LAPORAN
Ketua Tim
Gustri Yeni
LAPORAN TAHUN 2017
Pelaksanaan Kegiatan
No. Nama Bidang Keahlian Tugas dalam Tim
1. Gustri Yeni Teknologi Pengolahan Koordinator Penelitian
Pertanian dan gambir
2. Hendri Muchtar Kimia Industri Peneliti
3. Inda Three Anova Teknologi Pangan Pembantu peneliti
4. Firdausni Teknologi Pangan Pembantu peneliti
5. Yulia Helmi Diza Teknologi Agroindustri Pembantu peneliti
6 Tri Wahyu Ningsih Teknologi Agroindustri Pembantu peneliti
7 Kamsina Teknologi Pangan Pembantu peneliti
8 Elya Rovina Analis Pembantu peneliti
9 Syaiful - Pembantu lapangan
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga laporan
hasil penelitian “Aplikasi Tepung Modifikasi Bengkuang sebagai Enkapsulan Katekin
Gambir untuk Bahan Baku Kosmetik (Lanjutan)” dapat diselesaikan.
Laporan ini merupakan pertanggung jawaban dari pelaksanaan Penelitian tahun 2017
sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Padang
No. 36/BPPI/Baristand-Pdg/Kep/I/2017 tanggal 3 Januari 2017.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang turut
membantu dan memperlancar pelaksanaan kegiatan penelitian ini sehingga laporan ini dapat
diselesaikan. Harapan kami mudah-mudahan laporan ini bermanfaat bagi kita semua.dan
berharap laporan ini dapat bermanfaat.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................... v
RINGKASAN (EXECUTIVE SUMMARY) .............................................................. vi
I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2. Tujuan ............................................................................................................ 3
1.3. Keluaran yang Diharapkan ............................................................................ 3
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang ................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Katekin .......................................................................................................... 4
2.2. Bengkuang .................................................................................................... 5
2.3. Pati Termodifikasi......................................................................................... 6
2.4. Mikroenkapsulasi Bahan Bioaktif ................................................................ 9
III. METODOLOGI 12
3.1. Pendekatan dan Kerangka Teoritis.............................................................. 10
3.2. Ruang Lingkup dan Lokasi Kegiatan .......................................................... 11
3.3. Bahan dan Alat ............................................................................................ 12
3.4. Analisis Resiko Pelaksanaan Kegiatan ....................................................... 12
iii
5.1. Kesimpulan ................................................................................................
5.2.Saran .............................................................................................................. 36
36
VI. PERKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN ............................................. 37
VII. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 38
VIII LAMPIRAN...................................................................................................... 41
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vi
15. Elemental mapping (pemetaan elemen) unsur C, Cl, Na dan O sampel E1 27
dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 1.........................
16. Citra back scatter electron(BSE) dan mapping mix. menggunakan perbesaran
2500x sampel E2 dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 28
2 ..........................................................................................
17. Elemental mapping (pemetaan elemen) unsur C, Cl, Na dan O sampel E2 28
dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 2 .........................
18. Citra back scatter electron(BSE) dan mapping mix. menggunakan perbesaran
2500x sampel E3 dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 3 28
..........................................................................................
19. Elemental mapping (pemetaan elemen) unsur C, Cl, Na dan O sampel E3 29
dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 3 .........................
20. Uji coba stabilitas enkapsulat katekin dalam penyimpanan selama 7 hari 34
sebagai sediaan kosmetik cleanser dan moisturizer ..................................
15. Uji coba stabilitas enkapsulat katekin dalam penyimpanan selama 7 hari 35
sebagai sediaan kosmetik toner ................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel Halaman
viii
RINGKASAN
Gustri Yeni, Hendri Muchtar, Inda Three Anova, Firdausni, Yulia Helmi Diza,Tri
Wahyu Ningsih, Kamsina, Elya Rovina dan Syaiful**
ix
menit. Emulsi yang didapat diuapkan pelarutnya menggunakan spray dryer.
Hasil penelitian menunjukkan pembuatan tepung bengkuang termodifikasi yang
dilakukan pada kondisi proses hidrolisa pada konsentrasi HCl 2% dan lama hidrolisis 72
jam, hasil uji XRF menunjukkan terjadi penurunan komposisi amilosa-amilopektinnya, yaitu
dari 0%-100% menjadi 84%-16% dengan ukuran partikel sampai 12,39 nm yang memenuhi
karakteristik untuk sediaan kosmetik. Penurunan amilopektin pada proses diikuti dengan
perubahan struktur rantai pati menjadi lebih pendek (amilosa). Peningkatan amilosa akan
diiringi dengan peningkatan kelarutan, penurunan viskositas. Pengujian XRD menunjukkan
terjadi perubahan susunan konsentrasi dari bahan baku dan setelah dihidrolisis. Hasil uji
morfologi tepung termodifikasi dari memiliki bentukkubus yang lebih teratur dan lebih
porous yang memungkinkan memiliki sifat yang cukup baik sebagai enkapsulan.
Katekin terstandar yang diproses melalui pencucian ulang dengan air dan diekstraksi
lanjut dengan pelarut etil asetat menghasilkan kadar katekin antara 90%-98% memenuhi
persyaratan untuk sediaan kosmetik. Hasil pengujian XRF dan XRD terhadap katekin
terstandar dari gambir menunjukkan terjadi peningkatan dan penurunan senyawa dan
konsentrasi senyawa aktif seperti senyawa polifenol yang dibutuhkan dalam sediaan bahan
baku kosmetik. Aktivitas antioksidan (IC50) katekin dilakukan uji menggunakan DPPH.
Nilai IC50 katekin, yaitu 5,03 µg memiliki aktivitas lebih tinggi dari vitamin C (5,73 µg).
Identifikasi terhadap ukuran partikel menunjukkan sampel gambir murni dan katekin
terstandar memiliki ukuran nano, yaitu <50 nm dan sesuai sebagai sediaan kosmetik.
Optimasi pembuatan enkapsulat katekin pada kondisi proses, kecepatan homogenizer
6000 rpm, waktu 15 menit dapat menghasilkan suspensi homogen. Peningkatan konsentrasi
katekin dalam suspensi menyebabkan penurunan kadar air, efisiensi enkapsulasi dan ukuran
kapsul, tetapi rendemen meningkat. Semakin rendah konsentrasi tepung termodifikasi makin
tinggi katekin yang dapat terenkapsulasi.Efisiensi enkapsulasi tertinggi untuk membuat
enkapsulat katekin diperoleh pada perbandingan katekin dan tepung termodifikasi 2:4.
