Materi :
Perpindahan Panas
Kelompok :
3 / Kamis
ii
RINGKASAN
iii
PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat-Nya, laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia yang berjudul
“Perpindahan Panas” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Kami bersyukur atas bantuan dari berbagai pihak sehingga laporan ini dapat
tersusun dengan baik. Oleh karena itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ibu Dr. T. Aji Prasetyaningrum, S.T., M.Si. selaku Penanggungjawab Laboratorium
Operasi Teknik Kimia Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
3. Prof. Dr. Ir. Hadiyanto S.T., M.Sc., IPU selaku dosen pengampu materi
Perpindahan Panas
4. Marissa Widiyanti, S.T., M. T. dan Murdiyono selaku Laboran Laboratorium
Operasi Teknik Kimia Universitas Diponegoro
5. George Elia Parlindungan selaku koordinator asisten Laboratorium Operasi Teknik
Kimia
6. George Elia Parlindungan dan Mikael Rafiando Sitanggang selaku asisten
pengampu materi Perpindahan Panas
7. Segenap Asisten Laboratorium Unit Operasi Teknik Kimia Universitas
Diponegoro.
8. Teman-teman angkatan 2020 Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
9. Pihak-pihak lain yang ikut berperan dalam membantu menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan
memohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
semua pihak dan dapat berguna sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
4.2 Pengaruh Flow Rate terhadap hh dan hc ....................................................16
4.3 Pengaruh Flow Rate terhadap bilangan Reynold, Nusselt, dan Prandlt .....18
4.4 Hubungan Suhu terhadap U Praktis ............................................................20
BAB V PENUTUP ....................................................................................................21
5.1 Kesimpulan .................................................................................................21
5.2 Saran ...........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................22
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hubungan flow rate terhadap U praktis dan U teoritis ............................. 14
Tabel 4.2 Hubungan flow rate terhadap hh dan hc ................................................... 16
Tabel 4.3 Pengaruh flow rate terhadap bilangan Reynold, Nusselt, dan Prandlt ...... 18
Tabel 4.4 Hubungan suhu terhadap nilai U praktis ................................................... 20
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
LAPORAN SEMENTARA
LEMBAR PERHITUNGAN
DATA PENDUKUNG
Tabel Data Nilai Cp, k, μ, dan ρ
Grafik Hubungan Antara NTU dengan Correction Factor, Ft
Tabel Koefisien Fouling Factors untuk Plate Heat Exchanger
REFERENSI
LEMBAR ASISTENSI
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
5. Mampu mengevaluasi pengaruh suhu fluida panas terhadap nilai perpindahan
panas.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
5. Plate and frame heat exchanger
Plate and frame heat exchanger digunakan karena kelebihan sebagai
berikut apabila dibandingkan dengan jenis heat exchanger lainnya.
1. Modifikasi mudah dilakukan dengan menambahkan/mengurangi plate
ataupun menyusun kembali jumlah pass
2. Memiliki kontrol suhu yang baik
3. Bersifat relatif tidak mahal
4. Aliran bersifat turbulen sehingga proses perpindahan panas menjadi lebih baik
5. Membutuhkan area yang kecil dibandingkan dengan jenis lainnya
6. Fouling minimal dikarenakan aliran turbulen dan residence time yang rendah
7. Pembersihan dan inspeksi mudah pada bagian yang dialiri fluida dikarenakan
komponen dapat dipisahkan
8. Terdapat sekat yang mencegah fluida bercampur apabila terjadi kegagalan
operasi
Di samping kelebihan yang dimiliki, heat exchanger jenis plate and frame
juga memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut:
1. Keterbatasan operasi pada suhu dan tekanan yang tidak begitu tinggi
2. Pressure drop besar akibat area alir yang kecil
3. Tidak disarankan untuk operasi dengan fluida gas atau uap
4. Tidak disarankan untuk operasi dengan fluida berviskositas tinggi karena
dapat menyebabkan pressure drop yang lebih besar dan distribusi aliran
bermasalah
5. Tidak dapat digunakan untuk fluida mudah terbakar dan beracun karena
berpotensi terjadi kebocoran
6. Friksi antar plate dapat menyebabkan terjadinya lubang kecil yang sulit untuk
ditemukan
Perpindahan panas yang terjadi di heat exchanger akan didahului dengan
panas yang terjadi di masing-masing pipa dan tergantung pada sifat bahan dan
diameter pipa. Makin besar diameter pipa makin besar perpindahan panasnya.
Biasanya panas yang melewati dinding secara keseluruhan ditentukan oleh
koefisien luar maupun dalam. Untuk konduksi ditentukan oleh tebal pipa dan
bahan pipa. Hantaran panas heat exchanger ditentukan oleh koefisien
perpindahan panas secara menyeluruh (U).
