6.000 PADA SINTESIS NANO SILIKA GEL DARI ABU SEKAM PADI
DENGAN METODE SOL-GEL
SKRIPSI
Oleh:
KRISNA WIDIAWATI
NIM 24030114130110
DEPARTEMEN KIMIA
SEMARANG
2018
PENGARUH PENAMBAHAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) 6.000 PADA SINTESIS NANO
SILIKA GEL DARI ABU SEKAM PADI DENGAN METODE SOL-GEL
SKRIPSI
Oleh:
KRISNA WIDIAWATI
NIM 24030114130110
DEPARTEMEN KIMIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 24030114130110
Telah diuji dan dinyatakan lulus pada ujian sarjana tanggal 19 Juli 2018.
Menyetujui
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Polyethylene Glycol (PEG) 6.000 pada Sintesis Nano Silika Gel
dari Abu Sekam Padi dengan Metode Sol-Gel” di Laboratorium Anorganik
Universitas Diponegoro Semarang dengan lancar tanpa adanya kendala yang
berarti.
Dalam kegiatan Penelitian Tugas Akhir dan pembuatan laporan skripsi ini
tentunya tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati dan penuh rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
Ayah (alm.) dan Ibu yang telah mendukung baik secara moril maupun
materiil, serta seluruh keluarga yang telah mendukung selama ini.
Dra. Sriyanti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan
membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Adi Darmawan, Ph.D selaku Dosen
Pembimbing II yang senantiasa memberi arahan dan bimbingan.
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang
telah membantu selama proses penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umunya.
Penulis
DAFTAR ISI
RINGKASAN ........................................................................................................63
SUMMARY ......................................................................................................65
II.8 Pengaruh Capping Agents pada Sintesis Material Berukuran Nano ..........80
IV.2 Proses Sintesis Nano Silika Gel dengan Metode Sol-Gel .........................93
IV.3 Hasil Analisis Fourier-Transform Infrared (FTIR) pada Nano Silika Gel 95
LAMPIRAN .........................................................................................................110
Kegunaan nano silika gel dalam berbagai hal, misalnya sebagai material
filler, material tambahan pada pembuatan semen, material komposit, maupun
sebagai drug delivery sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dan distribusi
ukuran partikel. Namun dalam proses pembuatannya, silika gel mudah mengalami
agregasi menghasilkan partikel dengan ukuran yang besar. Seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, ditemukan penggunaan suatu capping agents pada
sintesis nano silika gel untuk mencegah terjadinya aglomerasi dengan cara
menutupi partikel-partikel silika. Pengaturan jumlah capping agents yang
digunakan dalam sintesis nano silika gel menjadi penting untuk dapat menutupi
partikel-partikel silika dengan sempurna sehingga dihasilkan silika gel dengan
ukuran nano. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh silika gel berukuran nano
dari abu sekam padi dengan polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebagai capping
agent, serta menentukan pengaruh konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000
pada karakter nano silika gel.
Hasil penelitian menunjukkan silika gel dapat diperoleh dari abu sekam
padi dengan adanya polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebagai capping agent.
Namun, belum diperoleh silika gel dengan ukuran nano seperti yang diharapkan.
Analisis FTIR pada nano silika gel dengan PEG 3% menunjukkan adanya
kemunculan puncak vibrasi C-H yang cukup intens pada bilangan gelombang
2860 cm-1 dan 2924 cm-1, sementara itu kemunculan puncak vibrasi tersebut
pada nano silika gel dengan PEG 9% sangat lemah, dan hampir tidak terlihat pada
nano silika gel dengan PEG 6%. Dari dekonvolusi spektra FTIR juga diketahui
tingginya kandungan PEG pada nano silika gel dengan PEG 3% dibandingkan
dengan variasi lain, ditandai dengan tingginya komponen puncak B (υ C-H). Hasil
analisis PSA menunjukkan bahwa silika gel dengan PEG 3% dan 9% memiliki
distribusi ukuran partikel yang lebar dan ukuran partikel yang besar, dengan rata-
rata ukuran partikel masing-masing adalah 2237,6 nm dan 574,4 nm. Sementara
itu silika gel dengan ukuran partikel paling kecil yaitu 153,7 nm dan distribusi
ukuran yang paling sempit diperoleh pada nano silika gel dengan PEG 6%.
SUMMARY
The advantages of nano silica gel in many fields, such as filler material,
additive on cement producing, composite material, or drug delivery is strongly
influenced by particle size and particle size distribution. However, in the process
of synthesis, silica gel easily aggregates to produce large size particles. Along
with the advancement of science, the use of capping agents on the synthesis of
nano silica gel is found to prevent the occurrence of agglomeration by making a
surface coverage on silica particles. Setting the number of capping agents used in
nano silica gel synthesis then becomes prominent to perfectly cover the silica
particles so as to produce nano-sized silica gel. This study aims to obtain nano-
sized silica gel from rice husk ash with polyethylene glycol (PEG) as capping
agent, and to determine the effect of polyethylene glycol (PEG) 6.000
concentration on the character of nano silica gel.
The research is divided into several stages, making rice husk ash was
conducted by burning rice husk charcoal in furnace at 700°C for 2 hours. Rice
husk ash is given pre-treatment with leached by 10% HCl to remove metal
impurities. Sodium silicate was obtained by reacting leached rice husk ash with
2,5 NaOH solution. Synthesis of nano silica gel with various concentration of
polyethylene glycol (PEG) 6.000 solution was conducted by added sodium silicate
solution to various concentration of polyethylene glycol (PEG) 6.000. The PEG
concentrations that used are 3%, 6%, and 9%. Then the 0,5 M H2SO4 solution
was added gradually until pH of 4. The gel was aged for 8 hours at 60°C.
Hydrogel silica was rinsed with distilled water to remove salt residue and dried in
the oven at 100°C for 14 hours. Dry silica gel washed with water to remove PEG,
then dried in the oven at 80°C for 24 hours. Silica gel was characterized using
FTIR and PSA.
The results showed that silica gel can be obtained from rice husk ash in the
presence of polyethylene glycol (PEG) 6.000 as capping agent. However, nano-
sized silica is not obtained yet as expected. FTIR analysis on nano silica gel with
3% PEG, indicating a moderately intense peak of vibration C-H at 2860 cm-1 and
2924 cm-1, while the peak of the vibration at nano silica gel with 9% PEG is very
weak, and almost invisible on the nano silica gel with 6% PEG. From
deconvolution of FTIR spectra also known high PEG content on nano silica gel
with 3% PEG compared to other variation, marked by high peak component B (υ
C-H). The result of PSA analysis showed that silica gel with 3% and 9% PEG had
wide particle size distribution and large particle size, with mean particle size is
2237,6 nm and 574,4 nm respectively. Meanwhile, silica gel with the smallest
particle size of 153,7 nm and the narrowest size distribution was obtained on nano
silica gel with 6% PEG.
