Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN PRAKTIKUM

UNIT OPERASI TEKNIK KIMIA

Materi :

Drying

Kelompok :

3 / Kamis

Nama Anggota : Alessandro Piero Pratama Putra


Arnida Iklima Finandia
Pramudita Sidik Hasibuan

LABORATORIUM UNIT OPERASI TEKNIK KIMIA


TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM UNIT OPERASI TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO

Materi : Drying
Kelompok : 3 / Kamis
Anggota : 1. Alessandro Piero Pratama Putra (NIM. 21030120130094)
2. Arnida Iklima Finandia (NIM. 21030120130118)
3. Pramudita Sidik Hasibuan (NIM. 21030120120022)

Semarang,
Mengesahkan,
Dosen Pengampu

Prof. Dr. Ing. Suherman, S.T., M.T.


NIP. 197608042000121002

ii
RINGKASAN

Pengeringan merupakan suatu proses penguapan cairan pada bahan baku


basah dengan pemberian panas. Pengeringan adalah operasi penting dalam
bioteknologi, makanan, polimer, keramik, farmasi, pulp dan kertas, pengolahan
mineral, dan industri pengolahan kayu. Tujuan daripada praktikum ini adalah
mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap moisture content pada sampel yang
digunakan, mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap laju pengeringan
(drying rate) pada sampel yang digunakan, mengetahui hubungan antara waktu
pengeringan terhadap moisture content, mengetahui hubungan antara moisture
content terhadap drying rate, dan membuat kurva sorption isotherm. Pengeringan
adalah operasi yang sangat kompleks yang melibatkan perpindahan panas transien
dan massa bersama dengan beberapa tingkat proses, seperti transformasi fisik atau
kimia yang pada gilirannya dapat menyebabkan kualitas dalam produk serta
mekanisme panas dan perpindahan massa.
Bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah sampel. Lalu, alat yang
digunakan adalah pengering rak batch (tray batch dryer), oven, timbangan, cawan
porselen, stopwatch, dan pisau. Rangkaian alat terdiri dari alat pengering rak (tray
dryer) dan alat pemanas sebagai sumber udara panas (electrical heater). Kedua
alat ini dihubungkan satu sama lain dengan pipa agar udara panas dapat masuk
pada ruang tray dryer. Tray dryer terdiri dari 4 rak yang diisi zat padat yang akan
dipanaskan dan diletakkan dalam ruang tray dryer tersebut. Prosedur percobaan
ada dua tahap, yaitu pengeringan pada pengering rak (tray batch dryer) dan
analisa kadar air.
Moisture content terbesar dimiliki oleh buah pear, sedangkan moisture
content terkecil dimiliki oleh buah apel, namun terdapat ketidaksesuaian pada tray
1 dan tray 4 yang dapat disebabkan oleh berkurangnya pengembalian dari suhu
udara serta masalah fluktuasi suhu dan kelembaban udara sekitar. Drying rate
terbesar dimiliki oleh buah pear dan drying rate terkecil dimiliki oleh buah nanas,
namun terdapat ketidaksesuaian pada tray 3 yang dapat dikarenakan difusi
kelembaban dari struktur internal padatan ke permukaan luar yang menjadi faktor
pembatas yang mengurangi laju pengeringan. Semakin lama waktu pengeringan
maka semakin besar penurunan moisture content pada setiap bahan, namun pada
jenis bahan apel menunjukkan penurunan yang signifikan pada menit ke-40 yang
dapat disebabkan oleh air yang terikat erat tidak memiliki kecenderungan untuk
keluar dari makanan. Moisture content berbanding lurus dengan laju pengeringan
hal ini disebabkan semakin banyak moisture content pada sampel maka semakin
banyak air yang menguap. Moisture content berbanding lurus dengan laju
pengeringan hal ini disebabkan semakin banyak moisture content pada sampel
maka semakin banyak air yang menguap. Pada praktikum selanjutnya disarankan
untuk memasang higrometer di laboratorium agar kelembaban udara sekitar dapat
dikendalikan sehingga pengeringan dapat berjalan lebih baik, melakukan
percobaan dengan variabel suhu agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap
moisture content dan drying rate tiap sampel, dan menggunakan variasi ukuran
bahan/ luas permukaan bahan yang dimasukkan ke dalam tray untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap moisture content dan drying rate pada proses drying.

iii
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan kebaikan-Nya sehingga laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia ini dapat
diselesaikan dengan lancar dan sesuai dengan harapan.
Adapun isi laporan ini adalah pembahasan mengenai hasil percobaan dari
praktikum Drying. Laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. T. Aji Prasetyaningrum, S.T., M.Si. selaku penanggung jawab
Laboratorium Operasi Teknik Kimia.
2. Prof. Dr. Ing. Suherman, S.T., M.T. selaku dosen pengampu materi Drying.
3. Marissa Widiyanti, S.T., M.T. dan Murdiyono selaku laboran pada
Laboratorium Operasi Teknik Kimia.
4. George Elia Parlindungan selaku koordinator asisten Laboratorium Operasi
Teknik Kimia.
5. Jesse Michelle Pornomo dan Muhammad Hisyam sebagai asisten pengampu
materi Drying.
6. Seluruh asisten Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
7. Teman-teman angkatan 2020 Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
Penyusun menyadari banyak kekurangan yang mendasar pada laporan ini dan
perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dari pembaca sangat diharapkan untuk
penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat
berguna sebagai penambah ilmu pengetahuan.

Semarang, Oktober 2022

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
RINGKASAN ....................................................................................................... iii
PRAKATA ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan Praktikum ................................................................................... 1
1.4 Manfaat Praktikum ................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................... 3
2.1 Pengeringan ............................................................................................ 3
2.2 Laju Pengeringan .................................................................................... 4
2.3 Sorption Isoterm ..................................................................................... 6
2.4 Pengering Rak ........................................................................................ 7
BAB III ................................................................................................................... 9
3.1 Rancangan Percobaan ............................................................................. 9
3.1.1 Rancangan Praktikum ................................................................ 9
3.1.2 Variabel .................................................................................... 10
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan .......................................................... 10
3.3 Gambar Rangkaian Alat ....................................................................... 10
3.4 Prosedur Praktikum .............................................................................. 11
BAB IV ................................................................................................................. 13
4.1. Pengaruh Jenis Buah terhadap Moisture Content ................................. 13
4.2. Pengaruh Jenis Buah terhadap Drying Rate ......................................... 14
4.3. Hubungan Waktu terhadap Moisture Content ...................................... 15
4.4. Hubungan Waktu terhadap Drying Rate .............................................. 16
4.5. Kurva Sorption Isotherm ...................................................................... 18
BAB V................................................................................................................... 21
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 21
5.2. Saran ..................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22
LEMBAR PERHITUNGAN

v
REFERENSI

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Format tabel hasil percobaan pengeringan pada pengering rak ............ 11
Tabel 3.2 Format tabel hasil percobaan analisa kadar air ..................................... 11
Tabel 3.3 Format tabel hubungan drying time (hour) dengan total moisture content
(%) ......................................................................................................... 12
Tabel 3.4 Format tabel hubungan waktu, kandungan air rata-rata, dan drying
rate ........................................................................................................ 12

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva batch pada kondisi pengeringan konstan .................................. 4


