LAPORAN
PRAKTIKUM PROSES KIMIA
Materi :
Disusun Oleh :
Kelompok/Hari : 5 / SENIN
Rekan Kerja : 1. ALESSANDRO PIERO PRATAMA PUTRA
2. HALIMAH HANIN YUSHINTA WIBOWO
3. TSABITA NUR ALIFA
Laporan praktikum yang berjudul Reaktor Ideal Aliran Kontinyu yang disusun oleh :
Kelompok/Hari : 5 / Senin
Anggota : 1. Alessandro Piero P. P. NIM. 21030120130094
2. Halimah Hanin Y. W. NIM. 21030120140107
3. Myra Ivana Yuliani J. NIM. 21030120140150
4. Tsabita Nur Alifa NIM. 21030120140186
Telah disetujui pada :
Hari :
Tanggal :
Semarang, 2022
Dosen Pengampu Asisten Pengampu
ii
RINGKASAN
iii
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga laporan Praktikum Proses Kimia ini dapat
diselesaikan dengan lancar dan sesuai harapan. Laporan ini dibuat guna memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Praktikum Proses Kimia.
Adapun isi laporan ini adalah pembahasan mengenai hasil percobaan dari
praktikum Reaktor Ideal Aliran Kontinyu. Berbagai dukungan dan doa kami
peroleh, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan ini. Untuk itu, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ing. Suherman S.T., M.T., selaku Ketua Departmen Teknik Kimia
Undip,
2. Prof. Dr. T. Aji Prasetyaningrum, S.T., M.Si. selaku Penanggung Jawab
Laboratorium Proses Kimia Universitas Diponegoro,
3. Prof. Dr. Moh. Djaeni, S.T., M. Eng. selaku Dosen Pengampu laporan
materi Reaktor Ideal Aliran Kontinyu,
4. Bapak Sungkowo dan Ibu Nurfiningsih selaku Laboran Laboratorium
Proses Kimia,
5. Michelle Angelina Archan selaku koordinator asisten Laboratorium Proses
Kimia,
6. Kenshi Budhi Saputra dan Vincent Wijaya Sentosa sebagai asisten
pengampu materi Reaktor Ideal Aliran Kontinyu,
7. Asisten-asisten Laboratorium Proses Kimia,
8. Teman-teman yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Dalam penulisan laporan ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan
yang masih perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dan masukan dari pembaca
sangat diharapkan untuk penyempurnaan laporan ini. Akhir kata, semoga laporan
ini dapat bermanfaat dan berguna sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
4.2. Perhitungan Harga k pada Laju Reaksi Penyabunan Etil Asetat
dengan NaOH ..................................................................................... 18
4.3. Pengaruh Variabel Suhu terhadap Harga k pada Laju Reaksi
Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH .............................................. 20
4.4. Perbandingan Hasil Percobaan dan Perhitungan Matematis Metode
Runge-Kutta Reaksi Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH ............. 21
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 25
5.1. Kesimpulan......................................................................................... 25
5.2. Saran ................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Nilai regresi dari grafik orde 1 dan orde 2 pada setiap variabel ........... 17
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Mengetahui pengaruh suhu operasi (50°C, 60°C, 70°C) terhadap
konstanta reaksi (k) penyabunan etil asetat dengan NaOH.
4. Membandingkan hasil percobaan dengan perhitungan model matematis
metode Runge-Kutta reaksi penyabunan pada reaktor ideal aliran
kontinyu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
𝑋 𝑑𝑋
t = 𝑁𝐴𝑜 ∫0 𝐴 𝑉𝑖 (−𝑟𝐴 … (5)
𝐴)
dV = Fo . dt, pada t = 0 → V = 0
3
Karena densitas laju alir dianggap konstan, maka volumenya hanya
merupakan fungsi dari waktu.
