PROPOSAL
Oleh:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2023
PENGARUH LAMA PENCAHAYAAN DAN LEVEL PROTEIN
TERHADAP KONSUMSI PROTEIN, RASIO EFISIENSI PROTEIN,
PRODUKSI MASSA TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica)
MORTALITAS, DAN INCOME OVER FEED COST DALAM FASE
PERTAMA PRODUKSI
PROPOSAL
Oleh
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih
Mortalitas, dan Income Over Feed Cost dalam Fase Pertama Produksi"
Shalawat serta salam penulis ucapkan pada Rasulullah SAW yang telah
membimbing kita semua pada jalan yang berkah seperti saat sekarang ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yan Heryandi,
MP selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Tertia Delia Nova, M.Si selaku
bimbingan kepada penulis. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada
Ibu Afriani Sandra, S.Pt, M.Sc selaku penasihat akademik yang telah memberikan
bantuan dalam penyelesaian proposal penelitian ini., serta kepada kedua orang tua,
teman, dan semua yang terlibat sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan pada proposal penelitian ini, agar bisa lebih baik kedepannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
2.2. Cahaya................................................................................................... 10
2.5. Mortalitas............................................................................................... 13
ii
3.1.1. Ternak Percobaan ......................................................................... 14
3.3.4. Mortalitas...................................................................................... 22
Kandang....................................................................................... 25
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
3. Peletakan kandang..................................................................................... 15
4. Peralatan kandang...................................................................................... 17
v
I. PENDAHULUAN
puyuh Japonica (Coturnix coturnix japonica). Jenis puyuh ini yang paling
popular diternakkan oleh masyarakat sebagai penghasil telur dan daging (Subekti
didominasi oleh hasil produksi dari ayam, namun beternak burung puyuh
juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan mulai berkembang di kalangan
masyarakat (Sangi dkk., 2017). Priti dan Satish, (2014) menyampaikan bahwa
puyuh merupakan unggas yang berukuran kecil dan tidak membutuhkan ukuran
pertumbuhan yang cepat, dewasa kelamin lebih awal, produksi telur yang
relatif tinggi, interval generasi dalam waktu singkat, dan periode inkubasi
relatif cepat (Silalahi dkk., 2017). Hal tersebut juga menjadi penyebab kebutuhan
pakan burung puyuh sangat sedikit, sesuai dengan ukuran tubuhnya yang kecil
telur pada umur sekitar 6 minggu, saat berumur 35-42 hari sudah mulai
bertelur dan lama menetas singkat yaitu 16-17 hari (Triyanto, 2007). Fase awal
produksi Telur puyuh ataupun awal dewasa kelamin pada umur sekitar 6 minggu
ditandai dengan ovulasi pertama kali (Wiradimadja dkk., 2007). Burung puyuh
1
mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur, beberapa
diantaranya dapat bertelur lebih dari 300 butir dalam satu tahun produksi
Dalam pemeliharaan burung puyuh untuk fase awal produksi telur, puyuh
masih dalam masa pertumbuhan dan belum mencapai dewasa tubuh. Untuk itu
japonica) belum memiliki sifat genetik unggul dan sangat dipengaruhi oleh faktor
proses pertumbuhan dewasa kelamin serta produksi telur puyuh (Sangi dkk.,
2017). Cahaya yang masuk ke dalam ruangan dengan intensitas yang cukup
Cahaya yang diberikan untuk ternak unggas bersumber dari cahaya alami
(natural light) dan cahaya buatan (artificial light). Cahaya alami adalah sinar atau
terang yang bersumber dari benda-benda langit salah satunya adalah matahari.
kesemua arah. Cahaya matahari banyak bekerja pada siang hari dan berlangsung
2
performa produksi maka dilakukanlah penambahan cahaya yang berasal dari
hari, dua belas jam adalah dari cahaya matahari dan lima jam dari cahaya
(2014) mengatakan bahwa cahaya optimal yang dibutuhkan unggas pada fase
dengan pemberian nutrisi terutama protein yang terkandung dalam ransum untuk
produksi telur. Bobot telur puyuh tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas
3
ransum yang dikonsumsi namun kualitas ransum juga berperan penting,
Protein dan energi adalah dua komponen penting dari makanan yang
menjadi penentu dalam evaluasi koefisien kinerja dan produksi hewan ternak
(Dairo et al., 2010). Suprijatna dkk., (2005) mengatakan bahwa protein sangat
diperlukan oleh puyuh karena merupakan unsur nutrisi pertama yang digunakan
tubuh yang rusak dan pembentukan telur. Kadar protein dalam pakan yang tidak
puyuh dan nisbah daging tulang yang dihasilkan (Baging dkk., 2018).
