Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES TEKNIK KIMIA II

PENGERINGAN

Diajukan untuk memenuhi Laporan Praktikum Proses Teknik Kimia II

Disusun oleh:
Kelompok 4 (A7)

Putri Afifah Pratiwi NIM. 180140062


Fikri Ananda Pranata NIM. 180140067
Marisa NIM. 180140125
Susi Yani NIM. 180140135
Tiara Rozah NIM. 180140141

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Pengeringan


1.2 Tanggal Praktikum : 11 Juni 2021
1.3 Kelompok Praktikum : Kelompok 4 (A7)
1.4 Pelaksana Praktikum : 1. Putri Afifah Pratiwi NIM. 180140062
2. Fikri Ananda Pranata NIM. 180140067
3. Marisa NIM. 180140125
4. Susi Yani NIM. 180140135
5. Tiara Rozah NIM. 180140141
1.5 Tujuan Praktikum : 1. Mampu menyebutkan dan menjelaskan cara
kerja dari alat pengeringan.
2. Mampu menjelaskan variabel-variabel operasi
dalam pengeringan.
3. Mampu megoperasikan alat.
4. Membuat grafik antara moisture content zat
padat dengan kecepatan pengeringan (drying
rate zat yang dikeringkan).
5. Dapat menentukan critical moisture content
pada zat padat yang dikeringkan dalam oven.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses drying secara umum dapat diartikan sebagai proses menghilangkan


sejumlah air (dalam jumlah sedikit) yang terkandung dalam suatu material.
Sedangkan evaporasi dapat diartikan sebagai proses menghilangkan sejumlah air
(dalam jumlah cukup banyak) yang terkandung dalam suatu material. Dalam
proses evaporasi, air dihilangkan dari material dalam wujud uap pada saat
material tersebut mencapai titik didihnya. Sedangkan dalam proses drying, air
biasanya dihilangkan dalam wujud uap dengan bantuan gas panas.
Udara yang memasuki pengering jarang sekali berada dalam keadaan
benarbenar kering, tetapi selalu mengandung kebasahan dan mempunyai
kelembaban relatif tertentu. Untuk udara yang mempunyai kelembaban tertentu,
kandungan kebasahan di dalam zat padat yang keluar dari pengering tidak bisa
kurang dari kebasahan keseimbangan yang berkaitan dengan kelembaban udara
masuk. Bagian air yang terdapat di dalam zat padat yang basah tidak dapat
dikeluarkan dengan udara masuk, karena udara masuk itu mengandung
kelembaban pula, yang disebut kebasahan keseimbangan (equilibrium moisture).
Jadi meskipun telah mengalami proses drying, bahan tersebut tidak dapat
sepenuhnya bebas dari kandungan air. Air yang dapat dihilangkan hanya sampai
pada batasan equilibrium moisture content.

2.1 Pengertian Pengeringan (Drying)


Pengeringan (drying) adalah suatu proses dimana terjadi perpindahan
massa dan perpindahan panas secara simultan dari suatu bahan ke lingkungannya.
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan dengan penguapan melalui penggunaan energi panas.
Kandungan air tersebut dikurangi sampai batas tertentu sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh lagi didalamnya (Winarno, 1993).
Pengeringan (drying) ini sendiri merupakan proses penghilangan sejumlah
air dari material suatu bahan tertentu. Dalam pengeringan ini, air dihilangkan
dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengeringan dengan bahan
yang akan dikeringkan. Meterial ini biasanya dikontakkan dengan udara kering
yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering.
Adapun zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam berbagai
bentuk diantaranya flake, granule, crystal, powder, slab, atau continuous sheet
dengan sifat yang berbeda satu sama lain. Zat cair yang akan diuapkan itu
mungkin terdapat pada permukaan zat padat (misalnya pengeringan kristal
garam), bisa seluruhnya terdapat didalam zat padat atau bisa juga sebagian diluar
dan sebagian didalam zat padat.

