Disusun Oleh:
PROGRAM STUDI D4
2024
HALAMAN PENGESAHAN
Amirullah / 43120078
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................vi
KATA PENGANTAR.......................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4
2.1 Rumput Laut...............................................................................4
2.2 Eucheuma Cottoni......................................................................6
2.3 Karaginan...................................................................................7
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................17
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan................................................17
3.2 Alat dan bahan...........................................................................17
3.3 Prosedur Penelitian....................................................................18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................23
4.1 Pengaruh konsentrasi pelarut dan larutan pengendap pada % yield23
4.2 Pengujian Kadar Air Terhadap Karaginan Murni.......................24
4.3 Pengujian Kadar Abu Terhadap Karaginan Murni.....................26
4.4 Pengujian Kadar Abu tak Larut Asam Terhadap Karaginan Murni 27
4.5 Pengujian Viskositas Terhadap Karaginan Murni......................29
4.6 pengujian kekuatan gel karaginan murni...................................31
4.7 Pengujian FTIR..........................................................................32
BAB V PENUTUP...........................................................................................35
iii
5.1 Kesimpulan...............................................................................35
5.2 Saran.........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................36
LAMPIRAN 1 Dokumentasi Kegiatan.............................................................38
LAMPIRAN 2 LOGBOOK..............................................................................41
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
KATA PENGANTAR
vi
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan
Rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikumyang berjudul
“PENGARUH KONSENTRASI KOH DAN JENIS LARUTAN PENGENDAP
PADA KARAGINAN MURNI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII
DENGAN METODE SONIKASI” dengan baik.
Proposal praktikum ini dibuat sebagai salah satu syarat lulus mata kuliah Lab.
Proyek Penelitian. Sehubungan dengan ini, melalui kesempatan ini penyusun
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak terutama kepada:
2. Bapak Ir. Barlian HS., M. T. sebagai Dosen Pembimbing yang telah mencurahkan
waktu dan kesempatannya untuk mengarahkan penyusun dalam menyelesaikan
proposal praktikum ini.
3. Para dosen, analis serta teknisi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung
Pandang yang tidak tercantum Namanya satu persatu atas limpahan ilmu dan
bantuan yang telah diberikan.
4. Teman-teman kelas 4C D-4 Teknologi Rekayasa Kimia Berkelanjutan atas kerja
sama dan bantuannya selama ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa proposal praktikum ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak untuk perbaikan di masa pendatang. Semoga tulisan
ini dapat bermanfaat bagi pembacanya
Makassar, Januari 2024
Penyusun
ABSTRAK
vii
Indonesia memiliki pontensi untuk pengembangan industry berbasis rumput
laut. Salah satu jenis rumput laut yang berpotensi untuk dikembgangkan adalah
Eucheuma Cottonii dalam produksi karagenan. Untuk mendukung upaya tersebut
dilakukan penelitian pengaruh konsentrasi KOH dan jenis larutan pengendap
(Isoprophyl alcohol; Ethanol; KCl 3%) pada ekstraksi karaginan rumput laut
Eucheuma Cottonii dengan metode Ultrasonic Extraction. Ekstraksi ultrasonic ialah
metode ekstraksi dengan waktu yang relative lebih efisien dengan kapasitas lebih
banyak, metode ini suatu teknik ekstraksi yang menggunakan gelombang ultrasonik
untuk mempercepat proses ekstraksi karagenan dari rumput laut. Proses ekstraksi
dengan rasio rumput dan pelarut 1:40 yang berlangsung pada suhu tetap 70-80 °C dan
waktu tetap 30 menit dengan frekuensi 40 kHz. Tepung karagenan di peroleh dari hsil
ekstraksi rumput laut yanga telah dipotong-potong dengan ukuran 1-2 cm, lalu
direndam pada larutan KOH pH 9 selama 12 jam kemudian diesktraksi dengan
pelarut KOH (3%; 5%; 7%; 10%) dan dikeringkan pada oven 60°C selama 10 jam
kemudian digiling hingga menghasilkan tepung karaginan. Tujuan dari penelitian ini
ialah; 1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi KOH dan jenis larutan pengendap
terhadap % yield kargenan yang dihasilkan; 2. Mengetahui kualitas karagenan dengan
uji parameter kadar air,viskositas,kadar abu,kadar abu tak larut asam dan kekuatan gel
serta FTIR. Berdasarkan standar kualitas FCC, ECC dan FAO serta standar karagenan
komersial. Hasil %yield yang diperoleh dari pengaruh konsentrasi KOH dan
pengendap terhadap %yield karagenan menunjukkan konsentrasi KOH tak
memberikan pengaruh yang signifikan namun perbedaan larutan pengendap memberi
pengaruh terhadap yield dan tertinggi 72% diperoleh pada KOH 3% dengan
pengendap KCL3%. kemudian dari uji parameter yang dilakukan dihasilkan kadar air
tertinggi 13%, kadar abu tertinggi 73%, kadar abu tak larut asam tertinggi 12%,
viskositas tertinggi 890 cP, kekuatan gel tertinggi 9,35g g/cm². uji hasil FTIR
menunjukkan bahwa karaginan hasil ekstraksi rumput laut eucheuma cottonii pada
penelitian ini merupakan jenis kappa-karaginan.