dimana kebutuhan protein untuk puyuh fase layer adalah 20-22%. Hasil penelitian
protein dengan level 19,5% memiliki rata-rata produksi lebih tinggi dibandingkan
4
pendewasaan kelamin dan produksi telur pada ternak unggas. Protein merupakan
nutrien yang sangat penting yang harus berada dalam ransum karena
Production) maupun kualitas telur. (Ardiansyah dkk., 2016). Oleh karena itu,
perlu diteliti dan diketahui lama pencahayaan dan kandungan protein yang dapat
lamanya penggunaan cahaya pada malam hari yang tidak memberikan hasil
optimal pada produksi puyuh. Kurangnya pemberian cahaya pada puyuh akan
cahaya yang berlebihan mengakibatkan bobot telur berukuran kecil dan lama
2003). Akan tetapi Wahyu (1997) menyatakan bahwa konsumsi ransum dalam
jumlah yang besar akan diikuti oleh protein terkonsumsi yang besar pula.
produksi yang menurun. Juga pada tingginya kadar protein pakan yang
biaya. Hal ini akan menyebabkan kenaikan pada Income Over Feed Cost.
5
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya bahwa lama pencahayaan dan
level protein yang berbeda berpengaruh terhadap konsumsi protein, rasio efisiensi
protein, income over feed cost, mortalitas dan produksi massa telur puyuh. Akan
pencahayaan dan level protein saling berkaitan satu sama lain pada fase awal
melakukan penelitian yang berjudul pengaruh lama pencahayaan dan level protein
terhadap konsumsi protein, rasio efisiensi protein, income over feed cost,
mortalitas dan produksi massa telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) dalam
pencahayaan dan level protein terhadap konsumsi protein, rasio efisiensi protein,
produksi massa telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) mortalitas, dan income
1.3 Tujuan
level protein terhadap konsumsi protein, rasio efisiensi protein, produksi massa
telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) mortalitas, dan income over feed cost
1.4 Manfaat
pengaruh lama pencahayaan dan level protein terhadap konsumsi protein, rasio
6
mortalitas, dan income over feed cost dalam fase pertama produksi dan
Hipotesis dari penelitian ini adalah lama pencahayaan berbeda dan level
massa telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) dalam fase pertama produksi.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puyuh
diversifikasi produk daging dan telur. Dengan ukuran tubuh yang kecil,
lebih awal, produksi telur yang relatif tinggi, interval generasi dalam waktu
singkat, dan periode inkubasi relatif cepat. Puyuh merupakan salah satu jenis
ternak unggas yang telah mengalami domestikasi. Puyuh terdiri dari beberapa
puyuh ini yang paling popular diternakkan oleh masyarakat sebagai penghasil
Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa
burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan
burung puyuh jantan dan betina terdapat pada warna, suara dan bobot tubuh.
Burung puyuh betina, bulu leher dan dada bagian atas berwarna lebih terang serta
8
terdapat totol-totol cokelat tua pada bagian leher sampai dada, sedangkan burung
puyuh jantan bulu dadanya polos berwarna cokelat muda seperti yang terlihat
pada Gambar 1. Suara burung puyuh jantan lebih besar dibandingkan burung
puyuh betina sebaliknya bobot burung puyuh betina lebih berat daripada burung
minggu dan setelah umur 6 minggu pertumbuhan puyuh relatif kecil. Laju
pertumbuhan puyuh dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin,
Pemeliharaan puyuh petelur dibedakan menjadi tiga fase yaitu fase starter,
fase grower, dan fase layer. Menurut Standar Nasional Indonesia (2006), burung
puyuh memiiliki fase grower yaitu dimulai umur 3 minggu (21 hari) sampai 4
2.2. Cahaya
reproduksi dan tingkah laku. Energi cahaya merupakan salah satu faktor
9
lingkungan yang berperan penting dalam pengaturan bioritme hewan.
Hormone (FSH) dan Leutinizing Hormone (LH) yang berperan dalam produksi
periode hari terang dan pola pergantian hari menghasilkan respon biologi yang
berhubungan dengan produksi telur (Triyanto, 2007). Pada malam hari burung
Puyuh membutuhkan bantuan cahaya berupa dari lampu yang menerangi agar
dapat beraktivitas.
dan minum penghangat dan yang paling penting pada masa produksi pencahayaan
yang baik mampu meningkatkan produksi telur hingga 75% pemberian cahaya
10
14-16 jam/hari berperan memelihara fertilitas dan produksi telur (Kasiyati dkk.,
2011).
2.3 Protein
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling
sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor (Sampurna, 2013). Protein
adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang diyakini sebagai faktor
penting untuk fungsi tubuh, sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa protein
(Muchtadi, 2010).
Protein adalah salah satu kandungan nutrisi dari pakan ternak yang banyak
dibutuhkan oleh ternak muda yang sedang dalam pertumbuhan dari pada ternak
dewasa karena kebanyakan protein tidak bisa di bentuk oleh tubuh, maka ternak
harus di beri makanan yang cukup mengandung protein (Winarno, 1989). Protein
energi dalam tubuh, dan pembentuk beberapa enzim dan hormon serta materi
protein kasar dalam ransum sebanyak 24% dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg.
Pada periode grower minimal kandungan protein kasar 20% dan energi
termetabolis 2700 Kkal/kg. Pada periode layer minimal kandungan protein kasar
11
2.4 Intake Protein
Intake Protein adalah konsumsi zat- zat organik yang mengandung karbon,
menyatakan bahwa konsumsi ransum dalam jumlah yang besar akan diikuti oleh
konsumsi ransum dalam pakan sehingga konsumsi ransum yang baik akan
menunjukkan konsumsi protein yang baik pula. Konsumsi protein yang tinggi
akan mempengaruhi asupan protein kedalam daging dan asam- asam amino
tercukupi didalam tubuh sehingga metabolisme sel- sel dalam tubuh berlangsung
secara normal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tampubolon dan Bintang (2012) yang
sebaliknya bila energi pakan rendah akan dikonsumsi semakin banyak untuk
memenuhi kebutuhannya.
yang diberikan harus mengandung protein dalam jumlah yang sesuai, apabila
dan apabila protein berlebih menyebabkan pakan yang diberikan tidak efisien.
12
sumber protein hewani memberikan performa yang lebih baik dari nabati (Hossain
et al., 2013).
2.5 Mortalitas
Mortalitas ialah angka kematian puyuh yang terjadi dalam satu kelompok
unggas mati dan jumlah unggas total yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002).
Faktor -faktor yang mempengaruhi tingkkat mortalitas antara lain bobot bdan, tipe
puyuh iklim, kebersihan , suhu lingkungan, sanitasi, dan kandang serta penyakit.
angka mortalitas yang tinggi menyebabkan kerugian dinilai dari segi ekonomis.
sedangkan pada periode akhir jarang terjadi kecuali akibat serangan penyakit.
penjualan ayam yang dikurangi dengan jumlah biaya pakan yang dihabiskan
income over feed cost juga dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan biaya pakan
bahwa pakan merupakan kebutuhan primer dunia usaha peternakan di mana dalam
budidaya ternak secara intensif biaya pakan mencapai 70 % dari total biaya
13
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah 144 ekor puyuh
(Coturnix coturnix japonica) betina yang sedang dalam fase pertama produksi
telur (umur 6 minggu), didatangkan saat berumur 5 minggu. Puyuh yang akan
diteliti berasal dari Afsheen Farm, Nagari Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman,
perlakuan cahaya. Masing - masing kandang berisi 10 unit. Dan masing masing
Jenis kandang yang akan digunakan adalah kandang baterai collony case 2
dilengkapi oleh tempat penampung feses diantara lantai kandang. Lalu kandang
ditambahkan tempat pakan dan tempat minum di tiap tingkatnya. Kandang dibuat
menggunakan kayu sebagai rangka dan kawat galvanis yang menjadi dinding dan
14
Lampu
LED
Alas Minum
Tempat Pakan
Alas
70 Cm Penampung
Feses
Gambar 2. Model kandang penelitian
cahaya dengan ukuran 2 meter x 1,5 meter. Masing- masing kandang dibatasi dari
bagian atas, kiri, kanan, depan, dan belakang menggunakan plastik hitam pekat
sebagai pembatas cahaya antar ruangan. Sesuai yang terlihat pada Gambar 3.
Lampu LED
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, (a) lampu LED
15
kandang. Penambahan cahaya diatur secara otomatis menggunakan (b) timer
listrik merk kaiser yang dihubungkan dengan saklar lampu. . Lampu diletakkan
diatas masing masing tempat pakan sejajar dengan kepala puyuh sehingga
menerangi tempat pakan dan minum. Total lampu yang dibutuhkan adalah 6 buah
pengukuran berat digunakan (c) Timbangan digital type I-2000 dengan ketelitian
0,01 untuk menimbang berat telur puyuh, Timbangan digital (d) dengan ketelitian
0,1 untuk menimbang berat badan puyuh, ransum dan sisa ransum. (e) Box tempat
menimbang puyuh. (f) Plastik hitam pekat sebagai pembatas antar ruangan. (g)
kelembaban yang diletakkan didalam kandang dan diberi jarak antar 2 ruangan
kandang. (h) Gelas ukur 1000 ml untuk mengukur pemberian air minum. (i)
Plastik kemas ukuran 1 kg sebagai kemasan ransum dan (j) tempat pakan dan
minum. kandang dilengkapi juga dengan (k) peralatan sanitasi seperti sapu lidi,
sodok sampah, kuas dan (l) sprayer. (m) handhphone sebagai alat dokumentasi,
16
Box Timbangan Plastik Hitam Thermometer Gelas Ukur 1000 mL
(e) Pekat Higrometer (h)
(f) (g)
Spray
Plastik kemas 1 kg Tempat Pakan dan Peralatan Sanitasi er
(i) Minum (k) (l)
(j)
Pada penelitian ini ransum yang akan digunakan adalah ransum yang
diaduk sendiri dari beberapa bahan makanan ternak yaitu jagung, dedak,
konsentrat dan feed suplement. Kandungan nutrisi seperti yang terlihat pada Tabel
1.
17
Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan (%) dan energi termetabolis (Kk.al/Kg)
bahan pakan penyusun ransum penelitian
Ransum yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3 level protein
Protein 19%, ME 2900 kkal/kg) dan P3 (Tingkat Protein 21%, ME 2900 kkal/kg).
18
Catatan : Pemberian 1 kg feed suplement untuk 50 kg ransum
Sebagai petak utama (Main plot) dalam penelitian ini terdapat 4 perlakuan cahaya
Buatan).
19
Cahaya Alami divdaerah tropis ditetapkan selama 12 jam mulai dari jam
lampu LED (Light Emitting Diode) mulai dari jam 18.00 dengan intensitas sekitar
20 lux
Pada penelitian ini yang bertindak sebagai anak petak (Sub plot) adalah 3
level protein. Masing – masing sub plot terdiri dari 3 kali pengulangan di setiap
petak utama pencahayaan yang disusun dengan taraf faktor, seperti berikut :
dimana :
Yijk = Variabel respon karena adanya perlakuan taraf faktor C ke i dan taraf
fakor P ke j dengan ulangan ke k
20
j = 1; 2; 3; ,,,,,,,,,,,,, ρ (banyaknya banyaknya taraf faktor P)
berbeda terhadap parameter yang akan diamati pada puyuh betina (Coturnix
Terbagi (RPT) dalam pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 x 3 x (3). Jika
terdapat perlakuan yang berpengaruh maka dilakukan uji lanjut dengan uji
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Sesuai dengan petunjuk Steel dan Torrie
(1991).
Pada penelitian ini parameter yang diamati adalah konsumsi protein, rasio
efisiensi protein, income over feed cost, mortalitas dan produksi massa telur
dengan cara mengalikan jumlah konsumsi ransum setiap minggu (g) dengan kadar
21
Massa telur (g)
REP=
Konsumsi protein ( g)
Produksi Massa Telur merupakan hasil kali antara bobot telur dengan
persentase produksi pada periode tertentu
Produksi MassaTelur Puyuh=Bobot telur × % Produksi Telur
3.3.4 Mortalitas
Mortalitas diperoleh dari hasil bagi jumlah burung puyuh mati selama
penjualan telur (Kg) yang dikurangi dengan jumlah biaya pakan (Kg) yang
pemeliharaanya.}
22
3.4. Pelaksanaan Penelitian
bahan pakan yang akan digunakan dalam menyusun ransum sesuai komponennya.
Setelah itu diaduk hingga rata sesuai dengan cara mengaduk ransum yang baik
partikelnya lebih kecil diutamakan, supaya hasilnya lebih homogen. Langkah dalam
2. Menyatukan kembali 4 bagian terpisah menjadi satu bagian dedak dan feed
cara dijadikan lapis perlapisan hingga menjadi satu adonan seperti adonan
bagian untuk dicampur dengan jagung sperti yang dilakukan seperti langkah
no.3
23
5. Campuran dedak, feed suplement, konsentrat dan jagung diaduk terus
sampai rata.
20 g/ekor selama 3 hari. Plastik kemasan ransum di buat label sesuai dengan
kondisi bersih dan siap pakai. Perlengkapan seperti tempat pakan, tempat minum,
dan area sekitar kandang sudah dibersihkan dengan disenfektan dan dikapuri. Saat
berkurang.
kertas undian dan ditulis sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan.
plot) yaitu lama cahaya pada 4 buah petak utama kandang atau
ruangan.
24
Sehingga pada tiap petak utama terdapat 9 anak petak perlakuan, dan
4. Pada masing masing unit petak utama, puyuh yang akan ditempatkan
anak petak ke 9 unit anak petak pada petak utama, sehingga pada
puyuh.
6. Unit yang memiliki berat puyuh lebih ataupun kurang daripada yang
Gambar 5.
P2U2
P3U1
P2U3
P1U3
CD 4
CD 3
CD 1
CD2
P2U1
P1U2
P2U2
P2U1
P3U1
P3U2
P3U2
P3U3
P1U1
P1U3
P3U2
P2U3
P1U1
P2U1
P2U2
P1U2
C4 (6 C1 (0 C3 (4 C2 (2
Jam) Jam) Jam) Jam)
P3U3
P3U1
P1U1
P1U3
P1U3
P1U2
P2U1
P3U1
P3U2
P2U3
P1U2
P3U3
P3U3
P2U2
P1U1
P2U3
25
3.4.5 Pemberian Ransum, Air Minum dan Sanitasi Kandang
terlebih dahulu selama 7 hari menjelang umur 6 minggu. Pada 2 hari pertama
kandungan ransum baru. Pada umur 6 minggu puyuh diberikan kandungan 100 %
Tabel 4. Pola pemberian ransum dalam masa adaptasi dari ransum lama ke
ransum baru
sehari yaitu pagi jam 08:00 WIB dan sore hari jam 16:00 WIB dengan jumlah 20
g/ekor/hari sesuai kebutuhan puyuh. Air minum untuk puyuh diberikan secara
terukur yaitu 85 mL/hari per ekor puyuh. Dengan begitu tiap unit perlakuan
harian. Sisa minum juga dihitung setiap hari untuk mendapatkan konsumsi air
minum harian puyuh.Pembersihan tempat minum, tempat pakan dan area kandang
26
dilakukan setiap harinya. Untuk permbersihan kotoran puyuh dilakukan 1 kali
dalam 2 hari.
LED (Light Emitting Diode) sebanyak 6 buah dengan kekuatan 3 watt dan 20
dipasang 2 buah lampu yang di susun secara seri sejajar dengan kepala puyuh.
Rangkaian lampu dilengkapi dengan pengatur waktu (timer) untuk mengatur hidup
matinya lampu.
penimbangan dan pada hari puyuh selesai ditimbang dengan tujuan agar puyuh
tidak stress. Pemberian vitamin dilakukan dengan cara melarutkan terlebih dahulu
dan sore pada setiap unit per perlakuan. Pencatatan umur dewasa kelamin didapat
dengan cara mengidentifikasi setiap puyuh yang pertama kali bertelur dengan
Berat puyuh saat dewasa kelamin didapat dengan cara menimbang puyuh
per unit perlakuan dan ulangan. Puyuh yang sudah ditimbang dicatat beratnya
sampai semua unit selesai ditimbang lalu dirata-ratakan. Sedangkan berat telur
27
diukur menggunakan telur yang telah dibersihkan dan ditimbang menggunakan
timbangan digital dengan cara meletakkan telur diatas timbangan maka hasil dapat
dilihat dan dinyatakan dalam (g/butir) kemudian hasil yang diperoleh dicatat lalu
telur setiap harinya hinga produksi harian mencapai 50% per unit per perlakuan.
Peternakan, Universitas Andalas dan dilakukan selama 2 bulan pada bulan Mei -
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, R., Sujana, E., dan Tanwiriah, W. 2016. pengaruh pemberian tingkat
protein dalam ransum terhadap kualitas telur puyuh. Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Badan Standardisasi Nasional. 1995. Pakan Puyuh Bertelur (Quail Layer). SNI
01-3907-2006. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Bell, D. dan W. D. Weaver, Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg
Production . 5th Edition. Springer Science and Business Media Inc. New
York
Dairo F.A.S , A. O. K. Adesehinwa T. A. Oluwasola and J. A. Oluyemi. 2010.
High and low dietary energy and protein levels for broiler chickens.
African Journal of Agricultural Research. 5 (15). 2030-2038.
28
Subekti, E, dan D. Hastuti. 2013. Budidaya puyuh (Coturnix coturnix japonica) di
pekarangan sebagai sumber protein hewani dan penambah income
keluarga. Mediagro. 9(1), 1–10.
Giuliano, B dan J. Selph. 2005. Quail Fact : Proceedings of the 1st Quail
Management Shortcourse. Department of Wildlife Ecology and
Conservation Institute of Food and Agricultural Sciences. Florida
Cooperative Extension Service. Universitas Florida. Florida.
Gubali, S. I., Musrifah, N., Ellen, J. S., dan Jufri, P. 2021. Growth of quail
(Coturnix coturnix japonica) age 3 weeks with different quail density in
cage. Jambura Journal Of Animal Science E, 4.
Gultom,S.M., Supratman, R.D.H., Abun. 2014. Pengaruh imbangan energi dan
protein ransum terhadap bobot karkas dan bobot lemak abdominal ayam
broiler umur 3-5 minggu. Jurnal Fakultas Peternakan, Universitas
Padjajaran. Bandung.
Hossain, M.A., A.F. Islam dan P.A. Iji. 2013. Growth responses, excreta quality,
nutrient digestibility, bone development and meat yield traits of broiler
chickens fed vegetable or animal protein diets. South African Journal
Anim. Sci. 43 (2) : 208-218.
Kasiyati. 2009. Umur Masak Kelamin Dan Kadar Estrogen Puyuh (Coturnix
coturnix japonica) Setelah Pemberian Cahaya Monokromatik.
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kasiyati, Silalahi, A. B., dan Permatasari, I. 2011. Optimasi pertumbuhan puyuh
(Coturnix coturnix japonica ) hasil pemeliharaan dengan cahaya
monokromatik. Laboratorium Biologi Struktur Dan Fungsi Hewan, 55–64.
Bogor.
Lokapirnasari, W. P. 2017. Nutrisi dan Manajemen Pakan Burung Puyuh.
Airlangga University Press. Surabaya.
Mozin, S. 2006. Kualitas fisik telur puyuh yang mendapatkan campuran
tepung bekicot dan tepung darah sebagai substitusi tepung ikan. Jurnal
Agrisains, 7 (3):183-191.
Muchtadi, D. 2010. Kedelai: Komponen Bioaktif untuk Kesehatan. Alfabeta.
Bandung.
Mulyantini, N.G.A., 2014. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Cetakan kedua.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Nuraini, M. E. Mahata, and Nirwansyah. 2013. Response of broiler fed Cocoa Pod
fermented by Panerochaetechrysosporium and Monascus Purpureusin the
diet. Pakistan Journal of Nutrition 12. (9): 886-888
Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE. Yogyakarta.
Purwantoro. 2005. Panduan Puyuh Penelur. Diakses pada 22 Desember 2022
melalui http://agrolink.moa.my/jph/dvs/puyuh/penelur/
panduanpuyuhpenelur.html
29
Priti, M., dan Satish, S. 2014. Quail farming: An introduction. Int. Journal of Life
Science 2(2) : 190-193, Jabalpur
Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rahmawati, H. G., Muryani, R., dan Kismiati, D. S. 2018. Pengaruh level protein
dalam ransum dan lama pencahayaan terhadap bobot baging, bobot tulang
dan nisbah daging tulang karkas burung puyuh jantan. Jurnal Peternakan
Indonesia. 20 (2) : 70-77
Ratriyanto, A., B. F. Hidayat, N. Widyas, S. Prastowo. 2019. Kurva produksi telur
di awal masa peneluran pada puyuh yang diberi ransum dengan kandungan
protein berbeda. Jurnal Ilmu Ternak. 19 (1): 28-35.
Rotikan, F., Lambey, L. J., Bagau, B., dan Laihad, J. 2018. Performans produksi
burung puyuh betina (Coturnix coturnix japonica) pada lama pencahayaan
yang berbeda. Zootek Journal, 38 (1). Manado
Sangi, J., Saerang, J. L. P., Nangoy, F., dan Laihad, J. 2017. Pengaruh warna
cahaya lampu terhadap produksi telur burung puyuh (Coturnix coturnix
japonica). In Zootek" Journal. 37(2). Manado.
Sampurna, I Putu. 2013. Kebutuhan Nutrisi Ternak. Jurnal Pakan dan Nutrisi
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Bali.
Silalahi, B. A., Permatasari, I., dan Kasiyati. 2017. Optimasi Pertumbuhan Puyuh
(Coturnix coturnix japonica) Hasil Pemeliharaan Dengan Cahaya
Monokromatik. Fakultas Sains dan Matemtika Universitas Diponeogoro.
Semarang.
Silondae, H., , dan A. Ulpah. 2015. Peningkatan kualitas telur ayam ras dengan
perendaman dalam larutan teh. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
12(2). 124-218.
Steel, P. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu
Pendekatan Geometrik. Terjemaham B. Sumantri. PT Gramedia. Jakarta
Subekti, E., dan Hastuti, D. 2013. Budidaya puyuh (Coturnix coturnix japonica )
di pekarangan sebagai sumber protein hewani dan penambah income
keluarga. Mediagro. 9(1), 1–10. Semarang.
Sudarmayasa, G. N., Hadini, H. A., dan Pagala, M. A. 2021. Effect of light
duration and intensity on consumption, weight gain and feed conversion in
broiler chicken. Jurnal Ilmiah Peternakan Halu Oleo. 3(3), Kendari
Sulistyoningsih, M., Rivanna C.R, Ekoretno M, dan M.A.Dzakiy. 2013. Lighting
stimulation as efforts to enhance performans kampung chicken with the
implementation of different wavelengths of the light. Bioma : Jurnal
Ilmiah Biologi, 2(1), 74–84, Semarang
Suprijatna, E., Atmomarsono. U., dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.
30
Supriyati, D., Zaenudin., I.P, Kompiang., P. Soekarno dan D. Abdurachman.
2003. Peningkatan mutu onggok melalui fermentasi dan pemanfaatannya
sebagai bahan pakan ayam kampung. Pros. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor.
Suryani, R. 2015. Beternak Puyuh di Pekarangan Tanpa Bau. Arcitra. Yogyakarta.
Tampubolon., dan Bintang, P.P., 2012. Pengaruh imbangan energi dan protein
ransum terhadap energi metabolis dan retensi nitrogen ayam broiler. Jurnal
Fakultas Peternakan.
Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keenam.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Togatorop, M.H., Basya. Dan Soemarni. 1977. Performans ayam pedaging
periode finisher dengan pemeliharaan lantai litter dan lantai kawat.
Bulletin LPP. 19 : 18-26
Topan. 2007. Sukses Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta
31