2.2 Proses Pengeringan (Drying)


Cara pemisahan air atau zat cair lain dari bahan padatan dapat dilakukan
dengan memeras zat cair tersebut secara mekanik hingga keluar airnya, dengan
pemisahan sentrifugal, atau dengan penguapan secara termal. Pemisahan zat cair
secara mekanik bertujuan untuk menurunkan kandungan air atau zat cair dari
suatu padatan sebelum mengumpankannya ke pengering panas. Kandungan zat
cair didalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan dengan bahan yang
lainnya. Bahan yang tidak mengandung zat cair/air sama sekali disebut kering
tulang. Namun pada umumnya, zat padat masih mengandung sejumlah kecil zat
cair (Krisna Riannanda, 2011).
Dari kutipan jurnal yang digunakan diakatan bahwa Selain menggunakan
pengering dengan matahari, maka salah satu alternatif lainnya adalah dengan
menggunakan pen geringan buatan (oven). Proses pengeringan menggunakan
oven memiliki keuntungan yakni suhu dan waktu pemanasan yang da pat diatur
(Alim, 2004).
Pengeringan secara tradisional umumnya membutuhkan waktu yang
sangat lama dan fluktuasi suhu yang tidak teratur sehingga dapat berpengaruh
pada bahan sedangkan apabila menggunakan alat, suhu dapat diatur dan lama
pengeringan dapat disingkat (Marwati dkk, 2017).
Dalam beberapa kasus, air dihilangkan secara mekanik dari material padat
dengan cara ditekan atau di press, sentrifugal, dan lain sebagainya. Cara ini lebih
murah dibandingkan dengan pengeringan yang menggunakan panas. Kandungan
air dari bahan yang sudah dikeringkan bervariasi bergantung dari produk yang
ingin dihasilkan. Misalnya garam kering mengandung 0.5% air, batu bara
mengandung 4% air dan produk makanan mengandung sekitar 5% air. Drying
adalah suatu istilah yang mengandung arti bahwa terdapat pengurangan kadar zat
cair dari suatu nilai awal menjadi suatu nilai akhir yang dapat diterima.
Dalam kutipan jurnal ada pengering tipe rak, waktu pengeringan sangat
ditentukan oleh rak dengan kadar air produk tertinggi. Kadar air yang tinggi pada
salah satu bagian pengering menjadi potensi bagi tumbuhnya jamur atau
mikrorganisme pathogen yang tidak diinginkan (Mujumdar, 2006).
Proses pengeringan terjadi melalui penguapan air karena perbedaan
tekanan dan potensional uap air diantara udara dengan bahan yang dikeringkan.
Penguapan kandungan air yang terdapat dalam bahan juga terjadi karena adanya
panas yang dibawa oleh media pengering itu sendiri yaitu udara. Uap air tersebut
akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara pengering. Penguapan air dari
bahan meliputi empat tahap yaitu antara lain:
1. Pelepasan ikatan dari bahan.
2. Difusi air dan uap air ke permukaan bahan.
3. Perubahan tahap menjadi uap air.
4. Perpindahan uap air ke udara.

Peristiwa yang terjadi selama proses pengeringan meliputi dua proses,


yaitu perpindahan panas dan perpindahan massa. Perpindahan panas adalah suatu
proses pemberian panas pada bahan untuk menguapkan air dari dalam bahan atau
proses perubahan bentuk cair kebentuk gas. Sedangkan perpindahan massa yaitu
pengeluaran massa uap dari permukaan bahan ke udara.

2.3 Klasifikasi Proses Pengeringan (Drying)


Menurut pengoperasiannya, pengeringan (drying) dibagi menjadi dua
proses yaitu kontinyu (berkesinambungan) dan batch. Operasi pengeringan secara
batch dalam kenyataannya merupakan operasi semibatch, dimana sejumlah bahan
yang akan dikeringkan ditebarkan dalam suatu aliran udara yang kontinyu
sehingga sebagian kandungan air diuapkan. Dalam operasi secara kontinyu bahan
yang akan dikeringkan dan udara mengalir secara kontinyu melewati suatu
peralatan. Untuk mengurangi suhu pengeringan, beberapa pengering beroperasi
dalam vakum. Beberapa pengering dapat menangani segala jenis bahan, tetapi ada
pula yang sangat terbatas dalam hal umpan yang ditanganinya.
Dalam kutipan jurnal pada pengering mekanis memiliki tiga level daya
listrik yang dapat dipilih untuk menghasilkan suhu udara pengering yang
diinginkan dari elemen pemanas (heater). Pemilihan level suhu akan
mempengaruhi seberapa lama bahan akan kering jika kecepatan aliran udara panas
sudah ditentukan (Koswara, 2013).
Pokok pengering (dryer) dibagi menjadi dua jenis yaitu pengering dimana
zat yang dikeringkan bersentuhan langsung dengan gas panas (biasanya udara)
disebut pengering adiabatik (adiabatic dryer) atau pengering langsung (direct
dryer) dan pengering dimana kalor berpindah dari zat ke medium luar, misalnya
uap yang terkondensasi, biasanya melalui permukaan logam yang bersentuhan
disebut pengering non adiabatik atau pengering tidak langsung (Mc. Cabe, 1993).

