1. Bapak Dr. Amir Husin, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan laporan ini.
2. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si., IPM selaku Koordinator Penelitian Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Nisaul Fadilah Dalimunthe, S.T., M.Eng. selaku Sekretaris Jurusan
Teknik Kimia USU.
5. Para staf pengajar dan pegawai jurusan Teknik Kimia USU.
6. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.
7. Keluarga yang tidak henti-hentinya mendoakan, membimbing, dan
memberi semangat kepada penulis meskipun dengan jarak yang jauh,
sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
8. Teman satu kelompok penelitian yang sudah banyak membantu penulis
selama penyusunan proposal penelitian ini dengan tulus dan ikhlas.
ii
Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan proposal penelitian ini. Semoga laporan penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Penulis I Penulis II
iii
ABSTRAK
Briket bioarang merupakan salah satu bahan bakar yang berasal dari
biomassa. Biomassa merupakan salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui.
Salah satu biomassa yang digunakan dalam penilitian ini adalah ampas tebu.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah biomassa sebagai bahan bakar
alternatif dan mengetahui kualitas briket ampas tebu dengan memvariasikan jumlah
perekat tepung sagu dan ukuran ampas tebu.
Dalam penelitian ini dilakukan dua tipe perlakuan, dimana Tipe Perlakuan I
adalah memvariasikan jumlah perekat tepung sagu, dimana perbandingannya adalah
65:35%; 70:30%; 75:25%; 80:20%; dan 85:15%. Sedangkan Tipe Perlakuan II
adalah memvariasikan ukuran ampas tebu., dimana ukurannya adalah 50, 70, 90,
120, dan 150 mesh. Pengujian yang dilakukan yaitu kadar air, kadar abu, volatile
matter, fixed carbon, dan nilai kalor.
Hasil analisis yang diperoleh pada penelitian ini adalah briket terbaik pada
tipe perlakuan I yaitu jumlah perekat 15% dengan kadar air 4,33%; kadar abu 4,48%;
volatile matter 3,68%; fixed carbon 91,84%; dan nilai kalor 20.588,29 kal/g. Pada
tipe perlakuan II briket dengan kadar air, kadar abu, dan fixed carbon terbaik secara
berurut adalah 6,37%; 1,61%; dan 95,45% dengan ukuran bahan dasar 50 mesh.
Volatile matter terbaik pada tipe perlakuan II dihasilkan oleh briket dengan ukuran
bahan dasar 150 mesh yaitu 2,93%. Nilai kalor terbaik pada tipe perlakuan II
dihasilkan oleh briket dengan ukuran bahan dasar 70 mesh yaitu 25.000,06 kal/g.
Semua pengujian telah memenuhi standar SNI 01-6235-2000.
Kata Kunci: Briket, Ampas Tebu, Tepung Sagu, Kadar Air, Kadar Abu, Volatile
Matter, Fixed Carbon, Nilai Kalor.
iv
DAFTAR ISI
PRAKATA ..................................................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
v
3.1 LOKASI PENELITIAN ............................................................... 21
vi
SAGU TERHADAP NILAI KALOR .......................... 36
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar LC.7 Foto Briket yang Dihasilkan Setelah Pengeringan ................ LC-4
Gambar LC.8 Foto Analisa Kadar Air Menggunakan Oven ........................ LC-5
Gambar LC.9 Foto Analisa Kadar Abu Menggunakan Furnace ................. LC-6
Gambar LC.10 Foto Analisa Volatile Matter Menggunakan Furnace ........ LC-7
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Contoh Penelitian Pembuatan Briket Dari Ampas Tebu ................. 4
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Ampas Tebu ...................................................... 15
Tabel 2.2 Lahan Perkebunan Tebu ...................................................................... 17
Tabel 2.3 Standar Kualitas Briket di Berbagai Negara .................................... 20
Tabel LA.1 Data Kadar Air Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat
Tepung Sagu ........................................................................ LA-1
Tabel LA.2 Data Kadar Abu Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat
Tepung Sagu ....................................................................... LA-1
Tabel LA.3 Data Volatile Matter Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat
Tepung Sagu ........................................................................ LA-2
Tabel LA.4 Data Fixed Carbon Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat
Tepung Sagu ....................................................................... LA-2
Tabel LA.5 Data Nilai Kalor Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat
Tepung Sagu ....................................................................... LA-3
Tabel LA.6 Data Kadar Air Biobriket Ampas Tebu Variasi Variasi
Ukuran Butir Ampas Tebu ................................................ LA-3
Tabel LA.7 Data Kadar Abu Biobriket Ampas Tebu Variasi Variasi
Ukuran Butir Ampas Tebu ................................................. LA-4
Tabel LA.8 Data Volatile Matter Biobriket Ampas Tebu Variasi Variasi
Ukuran Butir Ampas Tebu ................................................. LA-4
Tabel LA.9 Data Fixed Carbon Biobriket Ampas Tebu Variasi Variasi
Ukuran Butir Ampas Tebu ................................................. LA-5
Tabel LA.10 Data Nilai Kalor Biobriket Ampas Tebu Variasi Variasi
Ukuran Butir Ampas Tebu ................................................. LA-5
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
Tepung Sagu ............................................................... LB-1
LB.3 Volatile Matter Biobriket Ampas Tebu dengan
Perekat Tepung Sagu .................................................. LB-1
LB.4 Fixed Carbon Biobriket Ampas Tebu dengan
Perekat Tepung Sagu .................................................. LB-2
LB.5 Nilai Kalor Biobriket Ampas Tebu dengan Perekat
Tepung Sagu .............................................................. LB-2
LAMPIRAN C FOTO PENELITIAN ................................................. LC-1
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
DAFTAR ISTILAH/SIMBOL
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam talkshow “Indonesia menuju Energi Hijau” yang diadakan di auditorium Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta tanggal 3 Juli 2013, kepala BPPT
menyatakan bahwa cadangan batubara Indonesia saat ini adalah 21 milyar ton yang akan
habis dalam 59,8 tahun, gas sebanyak 104,72 TSCF (Triliun standard cubic feed) atau
sekitar 30,8 tahun, dan minyak 4,2 milyar barel atau sekitar 12,8 tahun. Sehubungan dengan
itu dapat diartikan bahwa saat ini Indonesia telah memasuki era krisis energi dan dituntut
untuk mencari atau menggunakan energi alternatif baru, dengan cara mengkonversikan energi
potensial menjadi sebuah material yang salah satunya adalah briket (Faisol, dkk., 2014).
Energi alternatif menjadi semakin penting, dikarenakan permintaan akan e nergi terbatas tidak
diimbangi dengan persediaan energi terbatas tersebut.
Energi alternatif dapat dihasilkan dari teknologi tepat guna yang sederhana dan sesuai
untuk daerah pedesaan seperti briket dengan memanfaatkan limbah biomassa seperti
tempurung kelapa, sekam padi, serbuk gergaji kayu jati, ampas tebu. Bersamaan dengan itu,
banyak pertimbangan untuk memanfaatkan tempurung kelapa, serbuk gergaji kayu, dan
ampas tebu, dikarenakan limbah ini belum maksimal pemanfaatannya (Hidro, dkk., 2016).
Perlu ada upaya tambahan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah- limbah tersebut agar
manfaat briket bisa lebih sering digunakan ditengah masyarakat.
Briket adalah perubahan bentuk material yang pada awalnya berupa serbuk atau
bubuk seukuran pasir menjadi material yang lebih besar dan mudah dalam penanganan atau
penggunaannya. Perubahan ukuran material tersebut d ilakukan melalui proses penggumpalan
1
dengan penekanan dan penambahan atau tanpa penambahan bahan pengikat (Ervando, dkk.,
2013). Briket merupakan suatu padatan yang dihasilkan melalui proses pemampatan dan
pemberian tekanan dan jika dibakar akan menghasilkan sedikit asap. Briket arang atau
biorang adalah arang yang dio lah dengan sistem pengepresan dan menggunakan bahan
perekat, sehingga berbentuk briket yang dapat digunakan untuk keperluan seharihari (Arni,
dkk., 2014).
Bahan penyusun dari briket adalah batu bara, limbah organik, limbah pabrik maupun
limbah perkotaan yang berfungsi sebagai pengganti bahan bakar dengan menjadikan
biomassa ke dalam bentuk hasil kompaksi yang lebih efektif, efisien dan mudah untuk
digunakan (Faisol, dkk., 2014). Briket yaitu bahan bakar yang umum tetapi masih belum
banyak digunakan ditengah masyarakat. Briket pada tekanan rendah membutuhkan bahan
pengikat untuk membantu pembentukan ikatan di antara partikel biomassa. Penambahan
pengikat dapat meningkatkan kekuatan briket. Ada berbagai macam bahan perekat yang
dipakai dalam pembuatan briket selama ini adalah clay, molase, starch, resin, tetes tebu, coal
tar, bitumen, tanah liat dan semen yang sebagian besar perekat yang dipakai berbahan dasar
air sebagai pelarut. Dalam proses pembuatan briket diperlukan pengeringan perekat agar
mampu mengikat partikel bahan baku dengan kuat dan menghilangkan kandungan air yang
terdapat pada briket (Ervando, dkk., 2013).
Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerasan) cairan tebu. Dari
satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35%-40% dari berat tebu yang digiling.
Karena banyaknya limbah tersebut, maka ampas tebu memiliki nilai tambah tersendiri bagi
pabrik gula bila diperlakukan lebih lanjut, karena sebagaian besar ampas tebu di Indonesia
digunakan untuk bahan bakar pembangkit ketel uap di pabrik gula tersebut, lahan media
jamur dan bahan dasar pembuatan kertas (Hid ro, dkk., 2016). Ampas tebu adalah salah satu
bahan yang sering ditemui namun pemanfaatannya masih jarang dilihat ditengah masyarakat.
Seperti yang diketahui, produksi b iomassa tanaman tebu tidak kurang dari 100 ton/ha dalam
waktu kurang dari 1 tahun, sehingga dengan demikian tanaman tebu memiliki potensial yang
cukup besar untuk dijadikan sumber energi alternatif (Hasanuddin, dkk., 2014). Pemilihan
ampas tebu sebagai bahan pembuatan briket karena ampas tebu merupakan limbah yang
belum d imanfaatkan secara optimal di pabrik gula dan di penjual es tebu. Ampas tebu juga
memiliki nilai kalor yang cukup tinggi untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan briket.
2
Biomassa secara umum lebih dikenal sebagai bahan kering material organik atau
bahan yang tersisa setelah suatu tanaman atau material organik yang dihilangkan kadar airnya.
Biomassa adalah bahan alami yang biasanya dianggap sebagai sampah dan cara
pemusnahannya yang umum adalah dengan dibakar. Biomassa tersebut kemudian diolah
menjadi bioarang, yang mana adalah bahan bakar bernilai kalor yang cukup tinggi dan umum
penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari (Husni, 2016). Beberapa contoh dari b iomassa
yang pemakaiannnya umum dalam kehidupan sehari-hari adalah biogas dan kayu.
Bahan bakar biomassa padat biasanya berasal dari dua sumber - hutan dan pertanian
tanah. Biomassa berbasis hutan hampir selalu merupakan biomassa kayu, baik yang berasal
langsung dari ekosistem hutan ataupun kegiatan pengelo laan hutan. Bahan ini didapat melalui
dua metode, yaitu penebangan hutan ataupun pengambilan bahan sisa dari industri
pemrosesan kayu. Sedangkan biomassa padat dari sektor pertanian terdiri dari biomassa herba
atau rumput, dan biomassa dari buah-buahan dan biji-bijian, termasuk akar, batang dan
batang pertanian produksi. Biomassa herba terdiri dari jerami, rumput, serealia dan tanaman
serat. Biomassa dari buah-buahan, dan biji-bijian. meliputi biji-b ijian yang ditanam untuk
energi, batang kayu, sisa dari produksi kacang, dan produk sampingan dari peternakan,
pengelolaan lanskap dan limbah industri makanan (Helbig, dkk., 2017).
Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan briket dengan berbagai variasi perlakuan
dan perekat dari tepung sagu dengan tujuan mendapatkan hasil yang maksimal sehingga
penggunaan energi alternatif dari biomassa ampas tebu di pergunakan semaksimal mungkin
oleh masyarakat.
Penelitian mengenai pembuatan briket dari ampas tebu sudah pernah dilakukan sebelumnya
dengan menggunakan variasi baik pada bahan baku, maupun jenis aktivator yang digunakan.
Tabel 1.1 menampilkan beberapa rangkuman penelitian sebelumnya tentang pembuatan briket
ampas tebu:
3
Tabel 1.1. Contoh penelitian pembuatan briket dari ampas tebu
Muham- Pemanfaatan Ampas tebu / Arang Memanfaatkan limbah Metode penelitian ini adalah Kadar air: 63,686 %;
mad Limbah Ampas ampas tebu berukuran industri kecil berupa metode eksperimental, variabel 60,658 %; 59,73 %;
Hafizh Tebu Menjadi 40 mesh dengan berat ampas tebu menjadi yang dipelajari adalah 57,886 %; 53,121 %
Rizal Briket Energi 5,6,7,8,9 gram, suhu sebuah bahan bakar perbandingan massa ampas
Nilai Kalor:
o
Noor Alternatif karbonisasi 300 C, alternatif (briket) yang tebu dan perekat. Variabel
2385,533;2367,612;
Rohim / Dengan Perekat waktu karbonisasi 3 memenuhi standar, dengan tergantungnya kualitas briket
2331,436;2262,135;
2019 Tepung Tapioka jam, kadar air, kadar cara mempelajari pengaruh yang diukur dari beberapa
1848,157 kal/g
abu, kadar fixed penambahan sejumlah parameter yaitu kadar air,
carbon, kadar volatile perekat tepung tapioka kadar abu, kadar fixed carbon, Nilai fixed carbon:
matter, dan nilai kalor terhadap variasi gram kadar volatile matter, dan nilai 18,865 %; 17,83 %;
arang ampas tebu. Kualitas kalor. Variabel tetap penelitian 16,49 %; 16,052 %;
briket diukur dari nilai ini adalah Temperatur 15,94 %
kadar air, kadar abu, nilai maksimum dan laju alir udara
Kadar Abu:
kalor, vollatile matter, dan
fixed carbon. 3,017 %; 2,258 %;
1,77 %; 1,676 %;
1,464 %
4
Kadar Volatile
matter:
27,279 %; 23,857 %;
22,866 %; 21,032 %;
14,432 %
Hasanu- Analisis Nilai Ampas tebu kering / Mengetahui karakteristik Dilakukan secara eksperimen Nilai kalor:
ddin, Kalor Briket ukuran 0,1 mm. nilai deng-an pembuatan dan
18676,52;
Hendri Ampas Tebu Konsentrasi perekat pencarian prototipe yang
kalor briket ampas tebu.
Nurdin, Sebagai Cikal 10 %, 20 %, 30 %. 3 17058,87; 19648,53
meliputi pekerjaan dalam
Purwan- Bakal Bahan tipe perlakuan. Kj/Kg
membentuk dan
tono, Bakar Alternatif Densitas, Nilai kalor Densitas:
Ambiyar / merealisasi ide konsep produk
briket. 0,319; 0,282; 0,416
2014
Kg/m3
Proses pencetakan dan
pengempaan sesuai
5
Hidro Analisa Nilai Ampas tebu dan Biji Mevariasikan komposisi Ampas tebu dicampur dengan Nilai Kalor:
Andriy- Kalor Briket Buah Kepuh / Variasi dan karakteristik biji buah biji buah kepuh dibuat menjadi
5528, 5353, 5351
ono dan Dari Campuran berat Ampas Tebu dan kepuh pada briket briket dengan memvariasikan
kal/gr
Prantasi Ampas Tebu Biji Buah Kepuh Nilai komposisi ampas tebu : biji
Harmi Dan Biji Buah Kalor, Kadar air, buah kepuh yaitu 100 gr : 30 Kadar Air:
Tjahjan-ti Kepuh Kadar Abu, kadar gr, 100 gr : 40 gr, 100 gr : 50 4,94 %
/ 2016 fixed carbon, kadar gr. Untuk mengetahui kualitas
Kadar Abu:
volatile matter briket yang dihasilkan,
dilakukan analisa nilai kalor, 8,73 %
tinggi termal dari masing
kadar fixed carbon:
masing spesimen dengan
pembakaran selama 10 menit 34,10 %
52,23 %
6
Dari tabel 1.1, dapat dilihat beberapa penelitian tentang pembuatan briket dari
ampas tebu yang sudah dilakukan sebelumnya. Setiap penelitian memiliki banyak
variasi pada briket ampas tebu yang dibuat, baik pada komposisi ampas tebu, jenis
dan komposisi perekat, ataupun bahan tambahan untuk dicampur dengan ampas tebu.
Dapat disimpulkan bahwa densitas dan komposisi campuran bahan mempengaruhi
nilai kalor briket yang akan dihasilkan, dimana semakin tinggi densitas ampas
tebunya, maka nilai kalor briket akan semakin tinggi namun kecepatan
pembakarannya semakin rendah. Sedangkan penambahan bahan lain dapat
meningkatkan nilai kalor dan kecepatan pembakarannya. Dari penelitian sebelumnya
juga dapat dilihat bahwa range suhu karbonisasi yang digunakan antara 250-500 oC.
Jadi pada penelitian ini di ambil suhu karbonisasi 300 oC selama 25 menit.
