Materi :
Drying
Kelompok :
3 / Kamis
Materi : Drying
Kelompok : 3 / Kamis
Anggota : 1. Alessandro Piero Pratama Putra (NIM. 21030120130094)
2. Arnida Iklima Finandia (NIM. 21030120130118)
3. Pramudita Sidik Hasibuan (NIM. 21030120120022)
Semarang,
Mengesahkan,
Dosen Pengampu
ii
RINGKASAN
iii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan kebaikan-Nya sehingga laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia ini dapat
diselesaikan dengan lancar dan sesuai dengan harapan.
Adapun isi laporan ini adalah pembahasan mengenai hasil percobaan dari
praktikum Drying. Laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. T. Aji Prasetyaningrum, S.T., M.Si. selaku penanggung jawab
Laboratorium Operasi Teknik Kimia.
2. Prof. Dr. Ing. Suherman, S.T., M.T. selaku dosen pengampu materi Drying.
3. Marissa Widiyanti, S.T., M.T. dan Murdiyono selaku laboran pada
Laboratorium Operasi Teknik Kimia.
4. George Elia Parlindungan selaku koordinator asisten Laboratorium Operasi
Teknik Kimia.
5. Jesse Michelle Pornomo dan Muhammad Hisyam sebagai asisten pengampu
materi Drying.
6. Seluruh asisten Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
7. Teman-teman angkatan 2020 Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
Penyusun menyadari banyak kekurangan yang mendasar pada laporan ini dan
perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dari pembaca sangat diharapkan untuk
penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat
berguna sebagai penambah ilmu pengetahuan.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
REFERENSI
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format tabel hasil percobaan pengeringan pada pengering rak ............ 11
Tabel 3.2 Format tabel hasil percobaan analisa kadar air ..................................... 11
Tabel 3.3 Format tabel hubungan drying time (hour) dengan total moisture content
(%) ......................................................................................................... 12
Tabel 3.4 Format tabel hubungan waktu, kandungan air rata-rata, dan drying
rate ........................................................................................................ 12
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan antara moisture content
terhadap drying rate.
5. Mahasiswa mampu membuat kurva sorption isotherm.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah operasi yang sangat kompleks yang melibatkan
perpindahan panas transien dan massa bersama dengan beberapa tingkat
proses, seperti transformasi fisik atau kimia yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kualitas dalam produk serta mekanisme panas dan perpindahan
massa (Hidayat, 1993; Harianto, 2008). Perubahan fisik yang mungkin terjadi
meliputi penyusutan (shrinkage), penggembungan (puffing), kristalisasi, dan
transisi kaca (glass transition). Dalam beberapa kasus, diinginkan atau tidak
diinginkan reaksi kimia atau biokimia mungkin terjadi dan menyebabkan
perubahan warna, tekstur, bau atau properti lain dari produk padatan. Dalam
pembuatan katalis, misalnya kondisi pengeringan dapat menghasilkan
perbedaan yang signifikan dalam aktivitas katalis dengan mengubah luas
permukaan internal.
Pengeringan terjadi melalui penguapan cairan dengan memberikan
panas pada bahan baku basah. Seperti disebutkan sebelumnya, panas
mungkin disediakan oleh konveksi (pengeringan langsung), konduksi (kontak
atau dengan pengeringan tidak langsung), radiasi atau volumetris dengan
menempatkan bahan basah dalam bidang frekuensi mikro atau radio
elektromagnetik. Lebih dari 85% pengeringan industri adalah jenis konvektif
dengan udara panas atau gas pembakaran langsung dengan media
pengeringan. Lebih dari 99% dari aplikasi melibatkan penghilangan air.
Semua mode kecuali dielektrik (microwave dan frekuensi radio) memasok
panas pada batas objek pengeringan sehingga panas harus berdifusi ke padat
terutama oleh konduksi. Cairan harus berjalan ke batas materi sebelum
diangkut pergi oleh gas pembawa (atau oleh aplikasi vakum untuk
pengeringan non-konvektif).
Transportasi uap cair dalam padatan dapat terjadi oleh salah satu atau
lebih dari mekanisme transfer massa berikut:
- Difusi cair, jika padatan basah pada suhu di bawah titik didih cairan.
- Difusi uap, jika cairan menguap dalam bahan.
- Knudsen difusi, jika pengeringan dilakukan pada suhu dan tekanan yang
sangat rendah, misalnya dalam pengeringan beku.