Rendemen yang dihasilkan bergantung pada jumlah tepung termodifikasi dan
homogenitas antara katekin dengan tepung termodifikasi. Hasil perhitungan menunjukkan
rendemen katekin terenkapsulasi makin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi
tepung termodifikasi. Konsentrasi katekin lebih tinggi (katekin 75%: tepung termodifikasi
25%), tepung termodifikasi tidak mampu membentuk matriks dinding pengkapsul dengan
baik karena jumlahnya sedikit sehingga tingkat kestabilan produk lebih rendah yang
ditunjukkan oleh warna enkapsulat lebih kecoklatan yang diduga katekin lebih dominan
x
berada pada produk.Peningkatan kadar katekin pada formulasi menyebabkan terjadi
perubahan viskositas dan penurunan stabilitas selama penyimpanan. Hasil uji XRD dan
XRF, produk enkapsulat katekin menunjukkan terjadi perubahan komponen dan senyawa
dengan aktivitas antioksidan tergolong kuat, 18±3 µg.Hasil uji morfologi menggunakan
SEM EDX menunjukkan elemental mapping (pemetaan elemen) dengan warna yang makin
cerah dengan makin tinggi jumlah konsentrasi katekin dalam enkapsulat.
* Judul Penelitian
** Tim Peneliti Baristand Industri Padang
xi
I. PENDAHULUAN
1
dalam air, tidak tahan asam dan basa.Proses modifikasi bertujuan untuk memperluas
penggunaan pati alami. Hidrolisis asam merupakan salah satu teknik modifikasi pati.Proses
modifikasi secara asam merupakan proses yang cukup sederhana dilakukan dan mudah
diterapkan, terutama untuk skala industri kecil. Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi
sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti sulit larut dalam air, tidak
tahan asam dan basa serta memperbaikisifat porousnya sehingga dapat digunakan sebagai
pengenkapsul bahan aktif.
Hasil penelitian Yeni et. al(2016), tepung termodifikasi yang diperoleh memiliki
karakteristik sebagai enkapsulan dilakukan pada hidrolisis asam 2% dan lama hidrolisis 65-
70 jam atau tergantung dari ukuran partikel tepung. Semakin kecil ukuran partikel tepung
makin cepat proses hidrolisis dilakukan. Produk enkapsulan dari pati bengkuang diharapkan
memiliki karakterisasi derajat polimerisasi dan kelarutan dalam air yang tinggi, viskositas
rendah, bentuk dan ukuran granula yang seragam dengan permukaan granula yang luas,
memiliiki sifat pelepasan komponen aktif, dan mudah diaplikasikan.
Penerapan teknologi enkapsulasi dan pengembangan produk pati termodifikasi dari
bengkuang sebagai enkapsulan katekin untuk industri kosmetik dapat meningkatkan
pemanfaatan bengkuang dan katekin secara bersamaan serta mendapatkan posisi yang lebih
kompetitif. Konsumen sebagai pengguna produk mendapatkan manfaat dengan tersedianya
bahan baku alami yang lebih aman digunakan dan berkontribusi pada sistem pertanian.
Disamping itu, diversifikasi produk pati bengkuang sebagai enkapsulan katekin diharapkan
dapat meningkatkan nilai tambah bahan baku yang dapat mendorong tumbuhnya industri
hilir gambir dan bengkuang dalam negeri. Disamping itu, konsumen memiliki pilihan untuk
mendapatkan produk kosmetik yang lebih aman digunakan.
Berdasarkan hal tersebut, tepung modifikasi dari bengkuang dapat diaplikasikan
sebagai enkapsulan.Tepung termodifikasi diujicobakan sebagai pelapis katekin, dimana
proses enkapsulasi dilakukan berdasarkan metoda Yeni et. al (2013) dan Yeni (2015).
Produk enkapsulat katekin yang diperoleh diaplikasikan untuk sediaan kosmetik (lipstik).
Penelitian dilakukan dengan menentukan formulasi enkapsulan dan katekin dalam
pembuatan enkapsulat dan melakukan proses aplikasi enkapsulat katekin untuk sediaan
kosmetik. Produk kosmetik yang dihasilkan di uji terhadap sifat fisika-kimianya serta secara
in vivo dan in vitro.
2
I.2. Tujuan
Tujuan umum adalah pemanfaatan tepung termodifikasi dari bengkuang sebagai
enkapsulan katekin dari gambir untuk sediaan bahan baku kosmetikmencapai tujuan
tersebut diperlukan tahapan dengan tujuan khusus sebagai berikut:
1. Mendapatkan teknologi proses pembuatan enkapsulat katekin menggunakan pati
termodifikasi dari bengkuang.
2. Pembuatan (formulasi) produk kosmetik dari enkapsulat katekin dan uji in vitro dan in
vivo produk.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Katekin
Ekstrak gambir mengandung beberapa komponen yaitu catechin, asam catechu tannat,
qursetin, catechu merah, gambir floursein, abu, lemak dan lilin (malam).Kandungan utama
gambir berupa catechin 7%–33% dan asam catechu tannat 20%–55% (Thorpe & Whiteley,
1921).Katekin yang berasal dari gambir mempunyai rumus C15H16O6. 4H2O dengan titik cair
pada suhu 175-177ºC.
Katekin dari gambir memiliki sifat, dalam keadaan murni sulit larut dalam air dingin
tetapi sangat mudah larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat, keadaan
kering berbentuk kristal, berwarna putih sampai kekuningan (Markham, 1988 dan Nazir,
2000). Katekin memiliki kestabilan yang rendah terhadap pengaruh lingkungan seperti suhu,
cahaya, oksigen dan penguapan (Lopezetal. 2006; Quintanilla-Carvajal etal. 2010), sehingga
dalam proses pengeringan hasil ekstrak dilakukan pada suhu yang rendah.
Proses pembuatan katekin terstandar dilakukan melalui beberapa tahapan yang
diusulkan dengan No. paten P00201605950. Proses pembuatan katekin terstandar
menggunakan bahan baku dengan proses sebagai berikut: menimbang ekstrak gambir
kering; menghaluskan dengan mesin penghancur; mengayak dengan ayakan 100 mesh;
pemurnian dengan menambahkan air suhu 70-80°C; mengaduk dengan homogenizer
kecepatan 300 rpm; mengendapkan selama 20-24 jam; mencuci endapan dengan air dingin
berulang kali sampai didapatkan katekin yang murni ; langkah selanjutnya mengeringkan
dalam frezee drying selama 40-48 jam.
Proses tahap ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa pengotor dari gambir seperti
tanin berdasarkan perbedaan sifat kelarutan antara katekin dan tanin dalam air, dimana
katekin sukar larut dalam air dingin dan tanin larut baik dalam air dingin (Nazir, 2000).