V = Fo.t … (9)
Sedangkan dari neraca komponen:
Akumulasi = input – output – laju konsumsi karena reaksi
𝑑
(𝑉. 𝐶) = 𝐹𝑜 . 𝐶𝑜 − 0 − 𝑉(−𝑟𝐴 ) … (10)
𝑑𝑡
𝑏 2 . 𝑋 2 . 𝑟]. 𝑦 = 0
Dari pers. (5) didapatkan:
4
a=1
r=0
1 (1 − 𝑎2 )
𝑝= √ −𝑐 =0
𝑠 2
Maka = U = 𝐶1 𝐼0 (√4. 𝑘. 𝐶𝑜 . 𝑧)
𝑑𝑈 𝑑
= 𝑑𝑧 𝐶1 𝐼0 (√4. 𝑘. 𝐶𝑜 . 𝑧) … (19)
𝑑𝑡
𝐶0 𝑇1 (2√𝑘.𝐶𝑜 .𝑇)
𝐶= … (22)
𝑘.𝑡.𝑇0 (2√𝑘.𝐶𝑜 .𝑇)
b. Tahap Kedua
Pada tahap ini proses berjalan kontinyu, namun belum tercapai kondisi
steady state. Dapat dinyatakan dengan:
C = f(t) dan V = konstan → dV/dt = 0
Dari neraca massa komponen diperoleh:
𝑑
(𝑉. 𝐶) = 𝐹. 𝐶𝑜 − 𝐹. 𝐶 − 𝑘. 𝑉. 𝐶 2 … (23)
𝑑𝑡
𝑑𝐶 𝑑𝑉
𝑉. 𝑑𝑡 − 𝐶. 𝑑𝑡 = 𝐹. 𝐶𝑜 − 𝐹. 𝐶 − 𝑘. 𝑉. 𝐶 2 … (24)
5
Pers. (24) menjadi
𝑑𝐶 𝐶𝑜 𝐶
= − − 𝑘. 𝐶 2 … (25)
𝑑𝑡 Ť Ť
C1 adalah konsentrasi awal tiap tahap kedua yaitu pada saat t = Ť yang
diperoleh dengan pengukuran konsentrasi contoh.
c. Tahap Ketiga
Pada tahap ini proses berjalan dalam keadaan steady state dan akumulasi
= 0 dari neraca komponen, diperoleh:
F – C0 = F.C +Vr … (27)
F – C0 = F.C + V. k. Cs2 … (28)
C0 = Cs + (V/F).k.Cs2 … (29)
k. Ť.Cs2 + Cs – C0 = 0 … (30)
Apabila k diketahui maka Cs dapat diprediksikan. Sebaliknya apabila Cs
diukur maka nilai k dapat dihitung. Pers. (30) merupakan persamaan
aljabar biasa dan dapat diselesaikan dengan mudah.
6
ΔH reaksi = ΔH CH3COONa + ΔH C2H5OH) - (ΔH CH3COOC2H5 + ΔH
NaOH)
= ((-726.100 – 235.100) – (-445.500 - 425.609)) J/mol
= -91.091 J/mol
Karena ΔH reaksi bernilai negatif maka reaksi yang berlangsung adalah
reaksi eksotermis yang menghasilkan panas.
Reaksi : CH3COOC2H5 + NaOH → CH3COONa + C2H5OH
Untuk menentukan sifat reaksi apakah berjalan searah atau bolak-balik
dapat diketahui dari nilai konstanta keseimbangan reaksi. Pada suhu kamar
diperoleh data (Smith et al., 2011):
ΔG CH3COOC2H5 = - 328.000 J/mol
ΔG NaOH = - 379.494 J/mol
ΔG CH3COONa = - 631.200 J/mol
ΔG C2H5OH = - 168.490 J/mol
Sehingga :
ΔG reaksi = (ΔG CH3COONa + ΔG C2H5OH) - (ΔG CH3COOC2H5 + ΔG
NaOH)
= (-631.200 – 168.490) – (-328.000 – 379.494) J/mol
= -92.196 J/mol
𝑑 ∆𝐺 ∆𝐻
( )=
𝑑𝑡 𝑅𝑇 𝑅𝑇 2
ΔG = RT ln K
K pada standar 298 K = 𝑒 (∆𝐺/𝑅𝑇)
−92,196
K = 𝑒 8,314 .298 = 1,45 𝑥 1016
Dari data diatas dapat diperoleh nilai konstanta keseimbangan reaksi pada
temperatur 298 K adalah 1,45 x 1016. Pada temperatur operasi, harga K
dihitung dengan persamaan :
𝐾 − ∆𝐻 ° 1 1
𝑙𝑛 ( ′
) = ( − )
𝐾 𝑅 𝑇 𝑇1
T = 27 ºC (suhu ruang) = 300 K
1,45 𝑥 1016 −(−91.091) 1 1
𝑙𝑛 ( ′
)= ( − )
𝐾 8,314 300 298
K' = 1,13 x 1016
Karena harga konstanta keseimbangan jauh lebih besar dari 1, maka reaksi
berlangsung searah (irreversibel).