2.4 Prinsip Pengeringan


Mekanisme untuk pengeringan ini sendiri adalah bagian terpenting dalam
teknik pengeringan karena dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat
diperkirakan jumlah energi dan waktu proses optimum untuk tujuan pengawetan
dengan pengeringan dari suatu bahan. Energi yang dibutuhkan dalam pengeringan
terutama adalah berupa energi panas untuk meningkatkan suhu dan menambah
tenaga pemindahan air. Waktu proses erat kaitannya dengan laju pengeringan dan
tingkat kerusakan yang dapat dikendalikan akibat pengeringan (Afrianti, 2008).
Proses perpindahan panas yang terjadi adalah dengan cara konveksi serta
perpindahan panas secara konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah yang
relatif kecil. Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium pemanas ke bahan.
Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus
dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan
mengangkut fluida dengan cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama
proses pengeringan berlangsung.
Berbagai jenis bahan yang dikeringkan didalam peralatan komersial dan
banyaknya macam peralatan yang digunakan orang, maka tidak ada satu teori pun
mengenai pengeringan yang dapat meliputi semua jenis bahan dan peralatan yang
ada. Variasi bentuk dan ukuran bahan, keseimbangan kebasahannya (moisture),
mekanisme aliran bahan pembasah tersebut, serta metode pemberian kalor yang
diperlukan dipilih sebagai variabel dalam proses pengeringan. Prinsip-prinsip
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alat pengering antara lain:
1. Pola suhu didalam pengering
2. Perpindahan kalor didalam pengering
3. Perhitungan beban kalor
4. Satuan perpindahan kalor
5. Perpindahan massa didalam pengering
(Mc. Cabe, 1993)

2.5 Tray Dryer


Tray dryer merupakan jenis pengering langsung, batch, dan terjadi
perpindahan panas secara konveksi pada alat ini. Bahan diletakkan di wadah dan
disangga. Metode pengeringan dengan tray dryer merupakan metode pengeringan
yang sudah lama tetapi sering digunakan untuk pengeringan bahan padatan,
butiran, serbut atau granulat yang jumlahnya tidak terlalu besar. Umumnya alat ini
berbentuk persegi dan didalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat
bahan yang akan dikeringkan. Ukuran bahan tetap selama pengeringan. Kondisi
wadah adalah diam, sedangkan cara berkontak gas adalah dengan aliran sejajar
sehingga memungkinkan masuknya aliran gas kedalam ruangan antara padatan
yang dekat dengan permukaan. Tray dryer memiliki kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan dari alat ini adalah sebagai berikut:
1. Cocok untuk segala jenis bahan
2. Moisture content akhir lebih rendah
3. Cocok untuk penelitian skala laboratorium.
Selain kelebihan, kekurangan dari alat ini adalah sebagai berikut:
1. Konsumsi energi lebih tinggi
2. Loading dan off loading dikerjakan secara manual
3. Laju pengeringan (Drying cinetic).

Setiap material yang akan dikeringkan memiliki karakteristik kinetika


pengeringan yang berbeda-beda bergantung terhadap struktur internal dari
material yang akan dikeringkan. Kinetika pengeringan memperlihatkan perubahan
kandungan air yang terdapat dalam material. Parameter-parameter dalam proses
pengeringan untuk mendapatkan data kinetika pengeringan adalah sebagai
berikut:
1. Moisture Content
Moisture Content (X) menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam
material untuk tiap satuan massa padatan. Moisture Content (X) dibagi dalam 2
macam yaitu basis kering dengan notasi (X) dan basis basah dengan notasi (X’).
Moisture content basis kering (X) menunjukkan rasio antara kandungan air (kg)
dalam material terhadap berat material kering (kg). Sedangkan moisture content
basis basah (X’) menunjukkan rasio antara kandungan air (kg) dalam material
terhadap berat material basah (kg). Persamaan untuk menghitung moisture content
basis kering ditunjukkan dalam formula berikut:
- s
Xt = …………………..………………………………………..…(2.1)
s