Langkah selanjutnya, yaitu mengeringkan gambir hasil pencucian dengan air menggunakan
frezee drying selama 40-48 jam. Gambir murni hasil pencucian dilarutkan dengan etanol
teknis dan disaring. Proses tahap ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengambilan katekin
dalam ekstrak. Ekstrak gambir yang diperoleh kemudian diisolasi menggunakan amberlit
atau silika gel. Eluat yang keluar ditampung dan pelarutnya diuapkan.
4
II.2. Bengkuang
Tanaman bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dikenal baik oleh masyarakat Indonesia.
Tumbuhan ini membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti
gasing dengan berat dapat mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan
bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya mengandung
gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi ini memiliki efek pendingin karena
mengandung kadar air 86-90%. Umbi tanaman bengkuang biasa dimanfaatkan sebagai buah
atau bagian dari beberapa jenis masakan (Wongsowijoyo, 2014).
Bengkuang adalah tanaman buah famili Papilenaceae, berupa herba melilit, memanjat
dan membelit ke kiri, tinggi tanaman 5–6 meter, akar tunggang, umbi berdiameter anatar 5–
30 cm, kulit cokelat muda, daging buah putih, batang berbulu, daun trifoliate, letak daun
bergantian, beracun, anak daun berbentuk bulat telur, bunga putih atau ungu, polong 8–14
cm, panjangnya berbentuk pipih, biji berjumlah antara 4–12 buah, berwarna coklat,
berdiameter lebih kurang 1 cm dan beracun. Umbi bengkuang dapat dimakan mentah,
memilik banyak air dan rasanya manis. Umbi bengkuang mengandung air sebanyak 80-
90%, karbohidrat 10-17%, protein 1-2,5%, serat 0,5-1%, lemak 0,1-0,2%, dan juga vitamin
C (Anonim 1996).
Umbi bengkuang mempunyai 2 bentuk, yaitu bulat pipih, kulitnya tipis, mudah
dikupas, tidak berserat, mudah dipecah serta rasa manis. Umbi yang berbentuk bulat panjang
kulitnya tebal, sulit dikupas, berserat, sulit dipecah, rasa tawar. Pemanenan bengkuang
sudah bisa dilakukan sejak umur empat bulan. Namun umur tersebut umbi bengkuang belum
maksimal besarnya dan beratnya baru berkisar antara 0,2 sampai 2,0 kg.
Kadar pati bengkuang bertambah dengan bertambahnya umur tanaman yang diikuti
berkurangnya kadar air dengan perbandingan rata-rata dua kali lebih besar pada jarak panen
umur 4 bulan dengan 7 bulan. Hal ini dapat disebabkan akibat proses pembentukan
polisakarida sebagai komponen utama, dimana pati bertambah dengan bertambahnya tingkat
kematangan umbi yang berbanding lurus dengan umur tanaman dan sebaliknya
berkurangnya kadar monosakarida. Bengkuang dengan umur panen terlalu tua akan
menghasilkan pati dan tepung yang banyak, tetapi serat agak kasar. Umur panen bengkuang
juga bergantung pada produk yang akan yang akan dibuat (Yeni et al., 2014). Kandungan
zat lain dari bengkuang berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin yang tidak bisa
dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau orang yang berdiet
rendah kalori.
5
II.3. Pati Termodifikasi
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, yang terdiri atas amilosadan
amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1-4) unit glukosa
yang memiliki derajat polimerisasi (DP) berkisar antara 500−6.000 unit glukosa, bergantung
pada sumbernya.
Amilopektin merupakan polimer α-(1-4) unit glukosa dengan rantai samping α-(1-6)
unit glukosa. Ikatan α-(1-6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit dalam suatu molekul
pati, berkisar antara 4%−5%. Jumlah molekul dengan rantai cabang, yaitu amilopektin,
sangat banyak dengan DP berkisar antara 10 5sampai106 unit glukosa (Jacobs danDelcour
1998).
Amilosa dan amilopektin merupakankomponen penting pembentuk strukturdasar pati,
dan sangat memengaruhi karakteristikfisiko kimia pati yang dihasilkan.Amilosamemiliki
karakteristik rantai relatif lurus,dapat membentuk film yang kuat, struktur gel kuat apabila
diberi pewarna iodinmenghasilkan warna biru. Sedangkan amilopektin memiliki
karakteristikrantai bercabang, membentuk film yanglemah, struktur gel lembek, dan
apabiladiberi pewarna iodin akan menghasilkanwarna coklat kemerahan.
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi
kimia (esterifikasi, sterifikasi atau oksidasi) atau dengan menggangu struktur asalnya. Pati
diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik atau
merubah beberapa sifat sebelumnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas,
asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus
kimia baru, terjadi perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati (Koswara, 2009).
Modifikasi akan memperbaiki karakteristik pati diantaranya hidrofobisitasnya
meningkat dan mempunyai sifat ampifilik serta mempunyai kemampuan pengikatan yang
tinggi. Modifikasi dengan asam akan menghasilkan pati dengan sifat lebih encer jika
dilarutkan, lebih mudah larut, dan berat molekulnya lebih rendah. Modifikasi pati untuk
menurunkan sifat hidrofilik pati menjadi lebih hidrofobik sangat diperlukan untuk
pembuatan matriks pengikat bahan bioaktif yang bersifat hidrofobik. Salah satunya melalui
proses asetilasi. Menurut Ortega et al. (2010) pati asetat sesuai untuk aplikasi biomedis
karena menghasilkan pati ampifilik dimana dalam fase air, inti hidrofobik dari polimer
dikelilingi lapisan luar yang bersifat hidrofilik. Sifat ampifilik menyebabkan pati asetat
dapat bersifat sebagai penstabil emulsi. Menurut Liu et al. (2001) emulsifikasi berperan
penting terhadap efisiensi enkapsulasi (EE) flavor pangan. Lebih lanjut Soottitantawat et al.
6
(2005) menyatakan bahwa ukuran droplet emulsi mempunyai efek yang signifikan terhadap
efisiensi enkapsulasi berbagai bahan inti selama spray drying. Pendekatan untuk
meningkatkan kestabilan dan kelarutan bahan aktif yang sulit larut dapat dilakukan dengan
pembentukan emulsi minyak dalam air (o/w), modifikasi kimia dan enkapsulasi (Yu &
Huang 2010).
Modifikasi Pati
Modifikasi pati dilakukan untuk mengubahsifat (kimia dan fisik) patisecara alami.
Modifikasi pati dilakukan melalui pemotonganstruktur molekul, penyusunan
kembalistruktur molekul, oksidasi atau dengancara substitusi gugus kimia pada molekulpati
(Wurzburg 1989).