7
Tipe I: Membedakan komposisi bahan dasar dan bahan perekat
dengan massa campuran konstan
Tipe II: Membedakan ukuran bahan dasar yang akan dipakai
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAK A
2.1.BRIKET
Salah satu sumber energi alternatif yang digunakan yaitu energi biomassa.
Energi biomassa adalah sumber energi alternatif yang harus diprioritaskan
pengembangannya dibandingkan dengan pengembangan sumber energi lain. Di sisi
lain, Indonesia adalah negara agraris yang banyak menghasilkan limbah pertanian dan
limbah pertanian tersebut masih kurang termanfaatkan. Hal ini sangat disayangkan
karena banyak sekali manfaat yang didapat dari limbah pertanian jika dimanfaatkan
dengan benar. Salah satu pemanfaatan limbah pertanian tersebut adalah dengan diolah
menjadi bahan bakar padat buatan yang dapat menggantikan bahan bakar padat
9
nonrenewable yang disebut briket bioarang. Pembuatan briket bioarang dengan
perbedaan komposisi campuran bahan (limbah pertanian) akan mempengaruhi
penyerapan kadar air, kadar abu dan kualitas nilai kalor yang dihasilkan (Arni, dkk.,
2014).
Briket merupakan sumber energi alternatif yang bisa menggantikan peran bahan
bakar yang terbuat dari batu bara, limbah organik, limbah pabrik maupun dari limbah
perkotaan dengan cara mengkonversikan bahan baku padat menjadi kompaksi yang
lebih efektif, efisien dan mudah penggunaannya (Faisol, dkk., 2014). Briket adalah
bahan yang praktis namun penggunaannya tidak banyak dijumpai ditengah-tengah
masyarakat.
Briket adalah berubahnya bentuk sebuah material yang pada awalnya berupa
serbuk atau bubuk menjadi material yang lebih besar dan penanganan atau
penggunaannya juga lebih mudah. Selain manfaatnya yang besar dan penanganannya
yang lebih mudah, bahan bakunya juga mudah didapatkan. Pengubahan ukuran
material tersebut dapat dilakukan melalui proses penggumpalan dengan penekanan
dan penambahan atau tanpa penambahan bahan pengikat (Ervando, dkk., 2013).
4) Tidak beracun,
5) Ramah lingkungan
10
Komposisi bahan pembuat briket memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap kadar air, nilai kalor dan kadar abu. Ketiga hal ini harus dipertimbangkan
secara serius dalam proses pembuatan briket. Biasanya jumlah kadar air dan nilai
kalor tidak memenuhi standar mutu briket buatan Inggris, namun memenuhi standar
mutu briket buatan Jepang, sedangkan kadar abu biasanya memenuhi standar mutu
briket Inggris dan Jepang. Bahan bakar padat memiliki kemampuan menyerap air
yang besar yang dipengaruhi oleh luas permukaan dan pori-pori (Arni, dkk., 2014).
Pengembangan briket ampas tebu sebagai produk baru bagi usaha industri
rakyat/UMKM merupakan kesempatan untuk menambah macam produk yang
dihasilkan dan dijual ke konsumen (diversifkasi). Dengan semakin bervariasinya
produk yang bisa ditawarkan, semakin banyak pula potensi konsumen yang bisa
tertarik kepada produk-produk tersebut. Terdapat 3 (tiga) kesempatan pengembangan
diversifikasi yaitu: (1) diversifikasi konsentrik, yakni penambahan produk baru yang
memiliki sinergi dengan teknologi dan pemasaran garis produk (product-line) yang
sama dengan produk yang telah ada, (2) diversifikasi horizontal, yakni usaha
penambahan produk baru yang tidak memiliki hubungan dengan garis produk yang
sama dengan produk yang telah ada, (3) diversifikasi konglomerat, yakni usaha
penambahan produk baru untuk dijual kepada golongan pembeli yang baru, atau
pemanfaatan kesempatan lingkungan yang menguntungkan meskipun produk baru
tersebut tidak segaris dengan teknologi atau pasar yang ada (Hasanuddin, dkk., 2014).
Briket merupakan salah satu pilihan pengganti bahan bakar alternatif. Briket
dapat terbuat dari satu atau beberapa jenis bahan dengan nilai kalor yang tinggi.
Massa jenis sebagai properti fisik briket didefinisikan sebagai pengemasan struktural
molekul zat dalam volume tertentu. Massa jenis ditentukan dengan timbangan
timbangan di laboratorium dengan cara mengambil sampel briket dan pengukuran
dimensinya dengan jangka sorong (Moki, dkk., 2020). Nilai kalor adalah salah satu
hal yang harus dipertimbangkan dengan seksama karena nilai kalor menentukan
banyaknya energi yang dapat dihasilkan briket tersebut. Sebagai perbandingan nilai
kalor standar yaitu batu bara, nilai kalor minimum batu bara yaitu 4.400 Kal/g (Faisol,
dkk., 2014).
Secara garis besar ada 5 tahapan dalam proses pembuatan briket, yaitu :
11
1. Tahap pendahuluan (Pre-treatment)
2. Pengarangan (karbonisasi)
5. Pengeringan
2.2. BIOMASSA
Biomassa secara umum lebih dikenal sebagai bahan kering material organik
atau bahan yang tersisa setelah suatu tanaman atau material organik yang dihilangkan
kadar airnya. Biomassa bisa menjadi solusi atas bahan bakar yang tidak dapat
diperbaharui (nonrenewable) dan juga dapat mencemari lingkungan hidup. Biomassa
merupakan bahan alami yang biasanya dianggap sebagai sampah dan sering
dimusnahkan dengan cara dibakar. Biomassa dapat diolah menjadi bioarang, sebuah
bahan bakar yang memiliki tingkat nilai kalor yang cukup tinggi dan bisa digunakan
12
dalam kehidupan sehari-hari. Biomassa adalah material yang sangat mudah ditemukan
pada aktivitas pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan limbah-
limbah lainnya (Hidro, dkk., 2016).
Biomassa dan batubara adalah dua jenis bahan bakar padat dengan karakteristik
yang berbeda. Kedua bahan bakar ini seringkali membuat banyak orang keliru dan
mengidentifikasi salah satunya sebagai yang lain. Batu bara mempunyai kandungan
karbon dan nilai kalor yang tinggi, namun kadar abu dan kandungan senyawa volatil
rendah. Sementara, biomasa mempunyai kandungan bahan volatil tinggi, namun
memiliki kadar karbon rendah. Kadar abu biomasa bergantung dengan jenis bahannya,
sedangkan nilai kalornya tergolong sedang. Kandungan senyawa volatil yang tinggi
dalam biomassa menyebabkan pembakaran dapat terjadi pada suhu rendah. Proses
devolatisasi pada suhu rendah ini mengindikasikan bahwa biomassa mudah
dinyalakan dan terbakar. Namun, pembakaran yang terjadi berlangsung sangat cepat
dan bahkan sulit dikontrol (Siti, 2008).
Energi alternatif dapat dihasilkan dari teknologi tepat guna yang sederhana dan
sesuai untuk daerah pedesaan seperti briket dengan memanfaatkan limbah biomassa
13
seperti tempurung kelapa, sekam padi, serbuk gergaji kayu jati, ampas tebu. Energy
alternatif juga tepat untuk daerah pedesaan karena bahan bakunya yang mudah
didapat di daerah tersebut. Karena itu, ada berbagai pertimbangan untuk pemanfaatan
tempurung kelapa yang terbuat dari serbuk gergaji kayu dan ampas tebu yang menjadi
penting mengingat limbah ini belum maksimal pemanfaatannya (Hidro, dkk., 2016).
Biomassa telah menjadi sumber energi paling penting di setiap wilayah dunia.
Biomassa berpotensi untuk menjadi salah satu sumber energi utama di masa depan,
dan telah disarankan modernisasi sistem bioenergi sebagai kontributor yang penting
bagi pengembangan energi berkelanjutan, apalagi bagi pembangunan berkelanjutan di
negara-negara industri ataupun di negara-negara berkembang. Sebagai imbasnya,
akan terjadi mobilisasi penyediaan biomassa dengan skala besar sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan energi di wilayah-wilayah terkait (Petir, dkk., 2014).