BAB I PENDAHULUAN
viii
1.1 Latar Belakang
Produksi rumput laut di indonesia pada tahun 2018 yaitu 16,17 ton. Kebutuhan
rumput laut di dunia mengalami peningkatan, hal ini ditunjukkan dengan nilai ekspor
yang mengalami kenaikan pada tahun 2016-2017 (26,69%) dengan volume ekspor
pada tahun 2016 adalah 188 ribu ton dan tahun 2017 menjadi 192 ribu ton (KKP,
2018). Rumput laut mempunyai prospek untuk dikembangkan terutama rumput laut
jenis Eucheuma cottoni (Jaya, 2019). Menurut Dwimayasanti, 2016 eucheuma cottoni
merupakan jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang diketahui mengandung
karaginan, yaitu senyawa polisakarida linear sulfat dari D-galaktosa dan 3,6-anhidro-
D-galaktosa.
Saat ini, pemanfaatan rumput laut lebih berkembang salah satunya dengan
membuatnya menjadi karaginan. Karaginan merupakan getah rumput laut yang
diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas atau
larutan alkali pada temperature tinggi. Karaginan juga merupakan campuran yang
kompleks dari beberapa polisakarida dan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester
kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa
kopolimer diperoleh dari alga merah yaitu jenis utama penghasil karaginan
Eucheuma spinosum, Eucheuma striatum, dan Eucheuma cottoni. Pembuatan
karaginan dengan metode ekstraksi yang digunakan, dapat diperoleh dari dua jenis
ekstrak yaitu semi-refined (ATC) dan refined carrageenan.
Metode ekstraksi karaginan semi-refined atau biasa disebut dengan ATC
umumnya berasal dari rumput laut jenis Eucheuma cottoni. Proses produksi ATC
dilakukan melalui proses pemanasan dalam larutan alkali pada suhu antara 65-80°C,
lebih rendah dari suhu yang digunakan pada metode ektraksi refined carrageenan
yang menggunakan suhu antara 85-95°C. Penggunaan suhu yang lebih rendah pada
produksi SRC dimaksudkan agar karaginan yang terkandung dalam rumput laut tidak
larut kedalam larutan alkali yang akan menurunkan rendemen SRC yang dihasilkan.
Hasil dari produk SRC berbentuk chips dan ada pula yang berbentuk tepung (Yasita
dan Intan, 2010).
ix
Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya
larutan NaOH, Ca(OH)2, atau KOH. Menurut (Tisha dkk, 2019), penggunaan alkali
mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih
sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3,6-
anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas
produk protein. Perebusan (Alkalinisasi) dilakukan dengan larutan KOH 12%.
Alkalinisasi rumput laut dalam larutan KOH menggunakan tangki Reaktor dengan
steam dilakukan selama 30 menit pada suhu 100°C dengan perbandingan H 2O adalah
sebanyak 30 kali berat rumput laut. Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak
dilakukan dengan cara penyaringan dan pengendapan setelah proses ekstraksi.
Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih menggunakan penyaringan
konvensional yaitu kain saring dan filter press, dalam keadaan panas yang
dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel. Pengendapan karaginan dapat
dilakukan antara lain dengan metode gel press, KCl 3% freezing, KCl 3% press, atau
pengendapan dengan alkohol. Penggunaan konsentrasi kalium (KCL 3%) yang lebih
tinggi akan membuat gel karaginan semakin meningkat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi KOH dan jenis pengendap pada proses
pembuatan karaginan murni?
2. Bagaimanakah kualitas produk yang dihasilkan berdasarkan Food Agriculture
Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan European
EconomicCommunity (EEC)?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi KOH dan jenis pengendap pada proses
pembuatan karaginan murni
x
2. Mengetahui kualitas produk karaginan murni yang dihasilkan berdasarkan
Food Agriculture Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan
European EconomicCommunity (EEC)
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis alga sejenis ganggang multi
seluler golongan divisi thallophyta. Berdeda dengan tanaman sempurna pada
umumnya rumput laut tidak memiliki akar, batang dan daun. Jenis rumput laut sangat
beragam mulai dari yang berbentuk bulat, pipih, tabung, atau seperti ranting dahan
bercabang-cabang. Seperti tanaman darat pada umumnya rumput laut juga memiliki
klorifil atau pigmen warna yang lain. Rumput laut dapat diklasifikasikan menjadi 3
divisi berdasarkan kandungan pigemnya yang digunakan dalam proses fotosintesis,
yaitu: chlorophyta ( hijau), phaeophyta (coklat), dan rhodophyta ( merah). Rumput
laut alga merah lebih sering dimanfaatkan daripada alga hijau dan coklat. Untuk alga
hijau beberapa peneliti telah membuat sargasum yang mendapat perhatian walaupun
begitu masih dalam tahap penelitian. Sedangkan untuk usaha budidaya sampai saat
ini belum dikembangkan alga coklat menghasilkan alginat. Selain itu usaha rumput
laut khususnya jenis auchema menghasilkan polisakarida dalam bentukagar dan
karaginan. Polisakarida tersebut banak dimanfaatkan dalam dunia perindustrian
sehingga memiliki nilai ekonomiyang cukup tinggi. Selain itu juga mengakibatkan
permintaan pasar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sebagai contoh rumput
12
laut telah Berikut ini merupakan karakteristik rumput laut berdasarkan kelasnya
masing-masing:
13
Pirang karotin; xantofil Silicon Laut; air tawar
(chrysophyta)
14
coklat kemerahan, carthilageneus ( menyerupai tulang rawan atau muda ),
percabangan bersifat alternates (berseling) dan tidak teratur.