4
1. Konduksi
Merupakan perpindahan panas yang terjadi karena molekul-molekul dalam
zat bersinggungan, dimana besarnya kecepatan perpindahan panas:
∆𝑇
𝑄 = 𝑘. 𝐴. ∆𝑥 (2.2)
Dengan,
Q = kecepatan perpindahan panas secara konduksi (Btu/hr)
A = luas perpindahan panas (ft2)
k = konduktivitas (Btu/ft.hr.oF)
T = beda suhu antara permukaan panas dan dingin (oF)
x = tebal bahan yang dilalui panas (ft)
Berdasarkan hukum Fourier, besarnya Q tergantung pada:
• Besar kecilnya konduktivitas (k)
• Berbanding lurus dengan beda suhu (ΔT)
• Berbanding terbalik dengan ketebalan (Δx)
2. Konveksi
Merupakan perpindahan panas yang disebabkan adanya gerakan
atom/molekul suatu fluida yang bersinggungan dengan permukaan. Dapat
dihitung dengan persamaan:
𝑄 = ℎ. 𝐴. (𝑇𝑠 − 𝑇𝑣 ) (2.3)
Dengan,
Q = laju perpindahan panas konveksi (Btu/hr)
h = koefisien perpindahan panas konveksi (Btu/ft2.hr.oF)
A = luas perpindahan panas (ft2)
Ts = suhu permukaan batang (°F)
Tv = suhu solubility (°F)
3. Radiasi
Merupakan gelombang perpindahan panas karena adanya perbedaan suhu dan
berlangsung secara gelombang elektromagnetik tanpa perantara. Dapat
dihitung dengan persamaan:
𝑇 4 𝑇 4
𝑄 = 𝜀. 𝜎. 𝐴. (𝑇1 4 − 𝑇2 4 ) = 0.171 [(100
1 2
) − (100) ] (2.4)
Dengan,
Q = energi perpindahan panas radiasi (Btu/hr)
σ = konstanta Stefan Boltzmann (1,714 x 10-9 Btu/ft2.hr.°F4)
ε = emisivitas bahan
A = luas bidang (ft2)
5
T1 = suhu mutlak (°F)
T2 = suhu mutlak (°F)
hh = koefisien perpindahan panas konveksi pada sisi fluida panas (Btu/ft2 .hr.oF)
6
hc = koefisien perpindahan panas konveksi pada sisi fluida dingin (Btu/ft2 .hr.oF)
x = tebal dinding pelat (ft)
k = konduktivitas termal pelat (Btu/ft.hr.oF)
Harga U tergantung pada :
1. Tebal dinding pelat, semakin tebal dinding pelat harga U semakin kecil dan
panas yang ditransfer juga semakin kecil.
2. Daya hantar panas.
3. Beda suhu, semakin besar beda suhu maka U semakin besar.
4. Luas bidang permukaan panas.
7
2.6 Jenis Plate and Frame Heat Exchanger
1. Gasketed Plate Heat Exchanger
Gasketed plate heat exchanger merupakan salah satu tipe heat
exchanger yang umum digunakan pada sistem kondensasi maupun evaporasi.
Plate disusun dan dihubungkan dengan baut agar mudah dilepas kembali
untuk maintenance. Mesin hydraulic atau mekanik diperlukan untuk
merapatkan antar plate sebelum dihubungkan menggunakan baut. Gasket
pada plate digunakan untuk menyegel aliran dan mengarahkan aliran.
2. Brazed Plate Heat Exchanger
Brazed Plate Heat Exchanger memiliki bentuk geometri yang sama
dengan Gasketed Plate Heat Exchanger, perbedaan ada pada gasket yang
dihilangkan secara total. Plate dihubungkan dengan cara brazing
menggunakan copper atau nickel alloy dan heat exchanger disegel ketat agar
tidak terjadi kebocoran. Heat exchanger dapat digunakan pada rentang suhu -
160oC hingga 190oC dan tekanan hingga 30 bar.
3. Welded Plate Heat Exchanger
Welded plate heat exchanger terdiri atas banyak plate yang
disambungkan dengan sistem welding sehingga membentuk cassetes untuk
aliran fluida beroperasi pada sistem perpindahan panas. Cassetes ditutup oleh
sebuah lapisan sehingga membentuk persegi.
4. Semi Welded Plate Heat Exchanger
Semi Welded Plate Heat Exchanger terdiri atas plates yang disusun satu
dengan yang lain dan dilakukan welding pada bagian sealing groove yang
digunakan nantinya untuk pemasangan gasket.
8
Panas yang dilepas oleh fluida panas dan diterima oleh fluida dingin dapat
terjadi karena adanya beda suhu ΔT = Th – tc yang disebut beda suhu lokal antara
fluida panas dan fluida dingin pada suatu titik atau lokal tertentu, dimana dari
ujung pemasukan sampai ujung pengeluaran harga ΔT selalu berubah. Dengan
menggunakan neraca energi, dapat dirumuskan sebagai berikut.