Ampas tebu adalah bahan berserat yang tersisa setelah batang tebu atau sorgum
dihancurkan untuk diambil sarinya. Ini adalah residu pulp kering yang tersisa setelah
ekstraksi jus dari tebu. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar nabati dan dalam
pembuatan pulp dan bahan bangunan (Eshore, dkk., 2017). Ampas tebu sangat mudah
dijumpai di Indonesia dikarenakan tebu banyak dikonsumsi oleh masyarakat di
Indonesia. Ketersediaan ampas tebu di Indonesia cukup melimpah dikarenakan ada
14
banyak pabrik gula tebu di Indonesia, baik yang dikelola oleh negara (PT Perkebunan
Nusantara/PTPN) maupun yang dikelola oleh pihak swasta. Sekitar 50% ampas tebu
hasil produksi di setiap pabrik gula dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel dan
sisanya ditimbun sebagai buangan karena nilai ekonominya yang rendah. Penimbunan
ampas tebu dalam waktu tertentu dapat menyebabkan masalah, karena sifatnya yang
mudah terbakar, dapat menyebabkan lingkungan sekitar menjadi tercemar, dan
membutuhkan lahan yang luas untuk menyimpanannya. Ada banyak upaya
pemanfaatan yang dilakukan untuk mengurangi ampas tebu, diantaranya adalah untuk
makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp dan particle board, namun upaya
ini masih belum efektif untuk mengatasi permasalahan ampas tebu (Dwi, dkk., 2016).
Ada beberapa kandungan kimia yang terdapat didalam ampas tebu. Berikut ini
adalah tabel yang memaparkan kandungan kimia ampas tebu:
Dari tabel 2.1, dapat dilihat kandungan kimia ampas tebu. Kandungan-
kandungan ini memegang peran penting dalam menentukan ampas tebu yang bisa
dijadikan bahan baku pembuatan briket, dan kualitas briket yang dihasilkan juga bisa
diprediksi dari kandungan yang ada didalam ampas tebu. Terlihat bahwa ampas tebu
mengandung abu sebesar 3,82%; lignin sebesar 22,09%; selulosa sebesar 37,65%; sari
sebesar 1,81%; pentosan sebesar 27,97%; dan SiO2 sebesar 3,01%.
Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami
ekstraksi niranya dan banyak mengandung jaringan dasar serta tidak tahan disimpan
terlalu lama karena mudah terserang jamur. Ada banyak penghasil ampas tebu yang
15
dapat ditemui, namun penghasil ampas tebu yang paling besar adalah pabrik gula.
Sebagai hasil samping industri gula, ampas tebu mempunyai potensi yang sangat
besar untuk bahan baku industri lainnya. Jumlah ampas tebu basah yang dihasilkan
dari pabrik gula cukup besar, bisa mencapai 33-40 persen dari bobot tebu. Pada
umumnya ampas tebu banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar di pabrik gula,
pembuatan kertas dan media budidaya jamur (Nauval, dkk., 2008).
16
Gambar 2.1 Ampas Tebu
Dari tabel 2.2, dapat dilihat persebaran lahan tebu di Indonesia. Menurut tabel
tersebut, Indonesia memiliki total luas perkebunan tebu yang hampir mencapat 400
hektar. Dibantu dengan 58 pabrik gula, Indonesia dipercaya dapat menghasilkan tebu
dengan kapasitas gilinghampir 150000 ton per harinya. Dengan produksi tebu yang
besar, maka produksi ampas tebu juga akan menjadi besar, sehingga peluang
pemanfaatan ampas tebu bisa sangat menjanjikan jika dimanfaatkan dengan baik
mengingat banyaknya tebu yang dihasilkan di Indonesia setiap harinya.
17
Indonesia memiliki potensi sagu yang sangat besar, khususnya Irian Jaya dan Maluku
di wilayah Indonesia Timur. Bagi masyarakat di wilayah Indonesia Timur, sagu
merupakan sumber sumber karbohidrat utama seperti halnya dengan nasi bagi
masyarakat Indonesia Barat. Tanaman ini biasanya tumbuh di tepi sungai dan di rawa-
rawa yang kurang cocok untuk tanaman lainnya, akibatnya sagu memiliki
perkembangan yang tidak dapat bersaing dengan penggunaan lahan untuk tanaman
pangan lain. Selain itu, sagu adalah tanaman tahunan, yang artinya setelah ditanam,
sagu dapat menghasilkan selama bertahun-tahun dan panennya teratur dengan
dikelola oleh para petani. Pemanfaatan sagu bukan hanya sebagai penganti beras,
tetapi juga dapat diolah menjadi makanan lain seperti mie, roti, dan sirup fruktosa.
Bisa juga digunakan sebagai pakan ternak, perekat, bioetanol dan produk-produk
derivatif lainnya (Parama, dkk., 2013).
Diperlukan proses perkatan dalam proses pembuatan briket arang yang bertujuan
untuk mengikat partikel-partikel arang sehingga partikel-partikel tersebut tetap rapat
dengan satu sama lain. Jika partikel-partikel arang tersebut dapat disatukan dengan
baik, proses pembakaran briket juga akan lebih mudah dan maksimal. Bahan perekat
yang baik untuk pembuatan briket arang diantaranya adalah pati, dekstrin dan tepung
tapioka, karena briket arang yang dihasilkan tidak akan berasap pada saat pembakaran
dan pembakarannya akan be rlangsung dalam waktu yang lama. Perekat yang sering
digunakan pada pembuatan briket antara lain kanji, sagu, tanah liat, semen, natrium
silikat dan tetes tebu (Husein, dkk., 2017).
Pemilihan bahan perekat berupa tepung sagu antara lain, karena tepung sagu
dapat dengan mudah ditemukan dalam area masyarakat, tepung sagu juga dapat
menyerap air dengan baik, harga tepung sagu juga relatif murah. Disamping bahan
bakar yang mengandung karbon, pembuatan briket memerlukan zat aditif perekat.
18
Perekat dari tepung sagu potensial digunakan dengan pertimbangan. Dengan adanya
briket dari arang ini, penulis mengharapkan agar masalah perekonomian, kelangkaan
bahan bakar dan pemanfaatan limbah yang tak terpakai dapat teratasi.
Untuk menciptakan produk dengan kualitas terbaik, perlu ada standar baku
yang harus ditetapkan didalam sebuah kota atau negara agar produk-produk yang
dihasilkan di kota atau negara tersebut dapat mencukupi standar yang diperlukan oleh
penggunanya, dan memastikan produk-produk tersebut dapat memiliki kualitas yang
hampir sama dengan satu sama lain meski memiliki pembuat yang berbeda.
Berdasarkan PP No. 102/2000 tentang Standardisasi Nasional, standarisasi
didefinisikan sebagai proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi
standar, bekerjasama dengan semua pihak (Pratiwi, dkk., 2014). Dari definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam proses produksi suatu
produk, baik pemerintah, produsen, maupun konsumen, harus saling bekerjasama agar
menghasilkan standar yang sempurna. Pemerintah diharapkan untuk dapat
menetapkan standar yang adil bagi semua pihak produsen di daerah pemerintahannya,
produsen diharapkan untuk dapat menghasilkan produk yang dapat memenuhi standar
yang telah ditetapkan pemerintah, dan konsumen diharapkan untuk dapat selalu aktif
memberikan umpan balik tentang produk yang dikonsumsi kepada produsen produk
tersebut.
Seperti halnya dengan proses produksi produk-produk lain, standar juga hal
utama yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan briket. Semakin banyak standar
yang dipenuhi oleh briket, maka semakin bagus pula kualitas briket yang dihasilkan.
Menurut Emiwati (1997), ada beberapa faktor yang dijadikan standar briket:
19
6. Kandungan karbon terikat (fixed carbon)
7. Nilai kalor
(Daud, 2012)
Dari Tabel 2.3, dapat dilihat standar kualitas briket berdasarkan SNI 01-6235-
2000. Dapat dilihat bahwa berdasarkan tabel tersebut, briket yang dihasilkan dari
penelitian ini harus memiliki kadar air maksimal 8%; kadar volatile matter maksimal
15%; kadar abu maksimal 8%; dan nilai kalor minimal 5000 kal/gr.
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
21
3.3. PROSEDUR PENELITIAN
Prosedur penelitian yang akan dijalani pada pembuatan briket dari ampas tebu
adalah:
3.3.1. Persiapan Bahan Baku
Prosedur persiapan bahan baku untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapatkan limbah ampas tebu dari penjual air tebu.
2. Bersihkan ampas tebu dan kemudian cacahkan ampas tebu tersebut.
3. Jemur ampas tebu yang telah dibersihkan dan dicacahkan dibawah
sinar matahari.
4. Setelah ampas tebu sudah kering, bakar ampas tebu sampai berbentuk
arang agar kemudian diayak sesuai ukuran yang dibutuhkan di
laboratorium.