Dimana: Xt = Mositure content basis kering


W = Berat bahan basah (kg)
Ws = Berat bahan kering (kg)
2. Drying Rate
Drying Rate menunjukkan laju penguapan air untuk tiap satuan luas dari
permukaan yang terkontak antara material dengan fluida panas. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung laju pengeringan adalah:
s dX
R= ……………..…………..……………...……………………..(2.2)
dt
Dimana: R = Laju pengeringan (kg H2O yang diuapkan/jam m2)
Ls = Berat bahan kering (kg)
A = Luas permukaan bahan (m2)
dX = Perubahan moisture content kering (kg H2O/kg bahan kering)
dt = Perubahan waktu (jam)
(Geankoplis, 1993)

Untuk mengetahui laju pengeringan, perlu diketahui waktu yang


dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu sampai kadar
air yang diinginkan pada kondisi tertentu, maka dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Drying Test
Drying test yaitu hubungan antara moisture content suatu bahan vs waktu
pengeringan pada temperatur, humidity, dan kecepatan pengeringan tetap.
Kandungan air dari suatu bahan akan menurun karena adanya pengeringan,
sedangkan kandungan air yang hilang akan semakin meningkat seiring dengan
penambahan waktu hingga pada waktu tertentu padatan mencapai keseimbangan
kadar air dan proses pengeringan pun berhenti. Untuk hubungan antara laju
pengeringan akan berjalan meningkat untuk selanjutnya menuju pada level
konstan dan menurun bahkan berhenti dikarenakan padatan telah mencapai
keseimbangan dengan air.

Gambar 2.1 Kurva kandungan air (moisture content) Xt dengan waktu


(Geankoplis, 1993)
Adapun untuk hubungan antara laju pengeringan dengan kandungan air
dapat dilihat pada kurva pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Kurva laju pengeringan (drying rate) dengan kandungan air
(moisture content).
(Geankoplis, 1993)

2.6 Ubi Jalar Ungu


Dari kutipan jurnal yang digunakan diakatan bahwa ubi jalar (Ipomoea
batatas L. Lam) merupakan sumber pangan penting di Indonesia yang berpotensial
untuk dijadikan pakan dan bahan baku industri. Sebagai komoditas pangan, ubi
jalar mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu pada posisi keempat
setelah padi, jagung, dan ubi kayu . Komoditas ubi jalar sangat layak untuk
dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan berdasarkan
kandungan nutrisi, umur yang relatif pendek, produksi tinggi, dan potensi lainnya.
Sehingga apabila ditangani secara sungguh-sungguh, ubi jalar akan menjadi
sumber devisa yang sangat potensial .
Komposisi kimia ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi penanaman,
dan musim tanam. Pada musim kemarau untuk varietas yang sama akan
menghasilkan kadar tepung yang lebih tinggi daripada musim penghujan Pada
abad ke-16 diperkirakan ubi jalar ungu pertama kali di Spanyol melalui Tahiti,
Kepulauan Guam, Fiji dan Selandia Baru.
Dalam sistematika (taksonami) tumbuhan, tanaman ubi jalar dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantea
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotylodonnae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea Batotas
(Suprapti, 2003)