7
2.4. Tinjauan Kinetika
Ditinjau dari kinetika reaksi, kecepatan reaksi saponifikasi etil asetat
dengan NaOH akan makin besar dengan kenaikan suhu, adanya pengadukan
dan perbedaan konsentrasi. Hal ini dapat dijelaskan oleh persamaan
Arrhenius yaitu:
𝐸𝐴
𝑘 = 𝑘0 . 𝑒 −(𝑅.𝑇)
Dengan:
k = Konstanta laju reaksi
k0 = Faktor pre eksponensial atau frekuensi
T = Suhu
EA = Energi aktivasi
R = Tetapan gas ideal
=1,98 cal/gm-mol.K
=1,98 Btu/lb-mol.oR
=82,06 cm3.atm/gm-mol. K
Berdasarkan persamaan Arrhenius dapat dilihat bahwa konstanta
laju reaksi dipengaruhi oleh nilai faktor frekuensi atau faktor eksponensial,
suhu, dan energi aktivasi (Levenspiel, 1999).
8
d. Titik lebur = -1110C
Sifat Kimia:
Bereaksi dengan Hg+ membentuk endapan Hg2Cl2 putih yang tidak larut
dalam air panas dan asam encer tetapi larut dalam ammonia encer dan
KCN tiosulfat, beraksi dengan Pb2+ membentuk PbCl2 putih, mudah
menguap apabila dipanaskan.
3. HCl
Sifat Fisis:
1. Massa atom : 36,45 gr/mol
2. Massa jenis : 3,21 gr/ml
3. Titik leleh : -1010C
4. Energi ionisasi : 1250 kJ/mol
5. Kalor jenis : 0,115 kal/gr0C
6. Pada suhu kamar HCl berbentuk gas yang tak berwarna dan
berbau tajam
Sifat Kimia:
1. HCl akan berasap tebal di udara lembab
2. Gasnya berwarna kuning kehijauan dan berbau
merangsang
3. Dapat larut dalam alkali hidroksida, kloroform, dan eter
4. Merupakan oksidator kuat
5. Berafinitas besar sekali terhadap unsur-unsur lainnya
sehingga dapat beracun bagi pernapasan
9
Gambar 2.2 Grafik trial reaksi orde 1 Gambar 2.3 Grafik trial orde 2
(Cao = Cbo)
Gambar 2.4 Grafik trial reaksi orde 2 Gambar 2.5 Grafik trial orde n
(Cao ≠ Cbo)
1 𝐶𝑎
[𝐶 ] = 𝑘. 𝑡
𝑎 𝐶𝑎𝑜
1 1
−𝐶 = 𝑘. 𝑡
𝐶𝑎 𝑎𝑜
1 1
= 𝑘. 𝑡 + 𝐶
𝐶𝑎 𝑎𝑜
𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐
10
Harga k didapat dari metode least square. Dimana harga k merupakan nilai
dari m.