22
3.4. FLOWCHART PERCOBAAN
3.4.1. Flowchart Persiapan Bahan Baku
23
Gambar 3.3 Flowchart Proses Pembuatan Briket Tipe Perlakuan II
24
kawat sumbu yang kedua ujungnya telah diikatkan pada kedua
elektroda.
b. Rangkaian tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bomb yang
sebelumnya telah diisi aquadest sebanyak 1 ml ke dalam bomb,
selanjutnya ditutup rapat dan dialiri gas oksigen melalui katup
kurang lebih 35 atm.
c. Bomb dimasukkan ke dalam kalorimeter yang telah diisi air
sebanyak 2 liter, dan dihubungkan dengan unit pembakar.
d. Calorimeter ditutup dan termometer dipasang pada tutup
calorimeter, sehingga skala bagian bawah tepat pada angka 19°C.
e. Temperatur konstan pengaduk listrik dihidupkan dan dibiarkan
selama 5 menit, kemudian sumber tegangan arus 23 volt dihidupkan
untuk membakar kawat sumbu dan cuplikan.
f. Temperatur diamati maka temperatur akan naik dengan cepat,
setelah itu konstan dan akhirnya sedikit demi sedikit akan turun,
kemudian sumber tegangan pembakar dan pengaduk dimatikan.
b × 100% (3.1)
Dimana:
b: Berat cawan + sampel sebelum dimasukkan kedalam oven (g)
c: Berat cawan + sampel sesudah dimasukkan kedalam oven (g)
3. Analisis Kadar Abu Pada Briket:
Prosedur analisis kadar abu pada briket adalah sebagai berikut:
a. Timbang berat sampel, berat cawan, dan kemudian ukur lagi berat
sampel setelah diletakkan didalam cawan.
25
b. Masukkan cawan kedalam furnace dengan suhu 550°C selama 4 jam.
c. Setelah terbentuk arang putih, dinginkan arang di udara terbuka
sampai suhunya turun menjadi 100°C.
d. Setelah arangnya mengering, masukkan ke desikator kemudian
timbang berat cawan yang berisi arang tersebut.
e. Hitung kadar abu dengan rumus berikut:
m3 −m1
%Kadar Abu = × 100% (3.2)
m2
Dimana:
m1: Berat cawan kosong (g)
m2: Berat cawan + arang sebelum dimasukkan ke furnace (g)
m3: Berat cawan + arang setelah dikeluarkan dari furnace (g)
Dimana:
m1: Berat cawan kosong (g)
m2: Berat cawan + arang sebelum dimasukkan ke furnace (g)
26
m3: Berat cawan + arang setelah dikeluarkan dari furnace (g)
c. Hitung fixed carbon dengan rumus berikut:
%Fixed carbon = 100% - (%Volatile Matter + %Kadar Abu) (3.6)
27
3.5.2. Flowchart Analisis Hasil Penelitian
1. Flowchart Analisis Nilai Kalor Pada Briket
28
2. Flowchart Analisis Kadar Air Pada Briket
29
3. Flowchart Analisis Kadar Abu Pada Briket
30
4. Flowchart Analisis Volatile Matter Pada Briket
31
BAB IV
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini dengan bahan baku Ampas Tebu dan
Perekat Tepung Sagu meliputi 5 analisis yaitu : Kadar Air, Kadar Abu, Volatile Matter,
Fixed Carbon dan Penentuan Nilai Kalor. Kelima analisis di atas merupakan hal terpenting
dalam menentukan kualitas suatu biobriket. Berikut adalah hasil penelitian pembuatan briket
dari Ampas Tebu dengan bahan perekat Tepung Sagu yang telah di lakukan.
4.1 Tipe Perlakuan I : Membedakan Komposisi Bahan Dasar dan Bahan Perekat
dengan Massa Campuran Konstan
4.1.1 Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu terhadap Kadar Air
6,5
6
5,5
5
4,5
4
10 15 20 25 30 35 40
Jumlah Bahan Perekat (%)
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu pada Biobriket
Ampas Tebu terhadap Kadar Air
32
Berdasarkan gambar 4.1 diatas dapat kita lihat bahwasanya kadar air yang di
hasilkan dari biobriket Ampas Tebu cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
bahan perekat. Kadar air yang dihasilkan dari biobriket Ampas Tebu dengan variasi
bahan perekat 15%; 20%; 25%; 30%; dan 35% secara berurut adalah 4,33%; 5,95%;
6,78%; 6,82% dan 7,18%. Hasil tersebut juga sudah memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) yaitu maksimal 8%. Semakin tinggi nilai kadar air maka semakin rendah
nilai kalor yang didapatkan dan begitu juga sebaliknya briket dengan nilai kadar air
rendah akan memiliki nilai kalor yang tinggi (Hafizh, 2019). Hal ini diakibatkan panas
yang dihasilkan terlebih dahulu digunakan untuk menguapkan air dalam ampas tebu
sebelum menghasilkan panas yang dapat digunakan sebagai pembakaran.
Biobriket yang mengandung kadar air yang tinggi akan menyebabkan biobriket
tersebut cepat rusak. Nilai kalor dan kecepatan pembakaran juga akan menurun karena
panas yang di berikan digunakan untuk mengubah air menjadi uap air dalam biobriket.
Kandungan kadar air yang tinggi di dalam biobriket bisa mengakibatkan asap yang
dihasilkan semakin banyak (Vivin, dkk., 2019).
4.1.2 Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu terhadap Kadar Abu
Kadar abu mempunyai pengaruh terhadap nilai kalor biobriket. Kadar abu yaitu
residu hasil pembakaran yang bersifat non combustible (tidak mudah terbakar). Kadar
abu merupakan bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang sudah tidak memiliki
unsur karbon lagi. Gambar 4.2 berikut menunjukkan pengaruh variasi bahan perekat
Tepung Sagu biobriket Ampas Tebu dengan ukuran paertikel 50 mesh terhadap kadar
abu.
33
Pengaruh Variasi Bahan Perekat Terhadap Kadar Abu
8
7,5
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu pada Biobriket
Ampas Tebu terhadap Kadar Abu
Dari gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa seiring penambahan bahan perekat
yang digunakan, kadar abu yang dihasilkan mengalami peningkatan. Dari variasi bahan
perekat Tepung Sagu 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35% kadar abu yang dihasilkan adalah
4,48%; 4,66%; 5,40%; 6,07% dan 7,42%. Dapat dilihat juga bahwa kadar abu yang
paling baik sebesar 4,48% terdapat pada penggunaan bahan perekat 15%. Menurut
(Husni, 2016), semakin rendah nilai kadar abu maka akan semakin baik briket tersebut.
Ini dikarenakan salah satu unsur utama abu adalah silika, dimana silika ini merupakan
bahan yang kelembaban dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang
dihasilkan.
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk nilai kadar abu pada briket yaitu
maksimal 8%. Jadi pada penelitian ini sudah memenuhi standar mutu kualitas kadar abu
briket di Indonesia.
4.1.3 Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu terhadap Volatile Matter
Kadar bahan Volatile atau zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai
hasil dekomposisi senyawa-senyawa di dalam suatu bahan selain air. Tinggi rendah nya
kadar bahan volatile briket arang yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis bahan baku
34
(Hafizh, 2019). Dibawah ini adalah grafik yang menunjukkan pengaruh variasi bahan
perekat Tepung Sagu biobriket Ampas Tebu terhadap kadar bahan volatile atau zat
terbang dengan ukuran partikel 50 mesh.
6,5
6
5,5
5
4,5
4
3,5
10 15 20 25 30 35 40
Jumlah Bahan Perekat (%)
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu pada Biobriket
Ampas Tebu terhadap Volatile Matter
Gambar 4.3 di atas memperlihatkan bahwa kadar zat terbang briket Ampas Tebu
yang dihasilkan mengalami peningkatan dengan penambahan bahan perekat Tepung
Sagu. Hasil analisis zat terbang briket Ampas Tebu dengan bahan perekat 15%, 20%,
25%, 30% dan 35% adalah 3,68%; 3,83%; 5,10%; 5,67% dan 7,11%. Standar Nasional
Indonesia (SNI) kadar zat terbang pada briket yaitu maksimal 15%.
Kandungan zat terbang dari bahan bakar yang berupa padatan memiliki peranan
penting dalam hal prediksi potensi titik nyala (ignitability) dan terbakar (combustibility).
Semakin rendah kadar volatile matter pada briket, maka kualitas briket yang dihasilkan
semakin baik (Vivin, dkk., 2019). Semakin banyak jumlah perekat, maka semakin tinggi
kadar air sehingga volatile matter semakin tinggi. Hal ini dikarenakan kadar air
berbanding lurus dengan volatile matter.
4.1.4 Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu terhadap Fixed Carbon
Kadar karbon terikat (Fixed Carbon) merupakan fraksi karbon (C) yang terikat di
dalam briket selain fraksi abu, air dan zat menguap. Kadar karbon akan bernilai tinggi
35
apabila kadar abu dan kadar zat menguap briket rendah. Gambar 4.4 dibawah ini adalah
grafik yang menunjukkan pengaruh variasi bahan perekat Tepung Sagu biobriket Ampas
Tebu dengan ukuran partikel 50 mesh terhadap kadar karbon terikat (Fixed Carbon).