Gambar 2.2 Kurva sorption isotherm ...................................................................... 7
Gambar 2.3 Alat pengering rak ............................................................................... 8
Gambar 3.1 Rancangan praktikum pengeringan pada rak ...................................... 9
Gambar 3.2 Rancangan praktikum analisa kadar air .............................................. 9
Gambar 3.3 Alat pengering rak (tray batch dryer) ................................................ 10
Gambar 4.1 Diagram batang variasi jenis buah vs moisture content pada (a) tray 1,
(b) tray 2, (c) tray 3, dan (d) tray 4........................................................................ 13
Diagram batang variasi jenis buah vs drying rate pada (a) tray 1, (b) tray 2, (c)
tray 3, dan (d) tray 4 .............................................................................................. 15
Gambar 4.3 Hubungan waktu terhadap moisture content ..................................... 16
Gambar 4.4 Hubungan waktu terhadap drying rate .............................................. 17
Gambar 4.5 Psychrometric chart ........................................................................... 18
Gambar 4.6 Kurva sorption isotherm apel pada suhu 60°C .................................. 18
Gambar 4.7 Kurva sorption isotherm pear pada suhu 60°C ................................. 19
Gambar 4.8 Kurva sorption isotherm nanas pada suhu 60°C ............................... 19

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengeringan merupakan suatu proses penguapan cairan pada bahan
baku basah dengan pemberian panas. Pengeringan adalah operasi penting
dalam bioteknologi, makanan, polimer, keramik, farmasi, pulp dan kertas,
pengolahan mineral, dan industri pengolahan kayu. Pengeringan berbagai
bahan baku diperlukan untuk memudahkan dalam menangani padatan bebas-
mengalir, pengawetan dan penyimpanan, penurunan biaya transportasi,
mencapai mutu yang diinginkan produk, dan lain-lain. Dalam banyak proses,
pengeringan yang tidak benar dapat menyebabkan kerusakan permanen pada
kualitas produk dan karenanya produk tidak dapat dijual.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, telah dipilih metode pengeringan untuk
proses pengambilan air dalam bahan padat. Pada percobaan ini akan diselidiki
mengenai waktu pengeringan, menentukan “critical moisture content” dan
menentukan rak (tray) yang efektif.

1.3 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui pengaruh jenis buah terhadap moisture content pada sampel
yang digunakan.
2. Mengetahui pengaruh jenis buah terhadap laju pengeringan (drying rate)
pada sampel yang digunakan.
3. Mengetahui hubungan antara waktu pengeringan terhadap moisture
content.
4. Mengetahui hubungan antara moisture content terhadap drying rate.
5. Membuat kurva sorption isotherm.

1.4 Manfaat Praktikum


1. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh jenis buah terhadap moisture
content pada sampel yang digunakan.
2. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh jenis buah terhadap laju
pengeringan (drying rate) pada sampel yang digunakan.
3. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan antara waktu pengeringan
terhadap moisture content.

1
4. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan antara moisture content
terhadap drying rate.
5. Mahasiswa mampu membuat kurva sorption isotherm.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah operasi yang sangat kompleks yang melibatkan
perpindahan panas transien dan massa bersama dengan beberapa tingkat
proses, seperti transformasi fisik atau kimia yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kualitas dalam produk serta mekanisme panas dan perpindahan
massa (Hidayat, 1993; Harianto, 2008). Perubahan fisik yang mungkin terjadi
meliputi penyusutan (shrinkage), penggembungan (puffing), kristalisasi, dan
transisi kaca (glass transition). Dalam beberapa kasus, diinginkan atau tidak
diinginkan reaksi kimia atau biokimia mungkin terjadi dan menyebabkan
perubahan warna, tekstur, bau atau properti lain dari produk padatan. Dalam
pembuatan katalis, misalnya kondisi pengeringan dapat menghasilkan
perbedaan yang signifikan dalam aktivitas katalis dengan mengubah luas
permukaan internal.
Pengeringan terjadi melalui penguapan cairan dengan memberikan
panas pada bahan baku basah. Seperti disebutkan sebelumnya, panas
mungkin disediakan oleh konveksi (pengeringan langsung), konduksi (kontak
atau dengan pengeringan tidak langsung), radiasi atau volumetris dengan
menempatkan bahan basah dalam bidang frekuensi mikro atau radio
elektromagnetik. Lebih dari 85% pengeringan industri adalah jenis konvektif
dengan udara panas atau gas pembakaran langsung dengan media
pengeringan. Lebih dari 99% dari aplikasi melibatkan penghilangan air.
Semua mode kecuali dielektrik (microwave dan frekuensi radio) memasok
panas pada batas objek pengeringan sehingga panas harus berdifusi ke padat
terutama oleh konduksi. Cairan harus berjalan ke batas materi sebelum
diangkut pergi oleh gas pembawa (atau oleh aplikasi vakum untuk
pengeringan non-konvektif).
Transportasi uap cair dalam padatan dapat terjadi oleh salah satu atau
lebih dari mekanisme transfer massa berikut:
- Difusi cair, jika padatan basah pada suhu di bawah titik didih cairan.
- Difusi uap, jika cairan menguap dalam bahan.
- Knudsen difusi, jika pengeringan dilakukan pada suhu dan tekanan yang
sangat rendah, misalnya dalam pengeringan beku.
- Difusi permukaan (mungkin walaupun tidak terbukti).
- Perbedaan tekanan hidrostastik ketika laju penguapan internal melebihi

3
laju transportasi uap melalui padatan ke lingkungan.
- Kombinasi dari mekanisme di atas.

2.2 Laju Pengeringan


Berdasarkan pada pengeringan padatan basah pada kondisi pengeringan
yang tetap. Dalam kasus yang paling umum, setelah periode awal
penyesuaian, kadar air basis kering X menurun secara linier dengan waktu,
seiring dengan dimulainya penguapan. Hal ini dilanjutkan dengan penurunan
non-linier pada X hingga waktu tertentu, setelah selang waktu yang sangat
lama, padatan mencapai keseimbangan kadar air, X* dan proses pengeringan
pun berhenti. Kadar air bebas dapat didefinisikan sebagai :
Xf = (X – X*) (2.1)
Penurunan laju pengeringan hingga nol pada Xf = 0
N = (Ms/A) (dX/dT) atau (Ms/A) (dXf/dt) (2.2)
Di bawah kondisi pengeringan konstan. Disini, N (kg m-2 h-1) adalah
laju penguapan air, A merupakan luas permukaan penguapan (mungkin
berbeda dari luas perpindahan panas), dan Ms adalah massa padatan yang
kering. Jika A tidak diketahui, maka laju pengeringan dapat dinyatakan dalam
kg air yang diuapkan per jam.
Hubungan N vs X (atau Xf) disebut kurva laju pengeringan. Kurva ini
diperoleh berdasarkan kondisi pengeringan yang konstan. Perlu diperhatikan
dalam kondisi nyata, bahan yang kering pada umumnya dikontakkan pada
kondisi pengeringan yang berubah. Jadi perlu untuk mengembangkan
metodologi untuk interpolasi atau eksploitasi data laju pengeringan yang
umum yang menampilkan periode laju.