BAB I
PENDAHULUAN
Kegunaan nano silika gel dalam berbagai hal, misalnya sebagai material
filler (Rahman dan Padavettan, 2012), material tambahan pada pembuatan semen
(Aleem dkk., 2014), material komposit (Li dkk., 2015), maupun sebagai drug
delivery (Chang dkk., 2016) sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dan
distribusi ukuran partikel. Namun dalam proses pembuatannya, silika gel mudah
mengalami agregasi menghasilkan partikel dengan ukuran yang besar. Pemilihan
metode preparasi dan pengaturan kondisi preparasi, diperlukan untuk mencegah
terjadinya aglomerasi (Wu dkk., 2013).
kukan sintesis nano silika gel dari oil shale ash (OSA) menggunakan
metode sol-gel dengan adanya polyethylene glycol (PEG) 10.000 sebagai capping
agent. Pada penelitian tersebut dilakukan variasi polyethylene glycol (PEG)
10.000 sebesar 0-4%. Hasil penelitian menunjukkan pada variasi PEG 10.000
yang rendah, 0-2%, partikel silika yang terbentuk memiliki ukuran yang lebih
besar dibandingkan variasi yang lain akibat mengalami agregasi. Agregasi terjadi
akibat terlalu sedikitnya PEG 10.000 yang digunakan. Akibat agregasi ini,
molekul-molekul dari PEG 10.000 terjebak di dalam agregat silika gel. Partikel
silika gel terkecil dengan ukuran rata-rata 10 nm diperoleh pada variasi PEG
10.000 sebesar 3%. Pada variasi PEG 10.000 sebesar 3% juga diperoleh distribusi
ukuran partikel yang paling sempit. Namun pada variasi PEG 10.000 yang lebih
tinggi (4%), silika gel memiliki distribusi ukuran partikel yang lebih lebar
dibandingkan pada variasi PEG 10.000 sebesar 3% dengan ukuran partikel
bervariasi dari 5 hingga 30 nm.
Setyawan dkk. (2015) juga melakukan penelitian yang serupa dengan berat
molekul polyethylene glycol (PEG) yang berbeda. Polyethylene glycol (PEG)
1.000 dengan variasi berat 1 hingga 3 g ditambahkan pada proses sintesis silika
gel dari water glass. Dilaporkan bahwa, pada jumlah penambahan polyethylene
glycol (PEG) 1.000 yang rendah (1 g), diperoleh silika gel dengan ukuran partikel
500-2000 nm. Pada jumlah penambahan polyethylene glycol (PEG) 1.000 yang
rendah itu pula, molekul-molekul polyethylene glycol (PEG) 1.000 terjebak di
dalam silika gel, ditandai dengan adanya puncak vibrasi C-H yang berasal dari
rantai polyethylene glycol (PEG) 1.000 pada analisis silika gel menggunakan
FTIR.
Memperoleh silika gel berukuran nano dari abu sekam padi dengan
polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebagai capping agent
Silika gel merupakan silika amorf yang tersusun dari tetrahedral SiO4
yang strukturnya tersusun secara tidak beraturan dan membentuk struktur tiga
dimensi. Hal inilah yang membedakan silika gel dengan silika kristalin, di mana
silika kristalin strukturnya tersusun secara beraturan (Halim dkk., 2016,
Handayani dkk., 2014). Struktur silika gel dapat dilihat pada Gambar II.1.
Selama ini silika gel dikenal luas sebagai adsorben karena kemampuannya
untuk menyerap kelembapan dan merupakan material yang inert. Silika gel
banyak digunakan untuk menjaga kelembapan pada makanan, obat-obatan, bahan
sensitif, elektronik, dan film sekalipun. Silika gel dapat menyerap uap air tanpa
mengubah kondisi dirinya. Ketika dipegang, silika gel akan tetap terasa kering
(Handayani dkk., 2014).
Gambar II.2 Pembentukan gugus silanol pada permukaan silika (Zhuravlev, 2000)
Terdapat berbagai tipe gugus -OH pada permukaan silika gel, sebagai
berikut (Gambar II.3): (i) isolated free (silanol tunggal), ≡SiOH; (ii) geminal free
(silanol geminal atau silanediol), =Si(OH)2; (iii) vicinal, atau bridged, atau gugus-
gugus OH yang terikat dengan ikatan hidrogen (silanol tunggal berikatan
hidrogen, silanol geminal berikatan hidrogen, dan kombinasi keduanya). Pada
permukaan silika gel juga terdapat gugus siloksan atau jembatan ≡Si-O-Si≡
dengan atom oksigen pada permukaan. Selain terdapat gugus-gugus silanol pada
permukaan silika gel, gugus silanol juga terdapat di dalam kerangka silika gel.
Semakin besar ukuran partikel dari silika gel, semakin banyak gugus silanol yang
terdapat di dalam kerangka silika (Zhuravlev, 2000).
Gambar II.3 Tipe-tipe gugus silanol dan jembatan siloksan pada permukaan silika
gel, serta gugus OH internal (Zhuravlev, 2000)
Zhuravlev (2000) melaporkan bahwa, pada suhu ruang (25°C), silika gel
(SiO2) berada pada kondisi maksimum hidroksilasi dan semua tipe gugus silanol
(isolatetd single, geminal, vicinal) ada pada permukaan silika. Molekul air
teradsorp secara fisik (multilayer) pada permukaan SiO2 melalui ikatan hidrogen.
Molekul air yang teradsorp secara fisik tersebut dapat hilang ketika dilakukan
pemanasan, atau disebut juga dengan dehidrasi. Seiring dengan naiknya suhu,
lapisan multilayer molekul air pada permukaan silika gel semakin berkurang, dan
hilang seluruhnya pada suhu 190°C pada kondisi vakum.
(II.1)
C 39,8-41,1
H 5,7-6,1
O 0,5-0,6
N 37,4-36,6
Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai bahan baku untuk
menghasilkan abu yang dikenal di dunia sebagai RHA (rice husk ash). Abu sekam
padi dapat menghasilkan silika kristalin maupun amorf tergantung pada suhu
pembakaran. Suhu pembakaran yang lebih besar dari 1.000°C akan menghasilkan
silika kristalin. Ngatijo dan Lestari (2012) menjelaskan bahwa sekam padi yang
dibakar pada suhu antara 500-700ºC akan menghasilkan struktur abu sekam padi
yang amorf. Silika amorf yang dihasilkan dari abu sekam padi diduga sebagai
sumber penting untuk menghasilkan silikon murni, silikon karbida, dan tepung
nitrit silikon (Katsuki dkk., 2005).
