Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH KONSENTRASI PELARUT TERHADAP

EKSTRAKSI PEKTIN KULIT JERUK SIAM BERBANTUKAN


GELOMBANG MIKRO (MICROWAVE)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

Abdi Mursyid
18 614 008

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI D3 PETRO DAN OLEO KIMIA
SAMARINDA
2021
HALAMAN PERSETUJUAN CALON PEMBIMBING

PENGARUH KONSENTRASI PELARUT TERHADAP


EKSTRAKSI PEKTIN KULIT JERUK SIAM BERBANTUKAN
GELOMBANG MIKRO (MICROWAVE)

NAMA : ABDI MURSYID

NIM : 18614008

JURUSAN : TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI : PETRO DAN OLEO KIMIA

JENJANG STUDI : DIPLOMA III

Proposal Tugas Akhir ini telah disetujui


pada tanggal, 2021

Menyetujui:

Calon Pembimbing

Arief Adhiksana, S.S.T., M.T


NIP. 19800703 200604 1 013

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v

DAFTAR TABEL...................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5

2.1 Jeruk Siam.................................................................................................5

2.2 Produksi Pektin..........................................................................................6

2.2.1 Ekstraksi.............................................................................................6

2.2.2 Asam klorida (HCl)............................................................................9

2.3 Pektin.........................................................................................................9

2.3.1 Pengertian dan Sumber Pektin...........................................................9

2.3.2 Struktur dan Komposisi Kimia Pektin.............................................13

2.3.3 Aplikasi Pektin................................................................................16

2.4 Karakterisasi Pektin.................................................................................18

2.4.1 Rendemen.........................................................................................18

2.4.2 Kadar Air..........................................................................................18

2.4.3 Kadar Abu........................................................................................19

2.4.4 Berat Ekivalen..................................................................................20

iii
2.4.5 Kadar Metoksil.................................................................................20

2.4.6 Kadar Galakturonat..........................................................................21

2.4.7 Derajat Esterifikasi...........................................................................21

2.5 Fourier Transform Infra-Red (FTIR)......................................................22

2.6 Microwave Assisted Extraction ( MAE )................................................23

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................25

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................25

3.2 Rancangan Penelitian..............................................................................25

3.3 Alat dan Bahan........................................................................................26

3.4 Prosedur Penelitian..................................................................................27

3.4.1 Diagram Alir Penelitian...................................................................27

3.4.2 Prosedur Penelitian..........................................................................28

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................31

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Penampang melintang buah jeruk...................................................5

Gambar 2. 2 Buah jeruk siam (Citrus nobilisvar)....................................................6

Gambar 2. 3 Struktur dinding sel tanaman............................................................11

Gambar 2. 4 Skema perubahan protopektin menjadi pektin dan asam Pektat.......12

Gambar 2. 5 Struktur kimia Asam α-Galakturonat................................................13

Gambar 2. 6 Struktur kimia Asam Poligalakturona...............................................14

Gambar 2. 7 FTIR Shimadzu 8400S...................................................................22Y

Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian......................................................................27


DAFTAR TABEL

YTabel 2. 1 Rendemen pektin beberapa bahan baku industri pektin.....................

Tabel 2. 2 Standar mutu pektin IPPA....................................................................16

Tabel 2. 3 Rentang frekuensi pada Spektofotometri IR.........................................23


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kalimantan Timur merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia yang

terletak bagian Timur Indonesia. Pada tahun 2018 produksi buah jeruk siam di

Kalimantan Timur mencapai sebesar 67,51 ton/tahun (BPS, 2018). Tanaman

jeruk merupakan tanaman asli Indonesia. Buah jeruk dapat dikonsumsi dalam

bentuk buah segar ataupun hasil olahan. Limbah dari buah jeruk berupa ampas,

kulit dan biji jeruk yang merupakan hasil buangan dari pabrik minuman sari buah

di Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Kulit jeruk selain dapat dibuat

manisan, juga dapat diekstrak pektinnya. Jeruk mempunyai kandungan pektin

yang cukup tinggi, yaitu sekitar 30%. Kulit dari buah jeruk yang baru saja dipanen

mengandung sekitar 70% air, 6-8% gula dan asam organik dalam jumlah kecil.

Kebutuhan pektin di Indonesia semakin berkembang dengan

bertambahnya industri - industri makanan. Di Indonesia, belum ada pabrik yang

dapat mengolah pektin. Oleh karena itu Indonesia masih mengimpor pektin dari

luar negeri. Sedangkan kebutuhan pektin di Indonesia semakin meningkat. Hal ini

terbukti dengan semakin meningkatnya nilai impor pektin. Kebutuhan pektin

mengalami kenaikan sebesar 10-15% tiap tahun. Kandungan pektin yang terdapat

didalam kulit jeruk dapat diambil dengan cara diekstraksi dan selanjutnya dapat

dimanfaatkan.
2

Pektin dapat dimanfaatkan dalam beberapa bidang industri. Pektin

merupakan segolongan polimer heterosakarida yang dapat diperoleh dari dinding

sel tumbuhan darat, pektin biasa digunakan pada industri makanan seperti jeli dan

selai serta pada industri minuman seperti produk susu. Selain itu, pektin juga

digunakan dalam industri non pangan, seperti dalam bidang farmasi dan kosmetik

(Muhidin, 1999 dalam Sufy, 2015 ).