(da Silva et al., 2018)


Gambar 2.1 Kurva batch pada kondisi pengeringan konstan
Gambar 2.1 menunjukkan kurva laju pengeringan eksternal, dimana
N=Nc=konstan. Periode laju konstan diatur sepenuhnya oleh pemanasan

4
eksternal dan perpindahan massa di sebuah film air pada permukaan
penguapan. Periode pengeringan tidak dipengaruhi oleh jenis material yang
sedang dikeringkan. Banyak makanan dan produk pertanian, bagaimanapun
tidak menampilkan periode laju konstan sama sekali, karena laju perpindahan
panas, internal dan massa menentukan laju alir menjadi terkespos ke
permukaan penguapan.
Pada periode pengeringan laju konstan, laju pengeringan tidak
tergantung pada kandungan kebasahan. Selama periode ini, zat cair ini
sedemikian basah sehingga terdapat suatu film kontinyu pada keseluruhan
permukaan, dan air itu berperilaku seakan-akan tidak ada zat padat disitu. Jika
zat padat itu tidak berpori, air yang keluar dalam periode ini terutama adalah
air permukaan yang terdapat pada permukaan zat. Dalam zat padat berpori
kebanyakan air yang dikeluarkan pada periode laju konstan berasal dari
bagian dalam (interior) zat padat. Penguapan dari bahan berpori berlangsung
menurut mekanisme yang sama seperti penguapan dari termometer cembul
basah pada dasarnya adalah suatu pengeringan laju konstan. Dalam keadaan
dimana tidak ada radiasi atau perpindahan kalor konduksi melalui kontak
langsung dengan permukaan panas, suhu zat padat tersebut selama periode
laju konstan adalah cembul basah udara.
Selama periode laju konstan, laju pengeringan per satuan luas Rc dapat
ditaksir dengan ketelitian yang memadai dari korelasi-korelasi yang
dikembangkan untuk evaporasi dari permukaan zat cair bebas. Perhitungan
bisa didasarkan atas perpindahan massa persamaan 2.3 atau perpindahan
kalor persamaan 2.4, sebagai berikut:
Mu × Ky(yi−y)× A
Mu = (1−y)L
(2.3)
hy(T−Ti) × A
m= (2.4)
Xi

dimana:
mu = luas penguapan
A = luas permukaan
hy = koefisien perpindahan kalor
Mu = bobot molekul uap
T = suhu gas
Ti = suhu antarmuka
y = fraksi mol
yi = fraksi mol uap pada antarmuka
Xi = kalor laten pada suhu

5
Bila udara itu mengalir sejajar dengan permukaan zat padat, koefisien
perpindahan kalor dapat ditaksir dengan dimensional.
h = 0,0128G 0,8 (2.5)
dimana:
hy = koefisien perpindahan kalor
G = kecepatan massa, lb/ft2 jam
Bila aliran itu tegak lurus terhadap permukaan, persamaan itu adalah:
hy = 0,37G 0,37 (2.6)
Laju perpindahan konstan Rc adalah:
Rc = Mv/A = hy(T-Ti)/λ (2.7)
Dalam kebanyakan situasi ini sebagaimana disinggung terdahulu, suhu
Ti dapat diandaikan sama dengan udara cembul basah. Bila radiasi dari
lingkungan panas serta konduksi dari permukaan padat yang berada dengan
kontak dengan bahan itu tidak dapat diabaikan, maka suhu pada antarmuka
itu akan lebih besar dari suhu cembul basah, yi akan bertambah besar, dan
laju pengeringan sesuai dengan persamaan 2.3 akan meningkat pula
mengikutinya. Metode untuk menafsir efek-efek ini sudah ada.

2.3 Sorption Isoterm


Kurva sorption isotherm menyatakan hubungan antara kadar air (basis
kering) bahan dengan kelembaban relatif atau aktivitas air pada suhu tertentu.
Kurva sorption isotherm ditunjukkan dalam bentuk yang khas pada setiap
bahan. Parameter yang menyatakan berupa banyak air yang ada dalam suatu
padatan adalah kadar uap air (X). Kadar uap air ini bisa dinyatakan dalam dua
kondisi, yang pertama adalah kadar uap air basis kering (Xbk), merupakan
rasio antar berat air dibagi dengan berat padatan kering adalah:
M air
Xbk = M padatan kering (2.8)

Bila kadar uap air dinyatakan dalam basis basah (Xbb), maka:
M air
Xbb = M air + (2.9)
M padatan kering

Hubungan antara Xbk dan Xbb adalah:


X X
Xbb = 1− bb atau Xbk = 1− bk (2.10)
X bb X bk

6
(Andrade et al., 2011)
Gambar 2.2 Kurva sorption isotherm

2.4 Pengering Rak


Pengering rak adalah ruang terisolasi tertutup di mana rak ditempatkan
di atas satu sama lain di bilik yang tersedia. Pengering rak digunakan ketika
pemanasan dan pengeringan adalah bagian penting dari proses manufaktur di
industri, seperti bahan kimia, pewarna, farmasi, produk makanan, warna, dan
lain-lain.
Dalam pengering rak udara panas terus-menerus disirkulasikan.
Pemanasan konveksi dilakukan untuk menghilangkan kelembaban dari
padatan yang ditempatkan di rak. Demikian pula udara lembab dihilangkan
sebagian. Padatan basah dimasukkan ke dalam rak. Rak ditempatkan di dalam
bilik yang tersedia. Udara segar dimasukkan, kemudian akan melewati
pemanas dan menjadi udara panas. Udara panas disirkulasikan melalui kipas
dengan kecepatan 2 – 5 meter per detik. Aliran turbulen menurunkan tekanan
uap parsial di atmosfer dan juga mengurangi ketebalan lapisan batas udara
sehingga air akan terbawa bersama udara. Ketika air menguap dari
permukaan, air berdifusi dari dalam padatan oleh Gerakan kapilet
(kemampuan cairan mengalir di ruang sempit). Fenomena ini terjadi dalam
sekali lewat udara. Waktu kontak singkat dan jumlah air yang diambil dalam
sekali jalan kecil. Oleh karena itu, udara yang dibuang sekitar 80% - 90%
disirkulasikan kembali menjadi kipas. Hanya 10% - 20% dari udara segar
yang dimasukkan. Udara lembab dibuang melalui outlet. Dengan demikian,
suhu konstan dan aliran udara yang seragam dapat dipertahankan untuk
mencapai pengeringan yang seragam.

7
Gambar 2.3 Alat pengering rak

8
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Rancangan Percobaan


3.1.1 Rancangan Praktikum
a. Pengeringan pada Rak

Persiapan bahan dan alat dengan


mengatur suhu alat hingga konstan

Pengisian bahan ke dalam rak

Operasi pengeringan dilakukan dengan


menimbang sampel pada tiap rak setiap
interval waktu 5 menit selama 45 menit

Analisa Hasil Percobaan

Gambar 3.1 Rancangan praktikum pengeringan pada rak


b. Analisa Kadar Air

Bahan yang akan dianalisa ditimbang sebesar


20 gram sebelum proses pengeringan

Bahan dimasukkan ke dalam cawan


porselen dan oven dengan suhu
110°C sampai kering lalu ditimbang

Selisih berat bahan awal dan akhir


dihitung serta didapat kadar air

Tabel dan grafik hubungan


antara drying rate dengan
moisture content dibuat

Gambar 3.2 Rancangan praktikum analisa kadar air

9
3.1.2 Variabel
a. Variabel terikat : Moisture Content dan Drying Rate
b. Variabel bebas : Sampel (apel, nanas, pear)
c. Variabel control : Suhu pengeringan (60°C)
Ukuran sampel (1 cm × 1 cm × 1 cm)