(Levenspiel. O., 1970)
Orde reaksi 1
𝑑𝐶𝑎
−𝑟𝑎 = − = 𝑘. 𝐶𝑎
𝑑𝑡
𝐶𝑎 𝑑𝐶𝑎 𝑡
∫𝐶𝑎𝑜 − 𝐶𝑎
= ∫0 𝑘. 𝑑𝑡
𝐶𝑎
− ln[𝐶𝑎 ] = 𝑘. 𝑡
𝐶𝑎𝑜
−(ln 𝐶𝑎 − ln 𝐶𝑎0 ) = 𝑘. 𝑡
𝐶𝑎
− ln = 𝑘. 𝑡
𝐶𝑎0
𝑦 = 𝑚𝑥
11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
12
2. Proses Kontinyu
13
3.2. Bahan dan Alat yang Digunakan
3.2.1. Bahan yang Digunakan
1. NaOH 0,2 N 98%
2. Etil Asetat 0,3 N 98%
3. HCl 0,1 N 25%
4. Indikator MO 3 tetes
5. Aquadest
3.2.2. Alat yang Digunakan
1. Pipet
2. Thermometer
3. Reaktor batch
4. Gelas ukur
5. Buret
6. Statif dan Klem
7. Erlenmeyer
8. Rangkaian alat reaktor aliran kontinyu
14
b. Proses Kontinyu
15
b. Percobaan Kontinyu
1. Siapkan reagen yang dibutuhkan: etil asetat 0,3 N, HCl 0,1 N, dan
NaOH 0,2 N.
2. Memasukkan etil asetat dan NaOH ke dalam tangki umpan masing-
masing.
3. Pompa masing-masing reaktan ke dalam CSTR yang kosong dan
menjaga konstan laju alirnya serta mereaksikannya
4. Mengambil sampel 5 ml tiap 3 menit, kemudian tambahkan
indikator MO 3 tetes ke dalam sampel dan titrasi dengan HCl 0,1 N
sampai warna merah orange. Titrasi dihentikan sampai volume titran
yang digunakan 3 kali konstan.
5. Dengan perhitungan dapat diperoleh nilai Ca (konsentrasi NaOH
sisa).
6. Melakukan langkah 1 sampai 5 dengan dengan pengadukan 70 rpm.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan Orde Reaksi pada Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH
Harga orde reaksi penyabunan etil asetat dengan NaOH dapat
ditentukan dengan membuat grafik persamaan dan mencari nilai R2 pada
grafik. Tabel di bawah ini menunjukkan nilai R2 pada masing-masing
variabel suhu operasi pada reaksi orde 1 dan orde 2.
Tabel 4.1 Nilai regresi dari grafik orde 1 dan orde 2 pada setiap variabel
1 0,5980 0,8222
2 0,7311 0,9304
3 0,9317 0,9604
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat nilai R2 reaksi orde 1 dan orde 2
pada variabel suhu 50oC, 60oC, dan 70oC. Pada reaksi orde 1, nilai R2 pada
variabel suhu 50oC, 60oC, dan 70oC berturut-turut adalah 0,5980; 0,7311;
dan 0,9317; dengan rata-rata 0,7536. Sedangkan, pada reaksi orde 2, nilai
R2 pada variabel suhu 50oC, 60oC, dan 70oC berturut-turut adalah 0,8222;
0,9304; dan 0,9604; dengan rata-rata 0,9043.
Hidrolisis dasar dari ester (etil asetat) dengan soda kaustik, juga
disebut saponifikasi, adalah reaksi orde kedua yang irreversible (Tsujikawa
& Inoue, 1966; Kuheli et al., 2011; Ikhazuangbe et al., 2015, dalam Citak
& Kivrak, 2019). Mekanisme reaksi untuk reaksi saponifikasi adalah
sebagai berikut.
NaOH + CH3COOC2H5 → CH3COONa + C2H2OH
Laju reaksi persamaan di atas dapat dituliskan menggunakan persamaan laju
diferensial, yang ketika diintegralkan dan disusun ulang menghasilkan
persamaan sebagai berikut.