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian mengenai ekstraksi pektin dari jeruk sebelumnya sudah pernah

dilakukan oleh Budiyanto dkk, (2008) dan Aida dkk, (2017). Budiyanto dkk,

(2008) melakukan penelitian pada ampas jeruk siam dengan metode konvensional

dan memvariasikan suhu, 65°C, 80°C dan 95°C dan waktu ekstraksi pada 40

menit , 60 menit dan 80 menit. Hasil terbaik dari penelitian menunjukkan bahwa

pada suhu 95°C selama 40 menit diperoleh rendemen 13,67%- 16,32%, kadar

metoksil 4,87%-6,95%, kadar air 7,94-11,91%, kadar abu 0,69%-1,22%, berat

ekivalen 548,07%-1334,11%, kadar galakturonat 46,70%-78,82% dan derajat

esterifikasi 55,13-67,68% menggunakan pelarut Asam klorida (HCl). Sedangkan

pada penelitian Aida dkk, (2017), mengekstraksi kulit jeruk siam banjar dengan

metode konvensional. Penelitian ini menghasilkan rendemen tertinggi 7,3%

dengan kadar metoksil 4,09%, berat ekivalen 3035 mg, kadar galakturonat

29,09% dan derajat esterifikasi 79,80%.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh kedua peneliti, hasil

rendemen pektin terbaik dari masing-masing penelitian menunjukkan waktu


3

ekstraksi yang berbeda dengan metode konvensional. Dari hasil penelitian

Budiyanto dkk. (2008) dan Aida dkk. ( 2017 ) tersebut di dapatkan waktu

ekstraksi terbaik. Namun waktu ekstrasi yang di perlukan untuk mendapatkan

rendemen masih relatif lama. Sedangkan Fitria dkk, (2013) melakukan penelitian

secara konvensional pada ekstraksi pektin kulit pisang kepok dengan pelarut asam

laktat, selama 80 menit variasi pH dan suhu ekstraksi. Hasil optimum pada pH 1,5

dan suhu 90C dengan Rendemen 10,78%. Megawati dkk, (2016) mengekstraksi

pektin dari kulit pisang kepok menggunakan bantuan gelombang mikro dengan

waktu 20 menit, daya 600 watt dan pelarut HCl 0,25% variasi berat bahan baku.

Hasil optimum didapat pada berat bahan baku 15 gram dengan rendemen 16,53%.

Waktu yang di perlukan untuk mengekstraks pektin cukup singkat. Dari dua

penelitian tersebut terjadi penaikan rendemen dengan perbedaan metode. Untuk

itu perlu dilakukan pengembangan metode agar dapat meningkatkan rendemen

dan kualitas pektin pada kulit jeruk siam dengan cara memvariasikan konsentrasi

pelarut ekstraksi dengan berbantukan gelombang mikro (Microwave).

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pelarut

ekstraksi pektin terhadap rendemen, kadar air, berat ekivalen dan kadar metoksil

yang sesuai dengan standar mutu International Pectin Producers Association

(IPPA 2002) berbantukan gelombang mikro (Microwave).

Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai ekonomis dan

mengurangi penumpukan dari limbah kulit jeruk siam di lingkungan serta


4

memperoleh proses pembuatan pektin yang lebih efektif dengan bahan yang lebih

ramah lingkungan dan proses yang lebih maju dan murah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jeruk Siam

Jeruk siam merupakan anggota jeruk keprok dan mempunyai nama ilmiah

Citrus nobilisvar microcarpa. Dinamakan jeruk siam karena memang berasal dari

siam (Muangthai). Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok

lainnya. Kulit jeruk siam menempel dengan dagingnya (Tim penulis PS, 2004

dalam Zendrato, 2016).

Menurut Albrigo dan Carter (1977), bagian-bagian utama buah jeruk

jika dilihat dari bagian luar sampai ke dalam adalah kulit (tersusun atas

epidermis, flavedo, kelenjar minyak, dan ikatan pembuluh), segmen-segmen

(terdiri atas dinding segmen, rongga cairan dan biji) dan core (bagian tengah

yang terdiri dari ikatan pembuluh dan jaringan parenkim). Bagian-bagian buah

jeruk dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Penampang melintang buah jeruk

Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu flavedo (kulit

bagian luar yang berbatasan dengan epidermis) dan albedo (kulit bagian dalam

yang berupa jaringan busa). Epidermis merupakan bagian luar yang


6

melindungi buah jeruk, yang terdiri dari lapisan lilin, matriks kutin, dinding

sel primer dan sel epidermal. Flavedo sebagai lapisan kedua ditandai dengan

adanya warna hijau, kuning, oranye, kelenjar minyak, dan tidak terdapat

ikatan pembuluh. Pigmen yang terdapat pada flavedo adalah kloroplas dan

karotenoid. Dalam perkembangannya kloroplas akan terdegradasi, sehingga

buah yang sebelum matang berwarna hijau menjadi berwarna oranye pada saat

matang (Albrigo dan Carter, 1977 dalam Hariyati, 2006).

Juring atau lamella jeruk banyak mengandung pektin, karena itu rugi

bila mengkonsumsi jeruk hanya menyerap sarinya dan membuang kulit

juringnya. Pektin pada jeruk yang bila dimakan atau diolah menjadi jus

dengan dagingnya akan bermanfaat sebagai pembersih racun dari dalam tubuh

(Hariyati, 2006).

Gambar 2. 2 Buah jeruk siam (Citrus nobilisvar)

2.2 Produksi Pektin

2.2.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun

cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak

substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya (Underwood, 1986).


7

Ekstraksi pektin dari buah-buahan didasarkan pada sifat pektin yang dapat larut

dalam air, sedangkan sebagian besar polisakarida lain, seperti selulosa dan

hemiselulosa yang bersama-sama pektin menyusun dinding sel tanaman, bersifat

tidak larut air ( Prasetyowati,2009).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam ekstraksi pektin antara lain sebagai

berikut :

1. Derajat keasaman larutan ekstraksi (pH)

Kandungan ion hidrogen berpengaruh karena dapat mensubstitusi kalsium

dan magnesium dari molekul protopektin sehingga menyebabkan protopektin

terhidrolisis menghasilkan pektin yang larut dalam air (Prasetyowati, 2009).

2. Waktu kontak antara bahan baku dengan pelarut

Waktu kontak atau lama ekstraksi berpengaruh terhadap banyaknya ion

hidrogen yang berhasil mensubstitusi kalsium dan magnesium dari protopektin

sehingga akan menentukan jumlah pektin yang dapat terlarut dalam air

(Prasetyowati, 2009).