Ubi jalar memiliki banyak nama latin dari setiap daerah, bahasa latin dari
ubi jalar adalah Ipomea batatos. Ubi jalar terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Papua, dan Sumatera, namun pada saat ini, baru papua
yang memanfaatkan ubi jalar ungu sebagai makanan pokok, walaupun belum
menyamai padi, jagung dan ubi kayu (singkong). Pigmen warna ungu pada ubi
ungu bermanfaat sebagai antioksidan karena dapat menyerap polusi udara, racun,
oksidasi dalam tubuh, dan menghambat pengumpulan sel-sel darah. Ubi ungu juga
mengandung serat pangan alami yang tinggi, prebiotik. Kandungan lainnya dalam
ubi jalar ungu adalah Betakaroten. Semakin pekat warna ubi jalar, maka semakin
pekat betakaroten yang ada di dalam ubi jalar. Betakaroten selain sebagai
pembentuk vitamin A, juga berperan sebagai pengendalian hormon melatonin.
Hormon ini merupakan antioksidan bagi sel dan sistem syaraf, berperan dalam
pembentuk hormon endokrin. Kurangnya melatonin akan menyebabkan gangguan
tidur dan penurunan daya ingat, dan menurunnya hormon endokrin yang dapat
menurunkan kekebalan tubuh (Suprapti, 2003)
Keunggulan ubi ungu adalah adalah zat antioksidan yang membantu tubuh
menangkal radikal bebas, selain itu, prebiotik bisa mengusir zat-zat racun
penyebab kanker (antikarsinogenik) dan melawan mikroba pengganggu (anti
mikrobial). Kabar baik lainnya, prebiotik membantu menyerap mineral serta
mengatur keseimbangan kadarnya di dalam tubuh, dengan begitu, akan terhindar
dari osteoporosis. Kandungan lain yang bermanfaat pada ubi jalar ungu adalah
fenol, yaitu senyawa kimia yang memiliki efek anti-penuaan dan kompenen
antioksidan. Ubi jalar ungu merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori
yang cukup tinggi.
Dari kutipan jurnal yang digunakan diakatan bahwa apabila dalam
penggunaan bahan bakar dikenal dengan adanya program hemat energi maka
dalam program pertanian ada diversifikasi pangan, seperti halnya dalam
penggunaan tepung terigu. Saat ini, selain tepung terigu telah dikenal pula secara
luas beberapa jenis tepung yang berasal dari umbi-umbian salah satunya adalah
yang berasal dari ubi jalar.
Ubi jalar ungu juga merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang
terkandung dalam ubi jalar antara lain Vitamin A, Vitamin C, thiamin (vitamin
B1) dan ribovlavin, sedangkan mineral dalam ubi jalar di antaranya adalah zat
besi (Fe), fosfor (P) dan kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, lemak,
serat kasar dan abu. Total kandungan antosianin bervariasi pada setiap tanaman
dan berkisar antara 20 mg/100 g sampai 600 mg/100 g berat basah. Total
kandungan antosianin ubi jalar ungu adalah 519 mg/100 g berat basah.
(Suprapti, 2003).
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

1. Menghitung Moisture Bahan dan % Moisture Content


erat a al erat khir
erat al
R = (berat M1 – berat M2) 100 %

A. Run I pada Suhu 70°C


A.1 Pada waktu 0 menit
-
Lingkaran, X =0

R =( - )

Segitiga, X = =0

R =( - )
-
Persegi panjang, X = =0

R= ( - )

