LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM BIOPROSES
Materi :
ALKOHOL
Group :
2 Selasa
Telah diterima dan disetujui oleh Prof. Dr. Ir. Widayat S.T., M.T., IPM. selaku dosen
pengampu pada:
Hari :
Tanggal :
Semarang,
Mengetahui,
Dosen Pengampu
ii
RINGKASAN
iii
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan sebuah
praktikum dan menyelesaikannya dengan baik hingga menjadi sebuah laporan
praktikum materi alkohol. Laporan yang kami susun dengan sistematis dan sebaik
mungkin ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Bioproses
Tahun Ajaran 2021/2022.
Dengan terselesaikannya laporan resmi praktikum ini, maka tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
laporan ini, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Ing. Suherman, S.T., M.T. selaku Kepala Departemen Teknik
Kimia Universitas Diponegoro.
2. Dr. Ing. Ir. Silviana, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng. selaku penanggung
jawab Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik Kimia Undip.
3. Prof. Dr. Ir. Widayat S.T., M.T., IPM. selaku dosen pengampu materi
alkohol.
4. Fitra Adami selaku koordinator asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri
Teknik Kimia Undip.
5. Muhammad Rizky Makarim dan Ayu Puspita Dewi selaku asisten
pengampu materi alkohol.
6. Asisten-asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik Kimia Undip.
7. Orang tua yang selalu mendoakan kelancaran kuliah kami.
8. Teman-teman yang saling membantu dalam menyelesaikan laporan resmi
praktikum ini.
Demikian laporan yang kami buat, mohon kritik dan sarannya atas kekurangan
dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan bagi kami selaku praktikan.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
3.4.2 Pengukuran Variabel Respon ..................................................... 16
3.4.3 Fermentasi .................................................................................. 17
3.4.4 Metode Analisis Gula ................................................................ 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 19
4.1 Pengaruh Jumlah Ragi terhadap Jumlah Koloni Starter ..................... 19
4.2 Pengaruh Jumlah Ragi terhadap Densitas Starter ............................... 20
4.3 Pengaruh Oksigen terhadap Jumlah Koloni ....................................... 21
4.4 Pengaruh pH terhadap Konversi Alkohol ........................................... 22
4.5 Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Konversi Alkohol .................. 24
4.6 Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Densitas Sari Buah ................ 25
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 28
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 28
5.2 Saran ................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 29
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
limbah pertanian-makanan, sedang dipertimbangkan untuk membuat bioetanol
kompetitif di pasar terbuka. Produksi etanol dari sumber yang relatif lebih murah
bahan baku menggunakan mikroorganisme fermentasi yang efisien adalah satu-
satunya cara yang mungkin untuk memenuhi permintaan yang besar untuk etanol
dalam situasi krisis energi saat ini. Biomassa buah yang matang sebagai bahan
baku fermentasi, hidrolisis enzimatik menggunakan enzim mikroba bisa menjadi
solusi yang mungkin untuk mengurangi energi dan biaya input di produksi etanol
(Arumugam & Manikandan, 2011).
Pengadaan produk alkohol menjadi penting terutama di dalam industri
organik dan anorganik. Akhir-akhir ini pula, pemanfaatannya dalam material
dasar bagi industri manufaktur kimia dan juga potensinya dalam menggantikan
bahan bakar cair konvensional. Praktikum kali ini berfokus pada pembuatan
alkohol dengan menggunakan bahan baku sari buah apel yang cenderung mudah
didapatkan. Sari buah apel dapat digunakan menjadi bahan dasar akibat
kandungan gula yang dimilikinya. Dengan kebutuhan tersebut maka akan dibahas
pembuatan alkohol dari sari buah apel, dengan pengaruh penambahan lubang dan
ragi terhadap pertumbuhan yeast pada pembuatan starter, dan pengaruh kenaikan
variabel pH dalam konversi pembuatannya.
1.3 Tujuan
1. Membuat alkohol dari sari buah apel.
2. Mempelajari pengaruh oksigen dan ragi terhadap pertumbuhan yeast pada
pembuatan starter.
3. Mempelajari pengaruh pH terhadap konversi pembuatan alkohol.
1.4 Manfaat
1. Praktikan mampu membuat alkohol dari sari buah apel.
2 Praktikan dapat mempelajari pengaruh oksigen dan ragi terhadap
pertumbuhan yeast pada pembuatan starter.
3 Praktikan dapat mempelajari pengaruh pH terhadap konversi pembuatan
alkohol.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2 Bioetanol
2.2.1 Penjelasan Umum
Bioetanol adalah etanol yang berasal dari sumber hayati, terutama gula
sederhana, amilum dan selulosa. Amilum yang berbentuk polisakarida ini
kemudian dihidrolisis menjadi glukosa dengan pemanasan, menggunakan
katalis dan memanfaatkan enzim. Selanjutnya, glukosa difermentasi dan
menghasilkan etanol. Pada fermentasi etanol ini dilakukan aktivitas
penguraian gula (karbohidrat) menjadi senyawa etanol dengan emisi CO2.
Fermentasi ini dilakukan dalam kondisi anaerobik atau tanpa adanya
oksigen. Umumnya, produksi mikroba bioetanol menggunakan
Saccharomyces cerevisiae. Mikroba ini dapat digunakan untuk konversi
gula menjadi etanol dengan kemampuan konversi yang baik, ketahanan
etanol kadar tinggi, ketahanan pH rendah, dan ketahanan suhu tinggi.
(Masturi et al., 2017)
Pemanfaatan bioetanol dalam beberapa dekade ini telah berkembang
pesat terutama dalam pemenuhan kebutuhan etanol yang masih berbasis
sumber daya fosil. Permintaan energi di seluruh dunia berkembang sekitar
84% dan selama ini permintaan tersebut hanya disokong oleh energi tak
terbarukan seperti batu bara, minyak, dan gas. Sedangkan bioetanol
sendiri dinilai lebih ramah lingkungan karena berbahan dasar vegetasi.
Wacana untuk mencampurkan bioetanol dengan komposisi 20% dalam
bensin pun telah dilakukan untuk menghindari ketergantungan atas etanol
dengan bahan baku fosil (Sujata et al., 2021).
2.2.2 Mekanisme Pembuatan Alkohol
Proses sintesis bioetanol melalui insitu detoksifikasi menggunakan
biomassa lignoselulotik melalui beberapa tahapan:
1. Adaptasi Mikroba dan Mikroorganisme yang Direkayasa (Tahapan
Pretreatment)
Dilakukan adaptasi mikroba dengan cara mengeksplorasi
ketidakmampuan mikroorganisme dalam ketahanan lingkungan.
Penggunaan mikroba yang telah disesuaikan strain dapat
meningkatkan produktivitas dan hasil selama fermentasi dengan
kandungan inhibitor fermentasi yang tinggi. Selama fase pretreatment
ini terjadi pula Konsorsium mikroba yaitu para mikroorganisme yang
mendegradasi fermentasi inhibitor, sehingga pertumbuhan simultan
dari mereka menunjukkan peningkatan signifikan.
4
2. Tahapan Pemecahan Molekul Penyusun
Dalam tahapan ini pertama tama dilakukan zat pereduksi yang
nantinya akan membuat komponen penyusun mereduksi dan memecah
polisakarida menjadi monomer-monomer kecil. Tentunya dilakukan
menggunakan komponen H2O yang nantinya ion H+ akan bebas dan
gugus hidroksilnya OH- akan mengikat monomer glukosa. Pada
percobaan yang dilakukan oleh Nogueira, ia menambahkan polimer
etilen oksida untuk menjadi surfaktan non-ionik, polimer ini
berinteraksi dengan lignin sehingga membuat selulase bebas dalam
lingkungan.