3. Ukuran partikel yang diekstraksi

Ukuran partikel akan berpengaruh terhadap luas permukaan sentuhan antara

solvent dan solute sehingga akan mempengaruhi jumlah pektin yang terlarut

dalam air (Prasetyowati, 2009).

4. Suhu ekstraksi

Suhu ekstraksi akan mempengaruhi ikatan antar molekul protopektin, di mana

suhu yang tinggi menyebabkan ikatan antara molekul-molekul protopektin

tersebut mudah terlepas dan larut dalam air (Prasetyowati, 2009).


8

5. Rasio pelarut dan bahan ekstraksi

Rasio antara pelarut dan bahan ekstraksi berpengaruh terhadap jumlah pektin

karena umumnya pelarut memiliki keterbatasan untuk mengikat molekul-molekul

pektin (Prasetyowati, 2009).

6. Jenis pelarut

Keberhasilan proses ekstraksi juga dipengaruhi oleh pemilihan pelarut yang

tepat dengan kriteria seperti selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling

bercampur, reaktivitas, titik didih, dan kriteria-kriteria pendukung lainnya, seperti

murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak dapat terbakar, tidak

eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak korosif, memiliki viskositas yang

rendah, serta stabil secara kimia dan termis (Prasetyowati, 2009).

7. Jenis bahan yang diekstraksi

Jika bahan yang diekstraksi memiliki struktur yang lunak maka ekstraksi

dapat berlangsung lebih cepat dan banyak molekul yang akan terlarut, tetapi jika

bahan yang diekstraksi memiliki struktur yang keras maka diperlukan

perlakuan khusus agar bahan tersebut mudah diekstraksi (Prasetyowati, 2009).

8. Pengaruh pengadukan

Pengadukan dalam ekstraksi penting karena meningkatkan perpindahan solut

dari permukaan partikel (padatan) ke cairan pelarut. Mekanisme yang terjadi pada

proses leaching adalah sebagai berikut solven berdifusi ke dalam padatan

sehingga solut akan larut ke dalam solven. Kemudian solut yang terlarut dalam

solven tersebut akan berdifusi ke luar menuju ke permukaan partikel, akhirnya

solut akan berpindah ke larutan. Selain itu, pengadukan suspensi partikel halus
9

mencegah pengendapan padatan dan kegunaan yang lebih efektif adalah

membuat luas kontaknya semakin besar

9. Konsentrasi pelarut

Ekstraksi menggunakan asam dan panas menyebabkan ikatan antara

protopektin dan selulosa terlepas, sehingga menghasilkan senyawa pektin yang

larut, selulosa dan beberapa mineral. Makin pekat asam yang ditambahkan,

ataupun pada kepekatan yang sama tetapi suhu lebih tinggi, dapat menyebabkan

demetilasi lebih cepat. Jika konsentrasi asam lebih pekat, kontak asam dengan

pektin lebih lama serta suhu tinggi, pada keadaan yang memadai dapat

menyebabkan degradasi pectin (Erwinda dan Santoso, 2014).

2.2.2 Asam klorida (HCl)

Asam klorida (HCl) merupakan bahan kimia yang sama pentingnya dengan

asam sulfat. Asam klorida dibuat dengancara mereaksikan klorin dan gas hidrogen

pada suhu tinggi. Asam klorida yang berwujud gas dilarutkan dalam air sehingga

diperoleh larutan asam klorida yang dijual dengan kepekatan sekitar 36%. Asam

klorida digunakan sebagai pelarut dalam industri logam, kimia, makanan dan

pengolahan minyak bumi.

2.3 Pektin

2.3.1 Pengertian dan Sumber Pektin

Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman

pangan. Selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan jaringan dan


10

komponen utama dari lamella tengah pada tanaman, pektin juga berperan sebagai

perekat dan menjaga stabilitas jaringan dan sel (Herbstreith dan Fox, 2005 dalam

Hariyati, 2006). Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul

tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan sebagai pembentuk

gel dan pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan

dalam bidang farmasi digunakan untuk obat diare (National Research

Development Corporation, 2004 dalam Hariyati, 2006).

Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau

yang membuat sesuatu menjadi keras/ padat. Pektin ditemukan oleh Vauquelin

dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin belum diberi

nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824, yaitu ketika

Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot

menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan

Fox, 2005 dalam Hariyati, 2006). Pektin yang dimanfaatkan untuk makanan

merupakan suatu polimer yang berisi unit asam galakturonat (sedikitnya 65%).

Kelompok asam tersebut bisa dalam bentuk asam bebas, metil ester, garam

sodium, kalium, kalsium atau ammonium dan dalam beberapa kelompok pektin

amida (IPPA, 2002). Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan asam pektat

di dalam buah sangat bervariasi tergantung pada derajat kematangan buah. Pada

umumnya, protopektin yang tidak larut itu lebih banyak terdapat pada buah-

buahan yang belum matang (Winarno, 1997 dalam Hariyati, 2006). Pektin secara

umum terdapat di dalam dinding sel primer tanaman, khususnya di sela-sela

antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin berfungsi sebagai


11

perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Bagian antara dua dinding

sel yang berdekatan tersebut dinamakan lamella tengah (Winarno, 1997 dalam

Hariyati, 2006). Gambar 2.2 menunjukkan senyawa pektin pada dinding sel

tanaman (IPPA, 2002).

Sumber : IPPA (2002)

Gambar 2. 3 Struktur dinding sel tanaman

Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan

jenis tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan

albedo buah jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan

parenkimnya (Winarno, 1997 dalam Hariyati, 2006). Pemisahan pektin dari

jaringan tanaman dapat dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan beberapa

macam pelarut seperti air, beberapa senyawa organik, senyawa alkalis dan asam.