𝑑𝑞 = 𝑚ℎ. 𝐶𝑝ℎ. ∆𝑇ℎ = −𝐶ℎ. ∆𝑇ℎ (2.10)
Dimana
𝑚ℎ. 𝐶𝑝ℎ = 𝐶ℎ (2.11)
Perpindahan panas melalui luasan dA dapat dinyatakan sebagai:
𝑑𝑞 = 𝑈. ∆𝑇. 𝑑𝐴 (2.12)
Dimana
∆𝑇 = 𝑇ℎ − 𝑡𝑐 (2.13)
𝑑(∆𝑇) = 𝑑𝑇ℎ − 𝑑𝑡𝑐 (2.14)
𝑑𝑞
𝑑𝑞 = −𝐶ℎ. ∆𝑇ℎ → 𝑑𝑇ℎ = 𝐶ℎ (2.15)
𝑑𝑞
𝑑𝑞 = 𝐶𝑐. 𝑑𝑡𝑐 → 𝑑𝑡𝑐 = (2.16)
𝐶𝑐
Maka
1 1
𝑑(∆𝑇) = 𝑑𝑇ℎ − 𝑑𝑡𝑐 = −𝑑𝑞 (𝐶ℎ + 𝐶𝑐) (2.17)
1 1
𝑑(∆𝑇) = −𝑑𝑞 (𝐶ℎ + 𝐶𝑐) (2.18)
Substitusi
𝑞 𝑞
𝐶ℎ = 𝑇ℎ𝑖 −𝑇ℎ𝑜 𝑑𝑎𝑛 𝐶ℎ = 𝑇𝑐𝑜 −𝑇𝑐𝑖 (2.23)
(∆𝑇 ) 𝑇ℎ𝑖 −𝑇ℎ𝑜 𝑇𝑐𝑜 −𝑇𝑐𝑖
ln (∆𝑇1) = −𝑈. 𝐴. ( + ) (2.24)
2 𝑞 𝑞
(∆𝑇 ) −𝑈.𝐴
ln (∆𝑇1) = ((𝑇ℎ𝑖 − 𝑇𝑐𝑜) + (𝑇𝑐𝑜 − 𝑇𝑐𝑖)) (2.25)
2 𝑞
Sehingga
9
∆𝑇2 −∆𝑇1 ∆𝑇1 −∆𝑇2
∆𝑇𝑚 = ∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 = ∆𝑇2 = ∆𝑇1 (2.27)
ln( ) ln( )
∆𝑇1 ∆𝑇2
Kekurangan
• Tidak dapat dipakai untuk mengubah suhu fluida dengan cepat
• Kurang efisien jika dipakai untuk menaikkan suhu fluida dingin untuk
batas tertentu
10
BAB III
METODE PRAKTIKUM
11
3.2.2 Alat yang Digunakan
1. Brazed plate heat exchanger
2. Termometer
3.4. Respon
1. Perbedaan suhu fluida panas masuk dan keluar
2. Perbedaan suhu fluida dingin masuk dan keluar
12
4. Suhu awal cold fluid
5. Perubahan suhu pada flowrate tertentu, baik hot atau cold fluid tiap 1 menit
selama 10 menit (Thi, Tho, Tci, tco)
6. Hitung besarnya ΔTLMTD, U berdasarkan data diatas lalu buatlah grafik
hubungan dengan suhu awal dan flowrate hot fluid.
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
90
80
70
60
50
U
40 U Praktis
30 U Teoritis
20
10
0
0,00005 0,00007 0,00009 0,00011 0,00013 0,00015
Flow rate hot fluid
Gambar 4.1 Pengaruh flow rate terhadap U praktis dan U teoritis pada suhu
52oC
14
90
80
70
60
50
U
40 U Praktis
30 U Teoritis
20
10
0
0,00005 0,00007 0,00009 0,00011 0,00013 0,00015
Flow rate hot fluid
Gambar 4.2 Pengaruh flow rate terhadap U praktis dan U teoritis pada suhu
60oC
Gambar 4.1 dan 4.2 merupakan grafik hubungan antara flow rate dengan
nilai U praktis dan U teoritis pada suhu 52oC serta 60oC. Kedua grafik tersebut
menunjukkan pengaruh flow rate hot fluid dengan nilai koefisien perpindahan
panas (U) praktis dan teoritis, dimana peningkatan flow rate hot fluid diikuti
dengan meningkatnya nilai koefisien perpindahan panas (U) praktis maupun
teoritis.