3. Tahapan Fermentasi-Ekstraksi
Fermentasi bioetanol dilakukan dengan penguraian gula
menjadi bioetanol dan karbondioksida yang terjadi akibat mikroba
lignoselulotik. Fermentasi ekstraktif ini dapat meminimalkan energi
konsumsi langkah distilasi karena konsentrasi tinggi etanol dalam fase
organik.
4. Distilasi dan Adsorpsi
Distilasi dilakukan untuk memurnikan kembali produk akhir
etanol agar mendapatkan kadar yang diinginkan. Distilasi atau yang
kerap disebut penyulingan adalah metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan kecepatan volatilitas bahan. Adsorpsi sendiri ialah
pemisahan adsorbat pada spesies padat (adsorben) memalui gas-padat
atau cair-padat antarmuka. Pertukaran elektron terjadi yang disebut
sebagai chemisorpstion.
(Nogueira et al., 2021)
2.2.3 Siklus Metabolisme
Dalam proses pembuatan bioetanol, siklus metabolisme yang terjadi
adalah sebagai berikut:
5
Pembentukan bioetanol berbahan glukosa secara garis besar terbagi
menjadi 2 tahapan. Tahapan awalnya karbohidrat dipecah menjadi gula
sederhana dengan proses hidrolisa pati menjadi monomer glukosa. Lalu
terbentuknya asam piruvat dengan proses glikolisis yaitu penguraian
rangkaian glukosa (memiliki atm C berjumlah 6) menjadi asam piruvat,
NADH dan ATP.
Pada tahapan kedua terjadinya fermentasi alkohol. Piruvat yang telah
terbentuk dilakukan proses dekarboksilasi menjadi asetaldehid dan
dilanjutkan dengan asetaldehid dirubah menjadi alkohol dengan
dehidrogenasi.
(Catalanotti et al., 2013)
6
fermentasi yang lebih rendah memperlambat pertumbuhan ragi dengan
menghentikan aktivitas metabolismenya.
5. Kecepatan Agitasi
Kecepatan agitasi mengontrol fenomena transportasi sel ragi selama
fermentasi. Permeabilitas gugus gula pereduksi dari hidrolisat ke bagian
dalam sel dan pengeluaran bioetanol yang dihasilkan di sitoplasma ke kaldu
bergantung pada kontak seluler sehubungan dengan kecepatan agitasi di
fermentasi batch. Jadi, kecepatan pengadukan yang optimal diperlukan untuk
menghasilkan bioetanol dalam jumlah tinggi.
6. pH
Absorptivitas komponen dari hidrolisat makroalga ke dalam sel ragi
ditentukan oleh konsentrasi ion H+. Selain itu, memberikan kondisi buffering
yang sesuai mempromosikan pertumbuhan ragi dengan menghindari
konsentrasi bakteri, meningkatkan laju fermentasi dan pembentukan produk
akhir.
(Dave et al., 2021)
7
halus dan koloni kasar S. Cerevisiae. Tingkat fermentasi yang lebih lambat
diamati saat koloni kasar S. Cerevisiae dibandingkan koloni halus (Reis et al.,
2013). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa S. Cerevisiae koloni kasar waktu
yang diperlukannya jauh lebih lama dibandingkan koloni halus.
8
2.6 Jenis – Jenis Ragi
Ragi roti adalah sediaan komersial yang terdiri dari sel-sel kering dari satu
atau lebih strain jamur Saccharomyces cerevisiae. Tukang roti menggunakan ragi
sebagai bahan pengembang dalam adonan. Ragi roti paling umum dijual dengan
dua bentuk, baik sebagai compressed cakes atau sebagai bubuk kering, namun ada
juga produk perantara yang disebut dengan cream yeast.
1. Cream Yeast
Cream yeast biasanya tidak disebut sebagai produk ragi roti tetapi
relevan karena mewakili langkah besar dalam proses dan merupakan produk
yang dapat dipasarkan itu sendiri. Pada akhir fermentasi, kaldu fermentor/ragi
dipekatkan menggunakan serangkaian langkah sentrifugasi dan pencucian
gabungan, menjadi krim ragi dengan konsentrasi padatan sekitar 20%. Ragi
kemudian didinginkan hingga kira-kira 4°C, suhu yang ideal untuk membatasi
pertumbuhan mikroorganisme mesofilik yang mengkontaminasi. Krim ragi
yang didinginkan disimpan dalam tangki krim stainless steel, yang diisolasi
dan dilengkapi dengan pengaduk dan pipa pendingin. Secara efektif mencegah
pertukaran panas dengan atmosfer sekitarnya, menjaga krim pada suhu 4°C.
2. Ragi Granular
Ragi granular, juga dikenal sebagai instant dry yeast, adalah bentuk
compressed yeast. Krim/ragi cair yang disimpan dilewatkan melalui filter,
biasanya filter press atau filter vakum putar, yang menghilangkan air sehingga
meningkatkan kandungan padatannya menjadi sekitar 30%. Garam juga dapat
ditambahkan ke ragi krim sebelum penyaringan untuk membantu
menghilangkan air. Ragi yang telah disaring kemudian dikeringkan
menggunakan fluid-bed dryer. Karena ragi kering, umumnya tidak
memerlukan pendinginan karena kadar air yang rendah mengurangi risiko
kontaminasi mikroba. Pengemulsi dan minyak dapat ditambahkan pada titik
ini untuk memberi tekstur pada ragi dan membantu proses pemotongan.
Sesuai namanya, ragi granular dihancurkan menjadi butiran, proses granulasi
dilakukan oleh granulator. Kaldu butiran biasanya digunakan untuk membuat
minuman pemulihan untuk disajikan dalam cangkir; kepraktisan produk
granular yang berasal dari sifatnya yang langsung larut dan fakta bahwa
mereka mudah diukur.
3. Cake Yeast
Ragi yang disaring dan dikeringkan sebagai alternatif dapat digunakan
untuk membuat cake yeast. Cake yeast adalah bentuk lain dari compressed
yeast dan dapat dikategorikan sebagai ragi kering aktif. Ini berbeda dari ragi
9
granular di daripada granulasi, ragi kering diekstruksi atau dipotong menjadi
balok/kue. Mirip dengan cake yeast, ragi granular juga mengandung sekitar
30% padatan (70% air). Komposisi padatan dapat bervariasi tergantung pada
laju pertumbuhan ragi karena laju pertumbuhan yang lebih rendah
memberikan protein yang lebih rendah, aktivitas yang lebih rendah,
karbohidrat yang lebih tinggi, dan stabilitas yang lebih tinggi.