Kingdom: Plantae
Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae
Ordo: Gigartinales
Famili: Solieracea
Genus: Eucheuma
2.3 Karaginan
Karaginan adalah hidrokoloid yang berasal dari rumput laut melalui proses
ekstraksi menggunakan pelarut alkali maupun menggunakan air pada suhu tinggi.
Menurut Shen dan Kuo, 2017 karaginan dimanfaatkan oleh industry pangan sebagai
pengental, penstabil dan pembentuk gel dan dimanfaatkan juga di industry non
pangan seperti untuk kosmetik, cat, tekstil maupun oleh industry farmasi. Sebagian
besar karaginan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat
pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro galactose.
Karaginan merupakan polisakarida linier, khususnya galaktan dengan residu
galaktosa yang terikat dengan alternatif ikatan α-(1,3) dan β-(1,4). Pada umumnya
ikatan galaktosa β-(1,4) muncul sebagai 3.6-anhidro-D-galaktosa dan mungkin
terdapat grup ester sulfat pada beberapa atau seluruh unit galaktosa (Fardiaz, 2009).
Proses ekstraksi karaginan juga mempengaruhi karakteristik karaginan yang
15
dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sepeerti lama waktu ekstraksi, rasio air
pengestrak, konsentrasi alkali, jenis alkali dan suhu yang digunakan mempengaruhi
karakteristik karaginan (Arzani, Muhandri, & Yuliana, 2020).
Ada 3 jenis karaginan yang sering ditemukan di daerah sekitar kita. Ketiga jenis
karaginan ini dibedakan berdasarkan struktur molekul yang mengakibatkan pada
perbedaaan sifat fisik, dan karakteristik penggunaannya dalam industry pangan.
Adapun 3 jenis karaginan tersebut yaitu:
1. Karaginan Kappa
Kappa karaginan tersusun dari α (1,3) D-galaktosa 4-sulfat dan β (1,4) 3,6
anhidro-D-galaktosa. Disamping itu karaginan sering mengandung Dgalaktosa 6-
sulfat dan ester 3,6 anhydro D-galaktosa 2- sulfat mengandung gugusan 6-sulfat,
dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali
mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang
menghasilkan terbentuknya 3,6 anhidro-D-galaktosa. Struktur dasar kappa
karaginan dapat dilihat pada gambar berikut.
16
polisakarida dari rumput laut menjadi sempurna (Yusita D & Rachmawati, 2016).
Reaksi yang terjadi adalah;
Iota karaginan ditandai dengan adanya 4 sulfat ester pada setiap resitu D
galaktosa dan gugusan 2 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro D-galaktosa.
Menurut Winarno (1990) gugusan 2 sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses
pemberian alkali seperti halnyakappa karaginan. Iota karaginan (l-karaginan) adalah
jenis yang paling sedikit jumlahnya di alamdan dapat ditemukan di Euchema
spinosum (rumput laut) dan merupkan karaginan yang paling stabil pada larutan
asam serta membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung gara kalsium.
Struktur dasar iota karaginan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
17
3. Lambda karaginan
Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena memiliki
sebuat residu disulphated ɑ (1,4) D-galaktosa (Winarno, 1996). Lambda karaginan
adalah jenis karaginan kedua terbanyak di alam serta merupakan komponen utama
dalam Gigartina acicularis dan gigatina istillata dan menyusun 40% dari karaginan
pada Chondrys cripus. Selain itu, lambda karaginan dalah yang kedua paling stabil
setelah iota karaginan dalam larutan asam namun, dalam larutan garam karaginan ini
tidak larut.
Sifat dasar karaginan terdiri dari 3 tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lamda
karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa
karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan
stabilitas pH. Berikut ini beberapa sifat karaginan :
1. Dalam air dingin, seluruh garam dari lambda karaginan dapat larut, sedangkan
pada kappa dari iota karaginan hanya garam natrium yang larut.
2. Lambda karaginan larut dalam air panas (temperature 40-600C). Kappa dari iota
karaginan larut temperature di atas 700C.
18
3. Kappa, lambda, dan iota karaginan larut dalam susu panas. Dalam susu dingin,
kappa dan iota tidak larut, sedangkan lambda karaginan akan membentuk dispersi.
4. Kappa karaginan dapat membentuk gel dengan ion kalium, sedangkan iota
karaginan membentuk gel dengan ion kalsium. Lambda karaginan tidak dapat
membentuk gel.
5. Semua jenis karaginan stabil pada pH netral dan alkali. Pada pH asam karaginan
akan terhidrolisis.