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan


3.2.1 Bahan
Sampel : Apel, Nanas, Pear
3.2.2 Alat
1. Pengering rak batch (tray batch dryer)
2. Oven
3. Timbangan
4. Cawan porselen
5. Stopwatch
6. Pisau

3.3 Gambar Rangkaian Alat


Alat yang digunakan :
1. Alat pengering rak (tray dryer)
2. Alat pemanas sebagai sumber udara panas (electrical heater)
Kedua alat ini dihubungkan satu sama lain dengan pipa agar udara panas
dapat masuk pada ruang tray dryer. Tray dryer terdiri dari 4 rak yang diisi zat
padat yang akan dipanaskan dan diletakkan dalam ruang tray dryer tersebut.
Alat tersebut sebagai berikut :

Gambar 3.3 Alat pengering rak (tray batch dryer)

10
Perlengkapan lain yang dibutuhkan :
1. Timbangan yang teliti
2. Krus porselen lengkap dengan tutup
3. Sendok pengambilan sampel
4. Oven atau furnace untuk penguapan

3.4 Prosedur Praktikum


Pengeringan pada Pengering Rak (Tray Batch Dryer)
1. Siapkan bahan yang akan dikeringkan.
2. Siapkan alat pengering rak (tray batch dryer) dan atur suhu hingga konstan
pada suhu 60°C.
3. Pengisian bahan (apel, nanas, dan pear) ke dalam rak dengan susunan
potongan 4 × 4 buah.
4. Operasi pengeringan dilakukan dengan menimbang sampel pada tiap rak
untuk memperkirakan jumlah air yang menguap setiap interval waktu 5
menit selama 45 menit. Pada saat bahan dikeluarkan dari alat tray dryer
dan ditimbang, stopwatch dihentikan dan dihidupkan kembali saat bahan
dimasukkan kembali ke alat tray dryer.
5. Setelah selesai, hasil percobaan dianalisa dan diambil kesimpulan.
Tabel 3.1 Format tabel hasil percobaan pengeringan pada pengering rak
Berat
Waktu
Tray 1 Tray 2 Tray 3 Tray 4

Analisa Kadar Air


1. Menimbang 20 gram bahan (apel, nanas, pear) yang akan dianalisa
sebelum proses pengeringan.
2. Memasukkan bahan ke dalam cawan porselen, lalu cawan beserta bahan
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 110°C sampai kering lalu
ditimbang.
3. Hitung selisih berat bahan awal dan akhir serta didapat kadar air.
Tabel 3.2 Format tabel hasil percobaan analisa kadar air
Waktu Berat

11
Tabel 3.3 Format tabel hubungan drying time (hour) dengan total
moisture content (%)
No Drying time (hour) Total moisture content (%)

4. Membuat tabel waktu, moisture rata-rata dalam kecepatan pengeringan.


Tabel 3.4 Format tabel hubungan waktu, kandungan air rata-rata, dan
drying rate
Kandungan air Drying rate
No Waktu
rata-rata (lb/lb) (gr/cm2.menit)

5. Dari hasil pengolahan data di atas, kemudian digambarkan grafik


hubungan antara drying rate dengan moisture content.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Jenis Buah terhadap Moisture Content


Berdasarkan hasil percobaan drying menggunakan tray dryer pada suhu
60°C maka didapatkan data hubungan antara bahan baku (apel, nanas, dan
pear) terhadap moisture content pada keempat tray. Hubungan tersebut
digambarkan melalui diagram pada gambar 4.1.
80 80
Moisture Content

Moisture Content
60 60
(%)

(%)
40 40

20 20

0 0
Apel Nanas Pear Apel Nanas Pear

(a) (b)
80 75
Moisture Content

Moisture Content

60 70
(%)

(%)

40 65

20 60

0 55
Apel Nanas Pear Apel Nanas Pear

(c) (d)
Gambar 4.1 Diagram batang variasi jenis buah vs moisture content pada (a)
tray 1, (b) tray 2, (c) tray 3, dan (d) tray 4
Berdasarkan Gambar 4.1 didapatkan hubungan antara jenis buah
dengan moisture content dengan variabel sampel yang berbeda, yaitu buah
apel, nanas, dan pear. Setiap variabel terletak di 4 tray yang berbeda dengan
moisture content yang berbeda pula. Moisture content pada variabel buah apel
pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray 4 berturut-turut adalah 60,8123%,
49,4387%, 39,2640%, dan 62,4158%. Moisture content pada variabel buah
nanas pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray 4 berturut-turut adalah 58,7722%,
52,7643%, 56,1926%, dan 60,9092%. Moisture content pada variabel buah
pear pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray 4 berturut-turut adalah 72,650%,
64,010%, 68,400%, 69,622%. Dapat dilihat bahwa secara umum moisture
content buah pear paling besar di antara buah lainnya, sedangkan apel
memiliki moisture content paling kecil.
Moisture content menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam
material untuk setiap satuan massa padatan (Sari & Lestari, 2016). Menurut

13
Manfaati et al. (2019), kadar air merupakan salah satu sifat kimia dari bahan
yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan pangan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kahraman et al. (2021), moisture
content pada buah apel sebesar 85,9%. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Victor et al. (2019), nanas memiliki moisture content sebesar 86,28%.
Sedangkan untuk buah pear, penelitian yang dilakukan oleh Mishra et al.
(2021) mendapatkan moisture content sebesar 88,25%. Dari 3 penelitian
terdahulu, dapat dilihat bahwa buah pear memiliki moisture content terbesar,
sedangkan buah apel memiliki moisture content terkecil.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa moisture content terbesar
dimiliki oleh buah pear, sedangkan moisture content terkecil dimiliki oleh
buah apel. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Namun, terdapat ketidaksesuaian pada tray 1 dan tray 4, dimana moisture
content terkecil dimiliki oleh buah nanas. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya pengembalian dari suhu udara. Selain itu, masalah fluktuasi
suhu dan kelembaban udara sekitar juga dapat mempengaruhi pengukuran
(Mullen et al., 2018).

4.2. Pengaruh Jenis Buah terhadap Drying Rate


Berdasarkan hasil percobaan drying menggunakan tray dryer pada suhu
60°C maka didapatkan data hubungan antara bahan baku (apel, nanas, dan
pear) terhadap drying rate pada keempat tray. Hubungan tersebut
digambarkan melalui diagram pada gambar 4.2.
0,0020 0,0020
(gr/cm2menit)

(gr/cm2menit)
Drying Rate

Drying Rate

0,0015 0,0015

0,0010 0,0010

0,0005 0,0005

0,0000 0,0000
Apel Nanas Pear Apel Nanas Pear

(a) (b)
0,0030 0,0020
0,0025
(gr/cm2menit)

(gr/cm2menit)
Drying Rate

Drying Rate

0,0015
0,0020
0,0015 0,0010
0,0010
0,0005
0,0005
0,0000 0,0000
Apel Nanas Pear Apel Nanas Pear

(c) (d)