(Ali et al., 2012)
10
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Pengaturan pH 4
11
3.1.2 Variabel Operasi
1. Variabel Tetap
a. Starter
- 200 ml sari buah apel
- 4 gram KH2PO4
- 4 gram MgSO4
- 4 gram urea
- pH 4
- Waktu 2 hari
- Ditutup alumunium foil
b. Fermentasi
- 200 ml sari buah apel
- pH 5
- %SB = 10
2. Variabel Bebas
a. Starter
- Variabel A: 5 gram ragi, berlubang
- Variabel B: 7 gram ragi, tidak berlubang
- Variabel C: 7 gram ragi, berlubang
- Variabel D: 3 gram ragi, berlubang
b. Fermentasi
- Variabel 1: pH 3 pada starter A
- Variabel 2: pH 4 pada starter A
- Variabel 3: pH 7 pada starter A
- Variabel 4: pH 3 pada starter C
- Variabel 5: pH 4 pada starter C
- Variabel 6: pH 7 pada starter C
- Variabel 7: pH 3 pada starter D
- Variabel 8: pH 4 pada starter D
- Variabel 9: pH 7 pada starter D
3. Variabel Respon
a. Starter
- Densitas
- Jumlah koloni
b. Fermentasi
- Densitas
- %h
12
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Sari buah apel 200 ml 7. Indikator MB
2. Glukosa 8. Aquadest
3. KH2PO4 4 gr 9. Fehling A 5 ml
4. MgSO4 4 gr 10. Fehling B 5 ml
5. Urea 4 gr 11. NaOH
6. Ragi/fermipan (5,7,7,3) gr 12. CH3COOH
3.2.2 Alat
1. Erlenmeyer 7. Gelas beaker
2. Buret, statif, dan klem 8. Pipet tetes
3. Gelas ukur 9. Pengaduk
4. Kompor listrik 10. Mikroskop
5. Piknometer 11. Labu takar
6. Hemositometer
1. Erlenmeyer
13
3. Gelas ukur
4. Kompor listrik
5. Piknometer
6. Hemositometer
7. Gelas beaker
14
8. Pipet tetes
9. Pengaduk
10. Mikroskop
15
3. Sari buah apel sebanyak 200 ml ditambahkan 4 gr KH2PO4, 4 gr
MgSO4, dan urea sebanyak 4 gr sebagai nutrient.
4. pH diatur sampai 4.
5. Ragi fermipan sebanyak 5,7,7,3 gram ditambahkan ke dalam larutan
tersebut.
6. Jumlah yeast dan densitas dalam larutan dihitung setiap hari selama 2
hari sampai dengan konstan.
3.4.2 Pengukuran Variabel Respon
1. Metode perhitungan yeast
Cara Perhitungan Jumlah Mikroorganisme dengan Hemositometer
a. Sampel sebanyak 1 mL diencerkan hingga 100 mL.
b. Sampel diteteskan pada meja hemositometer.
c. Hemositometer diletakkan pada meja hemositometer.
d. Gambar/preparat dicari dengan mengatur perbesaran.
e. Jumlah yeast dihitung pada ruang hemositometer.
f. Jumlah yeast/mikroorganisme dihitung dengan mengalikan faktor
pengenceran.
16
3.4.3 Fermentasi
1. Persiapan Sari Buah
a. Mula-mula persiapkan sari buah apel untuk bahan starter. Dengan
mempersiapkan sari buah apel. Sari buah apel yang telah bebas
dari ampas.
b. Sari buah apel disterilkan dengan cara dididihkan.
c. Adonan didinginkan sampai suhu kamar, lalu diatur pH sampai
angka 4
d. Penentuan kadar glukosa substrat (lakukan Metode analisis gula).
Kadar glukosa substrat sebelum fermentasi disesuaikan.
- Bila % SB > 10% sari buah apel yang diinginkan perlu
diencerkan:
%SB x V SB xρSB
10% = x 100%
(Vaq xρaq) + (V SB x ρSB)
- Bila % SB < 10% sari buah apel yang diinginkan perlu
ditambah sukrosa:
%SB x V SB xρSB
10% = x 100%
(Vaq xρaq) + (V SB x ρSB)
Berat sukrosa = X mol; 342 gr/mol = Y gram
Y gram dilarutkan ke dalam substrat tersebut.
2. Fermentasi media sari buah
a. Substrat yang telah diatur kadar glukosanya diambil.
b. Substrat ditambahkan starter sesuai variabel.
c. Fermentasi anaerob selama 5 hari.
3.4.4 Metode Analisis Gula
1. Analisa Glukosa Standar
a. Pembuatan glukosa standar.
b. 1,25 gram glukosa anhidrit dilarutkan dengan aquadest pada labu
takar 500 ml
c. Standarisasi kadar glukosa
- 5 mL glukosa standar, diencerkan sampai 100 mL, diambil 5
mL, dinetralkan pHnya.
- Larutan ditambahkan 5 mL fehling A dan 5 mL fehling B,
ditambahkan 5 mL glukosa standar yang telah diencerkan.
- Larutan dipanaskan hingga 60°C s.d. 70°C.
- Larutan dititrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan
60°C-70°C sampai warna biru hampir hilang, ditambahkan 2
tetes MB.
17
- Larutan dititrasi lagi dengan glukosa standar sambil
dipanaskan 60°C s.d.. 70°C sampai warna biru menjadi merah
bata
- Kebutuhan titran dicatat volumenya.
F = V titran
2. Mengukur kadar glukosa sari buah
a. Ukur densitas sari buah
b. Cari M
- 5 ml sari buah, diencerkan hingga 100 ml, diambil 5 ml dan
dinetralkan pHnya.
- Larutan ditambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B,
ditambahkan 5 ml glukosa standar yang telah diencerkan.
- Larutan dipanaskan hingga 60°C s.d. 70°C.
- Larutan dititrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan
60°C - 70°C sampai warna biru hampir hilang, lalu
ditambahkan 2 tetes MB.
- Larutan dititrasi lagi dengan glukosa standar sambil
dipanaskan 60°C s.d. 70°C sampai warna biru menjadi merah
bata.
- Kebutuhan titran dicatat volumenya.
M = V titran
- Kadar glukosa sari buah diukur dengan rumus berikut:
Vtotal Vpengenceran
(F − M) x ( )x ( )
%SB = Vtitrasi Vdiambil x 100% x 0,025
Vtotal x ρ
3. Analisis Densitas
a. Timbang berat piknometer kosong.
b. Tuangkan sampel ke dalam piknometer sampai penuh.
c. Timbang piknometer berisi sampel.
berat piknometer berisi sampel − berat piknometer kosong
Densitas =
volume piknometer
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
4
3
2
1
0
0 1 2
Waktu (Hari)
Gambar 4.1 Grafik pengaruh jumlah ragi terhadap jumlah koloni starter
Starter A dilakukan dengan variabel massa ragi sebanyak 5 gram selama hari
ke-0 hingga hari ke-2 menghasilkan jumlah koloni berturut turut sebanyak 1,5 x
1010, 3,7 x 1010, dan 5,1 x 1010, starter C dengan variabel massa ragi 7 gram
menghasilkan jumlah koloni berturut turut sebanyak 2,7 x 1010, 4,2 x 1010, dan 6,4
x 1010, dan starter D dengan variabel massa ragi sebanyak 3 gram menghasilkan
jumlah koloni berturut turut sebanyak 1,4 x 1010, 2,5 x 1010, dan 3,2 x 1010.
Ketiga starter menunjukan peningkatan yang cukup linear dengan semakin lama
waktu pembuatan starter. Starter C dengan massa ragi sebanyak 7 gram
cenderung memiliki jumlah koloni yang lebih banyak dibandingkan starter A
dengan massa ragi 5 gram, dan starter D dengan massa ragi 3 gram.
Ragi memegang peranan yang cukup penting dalam fermentasi alkohol.