Nilai U praktis dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:
Q (4.1)
U=
A × ∆TLMTD
dimana,
A = luas perpindahan panas total (m2)
Q = perpindahan panas dari uap panas ke uap dingin (W)
ΔTLMTD = perbedaan suhu rata-rata logaritmik (K)
dengan,
Q = m × c × ∆T (4.2)
Persamaan 4.2 memperlihatkan bahwa semakin besar flow rate, maka massa juga
ikut meningkat. Seiring naiknya massa, maka jumlah kalor juga ikut bertambah
banyak. Seiring naiknya jumlah kalor, maka nilai koefisien perpindahan panas
juga ikut meningkat. Sehingga, semakin besar nilai laju aliran massa maka nilai
koefisien perpindahan panas menjadi lebih besar (Syafi’i dkk., 2020). Nilai U
teoritis dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:
1 1 1 𝑥 (4.3)
= + + + 𝑐𝑜𝑛𝑑
𝑈 ℎℎ ℎ𝑐 𝑘
15
Veriyawan dkk. (2014) menyatakan bahwa kecepatan perpindahan panas yang
besar akan membuat nilai U juga besar, namun sebaliknya jika kecepatan
perpindahan panas kecil maka harga U juga kecil. Karena perpindahan panas
melibatkan konduksi, variabel konduksi pada bahan Heat Exchanger nantinya
akan berpengaruh pada perpindahan panas yang terjadi (cond). Variabel
konduksi melibatkan faktor fouling pada perpindahan panasnya baik hot fluid
maupun cold fluid. Fouling dapat menghambat laju perpindahan panas antara
residu dengan fluid, serta menyebabkan menurunnya driving force pada fluida
yang membuat menurunnya performa heat exchanger (Halim dkk., 2022).
Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa hasil
percobaan yang diperoleh telah sesuai dengan teori yang ada, dimana hubungan
antara flow rate hot fluid dengan koefisien perpindahan panas menyeluruh secara
praktis adalah berbanding lurus, semakin besar flow rate hot fluidnya, maka
semakin meningkat nilai koefisien perpindahan panas menyeluruhnya. Namun,
terdapat penyimpangan pada koefisien perpindahan panas secara teoritis. Hal
tersebut terjadi karena adanya resistance of dirt berupa fouling yang menghambat
laju perpindahan panas (Halim dkk., 2022).
16
22
20
18
hh 16
52°C
14 60°C
12
10
0,00005 0,00007 0,00009 0,00011 0,00013 0,00015
Flow rate hot fluid
12
11,5
hc
52°C
11
60°C
10,5
10
0,00005 0,00007 0,00009 0,00011 0,00013 0,00015
Flow rate hot fluid
17
semakin meningkat. Fenomena ini terjadi karena bertambahnya kecepatan fluida
(V), maka temperatur fluida panas rata-rata menjadi meningkat sehingga
mengakibatkan harga bilangan Reynolds (Re,h) meningkat pula.
𝑁𝑁𝑢 = 𝐶 𝑁 𝑅𝑒 𝑚 𝑃𝑟 𝑛 (4.4)
𝑁𝑁𝑢 𝑘 (4.5)
ℎ=
𝐿
(Syaichurrozi dkk., 2014)
Selain itu, kenaikan kecepatan fluida (V) pada sistem membuat temperatur fluida
panas dan dingin rata-rata menjadi meningkat sehingga mengakibatkan harga
koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) (Syaichurrozi dkk., 2014).
Koefisien konveksi berbanding lurus dengan koefisien perpindahan panas
menyeluruh (U), Hal ini sesuai pula dengan persamaan berikut:
1 (4.6)
𝑈=
1 1
( )+( )
ℎ𝑜 ℎ𝑖
(Titahelu, 2019 )
Dari persamaan 4.6 dapat diketahui bahwa semakin besar nilai U (koefisien
perpindahan overall) semakin besar juga nilai koefisien konveksinya. Percobaan
yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa terjadi penurunan nilai hc pada
setiap kenaikan flowrate hot fluid. Salah satu faktor yang mempengaruhi
penurunan nilai perpindahan koefisien secara konveksi adalah adanya penurunan
tekanan (pressure drop), sehingga kalor yang bisa diserap jauh lebih sedikit
(Setiadanu dkk., 2016).
Dari teori yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa percobaan yang
telah dilakukan sudah sesuai dengan teori. Dimana semakin meningkatnya
kecepatan aliran fluida dapat meningkatka bilangan Reynold, sehingga akan
menyebabkan peningkatan perpindahan panas secara konveksi. Namun pada
koefisien perpindahan panas konveksi fluida panas terjadi penurunan disebabkan
oleh adanya pressure drop.