Mekanisme teknologi proses modifikasi pati adalah gugus OH yang terdapat pada
patidapat disubstitusi dengan gugus lain, dimana satu unit anhidroglukosa ada empat gugus
OH, yaitu gugus OH yang terdapatpada C-2, C-3, dan C-4 (ketiganyamerupakan gugus OH
sekunder), dan C-6 yang merupakan gugus OH primer.Gugus OH sekunder, terutama gugus
OH C-2 lebih reaktif dibandingkangugus OH primer (Tuschoff 1989).Kereaktifan gugus OH
C-2 adalah 60−65%, gugus OH C-3 adalah 20%, dangugus OH C-6 berkisar antara 15−20%
(Van de Burgt et al. 2000).
7
Menurut Herawati (2012), proses modifikasi pati dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu:
1. Ukuran partikel
Kecepatan reaksi untuk terjadinya proses modifikasi dipengaruhi oleh ukuran partikel.
Semakin kecil ukuran pati partikel makamakin cepat reaksi berlangsung karenaukuran
partikel yang kecil akan meningkatkanluas permukaan serta kelarutannyadalam air
(Saraswati, 1982). Ukuran partikel sangat berpengaruh terhadap perubahan struktur serta
modifikasi yangdapat dilakukan untuk menghasilkan karakteristik produk sesuai dengan
tujuan pemanfaatan pati termodifikasi. Partikel berukuran nano merupakan alternatif untuk
mengoptimalkan kemudahan daya serap,kemampuan sebagai bahan pelapis
(nanoencapsulation), nano emulsifier maupunnano stabilizer.
2. Suhu
Kecepatan reaksi proses modifikasi pati juga dipengaruhi oleh suhu yang digunakan.
Menurutpersamaan Arrhenius makin tinggi suhu maka reaksi akan berlangsung makin cepat,
dimana terkaitdengan konstanta laju reaksi yang meningkat seiring dengan
meningkatnyasuhu operasi. Prosesreaksi juga memperhitungkan karakteristik titik
gelatinisasi pati yang digunakan. Saat titik gelatinisasi tercapai, pati akanberubah bentuk
menjadi gel dan mengeras(Nwokocha et al. 2009). Untuk itu dalam melakukan proses
modifikasi menggunakanbahan kimia, sebaiknyasuhu dipertahankan di bawah
titikgelatinisasinya.
3. Waktu reaksi
Waktu reaksi berpengaruh terhadapoptimasi proses dan produk. Semakin lama waktu
proses reaksi maka makin banyak dindingsel granula pati yang pecah sehinggaterjadi
perlubangan pada granula patitermodifikasi. Hal ini menyebabkanpermukaan granula pati
menjadi tidak ratasehingga tekstur yang dihasilkan menjadikasar (Subagio et al. 2008).
Waktu reaksi juga terkait pula dengan perubahanwarna. Warna coklat akibat reaksi
pencoklatanperlu dihindarkan untuk memenuhistandar produk pati termodifikasi
yangdihasilkan.
4. Konsentrasi substrat
Perbandinganpenggunaan air dan pati (konsentrasi substrat) menjadi pentingterkait
dengan kelarutan pati dan efisiensipenggunaan pelarut dalam proses reaksimodifikasi.
8
Semakin meningkat jumlah substrat dankonsentrasi asam yang ditambahkan,makin tinggi
nilai derajat subsitusi (DS) pati ester yangdihasilkan (Herawati, 2010).
9
III. METODOLOGI PENELITIAN
10
III.2. Ruang lingkup dan Lokasi kegiatan
Ruang Lingkup Kegiatan pada penelitian ini antara lain:
a. Pengumpulan data dan informasi
b. Pengumpulan bahan baku dan bahan penolong
c. Pembuatan pati termodifikasi dari bengkuang sebagai matrik (enkapsulan) berdasarkan
perlakuan terbaik hasil penelitian tahun 2016.
d. Pembuatan katekin terstandar.
e. Pembuatan enkapsulat katekin menggunakan pati temodifikasi dari bengkuang.
f. Aplikasi produk enkapsulan dalam pembuatan produk kosmetik yang diformulasi oleh
perusahaan kosmetik PT. Martina Berto.
g. Karakterisasi fisik dan kimia bahan baku dan tepung modifikasi
h. Pelaporan.
Lokasi kegiatan
Penelitian pembuatan tepung termodifikasi dari bengkuang dilaksanakan di
laboratorium Baristand Industri Padang dan laboratorium Seafast Institut Pertanian Bogor
(IPB). Uji coba produk enkapsulat dilakukan oleh PT. Martina Berto, Penelitian
dilaksanakan bulan Februari hingga November 2017.
11
Gambar 2. Bagan alir proses penelitian.
12
stabilitas produk.
c. Bahan tak larut air dan alkohol - Memiliki kelarutan yang
Bahan terlarut dalam air dan alkohol yang rendah dalam air dan alkohol
tinggi menunjukkan tingginya kadar abu - Produk dihasilkan melalui
atau mineral-mineral dari bahan baku yang proses pengayakan. Ukuran
tidak dibutuhkan untuk kosmetik. ayakan yang digunakkan
min.100 mesh
- Mengurangi jumlah ranting
dalam proses ekstraksi
d. Kadar katekin - Katekin minimal untuk bahan
Pembuatan katekin terstandar baku 50%
membutuhkan gambir dengan kandungan - Penampakan bahan baku
katekin tinggi, dimana spesifikasi produk kekuningan
warna putih-kekuningan, ringan dan - Tekstur lebih rapuh dan ringan
mudah dipatahkan, jumlah bahan tak larut
dan alkohol rendah.
e. Kadar tanin - Kadar tanin rendah, maksimal
Spesifikasi bahan baku yang mengandung 20%
tanin yang tinggi, yaitu berwarna hitam. - Penampakan kekuningan
Kandungan tanin yang tinggi - Produk lebih rapuh
menyebabkan proses ekstraksi ulang
dengan air untuk mengurangi kandungan
tanin berlangsung lama dan
membutuhkan biaya tinggi.
Selain kandungan tanin yang tinggi,
warna hitam dari produk diindikasikan
mengandung logam Fe yang tinggi.
13
terstandar digunakan kemasan
botol.
D. Pelarut organik untuk ekstraksi ulang
setelah proses pencucian dengan air
a. Pelarut organik yang digunakan untuk Pelarut direkomendasikan adalah
ekstraksi ulang menggunakan air adalah adalah pelarut teknis yang
etanol 70% dan etil asetat teknis. Pelarut disuling ulang kembali yang
yang digunakan direkomendasikan yang bertujuan untuk mengurangi
memiliki kandungan logam yang rendah komponen penyebab
dan sebaiknya terbebas dari logam seperti ketidakstabilan dan penyimpanan
Fe, Cu, Ca dan Mg yang berpengaruh pelarut dalam botol kaca
terhadap stabilitas produk.