Perlakuan variabel yang berbeda menentukan kuantitas dari jumlah koloni yang
berbeda pula. Flokulasi ragi didefinisikan sebagai aseksual, proses agregasi sel
yang reversible membentuk massa multiseluler yang disebut flok, dengan
sedimentasi cepat berikutnya dari media dimana mereka ditangguhkan. Ragi
Saccharomyces memiliki berbagai respon untuk mengaktifkan kelangsungan
hidup, termasuk filamentasi, pertumbuhan invasif, flokulasi, dan biofilm
19
perkembangan (Reis et al., 2013). Filamentasi adalah pemanjangan filamen
fisiologi bakteri. Bakteri meregenerasi dengan cara pembelahan yang nantinya
akan terjadi pertambahan koloni secara invasif. Flokulasi bermakna kondisi ketika
koloid keluar dari suspensi dalam bentuk serpihan, Serta Biofilm bermakna
kumpulan sel bakteri melekat di suatu permukaan biologi ataupun benda mati.
Dapat disimpulkan bahwa ragi pada starter D cenderung mengalami
pertumbuhan jumlah koloni yang sedikit karena proses agregasi sel kurang
optimal akibat dari massa ragi yang cenderung memiliki kuantitas sedikit. Begitu
pula yang terjadi pada starter A. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data
praktikum sesuai dengan teori yang didapat.
1.18
1.16
1.14
1.12
1.1
1.08
1.06
1.04
1.02
1
0 1 2
Waktu (Hari)
20
Disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi flokulasi ialah komposisi
kation, pH, temperatur, oksigen, gula, genealogi dan waktu kultur, densitas sel,
dan agitasi mekanis. Dengan semakin besar densitas sebuah sel pengembangan
maka meningkat pula jumlah koloni secara eksponensial berkaitan dengan waktu
pengembangannya. Tetapi, dalam sel Saccharomyces Cerevisiae, terkadang
terjadi kegagalan tunas yang muda berpisah pada sel induk menghasilkan
pembentukan agregat sel yang tak re-agregasi setelah dispersi mekanis (salah satu
penyebabnya densitas) (Reis et al., 2013).
Teori diatas membuktikan bahwa pada starter C memiliki densitas yang lebih
tinggi dengan jumlah koloni yang dihasilkan pula bertambah secara eksponensial
dibanding dengan starter lainnya yang cenderung memiliki densitas yang lebih
kecil akibat dari jumlah koloni yang sedikit. Namun, starter C juga sempat
mengalami kegagalan berpisahnya tunas pada sel induk akibat dari densitas yang
kurang optimal di fase awal yang mengakibatkan angkanya yang lebih kecil
dibandingkan starter A.
6
Jumlah Koloni (1010)
5
Starter B (Ragi 7 gr,
4 Tidak Berlubang)
Starter C (Ragi 7 gr,
3 Berlubang)
0
0 1 2
Waktu (Hari)
21
sebanyak 2,7 x 1010, 4,2 x 1010, dan 6,4 x 1010. Kedua starter menunjukan
perbedaan trend grafik. Dimana starter C dengan massa ragi sebanyak 7 gram
dengan perlakuan dilubangi cenderung memiliki jumlah koloni yang lebih banyak
dibandingkan starter B dengan massa ragi 7 gram, dengan perlakuan tidak
dilubangi.
Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme anaerobic fakultatif yang
bermakna dapat hidup di dua keadaan, adanya oksigen atau tidak adanya oksigen.
Namun, kenyataannya perkembang biakan mahluk lebih optimal dalam keadaan
yang suplai oksigennya lebih besar. Saccharomyces cerevisiae mengatasi
hipoksia dengan mengubah secara dramatis tingkat ekspresi ratusan gen yang
terlibat dalam beberapa seluler proses seperti respirasi, mengungkapkan
perubahan luas dan kompleks selama respon hipoksia (Liu dan Zhong, 2021).
Pertumbuhan jumlah koloni terlihat pada starter C memiliki pertumbuhan
yang cukup signifikan akibat dari tersedianya kadar oksigen yang lebih optimal,
berbeda dengan starter B yang cenderung kurang memiliki kadar oksigen untuk
dapat melakukan metabolism sel dan melipat gandakan dirinya. Dengan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa teori yang tersedia sesuai dengan keadaan
praktikum.
70
60
50
40
30
20
10
0
2 3 4 5 6 7
Waktu (Hari)
22
Pengaruh pH terhadap Konversi Alkohol Starter C
100
60
40
20
0
2 3 4 5 6 7
Waktu (Hari)
70
60
50
40
30
20
10
0
2 3 4 5 6 7
Waktu (Hari)
23
berturut turut 14,723%, 3,813%, 3,36% dan 3,405%. Pada variabel 9 starter D
dilakukan dengan pH 7 memiliki konversi alkohol berturut turut 14,723%, 4,29%,
3,927% dan 4,454%. Ketiga starter menunjukan peningkatan yang naik lalu
mendatar linear lalu sedikit menurun dengan semakin lama waktu Fermentasi.
Starter dengan nilai pH sebesar 4 cenderung memiliki konversi alkohol
dibandingkan dengan starter yang memiliki nilai pH lebih kecil yaitu 3 dan pH
lebih tinggi yaitu 7.
Beberapa atribut fermentasi yang lebih baik sebagai konversi bentuk
kompleks karbohidrat menjadi glukosa dan kemudian konversi glukosa menjadi
etanol dan CO2 (Azevedo et al., 2000, dalam Swain et al., 2013). pH juga
merupakan salah satu dari atribut fermentasi itu sendiri. Parameter fermentasi
meningkat dengan meningkatnya pH hingga angka 5,0 dan menurun setelah
melebihi nilai itu. Juga hasil etanol dan produktivitas etanol tetap kurang lebih
sama pada kisaran pH 5,0 lalu menurun diatas angka tersebut (Swain et al., 2013).
Pada starter A, C, dan D mengalami kenaikan konversi alkohol dengan
bertambahnya waktu. Dilihat pula bahwa ketiga starter menunjukan pertumbuhan
yang optimal pada perlakuan pH 4, hal tersebut sesuai dengan teori bahwa
konversi alkohol meningkat dan menunjukan angka optimal pada pH 5. Dan
perlakuan pada pH 7 memiliki konversi yang lebih kecil. Dapat disimpulkan
bahwa teori sesuai dengan data praktikum.
24
Pada variabel 4 starter A dilakukan dengan pH 4 memiliki konversi alkohol
berturut turut 14,723%, 3,607%, 3,202% dan 3,739%. Pada variabel 7 starter A
dilakukan dengan pH 7 memiliki konversi alkohol berturut turut 14,723%,
4,132%, 4,429% dan 4,795%. Pada variabel 2 starter C dilakukan dengan pH 3
memiliki konversi alkohol berturut turut 14,723%, 3,879%, 3,216% dan 3,609%.
Pada variabel 5 starter C dilakukan dengan pH 4 memiliki konversi alkohol
berturut turut 14,723%, 3,363%, 2,762% dan 3,203%. Pada variabel 8 starter C
dilakukan dengan pH 7 memiliki konversi alkohol berturut turut 14,723%,
3,787%, 3,329% dan 4,451%. Pada variabel 3 starter D dilakukan dengan pH 3
memiliki konversi alkohol berturut turut 14,723%, 4,366%, 3,971% dan 4,288%.
