Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM BERDASARKAN PARAMETER


KLORIDA, SULFAT DAN KEKERUHAN DI BALAI BESAR TEKNIK
KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
SURABAYA

Disusun Oleh :

Puput Erlita Putri

NIM. 15030234025

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Judul : Analisis Kualitas Air Minum Berdasarkan Parameter

Klorida, Sulfat dan Kekeruhan Di Balai Besar Teknik


Kesehatan Lingkungan Dan Pengandalian Penyakit
Surabaya
Nama Tempat PKL : Balai Besar Teknik Kesehatan Dan Pengendalian Penyakit
Surabaya
Alamat Instansi : Jalan Sidoluhur 12 Surabaya

No. Telp : (031) 3528 847

Yang dilaksanakan oleh mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya :

Nama : Puput Erlita Putri


NIM : 15030234025
Program Studi : S1-Kimia

Surabaya, 10 Oktober 2018

Menyetujui,
Dosen Pembimbing PKL Jurusan Kimia Dosen Penguji
FMIPA UNESA

Dra. Nurul Hidajati, M. Si. NIP


NIP. 195504101988032001

Ketua Program Studi Kimia


FMIPA UNESA

Prof. Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M. Si.


NIP. 197012291997022001
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) dengan judul “Analisis Kualitas Air Minum Berdasarkan
Parameter Klorida, Sulfat Dan Kekeruhan Di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan Dan Pemberantasan Penyakit Surabaya” dengan lancar tanpa
hambatan yang berarti.
Adapun penyusunan laporan ini penulis ajukan guna memenuhi satuan kredit
semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai persyaratan akademis di Jurusan
Kimia, UNESA. Penulisan laporan PKL ini dapat disusun dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Suyatno, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Surabaya.
2. Prof. Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si selaku Ketua Prodi S1-Kimia FMIPA
Unesa yang telah memberikan arahan mengenai kegiatan Praktek Kerja
Lapangan.
3. Ibu Dra. Nurul Hidajati, M.Si. selaku dosen pembimbing Praktek Kerja
Lapangan FMIPA Universitas Negeri Surabaya yang telah meluangkan waktu
dan sumbangan pikirannya dalam memberikan bimbingan dan petunjuk.
4. Bapak Wahyu Hari Himawan selaku kepala instalasi pendidikan dan pelatihan
teknis, yang telah memberikan waktu, fasilitas, dan kemudahan dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di BBTKL-PP Surabaya.
5. Ibu Retno Widiastuti, Ibu Eny, Ibu Santi, Ibu Mai selaku Pembimbing Lapangan
Praktek Kerja Lapangan di laboratorium kimia fisika media air
6. Staf-staf BBTKL-PP Surabaya yang telah bersedia meluangkan waktu dan
membantu kami selama proses Praktek Kerja Lapangan.
7. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang turut serta
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga Praktek Kerja
Lapangan ini dapat terselesaikan dengan baik
Surabaya, 30 Agustus 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Cover ............................................................................................. i


Halamam Pengesahan ................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................. iii
Daftar isi ........................................................................................................ iv
Daftar gambar dan tabel ................................................................................ v
Daftar Lampiran ............................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 2
1.4 Manfaat PKL ................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
2.1 Sejarah dan Keadaan Umum BBTKLPP Surabaya ....................... 4
2.2 Tinjauan Tentang Air .................................................................... 12
2.3 Tinjauan Tentang Parameter .......................................................... 13
2.4 Klorida ........................................................................................... 14
2.5 Analisis Kadar Klorida .................................................................. 15
2.6 Sulfat .............................................................................................. 18
2.7 Spektofotometri ............................................................................. 20
2.8 Tingkat Kekeruhan ........................................................................ 24
BAB III METODE PELAKSANAAN ......................................................... 25
3.1 Waktu Pelaksanaan ........................................................................ 25
3.2 Tempat ........................................................................................... 25
3.3 Bidang dan Jenis Kegiatan............................................................. 25
3.4 Prosedur Kerja ............................................................................... 25
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................. 29
4.1 Analisis Kadar Klorida .................................................................. 29
4.2 Analisis Kadar Sulfat ..................................................................... 34
4.3 Analisis Kekeruhan ........................................................................ 36
BAB V KESIMPULAN ................................................................................ 38

iv
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar 2.1 Instrumen Spektrofotometer UV ............................................... 20


Gambar 2.2 Skema Prinsip Kerja Spektrofotometer ..................................... 22
Tabel 4.1 hasil analisis kadar klorida pada beberapa sampel air minum ...... 33
Tabel 4.2 hasil analisis kadar sulfat pada beberapa sampel air minum ........ 36
Tabel 4.3 hasil analisis kekeruhan pada beberapa sampel air minum........... 37

v
DAFTAR LAMPIRAN

STRUKTUR ORGANISASI BBTKLPP SURABAYA ............................... 40


DOKUMENTASI ......................................................................................... 41
SURAT BALASAN ................................................................................ (Terlampir)
SURAT TUGAS ..................................................................................... (Terlampir)
JURNAL KEGIATAN ......................................................................... (Terlampir)

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan komponen lingkungan yang sangat penting bagi
kehidupan. Hampir semua kehidupan di dunia ini tidak pernah lepas dari
ketergantungan terhadap air mulai dai hal-hal yang sederhana sampai hal-hal
yang sangat kompleks. Air yang relatif bersih sangat dibutuhkan oleh
manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, keperluan industri,
kebersihan sanitasi kota maupun untuk keperluan pertanian dan lain
sebagainya. Air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam
kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Air sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa air kelangsungan
hidup hanya beberapa hari saja. Air merupakan bahan pelarut di dalam tubuh
dan membentu dalam pelembutan makanan. Suhu tubuh secara tidak
langsung diatur oleh air dengan cara penyerapan melalui paru-paru dan
keringat melalui kulit (Gabriel, 2001).
Pada umumnya kebutuhan air untuk minum setiap harinya adalah
sekitar 2 liter (bagi orang dewasa). Sedangkan setiap individu memerlukan
air sekitar 60 liter/hari untuk segala keperluannya seperti minum, cuci dan
sebagainya (Gabriel, 2001).
Namun saat ini air telah menjadi masalah yang perlu mendapatkan
perhatian yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air ynag baik, sesuai
dengan standar tertentu, ssat ini menjadi barang yang mahal karena air yang
tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik
dalam limbah kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan
kegiatan lainnya.
Baku mutu air merupakan hal yang sangat perlu untuk diperhatikan
karena kehidupan di dunia ini tidak akan bisa berlangsung tanpa ada air.
Bahkan sering dikatakan bahwa air adalah sumber kehidupan. Kemampuan
air untuk melarutkan zat-zat lain tentunya memberikan dampak positif
terhadap kelangsungan hidup karena hal itu akan membantu manusia untuk

1
memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi di sisi lain hal itu juga justru membawa
kekhawatiran sebab banyak zat-zat lain yang sama sekali tidak ada
manfaatnya yang bisa dirasakan secara langsung untuk kehidupan. Berbagai
jenis zat yang larut dalam air salah satunya adalah zat kimia inorganik.
Misalnya klorida dan sulfat. Didalam tubuh cl sangatlah penting tetapi dalam
jumlah yang sedikit. Kelebihan dalam tubuh tentunya akan berdampak
negatif. Begitupun dengan sulfat, kadar sulfat yang berlebih akan
mengakibatkan sakit perut, mual dan penyakit saluran pencernaan. Adanya
zat-zat yang terlarut dalam air juga mengakibatkan air menjadi keruh. Kadar
kekeruhan air untuk air minum juga ada aturannya.
Sehubungan dengan berbagai gangguan yang ditimbulkan oleh
kelebihan klorida dan sulfat yang terkandung di dalam air minum, maka perlu
kiranya air minum yang dihasilkan dalam proses pengolahannya haruslah
memenuhi standar kualitas air minum yang telah ditetapkan oleh menteri
kesehatan yaitu PerMenKes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 yang
menyatakan batas maksimum kadar klorida dan sulfat pada air minum
masing-masing sebesar 250 mg/L. Sehingga dilakukan analisis kadar klorida
pada air minum dengan prinsip titrasi argentometri metode mohr, analisis
kadar sulfat pada air dengan metode spektrfotometri dan analisis kekeruhan
menggunakan metode turbidimetri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kualitas sampel air minum berdasarkan parameter klorida
menurut PerMenKes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010?
2. Bagaimana kualitas sampel air minum berdasarkan parameter sulfat
menurut PerMenKes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010?
3. Bagaimana kualitas sampel air minum berdasarkan parameter kekeruhan
menurut aturan BBTKL-PP Surabaya?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka kegiatan ini bertujuan untuk :

2
1. Mengetahui cara pengujian kadar klorida, sulfat dan kekeruhan pada
beberapa sampel air minum sesuai dengan metode SNI digunakan di
BBTKL-PP Surabaya.
2. Mengetahui kualitas beberapa sampel air minum dengan parameter
klorida, sulfat dan kekeruhan di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya.