2. Pembuatan tepung termodifikasi
Bahan baku bengkuang
1. Mutu bahan baku yang tidak seragam
terhadap:
a. Umur panen bengkuang Umur panen yang
Umur panen sangat berpengaruh terhadap direkomendasikan adalah 6
kandungan pati (amilopektin dan amilosa) bulan.
dan serat. Umur panen yang terlalu lama
menghasilkan serat yang banyak dan
panjang, kondisi ini menyulitkan dalam
proses pemutusan rantai pati menjadi
tepung modifikasi.
14
stainless still.
A. Pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan pembuatan enkapsulat katekin dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Pembuatan pati termodifikasi dari bengkuang.
Penelitian pembuatan pati termodifikasi sebagai matrik enkapsulan ini dilakukan pada
tahun anggaran 2016. Perlakuan terbaik hasil penelitian, yaitu proses hidrolisis asam dengan
perlakuan konsentrasi asam 2%, lama hidrolisis 72 jam, suhu sheaker 40°C. Setelah selesai
15
proses hidrolisis tepung disaring dan dilanjutkan proses presipitasi menggunakan etanol
teknis (76%). Tepung hasil hidrolisis yang sudah disaring dilarutkan kembali dengan etanol,
diaduk selama ±5 jam dan disaring. Tepung yang sudah disaring dikeringkan dalam oven
pada suhu 50±5°C, tepung termodifikasi yang sudah kering diayak dengan ayakan 100
mesh, dikemas dan siap digunakan untuk enkapsulan.
Karakterisasi tepung termodifikasi dari bengkuang meliputi penentuan yaitu ukuran
partikel dan morfologi (SEM, SEM mapping surface), FTIR, komponen dan senyawa
(XRF), kristalinitas (XRD), viskositas, suhu gelatinisasi (RVA) dan stabilitas (DSC).
16
senyawa (XRF) dan stabilitas (DSC).
c. Pembuatan enkapsulat katekin menggunakan pati temodifikasi dari bengkuang
Penelitian tahap ini ditujukan untuk menentukan formulasi enkapsulan (pati
termodifikasi) dan jumlah katekin serta penentuan kondisi proses pembentukan enkapsulat.
Penentuan kondisi proses dan formulasi dilakukan untuk mendapatkan produk enkapsulat
yang memiliki stabilitas katekin yang baik pada penyimpanan.
Metode pembuatan enkapsulat katekin dari gambir merupakan modifikasi penelitian
Bustos et al. 2007, Winarti (2014), dan Yeni (2015). Penentuan konsentrasi enkapsulan dan
katekin menggunakan variasi perlakuan perbandingan jumlah katekin dan tepung
termodifikasi. Proses enkapsulasi dilakukan dengan cara melarutkan bahan pengenkapsulat
dengan air deionisasipada suhu ±50°C menggunakan magnetik stirer (1:2-4). Katekin
dilarutkan dengan etanol 70% (1:10), diaduk dengan kecepatan 3000 rpm selama 5
menit.Campuran diaduk dengan kecepatan 6000-10.000 rpm selama 10-30 menit. Emulsi
yang didapat diuapkan pelarutnya menggunakan spray dryer.
Karakterisasi enkapsulasi katekin dari gambir menggunakan enkapsulan pati
termodifikasi dari bengkuang meliputi penentuan kadar katekin (spektrofotometer), aktivitas
antioksidan (DPPH), kristalinitas (XRD), morfologi (SEM, SEMmapping surface), FTIR,
komponen atau senyawa (XRF), stabilitas (DSC), viskositas dan suhu gelatinisasi (RVA).
Enkapsulat katekin yang dihasilkan juga dihitung terhadap rendemen yang dihasilkan
dari masing-masing perlakuan. Rendemen dihitung berdasarkan berat kapsul katekin yang
dihasilkan dari berat bahan yangdigunakan. Rendemen (%) katekin terenkapsulasidihitung
dengan cara:
Rendemen = berat kapsul– (berat kapsul x kadar air)x 100%
berat bahan
Aplikasi enkapsulat tepung bengkuang sebagai bahan baku kosmetik yang diformulasi
oleh PT. Martina Berto. Produk enkapsulat katekin yang diperoleh dilakukan uji coba
pembuatan kosmetik, yaitu pelembab, lotion, pembersih dan penyegar yang diformulasi oleh
Tim Martina Berto.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Tepung Termodifikasi dari Bengkuang
A. Analisa X-ray Diffraction (XRD)
Gambar 3. Hasil analisa XRD tepung bahan baku dan termodifikasi dari bengkuang.
Tabel 2.Konsentrasi senyawa aktif tepung bahan baku dan tepung termodifikasi dari
bengkuang sebagai sediaan enkapsulan katekin untuk bahan baku kosmetik hasil
pengujian XRD
Konsentrasi
Senyawa Rumus Tepung bengkuang Tepung bengkuang
termodifikasi
Acetic acid C2H4O2 0.101 0.000
Amylose (C6H10O5)x 0.817 0.918
Starch (maize) (C6H10O5)n 0.652 0.804
Ascorbic acid C6H8O6 1.476 1.146
Isoascorbic acid C6H8O6 0.735 0.779
d-Isoascorbic acid C6H8O6 0.495 0.472
D-Isoascorbic acid C6H8O6 1.969 1.885
Citric acid C6H8O7 0.459 0.833
Glucose C6H12O6 0.666 0.711
Iodine I 63.179 56.470
Ukuran partikel D (nm) 14,24 12,39
Amilopektin % 100 16
Amilosa % 0 84
18
B. Analisa X-ray fluorescence (XRF)
Tabel 3. Konsentrasi material pada tepung bahan baku dan tepung termodifikasi dari
bengkuang hasil pengujian XRF
Konsentrasi
Senyawa Tepung bengkuang
Tepung bengkuang
termodifikasi
MgO 17.236 13.616
Al2O3 4.859 11.538
SiO2 8.61 16.434
P2O5 25.619 21.884
K2O 27.041 9.9
CaO 12.945 10.028
Fe2O3 0.482 0.324
Ag2O 2.941 2.523
Cl 0.268 13.665
NiO - 0.041
Zn - 0.044
Re - 0.003
C. Pengamatan Morfologi
Gambar 4. Partikel tepung termodifikasi dari bengkuang pada pengamatan dengan SEM,
perbesaran 200, 500, 1000 dan 2000 kali.
19
4.1.2. Katekin Terstandar
Gambar 5. Hasil analisa XRD gambir murni dan katekin terstandar dari gambir.