19
2.3.4 Diagram Alir Proses Pengolahan Karaginan
20
2.3.5 Proses Pengolahan Karaginan
Proses pengolahan karaginan terdiri atas 2 yaitu:
1. Semi Refined Carrageenan (SRC)
Semi Refined Caraginan (SRC) adalah salah satu produk karaginan dengan
tingkat kemurnian lebih rendah dibandingkan dengan refined caraginan. SRC
mengandung sejumlah kecil selulosa yang ikut mengendap bersama karraginan. Semi
Refined Caraginan (SRC) secara komersial diproduksi dari rumput laut jenis
Eucheuma cottonii melalui proses pemanasan menggunakan larutan alkali Kalium
Hidroksida (KOH) (Minghou, 2015).
Pembuatan Semi Refined Caraginan (SRC) dipengaruhi oleh berbagai factor
antara lain konsentrasi KOH, lama pemanasan dan suhu pemanasan serta rasio larutan
KOH terhadap rumput laut (Mappiratu, 2009; Dewi et al., 2012; Norma dan
Nazarifah, 2003). Peningkatan konsentrasi KOH sangat mungkin menurunkan lama
pemasakan dan suhu pemasakan.
2. Refined Carrageenan (RC).
Refined carrageenan sendiri merupakan getah rumput laut yang diekstraksi
dengan air atau larutan alkali dari kelas rhodophycae (alga merah. Karaginan murni
merupakan karaginan yang sudah bebas dari selulosa melalui proses pengendapan
(Ega, Lopulalan, & Meiyasa, 2016).
Berdasarkan Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Universitas Diponegoro,
vol.2, no.3, tahun 2013 adapun hasil uji laboratorium mengenai perbedaan antara
tepung SRC dan RC ini dapat dilihat dari segi :
1. Kenampakan
Tepung SRC berwarna kuning kecoklatan, sementara tepung RC
berwarna putih.
2. Ukuran partikel
21
Ukuran partikel tepung SRC lebih besar dibandingkan tepung RC.
Tepung SRC berukuran sekitar 60 mesh, sedangkan tepung RC berukuran
sekitar 80 mesh.
3. pH
pH tepung SRC bersifat sedikit basa dibandingkan dengan tepung RC.
Tepung SRC memiliki pH sekitar 8, sedangkan tepung RC memiliki pH
sekitar 7.
4. Kekuatan gel atau gel strength
Gel strength menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan
gel. Kekuatan gel tepung SRC jauh lebih rendah dibandingkan dengan tepung
RC. Tepung RC memiliki kekuatan gel sekitar 560 g/cm 2 sedangkan tepung
RC memiliki kekuatan gel sekitar 1140 kg/cm2
5. Viskositas
Viskositas tepung SRC lebih tinggi dibandingkan dengan tepung RC.
Viskositas tepung SRC sekitar 80 mPas sedangkan viskositas tepung RC
sekitar 35 mPas.
Dengan demikian, tepung RC memiliki sifat yang lebih unggul dibandingka
n dengan tepung SRC, namun hal itu menjadikan harga tepung RC lebih mah
al.
2.4 Sifat Fisik Karaginan
Hasil karaginan dari proses ini kemudian dibandingkan dengan dari jenis
pengendap dan konsentrasinya berdasarkan mutu karaginan. Beberapa mutu
karaginan berdasarkan sifat fisik yang dianalisis adalah rendemen, viskositas dan
kekuatan gel.
1. Rendemen
Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam menilai efektif
proses yang dilakukan dalam pembuatan tepung karaginan. Nilai rendemen yang
dihasilkan dapat diketahui efektif dan efisiennya ekstraksi bahan baku untuk
pembuatan tepung karaginan. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui
22
presentasi karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering, konsentrasi KOH, suhu
dan waktu ekstraksi. Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung
berdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut
kering yang digunakan. Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan nilai
rendemen rumput laut adalah (Samsuari, 2006).
Berat Karaginan
Rendemen (%) = x 100 %
Berat Rumput Laut kering
2. Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutandan merupakan
faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi cair (kental) atau produk murni,
dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas dari produk
akhir dan tujuan pengujian viskositas itu sendiri adalah untuk mengetahui tingkat
kekentalankaraginan hasil ekstraksi. Viskositas karaginan berpengaruh terhadap sifat
gel terutama titik pembentukan gel dan titik leleh, dimana viskositas karaginan yang
tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibanding
karaginan yang viskositasnya rendah (Wulandari, 2011).
Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
konsentrasi karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya
molekul-molekul lain. Jika konsentrasi karaginan meningkat maka viskositasnya akan
meningkat secara logaritmik. Viskositas akan menurun secara progresif dengan
adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75°C nilai viskositas
karaginan berkisar antara 5 – 800 cP. Selain itu, viskositas larutan karaginan terutama
disebabkan oleh sifat karaginan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repultion) antara
muatan-muatan negatif di sepanjang rantai polimer yaitu ester sulfat, mengakibatkan
rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh
molekul-molekul air yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karaginan
bersifat kental. Semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga
23
semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Adanya garam-garam
yang terlarut dalam karaginan akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai
polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion)
antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan
menyebabkan viskositas larutan menurun. Menurut Raharjo (2019) viskositas larutan
karaginan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi
depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karaginan.