Abu sekam padi merupakan limbah yang diperoleh dari hasil pembakaran
sekam padi. Pada pembakaran sekam padi, semua komponen organik diubah
menjadi gas karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O) dan menyisakan abu yang
merupakan komponen anorganik (Amaria, 2012). Sebagian besar abu tersebut
mengandung silika, sedikit logam oksida, dan karbon residu yang diperoleh dari
pembakaran terbuka. Pada sintesis silika dari abu sekam padi, komponen-
komponen lain selain silika (SiO2) pada abu sekam padi disebut sebagai pengotor.
Pengotor-pengotor tersebut harus dihilangkan untuk mendapatkan silika dengan
kemurnian yang tinggi. Komposisi kimia abu sekam padi dapat dilihat pada Tabel
II.2.
Tabel II.2: Komposisi abu sekam padi (% berat) (Korotkova dkk., 2016)
SiO2 93,4
Al2O3 0,05
Fe2O3 0,06
CaO 0,31
MgO 0,35
K2O 1,4
Na2O 0,1
P2O5 0,8
Tabel II.3 Komposisi abu sekam padi sebelum dan setelah proses leaching dengan
HCl (Pratomo dkk., 2013)
Pada proses sol-gel, reaksi yang terjadi adalah reaksi hidrolisis dan
kondensasi. Untuk sintesis material silika, reaksi hidrolisis melibatkan
pengubahan gugus ≡Si-OR menjadi ≡Si-OH (silanol). Gelasi (pembentukan gel)
terjadi ketika terbentuk ikatan kovalen antara partikel sol melalui reaksi
kondensasi, baik kondensasi alkohol maupun air yang menghasilkan gugus ≡Si-O-
Si≡ (siloksan) (Schubert dan Hüsing, 2012).
Untuk sintesis silika gel dengan prekursor natrium silikat dengan katalis
asam, pada tahap reaksi pertama atom oksigen dari ≡Si-ONa sangat mudah
terprotonasi. Hal ini menyebabkan terbentuknya gugus silanol (≡Si-OH) dan
terlepasnya ion natrium seperti pada persamaan reaksi II.2. Atom oksigen dari
gugus silanol tersebut juga sangat mudah terprotonasi, sehingga menghasilkan
leaving group (gugus pergi) yang baik pada reaksi kondensasi seperti pada
persamaan reaksi II.4. Mekanisme reaksi sol-gel dengan adanya H2SO4 adalah
sebagai berikut.
Hidrolisis:
(II.2)
Kondensasi:
(II.3)
(II.4)
Pada reaksi hidrolisis terbentuk gugus silanol (Si-OH) yang nantinya akan
membentuk siloksan (Si-O-Si) pada reaksi kondensasi. Pada reaksi kondensasi
inilah terjadi peningkatan viskositas “sol” sehingga membentuk “gel” (gelasi)
yang pada akhirnya menghasilkan formasi partikel SiO2. Reaksi keseluruhan yang
terjadi pada proses sol-gel adalah sebagai berikut (Thuc dan Thuc, 2013):
Menurut Liou dan Yang (2011), pH gelasi memiliki pengaruh yang besar
pada sintesis nano silika gel dengan metode sol-gel. Partikel silika gel yang
dihasilkan akan semakin banyak dengan meningkatnya pH gelasi dari pH 3 hingga
7, dan tidak terbentuk silika gel pada pH di bawah 3. Sementara itu, ukuran
partikel silika gel menurun dengan menurunnya pH gelasi. Penurunan pH gelasi
menyebabkan konversi gugus siloksan (Si-O-Si) menjadi gugus silanol (Si-OH)
sehingga terjadi penurunan laju pembentukan gel. Hal ini menyebabkan partikel
silika yang terbentuk memiliki ukuran yang lebih kecil.
Hal yang sedemikian rupa juga dijelaskan pada penelitian lain sebagai
berikut. Menurut Titulaer (1994) dan Rahman (2015), ukuran partikel silika gel
hasil sintesis akan semakin kecil dengan menurunnya pH. Hal ini disebabkan
karena partikel silika mengemban muatan ionik yang sangat kecil pada pH di
sekitar titik isoelektrik (pH 2) yang menyebabkan partikel silika akan beragregasi
terlebih dahulu dalam bentuk rantai sebelum membentuk jaringan tiga dimensi
(Titulaer dkk., 1994), sehingga akan terbentuk silika mikropori dengan luas
permukaan yang besar (ukuran partikel akan semakin kecil) (Rahman dkk., 2015).
Sementara itu, reaksi kondensasi untuk membentuk cluster aggregate silika tiga
dimensi akan semakin cepat dengan meningkatnya pH. Agregasi yang semakin
cepat menyebabkan partikel-partikel primer tumbuh sebelum gel terbentuk dan
partikel primer menjadi kurang bercabang, sehingga silika yang terbentuk akan
memiliki luas permukaan yang lebih kecil (ukuran partikel semakin besar) dengan
ukuran pori yang lebih besar (Rahman dkk., 2015).
Gao dkk. (2009) melakukan aging dengan waktu yang berbeda-beda yaitu
2, 6 dan 8 jam untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada distribusi ukuran
partikel silika gel yang diperoleh. Semakin lama waktu aging, distribusi ukuran
partikel semakin sempit. Aging merupakan proses disolusi dan represipitasi yang
dipengaruhi oleh perbedaan kelarutan. Berdasarkan teori aging, selama proses
aging silika gel, partikel-partikel yang lebih kecil melarut dan menempel
(represipitasi) pada partikel yang berukuran lebih besar dengan naiknya waktu
aging. Pada saat waktu aging 8 jam, silika gel mengalami kesetimbangan disolusi,
sehingga partikel secara uniform terdispersi dalam solven.
Tabel II.4: IR bands pada silika (Beganskienė dkk., 2004) dan (Tran dkk., 2017)
Penghilangan capping agents merupakan salah satu hal paling krusial pada
sintesis nano silika gel. Oleh karena itu, dengan analisis FTIR ini dapat diketahui
apakah capping agents yang digunakan sudah benar-benar hilang atau tidak.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Setyawan dkk., 2015) yang melakukan
penghilangan capping agents PEG dengan kalsinasi dan ekstraksi solvotermal.
Semua sampel memunculkan pita pada 1084 dan 799 cm-1 yang merupakan
ikatan Si-O-Si (Chakraborty dkk., 2014). Pita pada 956 cm-1 menunjukkan
stretching atom oksigen non-bridging seperti Si-O-H(H...H2O) (Filipović dkk.,
2009). Sementara itu pita yang muncul pada 1685 dan 2934 cm-1 masing-masing
merupakan gugus karbonil uretan dan alkil (-CH2-) yang menunjukkan masih
terdapatnya PEG pada silika. Hasil spektra FTIR disajikan pada Gambar II.5.