Tabel 5. Konsentrasi bahan baku dan katekin terstandar dari gambiruntuk sediaan bahan
baku kosmetik hasil pengujian XRD
Konsentrasi
Senyawa Rumus
Gambir murni Katekin terstandar
Pyrocatechol C6H6O2 0.426 0.392
d-Catechin-á-hydrate C15H14O6·H2O 0.386 0.420
Catechin C15H14O6 0.033 2.045
Cellulose (C6H10O5)n 1.218 0.328
Glucose C6H12O6 0.387 0.360
Palmitic acid CH3(CH2)14CH 0.351 0.442
Ascorbic acid C6H8O6 0.149 0.124
D-Isoascorbic acid C6H8O6 0.385 0.182
Ukuran partikel D (nm) 42,60 48,78
20
Tabel 5. Konsentrasi material pada gambir murni dan katekin terstandar dari gambir hasil
pengujian XRF
Konsentrasi
Senyawa
Gambir murni Katekin terstandar
MgO 12.208 22.756
Al2O3 8.023 12.926
SiO2 18.498 16.693
P2O5 21.898 30.434
K2O 2.996 0.909
CaO 24.916 9.329
TiO2 0.864 0.799
V2O5 0.023 Ttd
MnO 0.125 Ttd
Fe2O3 6.932 0.803
CuO 0.081 Ttd
ZnO 0.119 Ttd
Ag2O 3.057 Ttd
In2O3 0.036 Ttd
BaO 0.183 Ttd
Eu2O3 Ttd Ttd
Cl 0.038 1.724
Re 0.004 Ttd
CeO2 Ttd 3.627
Tabel 6. Hasil analisa kadar katekin gambir murni dan katekin terstandar berdasarkan SNI.
01-3391-2000
Parameter Kadar katekin (%)
Gambir murni 80, 62
Katekin terstandar 98,71
C. Pengamatan Morfologi
21
Gambar 6. Partikel katekin terstandar dari gambir pada pengamatan dengan SEM,
perbesaran 200, 500, 1000 dan 2000 kali,
B. Rendemen
Tabel 7. Rendemen katekin terenkapsulasi
Perlakuan Rendemen produk (%)
Katekin 0% + tepung termodifikasi (100%) 84-90
Katekin 25% + tepung termodifikasi (75%) 75-80
Katekin 50% + tepung termodifikasi (50%) 65-70
Katekin 75% + tepung termodifikasi (25%) 50-60
22
Gambar 8. Hasil analisa XRD enkapsulat katekin dengan perbandingan katekin dan tepung
termodifikasi (1 : 4).
Gambar 9. Hasil analisa XRD enkapsulat katekin dengan perbandingan katekin dan tepung
termodifikasi (2 : 4).
Gambar 10. Hasil analisa XRD enkapsulat katekin dengan perbandingan katekin dan tepung
termodifikasi (3 : 4).
23
Tabel 8. Konsentrasi bahan baku dan katekin terstandar dari gambir untuk sediaan
bahan baku kosmetik hasil pengujian XRD
Senyawa Rumus Konsentrasi
E1 E2 E3
Acetic acid C2H4O2 0.101 0.000 0.000
Amylose (C6H10O5)x 0.817 - 0.918
Starch (maize) (C6H10O5)n 0.652 0.661 0.804
Ascorbic acid C6H8O6 1.476 1.519 1.146
Isoascorbic acid C6H8O6 0.735 0.547 0.779
d-Isoascorbic acid C6H8O6 0.495 0.432 0.472
D-Isoascorbic acid C6H8O6 1.969 2.330 1.885
Citric acid C6H8O7 0.459 0.812 0.833
Glucose C6H12O6 0.666 0.750 0.711
Iodine I 63,179 56.130 56.470
Ukuran partikel D (nm) 15,42 14,39 13,34
Tabel 9. Hasil pengujian XRF enkapsulat katekin menggunakan tepung termodifikasi dari
bengkuang
Senyawa Konsentrasi
MgO 32.301
Al2O3 12.931
SiO2 12.43
P2O5 35.383
K2O 0.658
CaO 5.713
Fe2O3 0.162
Ag2O Ttd
Cl 0.256
ZnO 0.113
Re Ttd
CuO 0.055
E. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan
24
Tabel 10. Hasil uji aktivitas antioksidan (IC50) sampel katekin dan enkapsulat katekin
menggunakan spektrofotometri
No. Kode sampel Aktivitas antioksidan (IC50) (ppm)
1. Katekin (K) 5,03
2. E1 18,46
3. E2 15,76
4. E3 15,30
5. Vitamin C 5,73
Tabel11. Hasil analisa profil gelatinisasi enkapsulat katekin menggunakan rapid visco
analyzer (RVA)
No. Jenis Uji Satuan Hasil Analisis
TM E1 E2 E2
1. Kadar air g/100 g 11,65 9,83 4,73 4,13
2. Profil gelatinisasi
a. Viskositas puncak cp 27 17 23 22
b. Viskositas panas cp 15 4 8 9
c. Penurunan viskositas cp 12 13 15 13
karena pemanasan
d. Viskositas akhir cp 19 8 13 13
e. Peningkatan viskositas cp 4 4 5 4
karena pendinginan
f. Waktu puncak menit 8,47 3,60 3,33 3,27
g. Suhu gelatinisasi °C - - -
25
Tabel 12. Hasil uji stabilitas (thermal) enkapsulat katekin menggunakan metode differential
scanning calorimetry (DSC)
Gambar 11. Partikel enkapsulat katekin dari gambir menggunakan tepung termodifikasi dari
bengkuang, perlakuan 1:4(E1) pada pengamatan dengan SEM, perbesaran 200,
500, 1000 dan 2000 kali.
Gambar 12. Partikelenkapsulat katekin dari gambir menggunakan tepung termodifikasi dari
bengkuang, perlakuan 1:4(E2) pada pengamatan dengan SEM, perbesaran 200,
500, 1000 dan 2000 kali.
26
Gambar 13. Partikel enkapsulat katekin dari gambir menggunakan tepung termodifikasi dari
bengkuang, perlakuan 1:4(E3) pada pengamatan dengan SEM, perbesaran 200,
500, 1000 dan 2000 kali.
1.
Gambar 14. Citra back scatter electron (BSE) dan mapping mix. menggunakan perbesaran
2500x sampel E1 dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 1.
Gambar 15.Elemental mapping (pemetaan elemen) unsur C, Cl, Na dan O sampel E1 dengan
perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 1.
27
Gambar 16. Citra back scatter electron (BSE) dan mapping mix. menggunakan perbesaran
2500x sampel E2 dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 2.
Gambar 17. Elemental mapping (pemetaan elemen) unsur C, Cl, Na dan O sampel E2
dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 2.
Gambar 18. Citra back scatter electron (BSE) dan mapping mix. menggunakan perbesaran
2500x sampel E3 dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 3.