Pada variabel 6 starter D dilakukan dengan pH 4 memiliki konversi alkohol
berturut turut 14,723%, 3,813%, 3,36% dan 3,405%. Pada variabel 9 starter D
dilakukan dengan pH 7 memiliki konversi alkohol berturut turut 14,723%, 4,29%,
3,927% dan 4,454%. Semua variabel menunjukan peningkatan yang naik lalu
mendatar linear lalu sedikit menurun dengan semakin lama waktu fermentasi.
Variabel ke- 5 yang memiliki nilai pH 4 dan ragi 7 gram cenderung bernilai
konversi alkohol lebih besar dibandingkan dengan variabel lainnya yang memiliki
nilai pH jumlah ragi bervariasi. Dan variabel ke-7 yang memiliki nilai pH 7 dam
ragi 3 gram bernilai konversi alkohol paling rendah diantara variabel lainnya.
Waktu fermentasi merupakan faktor terpenting dari sudut pandang ekonomi
dalam produksi etanol. Waktu fermentasi bervariasi tergantung pada strain ragi
dan substrat yang digunakan sebagai gula. Periode fermentasi mempengaruhi
produksi etanol yang sangat tinggi dan strainnya yang termotoleran, hasil etanol
secara bertahap meningkat sering waktunya (Amadi dan Ifenacho, 2016).
Dari grafik dapat ditemukan bahwa tiap variabel mengalami kenaikan
konversi alkohol seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi pula. Maka
dapat disimpulkan bahwa teori yang didapatkan sesuai dengan data praktikum.
25
Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Densitas Sari Buah
1.25 Variabel 1 (pH 3 Starter A)
1.2 Variabel 2 (pH 3 Starter C)
Gambar 4.8 Grafik pengaruh waktu fermentasi terhadap densitas sari buah
Pada variabel 1 starter A dilakukan dengan pH 3 selama hari ke-2, 3, 6, 7
memiliki densitas berturut turut 1,137, 1,051, 1,083, dan 1,064. Pada variabel 4
starter A dilakukan dengan pH 4 memiliki densitas berturut turut 1,065, 1,095,
1,031, dan 1,023. Pada variabel 7 starter A dilakukan dengan pH 7 memiliki
densitas berturut turut 11,108, 1,095, 1,072, dan 1,001. Pada variabel 2 starter C
dilakukan dengan pH 3 memiliki densitas berturut turut 1,129, 1,180, 1,228, dan
1,164. Pada variabel 5 starter C dilakukan dengan pH 4 memiliki densitas
berturut turut 1,154, 1,13, 1,095, dan 1,054. Pada variabel 8 starter C dilakukan
dengan pH 7 memiliki densitas berturut turut 1,153, 1,13, 1,066, dan 1,045. Pada
variabel 3 starter D dilakukan dengan pH 3 memiliki densitas berturut turut
1,007, 1,031, 1,02, dan 0,997. Pada variabel 6 starter D dilakukan dengan pH 4
memiliki densitas berturut turut 1,073, 1,056, 1,042, dan 1,028. Pada variabel 9
starter D dilakukan dengan pH 7 memiliki densitas berturut turut 1,05, 1,061,
1,038, dan 1,033. Semua variabel menunjukkan grafik yang fluktuatif, dengan
variabel ke-2 dengan pH 3 dan ragi 4 gram yang memiliki nilai densitas tertinggi
dibandingkan kedelapan variabel lainnya.
Pada fermentasi alkohol dilakukan secara anaerobik, aktivitas memecah
glukosa menjadi senyawa etanol dengan emisi CO2. Pemecahan struktur glukosa
menjadi struktur yang sederhana dapat menurunkan densitas sari buah. Menurut
Elmehdi et al. (2007), selama fermentasi berlangsung dan menghasilkan CO2,
aktivitas metabolisme ragi menyebabkan gelembung yang bertambah besar
sehingga meningkatkan volume dan mengurangi densitas. Penurunan densitas
dari waktu ke waktu konsisten dengan pengukuran densitas yang dilakukan.
Berdasarkan data hasil percobaan dan teori yang ada, dapat disimpulkan
bahwa hasil percobaan tidak sesuai dengan teori. Terdapat data yang
menunjukkan terjadinya kenaikan densitas sari buah seiring pertambahan waktu.
Hal ini dapat terjadi karena etanol memiliki batas optimal untuk menggunakan
26
glukosa sebagai energi, sehingga tidak semua glukosa yang ditambahkan
terbentuk menjadi etanol. Efisiensi konversi gula menjadi etanol terjadi pada
fermentasi pada konsentrasi glukosa 45%. Dalam kondisi berlebih, produksi
etanol yang menurun akan berjalan seiring kenaikan densitas sari buah (Medeiros,
2014).
27
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Penambahan ragi pada starter berpengaruh besar terhadap pertumbuhan
jumlah koloni. Semakin banyaknya komposisi ragi di dalam starter maka
meningkat secara linear pula dengan pertumbuhan jumlah koloni. Terlihat
bahwa pada starter yang memiliki 7 gram ragi memiliki jumlah koloni
Saccharomyces cerevisiae lebih besar disbanding starter yang hanya memiliki
jumlah ragi 3 gram dan 5 gram.
2. Keperluan oksigen dalam pengembang biakan jumlah koloni pada starter
berpengaruh besar. Starter yang memiliki asupan oksigen yang lebih banyak
memiliki jumlah koloni yang lebih banyak pula. Hal ini disebabkan koloni
yang memiliki suplai oksigen yang cukup dapat melakukan metabolisme sel
dan melipat gandakan dirinya lebih optimal.
3. pH dalam nilai konversi alkohol saat fermentasi berpengaruh besar, parameter
fermentasi dapat meningkat dengan meningkatnya pH di kisaran angka pH =
5 dan akan menurun jika melebihi angka tersebut. Dilihat dari percobaan
praktikum yang nilai konversinya bertahap naik, namun pada starter yang
memiliki nilai pH lebih dari 5 akan menunjukan trend grafik yang menurun.
5.2 Saran
1. Dapat melakukan variasi dalam tahapan penentuan variabel. Digunakan
variabel lain seperti kecepatan agitasi saat pengadukan, suhu fermentasi yang
variatif, dan konsentrasi substrat.
2. Mengganti komponen tumbuhan lainnya yang memiliki kadar gula untuk
dapat dilakukan proses fermentasi.
3. Menambahkan tahapan terakhir dalam fermentasi alkohol berupa distilasi agar
mendapatkan hasil persen alkohol yang lebih tinggi dan murni.
28
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A., Shehzad, A., Khan, M. R., Shabbir, M. A., & Amjid, M. R. (2012). Yeast, its
types and role in fermentation during bread making process-A. Pakistan
Journal of Food Sciences, 22(3), 171-179. Diakses dari
https://www.researchgate.net
Amadi, P.U., Ifenacho, M.O. (2016). Impact of Changes in fermentation time,
volume of yeast, and mass of plantain pseudo-stem substrate on the
simultaneous saccharification and fermentation potentials of African land
snail disgetive juice and yeast. Journal of Genetic Engineering and
Biotechnology,14. 289-297.
Arumugam, R. dan Manikandan, M. (2011). Fermentation of Pretreated Hydrolyzates
of Banana and Mango Fruit Wastes for Ethanol Production. ASIAN J. EXP.
BIOL. SCI. , 2(2) , 246-256. Diakses dari http://ajebs.com
Awodi, P.S., Nwagu, T.N., Tivkaa, J., Ella, A.B., dan Ogbonna, J.C. (2021).