Gambar II.5 Spektra FTIR silika-PEG hybrid (a), silika (b), silika setelah
penghilangan PEG dengan kalsinasi (c) dan ekstraksi solvotermal (d) (Setyawan
dkk., 2015)
Nano silika gel dengan PEG 3% memiliki ukuran patikel rata-rata sebesar
13,5 nm dan distribusi ukuran partikelnya lebih sempit dibandingkan nano silika
gel dengan konsentrasi PEG 1%, 2%, dan 4%. Pada nano silika gel dengan PEG
4%, distribusi ukuran partikelnya lebar yaitu 5 hingga 30 nm. Hal tersebut
disebabkan oleh konsentrasi PEG yang terlalu besar sehingga membentuk agregat
rantai-rantai molekul PEG. Adanya agregat rantai tersebut menyebabkan
terbentuknya partikel silika di dalam agregat sehingga teridentifikasi struktur
silika kluster (Gao dkk., 2009).
Tabel II.5: Komposisi kimia abu sekam padi dengan analisis AAS (Thuc dan
Thuc, 2013)
Penelitian ini terdiri atas beberapa variabel, yaitu variabel tetap, variabel
berubah, dan variabel terukur.
Variabel tetap pada penelitian ini yaitu berat abu sekam padi, volume HCl
10%, volume NaOH 2,5 N, dan volume natrium silikat.
Variabel yang teramati pada penelitian ini yaitu gugus fungsi serta ukuran
partikel dari silika gel yang dihasilkan.
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini untuk menunjang
keberhasilan penelitian adalah sebagai berikut.
III.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: oven,
furnace, hot plate-stirrer, magnetic stirrer, gelas ukur, gelas beker, cawan
porselen, labu alas bulat, kolom refluks, termometer, pH meter, spatula, neraca
analitik, FTIR Perkin Elmer Frontier, Atomic Absorption Spectroscopy Perkin
Elmer 3110, Partizle Size Analyzers Horiba SZ 100
III.2.2 Bahan
Pada penelitian ini, untuk memperoleh nano silika gel dari abu sekam padi
dengan metode sol-gel, terbagi menjadi beberapa tahap seperti yang telah
disebutkan sebelumnya. Prosedur kerja dari masing-masing tahap tersebut adalah
sebagai berikut.
Sekam padi dicuci dengan air sebanyak 2 kali kemudian dicuci dengan
akuades dan dikeringkan pada suhu ruang. Setelah kering, sekam padi diarangkan
hingga terbentuk arang berwarna hitam. Selanjutnya sekam padi dibakar dalam
furnace pada suhu 700°C selama 2 jam (Geetha dkk., 2016, Hayati dkk., 2017).
Sebanyak 25 gram abu sekam padi direfluks dengan 375 mL HCl 10% (~3
M) pada suhu 90°C selama 2 jam. Suspensi kemudian disaring dan dicuci
berulang kali dengan akuades. Selanjutnya abu sekam padi yang telah diberi
perlakuan asam dikeringkan dalam oven dengan suhu 110°C selama satu hari
untuk persiapan tahap selanjutnya (Mahmud dkk., 2006).
10 gram abu sekam padi yang telah diberi perlakuan awal direfluks dengan
60 mL NaOH 2,5 N selama 1,5 jam pada suhu 80°C untuk melarutkan silika dan
menghasilkan natrium silikat (Na2SiO3). Larutan kemudian disaring berulang kali
hingga tidak ada pengotor yang tertinggal. Filtrat yang dihasilkan merupakan
larutan natrium silikat (Yuvakkumar dkk., 2014).
III.3.4 Sintesis Nano Silika Gel
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh silika gel berukuran nano dari
abu sekam padi dengan polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebagai capping agent,
dan menentukan pengaruh variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000
pada karakter nano silika gel yang diperoleh. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Sains dan Matematika Universitas
Diponegoro Semarang. Nano silika gel yang diperoleh dikarakterisasi
menggunakan FTIR (Fourier-Transform Infrared), untuk menentukan gugus
fungsi yang terdapat pada nano silika, serta PSA (Particle Size Analyzers) untuk
mengetahui diameter rata-rata partikel dan distribusi ukuran partikel. Selain itu,
sebelumnya dilakukan juga karakterisasi menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy) pada abu sekam padi sebelum dan setelah diberi perlakuan leaching
untuk mengetahui perbedaan kandungan SiO2 pada abu sekam padi yang
dihasilkan.
Natrium silikat yang merupakan prekursor pada penelitian ini dibuat dari
sekam padi yang berasal dari penggilingan padi di Meteseh, Tembalang,
Semarang. Sekam padi dicuci dengan air sebanyak dua kali kemudian dicuci
dengan akuades untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang menempel pada
sekam padi. Sekam padi diarangkan agar proses pengabuan dalam furnace
berjalan dengan sempurna dan seluruh sekam padi dapat berubah menjadi abu
yang berwarna putih keabu-abuan. Arang sekam padi dibakar dalam furnace pada
suhu 700°C selama 2 jam untuk menghilangkan pengotor hidrokarbon (Geetha
dkk., 2016); (Hayati dkk., 2017); dan (Thuc dan Thuc, 2013).
Setelah dibakar dalam furnace, arang sekam padi berubah menjadi abu
yang berwarna putih keabu-abuan seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Reaksi
yang dimungkinkan terjadi pada proses pengabuan adalah seperti yang
ditunjukkan pada persamaan IV.1 (Sriyanti dkk., 2005):
(a) (b)
Gambar IV.1 (a) Sekam padi setelah diarangkan (b) Sekam padi setelah dilakukan
proses furnace
Tabel IV.1 Kandungan SiO2 abu sekam padi sebelum dan setelah proses leaching
Abu sekam padi yang telah melalui proses leaching, direfluks dengan
larutan NaOH 2,5 N untuk melarutkan silika yang terkandung pada abu sekam
padi dan membentuk larutan natrium silikat. Setelah dilakukan refluks, terbentuk
larutan yang agak kental (kekentalannya lebih dari larutan NaOH) dan berwarna
kekuningan seperti pada Gambar IV.2. Hal ini kemungkinan dikarenakan NaOH
sudah bereaksi dengan silika pada abu sekam padi membentuk larutan natrium
silikat sesuai dengan persamaan IV.5 (Thuc dan Thuc, 2013):
Pada penelitian ini, ditambahkan H2SO4 tetes demi tetes pada larutan
yang terdiri atas natrium silikat dan polyethylene glycol (PEG) 6.000 hingga pH
akhir menjadi pH 4. Pengondisian pada pH 4 dimaksudkan agar reaksi kondensasi
berjalan dengan lambat sehingga diperoleh silika gel dengan ukuran nano seperti
yang diharapkan seperti yang dilaporkan oleh Liou dan Yang (2011). Dalam
penelitian ini H2SO4 berfungsi sebagai katalis pada reaksi sol-gel. Seiring
ditambahkannya H2SO4 ke dalam larutan, pH larutan semakin menurun dan gel
mulai terbentuk pada pH sekitar pH 10. Gel yang terbentuk semakin banyak
seiring dengan semakin banyaknya H2SO4 yang ditambahkan hingga pH 4
(dibutuhkan 60 mL H2SO4).