28
Gambar 19. Elemental mapping (pemetaan elemen) unsur C, Cl, Na dan O sampel E3
dengan perbandingan tepung modifikasi dan katekin 4 : 3.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Tepung Termodifikasi dari Bengkuang
Teknologi proses modifikasi tepung bengkuang dilakukan untuk merubah struktur
komponen amilopektin menjadi tepung pati bengkuang dengan kandungan amilosa tinggi.
Penurunan amilopektin pada proses diikuti dengan perubahan struktur rantai pati menjadi
lebih pendek (amilosa). Peningkatan kandungan amilosa akan diiringi dengan peningkatan
kelarutan, penurunan viskositas dan derajat polimerisasi.Tepung bengkuang termodifikasi
(hasil hidrolisis) dilakukan proses presipitasi menggunakan etanol yang bertujuan untuk
menghasilkan pati yang bersifat porous sehingga dapat digunakan sebagai penyalut bahan
aktif. Tepung termodifikasi yang sudah di presipitasi dilakukan pengeringan menggunakan
oven blowerpada suhu 50±5°C selama 30-36 jam, diayak dengan ayakan 100 mesh dan
dikemas menggunakan plastik polipropilen yang tertutup rapat.
29
amilosa disebabkan terjadinya perubahan molekuler akibat disosiasi dan regreagasi rantai
amilosa yang menyebabkan terbentuk heliks tidak larut dan penurunan kadar amilosa
(Palma Rodriguez, 2012; Raja dan Sindhu, 2000).Penurunan amilopektin pada proses diikuti
dengan perubahan struktur rantai pati menjadi lebih pendek (amilosa). Peningkatan amilosa
akan diiringi dengan peningkatan kelarutan dan penurunan viskositas.
Perubahan kandungan senyawa amilopektin menjadi amilosa juga menyebabkan
struktur amilopektin yang bercabang menjadi struktur linier. Struktur linier dari amilosa
memicu terbentuknya struktur rantai yang tersusun rapat (terretrogradasi) sehingga bahan
aktif akan tertahan dalam matriks. Tingginya kandungan amilosa juga menyebabkan bahan
aktif yang terperangkap tidak mudah terbawa luruh jika dilarutkan kembali. Untuk
menghasilkan pati yang bersifat porous sehingga potensial digunakan sebagai penyalut
bahan aktif dilakukan presipitasi dengan etanol. Aplikasi metode ini biasa digunakan pada
produk sebagaicoating (Winarsih, 2015).
Identifikasi terhadap ukuran partikel, proses hidrolisis dapat menurunkan ukuran
partikel, dimana tepung termodifikasi memiliki ukuran yang cukup halus, yaitu 12,39 nm
dan sudah tergolong berukuran nano, sehingga sangat potensial digunakan sebagai bahan
baku kosmetik.Berdasarkan karakterisasi tepung termodifikasi tersebut diharapkan sebagai
enkapsulan dapat melindungi katekin dalam proses penyimpanan serta dapat meningkat
biovaibiltasnya dalam aplikasinya.
30
C. Pengamatan morfologi
Tepung pati bengkuang hasil modifikasi berdasarkan uji morfologi memiliki
karakeristik yang berbeda dari tepung bahan baku. Tepung termodifikasi memiliki bentuk
kubus yang lebih teratur dan berbeda dengan tepung bahan baku (Gambar 4). Tepung
termodifikasi memiliki bentuk seperti dadu dan porous yang memungkinkan memiliki sifat
yang cukup baik sebagai enkapsulan.
31
C. Analisa kadar katekin (%)
Gambir murni merupakan hasil pencucian berulang gambir asalan dengan air, yang
digunakan sebagai bahan baku pembuatan katekin terstandar atau katekin dengan tingkat
kemurnian tinggi. Hasil pengujian menunjukkan gambir murni yang dipakai sudah
memenuhi persyaratan untuk sediaan kosmetik, yaitu minimal 80% (Tabel 4).
Ekstraksi lanjut gambir murni menghasilkan peningkatan kadar katekin dengan kadar
katekin >90%. Berdasarkan persyaratan farmakope sediaan bahan aktif dalam proses
aplikasinya untuk industri kosmetik dan farmasi diperlukan kandungan lebih besar dari 90%,
sehingga produk katekin terstandar sudah dapat digunakan untuk sediaan kosmetik.
32
pembungkusnyayang sedikit. Hal ini juga menyebabkan tingkat kestabilan produk (katekin)
menjadi rendah yang ditunjukkan oleh warna enkapsulat lebih kecoklatan yang diduga
katekin.
33
dalam sampel.
D. Efisiensi enkapsulasi
Efisiensi enkapsulasi merupakan banyak zat aktifyang terperangkap dari total zat aktif
pada kapsul(Carneiro et al., 2012; Frascareli et al., 2012; Nori et al.,2011). Jumlah total
katein yangterdapat pada kapsul tidak mempengaruhi efisiensienkapsulasi, namun yang
mempengaruhi adalahbanyaknya katekin yang terkapsulkan. Perlakuankonsentrasi tepung
termodifikasi berpengaruh nyata terhadap efisiensi enkapsulasi katekin. Jumlahkatekin yang
tersalut makinmeningkat seiring dengan penambahan konsentrasi tepung termodifikasi. Hal
ini berkaitandengan ukuran pori-pori yang dimiliki termodifikasi lebih kecil.Ukuran pori-
pori tepung termodifikasi bengkuang dapat menutupi dan jika ukuran partikel katekin juga
lebih kecil.
Gambar 20. Uji coba stabilitas enkapsulat katekin dalam penyimpanan selama 7 hari sebagai
sediaan kosmetik cleanser dan moisturizer.
Hasil aplikasi katekin dan enkapsulat gambir pada sediaan penyegar (toner) pada
pengamatan di suhu kamar, terlihat adanya perubahan warna (yellowish) pada sediaan
setelah 7 hari, dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan dalam proses aplikasinya
enkapsulat katekin belum menghasilkan kestabilan yang tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan
pembuatan enkapsulat katekin yang memiliki stabilitas yang tinggi pada saat diaplikasikan
34
pada kosmetik.
Gambar 21. Uji coba stabilitas enkapsulat katekin dalam penyimpanan selama 7 hari sebagai
sediaan kosmetik toner.
35
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pembuatan tepung bengkuang termodifikasi yang dilakukan pada kondisi proses hidrolisa
pada konsentrasi HCl 2% dan lama hidrolisis 72 jam, hasil uji XRF menunjukkan terjadi
penurunan komposisi amilosa-amilopektinnya, yaitu dari 0%-100% menjadi 84%-16%
dengan ukuran partikel sampai 12,39 nm yang memenuhi karakteristik untuk sediaan
kosmetik.
2. Katekin terstandar yang diproses melalui pencucian ulang dengan air menghasilkan kadar
katekin sampai 90% dengan ukuran partikel <50 nm. Ekstraksi lanjut dengan pelarut etil
asetat menghasilkan kadar katekin antara 90%-98% memenuhi persyaratan untuk sediaan
kosmetik.