- Difusi permukaan (mungkin walaupun tidak terbukti).
- Perbedaan tekanan hidrostastik ketika laju penguapan internal melebihi
3
laju transportasi uap melalui padatan ke lingkungan.
- Kombinasi dari mekanisme di atas.
4
eksternal dan perpindahan massa di sebuah film air pada permukaan
penguapan. Periode pengeringan tidak dipengaruhi oleh jenis material yang
sedang dikeringkan. Banyak makanan dan produk pertanian, bagaimanapun
tidak menampilkan periode laju konstan sama sekali, karena laju perpindahan
panas, internal dan massa menentukan laju alir menjadi terkespos ke
permukaan penguapan.
Pada periode pengeringan laju konstan, laju pengeringan tidak
tergantung pada kandungan kebasahan. Selama periode ini, zat cair ini
sedemikian basah sehingga terdapat suatu film kontinyu pada keseluruhan
permukaan, dan air itu berperilaku seakan-akan tidak ada zat padat disitu. Jika
zat padat itu tidak berpori, air yang keluar dalam periode ini terutama adalah
air permukaan yang terdapat pada permukaan zat. Dalam zat padat berpori
kebanyakan air yang dikeluarkan pada periode laju konstan berasal dari
bagian dalam (interior) zat padat. Penguapan dari bahan berpori berlangsung
menurut mekanisme yang sama seperti penguapan dari termometer cembul
basah pada dasarnya adalah suatu pengeringan laju konstan. Dalam keadaan
dimana tidak ada radiasi atau perpindahan kalor konduksi melalui kontak
langsung dengan permukaan panas, suhu zat padat tersebut selama periode
laju konstan adalah cembul basah udara.
Selama periode laju konstan, laju pengeringan per satuan luas Rc dapat
ditaksir dengan ketelitian yang memadai dari korelasi-korelasi yang
dikembangkan untuk evaporasi dari permukaan zat cair bebas. Perhitungan
bisa didasarkan atas perpindahan massa persamaan 2.3 atau perpindahan
kalor persamaan 2.4, sebagai berikut:
Mu × Ky(yi−y)× A
Mu = (1−y)L
(2.3)
hy(T−Ti) × A
m= (2.4)
Xi
dimana:
mu = luas penguapan
A = luas permukaan
hy = koefisien perpindahan kalor
Mu = bobot molekul uap
T = suhu gas
Ti = suhu antarmuka
y = fraksi mol
yi = fraksi mol uap pada antarmuka
Xi = kalor laten pada suhu
5
Bila udara itu mengalir sejajar dengan permukaan zat padat, koefisien
perpindahan kalor dapat ditaksir dengan dimensional.
h = 0,0128G 0,8 (2.5)
dimana:
hy = koefisien perpindahan kalor
G = kecepatan massa, lb/ft2 jam
Bila aliran itu tegak lurus terhadap permukaan, persamaan itu adalah:
hy = 0,37G 0,37 (2.6)
Laju perpindahan konstan Rc adalah:
Rc = Mv/A = hy(T-Ti)/λ (2.7)
Dalam kebanyakan situasi ini sebagaimana disinggung terdahulu, suhu
Ti dapat diandaikan sama dengan udara cembul basah. Bila radiasi dari
lingkungan panas serta konduksi dari permukaan padat yang berada dengan
kontak dengan bahan itu tidak dapat diabaikan, maka suhu pada antarmuka
itu akan lebih besar dari suhu cembul basah, yi akan bertambah besar, dan
laju pengeringan sesuai dengan persamaan 2.3 akan meningkat pula
mengikutinya. Metode untuk menafsir efek-efek ini sudah ada.