Gel putih yang terbentuk (hidrogel) diberi perlakuan aging pada suhu 60°C
selama 8 jam. Setelah proses aging, volume gel mengalami penyusutan dan
tekstur gel menjadi lebih padat. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh
Brinker dan Scherer (1997), di mana pada proses aging terjadi reaksi kondensasi
gugus hidroksil membentuk ikatan baru (bridging bonds) yang menyebabkan
jaringan menjadi lebih kaku dan kuat serta akan terjadi penyusutan volume gel,
atau biasa disebut sineresis.
Hidrogel silika dibilas berulang kali untuk menghilangkan sisa garam dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 14 jam hingga terbentuk gel
kering. Gel kering dicuci dengan akuades untuk menghilangkan polyethylene
glycol (PEG) 6.000 yang menempel pada permukaan gel dan dikeringkan dalam
oven dengan suhu 80°C selama 24 jam. Untuk mengetahui pengaruh pencucian
pada penghilangan polyethylene glycol (PEG) 6.000, dilakukan analisis
menggunakan FTIR sebelum dan setelah proses pencucian pada silika gel dengan
variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 6%. Hasil analisis
FTIR tersebut disajikan pada Gambar IV.3.
Gambar IV.3 Spektra FTIR nano silika gel (a) sebelum dan (b) setelah proses
pencucian
Gambar IV.4 Silika gel yang diperoleh dengan konsentrasi PEG 6.000 sebesar (a)
3%; (b) 6%; dan (c) 9%
Dari Gambar IV.4 dapat dilihat secara fisik bahwa, silika gel dengan
variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3% memiliki ukuran
partikel yang lebih besar dan kasar dibandingkan dengan variasi lain. Sementara
itu, silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar
6% dan 9% memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan halus.
IV.3 Hasil Analisis Fourier-Transform Infrared (FTIR) pada Nano Silika Gel
Dilakukan analisis menggunakan FTIR pada nano silika gel hasil sintesis
dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) yang ditambahkan. Analisis
ini dimaksudkan untuk mengetahui gugus fungsi yang ada pada material silika gel
hasil sintesis serta untuk menganalisis kemunculan vibrasi-vibrasi molekul yang
terdapat pada material silika gel hasil sintesis. Hasil analisis FTIR pada nano
silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) sebesar 3%, 6%,
dan 9% disajikan pada Gambar IV.5.
Absorbansi (a.u)
a
Gambar IV.5 Spektra FTIR nano silika gel dengan variasi konsentrasi PEG 6.000
sebesar (a) 3%; (b) 6%; dan (c) 9%
Gambar IV.5 merupakan spektra FTIR dari nano silika gel dengan variasi
konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3%, 6%, dan 9%. Puncak-
puncak pada bilangan gelombang 1300-450 cm-1 merupakan kombinasi dari
vibrasi-vibrasi yang terdapat pada silica network, di mana puncak pada 460-450
cm-1 merupakan vibrasi tekuk (rocking) dari Si-O-Si (Putz dan Putz, 2012).
Puncak pada bilangan gelombang di sekitar 800 cm-1 merupakan vibrasi ulur
simetri dari Si-O-Si, puncak pada 953 cm-1 merupakan vibrasi ulur dari Si-OH,
dan puncak lebar pada daerah di sekitar 1098 cm-1 merupakan vibrasi ulur
asimetri dari Si-O-Si (Kim dkk., 2009). Kemudian, puncak-puncak pada bilangan
gelombang 2800-1350 cm-1 merupakan overtone dan kombinasi dari vibrasi-
vibrasi molekul air dan SiO2 network. Puncak pada bilangan gelombang di sekitar
2860 cm-1 dan 2924 cm-1 merupakan vibrasi ulur simetri dan asimetri dari C-H
yang berasal dari rantai PEG 6000 (Fidalgo dan Ilharco, 2001) dan (Thuc dan
Thuc, 2013). Sementara itu, puncak-puncak pada bilangan gelombang 4000-3000
cm-1 merupakan overtone atau kombinasi dari vibrasi ulur Si-OH atau H2O (Putz
dan Putz, 2012), di mana puncak pada bilangan gelombang 3650-3200 cm-1
merupakan vibrasi ulur dari gugus OH yang berikatan hidrogen, dan puncak di
sekitar 3750 cm-1 merupakan vibrasi dari gugus silanol (Si-OH) terisolasi
(Innocenzi, 2003).
Dari Gambar IV.5 dapat dilihat bahwa pada nano silika gel dengan variasi
konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3%, terdapat kemunculan
puncak vibrasi C-H yang cukup intens pada bilangan gelombang di sekitar 2860
cm-1 dan 2924 cm-1. Pada nano silika gel variasi konsentrasi polyethylene glycol
(PEG) 6.000 sebesar 9% kemunculan puncak vibrasi tersebut sangat lemah.
Sedangkan pada nano silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol
(PEG) 6.000 sebesar 6%, kemunculan puncak tersebut hampir tidak terlihat.
Gambar IV.6 merupakan dekonvolusi spektra FTIR dari nano silika gel
dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3%, 6%, dan
9% menggunakan aplikasi “fityk” dengan HWHM yang sama untuk setiap
komponen puncak tertentu. Dari gambar tersebut dapat terlihat adanya 4
komponen puncak (I-IV) yang membentuk puncak dekonvolusi vibrasi ulur
asimetri Si-O-Si pada daerah sekitar 1200-1040 cm-1. Komponen puncak pada
1080 cm-1 (II) dan 1200 cm-1 (IV) merupakan mode vibrasi ulur asimetri TO
(transversal optical) dan LO (longitudinal optical) dari Si-O-Si siklik. Komponen
puncak lain di sekitar 1040 cm-1 (I) dan 1160 cm-1 (III) merupakan vibrasi ulur
asimetri Si-O-Si yang memiliki struktur linier (Lenza dan Vasconcelos, 2001).
Sementara itu, komponen puncak sekitar 960-940 cm-1 (A) merupakan vibrasi
ulur Si-OH dan komponen puncak sekitar 1296-1274 cm-1 (B) merupakan vibrasi
twist dari C-H (Innocenzi, 2003).