4.3 Pengaruh Flow Rate terhadap bilangan Reynold, Nusselt, dan Prandlt
Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data pengaruh flow rate
terhadap bilangan nusselt, reynold, dan prandlt pada suhu 52oC dan 60oC yang
ditunjukkan oleh tabel sebagai berikut
Tabel 4.3 Pengaruh flow rate terhadap bilangan Reynold, Nusselt, dan Prandtl
Flow Rate
Suhu (℃) Nu Re Pr
(m3/s)
0,0000583 20,7036 2438,6955 5,5104
18
52 0,0000833 27,8770 3587,0825 5,3265
0,0001333 40,0891 5566,8813 5,5188
0,0000583 20,7029 2438,5897 5,5104
60 0,0000833 27,4061 3449,1119 5,5631
0,0001333 39,9407 5526,9675 5,5532
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat data nilai bilangan Nusselt, Reynold,
dan Prandtl pada tiap-tiap variabel suhu dan masing-masing flow rate. Pada suhu
52℃ setiap kenaikan flow rate mengalami kenaikan nilai Nusselt berturut turut
dengan nilai 20,7036; 27,8770; 40,0891. Sedangkan pada suhu 60℃ memiliki
nilai 20,7029; 27,4061; 39,9407. Sedangkan pada bilangan Reynold dengan suhu
52℃ mengalami kenaikan nilai Reynold berturut turut dengan nilai 2438,6955;
3587,0825; 5566,8813. Sedangkan pada suhu 60℃ memiliki nilai 2438,5897;
3449,1119; 5526,9675. Sedangkan pada bilangan Prandtl dengan suhu 52℃
mengalami kenaikan nilai Prandtl berturut turut dengan nilai 5,5104; 5,3265;
5,5188. Sedangkan pada suhu 60℃ memiliki nilai 5,5104; 5,5631; 5,5532.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jamshidi et al. (2013)
kenaikan flow rate akan meningkatkan nilai bilangan Nusselt dan nilai koefisien
perpindahan panas. Dapat ditinjau pula dari rumus bilangan Nusselt yakni :
𝑁𝑢 = 𝑢 × 𝑁𝑅𝑒 𝑠 × 𝑁𝑃𝑟 𝑡 (4.7)
dengan nilai Re didapatkan menggunakan persamaan
𝐷𝐺𝑡 (4.8)
𝑅𝑒 =
𝜇
(Syaichurrozi et al., 2014)
Dari rumus di atas dapat disimpulkan bahwa nilai bilangan Nusselt yang menurun
disebabkan oleh nilai bilangan Reynold yang menurun akibat penurunan dari
flowrate apabila nilai bilangan Prandtl tidak mengalami penurunan. Sehingga,
ketiga bilangan tak berdimensi tersebut saling berhubungan.
Berdasarkan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa pengaruh flow rate
terhadap bilangan Nusselt, Reynold, dan Prandtl berbanding lurus dimana
semakin besar flowrate maka semakin besar bilangan Reynold. Akan tetapi,
terdapat ketidak sesuaian pada suhu 60°C dan flow rate 0,00013333 m3/s,
dimanaa bilangan Prandlt mengalami penurunan menjadi 5,5532. Hal ini dapat
disebabkan karena diffusivitas panas yang meningkat. Diffusivitas panas
meningkat akibat panas yang didifusikan fluida lebih besar daripada permukaan
benda, sehingga menyebabkan bilangan Prandlt mengalami penurunan (Hamami
dan Imron, 2016).
19
4.4 Hubungan Suhu terhadap U Praktis
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data hubungan suhu 52℃ dan
60℃ terhadap U praktis yang ditunjukkan oleh tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Hubungan Suhu terhadap nilai U Praktis
U Praktis (J/s.m2.℃)
3
Flow Rate (m /s)
52℃ 60℃
0,0000583 9,5939 9,5681
0,0000833 27,1107 28,4143
0,0001333 83,6754 85,2153
Tabel 4.4 menunjukkan perolehan data perhitungan nilai U Praktis dari tiap
variabel suhu dan masing-masing flow rate. Pada suhu 520C, terjadi kenaikan
nilai U praktis dari flow rate 3,5 lpm ke 5 lpm, dan ke 8 lpm dengan nilai berturut-
turut 9,5939; 27,1107; dan 83,6754. Pada suhu 600C, terjadi juga kenaikan nilai U
praktis dari flow rate 3,5 lpm ke 5 lpm, dan ke 8 lpm dengan nilai berturut-turut
9,5681; 28,4143; dan 85,2153.
Dari Bizzy & Setiadi (2013), didapatkan rumus koefisien perpindahan
kalor menyeluruh (U) praktis sebagai berikut:
Q (4.9)
U=
A × ∆TLMTD
Semakin tinggi suhu masuk fluida panas mengakibatkan nilai U praktis semakin
rendah. Karena nilai U praktis dipengaruhi oleh suhu, di mana semakin tinggi
suhu akan menyebabkan perbedaan suhu antara fluida panas dan fluida dingin
semakin besar. Dari persamaan (4.3) , U praktis berbanding terbalik dengan
perbedaan suhu. Sehingga semakin besar perbedaan suhu maka nilai U praktis
akan semakin kecil.
Berdasarkan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa dalam percobaan ini
pengaruh suhu terhadap nilai U praktis sudah sesuai teori. Semakin besar suhu
menyebabkan ΔTLMTD juga semakin besar, sehingga nilai U praktis akan semakin
rendah.