Pengukuran viskositas, biasanya dalam bentuk cairan yaitu dengan
menggunakan alat Viskometer Brookfield. Skala harus selalu menunjuk angka 0
terlebih dahulu setiap pemindahan kecepatan yang akan digunakan. Spindel harus
berada dalam cairan pada batas tertentu yaitu hingga pertengahan batas spindel agar
ukuran viskositasnya biassesuai. Setelah dipastikan jarum skala berada di angka 0 dan
spindel telah tercelup sempurna, nyalakan viskometer dengan menggerakan tombol
on dan tunggu hingga penunjuk skala stabil kemudian dibaca skalanya (Fatimah,
2012).
3. Kekuatan Gel
Menurut Anonim (2002) kekuatan gel merupakan sifat fisik karaginan yang
utama, karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan
gel dan sangat penting untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam proses
ekstraksi tepung karaginan. Salah satu sifat penting tepung karaginan adalah mampu
mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang
bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karaginan sangat
luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun farmasi.
Pengukuran kekuatan gel dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu
menggunakan Manual Texture Analyzer dan cara lain yang dapat digunakan yaitu
dengan menggunakan Texture Analyzer, dimana alat ini menggunakan sistem
komputerisasi sehingga data kekuatan gel yang didapatkan cukup akurat (Fatimah,
2012).
24
Texture analyzer XT Plus adalah mesin screw tunggal yang digunakan untuk
mengukur tekstur makanan yang dikembangkan sampai 5000 N. Alat ini memiliki
kecepatan sampai 2400 mm/menit, hasil uji Texture Analyzer diperoleh berupa grafik.
Maka akan didapatkan produk dengan tekstur yang seragam sesuai dengan yang
dikehendaki (Sharma, Mulvaney , & Riski, 2002).
25
pH meter
gelas ukur
cetakan gel
Viscometer
Brookfield
Texture Analyser
26
3.2.2 Bahan
Rumput laut jenis auchema cottoni
Ca(ClO)2 atau kaporit
kalium hidroksida (KOH) pH 9
kalium hidroksida (KOH) 3%, 5%, 7%, 10%
KCl 3%
BaSO4
BaCl2
Isopropyle Alkohol
Ethanol 96%
Aquades
27
Adapun Langkah-langkah yang dilakukan pengolahan Rumput Laut Auchema
Cottoni dengan metode RC sebagai berikut:
1. Rumput ditimbang untuk sebelum dilakukan bleaching.
2. Kemudian rumput laut dibersihkan dari kotoran seperti daun-daun dan sampah
lainnya.
3. Rumput laut di bleaching menggunakan kaporit 0,5% (b/v) selama -+1 jam,
dengan cara direndam hingga berubah warna menjadi putih.
4. Rumput laut dicuci hingga bau kaporit hilang.
5. Mengeringkan rumput laut dibawah sinar matahari selama 5 hari, sampai rumput
laut benar kering sempurna.
6. Memotong rumput laut dengan ukuran 2-4 cm.
7. Menimbang rumput laut yang telah dipotong sebanyak 20 gram setiap variable
dan masukkan ke dalam gelas kimia.
8. Rendam rumput laut tersebut menggunakan larutan KOH pH 9 selama 12 jam.
9. Ektraksi rumput laut dengan larutan KOH dengan rasio ektraksi dengan pelarut
KOH tetap (1:40, suhu tetap 70℃, waktu tetap 30 menit dan konsentrasi KOH
3%
10. Ulangi point 9 dengan konsentrasi KOH 5%, 7%, 10%
11. Saring ektrak dengan saringan kain nilon 150 mash dan cake di buang
12. Filtrat yang mengandung karaginan di endapkan dengan menggunakan larutan
pengendap Isopropyle alkohol dengan rasio volume 1:2 dengan waktu 15 menit
sambal di aduk
13. Endapan karaginan di saring dan di keringkan dengan menggunakan oven pada
suhu 60℃ selama 10 jam
14. Tepung kan dengan crusher sampai halus 200 mash kemudian timbang dan
hitung yield
15. Ulangi point 12, 13, 14 dengan menggunakan pengedap larutan etanol
16. Ulangi point 12, 13, 14 dengan menggunakan pengedap larutan KCL 3%
28
3.3.2 Analisis sifat fungsional RC
Rendemen (FMC corp 1977)
Rendemen refined carrageenan dihitung berdasarkan rasio antara berat RC yang
dihasilkan dengan berat rumput laut kering. Rendemen refined carrageenan
dihitung berdasarkan rumus :
Berat Karaginan
Rendemen (%) = x 100 %
Berat Rumput Laut
29
B = Berat cawan porselen + karaginan (gram)
C = Berat cawan porselen + abu karaginan (gram)
30
Erlenmeyer yang ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N kemudian di refluks sampai
mendidih selama 1 jam. Larutan kemudian ditambahkan 25 ml H2O2 10% lalu di
refluks kembali selama 5 jam. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 10%
dan kembali dipanaskan selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan
kertas saring tak berabu dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida.
Kertas saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu
1000 oC sampai diperoleh abu berwarna putih. Abu didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut:
P× 0.4116
Kadar Sulfat (%) = x 100 %
Berat Sampel
Keterangan: P = bobot endapan BaSO4
FTIR
Kappa karaginan murni dianalisis gugus fungsinya dengan menggunakan Fourier
Transform Infrared (FTIR) Bruker Tensor 37.