1.4 Manfaat PKL


1. Memberikan informasi, pengetahuan dan wawasan mengenai teknis dan
analisis dalam melakukan pengujian sampel air minum di BBTKL-PP
Surabaya berdasarkan SNI yang dianut.
2. Menambah pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam melakukan
teknis dan analisis pengujian sampel air minum untuk mununjang dalam
dunia kerja.
3. Dapat mewujudkan link and match antara teori dan praktek di lapangan.
4. Dapat mewujudkan kerjasama yang baik antara industri atau balai
penelitian dengan perguruan tinggi (jurusan kimia FMIPA UNESA).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Sejarah Umum BBTKL dan PP Surabaya

1. Sejarah berdirinya BBTKL


Cikal bakal B/BTKLPP termasuk BBTKLPP Surabaya telah ada
semenjak zaman Belanda. Pada tahun 1920 Dienst voor de volks
Gezondheid atau Dinas Layanan Kesehatan Masyarakat mendirikan
Profestation voor Rivier Water Zuivering voor Drinkwater di Manggarai
Jakarta yang bertugas melakukanpenyelidikan lapangan, pengolahan-
pengolahan, pencarian jenis-jenis sumber air, dan rancangan konstruksi
guna menunjang penyediaan air minum dan pengawasan kualitas air
minum dan minuman.
 Setelah Indonesia merdeka, berubah nama menjadi Laboratorium
Kesehatan Teknik (LKT) dan dipindah ke Yogyakarta sebagai ibukota
negara saat itu.
 Pada Tahun 1953, LKT berubah nama menjadi Lembaga Ilmu
Kesehatan Teknik Bandung Cabang Yogyakarta.
 Tahun 1967 : Lembaga Ilmu Kesehatan Teknik Bandung Cabang
Yogyakarta menjadi Laboratorium Kesehatan Teknik di Yogyakarta
yang berada di bawah koordinasi Biro Umum Bagian Teknik Umum
dan Teknik Penyehatan Departemen Kesehatan RI.
 Tahun 1978 : Laboratorium kesehatan Teknik menjadi Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan (BTKL) dengan Surat keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 143/Men.Kes/SK/IV/78, berada di bawah
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI.
 Tahun 1983 dibentuk BTKL Pos Surabaya yang masih menjadi bagian
BTKL Yogyakarta. Pada periode ini juga digagas pembentukan
BTKL di 7 wilayah regional lain oleh Ir. Srijanto (Kepala Subdit
Elektro Medik, Direktorat Instalasi Kesehatan, Dirjen Yankes Depkes
RI dan Kepala BTKL Yogyakarta 1980 – 1985).

4
 Tahun 1989 : Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dipindahkan di
bawah Direktorat Jenderal PPM dan PLP Depkes RI sesuai dengan
surat menkes No. 426/Menkes/SK/VI/89 tanggal 23 Juni 1989
 Tahun 1993 : BTKL Pos Surabaya berubah nama menjadi BTKL
Surabaya
 Pada Tahun 1999 BTKL berada di 10 wilayah regional di seluruh
Indonesia, yaitu Medan, Batam, Palembang, Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Banjarbaru, Makassar, Manado, dan Ambon.
 Tahun 2004 BTKL Surabaya berubah nama menjadi Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular
(BBTKLPPM)
 Tahun 2012 - sekarang : Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Menular (BBTKLPPM) berubah nomenklatur
menjadi Balai Besar Teknik Kesehatan lingkungan dan Pengendalian
penyakit berdasarkan Permenkes RI Nomor
2349/PER/MENKES/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit.

2. BBTKL-PP Surabaya
a. Tugas pokok dan fungsi
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit (BBTKLPP) yang mempunyai tugas melaksanakan
surveilans epidemiologi, kajian dan penapisan teknologi,
laboratorium rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan dan
pelatihan, pengembangan model dan teknologi tepat guna,
kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB di bidang pengendalian
penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra.
Fungsi :
 Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi
 Pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
 Pelaksanaan Laboratorium Rujukan

5
 Pelaksanaan Pengembangan Model dan Teknologi Tepat Guna
 Pelaksanaan Uji Kendali Mutu dan Kalibrasi
 Pelaksanaan Penilaian dan Respon Cepat, Kewaspadaan Dini, dan
Penanggulangan KLB/Wabah dan Bencana
 Pelaksanaan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
 Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
 Pelaksanaan Kajian dan Pengembangan Teknologi Pengendalian
Penyakit, Kesehatan Lingkungan, dan Kesehatan Matra
 Pelaksanaan Ketatausahaan dan Kerumahtanggaan BBTKLPP

b. Visi
Pusat Unggulan Regional Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan untuk Mendukung Tercapainya Masyarakat Sehat yang
Mandiri dan Berkeadilan.

c. Misi
1. Meningkatkan kinerja surveilans berbasis laboratorium dengan
fokus deteksi dini faktor risiko dan respon cepat kejadian penyakit
2. Meningkatkan kinerja kajian dan analisis dampak kesehatan
lingkungan terhadap kawasan dan sentra pembangunan serta
kemampuan analisis risiko kesehatan terhadap kawasan rawan
pencemaran dan bencana
3. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan daya dukung
laboratorium uji dan kalibrasi melalui pengembangan metode dan
manajemen mutu, untuk mempercepat upaya pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan
4. Meningkatkan kemampuan pengembangan teknologi tepat guna
dengan mengutamakan potensi sumber daya lokal berbasis budaya
masyarakat
5. Mengembangkan jejaring kerja dan kemitraan dengan berbagai
pemangku kepentingan guna mempercepat pencapaian tujuan dan
sasaran pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
6. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

6
d. Motto
Bersih Dan Melayani menggambarkan Semangat Reformasi Birokrasi
dan Fungsi Pelayanan kepada Masyarakat yaitu melayani dan bukan
dilayani

e. Wilayah
Wilayah pelayanan BBTKL-PP Surabaya meliputi empat provinsi
yaitu Jawa Timur, Bali, NTT, dan NTB.

f. Struktur Organisasi
1. Bagian Tata Usaha
Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
program dan laporan, urusan keuangan, kepegawaian, dan umum.
Bagian Tata Usaha terdiri atas:
 Subbagian Program dan Laporan
Penyiapan bahan penyusunan program, evaluasi dan laporan,
serta informasi.
 Subbagian Umum
Melakukan keuangan, kepegawaian, urusan tata usaha,
perlengkapan, dan rumah tangga.
2. Bidang Surveilans Epidemiologi
Bidang Surveilans Epidemiologi mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan dan evaluasi di bidang surveilans epidemiologi
penyakit menular dan penyakit tidak menular, advokasi dan
fasilitasi kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB, kajian dan
diseminasi informasi, kesehatan lingkungan, kesehatan matra,
kemitraan, dan jejaring kerja, serta pendidikan dan pelatihan
bidang surveilans epidemiologi.
Bidang Surveilans Epidemiologi terdiri atas:
 Seksi Advokasi Kejadian Luar Biasa
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan
koordinasi pelaksanaan advokasi, dan fasilitasi kejadian luar
biasa, serta wabah dan bencana.