14
Diagram batang variasi jenis buah vs drying rate pada (a) tray 1, (b) tray 2,
(c) tray 3, dan (d) tray 4
Berdasarkan Gambar 4.2 didapatkan hubungan antara jenis buah
dengan drying rate dengan variabel sampel yang berbeda, yaitu buah apel,
nanas, dan pear. Setiap variabel terletak di 4 tray yang berbeda dengan drying
rate yang berbeda pula. Drying rate pada buah apel pada tray 1, tray 2, tray
3, dan tray 4 berturut-turut adalah 0,0013 gr/cm2menit, 0,0010 gr/cm2menit,
0,0024 gr/cm2menit, dan 0,0012 gr/cm2menit. Drying rate pada buah nanas
pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray 4 berturut-turut adalah 0,0008
gr/cm2menit, 0,0009 gr/cm2menit, 0,0010 gr/cm2menit, dan 0,0009
gr/cm2menit. Drying rate pada buah pear pada tray 1, tray 2, tray 3, dan tray
4 berturut-turut adalah 0,0017 gr/cm2menit, 0,0014 gr/cm2menit, 0,0015
gr/cm2menit, dan 0,0015 gr/cm2menit. Dapat dilihat bahwa secara umum,
drying rate terbesar dimiliki oleh buah pear, sedangkan drying rate terkecil
dimiliki oleh buah nanas.
Drying rate (DR) mengacu pada jumlah air yang dikeluarkan per satuan
waktu (menit) selama interval waktu tertentu (Wang et al., 2021). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Kahraman et al. (2021), drying rate pada
pengeringan buah apel adalah 0,0025 gr/cm2menit. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Victor et al. (2019), drying rate pada pengeringan buah nanas
adalah 0,0012 gr/cm2menit. Sedangkan untuk buah pear, penelitian yang
dilakukan oleh li et al. (2021), mendapatkan drying rate sebesar 0,0031
gr/cm2menit. Dari 3 penelitian dapat dilihat bahwa drying rate terbesar
terdapat pada buah pear, sedangkan drying rate terkecil terdapat pada buah
nanas.
Hasil percobaan telah sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, dimana drying rate terbesar dimiliki oleh buah pear, dan drying
rate terkecil dimiliki oleh buah nanas. Namun, terdapat ketidaksesuaian pada
tray 3. Hal ini dapat dikarenakan difusi kelembaban dari struktur internal
padatan ke permukaan luar yang menjadi faktor pembatas yang mengurangi
laju pengeringan (Mullen et al., 2018).

4.3. Hubungan Waktu terhadap Moisture Content


Pada praktikum drying, dilakukan pengujian pengaruh waktu
pengeringan (menit) dengan moisture content (%) terhadap jenis buah yang
digunakan yaitu apel, nanas, dan pear. Sehingga diperoleh data hasil
percobaan yang ditunjukkan dalam grafik berikut.

15
100
90

Moisture Content (%)


80
70
60
50 Apel
40 Nanas
30
Pear
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)

Gambar 4.3 Hubungan waktu terhadap moisture content


Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa persentase moisture content pada
variasi jenis buah apel, nanas, dan pear terus menurun secara konstan seiring
dengan bertambahnya waktu. Namun pada menit ke-40 terjadi penurunan
signifikan pada buah apel. Disimpulkan bahwa semakin lama waktu
pengeringan maka nilai moisture contentnya akan semakin menurun.
Moisture content menyatakan jumlah kandungan air dalam bahan untuk
setiap satuan massa padatan. Sari et al. (2017) menyatakan bahwa semakin
lama waktu proses pengeringan maka nilai moisture content juga akan
semakin berkurang. Hal ini dapat disebabkan karena seiring dengan
berjalannya proses pengeringan, semakin sedikit energi yang dapat
menembus dan memanaskan bahan, yang mengakibatkan laju pengeringan
yang lebih rendah (Cheenkachorn et al., 2014).
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan yang
dilakukan telah sesuai dengan teori yang ada, dimana semakin lama waktu
pengeringan maka semakin besar penurunan moisture content pada setiap
bahan. Namun pada jenis bahan apel menunjukkan penurunan yang signifikan
pada menit ke-40. Hal ini disebabkan air yang terikat erat tidak memiliki
kecenderungan untuk keluar dari makanan, karenanya tiap bahan memiliki
kemampuan yang berbeda dalam penurunan moisture content (Sandulachi,
2012).

4.4. Hubungan Waktu terhadap Drying Rate


Pada praktikum drying, dilakukan pengujian pengaruh moisture content
(%) dengan drying rate (gr/cm2menit) terhadap jenis buah yang digunakan

16
yaitu apel, nanas, dan pear. Sehingga diperoleh data hasil percobaan yang
ditunjukkan dalam grafik berikut.

0,006

Drying Rate (gr/cm2menit) 0,005

0,004

0,003 Apel
Nanas
0,002
Pear
0,001

0,000
45,000055,000065,000075,000085,000095,0000
Moisture Content (%)

Gambar 4.4 Hubungan waktu terhadap drying rate


Berdasarkan gambar 4.4 dapat dilihat hubungan antara moisture content
dengan laju pengeringan (drying rate) pada tray kedua dengan bahan apel,
nanas, dan pear. Dapat dilihat bahwa laju pengeringan masing – masing
variabel bahan baku cenderung mengalami penurunan seiring semakin turun
moisture content.
Berdasarkan teori yang ada menyatakan bahwa laju pengeringan adalah
jumlah penurunan kadar air berbasis waktu pada bahan pangan yang banyak
dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia dari bahan, ukuran bahan, bentuk
bahan, dan komposisi kadar air bahan yang dikeringkan (Hariyadi, 2018). Hal
ini dapat disebabkan selama pengeringan permukaan partikel bahan yang
telah dikeringkan tidak lagi ditutupi oleh lapisan air dan jumlah air terlihat
makin lama makin berkurang karena terjadi migrasi air dari bagian dalam ke
permukaan secara difusi (Henderson dan Perry, 1976 dalam Nurdahlia, 2015).
Faktor faktor yang mempengaruhi laju pengeringan menurun ialah difusi air
dari bahan ke permukaan dan pengambilan uap air dari permukaan (Brooker
et al, 1978 dalam Nurdahlia, 2015). Taufiq (2014) juga menyatakan
perubahan laju pengeringan tetap menjadi laju pengeringan menurun untuk
bahan yang berbeda akan terjadi pada kadar air yang berbeda pula.
Dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan telah sesuai dengan teori
bahwa moisture content berbanding lurus dengan laju pengeringan hal ini
disebabkan semakin banyak moisture content pada sampel maka semakin
banyak air yang menguap. Perubahan laju pengeringan menurun untuk bahan
yang berbeda akan terjadi pada kadar air yang berbeda pula.

