2 30 ppm 0,131
a = -0,02325
3 50 ppm 0,230
b = 0,004985
4 70 ppm 0,314
r = 0,9989
5 90 ppm 0,431
b. Absorbansi
Waktu Absorbansi
(Menit) I II Rata – rata
5 0,004 0,006 0,005
15 0,006 0,007 0,0065
30 0,007 0,009 0,008
45 0,015 0,016 0,0155
60 0,012 0,012 0,012
c. Konsentrasi
Waktu
Perhitungan konsentrasi Konsentrasi
(Menit)
5 y = bx + a 5,667 ppm
𝑦−𝑎
𝑥=
𝑏
0,005−(−0,02325)
X= = 5,667 ppm
0,004985
11
12
15 y = bx + a 5,967ppm
0,0065−(−0,02325)
X= = 5,967𝑝𝑝𝑚
0,004985
30 y = bx + a 6,268 ppm
0,008−(−0,02325)
X= = 6,268 𝑝𝑝𝑚
0,004985
45 y = bx + a 7,071 ppm
0,012−(−0,02325)
X= = 7,071 𝑝𝑝𝑚
0,004985
60 y = bx + a 7,773 ppm
0,0155−(−0,02325)
X= = 7,773 𝑝𝑝𝑚
0,004985
Waktu Konsentrasi
Perhitungan konsentrasi
(Menit) (%)
5 5,667 ppm 1,13%
= × 100% = 1,13%
500 mg
15 5,967ppm 1,19%
= × 100% = 1,19%
500 mg
6,268 ppm
30 = × 100% = 1,25% 1,25%
500 mg
2. Parasetamol
a. Kurva baku
Kurva baku parasetamol (Adhuri et al., 2017)
No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi Diperoleh persamaan:
1 7 ppm 0,149 y = bx + a
2 14 ppm 0,441 a = -0,0121
3 20 ppm 0,614
b = 0,0303
4 40 ppm 1,233
r = 0,9983
5 60 ppm 1,780
14
b. Absorbansi
Waktu Absorbansi
(Menit) I II Rata – rata
5 0,006 0,006 0,006
15 0,011 0,011 0,011
30 0,002 0,004 0,003
45 0,002 0,004 0,003
60 0,001 0,001 0,001
c. Konsentrasi
Waktu
Perhitungan konsentrasi Konsentrasi
(Menit)
5 y = bx + a 0,597 ppm
𝑦−𝑎
𝑥=
𝑏
0,006−(−0,0121)
X= = 0,597 ppm
0,0303
15 y = bx + a 0,762 ppm
0,011−(−0,0121)
X = = 0,762 ppm
0,0303
30 y = bx + a 0,498 ppm
0,003−(−0,0121)
X= = 0,498 ppm
0,0303
45 y = bx + a 0,498 ppm
0,003−(−0,0121)
X= = 0,498 ppm
0,0303
60 y = bx + a 0,432 ppm
0,001−(−0,0121)
X= = 0,432 ppm
0,0303
15
Waktu Konsentrasi
Perhitungan konsentrasi
(Menit) (%)
5 0,597 ppm 0,11%
= × 100% = 0,11%
500 mg
0,762 ppm
15 = × 100% = 0,15% 0,15%
500 mg
0,498 ppm
30 = × 100% = 0,09% 0,09%
500 mg
0,498 ppm
45 = × 100% = 0,09% 0,09%
500 mg
B. Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk memberikan pemahaman dan
keterampilan kepada mahasiswa tentang proses disolusi tablet. Disolusi adalah
proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut dan terlarut
menghasilkan suatu larutan (Siregar,2010). Uji disolusi merupakan parameter
untuk pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan suatu obat (Sari,2013).
Pada percobaan uji disolusi ini bahan yang digunakan adalah vitamin C.
Penentuan Panjang gelombang maksimum dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada serapan 200-400nm. Panjang gelombnag
maksimum pada vitamin C adalah 265 nm (Auterhoff,2002). Secara teoritis
serapan maksimum untuk parasetamol adalah 244 nm (Tulandi, dkk, 2015).
Penetapan kurva baku vitamin C dengan kadar 10, 30, 50, 70, dan 90
ppm didaptkan nilai absorbansinya berturut-turut adalah 0,024, 0,131, 0,230,
0,314, 0,431 dan diperoleh persamaan kurva baku y = 0,004985x - 0,02325
dengan nilai r = 0,9989 nilai r yang diperoleh dikatakan baik karena mendekati
1 (Sugiyono, 2007).
1,233, dan 1,780 dari data tersebut diperoleh persamaan kurva baku y = 0,0303x
– 0,0121 dengan nilai r = 0,9989 nilai r yang diperoleh dikatakan baik karena
mendekati 1 (Sugiyono, 2007).