7
 Seksi Pengkajian dan Diseminasi
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan
koordinasi kajian, pengembangan dan diseminasi informasi,
serta pendidikan dan pelatihan bidang surveilans epidemiologi.
3. Bidang Pengembangan Teknologi dan Laboratorium (PTL)
Bidang Pengembangan Teknologi Laboratorium mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan dan evaluasi, pengembangan dan
penapisan teknologi dan laboratorium, kemitraan dan jejaring
kerja, kesehatan lingkungan, kesehatan matra serta pendidikan dan
pelatihan bidang pengembangan teknologi dan laboratorium
pengendalian penyakit, kesehatan lingkungan dan kesehatan matra.
Bidang Pengembangan Teknologi dan Laboratorium terdiri dari:
 Seksi Teknologi Pengendalian Penyakit
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan koordinasi
pelaksanaan pengembangan dan penapisan teknologi, serta
pendidikan dan pelatihan di bidang pengendalian penyakit,
kesehatan lingkungan dan kesehatan matra.
 Seksi Teknologi Laboratorium
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan koordinasi
pelaksanaan pengembangan teknologi laboratorium, pendidikan
dan pelatihan di bidang pengendalian penyakit, kesehatan
lingkungan dan kesehatan matra.
4. Bidang Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)
Bidang mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan evaluasi
pelaksanaan analisis dampak lingkungan fisik dan kimia, serta
dampak lingkungan biologi, dan pendidikan dan pelatihan di
bidang pengendalian penyakit, kesehatan lingkungan, dan
kesehatan matra.
Bidang Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan terdiri atas:
 Seksi Lingkungan Fisik dan Kimia
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi, dan koordinasi
pelaksanaan analisis dampak lingkungan fisik dan kimia di bidang

8
pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan, dan kesehatan
matra.
 Seksi Lingkungan Biologi
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi, dan koordinasi
pelaksanaan analisis dampak lingkungan biologi di bidang
pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan.

g. Sertifikasi dan Prestasi


1. Pemenang I Lomba Kebersihan Lingkungan Kantor dalam rangka
kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup di Jawa Timur Tahun
2000
2. Sertifikat Tanda Registrasi Kompetensi Laboratorium
Lingkungan No. Registrasi 0022/LPJ/LABLING-1/LRK/KLH
oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada 3 Juni 2010
3. Laboartorium Lingkungan di Jawa Timur sesuai Keputusan
Gubernur Jawa Timur No. 188/310/KPTS/013/2012 pada Juni
2010
4. Sertifikasi Akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN)
untuk Laboratorium Pengujian No. LP-241-IDN
5. Sertifikasi Akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN)
untuk Laboratorium Kalibrasi No. LP-144-IDN
6. Tim Penyusun Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Jawa Timur
7. Sub regional laboratorium Pengujian Virus Flu Burung (H5N1)
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan
8. Satker UPT Terbaik Pelaksana Laporan Barang Milik Negara
Tahun Anggaran 2014 diterima pada tanggal 10 Mei
2015Pemenang Green Office Tingkat UPT Ditjen PP dan PL Pada
HKN 2014 pada tanggal 12 November 2014
9. Penilaian “memuaskan” pada Program External Quality Control
(EQC) 2016 untuk pemeriksaan virus influenza metode RT PCR
dalam rangka penguatan jejaring laboratorium Emerging

9
Infectious Disease (EID) kerjasama Puslitbang Biomedis dan
Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes, Kemenkes RI dengan
WHO – Indonesia.

h. Instalasi
Berdasarkan Keputusan Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya Nomor :
HK.02.03/VIII.2/028/2017 tentang Penataan Penempatan Sumber
daya manusia di Lingkungan Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya
1. Laboratorium Kimia Fisika Limbah Cair
2. Laboratorium Kimia Fisika Media Air
3. Laboratorium Kimia Fisika Media Udara dan Radiasi
4. Laboratorium Pengembangan Teknologi Media dan Reagensia
5. Pengembangan Metode, Kendali Mutu, dan Kalibrasi
6. Laboratorium Biologi Media Lingkungan dan Biomarker
7. Laboratorium Bioteknologi/Virologi Media Lingkungan dan
Biomarker
8. Pemeliharaan Sarana Laboratorium
9. Teknologi Pengendalian Vektor dan Binatang Percobaan
10. Laboratorium Kimia Fisika Padatan Material dan Biomarker
11. Parasitologi
12. Teknologi Tepat Guna
13. Pengendalian Penyakit Tidak Menular
14. Pengamatan Pes dan Zoonosis Lainnya
15. Unit Pelayanan Prima
16. Pendidikan dan Pelatihan Teknis
17. Media Informasi Kehumasan dan Perpustakaan
18. Pemeliharaan Sarana dan K3

i. Fasilitas
Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kalibrasi Terakreditasi
ISO IEC : 2005 dari komite Akreditasi Nasional

10
Laboratorium Penyakit BSL II Plus
Alat –alat Laboratorium :
1. AAS (atomic Absorption Spectrophotometer) untuk pemeriksaan
logam berat autosampel, dilengkapi grafifurnase, MVU untuk
pemeriksaan merkuri dengan ketelitian sampai ppb
2. Gas Chromatography :
3.2 Gas Chromatography & GC Detector untuk memeriksa
pestisida organoklorin/organophosphate/carbamat.
3.3 GC FID untuk pemeriksaan hidrokarbon.
3.4 GC Mass Spectrophotometer untuk memeriksa pestisida
organoklorin/organophosphate/carbamat.
3. Total Organic Carbon (TOC) untuk mengukur kadar total organik
karbon
4. Spectrophotometer untuk pemeriksaan parameter anorganik
dengan panjang gelombang 3000nm.
5. Bio Oxidation untuk pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif
beserta prototype IPAL.
6. Indoor Air Pollution Control Equipment untuk mengukur kualitas
udara ruangan baik biologi maupun kimia.
7. Biosafety Cabinet Level II beserta PCR machine, ELISA
reader+woasher Gell electrophoresis+doc, Laminar Flow, Frezer
– 80°C & -20°C
8. Ambient Air Pollution Equipment (Stationary & Mobile) untuk
mengukur kualitas udara ambient baik sesaat maupun kontinyu
yang bekerja secara otomatis dan komputerisasi.
9. Alat pengukur emisi sumber tidak bergerak serta getaran
10. Alat pengukur medan magnet untuk mengetahui adanya radiasi.
11. Surveymeter Pengion & Non-pengion untuk mengukur intensitas
radiasi secara langsung.
12. Fluorescence mikroskop untuk pemeriksaan mikrobiologi
13. Peralatan kalibrasi massa
14. Peralatan kalibrasi volumetric

11
15. Peralatan Kalibrasi Suhu (thermometer, coldchain, waterbath,
incubator)
16. Peralatan Kalibrasi Spectrophotometer
17. Standar Acuan untuk Kalibrasi pHmeter, TDSmeter,
Turbidimeter
18. Peralatan Kalibrasi Sound Level Meter
19. Peralatan Kalibrasi High Volume Air Sampler
20. High Speed Refrigerated centrifuge untuk kultur bakteri
21. Incubator aerob dan anaerob untuk pengeraman bakteri
22. Alat uji benthos dan plankton
23. Freeze Dryer; alat pengering bakteri dengan suhu rendah.
24. BD Phoenix 100° untuk mengidentifikasi kuman/bakteri dengan
lebih cepat dan akurat.
25. O2 dan CO2 detector, alat untuk mengukur kadar gas
karbondiksida dan oksiden di udara ambien secara portabel.

2.2 Tinjauan Tentang Air


1. Air
Air adalah satu - satunya substansi umum yang ditemukan di alam
dalam tiga wujud fisik materi yaitu padat, cair dan gas (Campbell, 2002).
Menurut Undang- Undang Rerublik Indonesia Nomer. 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air (Bab I, Pasal I), butir 3 menyebutkan air tanah
adalah air yang terdapat dalam lapisan atau batuan dibawah permukaan
tanah
2. Air minum
Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah
sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di
dalam tubuh manusia itu sendiri. Sumber air minum dapat berasal dari air
permukaan (surface water), air tanah (ground water), dan air hujan.
Termasuk air permukaan adalah air sungai dan air danau, sedangkan air
tanah dapat berupa air sumur dangkal, air sumur dalam maupun mata air
(Mulia, 2005).

12
Air minum merupakan air yang dapat diminum langsung tanpa
dimasak terlebih dahulu. Sedangkan air bersih merupakan air yang
digunakan keperluan sehari-hari, memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum setelah dimasak terlebih dahulu.Air yang dapat diminum dapat
diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan
ketidakmurnian secara kimiawi. Air minum harus bersih dan jernih, tidak
berwarna dan tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau
kekeruhan (Mulia, 2005).
Perusahaan air minum selalu memeriksa kualitas airnya sebelum
didistribusikan pada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi
standar, maka perlu dilakukan pengolahan agar memenuhi standar air
minum. Air minum yang ideal harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa
dan tidak berbau dan tidak mengandung kuman patogen. Air seharusnya
tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan
distribusinya (Mulia, 2005).