Bila kadar uap air dinyatakan dalam basis basah (Xbb), maka:
M air
Xbb = M air + (2.9)
M padatan kering
6
(Andrade et al., 2011)
Gambar 2.2 Kurva sorption isotherm
7
Gambar 2.3 Alat pengering rak
8
BAB III
METODE PRAKTIKUM
9
3.1.2 Variabel
a. Variabel terikat : Moisture Content dan Drying Rate
b. Variabel bebas : Sampel (apel, nanas, pear)
c. Variabel control : Suhu pengeringan (60°C)
Ukuran sampel (1 cm × 1 cm × 1 cm)
10
Perlengkapan lain yang dibutuhkan :
1. Timbangan yang teliti
2. Krus porselen lengkap dengan tutup
3. Sendok pengambilan sampel
4. Oven atau furnace untuk penguapan
11
Tabel 3.3 Format tabel hubungan drying time (hour) dengan total
moisture content (%)
No Drying time (hour) Total moisture content (%)
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Moisture Content
60 60
(%)
(%)
40 40
20 20
0 0
Apel Nanas Pear Apel Nanas Pear
(a) (b)
80 75
Moisture Content
Moisture Content
60 70
(%)
(%)
40 65
20 60
0 55
Apel Nanas Pear Apel Nanas Pear
(c) (d)
Gambar 4.1 Diagram batang variasi jenis buah vs moisture content pada (a)
tray 1, (b) tray 2, (c) tray 3, dan (d) tray 4
Berdasarkan Gambar 4.1 didapatkan hubungan antara jenis buah
dengan moisture content dengan variabel sampel yang berbeda, yaitu buah
apel, nanas, dan pear. Setiap variabel terletak di 4 tray yang berbeda dengan
moisture content yang berbeda pula. Moisture content pada variabel buah apel
pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray 4 berturut-turut adalah 60,8123%,
49,4387%, 39,2640%, dan 62,4158%. Moisture content pada variabel buah
nanas pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray 4 berturut-turut adalah 58,7722%,
52,7643%, 56,1926%, dan 60,9092%. Moisture content pada variabel buah
pear pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray 4 berturut-turut adalah 72,650%,
64,010%, 68,400%, 69,622%. Dapat dilihat bahwa secara umum moisture
content buah pear paling besar di antara buah lainnya, sedangkan apel
memiliki moisture content paling kecil.
Moisture content menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam
material untuk setiap satuan massa padatan (Sari & Lestari, 2016). Menurut
13
Manfaati et al. (2019), kadar air merupakan salah satu sifat kimia dari bahan
yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan pangan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kahraman et al. (2021), moisture
content pada buah apel sebesar 85,9%. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Victor et al. (2019), nanas memiliki moisture content sebesar 86,28%.
Sedangkan untuk buah pear, penelitian yang dilakukan oleh Mishra et al.
(2021) mendapatkan moisture content sebesar 88,25%. Dari 3 penelitian
terdahulu, dapat dilihat bahwa buah pear memiliki moisture content terbesar,
sedangkan buah apel memiliki moisture content terkecil.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa moisture content terbesar
dimiliki oleh buah pear, sedangkan moisture content terkecil dimiliki oleh
buah apel. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Namun, terdapat ketidaksesuaian pada tray 1 dan tray 4, dimana moisture
content terkecil dimiliki oleh buah nanas. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya pengembalian dari suhu udara. Selain itu, masalah fluktuasi
suhu dan kelembaban udara sekitar juga dapat mempengaruhi pengukuran
(Mullen et al., 2018).
(gr/cm2menit)
Drying Rate
Drying Rate
0,0015 0,0015
0,0010 0,0010
0,0005 0,0005
0,0000 0,0000
Apel Nanas Pear Apel Nanas Pear
(a) (b)
0,0030 0,0020
0,0025
(gr/cm2menit)
(gr/cm2menit)
Drying Rate
Drying Rate
0,0015
0,0020
0,0015 0,0010
0,0010
0,0005
0,0005
0,0000 0,0000
Apel Nanas Pear Apel Nanas Pear
(c) (d)
14
Diagram batang variasi jenis buah vs drying rate pada (a) tray 1, (b) tray 2,
(c) tray 3, dan (d) tray 4
Berdasarkan Gambar 4.2 didapatkan hubungan antara jenis buah
dengan drying rate dengan variabel sampel yang berbeda, yaitu buah apel,
nanas, dan pear. Setiap variabel terletak di 4 tray yang berbeda dengan drying
rate yang berbeda pula. Drying rate pada buah apel pada tray 1, tray 2, tray
3, dan tray 4 berturut-turut adalah 0,0013 gr/cm2menit, 0,0010 gr/cm2menit,
0,0024 gr/cm2menit, dan 0,0012 gr/cm2menit. Drying rate pada buah nanas
pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray 4 berturut-turut adalah 0,0008
gr/cm2menit, 0,0009 gr/cm2menit, 0,0010 gr/cm2menit, dan 0,0009
gr/cm2menit. Drying rate pada buah pear pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray
4 berturut-turut adalah 0,0017 gr/cm2menit, 0,0014 gr/cm2menit, 0,0015
gr/cm2menit, dan 0,0015 gr/cm2menit. Dapat dilihat bahwa secara umum,
drying rate terbesar dimiliki oleh buah pear, sedangkan drying rate terkecil
dimiliki oleh buah nanas.