91
90
89
88
87
86
85
10 15 20 25 30 35 40
Jumlah Bahan Perekat (%)
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu pada Biobriket
Ampas Tebu terhadap Fixed Carbon
Hasil analisis kadar karbon terikat (Fixed Carbon) pada biobriket Ampas Tebu
dengan bahan perekat Tepung Sagu 15%, 20%, 25%, 30% dan 35% adalah 91,84%;
91,50%; 89,50%; 88,26% dan 85,48%. Dapat dilihat bahwa nilai kadar karbon terikat
semakin menurun seiring peningkatan bahan perekat. Kadar karbon akan bernilai tinggi
apabila kadar abu dan kadar zat menguap briket rendah, itu artinya semakin rendah
perekat yang digunakan maka nilai fixed carbon akan semakin tinggi. Besarnya nilai
kalor juga dipengaruhi oleh karbon terikat, semakin tinggi kandungan karbon terikat akan
semakin tinggi pula nilai kalornya (Hafizh, 2019).
Kadar fixed carbon berpengaruh terhadap kualitas briket yang dihasilkan, semakin
tinggi kadar fixed carbon, maka semakin baik kualitas briket yang dihasilkan. Dari briket
yang dihasilkan, nilai fixed carbon semakin menurun seiring dengan bertambahnya bahan
perekat. Hal ini dikarenakan fixed carbon berbanding terbalik dengan kadar air dan
volatile matter.
36
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gandhi (2010), data fixed carbon juga
mengalami penurunan seiring dengan penambahan bahan perekat. Data yang dihasilkan
adalah briket dengan perekat 4% memiliki nilai fixed carbon sebesar 34,59%; sedangkan
dengan perekat 8% memiliki nilai fixed carbon sebesar 29,9%.
4.1.5 Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu terhadap Nilai Kalor
Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu gram
bahan bakar tersebut dengan meningkatkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat
celsius dengan satuan kalori (Nabawiyah dan Abtokhi, 2010). Nilai kalor sangat
menentukan kualitas suatu briket. Gambar 4.4 dibawah ini adalah grafik yang
menunjukkan pengaruh variasi bahan perekat Tepung Sagu biobriket Ampas Tebu
dengan ukuran partikel 50 mesh terhadap nilai kalor.
19000
18000
17000
16000
15000
14000
13000
12000
10 15 20 25 30 35 40
Jumlah Bahan Perekat (%)
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Variasi Bahan Perekat Tepung Sagu pada Biobriket
Ampas Tebu terhadap Nilai Kalor
Dapat dilihat dari grafik di atas nilai kalor yang dihasilkan cenderung mengalami
fluktuasi. Hasil analisis nilai kalor dengan variasi ukuran butiran ampas tebu dengan
bahan perekat Tepung Sagu 15%, 20%, 25%, 30% dan 35% yaitu 20588,29 kal/g;
15441,22 kal/g; 17647,1 kal/g; 16911,81 kal/g; dan 17647,1 kal/g. Nilai kalor yang paling
kecil didapatkan pada jumlah tepung sagu 20% sementara nilai kalor yang paling tinggi
terdapat pada jumlah perekat tepung sagu 15%. Secara teori, nilai kalor akan meningkat
37
seiring dengan rendahnya kadar perekat yang digunakan. Hal ini dikareanakan bahan
perekat memiliki sifat thermoplastic serta sulit terbakar dan membawa lebih banyak air,
sehingga panas yang dihasilkan terlebih dahulu digunakan untuk menguapkan air didalam
briket (Gandhi, 2010).
Menurut Standar SNI 01- 6235-2000, nilai kalor minimum pada sebuah briket
adalah 5000 kal/g (Sudiro dan Suroto, 2014). Dikarenakan kelima briket yang telah diuji
memiliki nilai kalor diatas 5000 kal/g, maka briket tersebut dianggap sudah memenuhi
standar SNI.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gandhi (2010), data nilai kalor
mengalami penurunan seiring dengan penambahan perekat. Data yang dihasilkan adalah
briket dengan perekat 4% memiliki nilai kalor sebesar 5527,01 kal/g; sedangkan briket
dengan perekat 8% memiliki nilai kalor sebesar 5009,11 kal/g.
4.2 Tipe Perlakuan II : Membedakan Ukuran Bahan Dasar yang akan Dipakai
4.2.1 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu terhadap
Kadar Air
Kadar air adalah presentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah atau berdasarkan berat kering (Desiana, 2012). Adapun pengaruh
variasi ukuran bahan dengan perekat Tepung Sagu terhadap kadar air dengan
perbandingan jumlah ampas tebu dan tepung sagu sebesar 75%:25% dapat dilihat pada
gambar 4.6 dibawah ini:
38
Pengaruh Variasi Ukuran Bahan Terhadap Kadar Air
7,2
7,1
7
Gambar 4.6 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu
terhadap Kadar Air
Dapat dilihat dari grafik di atas nilai kadar air yang dihasilkan cenderung
mengalami peningkatan seiring makin kecilnya ukuran butir ampas tebu yang digunakan.
Hasil analisis kadar air dengan variasi ukuran butiran ampas tebu berukuran 50, 70, 90,
120 dan 150 mesh yaitu 6,37%; 6,54%; 6,58%; 6,77%; dan 7,14%. Kadar air yang paling
kecil didapatkan dengan ukuran butir ampas tebu 50 mesh sementara kadar air yang
paling tinggi terdapat pada ukuran butir ampas tebu 150 mesh.
Menurut (Asep, dkk., 2018), ukuran partikel yang kasar lebih sedikit menyerap air
dibanding ukuran partikel yang lebih halus, selain itu mungkin disebabkan karena belum
sempurnanya pengeringan dengan waktu pengeringan dalam oven masih perlu
diperpanjang. Dengan demikian semakin besar ukuran partikel yang digunakan maka
kadar air yang diperoleh akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan ukuran partikel yang
semakin kecil memiliki densitas yang lebih tinggi, sehingga semakin besar area kontak
dengan udara yang mampu mengikat air.
4.2.2 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu terhadap
Kadar Abu
Kadar abu merupakan suatu zat yang tersisa dari proses pembakaran dan sudah
tidak memiliki unsur karbon. Semakin tinggi kadar abu dalam suatu biobriket maka
kualitas biobriket akan semakin rendah, karena kandungan abu yang tinggi dapat
39
menurunkan nilai kalor dari biobriket (Arief, dkk., 2014). Adapun pengaruh variasi
ukuran bahan dengan perekat Tepung Sagu dengan perbandingan jumlah ampas tebu dan
tepung sagu sebesar 75%:25% terhadap kadar abu dapat dilihat pada gambar 4.7 dibawah
ini:
3
2,5
2
1,5
1
30 50 70 90 110 130 150 170
Ukuran Bahan (Mesh)
Gambar 4.7 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu
terhadap Kadar Abu
Dapat dilihat dari grafik di atas nilai kadar abu yang dihasilkan cenderung
mengalami peningkatan seiring makin kecilnya ukuran butir ampas tebu yang digunakan.
Hasil analisis kadar abu dengan variasi ukuran butiran ampas tebu berukuran 50, 70, 90,
120 dan 150 mesh yaitu 1,61%; 1,82%; 1,97%; 3,02%; dan 3,55%. Kadar abu yang
paling kecil didapatkan dengan ukuran butir ampas tebu 50 mesh sementara kadar abu
yang paling tinggi terdapat pada ukuran butir ampas tebu 150 mesh.
Pada setiap komposisi campuran bahan baku, kadar abu briket memiliki
kecenderungan meningkat pada ukuran partikel yang semakin mengecil (Sudiro dan Sigit,
2014). Tinggi rendahnya kadar abu dipengaruhi oleh jenis bahan baku arang dan
sempurna tidaknya proses pirolisis. Bahan baku dengan ukuran yang tinggi akan
menghasilkan arang yang dapat dilihat dari grafik di atas, nilai kadar abu yang dihasilkan
cenderung mengalami peningkatan seiring makin kecilnya ukuran butir ampas tebu yang
digunakan. Hasil analisis karbon terikat yang tinggi dan kadar abu serta kadar air yang
rendah.
40
4.2.3 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu terhadap
Volatile Matter
Volatile matter yaitu hasil dari proses devolatilisasi. Volatile matter terdiri dari
gas-gas combustible dan non-combustible serta hidrokarbon. Untuk partikel yang besar
hasil devolatilisasi berpindah dari pusat partikel ke permukaan untuk kemudian keluar
(Syamsiro dan Harwin, 2007). Adapun pengaruh variasi ukuran bahan dengan perekat
Tepung Sagu terhadap volatile matter dengan perbandingan jumlah ampas tebu dan
tepung sagu sebesar 75%:25% dapat dilihat pada gambar 4.8 dibawah ini:
4,5
3,5
2,5
30 50 70 90 110 130 150 170
Ukuran Bahan (Mesh)
Gambar 4.8 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu
terhadap Volatile Matter
Dapat dilihat dari grafik di atas nilai volatile matter yang dihasilkan cenderung
mengalami penurunan seiring makin kecilnya ukuran butir ampas tebu yang digunakan.