1. Sampel sebanyak 0,02 g atau secukupnya dicampurkan dengan KBr
2. Kemudian ditekan hingga berbentuk film tipis.
3. Spektrum dilakukan pada rentang 4000-500 cm-1 dengan empat pemindaian pada
resolusi 4 cm-1 (Siregar dkk., 2016).
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
70
60
50
40
%yield
30
20
10
0
2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10% 11%
%KOH
32
Tabel 4 1 Hasil Data Data Pengaruh Konsentrasi KOH dan Larutan Pengendap
Terhadap Kadar Air
Pelarut 3% 5% 7% 10%
Isopropyle 51 53 48 48
KCL 3% 72 69 69 66
Ethanol 33 49 33 31
33
14%
12%
%kadar air 10%
8%
6%
4%
2%
0%
2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10% 11%
isoprophyl %KOH
kcl methanol
Gambar 4 2 Pengaruh Konsentrasi KOH dan Larutan pengendap Terhadap Kadar Air
Karaginan
Tabel 4 2 Data Pengaruh Konsentrasi KOH dan Larutan Pengendap Terhadap Kadar
Air
Pengendap 3% 5% 7% 10%
Isopropyle 12% 13% 10% 13%
KCL 3% 5% 6% 13% 7%
Ethanol 9% 9% 6% 11%
Berdasarkan gambar 4.2 dapat dikatakan bahwa persentase kadar air pada
penelitian kali ini berkisar antara 5%-13% yang dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut
KOH 3%,5%,7%,10%, dan jenis larutan pengendap Isoprophyl Alkohol ,KCl 3% ,dan
ethanol. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
pelarut KOH maka semakin tinggi pula nilai kadar air yang dihasilkan. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian (Anwar et al.2013) bahwa penurunan kadar air alginat
diakibatkan adanya suasana basa dari larutan KOH yang menghambat terjadinya
suatu peningkatan air dalam molekul alginat.
34
berpengaruh terhadap kadar air karaginan dimana karaginan hasil ekstraksi dengan
pengendap ethanol seluruhnya memenuhi standar mutu kadar air menurut
FAO,FCC,dan ECC. Tetapi menurut standarisasi karaginan komersial (<15%) seluruh
hasil pada penelitian ini yang dipengaruhi oleh konsentrasi KOH dan larutan
pengendap telah memenuhi standar mutu kadar air karaginan.
Gambar 4 3 Pengaruh Konsentrasi KOH dan Larutan pengendap Terhadap Kadar Abu
Karaginan
Tabel 4 3 Data Pengaruh Konsentrasi KOH dan Larutan Pengendap Terhadap Kadar
Abu
Pelarut 3% 5% 7% 10%
Isopropyle 23% 26% 28% 24%
Ethanol 62% 32% 28% 36%
KCL 3% 73% 61% 29% 52%
35
Pada gambar 4.3 dapat dikatan bahwa persentase kadar abunpada larutan
Isoprohyl alkohol akan semakin meningkat namun tidak secara signifikan, hal ini
sejalan dengan bertambahnya konsentrasi dari pelarut alkali berupa KOH 3%, 5%,
7%, 10% yang digunakan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan (Ega;
Lopulalan; Meiyasa, 2016). Dimana penggunaan pelarut alkali seperti KOH akan
meningkatkan nilsi kadar abu yang diakibatkan oleh bertambahnya ion K ⁺ yang
berreaksi dengan karaginan.
(Ningsih F. L, 2014) menambahkan bahwa pemakain pelarut alkali yang
mengandung unsur Na atau K juga dapat mempengaruhi kadar abu pada karaginan
dimana unsur tersebut akan terikat ketika ekstraksi berlangsung. Dari gambar 4.3
bahwa kurva dengan pengendap isoprophyl alkohol memiliki kadar abu terendah
pada konsentrasi KOH 3% sebesar 23% dan kadar abu tertinggi pada konsentrasi
KOH 7% sebesar 28% hasil ini memenuhi standar mutu kadar abu karaginan menurut
FAO dan ECC (15-40%) serta FCC (35%)
Namun hasil kadar abu karagenan dengan larutan pengendap ethanol dan KCl
3% dengan variasi konsentrasi KOH 3%,5%,7% dan 10%. Hasilnya jauh berbeda
dan tidak sejalan dengan penelitian (Ega; Lopulalan; Meiyasa, 2016), (Ningsih F. L,
2014), Suryaningrum et al. (1991) telah sebelumnya. Tinggi rendahnya kadar abu
dipengaruhi adanya garam mineral lain yang menempel pada rumput laut seperti
natrium dan kalsium (Romenda et al. 2013). Menurut (Desy, 2015)menyatakan bahwa
tingginya kadar abu karaginan karena Sebagian besar berasal dari garam dan mineral
lainnya yang terikat pada polimer rumput laut seperti K, Mg, Ca, Na, ammonium
galaktosa serta kandungan sulfatnya.
4.4 Pengujian Kadar Abu tak Larut Asam Terhadap Karaginan Murni
Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang
sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut asam
tinggi menunjukkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam yang tidak dapat
larut dalam asam pada suatu produk, seperti silika (Si) yang ditemukan di alam
sebagai kuarsa, batu dan pasir (Samsuari 2006). Basmal et al. (2003) bahwa kadar
36
abu tidak larutasam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat
kebersihan dalam proses pengolahan.