Simultaneous Saccharification and Fermentation of Pawpaw (Carica papaya)
Seeds for Ethanol Production. Vegetos, 34, 671-677. Diakses dari
https://link.springer.com
Balat, M., Balat, H., & Öz, C. (2008). Progress in bioethanol processing. Progress in
energy and combustion science, 34(5), 551-573. Diakses dari
https://www.sciencedirect.com
Catalanotti, C., Yang, W., Posewitz, M.C., dan Grossman, A.R. (2013). Fermentation
Metabolism and Its Evolution in Algae. Front. Plant Sci., 4, 150.
Doi:10.3389/fpls.2013.00150
Dave, N., Varadavenkatesan, T., Selvaraj, R., dan Vinayagam, R. (2021). Modelling
of Fermentative Bioethanol Production from Indigenous Ulva prolifera
Biomass by Saccharomyces cerevisiae NFCCI1248 Using an Integrated
ANN-GA Approach. Science of the Total Environtment, 791, 148429. Diakses
dari https://www.sciencedirect.com
Elmehdi, H. M., Page, J. H., & Scanlon, M. G. (2007). Evaluating dough density
changes during fermentation by different techniques. Cereal Chem, 84(3),
250-252.
European Biofuels Technology Platform. (2011). Ethanol Biofuel Fact Sheet,
[online]. https://www.etipbioenergy.eu/images/ethanol-fact-sheet[diakses 11
September 2021].
Kelber, O., Gaedcke, F., Steinhoff, B., dan Winterhoff, H. (2008). Ethanol in Herbal
29
Medicine Products for Children. Pharm. Ind. 70, 9. 1124.
Doi:10.1007/s10354-016-0474-x
Lab Chem. (2012). Magnesium Sulfate, Heptahydrate Safety Data Sheet, [online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC16490 [diakses 12 September
2021].
Lab Chem. (2012). Pottasium Phospate, Monobasic Safety Data Sheet. [online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC20095 [diakses 12 September
2021].
Liu, T.T., Zhong, J.J. (2021). Impact of Oxygen Supply on Production of a Novel
Ganoderic Acid in Saccharomyces cerevisiae Fermentation. Process
Biochemistry,106. 176-183.
Masturi, Cristina, A., Istiana, N., Sunarno, dan Dwijananti, P. (2017). Ethanol
Production from Fermentation of Arum Manis Mango Seeds (Mangifera
Indica L.) using Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 6
(1), 56-60. Doi:10.15294/jbat.v6i1.8139
Medeiros, A. S. S. D. (2014). Fermentation of fruit juices by the osmotolerant yeast
Candida magnoliae (Doctoral dissertation).
Nogueira, C.C., Padilha, C.E.A., Dantas, J.M.M., Madeiros, F.G.M., Guilherme,
A.A., Souza, D.F.S., dan Santos, E.S. (2021). In-situ Detoxification Strategies
to Boost Bioalcohol Production from Lignocellulosic Biomass. Renewable
Energy, 180. 914-936. Diakses dari https://www.sciencedirect.com
Reis, V.R., Bassi, A.P.G., da Silva, J.C.G., dan Antonini, S.R.C. (2013).
Characteristics of Saccharomyces cerevisiae Yeasts Exhibiting Rough
Colonies and Pseudohypal Morphology with Respect to Alcoholic
Fermentation. Brazillian Journal of Microbiology 44,4. 1121-1131. Diakses
dari https://www.scielo.br
Salazar, M.M.M., Alvarez, O.L.M., Castarieda, M.P.A., dan Medina, P.X.L. (2021).
Bioprospecting of Indigenous Yeasts Involved in Cocoa Fermentation Using
Sensory and Chemical Strategies for Selecting a Starter Inoculum. Journal
Pre-proof, 21. 00161-1. Diakses dari https://www.sciencedirect.com
Smartlab. (2019). Urea, Safety Data Sheet. [online].
http://smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_UREA [diakses 12 September 2021].
Sikora, E., Malgorzata, M., Kennard, K.W., dan Lason, E. (2018). Nanoemulsions as
a Form of Perfumery Products. Cosmetics, 5. 63. Diakses dari
https://www.mdpi.com
Sujata, Anand, A., dan Kaushal, P. (2021). Life Cycle Assessment of Strategic
Locations to Estabilish Molasses Based Bioethanol Production Facility in
30
India. Cleaner Environmental Systems, 3. 100055. Diakses dari
https://www.sciencedirect.com
Swain, M.R, Mishra, J., dan Thatoi, H. (2013). Bioethanol Production from Sweet
Potato (Ipomoea batatas L.) Flour using CO-Culture of Trichoderma sp. and
Saccharomyces cerevisiae in Solid-State Fermentation. Brazilian Archives of
Biology and Technologi,56. 171-179.
USDA. (2014). USDA Foods Fact Sheet for School & Child Nutrition Institution.
Diakses di www.fns.usda.gov/fdd/apple
31
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM BIOPROSES
Materi :
ALKOHOL
Group :
2 Selasa
A-1
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Membuat alkohol dari sari buah apel.
2. Mempelajari pengaruh oksigen dan ragi terhadap pertumbuhan yeast pada
pembuatan starter.
3. Mempelajari pengaruh pH terhadap konversi pembuatan alkohol.
II. PERCOBAAN
2.1 Bahan yang Digunakan
1. Sari buah apel 200 ml 7. Indikator MB
2. Glukosa 8. Aquadest
3. KH2PO4 4 gr 9. Fehling A 5 ml
4. MgSO4 4 gr 10. Fehling B 5 ml
5. Urea 4 gr 11. NaOH
6. Ragi/fermipan (5,7,7,3) gr 12. CH3COOH
2.2 Alat yang Dipakai
1. Erlenmeyer 7. Gelas beaker
2. Buret, statif, dan klem 8. Pipet tetes
3. Gelas ukur 9. Pengaduk
4. Kompor listrik 10. Mikroskop
5. Piknometer 11. Labu takar
6. Hemositometer
2.3 Cara Kerja
2.3.1 Pembuatan Starter
1. Mula-mula persiapkan sari buah apel untuk bahan starter. Dengan
mempersiapkan sari buah apel. Sari buah apel yang telah bebas
dari ampas Sari buah apel disterilkan dengan cara dididihkan.
Adonan didinginkan sampai dengan suhu kamar.
2. Sari buah apel disterilkan dengan cara dididihkan. Adonan
didinginkan sampai dengan suhu kamar.
3. Sari buah apel sebanyak 200 ml ditambahkan 4 gr KH2PO4, 4 gr
MgSO4, dan urea sebanyak 4 gr sebagai nutrient.
4. pH diatur sampai 4
5. Ragi fermipan sebanyak 5,7,7,3 gram ditambahkan ke dalam
larutan tersebut.
6. Jumlah yeast dan densitas dalam larutan dihitung setiap hari
selama 2 hari sampai dengan konstan.
A-2
2.3.2 Pengukuran Variabel Respon
1. Metode perhitungan yeast
Cara Perhitungan Jumlah Mikroorganisme dengan Hemositometer
a. Sampel sebanyak 1 mL diencerkan hingga 100 mL.
b. Sampel diteteskan pada meja hemositometer.
c. Hemositometer diletakkan pada meja hemositometer.
d. Gambar/preparat dicari dengan mengatur perbesaran.
e. Jumlah yeast dihitung pada ruang hemositometer.
f. Jumlah yeast/mikroorganisme dihitung dengan mengalikan
faktor pengenceran.