2.3 Tinjauan Tentang Parameter


Air siap minum/ air minum adalah air yang sudah terpenuhi syarat fisik,
kimia, bakteriologi serta level kontaminasi maksimum (LKM). Level
kontaminasi maksimum meliputi sejumlah zat kimia, kekeruhan dan bakteri
koliform yang diperkenankan dalam batas-batas aman. Lebih jelas, bahwa air
minum yang berkualitas harus memenuhi syarat sebagai berikut (Gabriel,
2001):
a. Harus jernih, transparan dan tidak berwarna
b. Tidak dicemari bahan organik maupun bahan anorganik
c. Tidak berbau, tidak berasa, kesan enak bila diminum
d. Mengandung mineral yang cukup sesuai standar
e. Bebas kuman/ LKM koliform dalam batas aman.

Agar air minum tidak menyebabkan gangguan kesehatan, maka air tersebut
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Di Indonesia, standar
air minum yang berlaku dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 492/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 yaitu persyaratan air minum dapat

13
ditinjau dari parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan dan
parameter yang berhubungan tidak langsung dengan kesehatan.

Parameter wajib

2.4 Klorida
Klorida adalah salah satu ion yang penting bagi tubuh karena
merupakan anion yang paling berperan dalam mempertahankan
keseimbangan elektrolit. Mengingat pentingnya ion klorida, diperlukan suatu
metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan kadar klorida dalam
sampel yang mengandung klorida.

14
Di Indonesia untuk mendensifeksi air minum banyak digunakan
Chlorine. Harga lebih murah selain itu Chlorine lebih stabil dan dapat
disimpan lebih lama dari pada serbuk pengelantang. Menurut linsley (1991),
Chlorine telah terbukti merupakan desinfektan yang ideal, bila di masukkan
kedalam air akan mempunyai pengaruh yang segera akan membinasakan
kebanyakan makhluk mikroskopis. Chlorine juga dapat menimbulkan efek
negatif terhadap kesehatan manusia selain dapat menimbulkan bau dan rasa
yang tidak enak pada air. Sebagai contoh Chlorine dapat bersifat merusak
atau korosif pada kulit dan peralatan, selain itu Chlorine juga berpotensi
merusak sistem pernafasan manusia dan hewan.
Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut. Sekitar ¾ dari
Clorine (Cl2) yang terdapat di bumi berada dalam bentuk larutan. Unsur klor
dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida (Cl-). Ion klorida adalah salah
satu anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami dalam jumlah
lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat
dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl) dan
kalsium klorida (CaCl2). Klorida tidak bersifat toksik pada makhluk hidup,
bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotik sel (Effendi, 2003).
Anion Cl- dengan larutan perak nitrat AgNO3 membentuk endapan
perak klorida, AgCl, yang seperti dadih dan putih. Ia tak larut dalam air dan
dalam asam nitrat encer tetapi larut dalam larutan amonia encer dan dalam
larutan-larutan kalium sianida dan tiosulfat (Svehla, 1985).
Ion klorida terdapat dalam bentuk senyawa. Banyak senyawa kimia
dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung klorida. Kadar klorida tiap
senyawa berbeda-beda. Untuk menentukan kadar ion klorida dalam air dapat
menggunakan metode argentometri.

2.5 Analisis Kadar Klorida


Metode analisis yang umumnya digunakan adalah gravimetri, titrasi
argentometri, spektrofotometri UV/Vis, dan spektrofotometri absorbsi atom.
Salah satu cara untuk mengetahui kadar asam – basa dalam suatu
larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetric (titrasi) merupakan cara

15
penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran
volumenya. Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas:
1. Asidi dan alkalimetri: volumetri ini berdasarkan atas reaksi netralisasi
asam-basa.
2. Oksidimetri: volumetric jenis ini berdasarkan atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri : volumetric jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi
(pengendapan dari ion Ag+).

Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin “Argentum”, yang


berarti perak. Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk
menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi
berdasar pembentukan endapan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat
pemeriksaaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan
standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan. Sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,
kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Day dan
Underwood, 1992). Berdasarkan pada indikator yang digunakan,
Argentometri dapat dibedakan atas:
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida
dan Bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan
penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus
dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis pH 6,5-9,0.
Dalam suasana asam, perak kromat larut kerena terbentuk dikromat dan
dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Titik akhir
titrasi dapat dinyatakan dengan indikator larutan K2CrO4 yang dengan
ion perak berlebih menghasilkan endapan yang berwarna kemerah-
merahan.
2. Metode Valhard (penetuan zat warna yang mudah larut)
Titrasi ini dilakukan secara langsung, dimana ion halogen lebih
dahulu dengan ion perak yang berlebih. Kelebihan ion perak dititrasi
dengan larutan KCNS atau NH4CNS. Titrasi ini dapat dinyatakan dengan
indikator ion Fe3+ yang dengan ion CNS berlebih akan menghasilkan

16
larutan berwarna merah. Titrasi harus dilakukan dalam suasana asam
berlebih.
3. Metode Fajans (Indikator Absorpsi)
Menurut cara ini, suatu ion halogenida dengan AgNO3 membentuk
endapan perak halogenida yang pada titik ekivalen dapat mengabsorsi
berbagai zat warna sehingga terjadi perubahan warna. Klorida dapat
dititrasi dalam suasana asam atau sedikit basa dengan indikator
fluorescein, bromida, iodida, dan tiosianat dapat dititrasi dalam suasana
lemah dengan indikator cosin.
4. Metode Liebig
Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditunjukan dengan
indikator, akan tetapi ditunjukan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika
larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan alkali sianida akan terjadi
endapan putih tetapi pada pengocokan larut kembali karena terbentuk
kompleks sianida yang stabil dan larut.
Metode analisis gravimetri adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada pengukuran berat, yang melibatkan: pembentukan,
isolasi dan pengukuran berat dari suatu endapan. Kinerja dari metode
gravimetri pun relatif lambat, memerlukan sedikit peralatan, tidak
memerlukan kalibrasi, akurasi 1-2 bagian per seribu, sensitivitas: analit
> 1%, selektivitas: tidak terlalu spesifik. Mengenai kelarutan, bila suatu
zat terlarut larut sangat sedikit dalam pelarut (kurang dari 0,1 gram zat
terlarut dalam 1000 g pelarut) maka zat itu disebut sukar larut (insoluble)
(Widiarto, 2009).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung
sebagian besar dan struktur morfologi endapan, yaitu pada bentuk dan
ukuran kristal-kristalnya. Makin besar kristal-kristal yang terbentuk
selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah disaring, dan
mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun
ke bawah keluar dari larutan, yang akan membantu proses penyaringan
(Svehla, 1990).

17
2.6 Sulfat (SO42-)
Sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus SO42- yang
memiliki massa molekul 96,06 satuan massa atom. Ion sulfat terdiri dari atom
pusat sulfur yang dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan
tetrahedral. Ion sulfat bermuatan negatif dua dan merupakan basa konjugat
dari ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-, yang merupakan basa konjugat dari
asam sulfat, H2SO4 (Aprianti, 2008).
Sulfat secara luas terdistribusi di alam dan dalam air alam, terutama
dalam air limbah industri. Salah satunya adalah air buangan limbah industri
kertas dan pertambangan yang memiliki kadar sulfat yang tinggi karena
oksidasi dari pirit. Konsentrasi sulfat di dalam air alam umumnya terdapat
dalam jumlah yang sangat besar (Aprianti, 2008).
Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari
aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan limbah laboratorium.
Secara ilmiah sulfat biasanya berasal dari pelarutan mineral yang
mengandung S, misalnya gips (CaSO4.2H2O) dan kalsium sufat anhidrat
(CaSO4). Selain itu dapat juga berasal dari oksidasi senyawa organik yang
mengandung sulfat adalah antara lain industri kertas,tekstil dan industri
logam . Ion sulfat merupakan sejenis ion padatan dengan rumus empiris
SO4 dengan massa molekul 96.06 satuan massa atom. Sulfat terdiri atom pusat
sulfur dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahidron ion
sulfat bermuatan dua negatif dan merupakan basa konjugat ion hidrogen
sulfat (bisulfit) H2SO4- yaitu bes konjugat asam sulfat H2SO4 terdapat sulfat
organik seperti dimetil sulfat yang merupakan senyawa kovalen dengan
rumus (CH3O)2SO2 dan merupakan ester asam sulfat (Anonim, 2011)
Ion sulfat adalah salah satu anion utama yang muncul di air alami atau
alam. Sulfat adalah salah satu ion penting dalam ketersediaan air karena efek
pentingnya bagi manusia saat ketersediaannya dalam jumlah besar. Untuk hal
sulfat direkomendasikan batas maksimal sulfat dalam air sekitar 250 mg/L
untuk air yang dikonsumsi manusia. Sulfat dikenal sangat larut dalam air
kecuali di dalam Kalsium Sulfat, Stronsium Sulfat. Barium Sulfat sangat
berguna dalam proses gravimetri sulfat. Penambahan Barium Klorida pada