14%
12%
10%
isoprophyl
%kadar abu
8% alkohol
6% Ethanol
kcl 3%
4%
2%
0%
2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10% 11%
%KOH
Pelarut 3% 5% 7% 10%
Isopropyl 4% 6% 5% 4%
Ethanol 1% 0% 3% 3%
KCL 3% 55 5% 12% 11%
Dapat kita lihat pada gambar 4.4 dapat di katakan bahwa persentase kadar abu
tak larut asam pada penelitian ini berkisar 0% - 12%. Kadar abu tak larut asam yang
di peroleh sebagian besar tidak memenuhi standar mutu FAO yaitu maksimal 1%,
hanya ada dua sampel yang memenuhi standar baku mutu yaitu pada larutan
pengendap Etanol dengan konsentrasi KOH 3%: 1% dan KOH 5%: 0%. Berdasarkan
pada sajian kurva pada penelitian kali ini bahwa pengaruh peningkatan konsentrasi
pelarut alkali dan jenis larutan pengendap memberikan pengaruh signifikan terhadap
hasil kadar abu tak larut asam.Tingginya kadar abu tak larut asam pada karaginan
37
yang di dapatkan menunjukkan bahwa kondisi perairan pengambilan sampel rumput
laut karaginan telah terkontaminasi oleh logam-logam berat (Fadli Zainudin 2016).
Samsuari (2006) mengemukakan bahwa penjemuran bahan baku dan teknik
penyaringan yang kurang sempurna, memungkinkan adanya “filter aid”yang lolos ke
dalam filtrat yang akan teranalisis sebagai kadar abu tidak larut asam
4.5 Pengujian Viskositas Terhadap Karaginan Murni
Viskositas merupakan factor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi cair
(kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk
mengetahui kualitas dari produk akhir dan tujuan pengujian viskositas itu sendiri
adalah untuk mengetahui tingkat kekentala karaginan hasil ekstraksi) (MAHYATI).
Berdasarkan data uji viskositas yang dipengaruhi oleh perberdaan konsentrasi pelarut
alkali yaitu KOH konsentrasi 3%,5%,7%,dan 10% serta perbedaan larutan pengendap
dalam pembuatan karagian murni.
1000
900
800
700
KEKUATAN GEL
600
500
400
300
200
100
0
2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%
%KOH
38
Tabel 4 5 Data Pengaruh Konsentrasi KOH dan Larutan Pengendap Terhadap
Viskositas
Pelarut 3% 5% 7% 10%
Isopropyl 15 17 7 12
KCL 3% 890 24 6 13
Ethanol 18 10 6 13
Dapat dilihat pada gambar 4.5 bahwa viskositas yang diproleh dari masing-
masing variasi hasilnya berbamding terbalik dengan hasil kadar air. Menurut FAO
standar mutu viskositas minimal 5 cP sehingga karaginan yang dihasilkan pada
penelitian ini telah memnuhi standar mutu FAO, karena rata-rata nilai viskositas yang
dihasilkan 6-890 (cP). Dimana nilai viskositas tertinggi berada pada konsentrasi
KOH 3% dengan pengendap KCL 3%, dengan nilai 890 cP dan viskositas terendah
berada pada konsentrasi KOH 7% dengan pengendap ethanol dan isoprophyl alcohol
dengan nilai 6 cP. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa konsentrasi KOH dan jenis
pengendap berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas, menurut penelitian (wulan &
Tri 2015) bahwa semakin meningkatnya konsentrasi KOH yang digunakan akan
menyebabkan viskositas semakin menurun karena sifat hidrofilik polimer tersebut di
kelilingi oleh molekul-molekul air yang terimobilisasi sehingga menyebabkan larutan
karaginan kental. Guiseley et.al, 1980 dalam Basmal, (2005) mengemukakan bahwa
semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil,tetapi
konsitensi gelnya semakin semakin meningkat. Hal ini karena danya garam-garam
yang terlarut pada keraginan akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai
polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion)
antar gugu-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan
menyebabkan viskositas menurun (wulan & Tri 2015).
39
Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi
padatan atau mengubah bentuk solid menjadi gel yang bersifat reversible.
Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karaginan sangat luas penggunaanya ,
baik dalam bidang pangan maupun non pangan (Wenno, 2009 dalam (Ega;
Lopulalan; Meiyasa, 2016)). Kekuatan gel merupakan sifat fisik karaginan yang
utama, karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan
(Glicksman, 1979 dalam MurdinA, 2009).
10
9
8
7
6
kekuatan gel
5
4
3
2
1
0
2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10% 11%
%KOH
Pelarut 3% 5% 7% 10%
Isopropyle 4,7863 6,7664 9,3509 7,3662
KCL 3% 2,4363 3,0604 3,22503 4,6175
Ethanol 2,7704 5,2928 1,2407 2,5856
40
Dapat dilihat bahwa hasil peneleitian kali ini, Pada gambar 4.6 didapatkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi KOH diperoleh kekuatan gel yang semakin
meningkat namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap larutan
pengendapnya. Nilai rata-rata kekuatan gel karaginan dengan nilai terendah pada
larutan pengendap Etanol dengan konsentrasi KOH 7%: 1,26% dan nilai tertinggi
dengan pelarut Isopropyle konsentrasi KOH 10%: 7,36%. Namun berdasarkan kurva
bahwa peningkatan kekuatan gel yang dipengaruhi oleh konsentrsi pelarut terlihat
jelas pada larutan pengendap KCL 3%.