A.2 Pada waktu 45 menit


-
Lingkaran, X = 0,103

R = (0,103 – 0) 100% = 10,3%


-
Segitiga, X = = 0,172

R = (0,172 – 0) 100% = 17,2%


-
Persegi panjang, X = = 0,132

R = (0,132 – 0) 100% = 13,2%


A.3 Pada waktu 50 menit
-
Lingkaran, X = 0,111

R = (0,111 – 0) 100% = 11,1%



Segitiga, X = = 0,185

R = (0,185 – 0) 100% = 18,5%


-
Persegi panjang, X = = 0,149

R = (0,149 – 0) 100% = 14,9%

A.4 Pada waktu 55 menit


-
Lingkaran, X = 0,130

R = (0,130 – 0) 100% = 13%


-
Segitiga, X = = 0,197

R = (0,197 – 0) 100% =19,7%


-
Persegi panjang, X = = 0,168

R = (0,168 – 0) 100% = 16,8%

B. Run II pada Suhu 75°C


B.1 Pada waktu 0 menit
-
Lingkaran, X =0

R = (0 – 0) 100% = 0%
-
Segitiga, X = =0

R = (0 – 0) 100% = 0%
-
Persegi panjang, X = =0

R = (0 – 0) 100% = 0%
B.2 Pada waktu 45 menit
-
Lingkaran, X = 0,098

R = (0,098 – 0) 100% = 9,8%


-
Segitiga, X = = 0,137

R = (0,137 – 0) 100% = 13,7%


-
Persegi panjang, X = = 0,114

R = (0,114 – 0) 100% = 11,4%

B.3 Pada waktu 50 menit


-
Lingkaran, X = 0,108

R = (0,108 – 0) 100% = 10,8%


-
Segitiga, X = = 0,156

R = (0,156 – 0) 100% = 15,6%


-
Persegi panjang, X = = 0,132

R = (0,132 – 0) 100% = 13,2%

B.4 Pada waktu 55 menit


-
Lingkaran, X = 0,114

R = (0,114 – 0) 100% = 11,4%


-
Segitiga, X = = 0,169

R = (0,169 – 0) 100% = 16,9%


-
Persegi panjang, X = = 0,141

R = (0,141 – 0) 100% = 14,1%


C. Run III pada Suhu 80°C
C.1 Pada waktu 0 menit
-
Lingkaran, X =0

R = (0 – 0) 100% = 0%
-
Segitiga, X = =0

R = (0 – 0) 100% = 0%
-
Persegi panjang, X = =0

R = (0 – 0) 100% = 0%

C.2 Pada waktu 45 menit


-
Lingkaran, X = 0,097

R = (0,097 – 0) 100% = 9,7%


-
Segitiga, X = = 0,176

R = (0,176 – 0) 100% = 17,6%


-
Persegi panjang, X = = 0,123

R = (0,123 – 0) 100% = 12,3%

C.3 Pada waktu 50 menit


-
Lingkaran, X = 0,108

R = (0,108 – 0) 100% = 10,8%


-
Segitiga, X = = 0,191

R = (0,191 – 0) 100% = 19,1%


-
Persegi panjang, X = = 0,144

R = (0,144 – 0) 100% = 14,4%


C.4 Pada waktu 55 menit
-
Lingkaran, X = 0,115

R = (0,115 – 0) 100% = 11,5%


-
Segitiga, X = = 0,205

R = (0,205 – 0) 100% = 20,5%


-
Persegi panjang, X = = 0,154

R = (0,154 – 0) 100% = 15,4%

2. Menghitung Luas Permukaan (A)


A. Lingkaran
Dik: d = 5cm
d
A =

( )( cm)
=

= 19,62 cm2
= 0,001962 m2

B. Segitiga Sama Sisi


Dik: a = 2,5 cm
a
A =( ) (√ )
( cm)
=( ) (√ )
= 2,706 cm2
= 0,0002706 m2

C. Persegi panjang
Dik: p = 3 cm
l = 2 cm
A =p l
= 3 cm 2 cm
= 6 cm2
= 0,0006 m2

3. Menghitung Laju Pengeringan (Drying Rate)


selisih berat tiap selang aktu
luas permukaan aktu
Atau

(t t )
A. Run I pada Suhu 70°C
A.1 Pada waktu 45 menit
( - ) gr gr
Lingkaran = = 13,93
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Segitiga = = 22,99
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Persegi panjang = = 14,8 m .min
m ( - )min

A.2 Pada waktu 50 menit


( - ) gr gr
Lingkaran = = 135,57
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Segitiga = = 221,72
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Persegi panjang = = 150
m ( - )min m .min

A.3 Pada waktu 55 menit 0,32


( - ) gr gr
Lingkaran = = 159,02
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Segitiga = = 236,51
m ( - )min m .min
( - ) gr gr
Persegi panjang = = 170
m ( - )min m .min

B. Run II pada Suhu 75°C


B.1 Pada waktu 45 menit
( - ) gr gr
Lingkaran = = 14,49
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Segitiga = = 17,24
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Persegi panjang = = 13,73
m ( - )min m .min

B.2 Pada waktu 50 menit


( - ) gr gr
Lingkaran = = 143,73
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Segitiga = = 177,38
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Persegi panjang = = 143,33
m ( - )min m .min

B.3 Pada waktu 55 menit


( - ) gr gr
Lingkaran = = 150,86
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Segitiga = = 192,16
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Persegi panjang = = 153,33
m ( - )min m .min

C. Run III pada Suhu 80°C


C.1 Pada waktu 45 menit
( - ) gr gr
Lingkaran = = 12,68 m .min
m ( - )min
( - ) gr gr
Segitiga = = 19,17
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Persegi panjang = = 13,33
m ( - )min m .min

C.2 Pada waktu 50 menit


( - ) gr gr
Lingkaran = = 127,42
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Segitiga = =192,16 m .min
m ( - )min

( - ) gr gr
Persegi panjang = = 140
m ( - )min m .min

C.3 Pada waktu 55 menit


( - ) gr gr
Lingkaran = = 135,57
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Segitiga = = 206,94
m ( - )min m .min

( - ) gr gr
Persegi panjang = = 150
m ( - )min m .min
LAMPIRAN C
KURVA

Hubungan % Moisture Content Terhadap Waktu


25

20
Moiture Content (%)

15
Lingkaran
Segitiga
10
Persegi Panjang

0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (Menit)