Gambar IV.6 Dekonvolusi data FTIR nano silika gel dengan variasi konsentrasi
PEG 6.000 sebesar (a) 3%; (b) 6%; (c) 9%
Dari Gambar IV.6 dapat diketahui bahwa nano silika gel dengan variasi
konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3% memiliki komponen
puncak A (Si-OH) yang paling tinggi dibandingkan nano silika gel dengan variasi
konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 6% dan 9%. Selain itu, nano
silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3%
juga memiliki komponen puncak B (υ C-H) yang paling tinggi dibandingkan nano
silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 6%
dan 9%, sedangkan nano silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol
(PEG) 6.000 sebesar 6% memiliki komponen puncak B yang paling rendah. Hal
ini menandakan lebih banyaknya kandungan polyethylene glycol (PEG) 6.000
yang masih tertinggal setelah proses pencucian pada silika gel dengan variasi
konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3% dibandingkan pada
variasi yang lain.
Tingginya komponen puncak A (Si-OH) pada nano silika gel dengan
variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3% dimungkinkan
karena tingginya interaksi gugus hidroksil dari Si-OH pada permukaan silika
dengan molekul air. Tingginya interaksi gugus hidroksil dengan molekul air
tersebut dimungkinkan akibat rendahnya jumlah PEG yang ditambahkan, seperti
yang dijelaskan oleh (Gao dkk., 2009), sehingga molekul-molekul PEG dalam
sistem tidak dapat menutupi permukaan silika dengan sempurna. Molekul air akan
berinteraksi dengan bagian silika yang tidak tertutup PEG melalui ikatan hidrogen
dengan gugus hidroksil yang terdapat pada permukaan partikel-partikel silika.
Dengan adanya ikatan hidrogen, partikel-partikel silika tersebut beraglomerasi
satu dengan yang lainnya menjadi partikel besar. Jembatan molekul air ini hilang
ketika koloid silika dikeringkan, akan tetapi gugus-gugus silanol (Si-OH) internal
yang berada di dalam kerangka silika gel kemungkinan tidak hilang dengan suhu
pengeringan yang diberikan pada penelitian ini. Hal ini mengacu pada penelitian
yang dilakukan Zhuravlev (2000), di mana gugus silanol internal hanya akan
mulai hilang pada suhu 190°C. Sementara itu, rendahnya komponen puncak A
pada nano silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000
sebesar 6%, berarti dimungkinkan akibat minimnya interaksi gugus hidroksil dari
Si-OH pada permukaan silika dengan molekul air.
Dilakukan analisis menggunakan PSA pada sintesis nano silika gel dari
abu sekam padi untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi polyethylene
glycol (PEG) 6.000 yang ditambahkan pada ukuran partikel rata-rata dan
distribusi ukuran partikel silika gel yang yang diperoleh.
Seperti yang disebutkan pada Sub bab IV.2, dilihat secara fisik nano silika
gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3%
memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan nano silika gel dengan
variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 6% dan 9%.
Kemudian dilakukan analisis PSA pada nano silika gel dengan variasi konsentrasi
polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3% dengan hasil yang ditunjukkan pada
Gambar IV.7.
Gambar IV.7 Hasil analisis PSA dari silika gel dengan variasi konsentrasi
polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3%
Pada Gambar IV.7 diketahui bahwa partikel silika yang dihasilkan dengan
variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3% memiliki
distribusi ukuran partikel yang sangat lebar dengan ukuran partikel rata-rata yang
besar yaitu 2237,6 nm. Ukuran partikel yang besar dan distribusi ukuran partikel
yang sangat lebar ini kemungkinan disebabkan oleh adanya aglomerasi. Hasil
penelitian yang serupa juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Gao dkk.
(2009). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa, aglomerasi dapat terjadi
akibat rendahnya jumlah PEG yang ditambahkan. Rendahnya jumlah PEG ini
menyebabkan molekul-molekul PEG tidak dapat menyelubungi partikel silika
yang terbentuk. Akibatnya, molekul air berlebih akan berinteraksi melalui ikatan
hidrogen dengan gugus-gugus hidroksil pada permukaan silika yang tidak tertutup
oleh PEG. Ketika partikel-partikel silika berdekatan, molekul-molekul air ini akan
menarik partikel-partikel tetangga lainnya untuk membentuk kerangka partikel
yang lebih besar.
Sementara itu, hasil analisis PSA pada nano silika gel dengan variasi
konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 6% dan 9% ditunjukkan
pada Gambar IV.8. Hasil analisis PSA menunjukkan bahwa ukuran partikel rata-
rata dari nano silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG)
sebesar 6% adalah 153,7 nm, sedangkan pada variasi konsentrasi polyethylene
glycol (PEG) sebesar 9% diperoleh ukuran partikel rata-rata sebesar 574,4 nm.
Pada Gambar IV.8a dapat dilihat bahwa silika yang dihasilkan memiliki distribusi
ukuran partikel yang hampir seragam, sedangkan pada Gambar IV.8b
menunjukkan distribusi ukuran partikel yang lebih lebar. Fenomena serupa terjadi
pada penelitian yang dilakukan oleh Gao dkk. (2009). Disebutkan bahwa, pada
konsentrasi PEG yang tinggi, kemungkinan terbentuk agregat sekunder rantai
PEG. Akibatnya, molekul-molekul natrium silikat terjebak di dalam untaian rantai
PEG. Hal ini menyebabkan terbentuknya partikel silika di dalam matriks PEG dan
terbentuk kluster silika, sehingga silika gel yang dihasilkan memiliki ukuran
partikel yang lebih besar dan distribusi ukuran partikel yang lebih lebar (Gao dkk.,
2009). Demikian pula yang terjadi pada nano silika gel dengan variasi konsentrasi
polyethylene glycol (PEG) sebesar 9%, di mana ukuran partikel rata-ratanya lebih
besar dan distribusi ukuran partikelnya lebih lebar daripada nano silika gel dengan
variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) sebesar 6%.
(a)
(b)
Gambar IV.8 Hasil analisis PSA pada nano silika gel dengan variasi konsentrasi
polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar (a) 6%; (b) 9%
V.1 Kesimpulan
Silika gel dapat diperoleh dari abu sekam padi dengan adanya
polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebagai capping agent. Namun, belum diperoleh
silika gel dengan ukuran nano seperti yang diharapkan (ukuran partikel silika gel
yang diperoleh dengan variasi konsentrasi PEG sebesar 3%, 6%, dan 9% masing-
masing adalah 2237,6 nm, 153,7 nm, dan 574,4 nm).
Hasil analisis FTIR pada nano silika gel dengan variasi konsentrasi
polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3%, menunjukkan adanya kemunculan
puncak vibrasi C-H yang cukup intens pada bilangan gelombang 2860 cm-1 dan
2924 cm-1, sementara itu kemunculan puncak vibrasi tersebut pada nano silika gel
dengan PEG 9% sangat lemah, dan hampir tidak terlihat pada nano silika gel
dengan PEG 6%. Dari dekonvolusi spektra FTIR juga diketahui tingginya
kandungan PEG pada nano silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene
glycol (PEG) 6.000 sebesar 3% dibandingkan dengan variasi lain, ditandai dengan
tingginya komponen puncak B (υ C-H). Hasil analisis PSA menunjukkan bahwa
silika gel dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 3%
dan 9% memiliki distribusi ukuran partikel yang lebar dan ukuran partikel yang
besar, dengan rata-rata ukuran partikel masing-masing sebesar 2237,6 nm dan
574,4 nm. Sementara itu silika gel dengan ukuran partikel paling kecil yaitu 153,7
nm dan distribusi ukuran yang paling sempit diperoleh pada nano silika gel
dengan variasi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) 6.000 sebesar 6%.