Drying rate (DR) mengacu pada jumlah air yang dikeluarkan per satuan
waktu (menit) selama interval waktu tertentu (Wang et al., 2021). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Kahraman et al. (2021), drying rate pada
pengeringan buah apel adalah 0,0025 gr/cm2menit. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Victor et al. (2019), drying rate pada pengeringan buah nanas
adalah 0,0012 gr/cm2menit. Sedangkan untuk buah pear, penelitian yang
dilakukan oleh li et al. (2021), mendapatkan drying rate sebesar 0,0031
gr/cm2menit. Dari 3 penelitian dapat dilihat bahwa drying rate terbesar
terdapat pada buah pear, sedangkan drying rate terkecil terdapat pada buah
nanas.
Hasil percobaan telah sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, dimana drying rate terbesar dimiliki oleh buah pear, dan drying
rate terkecil dimiliki oleh buah nanas. Namun, terdapat ketidaksesuaian pada
tray 3. Hal ini dapat dikarenakan difusi kelembaban dari struktur internal
padatan ke permukaan luar yang menjadi faktor pembatas yang mengurangi
laju pengeringan (Mullen et al., 2018).
15
100
90
16
yaitu apel, nanas, dan pear. Sehingga diperoleh data hasil percobaan yang
ditunjukkan dalam grafik berikut.
0,006
0,004
0,003 Apel
Nanas
0,002
Pear
0,001
0,000
45,000055,000065,000075,000085,000095,0000
Moisture Content (%)
17
4.5. Kurva Sorption Isotherm
Pada percobaan ini dilakukan juga plotting grafik psychrometric chart
untuk menentukan humidty ratio. Percobaan dilakukan pada kondisi hujan
dengan temperatur 27°C dan kelembaban udara 64%. Penentuan humidity
ratio yang digunakan untuk menentukan moisture content pada kurva
sorption isotherm buah apel, pear, dan nanas yang digambarkan dalam grafik
dibawah ini:
18
(Djendoubi et al., 2013)
Gambar 4.7 Kurva sorption isotherm pear pada suhu 60°C
19
kadar air (basis kering) bahan dengan kelembaban relatif (relative
humidity/RH) atau aktivitas air pada suhu tertentu. Moisture content sorption
isotherm dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva sorption isotherm yang khas
pada setiap bahan (Aini et al., 2014).
Plotting pada psychrometric chart dilakukan dengan cara menarik garis
dari temperatur percobaan, yaitu 27°C vertikal ke atas sampai menyentuh
kurva relative humidity (RH) 64% yang merupakan kelembaban saat
percobaan dilakukan. Dari titik yang didapatkan kemudian tarik garis
horizontal ke kanan sampai menyentuh sumbu Y yang merupakan humidity
ratio. Selanjutnya di setiap suhu 60°C pada masing–masing kurva buah
ditarik juga garis vertikal ke atas hingga menabrak garis horizotal yang telah
dibuat sebelumnya. Kemudian diperoleh nilai RH untuk buah apel, pear, dan
nanas pada suhu 60°C sebesar 13%. Nilai RH operasi kemudian dapat
digunakan untuk menentukan moisture content pada grafik sorption isotherm
dengan menggunakan data relative humidity yang telah diperoleh sebelumnya
sebagai nilai water activity (aw). kemudian ditarik garis vertikal dari water
activity tiap suhu hingga menyentuh garis pada grafik dan ditarik kembali ke
arah kiri hingga menyentuh sumbu Y (moisture content). Dari hasil plottingan
diperoleh nilai moisture content buah apel, pear, dan nanas untuk relative
humidity 13% berturut – turut sebesar 0,130 kg/kg bahan; 0,01 kg/kg bahan;
dan 0,137 kg/kg bahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luampon dan
Charmongkolpradit (2019), moisture content dan relative humidity pada suhu
pengeringan memiliki hubungan bahwa ketika moisture content meningkat
saat terjadi peningkatan relative humidity. Sedangkan ketika suhu dinaikkan,
maka nilai moisture content dan nilai relative humidity akan menurun. Hal ini
disebabkan seiring dengan meningkatnya temperatur udara akan menurunkan
kelembaban (relative humidity), molekul air menjadi aktif karena tingkat
energinya, menyebabkan mereka menjadi kurang stabil dan terpecah.