20
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Hubungan antara flow rate hot fluid dengan koefisien perpindahan panas
menyeluruh secara praktis dan teoritis adalah berbanding lurus, semakin
besar flow rate hot fluidnya, maka semakin meningkat nilai koefisien
perpindahan panas menyeluruhnya. Namun, terdapat penyimpangan pada
koefisien perpindahan panas secara teoritis yang dapat terjadi karena
adanya resistance of dirt berupa fouling yang menghambat laju
perpindahan panas.
2. Semakin meningkatnya kecepatan aliran fluida dapat meningkatka
bilangan Reynold, sehingga akan menyebabkan peningkatan perpindahan
panas secara konveksi. Namun pada koefisien perpindahan panas konveksi
fluida panas terjadi penurunan disebabkan oleh adanya pressure drop.
3. Hubungan flow rate terhadap bilangan nusselt, reynold, dan prandlt
berbanding lurus dimana semakin besar flowrate maka semakin besar
bilangan Reynold. Namun, terdapat ketidaksesuaian nilai bilangan Prandlt
pada suhu 60°C, dimana bilangan Prandlt mengalami penurunan yang
dapat disebabkan oleh diffusivitas panas yang meningkat.
4. Semakin besar suhu menyebabkan ΔTLMTD juga semakin besar, sehingga
nilai U praktis akan semakin rendah.
5.2. Saran
1. Kalibrasi alat sebelum memulai percobaan
2. Pastikan tangki air dingin tidak melebihi batas atas
3. Untuk menjaga kestabilan kinerja heat exchanger, fluida di dalam tangki
diganti pada setiap kali heat exchanger selesai digunakan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bizzy, I., & Setiadi, R. (2013). Studi perhitungan alat penukar kalor tipe shell and tube
dengan program heat transfer research inc. (HTRI). Jurnal Rekayasa Mesin
Universitas Sriwijaya, 13(1), 67-76. https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jrm
Brown, G. G. (1976). Unit Operations, Moderns Asia Edition. John Willey and Sons
Inc.
Halim, A., Arumsari, A. G., & Sulistianingrum, E. A. (2022). Evaluasi Fouling Factor
pada Heat Exchanger dalam Proses Pengolahan Minyak Gas dan Bumi.
Sustainable Environmental and Optimizing Industry Journal, 4(1).
https://doi.org/10.36441/seoi.v4i1.1095
Hamami, A. dan Imron, C. (2016). Simulasi numerik aliran fluida pada permukaan
peregangan dengan kondisi batas konvekti di tingkat-stagnasi. Jurnal Sains dan
Seni ITS 5(2). Diakses dari
https://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/download/19743/2832
Holman, J. D. (1997). Perpindahan Kalor (Edisi ke-6). Erlangga.
Jamshidi, N., Farhadi, M., Ganji, D. D., Segidhi, K. (2013). Experimental analysis of
heat transfer enhancement in shell and helical tube heat exchangers. Applied
Thermal Engineering, 51(1-2):644-652.
https://doi.org/10.1016/j.applthermaleng.2012.10.008
Kern, D. G. (1980). Process Heat Transfer. McGraw Hill Book Co. Ltd. Kogakusha.
Perry, R. H., & Chilson. (1973). Chemical Engineering Handbook (5th ed.). Mc Graw
HillBook
Setiadanu, G. T., Gunawan, Y., dan Sukaryadi, D. (2016). Pengaruh Penurunan
Karakteristik Sumber Panas Terhadap Kinerja Heat Exchanger di PLTP Biner
Dieng. Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, 15(2): 69-80.
http://ketjurnal.p3tkebt.esdm.go.id/index.php/ket/article/view/128
Syafi’i, M, Priangkoso, T., & Darmanto, D. (2020). Studi Eksperimental dan Simulasi
Pengaruh Sudut Double Segmental Baffle dan Laju Aliran Massa Fluida pada
Heat Exchanger Type Shell and Tube terhadap Perpindahan Panas. Jurnal Ilmiah
Momentum, 16(1). http://dx.doi.org/10.36499/jim.v16i1.3354
Syaichurrozi, I., Metta Karina, A., & Imanuddin, A. (2014). Study of Plate and Frame
Heat Exchanger Performance : The Effects of Mass Flow Rate, Inlet Temperature
and Type of Flow Againts The Overall Heat Transfer Coefficient. Eksergi, 11(2),
11. doi.org/10.31315/e.v11i2.361. https://doi.org/10.31315/e.v11i2.361
Titahelu, N. (2019). Analisis Pengaruh Kecepatan Fluida Panas Aliran Searah
Terhadap Karakteristik Heat Exchanger Shell and Tube. Reasearchgate, May.
22
https://www.researchgate.net/publication/333246718_ANALISIS_PENGARU
H_KECEPATAN_FLUIDA_PANAS_ALIRAN_SEARAH_TERHADAP_KA
RAKTERISTIK_HEAT_EXCHANGER_SHELL_AND_TUBE/link/5ce429de
299bf14d95af39df/download
Veriyawan, R., Biyanto, T. R., & Nugroho, G. (2014). Optimasi Desain Heat
Exchanger Shell-And-Tube Menggunakan Metode Particle Swarm Optimization.