Hasil analisis volatile matter dengan variasi ukuran butiran ampas tebu berukuran 50, 70,
90, 120 dan 150 mesh yaitu 4,47%; 4,23%; 3,47%; 2,94%; dan 2,93%. Volatile matter
yang paling kecil didapatkan dengan ukuran butir ampas tebu 150 mesh sementara
volatile matter paling tinggi terdapat pada ukuran butir ampas tebu 50 mesh.
Jika ukuran bahan dasar semakin kecil, maka semakin rendah kadar volatile
matter dari briket arang yang dihasilkan (Dewi, dkk., 2020). Hal ini dikarenakan semakin
kecil ukuran partikel serbuk arang maka kandungan zat menguap semakin kecil. Kadar
41
volatile matter tinggi dari briket arang disebabkan karena kadar air yang tinggi. Proses
pengeringan bahan baku yang tidak homogen juga mempengaruhi kadar volatile matter
briket yang dihasilkan.
4.2.4 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu terhadap
Fixed Carbon
Fixed carbon adalah hasil dari pengurangan kadar air, kadar abu dan volatile
matter. Semakin besar kandungan kadar karbon terikat pada bahan baku, mengakibatkan
semakin tinggi nilai kalornya (Lisa dan Yusharina, 2016). Adapun pengaruh variasi
ukuran bahan dengan perekat Tepung Sagu terhadap fixed carbon dengan perbandingan
jumlah ampas tebu dan tepung sagu sebesar 75%:25% dapat dilihat pada gambar 4.9
dibawah ini:
95
Fixed Carbon (%)
94
93
92
91
30 50 70 90 110 130 150 170
Ukuran Bahan (Mesh)
Gambar 4.9 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu
terhadap Fixed Carbon
Dapat dilihat dari grafik di atas nilai fixed carbon yang dihasilkan cenderung
mengalami penurunan seiring makin kecilnya ukuran butir ampas tebu yang digunakan.
Hasil analisis fixed carbon dengan variasi ukuran butiran ampas tebu berukuran 50, 70,
90, 120 dan 150 mesh yaitu 95,45%; 95,23%; 94,55%; 92,74%; dan 91,96%. Fixed
carbon yang paling kecil didapatkan dengan ukuran butir ampas tebu 150 mesh
sementara fixed carbon paling tinggi terdapat pada ukuran butir ampas tebu 50 mesh.
42
Semakin kecil ukuran partikel maka kadar fixed carbon-nya semakin rendah
(Lestari, dkk., 2017). Hal ini dipengaruhi oleh perubahan kadar abu, kadar air, dan zat
volatile matter briket. Semakin tinggi volatile matter, maka semakin rendah nilai fixed
carbon, begitu pula sebaliknya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2017), data fixed carbon juga
mengalami penurunan seiring dengan penambahan ukuran partikel. Data yang dihasilkan
adalah briket dengan ukuran partikel 60 mesh memiliki nilai fixed carbon sebesar
35,91%; sedangkan dengan ukuran partikel 100 mesh memiliki nilai fixed carbon sebesar
32,39%.
4.2.5 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu terhadap
Nilai Kalor
Kalor adalah energi yang dipindahkan melintasi batas suatu sistem yang
disebabkan oleh perbedaan temperatur antara suatu sistem dan lingkungannya (Ridhuan
dan Suranto, 2016). Bagus atau tidaknya kualitas suatu briket sangat ditentukan oleh nilai
kalor. Adapun pengaruh variasi ukuran bahan dengan perekat Tepung Sagu terhadap nilai
kalor dapat dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini:
20000
18000
16000
14000
12000
10000
8000
30 50 70 90 110 130 150 170
Ukuran Bahan (Mesh)
Gambar 4.10 Pengaruh Variasi Ukuran Bahan dengan Perekat Tepung Sagu
terhadap Nilai Kalor
43
Dapat dilihat dari grafik di atas nilai nilai kalor yang dihasilkan cenderung
mengalami fluktuasi. Hasil analisis nilai kalor dengan variasi ukuran butiran ampas tebu
berukuran 50, 70, 90, 120 dan 150 mesh yaitu 13235,33 kal/g; 25000,06 kal/g; 19117,7
kal/g; 14705,92 kal/g; dan 14705,92 kal/g. Nilai kalor yang paling kecil didapatkan
dengan ukuran butir ampas tebu 150 mesh sementara fixed carbon paling tinggi terdapat
pada ukuran butir ampas tebu 70 mesh.
Menurut Standar SNI 01- 6235-2000, nilai kalor minimum pada sebuah briket
adalah 5000 kal/g (Sudiro dan Suroto, 2014). Dikarenakan kelima briket yang telah diuji
memiliki nilai kalor diatas 5000 kal/g, maka briket tersebut dianggap sudah memenuhi
standar SNI.
Secara teori, semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar nilai kalor yang
dihasilkan. Hal ini dikarenakan briket dengan ukuran partikel yang kecil akan menyimpan
air yang sedikit didalamnya, berbeda dengan briket yang ukuran partikelnya lebih besar
akan menyimpan air yang cukup besar (Sabindo, 2020). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Sabindo (2020), data nilai kalor juga mengalami peningkatan seiring
dengan penambahan ukuran partikel. Data yang dihasilkan adalah briket dengan ukuran
partikel 20 mesh memiliki nilai kalor sebesar 5292,24 kal/g; sedangkan dengan ukuran
partikel 40 mesh memiliki nilai kalor sebesar 6118,49 kal/g.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Briket terbaik pada tipe perlakuan I yaitu jumlah perekat 15% dengan kadar air
4,33%; kadar abu 4,48%; volatile matter 3,68%; fixed carbon 91,84%; dan
nilai kalor 20.588,29 kal/g.
2. Pada tipe perlakuan II briket dengan kadar air, kadar abu, dan fixed carbon
terbaik secara berurut adalah 6,37%; 1,61%; dan 95,45% dengan ukuran bahan
dasar 50 mesh.
3. Volatile matter terbaik pada tipe perlakuan II dihasilkan oleh briket dengan
ukuran bahan dasar 150 mesh yaitu 2,93%.
4. Nilai kalor terbaik pada tipe perlakuan II dihasilkan oleh briket dengan ukuran
bahan dasar 70 mesh yaitu 25.000,06 kal/g.
5. Kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed carbon, dan nilai kalor dari
briket yang sudah diuji telah memenuhi standar SNI 01-6235-2000.
5.2 Saran
44
DAFTAR PUSTAKA
Andriyono, H., dan P. H. Tjahjanti. 2016. Analisa Nilai Kalor Briket Dari
Campuran Ampas Tebu dan Biji Buah Kepuh. Seminar Nasional dan
Gelar Produk. 17-18 Oktober: 483-490
Asip, F., T. Anggun, dan N. Fitri. 2014. Pembuatan Briket dari Campuran Limbah
Plastik LDPE, Tempurung Kelapa, dan Cangkang Sawit. Teknik
Kimia 20(2): 5-54
Eshore, S., Chanchal M., dan Aritra D. 2017. Production of Biogas from Treated
Sugarcane Bagasse. International Journal of Scientific Engineering
and Technology. 6(7): 224-227.
Fadmi, A., N. Herawati, dan F. Restuhadi. t.th. Studi Pemanfaatan Pati Sagu
45
(Metroxylon sp) dan Daging Ikan Belut (Monopterus albus) Dalam
Pembuatan Sosis. t.tp.
Helbig, F., dan Christa R. 2017. Solid Biomass Fuels for Cooking – Beyond
Firewood and Charcoal. Deutsche Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Frankfurt.
Moki, E. C., Micah C. O., A. U. Birnin Y., Ige A. R., Yakubu Y., dan A. O.
Ogunleye. 2020. Enhancing the Properties of Water Hyacinth Biomass
Briquettes by Mercerization Process. International Research Journal
of Pure & Applied Chemistry. 21(18): 43-55
Nabawiyah, K., dan A. Abtokhi. 2010. Penentuan Nilai Kalor dengan Bahan
Bakar Kayu Sesudah Pengarangan Serta Hubungannya dengan
Nilai Porositas Zat Padat. Jurnal Neutrino. 3(1): 44-55
Papilo, P., Kunaifi, E. Hambali, Nurmiati, dan R. F. Pari. t.th. Penilaian Biomassa
Sebagai Alternatif Energi Kelistrikan. Jurnal PASTI 9(2): 164-176
47
Indonesian Journal of Economics Application 1(1): 51-60.
Priyanto, A., Hantarum., dan Sudarno. 2018. Pengaruh Variasi Ukuran Partikel
Briket Terhadap Kerapatan, Kadar Air, dan Laju Pembakaran pada
Briket Kayu Sengon. Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Terapan VI 2018. 541-546
Sabindo, L. O., Kadir, dan Muhammad H. 2020. Pengaruh Variasi Ukuran Mesh
Terhadap Nilai Kalor Briket Arang Tempurung Kelapa. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Teknik Mesin. 5(1): 1-8.