Terpecahnya molekul air ini menyebabkan kandungan air berkurang
(moisture content) karena molekul air melepaskan diri dari tempat pengikatan
air dari bahan makanan, sehingga mengurangi kadar air mono-layer (Hossain
et al., 2001). Maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kadar air
(moisture content) dengan kelembaban (relative humidity) adalah berbanding
lurus dimana peningkatan suhu akan menurunkan kelembaban (relative
humidity) dan kadar air (moisture content).
20
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Moisture content terbesar dimiliki oleh buah pear, sedangkan moisture
content terkecil dimiliki oleh buah apel, namun terdapat
ketidaksesuaian pada tray 1 dan tray 4 yang dapat disebabkan oleh
berkurangnya pengembalian dari suhu udara serta masalah fluktuasi
suhu dan kelembaban udara sekitar.
2. Drying rate terbesar dimiliki oleh buah pear dan drying rate terkecil
dimiliki oleh buah nanas, namun terdapat ketidaksesuaian pada tray 3
yang dapat dikarenakan difusi kelembaban dari struktur internal
padatan ke permukaan luar yang menjadi faktor pembatas yang
mengurangi laju pengeringan.
3. Semakin lama waktu pengeringan maka semakin besar penurunan
moisture content pada setiap bahan, namun pada jenis bahan apel
menunjukkan penurunan yang signifikan pada menit ke-40 yang dapat
disebabkan oleh air yang terikat erat tidak memiliki kecenderungan
untuk keluar dari makanan.
4. Moisture content berbanding lurus dengan laju pengeringan hal ini
disebabkan semakin banyak moisture content pada sampel maka
semakin banyak air yang menguap.
5. Moisture content berbanding lurus dengan laju pengeringan hal ini
disebabkan semakin banyak moisture content pada sampel maka
semakin banyak air yang menguap.
5.2. Saran
1. Memasang higrometer di laboratorium agar kelembaban udara sekitar
dapat dikendalikan sehingga pengeringan dapat berjalan lebih baik.
2. Dapat melakukan percobaan dengan variabel suhu agar dapat
mengetahui pengaruhnya terhadap moisture content dan drying rate
tiap sampel.
3. Dalam percobaan selajutnya dapat digunakan variasi ukuran bahan/
luas permukaan bahan yang dimasukkan ke dalam tray untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap moisture content dan drying rate
pada proses drying.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., Prihananto, V., & Wijonarko, G. (2014). Karakteristik kurva isotherm
sorpsi air tepung jagung instan. Agritech, 34(1), 50-58.
Andrade, R. D. P., Roberto, L. M., & Perez, C. E. C. (2011). Models of Soption
Isotherms for Food. Uses and Limitation. Vitae, 18(3), 325-334.
Cheenkachorn, Kraipat, Jintanatham, Piyawat., Rattanaprapa, Sarun. 2014. Drying
of Papaya (Carica papaya L.) using a Microwave-vacuum Dryer. World
Academy of Science, Engineering and Technology, 6(9): 20.
da Silva, F. B., Fakhouri, F. M., Galante, R. M., Antunes, C. A., Santos, M. D.,
Caon, T., & Martelli, S. M. (2018). Drying Kinetics of French Fries Covered
with Soy Protein/Starch Edible Coatings.
Djendoubi Mrad, N., Bonazzi, C., Courtois, F., Kechaou, N., & Boudhrioua
Mihoubi, N. (2013). Moisture desorption isotherms and glass transition
temperatures of osmo-dehydrated apple and pear. Food and Bioproducts
Processing, 91(2), 121–128. https://doi.org/10.1016/j.fbp.2012.09.006
Harianto, Tazwir, & Peranginangin, R. (2008). Studi Teknik Pengeringan Gelatin
Ikan dengan Alat Pengering Cabinet. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan, 3(1), 89-96.