Jumlah mikroorganisme per sampel:
1
x fp x total volume 𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡𝑒𝑟 x ∑ jumlah sel
80 x 25. 10−5 x 10−3
2. Analisis Densitas
a. Timbang berat piknometer kosong.
b. Tuangkan sampel ke dalam piknometer sampai penuh.
c. Timbang piknometer berisi sampel.
berat piknometer berisi sampel − berat piknometer kosong
Densitas =
volume piknometer
2.3.3 Fermentasi
1. Persiapan Sari Buah
a. Mula-mula persiapkan sari buah apel untuk bahan starter.
Dengan mempersiapkan sari buah apel. Sari buah apel yang
telah bebas dari ampas.
b. Sari buah apel disterilkan dengan cara dididihkan.
c. Adonan didinginkan sampai suhu kamar, lalu diatur pH sampai
A-3
angka 4
d. Penentuan kadar glukosa substrat (lakukan Metode analisis
gula).
Kadar glukosa substrat sebelum fermentasi disesuaikan.
- Bila % SB > 10% sari buah apel yang diinginkan perlu
diencerkan:
%SB x V SB xρSB
10% = x 100%
(Vaq xρaq) + (V SB x ρSB)
- Bila % SB < 10% sari buah apel yang diinginkan perlu
ditambah sukrosa:
%SB x V SB xρSB
10% = x 100%
(Vaq xρaq) + (V SB x ρSB)
Berat sukrosa = X mol; 342 gr/mol = Y gram
Y gram dilarutkan ke dalam substrat tersebut.
2. Fermentasi media sari buah
a. Substrat yang telah diatur kadar glukosanya diambil.
b. Substrat ditambahkan starter sesuai variabel.
c. Fermentasi anaerob selama 5 hari.
2.3.4 Metode Analisis Gula
1. Analisa Glukosa Standar
a. Pembuatan glukosa standar.
b. 1,25 gram glukosa anhidrit dilarutkan dengan aquadest pada
labu takar 500 ml
c. Standarisasi kadar glukosa
- 5 mL glukosa standar, diencerkan sampai 100 mL, diambil
5 mL, dinetralkan pHnya.
- Larutan ditambahkan 5 mL fehling A dan 5 mL fehling B,
ditambahkan 5 mL glukosa standar yang telah diencerkan.
- Larutan dipanaskan hingga 60°C s.d. 70°C.
- Larutan dititrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan
60°C-70°C sampai warna biru hampir hilang, ditambahkan
2 tetes MB.
- Larutan dititrasi lagi dengan glukosa standar sambil
dipanaskan 60°C s.d.. 70°C sampai warna biru menjadi
merah bata
- Kebutuhan titran dicatat volumenya.
F = V titran
A-4
2. Mengukur kadar glukosa sari buah
a. Ukur densitas sari buah
b. Cari M
- 5 ml sari buah, diencerkan hingga 100 ml, diambil 5 ml dan
dinetralkan pHnya.
- Larutan ditambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B,
ditambahkan 5 ml glukosa standar yang telah diencerkan.
- Larutan dipanaskan hingga 60°C s.d. 70°C.
- Larutan dititrasi dengan glukosa standart sambil
dipanaskan 60°C - 70°C sampai warna biru hampir hilang,
lalu ditambahkan 2 tetes MB.
- Larutan dititrasi lagi dengan glukosa standar sambil
dipanaskan 60°C s.d. 70°C sampai warna biru menjadi
merah bata.
- Kebutuhan titran dicatat volumenya.
M = V titran
- Kadar glukosa sari buah diukur dengan rumus berikut:
Vtotal Vpengenceran
(F − M) x ( )x ( )
%SB = Vtitrasi Vdiambil x 100% x 0,025
Vtotal x ρ
3. Analisis Densitas
a. Timbang berat piknometer kosong.
b. Tuangkan sampel ke dalam piknometer sampai penuh.
c. Timbang piknometer berisi sampel.
berat piknometer berisi sampel − berat piknometer kosong
Densitas =
volume piknometer
2.4 Hasil Percobaan
A. Pembuatan Starter
Waktu (Hari) 0 1 2
Densitas Air (25°C) 0,9957 0,9957 0,9957
Massa Pikno (gr) 22,83 22,83 22,83
Massa Pikno + air (gr) 32,87 32,87 32,87
Starter A ( Ragi 5 gr, berlubang)
M. Pikno + sampel (gr) 33,643 34,189 34,833
Massa sampel (gr) 10,813 11,356 12,003
Jumlah Sel 15 37 51
Starter B ( Ragi 7 gr, tidak berlubang)
A-5
M. Pikno + sampel (gr) 33,458 33,209 32,842
Massa sampel (gr) 10,628 10,379 10,012
Jumlah Sel 16 16 10
Starter C ( Ragi 7 gr, berlubang)
M. Pikno + sampel (gr) 33,548 34,595 35,263
Massa sampel (gr) 10,718 11,765 12,433
Jumlah Sel 27 42 64
Starter D ( Ragi 3 gr, berlubang)
M. Pikno + sampel (gr) 32,918 33,431 33,953
Massa sampel (gr) 10,088 10,601 11,123
Jumlah Sel 14 25 32
B. Fermentasi
Data Awal
Variabel Sari buah apel
F 27 ml
M 20 ml
Densitas Air (25°C) 0,9957
Massa Pikno 22,83 gr
Massa Pikno + air 32,87 gr
Massa Pikno + Sampel 34,29 gr
V sari buah 200 ml
A-6
Variabel 3 (Starter D pH 3)
M. Pikno + Sampel 32,98 33,22 33,11 32,88
Massa sampel 10,15 10,39 10,28 10,05
Variabel 4 (Starter A pH 4)
M. Pikno + Sampel 33,57 33,87 33,22 33,14
Massa sampel 10,74 11,04 10,39 10,31
Variabel 5 (Starter C pH 4)
M. Pikno + Sampel 34,45 34,22 33,87 33,45
Massa sampel 11,62 11,39 10,39 10,31
Variabel 6 (Starter D pH 4)
M. Pikno + Sampel 33,65 33,47 33,33 33,19
Massa sampel 10,82 10,64 10,5 10,36
Variabel 7 (Starter A pH 7)
M. Pikno + Sampel 34 33,87 33,64 32,92
Massa sampel 11,17 11,04 10,81 10,09
Variabel 8 (Starter C pH 7)
M. Pikno + Sampel 34,45 34,21 33,58 33,36
Massa sampel 11,62 11,38 10,75 10,53
Variabel 9 (Starter D pH 7)
M. Pikno + Sampel 33,41 33,52 33,29 33,24