Dalam ekstraksi pektin terjadi perubahan senyawa pektin yang disebabkan oleh

proses hidrolisis sehingga menyebabkan protopektin berubah menjadi pektinat

(pektin) dengan adanya pemanasan dalam asam pada suhu dan lama ekstraksi

tertentu. Apabila proses hirolisis dilanjutkan senyawa pektin akan berubah

menjadi asam pektat (Muhidin, 2001 dalam Sufy, 2015).


12

Gambar 2. 4 Skema perubahan protopektin menjadi pektin dan asam Pektat

Di dalam buah-buahan yang masih muda, sel-sel yang satu dengan yang

lain masih dipersatukan dengan kuat oleh protopektin tersebut. Pada buah

masaksebagian dari protopektin mengalami penguraian menjadi pektin karena

pertolongan enzim protopektinase. Hal ini menyebabkan terlepasnya sel-sel satu

dari yang lain, sehingga buah menjadi lunak. Selanjutnya enzim pektinase

meneruskan pengubahan pektin menjadi asam-pektat, hal mana menyebabkan

buah menjadi masak (Dwidjoseputro, 1983 dalam Fitria 2013).

Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan

jenis tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan

albedo buah jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan

parenkimnya (Winarno, 1997). Tabel 2.1 menunjukkan rendemen pektin yang

dihasilkan dari beberapa jenis buah-buahan di Indonesia.

Tabel 2. 1 Rendemen pektin beberapa bahan baku industri pektin

Rendemen
Sumber
(% bobot kering)
Apel 10-15
Gula Bit 10-20
Bunga matahari 15-25
Kulit jeruk 20-35
Sumber: Herbstreith dan Fox, 2006 dalam Hariyati, 2006.
13

2.3.2 Struktur dan Komposisi Kimia Pektin

Pada tahun 1924, Smolenski adalah yang pertama kali berasumsi bahwa

pektin merupakan polimer asam galakturonat. Pada tahun 1930, Meyer dan Mark

menemukan formasi rantai dari molekul pektin dan Schneider dan Bock pada

tahun 1937 membentuk formula tersebut (Herbstreith dan Fox, 2005 dalam

Hariyati, 2006).

Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan

ikatan α- (1-4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus

karboksil sebagian teresterifikasi dengan metanol dan sebagian gugus alkohol

sekunder terasetilasi (Herbstreith dan Fox, 2005 dalam Widiastuti, 2015). Gambar

2.4 di bawah ini menunjukkan struktur kimia unit asam α-galakturonat.

Gambar 2. 5 Struktur kimia Asam α-Galakturonat

Menurut Hoejgaard (2004) pektin merupakan asam poligalakturonat yang

mengandung metil ester. Pektin diekstraksi secara komersial dari kulit buah jeruk

dan apel dalam kondisi asam. Masing-masing cincin merupakan suatu molekul

dari asam poligalakturonat, dan ada 300–1000 cincin seperti itu dalam suatu

tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai linier. Gambar 2.5

di bawah ini menunjukkan struktur kimia asam poligalakturonat.


14

Gambar 2. 6 Struktur kimia Asam Poligalakturona

Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua

golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin berkadar

metoksil rendah (LMP). Pektin bermetoksil tinggi mempunyai kandungan

metoksil minimal 7%, sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai

kandungan pektin maksimal 7% (Guichard dkk., 1991 dalam Widiastuti, 2015)

Pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk suatu rantai

molekul panjang. Rantai utama ini diselingi oleh kelompok ramnosa dengan rantai

cabang menyusun gula netral (arabinosa, galaktosa). Kelompok karboksil

(kelompok asam) dari asam galakturonat dapat diesterifikasi atau diamidasi

(IPPA, 2002). Selain asam D-galakturonat sebagai komponen utama, pektin juga

memiliki D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-ramnosa dalam jumlah yang bervariasi.

Komposisi kimia pektin sangat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi

yang dipakai dalam isolasinya (Widiastuti, 2015). Pektin tersusun atas asam

pektat, asam pektinat dan protopektin (Hanum dkk, 2012) yang dijelaskan sebagai

berikut:

1. Asam Pektat

Asam pektat adalah senyawa asam galakturonat yang bersifat koloid dan

pada dasarnya bebas dari kandungan metil ester (Hanum dkk., 2012). Asam pektat

merupakan senyawa pektin dengan gugus karboksil yang tidak teresterifikasi pada
15

asam galakturonat. Asam pektat bersifat tidak larut dalam air dan tidak

membentuk gel. Namun, jika membentuk garam, asam pektat disebut pektat dan

dapat larut dalam air (Perina, 2007).

2. Asam Pektinat

Asam pektinat adalah asam poligalakturonat yang bersifat koloid dan

mengandung sejumlah metil ester (Hanum dkk., 2012). Pektin memiliki derajat

netralisasi yang berbeda-beda. Pektinat yang mengandung metil ester yang cukup

yaitu lebih dari 50% dari seluruh karboksil disebut pektin. Pektin ini terdispersi

dalam air dan dapat membentuk garam yang disebut garam pektinat. Dalam

bentuk garam ini, pektin berfungsi dalam pembuatan jeli dengan keberadaan gula

dan asam (Perina, 2007).

3. Protopektin

Protopektin merupakan senyawa-senyawa pektin yang terdapat pada

tanaman yang masih muda atau pada buah–buahan yang belum matang.

Protopektin tidak larut dalam air. Namun, jika dipanaskan dalam air yang

mengandung asam, maka protopektin dapat diubah menjadi pektin dan terdispersi

dalam air. Protopektin akan menjadi pektin yang larut dengan adanya hidrolisis

asam, secara enzimatis dan secara fisis oleh pemanasan. Hasil dari hidrolisis

adalah asam pektinat (Perina, 2007).

Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan

jenis tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan

albedo buah jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan

parenkimnya (Winarno, 1997 dalam Widiastuti, 2015). Berikut adalah standar


16

mutu dan spesifikasi pektin berdasarkan Internasional Pectin Producers

Association (IPPA 2003)

Tabel 2. 2 Standar mutu pektin IPPA

Standar Mutu Kandungan


Kekuatan gel, grade min. 150
Kandungan metoksil :
-Pektin metoksil tinggi, % >7,12
- Pektin metoksil rendah, % <7,12
Kadar asam galakturonat, %min. 35
Kadar air, % maks. 12
Kadar abu, % maks. 10
Derajat esterifikasi untuk:
- Pektin ester tinggi, % min. 50
- Pektin ester rendah, % maks. 50
Bilangan asetil, % 0,15-0,45
Berat ekivalen 600-800
Sumber: Hanum, F. dkk, 2012

2.3.3 Aplikasi Pektin

Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada

industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan

menstabilkan protein (May, 1990 dalam Hariyati, 2006). Penambahan pektin

pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan

khususnya pada adsorpsi glukosa dan kolesterol (Baker, 1994 dalam Hariyati,

2006). Dalam industri makanan dan minuman, pektin dapat digunakan sebagai

bahan pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju, bahan pengental dan

stabilizer pada minuman sari buah. Selain itu pektin juga berperan sebagai

bahan pokok pembuatan jeli, jam, dan marmalade (Herbstreith dan Fox, 2005

dalam Hariyati, 2006).

Pektin memiliki potensi yang baik dalam bidang farmasi. Towle dan
17

Christensen (1973) menyatakan bahwa sejak dahulu pektin digunakan dalam

penyembuhan diare dan menurunkan kandungan kolesterol darah. Pektin

melalui pembuluh darah dapat memperpendek waktu koagulasi darah yang

berguna untuk mengendalikan pendarahan. Pada industri farmasi, pektin

digunakan sebagai emulsifier bagi preparat cair dan sirup, obat diare pada

bayi dan anak-anak, obat penawar racun logam, dan bahan penyusut

kecepatan penyerapan bermacam-macam obat. Selain itu, pektin juga

berfungsi sebagai bahan kombinasi untuk memperpanjang kerja hormon dan

antibiotika, bahan pelapis perban (pembalut luka) untuk menyerap kotoran

dan jaringan rusak atau hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh,

serta bahan injeksi untuk mencegah pendarahan (Hoejgaard, 2004 dalam

Hariyati, 2006).

Kualitas pektin komersial ditentukan oleh sifat-sifat fisik pektin. Sifat

fisik tersebut diantaranya warna dan cita rasa yang cocok, kelarutan (untuk

pektin padat), derajat gel, kecepatan membeku, serta tidak mengandung bahan

atau zat berbahaya bagi kesehatan. Sifat fisik tersebut dipengaruhi oleh sifat

kimia pektin (IPPA, 2002).

2.4 Karakterisasi Pektin

Karakteristik pektin tergantung dari kondisi ekstraksi pektin, dan sifat fisik

pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin. Pektin hasil ekstraksi terbaik

biasanya diperbandingkan dengan pektin komersial. Hal ini dilakukan karena jika
18

diaplikasikan pada industri kebutuhan energi untuk peningkatan suhu dan lama

ekstraksi akan meningkatkan biaya produksi. Apabila perlakuan suhu terendah

dan waktu paling cepat dapat memberi hasil yang masih diperbolehkan oleh

International Pectin Producers Association, Food Chemical Codex dan

Farmakope maka hal ini akan sangat menguntungkan jika diaplikasikan (Fitriani,

2003).

2.4.1 Rendemen

Rendemen merujuk pada jumlah produk yang dihasilkan. Presentase

produk yang dihasilkan dibandingkan dengan bahan baku yang diolah.

w2
Rendemen (%) = x 100 %..........................................................(2.1)
W1

Keterangan:

W1 = bobot bahan baku kering (gram)

W2 = bobot pektin yang diperoleh (gram)

2.4.2 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan daya

tahan suatu produk, terkait dengan aktivitas mikroorganisme selama penyimpanan

dan berpengaruh terhadap masa simpan. Produk dengan kadar air rendah relatif

lebih stabil dalam penyimpanan jangka panjang dari pada produk dengan kadar air

tinggi yang rentan terhadap aktivitas mikroba (Pardede, 2013). Kadar air

ditentukan dengan pengukuran kandungan air yang berada di dalam produk

(Departemen Kesehatan, 2000). Banyaknya air yang terkandung dalam bahan


19

yang dinyatakan dalam persen.

(Wa−Wb)
Kadar air (%) = x 100 %...................................................(2.2)
W

Keterangan:

Wa = bobot sebelum dikeringkan (gram)

Wb = bobot sesudah dikeringkan (gram)

2.4.3 Kadar Abu

Abu merupakan bahan anorganik yang diperoleh dari residu atau sisa

pembakaran bahan organik yang akan berpengaruh pada tingkat kemurnian

pektin. Semakin tinggi tingkat kemurnian pektin, maka kadar abu akan semakin

rendah ( Budiyanto dan Yulianingsih, 2008). Prinsip penetapan kadar abu adalah

bahan dipanaskan pada temperatur di mana senyawa organik dan turunannya

terdestruksi dan menguap, sehingga yang tertinggal hanya unsur mineral dan

anorganik (Departemen Kesehatan, 2000).

(Wa−Wb)
Kadar abu (%) = x 100%..................................................(2.3)
W

Keterangan:

W = bobot sampel awal (gram)

Wa = bobot sampel dan cawan sesudah dipanaskan (gram)

Wb = bobot cawan kosong (gram)

2.4.4 Berat Ekivalen

Berat ekivalen adalah kandungan gugus asam galakturonat bebas yang

tidak teresterifikasi dalam rantai molekul pektin. Asam pektinat murni merupakan
20

zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari

gugus metil ester atau tidak mengalami esterifikasi. Semakin rendah kadar pektin

akan menyebabkan berat ekivalen semakin rendah (Ranganna, 1977 dalam Fitria

2013).