𝐶𝐴 𝐶𝐴0 (4.1)
ln ( ) = ln ( ) + (𝐶𝐴0 + 𝐶𝐵0 )𝑘. 𝑡
𝐶𝐵 𝐶𝐵0
Di mana A merajuk pada alkali (natrium hidroksida) dan ester (etil asetat),
serta k merupakan konstanta laju reaksi (Citak & Kivrak, 2019). Sesuai
dengan reaksi kinetika, grafik ln(CA/CB) diplot terhadap waktu (t) dari data
eksperimen. Dengan menggunakan persamaan linear yang diperoleh,
17
konstanta tingkat reaksi ditemukan untuk suhu kerja. Dalam plot ini, nilai
slip ln(CA0/CB0) dan kemiringan k(CA0-CB0) diberikan (Levenspiel, 1999,
dalam Citak & Kivrak, 2019).
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa nilai R2 yang paling mendekati 1 adalah nilai R2 pada reaksi orde 2.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat dengan
NaOH merupakan reaksi dengan orde 2. Hasil ini telah sesuai dengan teori
yang ada, dimana reaksi saponifikasi (penyabunan), adalah reaksi orde
kedua yang irreversible.
1 𝐶𝐴
[ ] = 𝑘. 𝑡
𝐶𝐴 𝐶𝐴0
1 1
− = 𝑘. 𝑡
𝐶𝐴 𝐶𝐴0
18
1 1
= 𝑘. 𝑡 +
𝐶𝐴 𝐶𝐴0
1
𝑀𝑎𝑘𝑎 𝑦 = ; 𝑥 = 𝑡; 𝑚 = 𝑘
𝐶𝐴
Persamaan orde 2 (CA ≠ CB)
𝑑𝐶𝐴 𝑑𝐶𝐵
−𝑟𝐴 = − =− = 𝑘. 𝐶𝐴 . 𝐶𝐵
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑋𝐴
−𝑟𝐴 = −𝐶𝐴0 . = 𝑘. (𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴0 𝑋𝐴 )(𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 𝑋𝐴 )
𝑑𝑡
𝑋𝐴 𝑡
𝑑𝑋𝐴 𝐶𝐵0
∫ − = 𝐶𝐴0 . 𝑘 ∫ 𝑑𝑡 , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑀 =
(1 − 𝑋𝐴 )(𝑀 − 𝑋𝐴 ) 𝐶𝐴0
0 0
𝑋𝐴 𝑋𝐴
1 𝑑𝑋𝐴 𝑑𝑋𝐴
∫ −∫ = 𝑘. 𝑡
𝐶𝐴0 (𝑀 − 1) (1 − 𝑋𝐴 ) (𝑀 − 𝑋𝐴 )
0 0
𝑀 − 𝑋𝐴 𝑀 − 𝑋𝐴
ln = 𝐶𝐴0 (𝑀 − 1)𝑘. 𝑡 𝑎𝑡𝑎𝑢 ln = (𝐶𝐴0 − 𝐶𝐵0 )𝑘. 𝑡
𝑀(1 − 𝑋𝐴 ) 𝑀(1 − 𝑋𝐴 )
𝑀 − 𝑋𝐴 𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴0 𝑋𝐴
ln = ln
𝑀(1 − 𝑋𝐴 ) 𝐶𝐵0 (1 − 𝑋𝐴 )
𝑀 − 𝑋𝐴 𝐶𝐵 𝐶𝐴0
ln = ln
𝑀(1 − 𝑋𝐴 ) 𝐶𝐵0 (1 − 𝑋𝐴 )𝐶𝐴0
𝑀 − 𝑋𝐴 𝐶𝐵 𝐶𝐴0 𝐶𝐵
ln = ln = ln
𝑀(1 − 𝑋𝐴 ) 𝐶𝐵0 𝐶𝐴 𝑀. 𝐶𝐴
𝐶𝐵
ln = (𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘. 𝑡
𝑀. 𝐶𝐴
𝐶𝐵
ln − ln 𝑀 = (𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘. 𝑡
𝐶𝐴
𝐶𝐵
ln = (𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘. 𝑡 + ln 𝑀
𝐶𝐴
𝐶𝐵
𝑀𝑎𝑘𝑎 𝑦 = ln ; 𝑥 = 𝑡; 𝑚 = (𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘
𝐶𝐴
Untuk variabel 1 (50oC), didapatkan nilai konstanta laju reaksi melalui
perhitungan sebagai berikut.