Massa sampel 10,58 10,69 10,46 10,41
A-7
Semarang, 14 September 2021
Praktikan ASISTEN
A-8
LEMBAR PERHITUNGAN
A. Pembuatan Starter
a. Hari ke-0 (Selasa, 14 September 2021)
Massa piknometer kosong = 22,83 gram
Massa piknometer + air = 32,87 gram
Massa air = 10,04 gram
10,04 gr
Volume piknometer = 0,9957 gr/ml = 10,08 ml
B-1
b. Hari ke-1 (Rabu, 15 September 2021)
Massa piknometer kosong = 22,83 gram
Massa piknometer + air = 32,87 gram
Massa air = 10,04 gram
10,04 gr
Volume piknometer = 0,9957 gr/ml = 10,08 ml
B-2
Massa air = 10,04 gram
10,04 gr
Volume piknometer = 0,9957 gr/ml = 10,08 ml
B-3
Maka dari itu, data dapat ditulis sebagai berikut :
Data Starter
1 1,127 3,7. 1010 1,030 1,6.1010 1,167 4,2.1010 1,052 2,5 .1010
B. Fermentasi
Data Awal
F 27 ml
M 20 ml
%SB 1,539 %
= 1,137 gr/ml
v total v pengenceran
(F−M)x x x 100% x 0,0025
v titrasi v yang diambil
%SB = v total x ρ sari Apel
200 100
(27−20) x x
20 5
= x 100% x 0,0025
200 x 1,137
= 1,539 %
B-4
Pengaturan Glukosa Substrat
Massa sukrosa 79 gr
X = 0,231 mol
Berat Sukrosa = 0,231 mol x 342 gr/mol = 79 gr
%h = 14,723%
%Alkohol = 0
- Variabel 2 (pH 3, Starter C)
34,21−22,83
ρ= = 1,129gr/ml
10,080
%h = 14,723%
%Alkohol = 0 %
- Variabel 3 (pH 3, Starter D)
32,98−22,83
ρ= = 1,007gr/ml
10,080
%h = 14,723%
%Alkohol = 0 %
- Variabel 4 (pH 4, Starter A)
33,57−22,83
ρ= = 1,065gr/ml
10,080
%h = 14,723%
%Alkohol = 0 %
- Variabel 5 (pH 4, Starter C)
B-5
34,45−22,83
ρ= = 1,154gr/ml
10,080
%h = 14,723%
%Alkohol = 0 %
- Variabel 6 (pH 4, Starter D)
33,65−22,83
ρ= = 1,073gr/ml
10,080
%h = 14,723%
%Alkohol = 0 %
- Variabel 7 (pH 7, Starter A)
34−22,83
ρ= = 1,108 gr/ml
10,080
%h = 14,723%
%Alkohol = 0 %
- Variabel 8 (pH 7, Starter C)
34,45−22,83
ρ= = 1,153gr/ml
10,080
%h = 14,723%
%Alkohol = 0 %
- Variabel 9 (pH 7, Starter D)
33,41−22,83
ρ= = 1,050 gr/ml
10,080
%h = 14,723%
%Alkohol = 0 %
B-6
200 100
(30−11,7) x x
20 5
%h = x 100% x 0,0025 = 3,879%
200 x 1,180
14,723− 3,879
%Alkohol = x 100% = 73,657%
14,723
B-7
14,723− 3,787
%Alkohol = x 100% = 74,281%
14,723
B-8
33,87 − 22,83
ρ= = 1,095 gr/ml
10,08
200 100
(33−20,9) x x
20 5
%h = x 100% x 0,0025 = 2,762%
200 x 1,095
14,723−2,762
%Alkohol = x 100% = 81,241 %
14,723
B-9
200 100
(31−14) x x
20 5
%h = x 100% x 0,0025 = 3,993%
200 x 1,064
14,723−3,992
%Alkohol = x 100% = 72,882 %
14,372
B-10
14,723−4,795
%Alkohol = x 100% = 67,43%
14,723
Analisa
Hasil
Fermentasi
Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-7
F 27 ml 30 ml 33 ml 31 ml
pH 3 M 20 ml 12,3 ml 17 ml 14 ml
Starter A %h 14,723% 4,212% 3,692% 3,992%
% 74,922 %
0% 71,392% 72,882%
alkohol
ρ 1,137 gr/ml 1,051 gr/ml 1,083 gr/ml 1,064 gr/ml
F 27 ml 30 ml 33 ml 31 ml
M 20 ml 11,7 ml 17,2 ml 14,2 ml
pH 3 %h 14,723% 3,879% 3,216% 3,609%
Starter C
%
0% 73,657% 78,156% 75,486%
alkohol
ρ 1,129 gr/ml 1,180 gr/ml 1,228 gr/ml 1,164 gr/ml
F 27 ml 30 ml 33 ml 31 ml
B-11
M 20 ml 12 ml 16,8 ml 13,9 ml
pH 3 %h 14,723% 4,366% 3,971% 4,288%
Starter D %
0% 70,348 % 73,027% 70,877%
alkohol
ρ 1,007 gr/ml 1,031 gr/ml 1,020 gr/ml 0,997 gr/ml
F 27 ml 30 ml 33 ml 31 ml
M 20 ml 14,2 ml 19,8 ml 15,7 ml
pH 4 %h 14,723% 3,607% 3,202% 3,739%
Starter A
%
0% 75,504% 78,254% 74,6%
alkohol
B-12
pH 7 %
0% 70,859 % 73,328% 69,747%
alkohol
Starter D
ρ 1,050 gr/ml 1,061 gr/ml 1,038 gr/ml 1,033 gr/ml
B-13
LEMBAR KUANTITAS REAGEN
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI
TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS DIPONEGORO
PRAKTIKUM KE :2
MATERI : Alkohol
HARI : Selasa
TANGGAL : 14 September 2021
KELOMPOK : 2 Selasa
NAMA : Cindy Nabila Salim
Imanuel Davin Setiawan
R. Kesawa Raafi Harjuno
ASISTEN : Ayu Puspita Dewi
KUANTITAS REAGEN:
Pembuatan Starter
a. 200 ml sari buah apel + 4 gr KH2PO4 + 4 gr MgSO4 + 4 gr urea + 5 gr ragi
b. 200 ml sari buah apel + 4gr KH2PO4 + 4 gr MgSO4 + 4 gr urea + 7 gr ragi
c. 200 ml sari buah apel + 4 gr KH2PO4 + 4 gr MgSO4 + 4 gr urea +7 gr ragi
d. 200 ml sari buah apel + 4 gr KH2PO4 + 4 gr MgSO4 + 4 gr urea +3 gr ragi
(Semua variabel ditutup alumunium foil, starter B tidak dilubangi)
Data : densitas, jumlah koloni pH = 5, t = 2 hari
Proses Fermentasi
Sampel pH Starter
350 ml 3 A, B, C
sari buah 4 A, B, C
apel 7 A, B, C
Data : densitas dan %h Catatan : %SB = 14,723, t = 5 hari, %VS = 15
TUGAS TAMBAHAN:
C-1
REFERENSI
D-1
D-2
D-3
D-4
D-5
D-6
D-7
D-8
D-9
D-10
D-11
D-12
D-13
D-14
D-15
D-16
D-17
D-18
D-19
D-20
D-21
D-22
D-23
D-24
D-25
D-26
D-27
D-28
D-29
D-30
D-31
D-32
D-33
D-34
D-35
D-36
D-37
D-38
D-39
D-40
D-41
D-42
D-43
D-44
D-45
D-46
D-47
D-48
D-49
D-50
D-51
D-52
LEMBAR ASISTENSI
DIPERIKSA
KETERANGAN TANDA TANGAN
NO TANGGAL
1. 21/09/21 Pengumpulan P0
2. 23/09/21 Revisi P0
- Spacing Ringkasan
- Spacing Sub 2.2
- Legends Grafik 4
- Lapsem 2.4
- Tabel Lemper
3. 31/09/21 Pengumpulan P1
E-1