V.2 Saran
Ajitha, B., Reddy, Y. A. K., Reddy, P. S., Jeon, H.-J. dan Ahn, C. W., 2016, Role of Capping
Agents in Controlling Silver Nanoparticles Size, Antibacterial Activity and Potential
Application as Optical Hydrogen Peroxide Sensor. RSC Advances 6(42): 36171-36179.
Aleem, S. A. E., Heikal, M. dan Morsi, W., 2014, Hydration Characteristic, Thermal
Expansion and Microstructure of Cement Containing Nano-Silica. Construction and
Building Materials 59: 151-160.
Amaria, A., 2012, Adsorpsi Ion Sianida Dalam Larutan Menggunakan Adsorben Hibrida
Aminopropil Silika Gel Dari Sekam Padi Terimpregnasi Aluminium (Adsorption of Cyanide
Ions in Solution Using a Hybrid Adsorbent Aminopropyl Silica Gel from Rice Husks of
Impregnated with). Jurnal Manusia dan Lingkungan 19(1): 56-65.
Beganskienė, A., Sirutkaitis, V., Kurtinaitienė, M., Juškėnas, R. dan Kareiva, A., 2004, Ftir,
Tem and Nmr Investigations of Stöber Silica Nanoparticles. Mater Sci (Medžiagotyra) 10:
287-290.
Bisson, A., Rigacci, A., Lecomte, D., Rodier, E. dan Achard, P., 2003, Drying of Silica Gels
to Obtain Aerogels: Phenomenology and Basic Techniques. Drying technology 21(4):
593-628.
Brinker, C. dan Scherer, G., 1997, Sol-Gel Science: The Physics and Chemistry of Sol-Gel
Processing (Academic, New York, 1990). Google Scholar: 581-585.
Chakraborty, S., Biswas, S., Sa, B., Das, S. dan Dey, R., 2014, In Vitro & in Vivo Correlation
of Release Behavior of Andrographolide from Silica and Peg Assisted Silica Gel Matrix.
Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects 455: 111-121.
Chang, D., Gao, Y., Wang, L., Liu, G., Chen, Y., Wang, T., Tao, W., Mei, L., Huang, L. dan
Zeng, X., 2016, Polydopamine-Based Surface Modification of Mesoporous Silica
Nanoparticles as Ph-Sensitive Drug Delivery Vehicles for Cancer Therapy. Journal of
colloid and interface science 463: 279-287.
Do Kim, K., Han, D. N. dan Kim, H. T., 2004, Optimization of Experimental Conditions
Based on the Taguchi Robust Design for the Formation of Nano-Sized Silver Particles by
Chemical Reduction Method. Chemical Engineering Journal 104(1-3): 55-61.
Elly, K., 2009, Ekstraksi Silica White Powder Dari Limbah Padat Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi, Unesa UP.
Fidalgo, A. dan Ilharco, L. M., 2001, The Defect Structure of Sol–Gel-Derived
Silica/Polytetrahydrofuran Hybrid Films by FTIR. Journal of Non-Crystalline Solids 283(1-
3): 144-154.
Filipović, R., Obrenović, Z. dan Stijepović, I., 2009, Synthesis of Mesoporous Silika
Particles with Controlled Pore Structure. Ceramics International 35(8): 3347-3353.
Foschiera, J. L., Pizzolato, T. M. dan Benvenutti, E. V., 2001, Ftir Thermal Analysis on
Organofunctionalized Silica Gel. Journal of the Brazilian Chemical Society 12(2): 159-164.
Gao, G.-M., Zou, H.-F., Liu, D.-R., Miao, L.-N., Ji, G.-J. dan Gan, S.-C., 2009, Influence of
Surfactant Surface Coverage and Aging Time on Physical Properties of Silica
Nanoparticles. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects 350(1-
3): 33-37.
Geetha, D., Ananthiand, A. dan Ramesh, P. S., 2016, Preparation and Characterization of
Silica Material from Rise Husk Ash - an Economically Viable Method. Pure and Applied
Physics 4(3): 20-26.
Halim, A., Alif, Z., Yajid, M., Azizi, M. dan Hamdan, H., 2016, Synthesis and
Characterization of Rice Husk Ash Derived-Silica Aerogel Beads Prepared by Ambient
Pressure Drying. Key Engineering Materials, Trans Tech Publ.
Handayani, P. A., Nurjanah, E. dan Rengga, W. D. P., 2014, Pemanfaatan Limbah Sekam
Padi Menjadi Silika Gel. Jurnal Bahan Alam Terbarukan 3(2): 55-59.
Hayati, D., Pardoyo, P. dan Azmiyawati, C., 2017, Pengaruh Variasi Jenis Asam Terhadap
Karakter Nanosilika Yang Disintesis Dari Abu Sekam Padi. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi
20(1): 1-4.
Irawan, T., 2010, Peningkatan Mutu Minyak Nilam Dengan Ekstraksi Dan Destilasi Pada
Berbagai Komposisi Pelarut, Diponegoro University.
Kalapathy, U., Proctor, A. dan Shultz, J., 2000, A Simple Method for Production of Pure
Silica from Rice Hull Ash. Bioresource Technology 73(3): 257-262.
Katsuki, H., Furuta, S., Watari, T. dan Komarneni, S., 2005, Zsm-5 Zeolite/Porous Carbon
Composite: Conventional-and Microwave-Hydrothermal Synthesis from Carbonized Rice
Husk. Microporous and Mesoporous Materials 86(1): 145-151.
Kim, J. M., Chang, S. M., Kong, S. M., Kim, K.-S., Kim, J. dan Kim, W.-S., 2009, Control of
Hydroxyl Group Content in Silica Particle Synthesized by the Sol-Precipitation Process.
Ceramics International 35(3): 1015-1019.
Knop, K., Hoogenboom, R., Fischer, D. dan Schubert, U. S., 2010, Poly(Ethylene Glycol) in
Drug Delivery: Pros and Cons as Well as Potential Alternatives. Angewandte Chemie
International Edition 49(36): 6288-6308.
Land, G. dan Stephan, D., 2012, The Influence of Nano-Silica on the Hydration of
Ordinary Portland Cement. Journal of Materials Science 47(2): 1011-1017.
Lenza, R. F. dan Vasconcelos, W. L., 2001, Structural Evolution of Silica Sols Modified
with Formamide. Materials Research 4(3): 175-179.