Mg
Berat ekivalen = .....................................................................(2.4)
VxN

Keterangan:

M = Bobot pektin (mg)

N = Normalitas NaOH

V = Volume NaOH (mL)

2.4.5 Kadar Metoksil

Kadar metoksil menyatakan banyaknya gugus metil teresterifikasi.Kadar

metoksil merupakan jumlah mol etanol yang terdapat di dalam 100 mol asam

galakturonat yang memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional

larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin

(Constenla dan Lozano, 2003 dalam Fitria, 2013).

V . NaOH x N . NaOH x A
Kadar metoksil (%) = X 100 %.......................(2.5)
M

Keterangan:

A = Nilai 31 diperoleh dari berat molekul CH3O

M = Bobot Pektin (mg)

N = Normalitas NaOH

V = Volume NaOH (mL)


21

2.4.6 Kadar Galakturonat

Perhitungan kandungan galakturonat sangat penting untuk mengetahui

kemurnian pektin.Kadar galakturonat dan muatan molekul pektin memiliki

peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat

mengetahui struktur serta tekstur dari gel pektin (Sofiana, 2012 dalam Fitria,

2013).

176 x 0,1 z x 100 + 176 x 0,1 y x 100


Kadar galakturonat (%) = .............(2.6)
W (mg) W (mg)

Keterangan :

A = Nilai 176 diperoleh dari berat ekivalen terendah asam pektat

W = Bobot pektin (mg)

Z = volume NaOH diperoleh dari penentuan BE

Y= volume NaOH diperoleh dari penentuan kadar metoksil (Azad, 2014)

2.4.7 Derajat Esterifikasi

Derajat esterifikasi merupakan presentase jumlah residu asam D-

galakturonat yang gugus karboksilnya teresterifikasi dengan etanol. Semakin

tinggi suhu dan lama proses ekstraksi dapat menyebabkan degradasi gugus metil

ester pada pektin menjadi asam karboksilat oleh adanya asam. Ikatan gikosidik

gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam

galakturonat, jika ekstraksi dilakukan terlalu lama, pektin akan berubah menjadi

asam pektat yang asam galakturonatnya bebas dari gugus metil ester. Jumlah
22

gugus metil ester menunjukkan jumlah gugus karboksil yang tidak teresterifikasi

atau derajat esterifikasi (Sufy, 2015).

176 x %metoksil
% Derajat Esterifikasi= x 100………………..(2.7)
31 x %Galakturonat

2.5 Fourier Transform Infra-Red (FTIR).

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi antara energi cahaya dan

materi. Warna-warna yang Nampak dan fakta bahwa orang bisa melihat

adalahakibat-akibat adsorpsi energi oleh senyawa organik maupun anorganik,

yang merupakan perhatian primer bagi ahli kimia organik ialah fakta bahwa

panjang gelombang pada suatu senyawa organik menyerap energi cahaya,

bergantung pada struktur senyawa itu. Oleh karena itu teknik-teknik spektroskopi

dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tidak diketahui dan

untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui (Fessenden

dan Fessenden.1986).

Gambar 2. 7 FTIR Shimadzu 8400S

Spektroskopi inframerah adalah suatu teknik yang didasarkan pada getaran

dari atom molekul. Spektrum inframerah umumnya diperoleh dengan melewati

inframerah radiasi melalui sampel dan menentukan apa sebagian kecil dari
23

radiasidiserap pada energi tertentu Spectrum inframerah berada di antara daerah

sinar tampak dan daerah microwave. Daerah spectrum yang paling baik digunakan

untuk berbagai keperluan praktis dalam kimia organic antara 4000-400 cm-1.

Rentang bilangan gelombang inframerah dibagi dalam tiga daerah, inframerah

jauh (200-10 cm-1), inframerah tengah (4000-200 cm-1), dan inframerah dekat

(12500-4000 cm-1) (Watson, 1999).

Tabel 2. 3 Rentang frekuensi pada Spektofotometri IR

Gugus Fungsi pektin Rentang (Cm-1)


Karbon siklik 1200
(Karbonil) Karboksil Bebas 1630-1650
Karboksilat 1740-1760
Eter 1050-1300
Sumber : Ismail, 2012 dalam Eza, 2018 )

2.6 Microwave Assisted Extraction ( MAE )

Teknologi Microwave Assisted Extraction ( MAE ) merupakan teknik

untuk mengekstraksi bahan-bahan terlarut di dalam bahan tanaman dengan

bantuan energi gelombang mikro. Teknologi tersebut cocok bagi pengambilan

senyawa yang bersifat termolabil karena memiliki kontrol terhadap temperatur

yang lebih baik dibandingkan proses pemanasan konvensional. Selain kontrol suhu

yang lebih baik, MAE juga memiliki beberapa kelebihan lain, diantaranya adalah

waktu ekstraksi yang lebih singkat, konsumsi energi dan solven yang lebih sedikit,

yield yang lebih tinggi, akurasi dan presisi yang lebih tinggi, dan setting peralatan

yang menggabungkan fitur sohklet dan kelebihan dari MAE (Purwanto, 2010

dalam Ulinuha, 2014).

Pemanasan oleh radiasi gelombang mikro berbeda dengan pemanasan


24

konvensional. Perpindahan energi pada pemanasan konvensional melibatkan

peristiwa konduksi dari sumber panas. Wadah yang digunakan memiliki sifat

konduktor panas dari sumber energi ke bahan yang kurang baik. Karena

pemanasan melibatkan wadah, baru kemudian bahan yang akan dipanaskan, maka

diperlukan waktu yang lama untuk mencapai reaksi sempurna (Hidayat dan

Mulyono, 2006 dalam Setyarini, 2010). Pada pemanasan dengan gelombang

mikro, hanya pelarut dan partikel larutan saja yang dipanaskan sehingga terjadi

pemanasan yang merata pada pelarut (Taylor dkk., 2005 dalam Setyarini, 2010).