17
4.5. Kurva Sorption Isotherm
Pada percobaan ini dilakukan juga plotting grafik psychrometric chart
untuk menentukan humidty ratio. Percobaan dilakukan pada kondisi hujan
dengan temperatur 27°C dan kelembaban udara 64%. Penentuan humidity
ratio yang digunakan untuk menentukan moisture content pada kurva
sorption isotherm buah apel, pear, dan nanas yang digambarkan dalam grafik
dibawah ini:

Gambar 4.5 Psychrometric chart

(Moraes et al., 2008)


Gambar 4.6 Kurva sorption isotherm apel pada suhu 60°C

18
(Djendoubi et al., 2013)
Gambar 4.7 Kurva sorption isotherm pear pada suhu 60°C

(Talla et al., 2005)


Gambar 4.8 Kurva sorption isotherm nanas pada suhu 60°C
Psychrometric merupakan metode sederhana yang digunakan untuk
mengukur jumlah udara dan embun relatif yang ada pada suatu aliran udara
lembab (Rosen, 1969). Grafik ini dibuat untuk mengetahui hubungan antara
berbagai jenis parameter yang ada pada udara dan juga kelembabannya.
Psychrometric chart membuat penggunanya dapat bekerja secara “mundur”
dari relative humidity yang diinginkan ke kondisi udara saat operasi terjadi
(Hyndman, 2019). Kurva sorption isotherm menyatakan hubungan antara

19
kadar air (basis kering) bahan dengan kelembaban relatif (relative
humidity/RH) atau aktivitas air pada suhu tertentu. Moisture content sorption
isotherm dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva sorption isotherm yang khas
pada setiap bahan (Aini et al., 2014).
Plotting pada psychrometric chart dilakukan dengan cara menarik garis
dari temperatur percobaan, yaitu 27°C vertikal ke atas sampai menyentuh
kurva relative humidity (RH) 64% yang merupakan kelembaban saat
percobaan dilakukan. Dari titik yang didapatkan kemudian tarik garis
horizontal ke kanan sampai menyentuh sumbu Y yang merupakan humidity
ratio. Selanjutnya di setiap suhu 60°C pada masing–masing kurva buah
ditarik juga garis vertikal ke atas hingga menabrak garis horizotal yang telah
dibuat sebelumnya. Kemudian diperoleh nilai RH untuk buah apel, pear, dan
nanas pada suhu 60°C sebesar 13%. Nilai RH operasi kemudian dapat
digunakan untuk menentukan moisture content pada grafik sorption isotherm
dengan menggunakan data relative humidity yang telah diperoleh sebelumnya
sebagai nilai water activity (aw). kemudian ditarik garis vertikal dari water
activity tiap suhu hingga menyentuh garis pada grafik dan ditarik kembali ke
arah kiri hingga menyentuh sumbu Y (moisture content). Dari hasil plottingan
diperoleh nilai moisture content buah apel, pear, dan nanas untuk relative
humidity 13% berturut – turut sebesar 0,130 kg/kg bahan; 0,01 kg/kg bahan;
dan 0,137 kg/kg bahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luampon dan
Charmongkolpradit (2019), moisture content dan relative humidity pada suhu
pengeringan memiliki hubungan bahwa ketika moisture content meningkat
saat terjadi peningkatan relative humidity. Sedangkan ketika suhu dinaikkan,
maka nilai moisture content dan nilai relative humidity akan menurun. Hal ini
disebabkan seiring dengan meningkatnya temperatur udara akan menurunkan
kelembaban (relative humidity), molekul air menjadi aktif karena tingkat
energinya, menyebabkan mereka menjadi kurang stabil dan terpecah.
Terpecahnya molekul air ini menyebabkan kandungan air berkurang
(moisture content) karena molekul air melepaskan diri dari tempat pengikatan
air dari bahan makanan, sehingga mengurangi kadar air mono-layer (Hossain
et al., 2001). Maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kadar air
(moisture content) dengan kelembaban (relative humidity) adalah berbanding
lurus dimana peningkatan suhu akan menurunkan kelembaban (relative
humidity) dan kadar air (moisture content).

20
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Moisture content terbesar dimiliki oleh buah pear, sedangkan moisture
content terkecil dimiliki oleh buah apel, namun terdapat
ketidaksesuaian pada tray 1 dan tray 4 yang dapat disebabkan oleh
berkurangnya pengembalian dari suhu udara serta masalah fluktuasi
suhu dan kelembaban udara sekitar.
2. Drying rate terbesar dimiliki oleh buah pear dan drying rate terkecil
dimiliki oleh buah nanas, namun terdapat ketidaksesuaian pada tray 3
yang dapat dikarenakan difusi kelembaban dari struktur internal
padatan ke permukaan luar yang menjadi faktor pembatas yang
mengurangi laju pengeringan.
3. Semakin lama waktu pengeringan maka semakin besar penurunan
moisture content pada setiap bahan, namun pada jenis bahan apel
menunjukkan penurunan yang signifikan pada menit ke-40 yang dapat
disebabkan oleh air yang terikat erat tidak memiliki kecenderungan
untuk keluar dari makanan.
4. Moisture content berbanding lurus dengan laju pengeringan hal ini
disebabkan semakin banyak moisture content pada sampel maka
semakin banyak air yang menguap.
5. Moisture content berbanding lurus dengan laju pengeringan hal ini
disebabkan semakin banyak moisture content pada sampel maka
semakin banyak air yang menguap.

5.2. Saran
1. Memasang higrometer di laboratorium agar kelembaban udara sekitar
dapat dikendalikan sehingga pengeringan dapat berjalan lebih baik.
2. Dapat melakukan percobaan dengan variabel suhu agar dapat
mengetahui pengaruhnya terhadap moisture content dan drying rate
tiap sampel.
3. Dalam percobaan selajutnya dapat digunakan variasi ukuran bahan/
luas permukaan bahan yang dimasukkan ke dalam tray untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap moisture content dan drying rate
pada proses drying.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., Prihananto, V., & Wijonarko, G. (2014). Karakteristik kurva isotherm
sorpsi air tepung jagung instan. Agritech, 34(1), 50-58.
Andrade, R. D. P., Roberto, L. M., & Perez, C. E. C. (2011). Models of Soption
Isotherms for Food. Uses and Limitation. Vitae, 18(3), 325-334.
Cheenkachorn, Kraipat, Jintanatham, Piyawat., Rattanaprapa, Sarun. 2014. Drying
of Papaya (Carica papaya L.) using a Microwave-vacuum Dryer. World
Academy of Science, Engineering and Technology, 6(9): 20.
da Silva, F. B., Fakhouri, F. M., Galante, R. M., Antunes, C. A., Santos, M. D.,
Caon, T., & Martelli, S. M. (2018). Drying Kinetics of French Fries Covered
with Soy Protein/Starch Edible Coatings.
Djendoubi Mrad, N., Bonazzi, C., Courtois, F., Kechaou, N., & Boudhrioua
Mihoubi, N. (2013). Moisture desorption isotherms and glass transition
temperatures of osmo-dehydrated apple and pear. Food and Bioproducts
Processing, 91(2), 121–128. https://doi.org/10.1016/j.fbp.2012.09.006
Harianto, Tazwir, & Peranginangin, R. (2008). Studi Teknik Pengeringan Gelatin
Ikan dengan Alat Pengering Cabinet. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan, 3(1), 89-96.
Hariyadi, Tri. 2018. Pengaruh Suhu Operasi terhadap Penentuan Karakteristik
Pengeringan Busa Sari Buah Tomat menggunakan Tray Dryer. Jurnal
Rekayasa Proses, 12(2) : 104-113
Hidayat, T., Nurdhannah, N., & Risfaheri. (1993). Pengeringan Lada Hitam dengan
Alat Pengering Tipe Bak. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
8(1), 8-13.
Hossain, M. D., Bala, B. K., Hossain, M. A., & Mondol, M. R. A. (2001). Sorption
isotherms and heat of sorption of pineapple. Journal of food engineering,
48(2), 103-107. https://doi.org/10.1016/S0260-8774(00)00132-1
Hyndman, B. (2019). Heating, ventilation, and air conditioning. In Clinical
Engineering Handbook, Second Edition (Second Edition). Elsevier Inc.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-813467-2.00092-4
Kahraman, O., Malvandi, A., Vargas, L., and Feng, H. (2021). Drying
characteristics and quality attributes of apple slices dried by a non-thermal
ultrasonic contact drying method. Ultrasonics Sonochemistry 73 (2021)
105510.