Hasil perhitungan konsentrasi dari vitamin C dalam waktu 5,15, 30, 45,
dan 60 menit masing-masing adalah 5,667 ppm, 5,967ppm, 6,268 ppm, 7,071
ppm dan 7,773 ppm. Hasil persentase konsentrasi didapatkan pada waktu 5,15,
30, 45, dan 60 menit masing-masing adalah 1,13%, 1,19%, 1,25%, 1,41%, dan
1,55%. Dari hasil percobaan diketahui bahwa semakin lama waktu semakin
besar konsentrasi. Hal ini sesuai dengan teori yaitu lama waktu disolusi maka
konsentrasi dalam larutan akan semakin tinggi atau mengalami kenaikan
(Dewi,2009). Namun pada persentase konsentrasi tidak sesuai dengan
persyaratan menurut Farmakope Indonesia edisi V bahwa dalam waktu 45
menit zat aktif vitamin C larut tidak kurang dari 75%. Hal ini terjadi
kemungkinan karena faktor lingkungan selama percobaan, kecepatan
pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang dipakai.
Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel yang berkontak
dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh pada kelarutan zat aktif. Untuk zat
yang kelarutnya tidak tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan
mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro
penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat di sepanjang saluran
cerna, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju disolusi obat (Syukri,
2002).
dalam larutan akan semakin tinggi atau mengalami kenaikan (Dewi,2009). Pada
hasil persentase konsentrasi parasetamol tidak sesuai pada persyaratan
Farmakope Indonesia edisi IV bahwa standar tablet parasetamol tidak kurang
dari Q + 5% = 85% ; Q = 80% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM,
1995). Penurunan konsentrasi pada tablet paracetamol pada saat dilakukan uji
disolusi bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama percobaan, kecepatan
pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang dipakai.
Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel yang berkontak
dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh pada kelarutan zat aktif. Untuk zat
yang kelarutnya tidak tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan
mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro
penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat di sepanjang saluran
cerna, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju disolusi obat (Syukri,
2002).
BAB V
KESIMPULAN
Pada hasil praktikum ini pada tablet vitamin C pada pengujian disolusi sesuai
dengan teori dimana semakin lama waktu disolusi maka konsentrasi dalam larutan akan
semakin tinggi atau meningkat, tetapi untuk persyaratan konsentrasi belum memenuhi
pada standar Farmakope Indonesia edisi V. Pada pengujian disolusi parasetamol tidak
sesuai dengan teori dimana semakin lama waktu disolusi maka konsentrasi dalam
larutan akan semakin tinggi atau meningkat (Dewi, 2009) dan pada persyaratan
konsentrasi belum memenuhi persyaratan pada standar Farmakope Indonesia edisi IV.
19
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V. Jr., Popovich, N. G., and Ansel, H.C., 2005, Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Form and Drug Delivery System, Eight Edition, Lippincot Williams
and Wilkins, Philadelphia.
Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Ibrahim,
F., Edisi IV, 605-619, Jakarta, UI Press.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 822, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Banakar, U. V., 1992, Pharmaceutical Dissolution Testing, Marcel Dekker Inc., New
York, 192-194.
Dewi Astuti , Herawati and D. Andang Arif , Wibawa (2009) Pengaruh Konsentrasi
Susu Skim dan Waktu Fermentasi terhadap Hasil Pembuatan Soygurt.
Envirotek : Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 2 (1). pp. 48-58. ISSN 2085-501-
X
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Hal 143, 160, 504, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes. RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
20
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen
Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen
Kesehatan.Jakarta: Gaya Baru.
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378, 535, 612.
Jakarta.
Kibbe, A. H., 2000, Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Third Edition, 160, 276-
278, 324, Pharmaceutical Press London, United Kingdom and American
Pharmaceutical Association, Washington, D.C.
Lachman, Leon, Lieberman, Hebert, Kahig, Joseph. 1994. Teori danPraktek Farmasi
Industri. Edisi ketiga. Penerjemah Siti Suyatmi. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Riawati. 2013. Formulasi Tablet Kunyah Attapulgit dengan Variasi Konsentrasi Bahan
Pengikat PVP Menggunakan Metode Granulasi Basah. Pontianak : Universitas
Tanjung Pontianak
Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 167 – 187.
Shargel, L., dan Yu, A. B. C., 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan
diterjemahkan oleh Siti Sjamsiah, Edisi Kedua, Hal 85-99, Airlangga
University Press, Surabaya.
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta, 2007.
Tulandi, G,P., Sudewi, S., & Lolo,W,A. 2015. Validasi Metode Analisis Untuk
Penetapan Kadasr Paracetamol dalam Sediaan Tablet Secara
Spektrofotometri Ultraviolet. Vol.4(4). Pharmacon
21
22
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-efek Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Sama seperti metode dayung, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri
atas dayung dan batang seperti pengaduk. Batang dari dayung tersebut
sumbunya tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan
yang berarti. Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan
selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu
kesatuan dapat disalut dengan suatu panyalut inert yang sesuai. Sediaan
dibiarkan tenggelam kedasar wadah sebelum dayung mulai berputar.
23