Li, K., Jiang, J., Tian, S., Yan, F. dan Chen, X., 2015, Polyethyleneimine–Nano Silica
Composites: A Low-Cost and Promising Adsorbent for Co 2 Capture. Journal of Materials
Chemistry A 3(5): 2166-2175.
Liou, T.-H. dan Yang, C.-C., 2011, Synthesis and Surface Characteristics of Nanosilica
Produced from Alkali-Extracted Rice Husk Ash. Materials science and engineering: B
176(7): 521-529.
Liu, Y., Goebl, J. dan Yin, Y., 2013, Templated Synthesis of Nanostructured Materials.
Chemical Society Reviews 42(7): 2610-2653.
Mahmud, A., Megat-Yusoff, P., Ahmad, F. dan Farezzuan, A. A., 2006, Acid Leaching as
Efficient Chemical Treatment for Rice Husk in Production of Amorphous Silica
Nanoparticles.
Ngatijo, F. F. dan Lestari, I., 2012, Pemanfaatan Abu Sekam Padi (Asp) Payo Dari Kerinci
Sebagai Sumber Silika Dan Aplikasinya Dalam Ekstraksi Fasa Padat Ion Tembaga (Ii).
Jurnal Penelitian Universitas Jambi: Seri Sains 13(2).
Nguyen, T.-D., 2013, From Formation Mechanisms to Synthetic Methods toward Shape-
Controlled Oxide Nanoparticles. Nanoscale 5(20): 9455-9482.
Phan, C. M. dan Nguyen, H. M., 2017, Role of Capping Agent in Wet Synthesis of
Nanoparticles. The Journal of Physical Chemistry A 121(17): 3213-3219.
Pratomo, I., Wardhani, S. dan Purwonugroho, D., 2013, Pengaruh Teknik Ekstraksi Dan
Konsentrasi Hcl Dalam Ekstraksi Silika Dari Sekam Padi Untuk Sintesis Silika Xerogel.
Jurnal Ilmu Kimia Universitas Brawijaya 2(1): pp. 358-364.
Putz, A.-M. dan Putz, M. V., 2012, Spectral Inverse Quantum (Spectral-Iq) Method for
Modeling Mesoporous Systems: Application on Silica Films by Ftir. International journal
of molecular sciences 13(12): 15925-15941.
Rahman, I. A. dan Padavettan, V., 2012, Synthesis of Silica Nanoparticles by Sol-Gel: Size-
Dependent Properties, Surface Modification, and Applications in Silica-Polymer
Nanocomposites—a Review. Journal of Nanomaterials 2012: 8.
Rahman, N. A., Widhiana, I., Juliastuti, S. R. dan Setyawan, H., 2015, Synthesis of
Mesoporous Silica with Controlled Pore Structure from Bagasse Ash as a Silica Source.
Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects 476: 1-7.
Rao, C. R., Kulkarni, G. U., Thomas, P. J. dan Edwards, P. P., 2000, Metal Nanoparticles
and Their Assemblies. Chemical Society Reviews 29(1): 27-35.
Schubert, U. dan Hüsing, N., 2012, Synthesis of Inorganic Materials, John Wiley & Sons.
Setyawan, H., Yuwana, M. dan Balgis, R., 2015, Peg-Templated Mesoporous Silicas Using
Silicate Precursor and Their Applications in Desiccant Dehumidification Cooling Systems.
Microporous and Mesoporous Materials 218: 95-100.
Singh, L. P., Bhattacharyya, S. K., Kumar, R., Mishra, G., Sharma, U., Singh, G. dan
Ahalawat, S., 2014, Sol-Gel Processing of Silica Nanoparticles and Their Applications.
Advances in colloid and interface science 214: 17-37.
Sriyanti, S., Taslimah, T., Nuryono, N. dan Narsito, N., 2005, Sintesis Bahan Hibrida
Amino-Silika Dari Abu Sekam Padi Melalui Proses Sol-Gel. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi
8(1): 1-8.
Suhartana, S., 2007, Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Bahan Baku Arang Aktif Dan
Aplikasinya Untuk Penjernihan Air Sumur Di Desa Asinan Kecamatan Bawen Kabupaten
Semarang. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi 10(3): 67-71.
Thuc, C. N. H. dan Thuc, H. H., 2013, Synthesis of Silica Nanoparticles from Vietnamese
Rice Husk by Sol–Gel Method. Nanoscale research letters 8(1): 58.
Titulaer, M., Den Exter, M., Talsma, H., Jansen, J. dan Geus, J., 1994, Control of the
Porous Structure of Silica Gel by the Preparation Ph and Drying. Journal of non-
crystalline solids 170(2): 113-127.
Tran, V. T. L., Gélin, P., Ferronato, C., Fine, L., Chovelon, J. M. dan Postole, G., 2017,
Exploring the Potential of Infrared Spectroscopy on the Study of the
Adsorption/Desorption of Siloxanes for Biogas Purification. Catalysis Today.
Wu, S.-H., Mou, C.-Y. dan Lin, H.-P., 2013, Synthesis of Mesoporous Silica Nanoparticles.
Chemical Society Reviews 42(9): 3862-3875.
Xie, Y., Kocaefe, D., Chen, C. dan Kocaefe, Y., 2016, Review of Research on Template
Methods in Preparation of Nanomaterials. Journal of Nanomaterials 2016: 11.
Yalcin, N. dan Sevinc, V., 2001, Studies on Silica Obtained from Rice Husk. Ceramics
international 27(2): 219-224.
Yuvakkumar, R., Elango, V., Rajendran, V. dan Kannan, N., 2014, High-Purity Nano Silica
Powder from Rice Husk Using a Simple Chemical Method. Journal of Experimental
Nanoscience 9(3): 272-281.
Zhuravlev, L., 2000, The Surface Chemistry of Amorphous Silica. Zhuravlev Model.
Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects 173(1-3): 1-38.
LAMPIRAN
Hasil
M1. V1 = M2. V2
V1 = 78,125 ml
10 × P × %
M=
BM
g
10 × 1,84 × 96
M= ml
98,08 g/mol
M = 18 M
M1. V1 = M2. V2
18 M. V1 = 0,5 M. 250 ml
V1 = 6,94 ml
Lampiran 3. Perhitungan Konsentrasi Larutan PEG 6.000
1 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑃𝐸𝐺
× 100% = 3%
35 𝑚𝑙 𝑁𝑎2 𝑆𝑖𝑂3
2 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑃𝐸𝐺
× 100% = 6%
35 𝑚𝑙 𝑁𝑎2 𝑆𝑖𝑂3
3 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑃𝐸𝐺
× 100% = 9%
35 𝑚𝑙 𝑁𝑎2 𝑆𝑖𝑂3
Lampiran 4. Dokumentasi Hasil Penelitian