22
Li, J., Li, Z., Li, L., Song, C., Raghavan, G. S. V., and He, F. (2021). Microwave
drying of balsam pear with online aroma detection and control. Journal of
Food Engineering 288 (2021) 110139.
Luampon, R., & Charmongkolpradit, S. (2019). Temperature and relative humidity
effect on equilibrium moisture content of cassava pulp. Research in
Agricultural Engineering, 65(1), 13–19. https://doi.org/10.17221/112/2017-
RAE
Manfaati, R., Baskoro, H., & Rifai, M. M. (2019). Pengaruh Waktu dan Suhu
terhadap Proses Pengeringan Bawang Merah menggunakan Tray
Dryer. Jurnal Fluida, 12(2), 43-49.
Mishra, P., Woltering, E., Brouwer, B., and van Echtelt, E.H. (2021). Improving
moisture and soluble solids content prediction in pear fruit using near-
infrared spectroscopy with variable selection and model updating approach.
Postharvest Biology and Technology 171 (2021) 111348.
Moraes, M. A., Rosa, G. S., & Pinto, L. A. A. (2008). Moisture sorption isotherms
and thermodynamic properties of apple Fuji and garlic. International Journal
of Food Science and Technology, 43(10), 1824–1831.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.2008.01716.x
Mullen, S., Rogers, B., Worman, H., and Martinez, E. N. (2018). The drying of
apples in a laboratory tray drier. Chemical Engineering Education 52(1),
2018.
Nurdahlia. 2015. Karakteristik Pengeringan Pisang Sale Menggunakan Alat
Pengering Hybrid Tipe Rak. Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri.
Universitas Mataram.
Rosen, H. (1969). Psychrometric relationships and equilibrium moisture content of
wood at temperatures above 212 F. Wood and Fiber, 12(3), 153–171.
Sandulachi, E., Dr., assoc. prof. 2012. Water activity concept and its role in food
preservation. Technical University of Moldova.
Sari, D. K., & Lestari, R. S. D. (2016), Pengaruh Laju Alir Udara Pengering
Terhadap Pengeringan Kulit Manggis. Jurnal TEKNIKA, 12(1), 35–42
Sari, D. K., Kustiningsih, I., & Lestari, R. S. D. (2017). Pengaruh Suhu dan Waktu
Pengeringan Terhadap Mutu Rumput Laut Kering. Jurnal TEKNIKA, 13(1):
43–50.
Talla, A., Jannot, Y., Nkeng, G. E., & Puiggali, J. R. (2005). Experimental
determination and modeling of sorption isotherms of tropical fruits: banana,
mango, and pineapple. Drying Technology, 23(7), 1477-1498.

23
Taufiq, Muchamad. 2004. Pengaruh Temperatur terhadap Laju Pengeringan Jagung
pada Pengering Konvensional dan Fluidizd Bed. Fakultas Teknik, Universitas
Sebelas Maret.
Victor, S. L., Garg, M. K., and Pawar, K. (2019). Effect of different drying
techniques on the quality attributes of pineapple powder. International
Journal of Current Microbiology and Applied Sciences 8(2): 324-341.
Wang, Z., Xu, L., Liu, D., Zhang, Q., Hu, A., Wang, R., & Chen, Y. (2021). Effects
of Air Temperature and Humidity on the Kinetics of Sludge Drying at Low
Temperatures. Energies, 14.

24
LEMBAR PERHITUNGAN

Variabel Tetap : Suhu Proses Drying : 60°C


Ukuran Permukaan : 1 cm × 1 cm × 1 cm
Variabel Berubah : Sampel : Apel, Nanas, Pear
Kondisi Operasi : Suhu Oven : 110°C
Suhu Ruangan : 27°C
Relative Humidity : 64%