41
dihasilkan, dimana kedua spektrum di bawah dibandingkan antar gugus-gugus
fungsinya
846.78 (Galactose-4-sulfate)
Suelphat
Aldehid dan Keton
Sp³ C-O
42
Tabel 4 7 Spektrum FTIR Karaginan Hasil Penelitian
Dari spektrum produk karaginan yang telah didapat diketahui bahwa dari uji
identifikasi menggunakan FTIR produk telah memenuhi spesifikasi karaginan standar
karena gugus-gugus fungsi yang terdapat pada spektrum sampel yang dihasilkan
identik dengan spektrum standar karaginan. Dalam spektrum infra merah dari
senyawa karaginan hasil isolasi yang terdapat pada gambar 4.7.2 terlihat adanya
gugus Aldehida Keton, Ester Sulfat, Amida, Anhydrogalactose dan Galactose-4-
sulfate. Pada spektrum juga mengidentifikasi adanya gugus fungsi galaktosa-4-sulfat
pada pita serapan 846,78 cmˉ¹ yang menandakan karaginan hasil ekstraksi rumput
laut Eucheuma cottonii pada penelitian ini adalah karaginan jenis kappa.
43
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengaruh konsentrasi KOH terhadap yield tidak terlalu signifikan
pembentukannya semakin kecil konsentrasi maka yield akan semakin besar hal ini
sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh (Distantina 2012). Kecepatan
pelarut karaginan ke dalam volume di tinjau dari kemiringan kurva, volume
dengan konsentrasi 3% menghasilkan yield yang lebih besar dibanding konsentrasi
KOH yang lain.
2. Berdasarkan hasil Analisa produk menunjukkan bahwa tepung karaginan yang
diperoleh hampir semua memenuhi standar FAO.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dan sebagai penyempurna untuk
praktikum selanjutnya, maka disarankan untuk:
1. Pada saat penyaringan perlu diperhatikan agar filtrat yang dihasilkan bisa lwbih
murni.
2. Mengetahui waktu crusher yang baik agar tepung karaginan tidak mengalami
perubahan warna.
3. Perlu dilakukan pengujian terhadap kandungan logam dan sulfat pada karaginan.
44
DAFTAR PUSTAKA
45
Fatimah, S. (2012). Aplikasi Teknologi Ohmic Dalam Ekstraksi Karaginan Murni
(Refined Carrageenan) Dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Makassar:
Program Studi Keteknikan Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Jaya, A. D. (2019). Ekstraksi Dan Karakterisasi Karagenan Kasar Rumput Laut
Eucheuma Cottoni. Jurnal Riset Kimia, 5(2), 147.
Kualitas Karaginan Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii Asal Maumere Dan
Tembalang Pada Budidaya Sistem Longlinefadli Zainuddin 2016
Mahyati. (N.D.).
Moirano Al. (1997). Sulfat Polysaccharidhes Di Dalam H. D Gram (Ed). The Avi
Publishing Company Indc. Westport, Connenticut.
Nasution, S. D. (2019). Pengaruh Karaginan Dari Rumput Laut Merah (Eucheuma
Cottonii) Asal Provinsi Aceh Sebagai Ediblecoatingterhadapketahanan Buah.
Al- Kimia, 7(2), 101.
Ningsih F. L. (2014). Jenis Dan Konsentrasi Alkali Dengan Presipitasi Kcl Yang
Berbeda Tehadap Mutu Karaginan Dari Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii
Asal Pulo Panjang Serang Banten. Serang: Universitas Ageng Tirtayasa.
Samsuari. (2006). Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma Cottonii Pada
Berbagai Umur Panen, Konsentrasi Koh Dan Lama Ekstraksi. Bogor: Tesis
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sharma, S., Mulvaney , S., & Riski. (2002). Food Process Engineering, Theory And
Laboratory Experiments. New York: Wiley-Interscience Card University
Ithaca.
Winarno. (1996). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustakasinar Harapan.
Wulandari, R. (2011). Pembuatan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii
Dengan Dua Metode. Surakarta: Program Studi D3 Teknik Kimia, Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret.
Yusita D, & Rachmawati, I. D. (2016). Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan
Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma Cottoni Untuk Mencapai
Foodgrade. Semarang: Universitas Diponegoro.
46
LAMPIRAN 1 Dokumentasi Kegiatan
Pembuatan sampel
47
Analisa kadar air
48
Analisa kekuatan gel
Analisa viskositas
Analisa FTIR
49
LAMPIRAN 2 LOGBOOK
50
karagenan
Jumat 3 Pengeringan
November endapan karagenan
2023 dengan oven
Rabu 8 Penepungan
November karagenan dengan
2023 crusher
Kamis 16 Menghitung
November rendemen yang di
2023 hasilkan tiap sampel
51
Kamis 7 Melakukan analisis
desember kadar abu tak larut
2023 asam pada setiap
sampel
52