18
suatu larutan yang mengandung ion sulfat. Kelihatan endapan putih, yaitu
barium sulfat yang menunjukkan adanya anion sulfat. Ion sulfat bisa menjadi
ligan yang menghubungkan mana-mana satu dengan oksigen (monodentant)
dan dua oksigen sebagai kelat atau jembatan (Jakaoktasano, 2012)
Contoh dari Sulfat antara lain: senyawanya H2SO4 (asam sulfat).
Senyawa sulfat mudah dijumpai di alam, seperti dalam air hujan. Senyawa
sulfat juga berasal dari hasil buangan pabrik (limbah) kertas, tekstil (karena
proses pembuatannya atau pewarnaan memakai asam sulfat) dan industri
lainnya Sulfat cukup sulit dihilangkan dari air, karena sifat sulfat yang
sempurna larut dalam air, sehingga untuk memisahkannya harus memakai
membran elektrodialisis. Cara untuk mendeteksi kandungan sulfat dalam air
dapat dilakukan dengan mempergunakan alat spektrofotometer (uji
kuantitatif). Pengujian dengan spektrofotometer akan mengukur absorban
larutan melalui instensitas warna larutan. Oleh karena itu, sampel yang akan
digunakan harus jernih agar tidak mengganggu proses pembacaan absorban
pada spektrofotometer.
Ciri dari sulfat, yaitu
1. Kebanyakan sulfat sangat larut dalam air, kecuali Kalsium Sulfat,
Stronsium Sulfat, danBarium Sulfat. Barium Sulfat yang sangat berguna
dalam analisis gravimetri sulfat dengan panambahan Barium Klorida pada
suatu larutan yang mengandung ion sulfat. Kelihatan endapan putih, yaitu
Barium Sulfat menunjukkan adanya anion sulfat;
2. Ion sulfat bias menjadi satu ligan, menghubungkan satu dengan oksigen
(mono dentat) atau dua oksigen sebagai kelas atau jembatan;
3. Sulfat berwujud sebagai zat mikroskopik (aerosol) yang merupakan dari
hasil pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa. Zat yang dihasilkan
menambahkan keasaman atmosfer dan mengakibatkan hujan asam.
Dampak yang ditimbulkan oleh Sulfat
Konsentrasi maksimum yang masih diperbolehkan dalam air 250 mg/l.
MenyebabkanLaxative apabila kadarnya berupa Magnesium dan Sodiums.
Senyawa sulfat bersifat iritasi pada saluran pencernaan (saluran gastro
intestinal), apabila dalam bentuk campuran Magnesium atau Natrium pada

19
dosis yang tidak sesuai aturan. Sebagai contoh bentuk Magnesium Sulfat
yang biasa ditambahkan ke dalam air minurn untuk membantu pengendapan
(penjernihan air) setelah penambahan Klorin (Anonim, 2011)

2.7 Spektrofotometri
Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah
berdasarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu
larutan yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya.
Proses ini disebut “absorpsi spektrofotometri”, dan jika panjang gelombang
yang digunakan adalah gelombang cahaya tampak, maka disebut sebagai
“kolorimetri”, karena memberikan warna. Selain gelombang cahaya tampak,
spektrofotometri juga menggunakan panjang gelombang pada gelombang
ultraviolet dan infra merah. Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah
cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi
kontaminan dalam larutan (Lestari, 2010). Dalam analisis secara
spektrofotometri, terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik
yang digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380 nm), daerah visible (380 – 700
nm), daerah inframerah (700 – 3000 nm) (Khopkar, 1990).

Gambar 1. Instrumen spektrofotometer


Sumber : https://multimeter-digital.com/alat-spektrofotometer-uv-vis-
amv11.html

Menurut Cairns (2009), spektrofotometer adalah alat untuk mengukur


transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu

20
tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar
spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu:
a. Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki
pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi
cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah
dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari
wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa,
daerah panjang gelombang 350 – 2200 nanometer (nm).
b. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya
polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu
(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
c. Cuvet
Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari
kwars, plexiglass, kaca, plastik dengan bentuk tabung empat persegi
panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai
cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat
dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat
dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).
d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya
menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil
data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.

Prinsip Kerja Alat Spektrofotometer


Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya
tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk
pengukuran suatu zat tertentu, dan setiap gugus kromofor mempunyai
panjang gelombang maksimum yang berbeda. Dari monokromator tadi,
cahaya atau energi radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan

21
diperiksa di dalam kuvet. Jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan
menghasilkan sinyal elektrik pada detektor, yang mana sinyal elektrik ini
sebanding dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya sinyal
elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka (Triyati, 1985).

Gambar 2. Skema prinsip kerja spektrofotometer


Sumber : https://myessozone.wordpress.com/2013/07/26/spektroskopi-
ultraviolet-visible/

Sel absorpsi dipakai dari bahan silika, kuvet dan plastik banyak dipakai
untuk daerah Sinar Tampak. Kualitas data absorbans sangat tergantung pada
cara pemakaian dan pemeliharaan sel. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat
pengotor pada dinding sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel itu harus
bersih sekali sebelum dipakai (Skoog dan West, 1971).

Jenis Spektrofotometer
Jenis-jenis spektrofotometer berdasarlam pada daerah spektrum yang
akan dieksporasi terdiri dari spektrofotometer sinar tampak (Vis) serta
gabungan spektrofotometer sinar tampak (Vis) dan ultraviolet (UV),
sedangkan berdasarkan teknik optika sinar terdiri dari spektrofotometer
optika sinar tunggal (single beam optic) dan spektrofotometer optika sinar
ganda (double beam optic). Berikut penjabaran masing-masing jenis
spektrofotometer:
a. Spektrofotometer Sinar Tampak (Vis)

22
Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu tungsten halogen.
Lampu tungsten halogen menghasilkan cahaya tampak dalam daerah
panjang gelombang 350-800nm. Lampu tersebut terbuat dari tabung
kuarsa yang berisi filament tungsten dan sejumlah kecil iodine.
Spektrofotometer UV-Vis membandingkan cuplikan standar yaitu substrat
gelas preparat. Hasil pengukuran dari spektrofotometer UV-Vis
menunjukkan kurva hubungan transmitan dan panjang gelombang (Basset,
1994).
b. Spektrofotometer Sinar Tampak (Vis) dan Ultraviolet (UV)
Sumber cahaya yang digunakan adalah kombinasi antara lampu
tungsten halogen dan lampu deuterium (D2). Lampu deuterium (D2) dapat
menghasilkan cahaya dalam daerah 160–380nm.
c. Spektrofotometer Optika Sinar Tunggal (Single Beam Optic)
Semua cahaya melewati seluruh sel sampel. Contoh alat
spektrofotometer single beam adalah spektronik 20. Alat ini merupakan
desain paling awal tetapi masih banyak digunakan baik dalam pengajaran
maupun laboratorium industri. Panjang gelombang paling rendah adalah
190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800-1000nm.
d. Spektrofotometer Optika Sinar Ganda (Double Beam Optic)
Cahaya terbagi ke dalam dua arah/berkas. Berkas cahaya pertama
melewati sel pembanding, dan cahaya yang lainnya melewati sel sampel/
Berkas cahaya kemudian bergabung kembali, masuk ke detektor, dan
detektor merespon cahaya netto dari kedua arah. Double beam digunakan
pada panjang gelombang 190-750nm.

Hukum yang Mendasari Spektrofotometri


Menurut Lestari (2010), prinsip kerja dari metode spektrofotometri ini
adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan
konsentrasi kontaminan dalam larutan. Prinsip ini dijabarkan dalam Hukum
Beer-Lambert, yang menghubungkan antara absorbansi cahaya dengan
konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi, berdasarkan persamaan
berikut:
A = log (Iin / Iout) = (1/T) = a x b x c

23
Keterangan:
A = Absorbance
Iin = Intensitas cahaya yang masuk
Iout = Intensitas cahaya yang keluar
T = Transmittansi
a = tetapan absorpsivitas molar
b = panjang jalur
c = konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi

2.8 Tingkat Kekeruhan Air


Tingkat kekeruhan air biasanya disebut turbiditas. Turbiditas pada air
disebabkan oleh adanya materi suspensi, seperti tanah liat/lempung, endapan
lumpur, partikel organik ynag koloid, plankton, dan organismer mikroskopis
lainnya (NN Vol 2, 1988).
Turbiditas biasanya diukur dengan turbidimeter yang berprinsip pada
spektroskopi absorpsi, dan yang diukur adalah absorpsi akibat partikel yang
tercampur. Turbiditas juga biasa diukur dengan turbidimeter atau
nephelometer yang berprinsip pada hamburan sinar dengan peletakan
detektor pada sudut 900 dari sumber sinar dan ynag diukur adalah hamburan
cahaya oleh campurannya (Khopkar, 1990).
Tingkat kekeruhan atau turbiditas ini ditunjukkan dengan satuan
pengukuran yaitu Nephelometric Turbidity Units (NTU). Berdasarkan
ketentuan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit Surabaya, batas maksimum tingkat kekeruhan air minum yang
memenuhi syarat adalah 5 NTU.