𝑦 = 0,0203𝑥 + 0,4811
𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐
𝐶𝐵
ln = (𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘. 𝑡 + ln 𝑀
𝐶𝐴
(𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘 = 0,0203
0,0203
𝑘= = 0,203 𝐿/𝑚𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0,3 − 0,2
19
Untuk variabel 2 (60oC), didapatkan nilai konstanta laju reaksi melalui
perhitungan sebagai berikut.
𝑦 = 0,0293𝑥 + 0,4828
𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐
𝐶𝐵
ln = (𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘. 𝑡 + ln 𝑀
𝐶𝐴
(𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘 = 0,0293
0,0293
𝑘= = 0,293 𝐿/𝑚𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0,3 − 0,2
Untuk variabel 3 (70oC), didapatkan nilai konstanta laju reaksi melalui
perhitungan sebagai berikut.
𝑦 = 0,0668𝑥 + 0,4223
𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐
𝐶𝐵
ln = (𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘. 𝑡 + ln 𝑀
𝐶𝐴
(𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 )𝑘 = 0,0668
0,0668
𝑘= = 0,668 𝐿/𝑚𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0,3 − 0,2
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa pada variabel
1 (50oC) diperoleh harga k sebesar 0,203 L/mol.menit, pada variabel 2
(60oC) diperoleh harga k sebesar 0,293 L/mol.menit, dan pada variabel 3
(70oC) diperoleh harga k sebesar 0,668 L/mol.menit.
20
0.8
Reaksi (L.mol-1.menit-1)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
50 50
60 70
Suhu (oC)
Gambar 4.1 Pengaruh suhu terhadap harga k pada laju reaksi penyabunan
etil asetat dengan NaOH
Diagram batang yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 menunjukan
pengaruh suhu terhadap nilai konstanta laju reaksi penyabuan etil asetat
dengan NaOH. Berdasarkan diagram batang di atas, terlihat pada variabel 1
(suhu 50°C) nilai konstanta laju reaksinya adalah 0,203 L/mol.menit,
variabel 2 (suhu 60°C) nilai konstanta laju reaksinya adalah 0,293
L/mol.menit, dan variabel 3 (suhu 70°C) adalah 0,668 L/mol.menit.
Penyabunan etil asetat terjadi antara etil asetat dan NaOH dalam
waktu tertentu dan dalam keadaan yang termostat. Keadaan termostat ini
harus dilakukan karena temperatur merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu dinaikkan, maka laju reaksi akan
semakin cepat karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik
partikel pereaksi, akibatnya tumbukan antar partikel akan bertambah besar,
dan begitu pula sebaliknya (Borovinskaya et al., 2019).
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan telah sesuai
dengan teori yang ada. Harga k yang diperoleh semakin meningkat, seiring
meningkatnya suhu. Hal ini disebabkan karena konsentrasi reaktan yang
berhubungan erat dengan jumlah partikel zat yang terlibat dalam tumbukan,
sehingga besar kemungkinan terjadinya tumbukan yang efektif.
21
0.250
0.200
0.150
CA Sisa
Ca
0.100
Ca model
0.050
0.000
0 5 10 15 20
waktu (menit)
0.200
0.150
CA Sisa
Ca
0.100
Ca model
0.050
0.000
0 5 10 15 20
waktu (menit)
22
0.250
0.200
0.150
CA Sisa
Ca
0.100
Ca model
0.050
0.000
0 5 10 15 20
waktu (menit)
23
percobaan secara langsung akan memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan CA matematis.
24
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Reaksi penyabunan etil asetat dengan NaOH merupakan reaksi orde 2.
2. Nilai konstanta laju reaksi penyabunan etil asetat dengan NaOH pada
orde 2 untuk variabel suhu 50℃, 60℃, dan 70℃ secara berturut-turut,
yaitu 0,203; 0,293; dan 0,668 L.mol-1.menit -1.
3. Hubungan antara suhu dengan konstanta laju reaksi diperoleh nilai
konstanta laju reaksi yang semakin meningkat, seiring dengan
meningkatnya suhu.