Santosa, Mislani R., dan S. P. Anugrah. 2010. Studi Variasi Komposisi Bahan
Penyusun Briket dari Kotoran Sapi dan Limbah Pertanian. Jurusan
Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas.
Padang.
Sekretariat Jendral Dewan Energi Naional. 2019. Outlook Energi Indonesia 2019.
t.pt. ISSN 2527-3000.
48
Proximate Briket Tempurung Kelapa dan Ampas Tebu. Jurnal
Presipitasi. 16(2): 91-96
Smith, H., dan S. Idrus. 2017. Pengaruh Penggunaan Perekat Sagu dan Tapioka
terhadap Karakteristik Briket dari Biomassa Limbah Penyulingan
Minyak Kayu Putih di Maluku. Majalah Biam 13(2): 21-32
Sudiro, dan S. Suroto. 2014. Pengaruh Komposisi dan Ukuran Serbuk Briket
yang Terbuat dari Batubara dan Jerami Padi Terhadap Karakteristik
Pembakaran. Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta. 2(2):
1-18
Sutikno, Marniza, dan N. Sari. 2015. Pengaruh Perlakuan Awal Basa dan
Hidrolisis Asam Terhadap Kadar Gula Reduksi Ampas Tebu. Jurnal
Teknologi Industri & Hasil Pertanian 20(2): 65-72
Syamsiro, M., dan H. Saptoadi. 2007. Pembakaran Briket Biomassa Cangkang
Kakao: Pengaruh Temperatur Udara Perekat. Seminar Nasional
Teknologi 2007. 24 November: B-1 – B-10
Tirta W. W. K., P., N. Indrianti, dan R. Ekafitri. 2013. Potensi Tanaman Sagu
(Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia.
PANGAN 22(1): 61-76.
49
LAMPIRAN A
DATA HASIL PENELITIAN
LA.1. Kadar Air Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat Tepung Sagu
Tabel LA.1 Data kadar air biobriket Ampas Tebu variasi perekat Tepung
Sagu
Variabel Kadar
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Air
(%) (Mesh) (%) (%)
1 35 65 7,183946488
2 30 70 6,817622446
3 25 50 75 6,783493499
4 20 80 5,945223781
5 15 85 4,327621261
LA.2. Kadar Abu Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat Tepung Sagu
Tabel LA.2 Data kadar abu biobriket Ampas Tebu variasi perekat Tepung
Sagu
Variabel Kadar
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Abu
(%) (Mesh) (%) (%)
1 35 65 7,417691392
2 30 70 6,071613908
3 25 50 75 5,395883553
4 20 80 4,660244728
5 15 85 4,478580701
LA-1
LA.3. Volatile Matter Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat Tepung Sagu
Tabel LA.3 Data volatile matter biobriket Ampas Tebu variasi perekat
Tepung Sagu
Variabel Volatile
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Matter
(%) (Mesh) (%) (%)
1 35 65 7,105580088
2 30 70 5,665872385
3 25 50 75 5,102305102
4 20 80 3,834698436
5 15 85 3,679159049
LA.4. Fixed Carbon Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat Tepung Sagu
Tabel LA.4 Data fixed carbon biobriket Ampas Tebu variasi perekat
Tepung Sagu
Variabel Fixed
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Carbon
(%) (Mesh) (%) (%)
1 35 65 85,47672852
2 30 70 88,26251371
3 25 50 75 89,50181134
4 20 80 91,50505684
5 15 85 91,84226025
LA-2
LA.5. Nilai Kalor Biobriket Ampas Tebu Variasi Perekat Tepung Sagu
Tabel LA.5 Data nilai kalor biobriket Ampas Tebu variasi perekat Tepung
Sagu
Variabel Nilai
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Kalor
(%) (Mesh) (%) (Kal/g)
1 35 65 17.647,1
2 30 70 16.911,81
3 25 50 75 17.647,1
4 20 80 15.441,22
5 15 85 20.588,29
LA.6. Kadar Air Biobriket Ampas Tebu Variasi Ukuran Butir Ampas Tebu
Tabel LA.6 Data kadar air biobriket Ampas Tebu variasi ukuran butir
Ampas Tebu
Variabel Kadar
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Air
(%) (Mesh) (%) (%)
1 50 6,371774618
2 70 6,537297
3 25 90 75 6,581432515
4 120 6,767023073
5 150 7,139880539
LA-3
LA.7. Kadar Abu Biobriket Ampas Tebu Variasi Ukuran Butir Ampas Tebu
Tabel LA.7 Data kadar abu biobriket Ampas Tebu variasi ukuran butir
Ampas Tebu
Variabel Kadar
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Abu
(%) (Mesh) (%) (%)
1 50 1,611321283
2 70 1,826568266
3 25 90 75 1,974833974
4 120 3,02140884
5 150 3,556345855
LA.8. Volatile Matter Biobriket Ampas Tebu Variasi Ukuran Butir Ampas
Tebu
Tabel LA.8 Data volatile matter biobriket Ampas Tebu variasi ukuran
butir Ampas Tebu
Variabel Volatile
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Matter
(%) (Mesh) (%) (%)
1 50 4,476614699
2 70 4,230913877
3 25 90 75 3,468507334
4 120 2,93951385
5 150 2,937135005
LA-4
LA.9. Fixed Carbon Biobriket Ampas Tebu Variasi Ukuran Butir Ampas
Tebu
Tabel LA.6 Data fixed carbon biobriket Ampas Tebu variasi ukuran butir
Ampas Tebu
Variabel Fixed
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Carbon
(%) (Mesh) (%) (%)
1 50 91,96703945
2 70 92,74767728
3 25 90 75 94,55665869
4 120 95,23391788
5 150 95,45154371
LA.10. Nilai Kalor Biobriket Ampas Tebu Variasi Ukuran Butir Ampas
Tebu
Tabel LA.6 Data kadar air biobriket Ampas Tebu variasi ukuran butir
Ampas Tebu
Variabel Nilai
No. Perekat Ukuran Bahan Baku Kalor
(%) (Mesh) (%) (Kal/g)
1 50 13.235,33
2 70 25.000,06
3 25 90 75 19.117,7
4 120 14.705,92
5 150 11.029,44
LA-5
LAMPIRAN B
HASIL PERHITUNGAN
LB.1. Kadar Air Biobriket Ampas Tebu dengan perekat Tepung Sagu
Massa cawan kosong (m1) = 50,11 gram
Massa cawan + briket sebelum di oven (m2) = 70,76 gram
Massa cawan + briket setelah di oven (m3) = 65,96 gram
𝑚2 − 𝑚3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100 %
𝑚2
70,76 − 65,96
= 𝑥 100 %
70,76
= 6,78 %
LB.2 Kadar Abu Biobriket Ampas Tebu dengan perekat Tepung Sagu
Massa cawan kosong (m1) = 50,11 gram
Massa cawan + briket sebelum di furnace (m2) = 53,93 gram
Massa cawan + briket setelah di furnace (m3) = 53,02 gram
𝑚3 − 𝑚1
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = 𝑥 100%
𝑚2
53,02−50,11
= 𝑥 100%
53,93
= 5,39 %
LB.3 Volatile Matter Biobriket Ampas Tebu dengan perekat Tepung Sagu
Massa cawan + briket sebelum di furnace (m1) = 38,61 gram
Massa cawan + briket setelah di furnace (m2) = 36,64 gram
𝑚1 − 𝑚2
𝑉𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙𝑒 𝑀𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟 = 𝑥 100 %
𝑚1
LB-1
38,61 − 36,64
= 𝑥 100 %
38,61
= 5,10 %
LB.4 Fixed Carbon Biobriket Ampas Tebu dengan perekat Tepung Sagu
Kadar Abu = 5,39 %
Volatile Meter = 5,10 %
LB.5 Nilai Kalor Biobriket Ampas Tebu dengan perekat Tepung Sagu
= 17.647,1 kkal/Kg
LB-2
LAMPIRAN C
FOTO PENELITIAN
LC-1
LC.3. Pengayakan Arang Ampas Tebu
Gambar LC.4 Foto Perekat Tepung Sagu yang digunakan dalam Pembuatan
Briket
LC-2
Gambar LC.5 Foto Proses Pembuatan Briket
LC-3
Gambar LC.7 Foto Briket yang dihasilkan Setelah Pengeringan
LC-4
Gambar LC.8 Foto Analisa Kadar Air Menggunakan Oven
LC-5
Gambar LC.9 Foto Analisa Kadar Abu Menggunakan Furnace
LC-6
Gambar LC.10 Foto Analisa Volatile Matter Menggunakan Furnace
LC-7
LAMPIRAN D
HASIL UJI LAB ANALISIS
LD-1