6. Menentukan Kadar Air Total (X0)


𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑊𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑋0 = × 100%
𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙
a. Apel
(20,257 − 3,273)𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
20,257 𝑔𝑟
𝑋0 = 83,843%
b. Nanas
(20,115 − 4,264)𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
20,115 𝑔𝑟
𝑋0 = 78,802%
c. Pear
(20,609 − 2,726)𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
20,609 𝑔𝑟
𝑋0 = 86,773%
7. Menghitung Luas Permukaan
𝐴 = 6 × 𝑠2
𝐴 = 6 × 1 𝑐𝑚2
𝐴 = 6 𝑐𝑚2
8. Menentukan Moisture Content untuk masing-masing tray per variabel
sampel
(𝑊𝑛 × 100) − (𝑋𝑛 × 𝑊𝑛 )
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑛 − 𝑊𝑏𝑘
𝑋𝑛 = × 100%
𝑊𝑛
a. Apel
• Tray 1
(16,917 𝑔𝑟 × 100) − (83,843 × 16,917 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 2,7333 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(16,917 − 2,7333) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
16,917 𝑔𝑟
𝑋0 = 83,8426%
▪ Menit ke-5
(14,97 − 2,7333) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
14,97 𝑔𝑟
𝑋5 = 81,7412%
Waktu (menit) Xn (%)
0 83,8426
5 81,7412
10 80,1067
15 78,3102
20 76,4245
25 74,0325
30 71,3065
35 69,1775
40 64,0586
45 60,8123
• Tray 2
(16,82 𝑔𝑟 × 100) − (83,843 × 16,28 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 2,7177 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(16,82 − 2,7177) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
16,82 𝑔𝑟
𝑋0 = 83,8426%
▪ Menit ke-5
(14,098 − 2,7177) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
14,098 𝑔𝑟
𝑋5 = 80,7230%
Waktu (menit) Xn (%)
0 83,8426
5 80,7230
10 77,5770
15 74,4556
20 71,3899
25 67,4452
30 63,9231
35 60,6078
40 53,5123
45 49,4387
• Tray 3
(17,705 𝑔𝑟 × 100) − (83,843 × 17,705 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 2,8607 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(17,705 − 2,8607) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
17,705 𝑔𝑟
𝑋0 = 83,8426%
▪ Menit ke-5
(13,96 − 2,8607) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
13,96 𝑔𝑟
𝑋5 = 79,5081 %
Waktu (menit) Xn (%)
0 83,8426
5 79,5081
10 77,0964
15 74,2607
20 71,5555
25 68,1334
30 61,6482
35 54,9502
40 51,3658
45 39,2640
• Tray 4
(16,048 𝑔𝑟 × 100) − (83,843 × 16,048 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 2,5929 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(16,048 − 2,5929) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
16,048 𝑔𝑟
𝑋0 = 83,8426%
▪ Menit ke-5
(15,275 − 2,5929)𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
15,275 𝑔𝑟
𝑋5 = 83,0250%
Waktu (menit) Xn (%)
0 83,8426
5 83,0250
10 81,3993
15 79,3392
20 77,2170
25 74,6932
30 72,2977
35 70,1790
40 65,2328
45 62,4158
b. Nanas
• Tray 1
(16,407 𝑔𝑟 × 100) − (78,802 × 16,407 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 3,4780 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(16,407 − 3,4780) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
16,407 𝑔𝑟
𝑋0 = 78,8019%
▪ Menit ke-5
(14,808 − 3,4780) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
14,808 𝑔𝑟
𝑋5 = 76,5129%
Waktu (menit) Xn (%)
0 78,8019
5 76,5129
10 74,4342
15 72,0869
20 69,7804
25 67,3552
30 65,4105
35 63,3125
40 60,6564
45 58,7722
• Tray 2
(17,481 𝑔𝑟 × 100) − (78,802 × 17,481 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 3,7056 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(17,481 − 3,7056) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
17,481 𝑔𝑟
𝑋0 = 78,8019%
▪ Menit ke-5
(15,163 − 3,7056) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
15,163 𝑔𝑟
𝑋5 = 75,5613%
Waktu (menit) Xn (%)
0 78,8019
5 75,5613
10 72,3191
15 68,9463
20 66,0407
25 63,4408
30 60,8117
35 58,0999
40 55,1809
45 52,7643
• Tray 3
(16,173 𝑔𝑟 × 100) − (78,802 × 16,173 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 3,4282 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(16,173 − 3,4282) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
16,173 𝑔𝑟
𝑋0 = 78,8019%
▪ Menit ke-5
(14,294 − 3,4282) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
14,294 𝑔𝑟
𝑋5 = 76,0153%
Waktu (menit) Xn (%)
0 78,8019
5 76,0153
10 73,6987
15 70,9927
20 68,5586
25 66,2462
30 63,7056
35 61,4357
40 58,7440
45 56,1926
• Tray 4
(18,437 𝑔𝑟 × 100) − (78,802 × 18,437 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 3,9083 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(18,437 − 3,9083) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
18,437 𝑔𝑟
𝑋0 = 78,8019%
▪ Menit ke-5
(16,288 − 3,9083) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
16,228 𝑔𝑟
𝑋5 = 76,0051%
Waktu (menit) Xn (%)
0 78,8019
5 76,0051
10 74,6478
15 72,4049
20 70,2972
25 68,2536
30 66,3658
35 64,7361
40 62,5283
45 60,9092
c. Pear
• Tray 1
(20,251 𝑔𝑟 × 100) − (86,773 × 20,251 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 2,6786 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(20,251 − 2,6786) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
21,251 𝑔𝑟
𝑋0 = 86,773%
▪ Menit ke-5
(18,708 − 2,6786) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
18,708 𝑔𝑟
𝑋5 = 85,682%
Waktu (menit) Xn (%)
0 86,773
5 85,682
10 84,590
15 83,153
20 81,789
25 80,411
30 78,704
35 76,876
40 74,770
45 72,650
• Tray 2
(19,612 𝑔𝑟 × 100) − (86,773 × 19,612 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 2,5941 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(19,612 − 2,5941) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
19,612 𝑔𝑟
𝑋0 = 86,773%
▪ Menit ke-5
(17,188 − 2,5941) 𝑔𝑟
𝑋5 = × 100%
17,188 𝑔𝑟
𝑋5 = 84,907%
Waktu (menit) Xn (%)
0 86,773
5 84,907
10 82,906
15 80,613
20 78,068
25 75,812
30 72,950
35 70,103
40 67,151
45 64,010
• Tray 3
(18,424 𝑔𝑟 × 100) − (86,773 × 18,424 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 2,4310 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(18,424 − 2,4310) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
18,424 𝑔𝑟
𝑋0 = 86,773%
▪ Menit ke-5
(16,649 − 2,4310) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
16,649 𝑔𝑟
𝑋0 = 85,363%
Waktu (menit) Xn (%)
0 86,773
5 85,363
10 83,789
15 81,854
20 80,176
25 78,299
30 76,068
35 73,660
40 71,016
45 68,400
• Tray 4
(18,653 𝑔𝑟 × 100) − (86,773 × 18,653 𝑔𝑟)
𝑊𝑏𝑘 =
100
𝑊𝑏𝑘 = 2,4673 𝑔𝑟
▪ Menit ke-0
(18,653 − 2,4673) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
18,653 𝑔𝑟
𝑋0 = 86,773%
▪ Menit ke-5
(16,984 − 2,4673) 𝑔𝑟
𝑋0 = × 100%
18,984 𝑔𝑟
𝑋0 = 85,473%
Waktu (menit) Xn (%)
0 86,773
5 85,473
10 84,027
15 82,288
20 80,597
25 78,863
30 76,746
35 74,562
40 72,105
45 69,622
9. Drying Rate untuk masing-masing tray per variabel sampel
𝑊(𝑛−5) − 𝑊𝑛
𝑁𝑛 =
16 × 𝐴 × ∆𝑡
a. Apel
• Tray 1
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(16,917 − 14,97)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0041 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0041
10 0,0026
15 0,0024
20 0,0021
25 0,0022
30 0,0021
35 0,0014
40 0,0026
45 0,0013
• Tray 2
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(16,820 − 14,098)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0057 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0057
10 0,0041
15 0,0031
20 0,0024
25 0,0024
30 0,0017
35 0,0013
40 0,0022
45 0,0010
• Tray 3
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(17,705 − 13,960)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0078 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0078
10 0,0031
15 0,0029
20 0,0022
25 0,0023
30 0,0032
35 0,0023
40 0,0010
45 0,0024
• Tray 4
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(16,048 − 15,275)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0016 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0016
10 0,0028
15 0,0029
20 0,0024
25 0,0024
30 0,0018
35 0,0014
40 0,0026
45 0,0012
b. Nanas
• Tray 1
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(16,407 − 14,808)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0033 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0033
10 0,0025
15 0,0024
20 0,0020
25 0,0018
30 0,0012
35 0,0012
40 0,0013
45 0,0008
• Tray 2
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(17,481 − 15,163)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0048 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0048
10 0,0037
15 0,0030
20 0,0021
25 0,0016
30 0,0014
35 0,0013
40 0,0012
45 0,0009
• Tray 3
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(16,173 − 14,294)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0039 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0039
10 0,0026
15 0,0025
20 0,0019
25 0,0016
30 0,0015
35 0,0012
40 0,0012
45 0,0010
• Tray 4
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(18,437 − 16,288)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0045 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0045
10 0,0018
15 0,0026
20 0,0021
25 0,0018
30 0,0014
35 0,0011
40 0,0014
45 0,0009
c. Pear
• Tray 1
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(20,251 − 18,708)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0032 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0032
10 0,0028
15 0,0031
20 0,0025
25 0,0022
30 0,0023
35 0,0021
40 0,0020
45 0,0017
• Tray 2
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(19,612 − 17,188)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0051 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0051
10 0,0042
15 0,0037
20 0,0032
25 0,0023
30 0,0024
35 0,0019
40 0,0016
45 0,0014
• Tray 3
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(18,424 − 16,649)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0037 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0037
10 0,0034
15 0,0033
20 0,0024
25 0,0022
30 0,0022
35 0,0019
40 0,0018
45 0,0015
• Tray 4
▪ Menit ke-0
𝑁𝑛 = 0 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
▪ Menit ke-5
(18,653 − 16,984)𝑔𝑟
𝑁𝑛 =
16 × 1 𝑐𝑚2 × 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑁𝑛 = 0,0035 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Waktu (menit) Xn (%)
0 0,0000
5 0,0035
10 0,0032
15 0,0032
20 0,0025
25 0,0022
30 0,0022
35 0,0019
40 0,0018
45 0,0015
REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai