Dikerjakan Oleh:
EKA FITRIANINGSIH
H75216031
i
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia hidayah-Nya, sehingga penyusunan laporan praktik kerja lapangan ini
dengan judul “Evaluasi Proses Pengolahan Air Minum Di Perusahaan Umum
Daerah Air Minum Unit Jebres Kota Surakarta” dapat terselesaikan dengan
baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih pada
semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan dan saran sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan praktik kerja lapangan ini, khususnya
kepada:
iii
Penyusun
DAFTAR ISI
iv
2.6.1.2 Pra Sedimentasi ............................................... 17
2.6.2 Koagulasi .................................................................... 19
2.6.3 Flokulasi ..................................................................... 21
2.6.4 Sedimentasi ................................................................. 22
2.6.5 Filtrasi ......................................................................... 23
2.6.6 Desinfeksi ................................................................... 25
2.6.7 Reservoir .................................................................... 26
2.7 Efisiensi unit Pengolahan Air Minum .................................... 27
v
4.6 Struktur Organisasi Perumda Air Minum Kota Surakarta ...... 38
4.7 Tarif air minum pada Perumda Air Minum Kota Surakarta ... 40
4.8 Cakupan dan Wilayah Pelayanan .......................................... 47
4.9 Kondisi Eksisting Pengolahan Air IPA Jebres ....................... 49
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Pengolahan Air Yang Dapat Diterapkan Berbagai Jenis
Air Permukaan ................................................................................... 8
Tabel 2.2 Batas Maksimum Parameter Fisika Dan Kimia Tentang Kualitas
Air Golongan A ............................................................................... 11
Tabel 2.3 Kriteria Mutu Air Baku .................................................................... 12
Tabel 3.1 Agenda Kerja Praktik ....................................................................... 30
Tabel 3.2 Data kondisi eksisting Lokasi Kerja Praktik .................................... 33
Tabel 4.1 Klasifikasi Tarif Air Minum Perumda Air Minum Kota Surakarta
.......................................................................................................... 40
Tabel 4.2 Indikator Dan Skor Klasifikasi Pelanggan Rumah Tangga ............. 45
Tabel 4.3. Jumlah Komulatif Skor Untuk Penentuan Klasifikasi Pelanggan
Rumah Tangga ................................................................................. 47
Tabel 5.1 Kekeruhan Air Di IPA Jebres ........................................................... 61
Tabel 5.2 pH Air di IPA Jebres ......................................................................... 62
Tabel 5.3 Kriteria Desain Eksisting Unit Bak Pengumpul .............................. 61
Tabel 5.4 Evaluasi Kriteria Desain Bak Pengumpul ........................................ 62
Tabel 5.5 Kriteria Desain Eksisting Bak Pra sedimentasi................................. 62
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Gambar 5.12 unit Desinfektan ..................................................................... 59
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
inisiatif bagi pemerintah daerah untuk dapat memenuhi air bersih dari sumber
lain. Salah satu sumber air yang tersedia di daerah tersebut merupakan air
Sungai Bengawan Solo. Kondisi Sungai Bengawan Solo pun saat ini sudah
tercemar, sehingga dalam pengambilannya diperlukan pengolahan secara fisik
dan kimia terlebih dahulu. Di dalam pengolahan air baku tersebut diperlukan
sebuah instalasi yang telah sesuai kualitas, kuantitas, dan kontinuitas
(Ramadhani, Budiprayogo, Dermawan, & Ramadhani, 2012).
Dalam mengatasi masalah ini Pemerintah Daerah Surakarta mendirikan
sebuah BadanUsaha MilikDaerah (BUMD) yang bergerak dalam bidang air
minum yang di berikan nama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air
Minum Kota Surakarta. Perumda Air Minum Kota Surakarta berada di
Kecamatan Jebres yang berada di luar daerah Mojosongo, hal ini dikarenakan
untuk memudahkan dalam pengambilan sumber air baku Sungai Bengawan
Solo. Dengan berdirinya Perumda Air minum Kota Surakarta ini, diharapkan
kebutuhan masyarakat akan air bersih dapat terpenuhi. Kualitas air minum
juga harus sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Untuk
mengetahui proses pengolahan dan meningkatkan kualitas Produksi di
Perumda Air Minum Kota Surakarta, maka diperlukan sebuah studi proses
pengolahan air minum di Perumda Air Minum Kota Surakarta.
2
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dari kegiatan pelaksanaan Praktik kerja lapangan
Lapangan ini dikhususkan pada Pengolahan Air Minum IPA Jebres dengan
kapasitas 50 L/det.
3
2. Mengetahui kualitas air baku dan air minum di IPA Jebres Perumda
Air Minum Kota Surakarta.
3. Mengetahui evaluasi pengolahan air minum di IPA Jebres Perumda
Air Minum Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82
Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Kesehatan No
492/MENKES/PER/IV/2010.
4
Manfaat yang didapat bagi mahasiswa ialah mendapatkan ilmu atau
pelajaran ketika praktik dilapangan serta dapat membandingkan ilmu
(teori) yang didapatkan ketika di perkuliahan dengan ilmu praktik
ketika di lapangan kerja. Manfaaat lain mahasiswa dapat mengenal
dunia kerja pada bidang keahlian Teknik lingkungan, khususnya bagi
praktikan.
2. Manfaat Universitas
Universitas dapat menjalin relasi atau kerja sama, khususnya bagi
program studi Teknik Lingkungan UIN Sunan Ampel Surabaya
dengan Perumda Air Minum Kota Surakarta
1.7.2 Manfaat Teknis
Perumda Air Minum Kota Surakarta dapat menerima masukan
dari mahasiswa yang nantinya dapat digunakan untuk kemajuan dan
meningkatkan proses pengolahan serta produksi air minum di
Perumda Air Minum Kota Surakarta pada setiap unitnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Air tanah pada umumnya mengandung garam-garam mineral atau disebut
juga padatan terlarut, jumlah kandungan bahan tersebut berkisar antara 25
mg/l untuk daerah pegunungan, sampai lebih dari 35. 000 mg/l untuk daerah
pantai. Garam-garam yang terlarut dalam air tanah berasal dari bahan-bahan
batuan yang dilalui oleh air tersebut. Jumlah dan jenis garam-garam terlarut
tergantung pada jenis materi aquifer, kelarutan mineral yang bersangkutan
Komposisi dari air tanah dapat pula dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi
di permukaan tanah, misalnya karena ada pencemaran yang penyebabkan
bahan – bahan pencemar masuk meresap ke dalam tanah. Pencemaran yang
terjadi pada air tanah dapat berasal dari limbah domestik, intrusi air laut,
limbah industri dan dari intensifikasi pertanian.Karena adanya kondisi litologi
dan geologi yang dilalui, air tanah dapat mengandung unsur-unsur atau
senyawa kimia dengan konsentrasi melebihi standar kualitas air minum,
misalnya mengandung unsur-unsur Fe, Mn, CO2, H2S dan garam-garam
mineral yang tinggi, kesadahan tinggi, serta keasaman yang tinggi karena
adanya asam-asam organik dan ada pula yang mengandung logam berat.
Sehingga apabila air tanah akan digunakan untuk air minum, perlu dilakukan
pengolahan terlebih dahulu (Said, 1999).
7
Pada dasarnya air hujan ialah air murni dan bersifat lunak, hal ini
dikarenakan tidak mengandung laarutan garam dan zat – zat mineral.
2. Air Permukaan
Sumber air bersih yang biasanya dipakai dari air permukaan ialah
danau, tanggul atau waduk dan sungai. Menurut (Darmasetiawan, 2001),
karakteristik air baku permukaan di Indonesia secara umum dapat
digolongkan sebagai berikut:
a. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang tinggi
b. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang rendah sampai
sedang
c. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang bersifat temporer
d. Air permukaan dengan kandungan warna yang sedang sampai tinggi
e. Air permukaan dengan kesadahan yang tinggi
f. Air permukaan dengan kekeruhan sangat rendah
Berikut adalah tabel jenis pengolahan air yang dapat diterapkan
diberbagai jenis air permukaan yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 di
bawah ini.
Tabel 2.1 Jenis Pengolahan Air Yang Dapat Diterapkan Berbagai Jenis Air
Permukaan
Jenis Air
1 2 3 4 5 6
No Uraian
Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan
Berwarna Kesadahan Jernih
Tinggi Sedang Temporer
1 Kualitas >50 NTU >10 – 50 >50 NTU >10 – 50 >50 NTU >10 – 50
Kekeruhan NTU NTU NTU
Warna < 25 PtCo < 25 PtCo < 25 PtCo < > 25 PtCo > 25 PtCo < 10 PtCo
6 jam
8
Jenis Air
1 2 3 4 5 6
No Uraian
Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan
Berwarna Kesadahan Jernih
Tinggi Sedang Temporer
2 Jenis Air Sungai Air Sungai / Air Sungai Rawa Air Sungai Danau alam
Sumber Waduk Dilereng Dilereng
Air Gunung Gunung
Kapur
Pra
Sedimentasi
Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi
Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi
Sedimentai Sedimentai Sedimentai Sedimentai Sedimentai
Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan
Proses
Pengolahan Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat
Alternatif 1
Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir
9
Jenis Air
1 2 3 4 5 6
No Uraian
Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan
Berwarna Kesadahan Jernih
Tinggi Sedang Temporer
Saringan Saringan Saringan Saringan
Pasir Pasir Pasir
Pasir
Lambat Lambat Lambat
Lambat
Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir
Dosing Dosing Dosing Dosing
Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan
Dosing Dosing Dosing Dosing
Desinfektan Desinfektan Desinfektan Desinfektan
Sumber: (Joko, 2010)
3. Air tanah
Diantara ke-tiga sumber tersebut, sumber air yang dapat dikonsumsi
secara langsung ialah air hujan dan air tanah, namun untuk
mengkonsumsi air tersebut harus dengan kriteria tertentu. Sedangkan air
permukaan tidak dapat dikonsumsi secara langsung dikarenakan rentan
akan penyebaran penyakit lewat air (Water Bome Desease). Hal ini telah
ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Replubik Indonesia Nomor 20
Tahun 1990 tentang Kualitas Air Golongan A yang akan di sajikan pada
tabel 2.2, dimana pada peraturan tersebut telah menyebutkan beberapa
karakteristik air permukaan, diantaranya ialah:
1. Tingkat kekeruhan tinggi
2. Sifat keasamannya rendah
3. Menyebabkan gangguan kesehatan, sehingga harus diolah terlebih
dahulu
10
Tabel 2.2 Batas Maksimum Parameter Fisika Dan Kimia Tentang
Kualitas Air Golongan A
Kadar
No. Parameter Satuan keterangan
maksimum
A Fisika
1. Bau - Tidak berbau
2. Rasa - Tidak berasa
3. Suhu ºC +30 ºC
4. Kekeruhan NTU 5
5. Warna TCU 15
B Kimia
1. pH 6,5 – 8,5 Maks/minim
2. Daya hantar listrik mµ/cm
3. Zat padat mg/L 1000
4. Karbon dioksida bebas mg/L 0 Sebagai CO2
5. Karbon dioksida
mg/L 0 Sebagai CO2
agresif
6. Kesadahan mg/L 500 Sebagai CaCO3
7. Kalsium mg/L 75 – 200 Sebagai Ca
8. Magnesium mg/L 30 – 150 Sebagai Mg
9. Besi total mg/L 0,1 – 1,0 Sebagai Fe
10. Mangan mg/L 0,1 Sebagai Mn
11. Amonium mg/L 0,0 Sebagai NH4+
12. Nitrit mg/L 600 Sebagai NO2-
13. Angka pemanganat 10,0 Sebagai
mg/L
KmnO4
14. Nitrat mg/L 10,0 Sebagai NO3-
15. Klorida mg/L 600 Sebagai Cl-
16. Sulfat mg/L 400 Sebagai SO4-
17. Kromium mg/L 0,05 Sebagai CrO62+
11
Kadar
No. Parameter Satuan keterangan
maksimum
18. Kadnium mg/L 0,005 Sebagai Cd
19. Timbal mg/L 0,1 Sebagai Pb
20. Tembaga mg/L 1,0
Sebagai Cu
Sumber: Peraturan Pemerintah Replubik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990
12
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 0
Total fosfat mg/L 0,2 0,2 1 5
sebagai P
NO3 mg/L 10 10 20 20
sebagai N
NH3-N mg/L 0,5 - - - Bagi perikanan,
kandungan
ammonia bebas
untuk ikan yang
13
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV
Air raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Pengolahan air
minum
konvensional, Zn <
5 mg/L
Klorida mg/L 600 - - -
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 -
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 -
Sumber: Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001
14
c. Air kemasan
d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang
disajikan kepada masyarakat
a. Pengolahan Fisik
Pengolahan fisik bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan
kotorankotoran kasar, penyisihan lumpur dan pasir, mengurangi zat-zat
organik yang ada pada air yang akan diolah. Proses pengolahan secara
fisik dilakukan tanpa menambahkan zat kimia. Proses ini terdapat pada
unit prasedimentasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi
b. Pengolahan Kimia
Pengolahan kimia bertujuan untuk membantu proses pengolahan
selanjutnya dengan menambahkan zat kimia, misalnya pembubuhan tawas
agar mengurangi kekeruhan yanga ada dan menambahkan desinfektan
untuk desinfeksi. Pengolahan kimia terdapat pada unit koagulasi,
desinfektan dan penukaran ion
c. Pengolahan Biologi
Pengolahan biologi ini yaitu dengan memanfaatkan proses
metabolisme organisme yang mengkonversi suatu zat menjadi zat lain.
Pada proses ini bertujuan untuk menghilangkan organisme-organisme
berbahaya yang terdapat dalam air. Secara umum pengolahan air secara
biologis dibagi menjadi 2 yaitu pengolahan secara aerob dan pengolahan
anaerob (budiman, 2008).
15
2.6 Unit Instalasi Pengolahan Air Minum
2.6.1 Preliminary Treatment
A. Intake
Intake merupakan bangunan penyadap yang berfungsi untuk
menangkap air baku dari sumber sebelum masuk ke instalasi
pengolahan air bersih sesuai dengan debit yang diperlukan oleh
instalasi tersebut. Sebelum air baku masuk ke instalasi pengolahan,
maka partikel-partikel yang ukurannya sangat besar seperti daun,
kertas, plastik, ranting kayu dan benda kasar lain yang berada dalam
air harus disaring terlebih dahulu menggunakan saringan kasar (Bar
Screen). Penyaringan ini bertujuan untuk menghindari rusaknya atau
tersumbatnya peralatan seperti pompa, katup-katup, pipa penyalur,
alat pengaduk yang digunakan dalam pengolahan air bersih.
Menurut Metcalf dan Eddy (1991), saringan kasar dapat berupa kisi-
kisi baja, anyaman kawat, kasa baja atau plat yang berlubang-lubang
dengan dipasang vertikal atau miring dengan menentukan kehilangan
tinggi (head loss) selama air melewati kisi saringan.
Secara garis besar kehilangan tinggi dipengaruhi oleh bentuk kisi
dan tinggi kecepatan aliran yang melewati kisi. Berikut adalah salah
satu contoh gambar unit intake
16
B. Pra – sedimentasi
Pra – sedimentasi disebut juga sedimentasi I merupakan unit
yang bertujuan untuk mengendapkan partikel diskrit untuk
mengurangi beban saat masuk pada unit selanjutnya seperti
koagulasi/flokulasi, sedimentasi, dan juga filtrasi. Partikel diskrit
merupakan partikel yang tidak mengalami perubahan ukuran dan
bentuk pada saat proses pengendapan di dalam air. Prasedimentasi
diperlukan apabila dalam suatu pengolahan air terdapat partikel
diskrit dalam jumlah besar. Pengendapan ini terjadi secara gravitasi
tanpa ada tambahan bahan – bahan kimia apapun.
Berikut merupakan kriteria desain unit Prasedimentasi:
1. Waktu detensi : 1 – 3 jam (dalam aliran yang laminer).
2. Kedalaman :1–3m
3. Bilangan NRe : < 2000
4. Nilai Froude : > 10-5
5. Kecepatan pengendapan: diperoleh dari analisa kolom test di
laboratorium. Berikut adalah perhitungan kecepatan
pengendapan menurut Stoke’s:
𝑔
Vs = (𝑠g − 1 )𝑑2
18𝑣
Bisa dengan rumus yang lain, yakni:
𝑔
Vs = (𝜌s − 𝜌 )𝑑2
18𝜇
Dimana:
Vs = kecepatan pengendapan = m/det
𝑣 = viskositas kinematik = m2/detik
g = percepatan gravitasi = m/detik2
𝑠g = specific gravitiy
𝑑 = diameter = meter
𝜌 = densitas massa liquid = kg/m3
𝜌s = densitas massa partikel = kg/m3
17
𝜇 = viskositas absolut = N.det/m2
6. Bentuk bak pengendap terbagi menjadi dua, yaitu rectangular
dan circular
1) Bentuk rectangular
Nama lain dari rectangular ialah segi empat. Jika
pengurasan dilakukan dengan cara manual(dilakukan setiap
6 bulan sekali), maka kemiringan bak sebesar 5 – 10%.
Apabila pengurasan dengan scrapper maka, kemiringan bak
sebesar 1%
inlet outlet
Ruang lumpur
inlet outlet
Ruang lumpur
18
outlet outlet
Ruang lumpur
19
gaya hidrolis air yaitu dengan memanfaatkan turbulensi dalam pipa
dan terjunan air (Joko, 2010).
Pembubuhan dilakukan sesaat sebelum air diterjunkan dengan
demikian air yang terjun sudah mengandung koagulan yang siap
diaduk. Pengadukan dilakukan setelah air terjun dengan energi
(daya) pengadukan sama dengan tinggi terjunan. Tinggi terjunan
untuk suatu pengadukan adalah tipikal untuk semua debit, sehingga
debit tidak perlu dimasukkan dalam perhitungan. Pengadukan cepat
ini dilakukan dalam waktu yang singkat sekitar kurang dari 1 menit,
tujuan dari pengadukan cepat yaitu untuk mempercepat dan
menyeragamkan penyebaran zat kimia/koagulan melalui air yang
diolah (Kawamura, 1991).
Penentuan jenis koagulan sangat penting terutama untuk
mendesain sistem pencampuran cepat dan untuk flokulasi dan
sedimentasi agar berjalan secara efektif. Menurut (Kawamura,
1991), menyebutkan mengenai jenis koagulan yang sering digunakan
adalah koagulan garam metal, seperti aluminium sulfat, ferri klorida,
ferri sulfat, serta Synthetic polymers, seperti polydiallyl dimethyl
ammonium (PDADM) dan natural cation polymers seperti chitosan.
Berikut adalah salah satu contoh gambar unit koagulasi.
20
2.6.3 Flokulasi
Proses flokulasi termasuk pada pengolahan Fisik. Menurut Joko
(2010) flokulasi secara umum disebut juga pengadukan lambat,
dimana dalam flokulasi ini berlangsung proses terbentuknya
penggumpalan flok-flok yang lebih besar dan akibat adanya
perbedaan berat jenis terhadap air, maka flok-flok tersebut dapat
dengan mudah mengendap di bak sedimentasi. Pemilihan proses
flokulasi seharusnya berdasarkan kriteria di bawah ini:
1. Tipe proses pengolahan, misalnya konvensional, filtrasi
langsung, softening atau sludge conditioning.
2. Kualitas air baku, misalnya kekeruhan, warna, TSS dan
temperature.
3. Tipe koagulan yang digunakan
4. Kondisi lokal, seperti ketersediaan petugas lapangan
(Montogomery, 1985)
21
2.6.4 Sedimentasi
Sedimentasi atau pengendapan adalah proses pemisahan partikel
yang terdapat di dalam air secara gravitasi. Ada atau tidaknya
partikel tersebut dapat di indikasi melalui 2 faktor diantaranya ialah
(Dharmasetiawan, 2004):
1. Melihat tingkat kekeruhan pada air baku secara langsung
2. Mengukur berat zat menggunakan alat
Proses sedimentasi termasuk dalam pengolahan fisik. Secara
umum proses ini diartikan sebagai proses pengendapan, dimana
akibat gaya gravitasi, partikel yang mempunyai berat jenis air akan
mengendap ke bawah dan yang lebih kecil berat jenisnya akan
mengapung. Prinsip yang digunakan adalah menyaring flokflok
yang telah mengendap (Joko, 2010). Sedangkan menurut (Reynold,
1996), sedimentasi adalah pemisahan zat padat-cair yang
memanfaatkan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan
padatan tersuspensi. Reynolds juga mengklarifikasikan tipe
pengendapan menjadi empat tipe antara lain:
1. Tipe pengendapan bebas (free settling); sering disebut
sebagai pengendapan partikel diskrit. Pengendapan ini akibat
dari gaya gravitasi yang mempunyai kecepatan pengendapan
relatif konstan tanpa dipengaruhi oleh adanya perubahan
ukuran partikel dan berat jenis.
2. Tipe pengendapan partikel flok, yaitu pengendapan flok
dalam suspensi cair. Selama pengendapan, partikel flok
semakin besar ukurannya dengan kecepatan yang semakin
cepat.
3. Tipe zone atau hindered settling, yaitu pengendapan partikel
pada konsentrasi sedang, dimana energi partikel yang
berdekatan saling memecah sehingga menghalangi
pengendapan partikel flok. Partikel yang tertinggal pada
posisi relatif tetap dan mengendap pada kecepatan konstan.
22
4. Tipe compression settling: partikel bersentuhan pada
konsentrasi tinggi dan pengendapan dapat terjadi hanya
karena pemadatan massa.
23
Ukuran pasirnya 0,35-1,0 mm atau lebih dengan ukuran efektif
0,45 – 0,55 mm. Menurut (Peavy, 1985), dalam penjernihan air
bersih dikenal dua macam saringan, yakni:
1. Saringan Pasir Lambat (Slow Sand Filter)
Saringan ini dibuat dari pasir halus dengan ukuran efektif
sekitar 0,2 – 0,4 mm. Ukuran efektif adalah ukuran ayakan
yang telah meloloskan 10 % dari total butir yang ada atau P10.
Pada saringan pasir lambat proses mikrobiologis mendominasi
dipermukaan filter. Kehilangan tekan yang tinggi menghasilan
ratarata aliran yang sangat rendah (0,12 – 0,32 m/jam)
sehingga membutuhkan konstruksi filter yang sangat luas.
Pencucian dilakukan secara periodik (biasanya sekali
sebulan) dengan mengambil media filter bagian atas setebal 3 -
5 cm untuk dicuci di luar filter. Saringan pasir lambat
membutuhkan ruang yang luas dan modal yang besar. Selain
itu saringan ini tidak berfungsi baik dengan air yang
kekeruhannya tinggi karena permukaannya cepat tersumbat,
dan membutuhkan pencucian yang lebih sering
2. Saringan Pasir Cepat (Rapid Sand Filter)
Filter ini menggunakan dasar pasir silika dengan kedalaman
0,6 – 0,75 m. Ukuran pasirnya 0,36 – 0,6 mm. Pencucian filter
pasir cepat dilakukan dengan cara backwash (air dialirkan dari
bawah media ke arah atas). Kotoran-kotoran ataupun endapan
suspensi yang tertinggal pada filter akan ikut terekspansi dan
bersama air pencuci dikeluarkan melalui gutter.
24
Gambar 2.8 Unit Filtrasi
Sumber: (Joko, 2010)
2.6.6 Desinfeksi
Desinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang
masih tersisa dalam proses, terutama di tujukan kepada yang
pathogen. Pada umumnya desinfeksi digunakan dengan cara
klorinasi, walaupun ada beberapa cara lain seperti dengan ozon dan
ultra violet (UV) yang jarang digunakan. Sebagai desinfektan,
pembubuhan klorin dilakukan di lokasi reservoir yang disebut
sebagai postklorinasi (Darmasetiawan, 2001).
Kemampuan dari desinfektan ini adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan bau
2. Mematikan alga
3. Mengoksidasi Fe (III) sehingga konsentrasi di air turun
4. Mengoksidasi Mn
5. Mengoksidasi H2S menjadi H2SO4
6. Mengoksidasi nitrit menjadi nitrat
7. Mengoksidasi phenol menjadi senyawa phenolat yang tidak
berbahaya
Faktor yang mempengaruhi efisiensi desinfektan adalah:
1. Waktu kontak
2. Konsentrasi desinfektan
3. Jumlah mikroorganisme
4. Temperature air
5. pH
6. Adanya senyawa lain dalam air
25
2.6.7 Reservoir
Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum
sebelum dilakukan pendistribusian ke pelanggan atau masyarakat,
yang dapat ditempatkan di atas permukaan tanah maupun di bawah
permukaan tanah. Bangunan reservoir umumnya diletakkan di dekat
jaringan distribusi pada ketinggian yang cukup untuk mengalirkan
air secara baik dan merata ke seluruh daerah konsumen. Tujuan
dasar reservoir yaitu antara lain:
1. Sebagai sarana vital penyaluran air ke masyarakat dan sebagai
cadangan air
2. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air agar dapat terjadi
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai
3. Keperluan instansi, seperti pencucian filter, pembubuhan alum.
4. Tempat penyimpanan air saat desinfektan
Sedangkan fungsi reservoir pada sistem distribusi diperlukan
dengan alas an sebagai berikut:
a. Penampungan terakhir air yang telah diolah dan memenuhi
syarat kualitas air minum
b. Keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan air.
c. Meningkatkan kemudahan operasi.
d. Mengurangi pemakaian pompa.
e. Cadangan air pada saat darurat.
f. Menyiapkan kebutuhan air untuk pemadaman kebakaran.
g. Sebagai pengaman untuk gelombang tekanan balik
26
2.7 Efisiensi unit Pengolahan Air Minum
Unit pengolahan air yang memiliki efisiensi penurunan nilai
kekeruhan adalah bak koagulasi dan flokulasi. Larutan PAC yang diberikan
dapat menurunkan nilai kekeruhan hingga 92 % - 98 %. Pada nilai TDS
efisiensi dalam menurunkan nilai TDS paling tinggi adalah bak
koagulasi/flokulasi, keefisienan menurunkan nilai TDS hingga 47 %
(Mulyani, 2010).
Pada parameter kimia, bak koagulasi atau flokulasi juga memegang
peranan yang sangat penting dalam menurunkan nilai-nilai seperti, besi, nitrit,
mangan, dan sulfat. Efisien dalam pengolahan air di bak koagulasi/flokulasi
akibat larutan PAC yang membuat koloid dan partikel anion menggumpal,
dan tenggelam, sehingga dalam bak sedimentasi flok-flok yang terbentuk
akibat pengadukan lambat mengendap, dan hanya air bersih yang disalurkan
ke tahap berikutnya. Pada akhirnya yang memegang peranan penting dalam
efisiensi pengolahan air di adalah PAC. Pemberian PAC yang efisien
memberi dampak yang sangat positif bagi air hasil olahan. Pemberian PAC
dilakukan setelah percobaan jar test guna mendapatkan dosis PAC yang
optimum (Mulyani, 2010).
27
BAB III
3.1 Umum
Metodologi pelaksanaan praktik kerja lapangan berisi tahapan mulai dari
awal kegiatan hingga akhir kegiatan praktik kerja lapangan. Tahap perdiapan
dimulai dengan studi literatur dan melengkapi administrasi, kemudian
pelaksanaan praktik kerja lapangan, dan kemudian penyusunan laporan.
Tahapan tersebut belangsung secara berkelanjutan dan secara runtut, mulai
dari persiapan hingga pennyusunan laporan.
28
Mulai
Administrasi:
1. Rencana KP Studi literatur
2. Surat menyurat
3. Proposal KP Persiapan
4. Pembimbing Administrasi
Tahap
persiapan
Pengumpulan data
lokasi KP:
1. Alamat Perusahaan
2. Status perusahaan
Pelaksanaan
Kerja Praktik
Tahap
Data Sekunder:
Data Primer: Pengumpulan pelaksanaan
1. Data hasil
1. Dokumentasi data primer dan laboratorium
lapangan
sekunder 2. Klasifikasi
tarif air minum
Evaluasi dan
Pembahasan
Tahap
Kesimpulan dan saran penyusunan
laporan
selesai
29
Kota Surakarta Unit Jebres yang terletak di Jl. Kolonel Sutarto No. 143
kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Berikut adalah Peta lokasi dan lokasi
praktik kerja lapangan ditunjukkan pada gambar 3.2 dan gambar 3.3 beserta
tabel agenda praktik kerja lapangan yang telah dilaksanakan.
30
Gambar 3.3 Peta Lokasi Praktik Kerja Lapangan
Sumber: IPA Jebres, 2019
31
3.4 Tahap Pelaksanaan Praktik kerja lapangan
Dalam pelaksanan praktik kerja lapangan lapangan ada beberapa tahapan
yang diperlukan agar bisa terlaksana dengan baik dan sesuai alur yang benar.
Berikut adalah tahapan untuk melaksanakan praktik kerja lapangan:
32
4. Metode interview, metode ini dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan – pertanyaan kepada petugas atau operator yang
berkaitan langsung dengan obyek studi.
Metode diatas berlaku untuk semua jenis data, baik data primer
maupun data sekunder. Data primer berupa dokumentasi lapangan
ataupun pengmatan secara langsung terhadap obyek. Data sekunder
berwujud data shift operator, data serah terima tugas, dan lain
sebagainya. Untuk kondisi eksisting lokasi Praktik kerja lapangan
akan diampilkan pada tabel 3.2
Tabel 3.2 Data kondisi eksisting Lokasi Praktik kerja lapangan
Jenis Data Sumber Data Metode Data yang
pengumpulan Diperoleh
Data
6. Lokaasi Kunjungan Metode 7. Lokasi kantor
PDAM kota langsung lokasi pengamatan pusat PDAM
Surakarta kantor pusat langsung dan kota Surakarta
beserta PDAM interview 8. Struktur
dokumentasi Organisasi
laapangan PDAM
9. sejarah
perusahaan
secara garis
besar
10. tarif air minum
yang
diberlakukan
33
Jenis Data Sumber Data Metode Data yang
pengumpulan Diperoleh
Data
lapangan Jebres secara Jebres
langsung beserta 14. Staff pengelola
dokumentasinya IPA
34
BAB IV
35
Pada awalnya, pengelolaan sumber air dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan
Umum dan Tenaga Kerja. Namun pada tanggal 09 April 1960 pengelolaan
dialihkan kepada Dinas Penghasilan Daerah Kotamadya Dati II Surakarta.
Pada tahun 1976, dengan berdasarkan kepada Surat Mendagri No: Ekbang B/
3/ 11 tanggal 31 Juli 1973 dan Surat No : Ekbang/ B/ 2/ 43 tanggal 11 Juli
1974, Wali Kotamadya KDH TK II Surakarta menerbitkan Surat Keputusan
tentang pendirian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kotamadya
Surakarta. Selanjutnya, Pemerintah Daerah Kodya Dati II Surakarta
menerbitkan Peraturan Daerah Nomor: 3 Tahun 1977 tanggal 21 Mei
1977,status dari Seksi Air Minum pada Dinas Pendapatan Daerah ditingkatkan
menjadi Perusahaan Daerah Air Minum Kodya Dati II Surakarta. Selanjutnya
pada tanggal 16 Januari 2004 telah ditetapkan Peraturan Daerah Kota
Surakarta No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor
3 tahun 1977.
4.4 Tujuan, Tugas Pokok Dan Fungsi Perumda Air Minum Kota Surakarta
Perumda Air Minum Kota Surakarta memiliki tujuan, tugas pokok dan
fungsi sebagai berikut:
36
4.4.1 Tujuan
1. Pembangunan Daerah
2. Pembangunan Ekonomi Nasional umumnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuham masyarakat
serta ketenagakerjaan dalam perusahaan menuju masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
4.4.2 Tugas Pokok
Tugas Perumda Air Minum Kota Surakarta ialah membantu
walikota untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah, dimana
tugas utamanya ialah menyelenggarakan penyediaan air minum untuk
menyejahterakan masyarakat dari aspek kesehatan, sosial maupun
pelayanan umum.
4.4.3 Fungsi
1. Memberikan kontribusi terhadap daerah
2. Menyelenggarakan pelayanan yang bermanfaat bagi masyakat
umum, pelayanan di bidang penyediaan air atau penggunaan air
minum
3. Merumuskan dan menyusun kebijakan tentang rencana dan juga
program pembangunan jaringan Instalasi air limbah dan air
minum
4. Meneliti dan menyelenggarakan permohonan tata perijinan
pemasangan jaringan instalasi air limbah dan air minum bagi
calon pelanggan yang hasrus sesuai berdasarkan peraturan
perundang – undangan yang masih berlaku
5. Merumuskan dan menyusun kebijaksanaan tentang rencana dan
program pembangunan jaringan air buuangan dan air minum
6. Mengatur dan menetapkan pemasangan dan penempatan jaringan
instalasi air buangan dan air minum kepada setiap pelanggan
37
4.5.1 Logo
Logo Perumda Air Minum Kota Surakarta ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:
38
KepalaBidangProduksi
P. Giyoto
39
4.7 Tarif Air Minum Pada Perumda Air Minum Kota Surakarta
Tarif air minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Surakarta
ditetapkan melalui keputusan Walikota Surakarta nomor 690/02/1/2009
tanggal 5 Januari 2009 dan berlaku pada tanggal 5 Januari 2009. Namun, di
saat ini tarif tersebut tidak sesuai dengan asas keadilan, keterjangkauan serta
perkembangan perusahaan dan pelanggan.
Maka dari itu, tarif air minum saat ini mengacu berdasarkan keputusan
Walikota Surakarta nomor 36 tahun 2019. Pada keputusan Walikota
Surakarta nomor 36 tahun 2019 diberlakukan penyesuaian kelompok
pelanggan baru dengan tidak ada perubahan tarif air minum.
Berikut adalah klasifikasi tarif air minum di PDAM kota Surakarta:
1. Tabel Air Minum
Tabel 4.1 Klasifikasi Tarif Air Minum Perumda Air Minum Kota
Surakarta
40
Kelompok Tarif Blok Rp.
11 – 20 3.250
21 – 30 4.000
> 30 4.500
0 – 10 3.350
11 – 20 4.050
Rumah Tangga 3 (R3)
21 – 30 4.900
> 30 5.700
0 – 10 4.000
11 – 20 4.900
Rumah Tangga 4 (R4)
21 – 30 5.700
> 30 6.250
0 – 10 3.500
11 – 20 4.050
Sekolahan (P1)
21 – 30 4.900
> 30 5.500
III
0 – 10 5.400
11 – 20 6.250
Pemerintah (P2)
21 – 30 7.150
> 30 7.850
0 – 10 6.150
11 – 20 7.350
Niaga 1 (N1)
21 – 30 8.500
> 30 9.600
IV
0 – 10 6.750
11 – 20 7.850
Niaga 2 (N2)
21 – 30 9.000
> 30 12.700
41
Kelompok Tarif Blok Rp.
Sesuai
V Kelompok Khusus
kesepakatan
Sumber: data Sekunder, 2019
2. Kelompok Pelanggan
Kelompok pelanggan ini dibagi menjadi 4 golongan, diantaranya ialah:
A. Kelompok Pelanggan I
Kelompok pelanggan satu dibagi menjadi dua, yaitu sosial umum dan
sosial khusus
a. Sosial umum adalah kelompok pelanggan yang kegiatan setiap harinya
memberika pelayanan kepentingan umum khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah, antara lain ialah:
1. Hidrant umum
2. Kamar mandi atau WC umum atau non komersial
3. Terminal air
b. Sosial khusus adalah kelompok pelanggan yang kegiatan setiap harinya
memberikan pelayanan kepentingan umum dan masyarakat serta
mendapatkan sumber dana sebagian dari sumber kegiatannya, antara
lain:
1. Panti asuhan
2. Yayasan sosial
3. Tempat ibadah
B. Kelompok Pelanggan II
Kriteria klasifikasi kelompok pelanggan kelompok II adalah sebagai
berikut:
1. Rumah tangga 1 (R1)
2. Rumah tangga 2 (R2)
3. Rumah tangga 3 (R3)
4. Rumah tangga 4 (R4)
42
C. Kelompok Pelanggan III
Kriteria klasifikasi kelompok pelanggan kelompok III adalah sebagai
berikut:
a. Sekolahan (P1), meliputi:
1. Play group
2. Taman kanak – kanak (TK)
3. Sekolah dasar atau sederajat
4. Sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat
5. Sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat
6. Perguruan tinggi (akademik, institute, sekolah tinggi, universitas),
atau sederajat
7. Pondok pesaantren
b. Pemerintahan (P2), meliputi:
1. Sarana milik instansi pemerintah
2. Sarana milik instansi kepolisian
3. Sarana milik instansi TNI
4. Puskesmas
5. Rumah sakit pemerintah
c. Niaga 1 (N1), meliputi:
1. Praktek dokter (umum, spesialis, gigi, hewan)
2. Kantor profesi (notaris, PPAT, penasehat hokum, akuntan public,
psikolog,konsultan tanah, konsultan pajak, kontraktor, konsultan
bangunan, praktek bidan)
3. Lembaga atau Yayasan atau organisaasi non sosial
4. Rumah makan
5. Apotek dan toko obat
6. Toko modern
7. Salon, rias pengantin, barber shop dan SPA
8. Asrama atau indekost
9. Studio foto
10. Optical
43
11. Losmen, hoe stay, hotel melati
12. Kateing
13. Gedung olahraga
14. Staiun radio swasta
15. Penjahit atau konveksi
16. Sanggar kebugaran
17. Kamar mandi atau WC umum yang dikomersialkan
18. Agen travel bus, kereta api, pesawat terbang, kapal laut
19. Biro perjalanan
20. Kursus Lembaga Pendidikan, bimbingan belajar
21. Usaha persewaan sepeda motor atau mobil
22. Laundry atau binatu
23. Bengkel dan tempat cuci sepeda motor
24. warnet
d. Niaga 2 (N2), meliputi:
1. Bumn
2. Kantor instansi swasta (bank, asuransi, koperasi lembaga
pembiayaan atau leasing, developer, pemasaran distributor)
3. Badan usaha swasta
4. Dealer sepeda motor, dan dealer mobil
5. Rumah sakit dan klinik swasta
6. Hotel berbintang
7. Restaurant
8. Gedung pertemuan
9. Laboratorium swasta
10. Tempat hiburan
11. Bengkel dan empat cucian sepeda
12. Usaha air minum isi ulang dan warung air
13. Pompa bensin
14. Toserba, supermarket, plaza, swalayan, mall, mega mall, super mall
15. Pabrik
44
16. Kolam renang swasta
17. Stasiu televisi swasta
18. Kantor penerbitan surat kabar dan majalah
D. Kelompok Pelanggan IV
Kriteria klasifikasi kelompok pelanggan perusahaan Uum Daerah Air
Minum Kota Surakarta pada kelompok khusus adalah sebagai berikut:
1. Hunian sementara (Huntara)
2. Rumah susun sederhana milik (Rusunami)
3. Rumah sususn sederhana sewa (Rusunawa)
4. Master meter
5. Apartemen
6. Lain – lain.
3. Perhitungan Skor Dalam Penentuan Klasifikasi Pelanggan Rumah Tangga
Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Surakarta
A. Indikator dan skor klasifikasi pelanggan rumah tangga adalah sebagai
berikut:
2. Jalan Kota 4
3. Jalan Provinsi 7
4. Nasional 8
2. LUAS BANGUNAN
1. Luas Bangunan ≤ 21m2 1
45
No. Jenis Indikator Skor
3. Luas Bangunan > 36 s/d 45 m2 4
3. LUAS TANAH
1. Luas Tanah ≤ 60 m2 1
4. PERUNTUKAN BANGUNAN
1. Rumah Tinggal 1
5. WILAYAH
1. Kota Surakarta 1
46
Tabel 4.3. Jumlah Komulatif Skor Untuk Penentuan Klasifikasi
Pelanggan Rumah Tangga
No. Pelanggan Rumah Tangga Scoring
1. Rumah tangga 1 ≤5
3. Rumah tangga 3 9 – 13
4. Rumah tangga 4 ≥ 14
47
Gambar 4.3 wilayah Cakupan Pelayanan IPA Jebres
Sumber: IPA Jebres, 2019
48
4.9 Kondisi Eksisting Pengolahan Air IPA Jebres
Air baku yang digunakan pada IPA Jebres ialah air Sungai Bengawan
Solo. Sungai Bengawan Solo adalah sungai yang paling panjang di pulau
Jawa, panjangnya mencapai 600 km. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah
satu provinsi yang di aliri oleh Sungai Bengawan Solo. Sebanyak 15,2 juta
jiwa masyarakat yang hidup di SWS (Satuan Wilayah Sungai) Bengawan
Solo. Salah satu kawasan yang di lintasi oleh sungai Bengawan Solo ialah
kota Surakarta. Kota Surakarta merupakan kota yang padat penduduk.
Limbah domestik yang berasal dari sanitasi masyarakat memicu turunnya
kualitas air sungai. Selain itu aktifitas industri yang ada di kota Surakarta juga
menyebabkan sungai menjadi tercemar (utomo,2010 dalam (Dani, Suripin, &
Sudarno, 2015).
Sungai Bengawan Solo kota Surakarta termasuk sungai yang tercemar
ringan. Daya tampung beban pencemar sungai ini telah melampaui baku
mutu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Dani, Suripin, & Sudarno,
2015) jumlah COD di sungai Bengawan Solo mencapai 22,03 mg/l sehingga
masuk dalam kategori sungai kelas II.
Untuk menghasilkan air hasil olahan dengan kualitas yang sesuai dengan
standart baku mutu PERMENKES/492/2010, maka pengolahan harus sesuai
dengan kualitas dan kuantitas yang ada. Kondisi eksisting IPA Jebres yaitu
terdiri dari:
1. Intake IPA Jurug yang memiliki ukuran panjang = 8 meter, lebar = 1,5
meter, dan tingi = 12 meter. Bangunan intake di desain tinggi
dikarenakan ketinggian sungai pada saat musim hujan atau banjir bisa
mencapai lebih dari 10 meter. Di dalam intake terdapat bar screen dengan
panjang antar kisi 1 cm.
2. Kemudian air dialirkan menuju bak pengumpul IPA Jurug. Bak
pengumpul berbentuk persegi panjang dengan panjang = 10 meter, lebar
= 6 meter, tinggi = 12 meter.
49
3. Setelah itu air baku dialirkan menuju pra-sedimentasi IPA Jurug dengan
ukuran bak panjang = 16, lebar =8, dan tinggi =4. Pra-sedimentasi ini
terletak di IPA Jurug. Hal ini dikarenakan letak sumber air baku yang
berdekatan dengan IPA Jurug sehingga pengambilan air baku pada IPA
Jebres dimulai dari bak Pra-sedimentasi IPA Jurug.
4. Dari bak pengumpul yang ada di IPA Jurug air baku dialirkan menuju
pra-sedimentasi yang berada di IPA Jebres. Pra-sedimentasi IPA Jebres
berbentuk silinder dengan tinggi = 9 meter dan diameter = 2 meter.
5. Kemudian air baku dialirkan menuju bak koagulasi. Bak koagulasi
berbentuk persegi panjang dengan panjang = 4,3 meter, lebar = 4 meter,
dan tinggi = 2 meter. Di dalam bak ini terdapat penambahan atau
pembubuhan koagulan PAC.
6. Setelah itu, air baku dengan tambahan koagulan Poly Aluminium
Chloride (PAC) masuk ke dalam unit flokulasi. Bangunan ini berbentuk
silinder sebanyak 6 kompartemen. Tinggi = 7 meter dan diameter sebesar
1,5 meter.
7. Lalu, unit selanjutnya ialah sedimentasi. Bak ini berbentuk persegi
panjang = 12 m, lebar = 6 meter, dan tinggi = 7 meter. Plat setler pak bak
sedimentasi menggunakan pipa paralon dengan panjang 120 cm.
8. Kemudian, dari sedimentasi air baku dialirkan ke dalam bak filtrasi. Bak
filtrasi berbentuk persegi panjang yang berjumlah 7 kompartemen.
Dimana satu kompartemen memiliki panjang = 3,6 meter, lebar 1,8
meter, tinggi = 7 meter.
9. Unit terakhir yaitu bak reservoir. Bak reservoir memiliki panjang 16
meter, lebar = 9,15 meter, dan tinggi = 3,2 meter.
50
BAB V
Proses pengolahan air minum IPA Jebres memiliki beberapa tahapan yang
didalamnya terdapat beberapa unit pengolahan. Unit pengolahan dimulai dari
intake IPA Jurug, bak pengumpul IPA Jurug, pra-sedimentasi IPA Jurug, bak
pengumpul IPA Jebres, bak koagulasi dan flokulasi, bak sedimentasi, filtrasi dan
desinfeksi. Kemudian, air minum ditampung di bak reservoir yang kemudian
akan di ditribusikan kepada pelanggan. Berikut ini adalah gambar IPA Jebres
dengan kapasitas 50 liter/detik. Diagram alir proses pengolahan air minum IPA
Jebres dapat dilihat pada gambar 5.1.
51
mulai
selesai
52
5.1.1 Intake IPA Jurug
Bangunan intake digunakan untuk menyadap air baku. Bangunan
intake IPA Jebres terletak di IPA Jurug yang letaknya di pinggir sungai
Bengawaan Solo dan air baku diambil dari sungai tersebut. Dimensi yang
terdapat pada bangunan ini ialah P x L x T = 8 m x 1,5 m x 12 m. Kondisi
intake cukup rawan apabila musim hujan. Hal ini disebabkan karena banjir
yang terjadi di sungai Bengawan Solo mencapai lebih dari 10 meter. Oleh
sebab itu bangunan ini dirancang lebih tinggi. Selanjutnya air baku
disalurkan kedalam bak pengumpul.
Pada bangunan intake terdapat bar screen yang berfungsi untuk
menyaring benda – benda kasar yang dapat merusak unit selanjutnya,
seperti daun, sampah plastik, ranting pohon, botol, dan sampah lainya. Bar
screen terbuat dari kawat dengan panjang antar kisi sebesar 1 cm. Berikut
adalah bangunan bar screen yang terdapat pada IPA Jebres:
53
memiliki daya 17 Kw, tiga pompa lainnya memiliki daya 22 Kw. Berikut
adalah gambar bangunan bak pengumpul pada IPA Jurug:
54
Gambar 5.5 unit bak pengumpul IPA Jebres
Sumber: Dokumentasi, 2019
5.1.5 Koagulasi dan Flokulasi IPA Jebres
Koagulasi merupakan proses pengolahan kimia dengan penambahan
koagulan seperti tawas atau PAC ke dalam air baku dan diikuti dengan
pengadukan cepat yang bertujuan untuk mencampurkan antara koagulan
dengan koloid. Fungsi koagulan adalah destabilisasi partikulat dan
penguatan flok untuk mengurangi pecahnya flok. Tanpa proses koagulasi,
partikel yang memiliki diameter 0,06 mm akan membutuhkan waktu 10
jam untuk mengendap dalam bak sedimentasi yang mempunyai kedalaman
3 m. Sedangkan partikel yang memiliki diameter 0,002 mm membutuhkan
waktu mengendap selama 4 hari (Joko, 2010).
Banguan Koagulasi pada IPA Jebres memiliki ukuran panjang = 4,3
meter, lebar = 4 meter, dan tinggi = 2 meter. Koagulan yang digunakan
ialah koagulan jenis PAC (Poly Aluminium Chloride). Poly Aluminium
Cloride memiliki rumus kimia Aln(OH)mCl3n-m. Beberapa keuntungan
dari penggunaan PAC ialah tingkat korovitas yang rendah, pH yang
dihasilkan rendah dan flok yang dihasilkan lebih mudah untuk digunakan
untuk dipisahkan (Budiman, Wahyudi, Irawati, & Hindarso, 2008).
Poly Aluminium Chloride dibubuhkan dengan menggunakan dosing
Dosing berupa bangunan pembuatan bahan kimia (koagulan) melalui
proses pengenceran dan pelarutan, pengenceran ini untuk menentukan
dosis bahan kimia yang akan digunakan untuk menurunkan kekeruhan,
dimana bahan kimia diinjeksikan dengan pompa dosing ke saluran pipa
55
yang menuju koagulasi (pengaduk cepat). Berikut adalah gambar pompa
dosing kogulan:
56
inti endapan (flok), flok yang terbentuk akan semakin besar dan semakin
berat. Kemudian di bawah tiap bak kompartemen terdapat ruang lumpur
(hopper) untuk menampung endapan lumpur yang terjadi. Secara berkala
lumpur tersebut akan dibuang oleh operator IPA. Berikut adalah gambar
unit flokulasi
5.1.6 Sedimentasi
Setelah air melalui bak flokulasi, air akan dialirkan ke unit/bak
sedimentasi. Pada unit ini terjadi proses pengendapan dimana terjadi
proses pemisahan partikel yang mempunyai berat jenis air yang besar akan
mengendap ke bawah dan yang lebih kecil berat jenisnya akan mengapung
dengan memanfaatkan gaya gravitasi untuk menyisihkan padatan
tersuspensinya (Reynold, 1996). Pada proses ini sudah terlihat perbedaan
kualitas air baku yang diolah, hal ini disebabkan oleh adanya pengendapan
dari hasil proses flokulasi sehingga sudah ada pemisah antara air dengan
partikel. Untuk mempercepat pengendapan dibantu dengan plat settler
yang dipasang dengan posisi miring.
Pada IPA Jebres bak sedimentasi berbentuk persegi panjang dengan
panjang = 12 meter, lebar = 6 meter, dan kedalaman = 7 meter. Aliran air
pada sedimentasi jenis upflow dimana air mengalir keatas melalui plat
settler dengan kemirigan 60° kemudian menuju outlet
57
Gambar 5.9 Unit Sedimentasi
Sumber: IPA Jebres, 2019
5.1.7 Filtrasi
Bangunan ini dirancang untuk menghilangkan partikel yang
tersuspensi dan koloidal dengan cara menyaringnya dengan media filter.
Media yang digunakan biasanya ialah pasir silika . (Permatasari &
Apriliani, 2013).
Faktor – faktor yang mempengaruhi efisiensi penyaringan ialah
(Widyastuti & Sari, 2011):
1. Kualitas air baku
Apabila air baku yang diolah semakin baik, maka hasil penyaringan
nya pun akan baik.
2. Suhu
tempertur atau suhu akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. Suhu
yang baik berkisar antara 20 – 30 ºC.
3. Diameter butiran
Secara umum, diameter butiran akan mempengaruhi kualitas effluent
yang dihasilkan. Apabila diameter pasir yang dipakai kecil, maka hasil
yang terbentuk akan kecil pula. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi
penyaringan
Pada IPA Jebres bangunan filtrasi berbentuk persegi panjang dengan
panjang = 3,6 meter, lebar 1,8 meter, dan tinggi atau kedalaman 7 meter.
Bangunan ini berjumlah 7 kompartemen. Media yang digunakan untuk
menyaring ialah lapisan paling bawah terdapat noozle yang berjumlah 120
buah, karbon aktif dengan ketebalan media 80 cm dan lapisan paling atas
58
ialah pasir plasa dengan ketebalan media ialah 50 cm. Ukuran pasir yang
digunakan ialah 0,5 mm. Berikut adalah gambar unit filtrasi pada IPA
Jebres:
59
5.1.9 Evaluasi Desain Unit Reservovir
Reservoir merupakan bangunan yang berguna untuk menampung air
hasil olahan sebelum di distribusikan kepada masyarakat. Reservoir
merupakan bangunan penampung air hasil pengolahan sebelum dilakukan
pendistribusian ke pelanggan/masyarakat. Reservoir dapat ditempatkn di
atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Tujuan dasar
harus diadakannya reservoir adalah sebagai sarana vital penyaluran air ke
masyarakat dan sebagai cadangan air, sebagai tempat penyimpanan
kelebihan air agar dapat terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan suplai
air, sebagai keperluan untuk instalasi (seperti pencucian filter,
pembubuhan koagulan dan lain-lain), serta sebagai tempat penyimpanan
air saat desinfektan (Joko, 2010).
Kapasitas total reservoir yang ada di IPA Jebres kurang lebih 100 m3.
Reservoir yang ada di IPA Jebres menggunakan metode bejana
berhubungan, sehingga saling supply air agar tidak terjadi kehabisan stok
air untuk distribusi. Berikut adalah gambar unit reservoir pada IPA Jebres:
60
Apabila terdapat hasil yang tidak normal, maka akan langsung dilakukan
tindakan dari operator. Berikut adalah tabel hasil pengukuran kekeruhan air di
IPA Jebres yang diambil setiap pukul 08.00 WIB.
Tabel 5.1 Kekeruhan Air Di IPA Jebres
No Tanggal Debit Air Baku Air Distribusi
(liter/det) (NTU) (NTU)
61
No Tanggal Debit Air Baku Air Distribusi
(liter/det) (NTU) (NTU)
Pengujian dimulai dalam rentan waktu 24 hari pada tanggal 22 Juli 2019
hingga 22 Agustus 2019. Dari hasil pengujian, kekeruhan pada air baku rata –
rata adalah sebesar 16 NTU. Kekeruhan tertinggi terdapat pada tanggal 07
Agustus 2019 sebesar 37,9 NTU. hal ini dapat disebabkan oleh adanya
lumpur, zat organik, zat tersuspensi dan juga dapat dikarenakan pengambilan
data yang di mulai pukul 08.00 WIB. Dimana pada waktu tersebut air baku
menjadi keruh karena kegiatan domestik banyak dilakukan pada jam 05.00 –
06.00 WIB. Kekeruhan terendah terdapat pada tanggal 25 Juli 2019 sebesar
5,73 NTU. Sedangkan untuk kekeruhan pada air hasil produksi, rata – rata
adalah sebesar 0,4 NTU. Kekeruhan tertinggi pada tanggal 14 Agustus 2019
sebesar 1,3 NTU dan kekeruhan terendah pada tanggal 15 Agustus sebesar
0,03 NTU. Pengukuran pH akan ditampilkan pada tabel 5.2
62
No Tanggal Air Baku Air Distribusi
3 24 Juli 2019 7,2 7,2
12 06 Agustus 2019 73 7
63
No Tanggal Air Baku Air Distribusi
Rata – rata 7,2 7,1
Pengujian dimulai dalam rentan waktu 24 hari pada tanggal 22 Juli 2019
hingga 22 Agustus 2019. pH pada air baku rata – rata adalah sebesar 7,2. pH
tertinggi terdapat pada tanggal 19 Agustus 2019 sebesar 7,6. pH terendah
terdapat pada tanggal 05 dan 21 Agustus 2019 sebesar 7. Sedangkan pada air
hasil produksi, rata – rata sebesar 7,1. pH tertinggi sebesar 7,2 dan kekeruhan
terendah sebesar 6,9.
Hasil pengukuran kualitas air baku dan air minum tahun 2019 dapat
dilihat pada tabel 5.1 yang telah dilampirkan.
64
bahwa kadar nitrit yang terkandung dalam air produksi sudah memenuhi
batas syarat air minum.
B. Analisa Sulfat
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan di Laboratorium Perumda Air
Minum Kota Surakarta didapatkan bahwa kadar Sulfat yang terkandung
dalam air baku sebesar 24,16 mg/l dan air minum sebesar 13.15 mg/l.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Air, dinyatakan bahwa kadar Sulfat ialah
400 mg/l. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan kualitas air minum,
kadar sulfat yang diperbolehkan sebesar 250 mg/l. Sehingga dapat
diketahui bahwa kadar sulfat yang terkandung dalam air produksi
memenuhi batas syarat air minum, namun masih perlu diperhatikan kadar
sulfat yang terkandung di dalam air karena mengalami kenaikan setelah
dilakukan proses pengolahan.
C. Analisa Besi
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan di Laboratorium IPA Jebres,
didapatkan bahwa kadar besi pada bulan Juli yang terkandung dalam air
baku sebesar 0,58 sedangkan air minum sebesar 0,02. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Air, dinyatakan bahwa kadar besi memiliki batas
maksimum bagi pengolahan air konvensional Fe sebesar ≤5 mg/l.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan kualitas air minum,
kadar besi yang diperbolehkan sebesar 0,3 mg/l. Sehingga dapat diketahui
bahwa kadar besi yang terkandung dalam air produksi sudah memenuhi
batas syarat air minum.
65
D. Analisa Mangan
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan di Laboratorium IPA
Jebres didapatkan kadar Mangan pada bulan Juli yang terkandung dalam
air baku sebesar 0,31 mg/l dan air minum sebesar 0,02 mg/l. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Air, dinyatakan bahwa kadar mangan ialah 0,1 mg/l.
Sedangkan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan kualitas air minum,
kadar mangan yang diperbolehkan sebesar 0,4 mg/l. Sehingga dapat
diketahui bahwa kadar mangan yang terkandung dalam air produksi sudah
memenuhi batas syarat air minum.
E. Analisa Sisa Khlor
Berdasarkan hasil analisa yang di Laboratorium IPA Jebres
didapatkan bahwa kadar sisa khlor pada bulan Juli yang terkandung dalam
air minum sebesar 0,10 mg/l. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan kualitas air minum,
kadar sisa khlor yang diperbolehkan sebesar 5 mg/l. Sehingga dapat
diketahui bahwa kadar sisa khlor yang terkandung dalam air minum
memenuhi batas syarat air minum.
F. Analisa pH
Berdasarkan hasil analisa pH yang dilakukan di Laboratorium IPA
Jebres pada bulan Juli didapatkan bahwa pH yang terdapat pada air baku
sebesar 7,6 dan pH pada air minum sebesar 7,3. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Air, dinyatakan bahwa batas maksimum yang
diperbolehkan adalah 6-9. Sedangkan Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan kualitas
air minum, pH yang diperbolehkan 6,5-8,5. Sehingga dapat diketahui
bahwa pH yang terdapat pada air produksi memenuhi batas syarat air
minum.
66
G. Analisa kekeruhan
Berdasarkan hasil analisa kekeruhan yang dilakukan di Laboratorium
IPA Jebres pada bulan Juli didapatkan bahwa kadar TDS yang terdapat
pada air minum sebesar 1.1 NTU . Berdasarkan Peraturan Pemerintah No
82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Air,
tidak terdapat keterangan batas syarat yang diperbolehkan. Sedangkan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 492/MENKES/PER/IV/2010
Tentang Persyaratan kualitas air minum, kadar yang diperbolehkan 5
NTU. Sehingga dapat diketahui bahwa kekeruhan yang terdapat pada air
produksi memenuhi batas syarat air minum
H. Analisa TDS
Berdasarkan hasil analisa TDS yang dilakukan di Laboratorium IPA
Jebres pada bulan Juli didapatkan bahwa kadar TDS yang terdapat pada air
minum sebesar 115 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Air, tidak
terdapat keterangan batas syarat yang diperbolehkan. Sedangkan Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang
Persyaratan kualitas air minum, pH yang diperbolehkan 500 mg/l.
Sehingga dapat diketahui bahwa kekeruhan yang terdapat pada air
produksi memenuhi batas syarat air minum.
Hasil Pengukuran Uji Kualitas Air Baku dan effluent IPA Jebres dapat
dilihat pada tabel 5.3 dan tabel 5.4 yang telah dilampirkan.
5.3.2 Evaluasi Proses Pengolahan Air Minum IPA Jebres
Berdasarkan hasil analisa effluent yang dibandingkan dengan
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Kesehatan
No 492/MENKES/PER/IV/2010, maka dapat disimpulkan bahwa proses
pengolahan air minum di IPA Jebres telah sesuai dengan persyaratan. Hal
ini dapat diketahui dari hasil analisa yang menyatakan tidak ada parameter
yang melebihi baku mutu. Namun, di sisi lain masih terdapat kekurangan
dalam bidang pengolahan lumpurnya. Di IPA Jebres masih belum terdapat
pengolahan lumpur yang dihasilkan dari setiap unit. Sehingga, ketika
67
dilakukan pembersihan atau backwash lumpur yang dihasilkan di buang
kembali ke Sungai Bengawan Solo.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Indonesia no. 16 tahun 2005
tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pasal 9 ayat 3
menyatakan bahwa limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi
air minum wajib diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sumber air
baku dan daerah terbuka. Menurut (Adityosulindro, Hartono, & C.P.,
2013) apabila lumpur hasil olahan dibuang secara langsung ke badan air
dapat mengakibatkan ancaman potensial terhadap kehidupan Akuatik dan
hal ini dapat membuat lumpur terakumulasi pada titik pembuangan.
Dikarenakan lumpur yang dibuang ke sungai mengandung bahan kimia
dan dapat mencemari lingkungan. Sehingga diperlukannya unit
pengolahan lumpur atau Slude Drying Bed untuk meminimalisasir tingkat
pencemaran lingkungan.
68
BAB VI
PENUTUP
6.1 kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Proses pengolahan air minum di IPA Jebres Perumda Air Minum
Kota Surakarta dimulai unit preliminary treatment (intake, bak
pengumpul dan pra sedimentasi IPA Jurug), kemudian air baku di
pompa menuju bak Pengumpul IPA Jebres, lalu berlanjut proses
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
2. Kualitas air baku yang melebihi baku mutu, diantaranya adalah
Klorida (Cl) sebesar 13,89 mg/L, Besi (Fe) sebesar 0,58 mg/L,
Mangan (Mn) sebesar 0,31 mg/L, Nitrit (NO2) sebesar 0,16 mg/L,
Tembaga sebesar 0,14 mg/L.
3. Proses pengolahan air minum di IPA Jebres telah sesuai dengan
persyaratan. Namun, perlu adanya evaluasi untuk pengolahan
lumpurnya.
6.2 Saran
Berdasarkan praktik kerja lapangan yang telah dilakasanakan, berikut
merupakan saran untuk IPA Jebres ialah perlu adanya bangunan unit Slude
Drying Bed (SDB) agar lumpur hasil pengolahan tidak mencemari
lingkungan serta air yang tercampur lumpur dapat dimanfatkan kembali.
69
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A., Wahyudi, C., Irawati, W., & Hindarso, H. (2008). Kinerja Koagulan
Poly Aluminium Chloride (PAC) Dalam Penjernihan Air Sungai Kalimas
Surabaya Menjadi Air Bersih. Jurnal Teknik, 25-27.
Dani, T., Suripin, & Sudarno. (2015). Analisa Daya Tampung Beban Cemar di
DAS Bengawan Solo Segmen Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar
Dengan Model QUAL2KW. Jurnal Ilmu Lingkungan, 1-3.
Joko, T. (2010). Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
70
Marsidi, R. (2001). Zeolit Untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal Teknik
Lingkungan, 1-5.
Sari, P. S., & Yanarosanti, A. (2014). Inaktivasi Bakteri Escheria Coli Air Sumur
Menggunakan Desinfektan Kaporit. Jurnal Teknik Lingkungan, 1-4.
71
Sutrisno, C. (1991). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
Widyastuti, S., & Sari, A. S. (2011). Kinerja Pengolahan Air Bersih Dengan
Proses Filtrasi Dalam Mereduksi Kesadahan. Jurnal Teknik, 42 - 43.
72
LAMPIRAN
73
Tabel 5.3 Hasil Pengukuran Uji Kualitas Air Baku IPA Jebres
HASIL
NO PARAMETER SATUAN BATAS MAKSIMUM (*) ANALISA KETERANGAN
MARET
FISIKA
1 Temperatur °C Deviasi 3 32
2 TSS mg/L 1000 49,84
KIMIA
1 pH 6 sampai 9 7,6
2 Klorida (Cl) mg/L 600 13,89
3 Besi (Fe) mg/L 0,3 0,58
4 Mangan (Mn) mg/L 0,1 0,31
5 Nitrit (NO2) mg/L 0,06 0,16
6 Sulfat (SO4) mg/L 400 24,16
7 Tembaga mg/L 0,02 0,14
9 Fluorida mg/L 0,5
(*)Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Air
74
Tabel 5.4 Hasil Pengukuran Uji Kualitas Air Minum Pada Bulan Juli 2019
BATAS
MAKSIMUM
NO PARAMETER SATUAN YANG HASIL UJI METODE UJI KETERANGAN
DIPERBOLEHKAN
(*)
FISIKA
1 Bau tidak berbau tidak berbau In House Methode
2 Rasa tidak berasa tidak berasa In House Methode
SNI 06-6989.23-
°C suhu udara ±3°C 29
3 Suhu 2005
SNI 06-6989.25-
NTU 5 1.1
4 Kekeruhan 2005
5 Warna TCU 15 0 In House Methode
Total zat padat terlarut
mg/L 500 115 In House Methode
6 (TDS)
KIMIA
75
BATAS
MAKSIMUM
NO PARAMETER SATUAN YANG HASIL UJI METODE UJI KETERANGAN
DIPERBOLEHKAN
(*)
76
BATAS
MAKSIMUM
NO PARAMETER SATUAN YANG HASIL UJI METODE UJI KETERANGAN
DIPERBOLEHKAN
(*)
77
DOKUMENTASI
Gambar keterangan
78
Laboratorium IPA Jebres
Ruang pompa
79