24
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu Pelaksanaan


Kegiatan praktek kerja lapangan dilaksanakan selama 1 bulan yaitu
pada tanggal 02 Juli 2018 – 31 Juli 2018.
3.2 Tempat Pelaksanaan
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan di Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKL-PP) Surabaya.
3.3 Bidang atau Jenis Kegiatan
1. Kegiatan Rutin
Untuk hari Senin sampai Kamis, jam kerja dimulai pukul 07.30 WIB
dan selesai pada pukul 16.00 WIB. Namun pada hari Senin dilakukan apel
pagi terlebih dahulu. Khusus hari Jumat, ada senam pagi yang dimulai
pukul 07.00 WIB dan selesai kerja pukul 16.30 WIB.
2. Kegiatan Praktek
a. Memahami sistem kerja analis yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia
b. Kegiatan analisis hampir dilakukan setiap hari karena sampel yang
masuk sangat banyak. Kegiatan analisis dilakukan di laboratorium
Kimia Fisika Media Air.
3.4 Prosedur kerja
1. Analisis kadar klorida
 Tujuan
Mengetahui kadar klorida dalam sampel air minum
 Prinsip
Prinsip dari analisis klorida yaitu titrasi argentometri yang merupakan
titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan menggunakan ion
perak.
 Alat dan Bahan
Alat :
- Erlenmeyer 250 mL

25
- Buret digital
- Pipet
Bahan :
- Sampel air minum
- Larutan K2CrO4 5%
- Larutan AgNO3
 Langkah Kerja
- Pembuatan larutan blanko

25 mL aquades

- Ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4


5%
- Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai
terbentuk warna merah bata
- Dicatat volume AgNO3 yang dibutuhkan
Larutan merah bata

- Perlakuan Sampel
25 mL sampel air minum

- Ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4


5%
- Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai
terbentuk warna merah bata
- Dicatat volume AgNO3 yang dibutuhkan
Larutan merah bata

2. Analisis kadar sulfat


 Tujuan
Untuk mengetahui kadar sulfat pada air minum yang dianalisis
 Prinsip
Ion sulfat bereaksi dengan barium klorida daam suasana asam akan
membentuk suspensi barium sulfat dengan membentuk kristal barium
sulfat yang sama besarnya diukur dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 420 nm.
 Alat dan Bahan
Alat :

26
- Erlenmeyer 250 ml sesuai banyak sampel air
- Pipet volume 1 buah
- Spektrofotometer UV-Vis 1 set
Bahan :
- Sampel air minum
- Larutan buffer A
- Serbuk BaCl2
 Langkah Kerja
- Pembuatan Larutan Blanko

25 mL aquades

- Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml


- Ditambahkan 5 ml larutan buffer A
- Ditambahkan serbuk BaCl2 seujung
sendok takar
- Diaduk selama 5 menit
- Dibaca dengan UV-Vis dengan panjang
gelombang 430 nm
Kadar sulfat

- Perlakuan sampel

25 mL sampel air minum

- Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml


- Ditambahkan 5 ml larutan buffer A
- Ditambahkan serbuk BaCl2 seujung
sendok takar
- Diaduk selama 5 menit
- Dibaca dengan UV-Vis dengan panjang
gelombang 430 nm
Kadar sulfat

27
3. Analisis kekeruhan
 Tujuan
Untuk mengetahui tingkat kekeruhan pada sampel air minum yang
dianalisis
 Prinsip
Prinsip umum dari alat turbidimeter adalah sinar yang datang mengenai
suatu partikel ada yang diteruskan dan ada yang dipantulkan, maka sinar
yang diteruskan digunakan sebagai dasar pengukuran (Day and
Underwood, 2002).
 Alat dan Bahan
Alat :
- Erlenmeyer 250 ml sesuai banyak sampel air
- Alat hatch turbidmeter 2100 AN 1 set

Bahan :
- Sampel air minum
- Tissue
 Langkah kerja

50 mL sampel

- Dikocok
- Dimasukan ke dalam botol sampel
sampai tanda batas
- Dimasukkan ke dalam alat turbidimeter
- Dibaca angka yang stabil dengan satuan
NTU

Nilai kekeruhan

28
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kadar Klorida


Air merupakan kebutuhan setiap makhluk hidup. Hampir semua
kehidupan di dunia ini tidak pernah lepas dari ketergantungan terhadap air
mulai dari hal-hal yang sederhana sampai hal-hal yang sangat kompleks
sekalipun. Kemampuan air untuk melarutkan zat-zat lain tentunya
memberikan dampak positif terhadap kelangsungan hidup karena hal itu akan
membantu manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi di sisi lain hal
itu juga justru membawa kekhawatiran sebab banyak zat-zat lain yang sama
sekali tidak ada manfaatnya yang bisa dirasakan secara langsung untuk
hidupan. Berbagai jenis zat yang larut dalam air salah satunya adalah zat
kimia inorganik. Misalnya klorida. Didalam tubuh klorida sangatlah penting
tetapi dalam jumlah yang sedikit. Kelebihan dalam tubuh tentunya akan
berdampak negatif.
Klorida adalah ion yang terbentuk suatu unsur klor mendapatkan satu
elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl (Panjaitan,
2009). Klorida adalah salah satu ion yang penting bagi tubuh karena
merupakan anion yang paling berperan dalam mempertahankan
keseimbangan elektrolit. Mengingat pentingnya ion klorida, diperlukan suatu
metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan kadar klorida dalam
sampel yang mengandung klorida.
Di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit Surabaya khususnya di laboratorium Kimia Fisika Media Air yang
menganalisis beberapa parameter air minum, salah satu yang dianalisis adalah
kadar klorida pada sampel air minum yang masuk. Dalam analisis kadar
klorida, di BBTKL-PP Surabaya menggunakan prinsip titrasi argentometri
metode Mohr dengan mengacu pada SNI 6989.19.2009. Prinsip titrasi
argentometri merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak.
Langkah yang dilakukan yaitu :

29
1. Uji kadar Cl- pada blanko
Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding bagi air sampel untuk
mengetahui apakah air sampel yang dianalisis termasuk ke dalam syarat
batas air minum atau tidak.
Penentuan kadar klorida pada blanko menggunakan titrasi
argentometri. Titrasi argentometri ini dibedakan berdasarkan atas
indikator yang digunakan, pada percobaan ini digunakan metode Mohr
karena indikator yang digunakan adalah larutan K2CrO4.
Prinsip dari metode ini adalah reaksi pengendapan yang melibatkan
ion Ag+, dimana ion Ag+ dari AgNO3 akan bereaksi dengan ion Cl- dari
sampel membentuk garam yang tidak mudah larut, yaitu AgCl. Setelah
semua ion klorida habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan
indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat (CrO42-),
hasilnya adalah terbentuknya senyawa Ag2CrO4 yang berwarna merah
bata.
Langkah yang dilakukan adalah mengambil 25 mL aquades tidak
berwarna dengan bantuan gelas ukur 25 mL dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 100 ml. kemudian ditambahkan dengan 3 tetes larutan
K2Cr2O7 5% berwarna kuning. Terjadi perubahan warna yang semula
aquades tidak berwarna menjadi berwarna kuning setelah ditambah
dengan larutan K2Cr2O7 5%. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi
menggunakan larutan AgNO3 tidak berwarna yang telah berada didalam
botol besar dengan dipasang buret digital pada mulut botol. Reaksi yang
terjadi :
AgNO3 (aq) + Cl- (aq) → AgCl (s) + NO3- (aq)
Buret digital digunakan karena hasil analisa menggunakan buret ini
sangat memuaskan. Buret digital ini digunakan untuk meneteskan
sejumlah reagen cair di dalam eksperimen yang membutuhkan presisi,
layaknya pada eksperimen titrasi. Proses titrasi berhenti ketika larutan
berubah warna dari kuning menjadi merah bata yang menandai bahwa titik
akhir titrasi telah tercapai. Terbentuknya warna merah bata ini terjadi
karena ion Cl- telah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3, lalu kelebihan

30
Ag+ bereaksi dengan Cr2O72- dari indikator K2Cr2O7 yang ditambahkan,
sehingga membentuk larutan berwarna merah bata. Reaksi yang terjadi :

2AgNO3 (aq) + K2Cr2O7 (aq) → Ag2Cr2O7 (s) + 2 KNO3 (aq)


Titik ekuivalen pada titrasi argentometri ini dicapai ketika mol Cl-
habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3 yang membentuk AgCl, namun
titik ekuivalen ini sulit untuk diamati. Oleh karena itu digunakan indikator
berupa K2Cr2O7 yang berfungsi untuk mengetahui titik akhir yang dapat
diamati dengan perubahan warna dan endapan merah bata. Diusahakan
titik akhir mendekati titik ekuivalen titrasi sehingga data yang diperoleh
akurat.
Kemudian dilihat dan dicatat volume AgNO3 yang dibutuhkan
hingga titik akhir titrasi tercapai pada buret digital. Volume AgNO3 pada
blanko selanjutnya akan dimasukkan ke dalam rumus sebagai faktor
pengurang dalam menentukan kadar klorida.
2. Penentuan kadar klorida dalam sampel air minum
Langkah penentuan kadar klorida dalam sampel air minum ini sama
dengan langkah uji pada blanko. Langkah yang dilakukan adalah
mengambil 25 mL beberapa sampel air minum tidak berwarna dengan
bantuan gelas ukur 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml.
kemudian ditambahkan dengan 3 tetes larutan K2Cr2O7 5% berwarna
kuning. Terjadi perubahan warna yang semula sampel tidak berwarna
menjadi berwarna kuning setelah ditambah dengan larutan K2Cr2O7 5%.
Selanjutnya larutan tersebut dititrasi menggunakan larutan AgNO3 N
tidak berwarna yang telah berada didalam botol besar dengan dipasang
buret digital pada mulut botol. Reaksi yang terjadi saat proses titrasi :
AgNO3 (aq) + Cl- (aq) → AgCl (s) + NO3- (aq)
Buret digital digunakan karena hasil analisa menggunakan buret ini
sangat memuaskan. Buret digital ini digunakan untuk meneteskan
sejumlah reagen cair di dalam eksperimen yang membutuhkan presisi,
layaknya pada eksperimen titrasi. Proses titrasi berhenti ketika larutan
berubah warna dari kuning menjadi merah bata yang menandai bahwa titik
akhir titrasi tercapai. Terbentuknya warna merah bata ini terjadi karena ion

31
Cl- telah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3, lalu kelebihan Ag+
bereaksi dengan Cr2O72- dari indikator K2Cr2O7 yang ditambahkan,
sehingga membentuk larutan berwarna merah bata. Reaksi yang terjadi :
2AgNO3 (aq) + K2Cr2O7 (aq) → Ag2Cr2O7 (s) + 2 KNO3 (aq)
Titik ekuivalen pada titrasi argentometri ini dicapai ketika mol Cl-
habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3 yang membentuk AgCl, namun
titik ekuivalen ini sulit untuk diamati. Oleh karena itu digunakan indikator
berupa K2Cr2O7 yang berfungsi untuk mengetahui titik akhir yang dapat
diamati dengan perubahan warna. Diusahakan titik akhir mendekati titik
ekuivalen titrasi sehingga data yang diperoleh akurat.
Kemudian dilihat dan dicatat volume AgNO3 yang dibutuhkan
hingga titik akhir titrasi tercapai pada buret digital. Volume AgNO3 ini
selanjutnya akan dimasukkan ke dalam rumus dalam menentukan kadar
klorida.
(𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜). 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝐴𝑔𝑁𝑂3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑙− =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Faktor koreksi diperoleh sebesar 19,9512. Hasil ini diperoleh dengan
melakukan pembakuan larutan AgNO3 yang akan digunakan sebagai
peniter. Proses pembakuan dilakukan dengan cara 25 mL larutan NaCl
0,0141 N dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambah dengan 1
mL larutan kromat 5% berwarna kuning, kemudian dititrasi secara triplo.
Volume AgNO3 yang dibutuhkan dirata-rata sebagai nilai Vh. Larutan
blanko juga dibuat dengan langkah yang sama, namun yang dititrasi adalah
aquades. Larutan blanko ini dibuat sebagai faktor pengurang pada
penentuan N AgNO3. Volume AgNO3 yang dibutuhkan sebagai nilai Vb.
Kemudain dapat dihitung N AgNO3 dengan rumus :
𝑁 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑥 𝑉 𝑁𝑎𝐶𝑙
𝑁 𝐴𝑔𝑁𝑂3 =
𝑉ℎ − 𝑉𝑏
Dengan menggunakan rumus diatas, dapat diketahui N AgNO3 yang
digunakan dalam analisis kadar klorida pada beberapa sampel.
Dilakukannya pembakuan ini karena pada pembuatan larutan standar
AgNO3 pasti terdapat kesalahan dalam proses menimbang dan

32
mengencerkannya. Oleh karena itu, perlu dibakukan agar nilai kadar
klorida yang dianalisis akurat.
Normalitas AgNO3 yang diperoleh ketika proses standarisasi,
selanjutnya dimasukkan ke dalam perhitungan faktor koreksi AgNO3
dengan menggunakan rumus :
𝑁 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 35450
𝑓 𝐴𝑔𝑁𝑂3 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝐶𝑙
Faktor koreksi AgNO3 ini selanjutnya digunakan sebagai faktor pada
perhitungan kadar klorida dalam sampel yang dianalisis, sehingga kadar
klorida pada sampel air minum yang dianalisis dapat diketahui dengan
akurat. Dengan rumus :
(𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜). 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝐴𝑔𝑁𝑂3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑙− =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Dari rumus diatas dapat diketahui kadar beberapa sampel air minum
yang dianalisis adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Klorida Pada Beberapa Sampel Air Minum
No sampel Klorida(mg/L)
1 10,175
2 17,956
3 21,348
4 14,963
5 7,182
6 24,939
7 29,927
8 28,730
9 25,538
10 28,331

Berdasarkan PERMENKES RI NO. 492/MENKES/PER/IV/2010


mengenai aturan air minum bahwa batas kadar klorida maksimum yang
diperbolehkan adalah 250 mg/L, sehingga berdasarkan parameter klorida,
sampel air minum yang dianalisis memenuhi batas syarat air minum.

33
4.2 Analisis kadar sulfat (SO42-)
Sulfat merupakan senyawa yang paling stabil secara kimia karena
dalam bentuk oksida paling tinggi. Sulfat di dalam lingkungan (air) dapat
berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah
industri dan limbah laboratorium. Secara ilmiah, sulfat berasal dari pelarutan
mineral yang mengandung sulfur, misalnya CaSO4.2H2O atau gips dan
kalsium sulfat anhidrat (CaSO4).
Penentuan kadar sulfat pada sampel air minum di Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya menggunakan
metode turbidimetri yang sesuai dengan SNI 6989.20.2009. Prinsip dari
metode ini adalah ion sulfat bereaksi dengan barium klorida dalam suasana
asam akan membentuk suspensi barium sulfat dengan membentuk kristal
barium sulfat yang sama besarnya diukur dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 420 nm. Semakin tinggi konsentrasi sulfat, maka semakin
keruh cairan yang bersangkutan (Mulyono, 2007).
Langkah yang dilakukan adalah :
1. Uji kadar sulfat (SO42-) pada blanko
Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding bagi air sampel untuk
mengetahui apakah air sampel yang dianalisis termasuk ke dalam syarat
batas air minum atau tidak.
Langkah yang dilakukan adalah menakar 25 mL aquades yang tidak
berwarna dengan menggunakan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan dengan 5 mL larutan buffer A
yang tidak berwarna dengan menggunakan pipet volume. Menghasilkan
campuran larutan yang tidak berwarna. kemudian ditambahkan dengan
kristal BaCl2 seujung sendok takar. Menghasilkan campuran larutan tidak
berwarna dan ada endapan putih. Lalu dilakukan pengadukan selama 5
menit untuk menyempurkan reaksi. Menghasilkan larutan agak keruh.
Reaksi yang terjadi :
SO42- (aq) + Ba2+ (aq)  BaSO4 (s)
Larutan yang telah dikocok, dibaca menggunakan spektrofotometri
UV-Vis dengan panjang gelombang 420 nm.

34
Prinsip penentuan sulfat secara spektrofotometri adalah dengan
mereaksikan ion sulfat yang ada di dalam sampel air dengan larutan BaCl2,
sehingga terbentuk suspensi BaSO4. kekeruhan yang dihasilkan diukur
dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm.
2. Penentuan kadar sulfat (SO42-) pada air minum
Langkah yang dilakukan dalam penentuan kadar sulfat pada air
minum sama dengan langkah pada uji blanko. Langkah yang dilakukan
adalah menakar 25 mL sampel air minum yang tidak berwarna dengan
menggunakan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL. Ditambahkan dengan 5 mL larutan buffer A yang tidak berwarna
dengan menggunakan pipet volume. Menghasilkan campuran larutan yang
tidak berwarna. Kemudian ditambahkan dengan kristal BaCl2 seujung
sendok takar. Menghasilkan campuran larutan tidak berwarna dan ada
endapan putih. Lalu dilakukan pengadukan selama 5 menit untuk
menyempurnakan reaksi. Menghasilkan larutan agak keruh. Reaksi yang
terjadi :
SO42- (aq) + Ba2+ (aq)  BaSO4 (s)
Larutan yang telah dikocok, dibaca menggunakan spektrofotometri
UV-Vis dengan panjang gelombang 420 nm. Prinsip penentuan sulfat
secara spektrofotometri adalah dengan mereaksikan ion sulfat yang ada di
dalam sampel air dengan larutan BaCl2, sehingga terbentuk suspensi
BaSO4. kekeruhan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometri pada
panjang gelombang 420 nm.
Berdasarkan persamaan regresi linear yang dihasilkan pada
pembacaan larutan standar sulfat yaitu y = 0,01012 x – 0,00274 dengan x
adalah kadar sulfat pada sampel dan y sebagai nilai absorbansi dengan R2
sebesar 0,99954 . nilai ini menunjukkan bahwa linearitas dari kurva adalah
baik dan dapat digunakan dalam penentuan konsentrasi sampel air minum.
Hasil kadar sulfat pada beberapa sampel air minum yang dianalisis dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

35
Tabel 4.2. Hasil Analisis Kadar Sulfat Pada Beberapa Air Minum di
BBTKL-PP Surabaya.
No sampel Sulfat (mg/L)
1 5,0727
2 21,5264
3 94,2633
4 51,1170
5 38,8961
6 40,2999
7 41,6073
8 45,4438
9 4,7408
10 4,0531

Berdasarkan PERMENKES RI NO. 492/MENKES/PER/IV/2010


mengenai aturan air minum bahwa batas kadar sulfat maksimum yang
diperbolehkan adalah 250 mg/L, sehingga berdasarkan parameter sulfat,
sampel air minum yang dianalisis memenuhi batas syarat air minum.

4.3 Analisis kekeruhan


Berdasarkan instruksi kerja di balai besar teknik kesehatan dan
pengendalian penyakit surabaya, untuk menganalisis kekeruhan pada sampel
air minum digunakan alat Hach Turbidimeter 2100 AN.
Prinsip umum dari alat turbidimeter adalah sinar yang datang mengenai
suatu partikel ada yang diteruskan dan ada yang dipantulkan, maka sinar yang
diteruskan digunakan sebagai dasar pengukuran (Day and Underwood, 2002).
Langkah yang dilakukan adalah mengambil 50 ml sampel air minum,
dikocok, kemudian dimasukkan ke dalam alat turbidimeter sampai tanda
batas, kemudian diklik tombol read untuk membaca angka. Dibaca angka
yang stabil dengan satuan NTU.
Berikut beberapa hasil analisis kekeruhan menggunakan alat Hach
Turbidimeter 2100 AN di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabaya.

36
Tabel 4.3. Hasil Analisis Kekeruhan pada beberapa sampel air minum di
BBTKL-PP Surabaya
No sampel Skala NTU
1 0,1
2 0,17
3 0,15
4 0,15
5 0,17
6 0,16
7 0,11
8 0,13
9 0,15
10 0,17

Berdasarkan kualitas mutu di BBTKL PP Surabaya mempunyai aturan bahwa


kadar maksimum kekeruhan pada air minum adalah sebesar 5 skala NTU,
sehingga berdasarkan parameter kekeruhan, sampel air minum yang
dianalisis memenuhi batas syarat air minum.

37
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan :


1. Berdasarkan PERMENKES RI NO. 492/MENKES/PER/IV/2010 mengenai
aturan air minum bahwa batas kadar klorida maksimum yang diperbolehkan
adalah 250 mg/L, sehingga berdasarkan parameter klorida, sampel air minum
yang dianalisis memenuhi batas syarat air minum.
2. Berdasarkan PERMENKES RI NO. 492/MENKES/PER/IV/2010 mengenai
aturan air minum bahwa batas kadar sulfat maksimum yang diperbolehkan
adalah 250 mg/L, sehingga berdasarkan parameter sulfat, sampel air minum
yang dianalisis memenuhi batas syarat air minum.
3. Berdasarkan kualitas mutu di BBTKL-PP Surabaya mempunyai aturan bahwa
kadar maksimum kekeruhan pada air minum adalah sebesar 5 skala NTU,
sehingga berdasarkan parameter kekeruhan, sampel air minum yang dianalisis
memenuhi batas syarat air minum.

38
DAFTAR PUSTAKA
Aprianti, M. 2008. Analisis Kandungan Boron, Seng, Mangan dan Sulfat dalam Air
Sungai Mesjid sebagai Air Baku PDAM Dumai. FMIPA-UR, Pekanbaru.
Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Alih bahasa lestari, R.
et al. safitri, A., Simarmata, L., Hardani, H.W. (eds). Erlangga, Jakarta.
Day, R. A & Underwood, A. L. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Gabriel, J.F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Hipokrates.
http://www.btklsby.go.id/ diakses pada tanggal 20 Agustus 2018
Jakaoktasano. 2012. Analisis Grafimetri Penentuan Kadar Sulfat.
http://jakaoktasanovajaka.blogspot.com/2012/02/analisis-gravimetri-
penentuan kadar sulfat.html (diakses 2012/11/19).
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik (terjemahan). Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Mulia, Ricky.M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi pertama,
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
NN. 1988. Guidelines for Drinking Water quality (Vol 2): Belgium: World Health
Organization.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Svehla,G. 1985. “ Vogel I : Buku Teks Analisis Kualitatif Makro dan Semimikro “.
Jakarta: P.T. Kalman Media Pustaka.
Svehla, G. 1990. Vogel: Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Widiarto, Sonny. 2009. Kimia Analitik. http://staff.unila.ac.id/sonnywidiarto.
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2018.

39
STRUKTUR ORGANISASI BBTKLPP SURABAYA

KEPALA

BAGIAN
TATA
USAHA

SUBBAGIAN
SUBBAGIAN
PROGRAM DAN
UMUM
LAPORAN

BIDANG BIDANG ANALISIS


BIDANG
PENGEMBANGAN DAMPAK
SURVEILANS
TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
EPIDEMOLOGI
LABORATORIUM LINGKUNGAN

SEKSI ADVOKASI SEKSI TEKNOLOGI SEKSI


KEJADIAN LUAR PENGENDALIAN LINGKUNGAN
BIASA PENYAKIT FISIK DAN KIMIA

SEKSI SEKSI
SEKSI TEKNOLOGI
PENGKAJIAN DAN LINGKUNGAN
LABORATORIUM
DISEMINASI BIOLOGI

KELOMPOK
INSTALASI JABATAN
FUNGSIONAL
40
DOKUMENTASI

No. Gambar Keterangan

Tempat penyimpanan sampel yang


akan dianalisis di Laboratorium
1.
Kimia Fisika Media Air BBTKL-PP
Surabaya

Penakaran beberapa sampel air


2. minum sebanyak 25 ml yang akan
digunakan untuk analisis klorida

Penambahan larutan K2CrO4 5%


3. untuk analisis kadar klorida pada
beberapa sampel air minum

41
Proses titrasi dengan menggunakan
4. buret digital pada analisis kadar
klorida

Penambahan larutan buffer A ke


5. dalam sampel air untuk analisis
kadar sulfat

Penambahan serbuk BaCl2 ke dalam


6. sampel yang sebelumnya telah
ditambah dengan larutan buffer A

42
Proses pembacaan kadar sulfat
7. dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis

8. Satu set alat turbidimeter untuk

Larutan untuk kalibrasi pada


9.
turbidimeter

43

Anda mungkin juga menyukai