Pemanasan terjadi pada semua bagian bahan atau larutan reaksi, karena energi

langsung diserap oleh bahan yang akan dipanaskan tanpa melibatkan wadah yang

ada sehingga mempercepat tercapainya reaksi sempurna.

Percepatan reaksi kimia melalui pemanasan dengan gelombang mikro

merupakan hasil interaksi antara gelombang dan bahan (Perreux dan Loupy, 2001

dalam Setyarini, 2010). Efek termal dihasilkan dari polarisasi dipol sebagai akibat

interaksi dipol-dipol antara molekul polar dan medan elektromagnetik. Gerakan

medan elektromagnetik pada frekuensi tertentu menyebabkan molekul-molekul

polar berusaha mengikuti orientasi medan tersebut dan menjajarkan dirinya searah

dengan medan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Februari sampai Maret. Penelitian, serta

analisa rendemen, kadar air, kadar abu, berat ekuivalen, kadar metoksil dan kadar

asam galakturonat dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Teknik Kimia

Politeknik Negeri Samarinda dan analisa Spektrometer FTIR dilakukan di

Laboratorium Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Bahan baku berupa

limbah kulit jeruk siam diperoleh dari beberapa pedagang jus buah jeruk di

wilayah samarinda seberang.

3.2 Rancangan Penelitian

A. Variabel Berubah

Variabel berubah pada penelitian ini adalah pada konsentrasi pelarut

pada proses ekstraksi yaitu 0,05; 0,1; 0,15; 0,2 dan 0,25 N

B. Variabel Tetap

Variabel tetap yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Massa bahan : 20 gram

2. Ukuran partikel 80 mesh.

3. Daya 450 watt.

4. Waktu ekstraksi 25 menit


26

C. Variabel Respon

Variabel respon yang berpengaruh pada proses ini adalah sebagai

berikut:

- Uji Kualitatif ( FTIR )

- Uji Kuantitatif (rendamen, berat ekivalen, kadar metoksil, kadar

galakturonat dan derajat esterifikasi).

3.3 Alat dan Bahan

A. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Alat Microwave - Blender


- Neraca Analitik - Pipet Tetes
- Kaca Arloji - Pisau
- Labu Ukur 100 ml - Oven
- Erlenmeyer Vakum 500 ml - Bulp
- Buret 25 ml - Furnace
- Thermo Couple - Desikator
- Corong Kaca - Cawan Porselen
- Pipet ukur 25 ml - Spatula
- Botol Semprot - Pipet Volume 25 ml
- Gelas kimia 1 L, 250 ml - Batang pengaduk
- Ayakan 80 mesh dan 100 mesh - pompa vakum
- Corong Buchner
B. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Limbah Kulit jeruk siam - Air ledeng


- Aquadest - HCL 37%
- Etanol 96% - Paper Indicator Universal
- Kertas saring - Indicator Phenol Phetalin
- NaOH 0,2 N dan NaOH 0,1 N
27

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Diagram Alir Penelitian

Limbah Kulit Jeruk

Pengeringan (50°C)

Pengecilan Ukuran (-80 mesh +100 mesh)

Daya 450 watt Ekstraksi dengan microwave Variasi konsentrasi


(0,05; 0,1; 0,15;
0,2 dan 0,25) N
Penyaringan

Penambahan Etanol 96% Filtrat

Pengendapan ± 12 jam dan Penyaringan

Pencucian dengan etanol 96% dan Pengeringan (50°C)

Pektin kering

Analisa kualitatif
(FTIR) Analisa kuantitatif (Kadar metoksil, berat ekivalen,
kadar galakturonat, derajat esterifikasi)

Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian

3.4.2 Prosedur Penelitian

A. Preparasi Sampel

1. Mencuci limbah buah jeruk siam menggunakan air mengalir hingga

bersih

2. Mengecilkan ukuran kulit buah jeruk siam menggunakan pisau

3. Memanaskan di dalam oven pada suhu 50°C

4. Menghaluskan kulit buah jeruk siam menggunakan blender


28

5. Menyamaratakan ukuran partikel menggunakan screening ukuran (-80

mesh + 100 mesh)

B. Proses Ekstraksi

1. Menimbang serbuk limbah kulit jeruk siam yang telah dihaluskan

sebanyak 20 gram.

2. Serbuk kulit jeruk siam sebanyak 20 g dimasukkan kedalam gelas beaker 1

L ditambahkan dengan pelarut asam klorida dengan volume 300 mL.

Ekstraksi dilakukan pada variasi konsentrasi pelarut pada ( 0,1 N, 0,15 N,

0,2 N, dan 0,25 N.) dengan daya 450 selama 25 menit watt menggunakan

MAE.

3. Menyaring campuran yang telah dipanaskan menggunakan corong yang

dilapisi dengan kertas saring di atas erlenmeyer vakum dan dibantu

dengan pompa vakum.

4. Diambil filtrat hasil ekstrasi dan ditambahkan etanol 96%, perbandingan

filtrat dengan etanol 1:1 untuk mengendapkan pectin.

5. Pektin kering dimurnikan dengan mencucinya menggunakan etanol 96%.

6. Pektin dikeringkan pada suhu 40°C hingga berat konstan.

C. Proses Analisa

1. Melakukan Uji Kualitatif, dengan menggunakan Analisa Fourier

Transform Infra-Red (FT-IR)

2. Melakukan Uji Kualitatif

a. Penentuan Rendemen

 Menimbang pektin kering yang telah dihasilkan menggunakan


botol timbang yang telah diketahui bobotnya.
29

 Menghitung hasil penimbangan.


massa pektin
Rendemen Pektin¿ 100 %
massa sampel
b. Penentuan Kadar Air

 Menimbang 0,300 gram sampel pektin kering di dalam botol


timbang yang telah diketahui bobotnya.