Jurnal Teknik Pomits, 3(2). DOI: 10.12962/j23373539.v3i2.7556
23
LEMBAR PERHITUNGAN
T1 = 52°C
Mass flow Mass flow
Flow rate Flow rate ρ hot ρ cold
rate hot rate cold
hot (m3/s) cold (m3/s) (kg/m3) (kg/m3)
(kg/s) (kg/s)
0,0000583 0,0000667 995,216 996,622 0,058 0,066
0,0000833 0,0000667 994,899 996,436 0,083 0,066
0,0001333 0,0000667 995,230 996,517 0,133 0,066
Cp hot Cp cold ΔT hot
ΔT cold (°C) Q hot (J/s) Q cold (J/s)
(J/kg°C) (J/kg°C) (°C)
4179,000 4172,219 1,4 4,8 339,6522 1330,600
4179,000 4182,532 2,8 4,1 970,1263 1139,150
4179,000 4182,982 4,9 2,9 2717,257 805,893
T2 = 60°C
Mass flow Mass flow
Flow rate Flow rate ρ hot ρ cold
rate hot rate cold
hot (m3/s) cold (m3/s) (kg/m3) (kg/m3)
(kg/s) (kg/s)
0,0000583 0,0000667 995,173 998,209 0,058 0,067
0,0000833 0,0000667 996,072 998,309 0,083 0,067
0,0001333 0,0000667 996,062 998,137 0,133 0,067
Cp hot Cp cold ΔT cold
ΔT hot (°C) Q hot (J/s) Q cold (J/s)
(J/kg°C) (J/kg°C) (°C)
4179,000 4179,000 2,1 6 509,4563 1668,606
4171,256 4179,000 3,9 4,3 1350,334 1195,955
4171,193 4179,000 6,8 3,3 3766,987 917,6669
Perhitungan U Praktis
Qhot
Uprakts =
n × A × t LMTD
A = (N − 2) × 0,023
A = (16 − 2) × 0,023
A = 0,322
∆𝑇1 − ∆𝑇2
∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 =
∆𝑇
ln (∆𝑇1 )
2
5,4°𝐶 − 8,8°𝐶
∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 =
5,4°𝐶
ln (8,8°𝐶 )
∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 = 6,96218°𝐶
(Tcout − Tcin)
NTU =
∆TLMTD
(24 − 19,3)
NTU =
6,96218
NTU = 0,6894
t LMTD = Ft × ∆TLMTD
t LMTD = 0,987 × 6,96218°𝐶
t LMTD = 6,8717
T1 = 52°C
∆T (Local
Flow rate Flow rate ∆TLMTD Temperature
∆T1 (°C) ∆T2 (°C)
hot (m3/s) cold (m3/s) (°C) Difference)
(°C)
0,0000583 0,0000667 5,4 8,8 6,96218 7,1
0,0000833 0,0000667 6,4 7,7 7,029978 7,05
0,0001333 0,0000667 7,4 5,4 6,347573 6,4
Correction U Praktis
NTU tLMTD A (m2)
Factor (Ft) (J/s.m2.°C)
0,6894 0,987 6,8717 0,322 9,5939
0,5832 0,988 6,9456 0,322 27,1107
0,4569 0,993 6,3031 0,322 83,6754
T1 = 60°C
∆T (Local
Flow rate Flow rate ∆TLMTD Temperature
∆T1 (°C) ∆T2 (°C)
hot (m3/s) cold (m3/s) (°C) Difference)
(°C)
0,0000583 0,0000667 8,6 12,5 10,42874 10,55
0,0000833 0,0000667 9,1 9,5 9,298566 9,3
0,0001333 0,0000667 10,5 7 8,632062 8,75
Correction U Praktis
NTU tLMTD A (m2)
Factor (Ft) (J/s.m2.°C)
0,5753 0,991 10,3349 0,322 9,5681
0,4624 0,992 9,2242 0,322 28,4143
0,3823 0,994 8,5803 0,322 85,2153
NRe = 2438,6955
NPr = 5,5104
0,315 × 20,7036
hh =
J
0,6177
kg°C
𝐽
hh = 10,5588
𝑠. 𝑚2 . °𝐶
Pada T1 dan F1 cold side
kg
0,0664 s
G=
0,0007m2
𝑘𝑔
G = 94,9164
𝑚2 . 𝑠
𝑘𝑔
0,024m × 94,9164
NRe = 𝑚2 . 𝑠
kg
0,00073 m. s
NRe = 3115,5459
NPr = 4,8600
0,315 × 24,1628
hc =
J
0,6262
kg°C
𝐽
hc = 12,1546
𝑠. 𝑚2 . °𝐶
T1 = 52°C
Hot Fluid
Mass
Mass Flow Heat Thermal
Flow rate Velocity Viscosity
Rate (W) Capacity Conductivity