4. Nilai CA praktis pada setiap variabel suhu operasi lebih kecil
dibandingkan dengan nilai CA matematis yang diperoleh dari
perhitungan dengan metode Runge-Kutta. Hal ini telah sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa nilai CA matematis lebih besar
dibandingan dengan nilai CA praktis.
5.2. Saran
1. Pada praktikum selanjutnya, disarankan untuk menggunakan reaktor
jenis lain, seperti reaktor alir pipa untuk dibandingkan dengan reaktor
batch dan reaktor kontinyu.
2. Pada praktikum selanjutnya, disarankan untuk memvariasikan jenis
reaktan karena aplikasi reaktor ideal aliran kontinyu tidak hanya pada
proses saponifikasi.
3. Pada praktikum selanjutnya, disarankan pada percobaan kontinyu
menggunakan pompa digital agar laju alir output dan inputnya dapat
diatur lebih mudah dan akurat.
25
DAFTAR PUSTAKA
Borovinskaya, E., Khaydarov, V., Strehle, N., Musaev, A., & Reschetilowski, W.
(2019). Experimental studies of ethyl acetate saponification using different
reactor systems: The effect of volume flow rate on reactor performance and
pressure drop. Applied Sciences, 9(3), 532. DOI:10.3390/app9030532.
Citak, A., & Kivrak, A. (2019). Determination of the expression rate of ethyl acetate
hydrolysis reaction depending on the temperature. Journal of the Institute of
Science and Technology, 9(1): 382-388. DOI: 10.21597/jist.410336.
Levenspiel, O. (1999). Chemical Reaction Engineering. (3rd ed.). Mc. Graw Hill
Book Kogakusha Ltd, Tokyo.
Malarvizhi, M., & Karunanithi, S. (2021). Study of electrical circuits using Runge
Kutta method of order 4. Journal of Computational Mathematica, 5(2), 109-
120. DOI: 10.26524/cm114.
Smith, J. M., VanNess, H. C., & Abbott, M. M. (2011). Introduction to Chemical
Engineering Thermodynamics. (6th ed.). McGraw-HillCo., Singapore.
Tocino, A., & Aguiar, J. V. (2002). Weak Second Order Conditions for Stochastic
Runge-Kutta Methods. SIAM Journal Science Computation, 24(2), 507-523.
DOI: 10.1137/S1064827501387814.
26
LAPORAN SEMENTARA
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM PROSES KIMIA
Materi :
Kelompok :
5/Senin
Reaktor Batch
Volume titran Volume titran Volume titran
Waktu (menit)
variabel 1 (mL) variabel 2 (mL) variabel 3 (mL)
0 10,0 10,0 10,0
3 6,0 5,6 4,7
6 5,9 5,2 4,2
9 4,8 4,3 3,4
12 4,8 3,7 2
15 4,5 3,6 1,5
18 4,5 3,6 1,5
21 4,5 3,6 1,5
Reaktor Kontinyu
Volume titran Volume titran Volume titran
Waktu (menit)
variabel 1 (mL) variabel 2 (mL) variabel 3 (mL)
0 10,0 10,0 10,0
3 6,4 5,8 5,0
6 6,0 5,0 4,4
9 4,7 4,3 3,7
12 4,5 3,9 2,3
15 4,4 3,8 1,8
15 4,4 3,8 1,8
15 4,4 3,8 1,8
A. Piero P.P. H. Hanin Y.W. Myra Ivana Y.J. Tsabita Nur A. Kenshi Budhi Saputra
21030120130094 21030120140107 21030120140150 21030120140186 21030118140192