 Memanaskan sampel di dalam oven pada suhu 105 oC selama 3-4


jam.
 Mendinginkan sampel dalam desikator dan menimbang sampai
diperoleh bobot yang tetap.
Kadar air =

( cawan petri+ pektin basah ) −( cawan petri+ pektin kering)


100 %
berat sampel awal
c. Penentuan Berat Ekivalen

 Menimbang sampel pektin sebanyak 0,25 gram ke dalam


erlenmeyer 250 mL.
 Menambahkan dengan 2 ml ethanol dan melarutkannya dalam 40
ml aquadest.
 Menambahkan 6 tetes indikator Phenolptaelin.
 Mengaduk campuran dengan cepat untuk memastikan tidak ada
gumpalan pektin yang terbentuk.
 Melakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga warna
menjadi merah muda.

berat pektin( mg)


Berat ekivalen= x 100 %
ml NaOH x N NaOH

d. Penentuan Kadar Metoksil

 Menambahkan 25 mL NaOH 0,2 N ke dalam larutan netral dari


penentuan Berat Ekivalen.
30

 Mengocok campuran dan mendiamkan selama 30 menit pada suhu


kamar dan erlenmeyer tertutup.
 Menambahkan 25 mL HCl 0,2 N dan 6 tetes indikator
Phenolptaelin.
 Melakukan titrasi sampel menggunakan NaOH 0,1N hingga
berubah warna merah

ml NaOH x N NaOH x 31
kadar metoksil= x 100 %
berat pektin(mg)

e. Penentuan Kadar Galakturonat

Kadar galakturonat diperoleh dari menghitung mEk (mili ekivalen)

NaOH yang diperoleh dari penentuan BE dan kandungan metoksil.

176 x 0,1 z x 100 + 176 x 0,1 y x 100


Kadar galakturonat (%) =
W W

f. Derajat Esterifikasi

 Pengukuran derajat esterifikasi dihitung dari kadar metoksil dan

kadar galakturonat yang dihasilkan.

176 X % metoksil
Derajat Esterifikasi = x 100 %
31 X % Galakturonat
DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistik. (2018). Badan Pusat Statistik Tabel Dinamis Produktivitas

jeruk siam di Kalimantan Timur. https://www.bps.go.id/site/resultTab

Budiyanto, A. dan Yulianingsih (2008). Pengaruh Suhu Dan Waktu Ekstraksi

Terhadap Karakter Pektin Dari Ampas Jeruk Siam (Citrus Nobilis L).

Constenla, D., Ponce, A. G., & Lozano, J. E. (2002). Effect of pomace drying on

apple pectin. LWT - Food Science and Technology, 35(3), 216–221.

https://doi.org/10.1006/fstl.2001.0841

Erwinda, Rinska & Santoso, Hartini Hadi. (2014). Pegaruh Konsentrasi HCl

sebagai Pelarut pada Ekstraksi Pektin dari Labu Siam. Konversi, 3(2), 55-

62.

Farida Hanum, Irza Menka Deviliany Kaban, & Martha Angelina Tarigan. (2012).

Ekstraksi Pektin Dari Kulit Buah Pisang Raja (Musa sapientum). Jurnal

Teknik Kimia USU, 1(2), 21–26. https://doi.org/10.32734/jtk.v1i2.1413

Fitria, V. (2013). Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi dari Limbah Kulit Pisang

Kepok. Skripsi Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta.

Hariyati, M.N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses

Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus Nobilis Var Microcarpa). Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

IPPA (International Pectins Procedures Association). 2002. What is

Pectin. http://www.ippa.info/history_of_pektin.htm.

Kristiyani, Fanny. 2008. Pengaruh pH, Suhu, dan Jenis Pelarut Terhadap
32

Karakteristik Kimia Pektin “Albedo Jeruk Bali” (Citrus maxima merr).

Semarang: Unika.

Leba, M. (2017). Ekstraksi dan Real Kromatografi (Pertama). Yogyakarta.

Mandal, V., Mohan, Y., & Hemalatha, S. (2006). Microwave Assisted Extraction

- An Innovative and Promising Extraction Tool for Medicinal PHCOG

REV .: Review Article Extraction Tool for Medicinal Plant Research.

November 2016.

Meilina, H dan Illah S. 2003. Produksi Pektin Dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus

Medica). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Muhidin, D. (1999). Papain dan Pektin. Jakarta : Penerbit Swadaya.

Perina, 2007. Ekstraksi Pektin Dari Berbagai Macam Kulit Jeruk. WIDYA

TEKNIK Vol. 6 No. 1, 2007 (1-10).

Sulihono,A. 2012. Pengaruh Waktu, Temperatur, dan Jenis Pelarut Terhadap

Ekstraksi Pektin Dari Kulit Jeruk Bali (Citrus Maxima). Palembang:

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18,

Simanjuntak, T.P.T. (2015). Komponen Gizi dan Terapi Pangan Ala Papua.

Deepublish.

Sufy, Q. (2015). Pengaruh Variasi Perlakuan Bahan Baku Dan Konsentrasi Asam

Terhadap Ekstraksi Dan Karakteristik Pektin Dari Limbah Kulit Pisang

Kepok Kuning.Skripsi Program Studi Farmasi. Fakultas Kedokteran Dan

Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


33

Tuhuloula, Abubakar. 2013. Karakterisasi Pektin Dengan Memanfaatkan Limbah

Kulit Pisang Menggunakan Metode Ekstraksi. Universitas Lambung

Mangkurat.

Wiryawan. (2007). Kimia Analitik. Malang: Departemen Pendidikan Nasional.

Wijaksono, P. A. (2016). Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi Kulit Buah Jeruk

Manis (Citrus aurantium L) Dengan Variasi Pelarut. 2002(1), 35–40.

https://doi.org/10.1109/ciced.2018.8592188

Yulianingsih, A. (2008). Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Karakter

Pektin dari Ampas Jeruk Siam (Citrus nobilis L). Jurnal Pascapanen, Vol

5(2) hal 37-44.

Zendrato, P. D. (2016). ANALISIS USAHA TANI JERUK SIAM. 3.

Anda mungkin juga menyukai