hot (m3/s) (G) (kg/m.s)
(kg/s) (J/kg.°C) (J/s.m.°C)
(kg/m2.s)
0,0000583 0,0581 82,9347 0,00082 4179 0,6177
0,0000833 0,0829 118,4404 0,00079 4179 0,6196
0,0001333 0,1327 189,5677 0,00082 4179 0,6176
hh
NRe NPr NNu
(J/kg.°C)
2438,6955 5,5104 20,7036 10,5588
3587,0825 5,3265 27,8770 14,1718
5566,8813 5,5188 40,0891 20,4483
Cold Fluid
Mass
Mass Flow Heat Thermal
Flow rate Velocity Viscosity
Rate (W) Capacity Conductivity
cold (m3/s) (G) (kg/m.s)
(kg/s) (J/kg.°C) (J/s.m.°C)
(kg/m2.s)
0,000067 0,0664 94,9164 0,00073 4172,2194 0,6262
0,000067 0,0664 94,8986 0,00093 4182,5315 0,6076
0,000067 0,0664 94,9064 0,00094 4182,9820 0,6068
hc
NRe NPr NNu
(J/kg.°C)
3115,5496 4,8600 24,1628 12,1546
2456,6600 6,3656 21,8409 11,3223
2434,3867 6,4314 21,7560 11,2933
T1 = 60°C
Hot Fluid
Mass
Mass Flow Heat Thermal
Flow rate Velocity Viscosity
Rate (W) Capacity Conductivity
hot (m3/s) (G) (kg/m.s)
(kg/s) (J/kg.°C) (J/s.m.°C)
(kg/m2.s)
0,0000583 0,0581 82,9311 0,00082 4179 0,6177
0,0000833 0,0830 118,5801 0,00083 4171,255856 0,6140
0,0001333 0,1328 189,7260 0,00082 4171,192793 0,6140
hh
NRe NPr NNu
(J/kg.°C)
2438,5897 5,5104 20,7029 10,5584
3449,1119 5,5631 27,4061 14,0611
5526,9675 5,5532 39,9407 20,4895
Cold Fluid
Mass
Mass Flow Heat Thermal
Flow rate Velocity Viscosity
Rate (W) Capacity Conductivity
cold (m3/s) (G) (kg/m.s)
(kg/s) (J/kg.°C) (J/s.m.°C)
(kg/m2.s)
0,000067 0,0665 95,0675 0,00104 4179,0000 0,5989
0,000067 0,0666 95,0771 0,00105 4179,0000 0,5983
0,000067 0,0665 95,0606 0,00104 4179,0000 0,5994
hc
NRe NPr NNu
(J/kg.°C)
2192,5001 7,2500 20,8157 10,9475
2176,9193 7,3086 20,7523 10,9256
2203,7685 7,2082 20,8614 10,9633
Perhitungan U Teoritis
Pada T1 dan F1
1 1
=
ℎℎ 10,5588
1
= 0,0947
ℎℎ
1 1
=
ℎ𝑐 12,1546
1
= 0,0823
ℎ𝑐
𝑥
= 0,00022
𝑘
1 1 1 𝑥 1 1
= + + + +
𝑈 ℎℎ ℎ𝑐 𝑘 𝐶𝑜𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑡 𝑓𝑜𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 ℎ𝑜𝑡 𝐶𝑜𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑡 𝑓𝑜𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑐𝑜𝑙𝑑
1 1 1
= 0,0947 + 0,0823 + 0,00022 + +
𝑈 30000 8000
1
= 0,1774
𝑈
T1 = 52 °C
Coefficient Coefficient
Fouling Fouling
Factor Factor Hot 1/hh 1/hc x/k 1/U U (J/s.m2.C)
Cold Fluid Fluid
(J/s.m2.C) (J/s.m2.C)
8000 30000 0,0947 0,0823 0,0002 0,1774 5,6382
8000 30000 0,0706 0,0883 0,0002 0,1593 6,2789
8000 30000 0,0489 0,0885 0,0002 0,1378 7,2552
T2 = 56 °C
Coefficient Coefficient
Fouling Fouling
Factor Factor Hot 1/hh 1/hc x/k 1/U U (J/s.m2.C)
Cold Fluid Fluid
(J/s.m2.C) (J/s.m2.C)
8000 30000 0,0947 0,0913 0,0002 0,1864 5,3638
8000 30000 0,0711 0,0915 0,0002 0,1630 6,1340
8000 30000 0,0488 0,0912 0,0002 0,1404 7,1226
DATA PENDUKUNG
REFERENSI
LEMBAR ASISTENSI
DIPERIKSA
KETERANGAN TANDA TANGAN
NO TANGGAL
1 19/10/2022 Revisi P0:
- Revisi 2.8
2 19/10/2022 ACC Asisten