Hariyadi, Tri. 2018. Pengaruh Suhu Operasi terhadap Penentuan Karakteristik
Pengeringan Busa Sari Buah Tomat menggunakan Tray Dryer. Jurnal
Rekayasa Proses, 12(2) : 104-113
Hidayat, T., Nurdhannah, N., & Risfaheri. (1993). Pengeringan Lada Hitam dengan
Alat Pengering Tipe Bak. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
8(1), 8-13.
Hossain, M. D., Bala, B. K., Hossain, M. A., & Mondol, M. R. A. (2001). Sorption
isotherms and heat of sorption of pineapple. Journal of food engineering,
48(2), 103-107. https://doi.org/10.1016/S0260-8774(00)00132-1
Hyndman, B. (2019). Heating, ventilation, and air conditioning. In Clinical
Engineering Handbook, Second Edition (Second Edition). Elsevier Inc.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-813467-2.00092-4
Kahraman, O., Malvandi, A., Vargas, L., and Feng, H. (2021). Drying
characteristics and quality attributes of apple slices dried by a non-thermal
ultrasonic contact drying method. Ultrasonics Sonochemistry 73 (2021)
105510.
22
Li, J., Li, Z., Li, L., Song, C., Raghavan, G. S. V., and He, F. (2021). Microwave
drying of balsam pear with online aroma detection and control. Journal of
Food Engineering 288 (2021) 110139.
Luampon, R., & Charmongkolpradit, S. (2019). Temperature and relative humidity
effect on equilibrium moisture content of cassava pulp. Research in
Agricultural Engineering, 65(1), 13–19. https://doi.org/10.17221/112/2017-
RAE
Manfaati, R., Baskoro, H., & Rifai, M. M. (2019). Pengaruh Waktu dan Suhu
terhadap Proses Pengeringan Bawang Merah menggunakan Tray
Dryer. Jurnal Fluida, 12(2), 43-49.
Mishra, P., Woltering, E., Brouwer, B., and van Echtelt, E.H. (2021). Improving
moisture and soluble solids content prediction in pear fruit using near-
infrared spectroscopy with variable selection and model updating approach.
Postharvest Biology and Technology 171 (2021) 111348.
Moraes, M. A., Rosa, G. S., & Pinto, L. A. A. (2008). Moisture sorption isotherms
and thermodynamic properties of apple Fuji and garlic. International Journal
of Food Science and Technology, 43(10), 1824–1831.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.2008.01716.x
Mullen, S., Rogers, B., Worman, H., and Martinez, E. N. (2018). The drying of
apples in a laboratory tray drier. Chemical Engineering Education 52(1),
2018.
Nurdahlia. 2015. Karakteristik Pengeringan Pisang Sale Menggunakan Alat
Pengering Hybrid Tipe Rak. Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri.
Universitas Mataram.
Rosen, H. (1969). Psychrometric relationships and equilibrium moisture content of
wood at temperatures above 212 F. Wood and Fiber, 12(3), 153–171.
Sandulachi, E., Dr., assoc. prof. 2012. Water activity concept and its role in food
preservation. Technical University of Moldova.
Sari, D. K., & Lestari, R. S. D. (2016), Pengaruh Laju Alir Udara Pengering
Terhadap Pengeringan Kulit Manggis. Jurnal TEKNIKA, 12(1), 35–42
Sari, D. K., Kustiningsih, I., & Lestari, R. S. D. (2017). Pengaruh Suhu dan Waktu
Pengeringan Terhadap Mutu Rumput Laut Kering. Jurnal TEKNIKA, 13(1):
43–50.
Talla, A., Jannot, Y., Nkeng, G. E., & Puiggali, J. R. (2005). Experimental
determination and modeling of sorption isotherms of tropical fruits: banana,
mango, and pineapple. Drying Technology, 23(7), 1477-1498.
23
Taufiq, Muchamad. 2004. Pengaruh Temperatur terhadap Laju Pengeringan Jagung
pada Pengering Konvensional dan Fluidizd Bed. Fakultas Teknik, Universitas
Sebelas Maret.
Victor, S. L., Garg, M. K., and Pawar, K. (2019). Effect of different drying
techniques on the quality attributes of pineapple powder. International
Journal of Current Microbiology and Applied Sciences 8(2): 324-341.
Wang, Z., Xu, L., Liu, D., Zhang, Q., Hu, A., Wang, R., & Chen, Y. (2021). Effects
of Air Temperature and Humidity on the Kinetics of Sludge Drying at Low
Temperatures. Energies, 14.
24
LEMBAR PERHITUNGAN