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN
1. Kalibrasi Piknometer
Massa piknometer kosong = 20,123 gr
Massa piknometer berisi air = 45,140 gr
ρ air (27,5oC) = 996,374 kg/m3 = 0,996374 gr/cm3
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑖𝑟 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝑉𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 =
𝜌 𝑎𝑖𝑟
45,140 𝑔𝑟 − 20,123 𝑔𝑟
𝑉𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 =
0,996374 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝑉𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 = 25,108 𝑐𝑚3
A + B → C + D
𝐶𝐴
− ln[𝐶𝐴 ] = 𝑘. 𝑡
𝐶𝐴𝑂
−(ln 𝐶𝐴 − ln 𝐶𝐴𝑂 ) = 𝑘. 𝑡
𝐶𝐴
− ln = 𝑘. 𝑡
𝐶𝐴𝑂
[𝑦 = 𝑚𝑥]
𝐶
𝑦 = − ln 𝐶 𝐴 ; x = t; m = k
𝐴𝑂
1.200
y = 0.065x
1.000 R² = 0.923
-ln (CA/CA0)(Y)
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
waktu (menit)
1.400 y = 0.0818x
R² = 0.9452
1.200
1.000
-ln (CA/CA0)(Y)
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
waktu (menit)
c. Variabel 3 (Suhu operasi 70oC)
2.500
y = 0.1312x
2.000 R² = 0.9823
-ln (CA/CA0)(Y)
1.500
1.000
0.500
0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
waktu (menit)
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
waktu (menit)
b. Variabel 2 (Suhu operasi 60oC)
t V ln (CB/CA)
CA XA CB XY X2
(X) titran (Y)
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
waktu (menit)
1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
waktu (menit)
Hasil perbandingan nilai R2 terhadap variabel suhu 50oC, 60oC, dan 70oC
1 0,598 0,8222
2 0,7311 0,9304
3 0,9317 0,9604
Kesimpulan:
Berdasarkan data pada tabel di atas, didapatkan nilai rata-rata R2 untuk
orde 1 sebesar 0,7536; sedangkan untuk orde 2 sebesar 0,9043. Maka dari itu,
dapat disimpulkan bahwa reaksi saponifikasi dapat diidentifikasi sebagai reaksi
dengan orde 2.
𝐾
(𝐶𝐴0 − (𝐶𝐴 + 21 ))
𝑘1
𝑘2 = − 𝑘. (𝐶𝐴 + ) . 𝐶𝐵 ∆𝑡
∆𝑡 2
𝑡+ 2
[ ]
𝑘
(𝐶𝐴0 − (𝐶𝐴 + 22 ))
𝑘2
𝑘3 = − 𝑘. (𝐶𝐴 + ) . 𝐶𝐵 ∆𝑡
∆𝑡 2
𝑡+ 2
[ ]
(𝐶𝐴0 − (𝐶𝐴 + 𝑘3 ))
𝑘4 = [ − 𝑘. (𝐶𝐴 + 𝑘3 ). 𝐶𝐵 ] ∆𝑡
∆𝑡
𝑡+ 2
𝑘1 + 2𝑘2 + 2𝑘3 + 𝑘4
∆𝐶𝐴 =
6
𝐶𝐴 𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙 = 𝐶𝐴 + ∆𝐶𝐴
a. Variabel 1 (Suhu operasi 50oC; k = 0,203 L/mol.menit)
V CA
t Δt CA CB K1 K2 K3 K4 ΔCA
titran Model
0.200
0.150
CA Sisa
Ca
0.100
Ca model
0.050
0.000
0 5 10 15 20
waktu (menit)
V CA
t Δt CA CB K1 K2 K3 K4 ΔCA
titran Model
0.250
0.200
0.150
CA Sisa
Ca
0.100
Ca model
0.050
0.000
0 5 10 15 20
waktu (menit)
c. Variabel 3 (Suhu operasi 70oC, k = 0,668 L/mol.menit)
V CA
t Δt CA CB K1 K2 K3 K4 ΔCA
titran Model
0.250
0.200
0.150
CA Sisa
Ca
0.100
Ca model
0.050
0.000
0 5 10 15 20
waktu (menit)
REFERENSI
LEMBAR ASISTENSI
DIPERIKSA
KETERANGAN TANDA TANGAN
NO TANGGAL
1 27/03/2022 Perbaiki format (asisten)
2 28/03/2022 Lihat catatan (asisten)
3 30/03/2022 Lihat catatan (asisten)