Gambar 4.1 Hubungan % Moisture Content Terhadap Waktu Pada Suhu 70C

Hubungan % Moisture Content Terhadap Waktu

25
Moiture Content (%)

20
Lingkaran
15 Segitiga
Persegi Panjang
10

0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (Memit)
Gambar 4.2 Hubungan % Moisture Content Terhadap Waktu Pada Suhu 75C
Hubungan % Moisture Content Terhadap Waktu

25
Moiture Content (%)

20

15
Lingkaran
Segitiga
10
Persegi Panjang
5

0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (Menit)

Gambar 4.3 Hubungan % Moisture Content Terhadap Waktu Pada Suhu 80C

Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu


Pada Suhu 70oC
300
250
Laju Pengeringan

236,51
221,72
200 170
150
150 159,02 Lingkaran
135,57
100 Segitiga
22,99
50 Persegi Panjang
13,93 14,81
0
40 45 50 55 60
Waktu (Menit)
Gambar 4.4 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Suhu 70C
Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu
Pada Suhu 75oC
250
Laju Pengeringan

200 177,38
192,16
153,33 Lingkaran
143,73
150 150,86 Segitiga
143,33
100 Persegi Panjang

17,24
50
14,49
13,73
0
40 45 50 55 60
Waktu (Menit)
Gambar 4.5 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Suhu 75C

Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu


Pada Suhu 80oC
250
Laju Pengeringan

200 206,94
192,16
150 Lingkaran
150 140
127,42 135,57 Segitiga
100 Persegi Panjang

50 19,17
12,68 13,33
0
40 45 50 55 60
Waktu (Menit)

Gambar 4.6 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Suhu 80C
LAMPIRAN D
GAMBAR DAN ALAT

No Nama Alat dan Gambar Fungsi


1. Untuk mengukur satuan panjang
dari sebuah benda

Penggaris
2. Untuk memanaskan suatu benda

Oven
3. Untuk memotong suatu benda
menjadi bagian-bagian yang
diinginkan

Pisau/Cutter
4. Untuk mengukur diameter dan
ketebalan suatu benda

Mikrometer Sekrup
5. Untuk melindungi sampel pada
bahan yang digunakan dari
kelembapan udara.

Alumunium Foil
DAFTAR PUSTAKA

Adhit Mardita Yando dan Vita Paramita. 2017 . Studi Pengaruh Suhu Dan Ketebalan
Irisan Terhadap Kadar Air, Laju Pengeringan Dan Karakteristik Fisik Ubi Kayu
Dan Ubi Jalar. n Teknologi Industri, Sekolah Vokasi, Universitas Diponegoro.
Jawa Tengah
Afrianti, L.H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Alfabeta: Bandung.
Bunga, Y.T, Sentosa G, Linda, M.L. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan
Terhadap Mutu Bubuk Bumbu Sate Padang. Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan.
Universitas Sumatera Utara.
Christie, J. Gean Koplis. 1993. Transport Process and Value Operation,3rd Edition. Allyn
and Bacon Inc.
Dyah Wulandani, Dia, dkk. 2013. Analisis Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea
Batatas L.) Menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) . Teknik Mesin
dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor
Imam Santosa, dia,dkk. 2016. Kajian Sifat Kimia dan Uji Sensori Tepung Ubi Jalar Putih
Hasil Pengeringan Cara Sangrai. 1Program Studi Teknik Kimia UAD, Kampus
III, Jl. Supomo, Janturan, Warungboto. Yogyakarta
Irhami, dia,dkk. 2019. KARAKTERISTIK SIFAT FISIKOKIMIA PATI UBI JALAR
DENGAN MENGKAJI JENIS VARIETAS DAN SUHU PENGERINGAN.
Program Studi Agroindustri, Politeknik Indonesia Venezuela.Aceh Besar
Krisna Riannanda. 2011. Penurunan Kadar Air Bahan Material Dengan Rotary Dryer
Sistem Counter Current. Program Studi Diploma III Teknik Kimia Universitas
Diponegoro. Semarang.
Marwati, Yuliani, Yulian Andriyani, Mentari. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama
Pengeringan Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Sale Pisang Kapas. Jurusan
Teknologi Pangan. Universitas Mulawarman.
Mc. Cabe, Smith and Harriot, E. Josifi. 1993. Operasi Teknik Kimia Jilid I dan II serta III
Edisi Ke-5. Penerbit: Erlangga.
Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai