Disusun Oleh:
Nama : Febri Wulandari
NIM : 2001080
Kelas : Tpk A
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
POLITEKNIK ATK YOGYAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGUJIAN KADAR KIMIAWI KULIT BOX SAMAK KROM
Disusun Oleh :
NIM : 2001080
Prodi/Kelas : Tpk A
Laporan ini dibuat guna untuk memenuhi salah satu persyaratan penilaian mata kuliah
Pengujian Kimiawi Kulit pada program studi Teknologi Pengolahan Kulit di Politeknik ATK
Yogyakarta.
Disahkan pada tanggal
29 Oktober 2021
Asisten Dosen I Asisten Dosen II
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat, ridha, dan
karuniaNya laporan Praktikum Pengujian Kimiawi Kulit Sol Samak Nabati. dapat diselesaikan tepat
waktu. Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu
menjadi teladan bagi umatnya.
1. Bu Swatika Juhana, M.Sc, Bu Nur Mutia Rosiati,M. Sc, dan Pak Wahyu Fajar Winata,
M.Eng selaku Dosen Pengujian Kimiawi
2. Mbak Hana Nuri, A.Md. dan Mbak Isti’anah, A.Md selaku asisten dosen yang selalu sabar
memberikan pengarahan dan bimbingan pada kami.
3. Bapak dan Ibu saya yang memberi bantuan material dan motivasi yang tidak dapat kami balas.
4. Teman teman yang selalu mendukung dan memberi semangat
Penyusun
iii
Daftar Isi
BAB I...................................................................................................................................................... 6
BAB II .................................................................................................................................................... 7
3.2 Pengujian Kadar Air dan Kadar Abu Kulit Sol Samak Nabati ...................................... 24
3.3 Pengujian Kadar Lemak, Zat Larut Air dan Abu Tak Larut Air .................................. 26
3.3.2 Pengujian Kadar Zat Larut Air dan Abu Tak Larut Air ................................................. 28
BAB IV ................................................................................................................................................. 34
4.4 Pengujian Kadar Zat Terlarut Air dan Abu Tak Larut Kulit Samak Nabati ............... 38
4.5 Pengujian Kadar Nitrogen dan Derajat Penyamakan Kulit Samak Nabati .................. 39
BAB V .................................................................................................................................................. 42
5.5 Pengujian Kadar Zat Terlarut Air dan Abu Tak Larut Kulit Samak Nabati ............... 45
5.6 Penguian Kadar Nitrogen dan Derajat Penyamakan Kulit Samak Nabati ................... 46
BAB VI ................................................................................................................................................. 49
LAMPIRAN ......................................................................................................................................... 52
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang analisa kulit.
2. Memberikan sertifikasi hasil produksi (pengakuan mutu kulit dengan sertifikat), jika peralatan
dan metoda sesuai standart.
3. Sebagai alat promosi Maksudnya : dengan adanya sertifikat bisa menjadi alat untuk promosi,
tanpa harus melakukan tryal sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Beam house operation
Tanning
Pasca tanning
Finishing
8
2) Kayu : Quebraco,eiken, mahoni,dll
3) Daun : sumoch,gambir,the, dll
4) Buah : pinang, manggis, sabut kelapa, valonea, divi2, dll
2. Mutu dan Pengendalian Mutu
1. Jenis kerusakan
b. Bekas irisan pada bagian daging, karena pisau sayatan yang mendalam
a. Kerusakan berat
9
1) Cacat karena penyakit yang menimbulkan bekas pada luka (terutama penyakit
poken dan penyakit kulit karena lalat hypodermabovis)
2) Bekas luka lecet, dan lain-lain yang sering ada pada bagian nerf
c. Kerusakan ringan
3. Banyaknya kerusakan
Mutu kulit sangat dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan dibanding luas kulit.
4. Lokasi kerusakan
Tempat dimana kerusakan itu terdapat pada area kulit, sangat menentukan mutu kulit,
di tempat penting/ kurang penting.
5. Tujuan penggunaan kulit jadi
Mutu kulit juga tergantung macam kulit jadinya, yang nantinya akan menjadi bahan
dasar tertentu.
Klasifikasi kulit, penentuan klas/ grading didasarkan pada uji organoleptis adalah
sebagai berikut :
1. Kelas I
c. Kerusakan ringan
2. Kelas II
10
c. Kerusakan ringan, struktur baik dan padat
3. Kelas III
4. Kelas IV
b. Kerusakan berat pada bagian nerf tetapi tidak tembus ke bagian daging.
5. Kelas V
Permasalahan saat ini yang utama dialami oleh industri perkulitan adalah para konsumen
yang menghendaki barang yang dibeli sesuai dengan standar mutu yang berlaku serta sedikit
mengandung bahan kimia berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, untuk meyakinkan
konsumen maka sebelum kulit samak diperjualbelikan dilakukan pengujianterlebih dahulu.
Menurut Jayusman dalam diktat penuntun praktikum ilmu bahan II secara garis besar
tujuan dilakukannya pengujian terhadap suatau kulit samak adalah:
1. Untuk menentukan mutu atau kualitas kulit secara umum, karena melalui suatu analisa
atau pengujian dapat disimpulan bahwa kulit tersebut bermutu baik, sedang atau kurang.
11
2. Untuk mencari kesalahan atau kekurangan dalam proses penyamakan kulit karena dari hasil
uji ini dapat dilihat kekurangan yang terdapat pada hasil penyamakan kulit sehingga dapat
diketahui pada proses apa saja yang mengalami kesalahan sehingga dapat dilakukan
perbaikan pada proses berikutnya dengan harapan kulit yang dihasilkan akan berkualitas
baik.
3. Untuk mengikuti proses produksi kulit yang berkualitas baik.
Pengujian terhadap kulit samak secara umum di bagi menjadi 4, yaitu pengujian
organoleptis, fisis, kimiawi, dan mikrobiologis. Namun yang sering digunakan di Indonesia
hanyalah 3 pengujian yaitu organoleptis, fisis, dan kimiawi. Hal ini disebabkan karena ketiga
syarat pengujian tersebut saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lain.
1. Pengujian organoleptis
Kadar air dalam kulit tersamak adalah jumlah air yang terdapat dalam kulit mentah,
setengah jadi, atau kulit jadi yang dinyatakan dalam persen berat. Pengukuran kadar air
pada umumnya dilakukan dengan menguapkan air yang terkandung dalam kulit
menggunakan alat pengering (oven). Cara ini sering disebut dengan metode pengeringan
(drying). Uji kadar air dengan metode pengeringan pada dasarnya adalah
menguasahakan penguapan air dari sampel kulit dengan cara memberikan energi panas
pada suhu 1000C untuk menghilangkan kadar air pada kulit sehingga berat sampel kulit
berkurang. Pengurangan berat ini dipakai sebagai berat air pada kulit. Faktor yang
mempengaruhi proses pengeringan ada dua yaitu faktor yang berhubungan dengan udara
pengering faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor yang
termasuk dalam faktor pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik, aliran udara
pengering dan kelembababan udara. Faktor faktor golongan kedua adalah ukuran bahan,
kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan. Kelemahan menggunakan metode
pengeringan diantaranya adalah bahan organik yang mudah menguap akan ikut menguap
sehingga dapat mengurangi ketelitian.
b. pH kulit
Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatif logaritma dari konsentrasi ion
hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian pH kulit tersamak dilakukan
dengan penyarian zat-zat yang terdapat dalam kulit tersamak dengan air suling kemudian
di ukur pHnya.
c. Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik ( Sudarmadji, 1989).
Kadar abu adalah kadar sisa pembakaran dari kulit, dihitung berdasarkan berat cuplikan.
Pengujian kadar abu dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode
pengabuan kering. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang
terdapat dalam kulit. Pengujian dilakukan dengan memanaskan sampel kulit dalam
tungku pemanas hingga suhu 1000 0C dalam waktu tertentu hingga menjadi abu.Jumlah
abu yang dihasilkan ditimbang sehingga diperoleh kadar abu yang dinyatakan dalam
13
persentase kadar abu.
Kelemahan menggunakan metode pengabuan kering diantaranya adalah:
1) Aman.
• Kadar Minyak
Kadar zat larut perlu dianalisa, sebab untuk menentukan banyaknya tannin yang tidak
terikat atau diisi terlalu banyak dengan benda-benda yang mudah terlarut dalam air pada
kulit tersamak tersebut. Sedangkan terlalu rendah menandakan bahwa bahan sol tidak
14
diisi dengan bahan ekstrak penyamak.
• Kadar Nitrogen
Kadar nitrogen perlu dianalisa untuk mengetahui kadar zat pada kulit mentah yang belum
disamak.
• Kadar Abu Tak Larut
Kadar abu tak larut perlu dianalisa sebagai dasar penentuan derajat penyamakan, dalam
abu tak larut terkandung unsur-unsur anorganik yang bisa larut dalam air.
• Kadar Tannin Terikat
Kadar tannin terikat merupakan banyaknya zat penyamak yang masuk/terikat pada kulit.
Untuk mengetahui kadar tannin terikat perlu dilakukan pengujian kadar air,kadar
lemak/minyak,kadar zat larut air,kadar abu tak larut dan kadar zat kulit mentah.
• Derajat Penyamakan
Derajat penyamakan perlu dianalisa, sebab untuk menentukan seberapa masaknya kulit
tersebut. Jika derajat penyamakan terlalu tinggi menandakan bahwa bahan
penyamaknya terlalu tinggi dan menyebabkan kulit masak sempurna, serta baik
fiksasinya. Sedangkan terlalu rendah menandakan bahwa kulit belum masak.
2.3 Kulit Sol Samak Nabati
Kulit sol adalah kulit yang diperoleh dari penyamakan kulit sapi dengan menggunakan
bahan penyamak nabati. Kulit sol digunakan sebagai lapisan bawah padasepatu sehingga kulit
tersebut harus keras. Dalam pengujian kulit sol perlu dilakukan pengujian secara organoleptis,
fisis dan kimiawi untuk mengetahui kualitas dari kulit sol tersebut.
Kulit Sol adalah kulit jadi, matang dari bahan baku kulit sapi yang disamak nabati, atau
dikombinasikan krom nabati, umumnya digunakan sebagai bawahan sepatu, insole,maupun
Out sole. Penggunaannya dalam sepau antara lain untuk : pengeras muka danbelakang, penguat
tengah, sol luar, pengisi telapak kaki muka, pita, sol dalam, sol tengah, lapis hak.
Dalam penyamakan kulit sol, bahan baku yang kita gunakan akan mempengaruhu
kulitasi kulit hasil samakan kita. Untuk itu kita perlu membahas tentang bahan baku dan bahan
pewnyamak yang digunakan dalam proses penyamakan kulit sol. Suda kita ketahui
sebelumnya bahwa kulit sol merupakan kulit yang berasa dari penyamakan kulit sapi. Pada
15
hewan sapi faktor jenis bangsa lebih besar pengaruhnya terhadap kulit dibandingkan dengan
umurnya. Kulit sapi perah umumnya mempunyai rajah lebih halus dari pada kulit sapi tipe
daging pada umur yang sama. Kulit sapi Brahmana mempunyai kelas yang sangat menonjol,
hal ini menurunkan nilai kulitnya dibandingkan dengan jenis bangsa yang tidak berkelas.
Kulit "Pedet" (anak sapi) mempunyai ciri-ciri yang sama dengan sapi dewasa tetapi
sruktur kulitnya dalam keadaan lebih halus. Pada hewan sapi faktor umur lebih besar
pengaruhnya terhadap kulit dibandingkan dengan jenis bangsanya. Pengaruh jenis bangsa tidak
tampak pada saat "Pedet" sampai umurnya mencapai dewasa. Semakin tua hewan ,akan
semakin banyak bekas-bekas luka karena pukulan, guratan cap bakar, parasit. Hewanbetina
mempunyai rajah yang lebih halus dibandingkan hewan jantan. Hewan jantan pada umumnya
mempunyai bobot rata-rata lebih berat dan daya tahan renggang yang lebih besar. Pada kulit
sapi goresan pada rajah yang tidak terlalu dapat diperbaiki dengan penanganan secara mekanik,
umumnya Buffing (pengamplasan) kulit disebut "correctedgrain" (Purnomo,1984).
Menurut Djoyo Widagdo (1980), pembagian kelas menurut kualitas (mutu) dari kulit
sapi adalah sebagai berikut:
1) Kualitas 1 atau prime
16
7. Derajat penyamakan 60-95%
Fisis
1. Tebal
4,5 – 5,0 mm
m. Lapis hak (PDH) 3,0 – 3,5 mm
b. 24 Kering
4. Ketahanan tarik Maks. 60%
17
5. Ketahanan aus Minimum 250 Kg/cm2
Kelas A : syarat I dan II dipenuhi, sedang kerusakan menurut uji III maks 10%
Kelas B : syarat I dan II dipenuhi, sedang kerusakan menurut uji III maks 15%
Kelas C : syarat I dan II dipenuhi, sedang kerusakan menurut uji III maks 25%.
3) Posisi sifon harus lebih tinggi daripada sampelnya (karena ditakutkan, nanti pada sampel
yang berada diposisi atas tidak terendam oleh pelarut).
19
Gambar 1 Rangkaian alat soxlet
• Labu alas bulat : Berfungsi sebagai wadah bagi sampel dan pelarutnya.
20
Mangkuk desikator biasanya terdiri dari dua tingkat. Tingkat paling bawah biasanya diisi
dengan bahan yang bias menyerap uap air seperti silica gel. Tingkat atas biasanya digunakan
untuk menyimpan bahan yang sudah dikeringkan. Penutup desikator juga terbuat dari bahan
kaca yang berat dan tebal dan biasanya susah dilepas dalam keadaan dingin, karena dilapisi
oleh vaselin untuk mencegah masuknya uap air kedalam eksikator. Secara umum desikator
terdiri 2 tipe, yaitu : Desikator biasa dan Desikator vakum. Desikator vakum adalah desikator
yang dapat mempertahankan kelembaban rendah pada tekanan tidak lebih dari 20 mmHg atau
pada tekanan lain yang ditetapkan dalam monografi. Desikator vakum pada bagian tutupnya
ada katup yang bias di buka tutup, yang dihubungkan selang ke pompa.
Gambar 2 Desikator
Membandingkan Menyimpulkan
dengan SNI kualitas kulit
21
22
BAB III
CARA KERJA
1) Frame 5) Gunting
2) Thickness 6) Cutter
3) Penggaris 7) Silver pen
4) Telenan 8) Kulit sol samak nabati
Cara Kerja :
1) Pengujian Organoleptis
3) Pemberian label
23
4) Pengukuran tebal pada 5 titik yang sudah ditentukan
5) Pembuatan garis lurus pada tengah punggung, dimulai dari pangkal leher hingga ekor
6) Pembuatan garis kebawah untuk menentukan daerah batas pantat dan krupon
8) Pengambilan sampel bagian leher (5 x 7,5 cm), bagian perut 7,5 x 5 cm) dan bagian
krupon (20 x 20 cm) Lalu dipotong
9) Pemotongan kembali bagian tadi dengan ukuran yang sama yaitu 5 x 0,5 cm
10) Potongan sampel uji dimasukkan pada plastic yang diberi udara lalu homogenkan
3.2 Pengujian Kadar Air dan Kadar Abu Kulit Sol Samak Nabati
3.2.1 Pengujian Kadar Air
Alat dan Bahan :
1) Sendok plastic
2) Cawan porselin
3) Krus tang
4) Keranjang
5) Neraca analitik
6) Desikator
7) Oven
Cara Kerja :
2) Cawan porselin dimasukkan ke dalam oven selam 15 menit dengan suhu 100°C
3) Setelah 15 menit, cawan porselin diambil dari oven dan didinginkan dalam desikator
selama 15 menit
4) Menimbang cawan porselin kosong
8) Setelah 2 jam, cuplikan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator
selama 15 menit
9) Menimbang cuplikan
10) Cuplikan yang telah ditimbang, dimasukkan kembali ke dalam oven dan dipanaskan
pada suhu 105°C selama 30 menit
11) Setelah 30 menit, cuplikan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 15
menit , setelah itu cuplikan ditimbang kembali.
12) Di hitung jumlah kadar air
1) Neraca Analitik
2) Desikator
3) Krush Porselin
4) Furnace
5) Crus Tang
6) Keranjang
7) Oven
8) Sendok plastic
Cara kerja :
1. Memberi label pada 2 krus porselin yang akan digunakan (N1 da N2)
2. Krus porselin dipanaskan dengan oven dengan suhu 100°C selama 15 menit
25
menit, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat krus kosong.
2. Menimbang cuplikan sebanyak 3 gram
6. Mematikan furnace, kemudian krus porselin berisi cuplikan didiamkan selama satu
malam di dalam furnace
7. Contoh uji didinginkan dalam desikator selama 15 menit
1) Batu didih
2) Gunting
3) Krus tang
4) Pinset
5) Steples
6) Cawan petri
7) Gelas arloji
8) Heating Mantle
9) Statif klem
10) Pendingin
13) Desikator
26
14) Oven
Cara kerja :
• Ekstraksi
4) Membuat selongsong lalu Memasukkan contoh uji kedalam selongsong yang terbuat
dari kertas saring.
5) Membuat rangkaian alat soxhlet
11) Proses ekstraksi minyak/lemak, tunggu hingga proses sirkulasi terulang sebanyak 20
kali.
12) Menunggu larutan xylol turun
3) Pemanas/ heating mantle dihentikan sampai larutan mencapai setengah dari soxhlet.
3.3.2 Pengujian Kadar Zat Larut Air dan Abu Tak Larut Air
Alat dan Bahan :
1) Pesawat koch
2) Erlenmeyer
3) Bekker glass
4) Gelas arloji
5) Propipet
6) Sendok plastic
7) Gunting
8) Steples
9) Pinset
Cara kerja:
5) Menetesi sampel kulit dari atas dengan dibantu suhu -+ 40⁰ C dengan kompor,
pesawat Koch dilengkapi thermometer sehingga apabila suhu mencapai >40⁰ C
kompor segera dimatikan
6) Hasil pelarutan ditampung pada labu 1000 ml, tetesan diatur 2jam/1 Liter
7) Sambil menunggu waktu pelarutan 2 jam, panaskan cawan pada oven selama 20
menit, lalu setelah itu dinginkan pada desikator selama 15menit
8) Cawan dikeluarkan dari desikator lalu ditimbang berat kosongnya
1) Gelas arloji
2) Propipet
3) Sendok plastik
5) Biuret
29
6) Kondensor
7) Labu kyedhal
9) Erlenmeyer
11) Statif
17) 𝐻2𝑆𝑂4
18) 𝐶𝑢𝑆𝑂4.5𝐻2O
19) Selenium
21) Indikator MO
Cara kerja :
• Destruksi
6) Labu kyedhal dimasukkan pada heating mantle lalu ditutup dengan corong kaca
30
7) Memanaskan nya pada lemari asam hingga cairan berubah menjadi jernih
• Destilasi
3) Menambahkan NaOH sedikit demi sedikit hingga alkali merah menjadi kuning
• Titrasi
3) Menambahkan indicator MO
31
5) Erlenmeyer 250 mL 10) Pipet Gondok 10 ml
32
Cara kerja :
1) Sampel kulit ditimbang (2×) lalu pindahkan sampel kedalam erlenmayer 250 ml
3) Ditambahkan air bebas (CO2) 100 ml menggunakan pipet gondok dengan cara
melubangi plastiknya. Plastik ditutup kembali
4) Erlenmayer dipasang pada shaker lalu diatur dengan kecepatan 200 rpm
5) Sembari menunggu shaker 4 jam, alat alat yang akan digunakan pada proses
selanjutnya disterilkan menggunakan air bebas (CO2)
6) Kemudian alat alat yang sudah disterilkan ditutup menggunakan plastik
7) Setelah selesai dishaker 4jam lalu, didiamkan 5 menit dengan posisi sedikit
dimiringkan
10) Larutan tadi diambil 10 ml lalu dimasukkan pada labu ukur steril 100 ml
33
BAB IV
34
4.2 Pengujian Kadar Air Kulit Samak Nabati
Hasil
a) Kadar Abu
b) Kadar Air
1. Perhitungan
a) Kadar Abu = [(A-B) : (C-B)] x 100%
✓ A : Berat abu + krus
✓ B : Berat krus kosong
✓ C : Berat cuplikasn + krus
➢ Kode N1
= [(10,7578 - 10,7495) : ((10,7495 + 3,0379) - 10,7495)] x 100%
= (0,0083 : 3,0379) x 100%
= 0,273%
➢ Kode N2
35
= [(10,3488 – 10,3414) : ((10,3414 + 3,0504 – 10,3414)] x 100%
= (0,0074 : 3,0504) x 100%
= 0,242%
➢ Rata-rata = 0,25%
36
4.3 Pengujian Kadar Minyak/ Lemak Kulit Samak Nabati
Hasil
37
19. 11.29 – 11.44 15’
1. Perhitungan
✓ A = Berat labu didih berisi lemak = 106,5103 gram
✓ B = Berat labu kosong + batu didih = 106,0751 gram
✓ C = Berat sample = 10,0078 gram
✓ Kadar minyak/lemak
= ((A-B))/C x 100%
= ((106,5103-106,0751))/10,0078 x 100%
= 0,4352/10,0078 x 100%
= 4,35%
4.4 Pengujian Kadar Zat Terlarut Air dan Abu Tak Larut Kulit Samak Nabati
Hasil
1. Perhitungan
a) Kadar Zat Terlarut Air
38
= [(100 : 50) : (berat residu/ zatt larut air : berat cuplikan kulit uji lemak)] x 100%
= [(10 : 50) : 42,6076 – 42,5939)] x 100%
= 4,75%
4.5 Pengujian Kadar Nitrogen dan Derajat Penyamakan Kulit Samak Nabati
Hasil
➢ Berat sampel kulit : 0,6009 gram
➢ Berat Na2O4 : 10,0661 gram
➢ Berat Prusi : 0,02 gram
2. Ph 13 11
Perhitungan
➢ A : Vol. NaOH yang diperlukan pada titrasi blanko (L) = 0,06 L
39
➢ B : Vol. NaOH yang diperlukan pada titrasi contoh uji (L) = 0,0175L
➢ C : Berat cuplikan (gr) = 0,6009gr
(𝐴−𝐵)𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 14
➢ Kadar nitrogen = 𝑥 100%
𝐶
(0,061−0,0175) 𝑥 0,1 𝑥 14
= 𝑥 100%
0,6009
(0,0435) 𝑥 1,4
= 𝑥 100%
0,6009
Erlenmeyer 1 5 gram
Erlenmeyer 2 5 gram
40
Kulit Sol 3,25 5,79 (5,79-3,25)=2,54
Nabati 2
2. Perhitungan
a) Ph meter
➢ Erlenmeyer 1 : Selisih pH = pH akhir – pH awal = 5,80 – 3,24 = 2,46
➢ Erlenmeyer 2 : Selisih pH = pH akhir – pH awal = 5,79 – 3,25 = 2,54
b) Ph kertas
➢ Erlenmeyer 1 : Selisih pH = pH akhir – pH awal = 5 – 4 = 1
➢ Erlenmeyer 2 : Selisih pH = pH akhir – pH awal = 4,5 – 4 = 0,5
41
BAB V
PEMBAHASAN
42
5.2 Pengujian Kadar Air Kulit Samak Nabati
Pengujian kadar air dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar air dalam kulit uji
(kulit sol samak nabati). Pengujian ini menggunakan metode kering dimana digunaka oven
sebagai media pengeringnya. Langkah awal praktikum ini adalah mencuci dan mengeringkan
cawan porselen menggunakan oven pada suhu 100 derajat celcius selama 15 menit. Hal ini
dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam cawan sehingga diperoleh berat cawan yang
bersih dan benar-benar kering. Selanjutnya cawan di masukkan kedalam eksikator selama 15
menit untuk menstabilkan berat cawan, karena cawan yang bersuhu tinggi akan sangat mudah
menyerap uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat cawan kosong yang akan
digunakan. Cawan selanjutnya ditimbang untuk mengetahui berat kosong cawan yang
selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan kadar air. Sampel kulit boks ditimbang
sebanyak 3 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen dan dioven pada suhu 100
derajat celcius selama 60 menit. Proses ini bertujuan untuk menguapakan kadar air yang
terdapat dalam kulit, sehingga diperoleh kulit yang kering yang akan menyebabkan berat kulit
akan berkurang. Berat yang hilang tersebut merupakan berat air yang terkandung dalam kulit.
Selanjutnya cawan yang berisi kulit tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang
beratnya sehingga diketahui berat setelah pengeringan cawan + kulit yang akan digunakan
dalam perhitungan kadar air. Dari praktikum yang sudah dilakukan didapat rata-rata kadar air
untuk pengovenan 2 jam yaitu 9,3 % dan pada pengovenan 2 jam 30 menit yaitu 9,3 % yang
mana hasil telah sesuai dengan SNI kulit sol samak nabati. Praktikum yang dilaksanakan dapat
dinyatakan berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan.
Selain menggunakan metode pengeringan analisa kadar air juga dapat dilakukan dengan
cara penyaringan dan penyulingan. Kelemahan menggunakan metode pengeringan diantaranya
adalah bahan organik yang mudah menguap akan ikut menguap sehingga dapat mengurangi
ketelitian. Faktor yang mempenagruhi proses pengeringan ada dua yaitu faktor yang
berhubungan dengan udara pengering faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang
dikeringkan. Faktor yang termasuk dalam faktor pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik,
aliran udara pengering dan kelembababan udara. Faktor faktor golongan kedua adalah ukuran
bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan.
43
5.3 Pengujian Kadar Abu Kulit Samak Nabati
Pengujian kadar abu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar abu dalam kulit
uji (kulit sol samak nabati). Kadar abu adalah kadar sisa pembakaran dari kulit, dihitung
berdasarkan berat cuplikan. Pengujian kadar abu dilakukan dengan berbagai metode
diantaranya adalah metode pengabuan kering. Langkah awal praktikum ini adalah mencuci dan
mengeringkan krus porselen menggunakan oven pada suhu 100 derajt celcius selama 15 menit.
Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam krus sehingga diperoleh berat krus yang
bersih dan benar-benar kering. Selanjutnya krus di masukkan kedalam eksikator selam 15 menit
untuk menstabilkan berat krus, karena krus yang bersuhu tinggi akan sangat mudah menyerap
uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat krus kosong yang akan digunakan. Krus
selanjutnya ditimbang untuk mengetahui berat kosong krus yang selanjutnya akan digunakan
dalam perhitungan kadar abu kulit boks. Sampel kulit boks ditimbang sebanyak 5 gram
kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen dan difurnice dengan suhu 105 derajat celcius
selama 2 jam. Lalu setelah 2 jam contoh uji kulit dikeluarkan dan didinginkan di eksikator.
Setelah dikeluarkan dari eksikator kulit ditimbang dan dimasukan kembali ke dalam oven
dengan suhu 105 derajat celcius selama 30 menit. Proses ini bertujuan untuk untuk mengabukan
kulit. Setelah furnice dimatikan sampel dibiarkan di dalam furnice hingga sampel tersebut
menjadi dingin. Suhu yang terlalu tinggi dapat membahayakan praktikan saat melakukan
praktek. Pendinginan sampel dilakukan selama 15 menit, selanjutnya sampel ditimbang untuk
mengetahui berat krus dan abu yang akan digunakan dalam perhitungan kadar abu.
Kelemahan menggunakan metode pengabuan kering diantaranya adalah:
➢ Memerlukan waktu lama
➢ Biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur
➢ Kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi.
Sedangkan keuntungan dari metode pengabuan kering adalah sebagai berikut:
➢ Aman
➢ Hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit
➢ Beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan
➢ Tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif
➢ Abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral
44
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui kadar abu jumlah sebesara N1 : 0,273% dan
N2 : 0,242%. Sedangkan SNI nya adalah max. 2% yang mana sampel ini telah memnuhi standar
SNI kulit sol samak nabati. Praktikum yang dilakukan pun sudah sesuai standar dan prosedur
yang ada sehingga hasil yang didapatkan merupakan hasil yang benar.
5.5 Pengujian Kadar Zat Terlarut Air dan Abu Tak Larut Kulit Samak Nabati
Pada praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan penentuan zat terlarut
air dan abu tak larut mengetahui kadar zat larut air dan mengetahui kadar zat abu tak larut.
45
Kadar zat larut air adalah kadar zat yang dapat larut air, yang merupakan sisa dari bahan yang
larut minyak (ditentukan sisa kulit yang sudah ditentukan kadar lemak/minyaknya), sedangkan
kadar abu adalah kadar abu dari kulit yang telah diambil kadar minyak dan kadar zat larut airnya
Pengujian ini dilakukan menggunakan sampel sisa atau ampas dari praktikum
pengujian kadar minyak/lemak yang kemudian diekstrak menggunakan pesawat koch yang
kemudian diuapkan dengan water bath dan didapatkan hasil kadar zat air terlarut sebanyak 4,8%
. Sedangkan pengujian kadar abu tak larut air dilakukan dengan menggunakan sampel kulit dari
ampas sampel pengujian kadar zat terlarut air yang kemudian diproses dengan pembakaran
menggunakan furnace pada suhu pembakaran 800°C dalam waktu 30 menit dan didapatkan
hasil kadar abu tak larut air 0,341 %.
Praktikum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ada dan benar. SNI untuk
pengujian kadar zat terlarut air adalah sebanyak max.10%. Sehingga, pada praktikum kali ini,
kadar zat terlarut air pada sampel kulit telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI.
5.6 Penguian Kadar Nitrogen dan Derajat Penyamakan Kulit Samak Nabati
Pada praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar nitrogen dan
kadar derajat penyamakan pada kulit uji (kulit sol samak nabati). Kadar nitrogen adalah jumlah
total N yang terkandung dalam kulit. Menyatakan jumlah protein kulit/ kolagen yang
terkadung dalam kulit, sehingga dengan kadar N dapat menyatakan kadar zat kulit mentah
dalam kulit, sedangkan derajat penyamakan adalah jumlah zat penyamak (tanin) yang dapat
terikat pada kulit dibandingkan dengan kulit yang tidak tersamak (zat kulit mentah). Zat kulit
mentah adalah protein yang terdapat dalam kulit tersamak. Protein pada kulit merupakan
kolagen yang diketahui memiliki gugus amida. Gugus amida adalah suatu gugus fungsi yang
terdiri dari gugus karbonil, dimana atom karbonnya berikatan dengan satu atom N seperti pada
gambar di bawah ini. Adanya atom N (nitrogen) pada kolagen kulit menjadikan kadar zat kulit
mentah dapat ditentukan berdasarkan kadar nitrogen yang terkandung di dalam kulit tersebut.
Pengujian ini dilakukan melalui 3 tahapan proses yaitu proses destruksi, destilasi, dan
titrasi. Proses destruksi akan mengubah warna larutan dari biru menjadi jernih. Kemudian
pada proses destilasi akan mengubah warna, pH, serta jumlah larutan. Dimana sebelum proses
destilasi warna dari larutan adalah kuning dengan nilai pH 13 dan jumlah larutan ± 50 ml,
kemudian setelah proses destruksi larutan berubah warna menjadi merah dengan pH 11 dan
46
jumlah larutan ±100 ml. Kemudian proses titrasi dilakukan 2x yaitu titrasi blanko dan titrasi
sampel yang mana keduanya sama-sama merubah warna larutan dari merah menjadi orange.
Pada pengujian kadar nitrogen didapatkan hasil sebanyak 10,13% dan pada
Dari pengujian kadar zat kulit mentah didapatkan hasil perhitungan kadar derajat
penyamakan kulit mentah pada kulit sol nabati adalah 56,73%. Sedangkan pada SNI dituliskan
bahwa derajat penyamakan untuk kulit sol samak nabati yaitu 60-95%. Sehingga, pada
praktikum ini sampel kulit belum memenuhi standard SNI.
5.7 Pengujian Kadar pH Kulit Samak Nabati
Praktikum uji pH ini bertujuan agar mahasiwa dapat melakukan dan mengetahuu cara
mengukur pH kulit dan bertujuan agar mahasiwa tahu apakah kulit yang di uji sudah memenuhi
SNI atau belum. Berdasarkan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) pH optimal kulit sol
berkisar antara 3,5 – 7. Kulit samak dengan pH di bawah 3,5 tanpa buffer akan mudah rusak
bila terkenan larutan asam sedangkan kulit boxdengan pH di atas 7 akan mudah rusak jika
terkena larutan basa. Keadaan pH juga akan mempengaruhi kenyamanan pada hasil kulit samak
tersebut apabila dipakai oleh manusia. Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatip
logaritma dari konsentrasi ion hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian pH kulit
tersamak dilakukan dengan penyarian zat-zat yang terdapat dalam kulit tersamak dengan air
suling kemudian di ukur pHnya. Langkah pertama yaitu sampel kulit di masukkan ke dalam
erlenmeyer kemudian ditambahkan dengan air suling bebas CO2 sebanyak 100 ml. Air suling
bebas CO2 digunakan sebagai pelarut agar tidak ada kontaminasi bahan yang diuji dengan zat
lain. Selanjutnya larutan sampel ditutup dengan plastik agar tidak ada udara yang masuk yang
dapat mengkontaminasi larutan sampel. Kulit kocok manual selama 5 menit agar sampel
menjadi basah dan tidak mengambang di permukaan larutan. Pengocokan selanjutnya
dilakukan menggunakan seker selam 4 jam untuk mengoptimalkan pembasahan pada kulit.
Sehingga dapat dianalisis pH kulit menggunakan larutan tersebut. Larutan dan kulit selanjutnya
dipisahkan menggunakan kertas saring. PH larutan dicek sebagai pH awal. Pengecekan
dilakukan menggunakan pH kertas dan pH meter. Pengecekan menggunakan pH meter
diperoleh pH selisish larutan sebesar (2,4 dan 2,54 ) dan pengecekan menggunakan pH kertas
diperoleh sebesar (1dan 0,5).
Pengujian kadar pH ini telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada dan didapatkan
hasil dari pengukuran menggunakan pH meter untuk pH awal sebanyak 3,34 dan 3,25,
47
sedangkan untuk pH akhir didapatkan hasil sebanyak 5,80 dan 5,79. Pada pengukuran
menggunakan kertas pH didapatkan hasil untuk pH awal sebanyak 4 dan 4, sedangkan untuk
pH akhir sebanyak 5 dan 4,5. Untuk pH kulit sol samak nabati menurut SNI yaitu 3,5-7.
Sehingga, pada praktikum ini, pH sampel kulit uji telah memenuh standard SNI dan telah sesuai
dengan prosedur pelaksanaan praktikum sehingga dapat dikatakan bahwa sampel yang diuji
berkualitas baik.
48
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari beberapa percobaan pada praktikum pengujian kimiawi kulit sol samak nabati hasilnya
dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Kulit sol samak nabati yang digunakan menjadi pengambilan contoh uji memiliki luas
17 sqft dan memiliki rata-rata ketebalan kulit 2,38 m
• Kulit sol samak nabati memiliki rata-rata kadar air sebanyak 9,3443%. Sehingga, telah
memenuhi standar SNI. SNI kadar air Kulit sol samak nabati adalah max. 20%
• Kadar abu Kulit sol samak nabati sampel N1 sebanyak 0,273% dan sampel N20,242%.
Kedua sampel belum memenuhi SNI kadar abu Kulit sol samak nabati, Karena SNI
kadar abu Kulit sol samak nabati yaitu 2-3,5%.
• Kadar lemak/minyak Kulit sol samak nabati pada sampel adalah 4,34%. itu belum
memenuhi standar SNI. Karena SNI kadar lemak/minyak Kulit sol samak nabati yaitu
2%.
• Kadar zat terlarut air pada sampel kulit sol samak nabati yang kita uji sebesar 4,75%,
dan kadar abu tak larut nya sebesar 0,34%. Menurut SNI kadar zat terlarut air pada
kulit sol samak nabati max 10% Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kulit sol samak
nabati yang kita uji sudah memenuhi SNI.
• Kadar Nitrogen pada kulit sol samak nabati yang kita uji sebesar 10,1347%, Kadar
zat kulit mentahnya sebesar 56,9575% dan kadar tannin terikatnya 24,268%, Sehinga
didapat perhitungan Dp atau derajat penyamakan pada kulit tersebut sebesar
42,6072%.Adapun Derajat penyamakan kulit sol menurut SNI 06-0235-1989 adalah
60-95% Sehingga dapat disimpulkan bahwa Derajat Penyamakan pada kulit sol yang
kita uji belum memenuhi SNI tersebut.
• Nilai pH awal dan akhir pada Kulit sol samak nabati yang diuji menggunakan pH meter
pada sampel 1=3,8-4,66 dan pada sampel 2=3,6-4,37 sedangkan nilai pH yang diujikan
menggunakan kertas pH pada sampel 1=3,8-4,5 dan pada sampel 2=3,8-4,6 . Adapun
nilai SNI berkisar 3,5-7.Sehingga dapat disimpulkan kulit boks samak krom yang diuji
bersifat asam dan memenuhi SNI. Adapun nilai SNI berkisar 3,5-7.
49
6.2 Saran
Penulisan laporan ini, tentu masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
penulisan laporan ini.Pada praktikum ini, kami hanya melihat melalui tutorial berupa video.
Semoga pandemi cepat berlalu dan kita memungkinkan untuk melakukan praktikum secara
langsung, agar memudahkan dalam memahami setiap tahapan proses dan ilmu yang diberikan.
50
DAFTAR PUSTAKA
• Badan Standardisasi Nasional (BSN), 1989, Kulit Boks, Mutu dan Cara Uji (SNI 06-0234-
1989), Jakarta: BSN.
• Badan Standardisasi Nasional (BSN), 1989, Kulit Sol Sapi, Mutu dan Cara Uji (SNI 06-
0235-1989), Jakarta: BSN.
• Badan Standardisasi Nasional (BSN), 1989, Cara Uji Kadar Abu dalam Kulit Tersamak (SNI
06-0563-1989), Jakarta: BSN.
• Badan Standardisasi Nasional (BSN), 1989, Cara Uji Kadar Minyak atau Lemak dalam Kulit
Tersamak (SNI 06-0564-1989), Jakarta: BSN.
• Badan Standardisasi Nasional (BSN), 1989, Cara Derajat Penyamakan (DP) Kulit Tersamak
(SNI 06-0994-1989), Jakarta: BSN.
• Badan Standardisasi Nasional (BSN), 1999, Cara Uji Kadar Cr2O3 dan basisitas dalam
Bahan Penyamak Krom (SNI 06-4993-1999), Jakarta: BSN.
• Badan Standardisasi Nasional (BSN), 1999, Kulit-Pengujian Kimiawi-Penentuan pH (SNI
ISO 4045:2011), Jakarta: BSN.
• Jayusman, Penuntun Praktikum Ilmu Bahan II, Analisa/Uji Kulit, Yogyakarta: ATK.
• Sriwiyati, 2011, Petunjuk Praktikum Pengujian Kimia Kulit, Yogyakarta: Politeknik ATK
Yogyakarta.
51
LAMPIRAN
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72