3. Optimasi pembuatan enkapsulat katekin pada kondisi proses, kecepatan homogenizer
6000 rpm, waktu 15 menit dapat menghasilkan suspensi homogen. Peningkatan
konsentrasi katekin dalam suspensi menyebabkan penurunan kadar air, efisiensi
enkapsulasi dan ukuran kapsul, tetapi rendemen meningkat. Semakin rendah konsentrasi
tepung termodifikasi makin tinggi katekin yang dapat terenkapsulasi.Peningkatan kadar
katekin pada formulasi menyebabkan terjadi perubahan viskositas dan penurunan
stabilitas selama penyimpanan. Hasil uji XRD dan XRF, produk enkapsulat katekin
menunjukkan terjadi perubahan komponen dan senyawa. Efisiensi enkapsulasi tertinggi
enkapsulat katekin diperoleh pada perbandingan katekin dan tepung termodifikasi 2:4.
dengan aktivitas antioksidan (IC50) yang kuat 18,60 μg. Pembuatan formula enkapsulat
katekin sebagai sediaan kosmetik menghasilkan produk yang tidak stabil lagi pada hari
ke-7. Hasil uji morfologi menggunakan SEM EDX menunjukkan elemental mapping
(pemetaan elemen) dengan warna yang makin cerah dengan makin tinggi jumlah
konsentrasi katekin dalam enkapsulat.
5.2. Saran
Penelitian pembuatan enkapsulat katekin perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
meningkatkan kestabilannya, sehingga dapat diaplikasikan sebagai sediaan kosmetik dalam
bentuk lipstik.
36
V. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN
37
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1996. Daftar Komposisi Gizi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI. Bharata. Jakarta.
Anonim. 2016. (https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/21/Amylose2.
svg/729px-Amylose2.svg.png, tanggal 6 Oktober 2016).
Anonim. 2016. (https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/ thumb/2/21/Amylose2.
svg/729px-Amylose2.svg.png, tanggal 6 Oktober 2016)
Anonim. 1992. SNI 01-2892 : 1992, Cara Uji Gula. Badan Standardisasi Nasional.Jakarta.
[AOAC] Association of Official Methods of Agricultural Chemist (1998). Official Methods
of Analysis 16th ed. AOAC International. Gaithersburg. Maryland
Chafid. A. dan Kusumawardhani,G. 2010. Modifikasi Tepung Sagu Menjadi Maltodekstrin
Menggunakan Enzim alfa amylase. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro
Semarang.
Chen BE, Kondo M, Garnier A, Watson FL, Puettmann HR, Lamar DR, Schmucker D.
(2006). The Molecular Diversity of Dscam is Functionally Required for Neuronal
Wiring Specificity in Drosophila. Cell 125(3): 607-620.
Das AB, Singh G, Singh S, Riar CS. 2010. Effect of Acetylation and Dual Modification on
Physico-Chemical, Rheological and Morphological Characteristics of Sweet Potato
(Ipomoea batatas) Starch. Carbohydr Polym. 80:725-732.
Dewan Standarisasi Nasional, 1992. Dekstrin untuk Industri Pangan
Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smith F. 1956. Colorimetric Method for
Determination of Sugars and Related Substances. Anal Chem. 28:350-356.
Faridah DN, Fardiaz D, Andarwulan N, Sunarti TC. 2011. Perubahan Struktur Pati Garut
(Maranta arundinaceae) sebagai Akibat Modifikasi Hidrolisis Asam, Pemotongan
Titik Percabangan dan Siklus Pemanasan-Pendinginan. J Teknol Ind Pangan
XXI(2):135-142.
Ferrini LMK, Rochaa TS, Demiate IM, Franco CLM. 2008. Effect of Acid Methano,
Treatment on The Physicochemical and Structural Characteristics of Cassava and
Maize Starch. Starch/Starke. 60:417-425.
38
Griffin VK. dan Brooks JR.. 1989. Production and Size Distribution of Rice maltodextrins
Hydrolyzed from Milled Rice Flour using Heat-Stable Alpha-Amylase. Journal Food
Science, vol 54, pp. 190-191.
Herawati H. 2012. Teknologi proses produksi food ingredient dari tapioka termodifikasi.
Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), BBPPP. Bogor
Hoover R. 2000. Acid-Treated Starches. Food Rev Int. 16:369-392.
Hoover R dan Manuel H. 1996. Effect of Heat–Moisture Treatment on The Structure and
Physicochemical Properties of Legume Starches. Food Res Int.29:731- 750.
Jati PW. 2006. Pengaruh Waktu Hidrolisis Dan Konsentrasi HCl Terhadap Nilai Dextrose
Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan
Metode Hidrolisis Asam. Institut Pertanian Bogor.
Jyothi AN, Sheriff JT, Sajeev. 2009. MS Physical and Functional Properties of Arrowroot
Starch Extrudates. J Food Sci. 74 (2): E97-104.
Klanarong Sriroth, Kuakoon Piyachomwan, Kunruedee Sangseethong dan Christopher
Oates. 2002. Modification of Cassava Starch, Paper of X International Starch
Convention, Cracow, Poland.
Koswara. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.com. Diakses 2 Maret. Pukul
15:12
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia pangan. Komponen Pangan. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
Lehninger. A. L. 1988. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Miao M, Jiang B, Zhang T, Jin Z, Mu W. 2011. Impact of Mild Acid Hydrolysis on
Structure and Digestion Properties of Waxy Maize Starch. Food Chem. 126:506-513.
Nasrulloh. 2009. Hidrolisis Asan dan Enzimatis Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Menjadi
Glukosa Sebagai Subtrat Fermentasi Etanol. Universitas Negeri Islam Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Palma RHM, Agama AE, Mendez MG, Gonzalez SRA, Vernon CE, Bello PLA. 2012.
Effect of Acid Treatment on The Physicochemical and Structural Characteristics of
Starches from Different Botanical Sources. Starch/Sta¨rke. 64:115–125.
Shi A, Li D, Wang L, Li B, Adhikari B. 2011. Preparation of Starch-Based Nanoparticles
Through High-Pressure Homogenization and Mini Emulsion Cross-Linking: Influence
of Various Process Parameters on Particle Size and Stability. Carbohydr
Polym83:1604-1610.
Srichuwong S, Isono N, Mishima T, Hisamatsu M. 2005. Structure of Lintnerized Starch is
39
Related to X-ray Diffraction Pattern and Susceptibility to Acid and Enzyme
Hydrolysis of Starch Granules. Int J Biol Macromol. 37:115–121.
Wang YJ, Truong VD, dan Wanga LF. 2003. Structures and Rheological Properties of Corn
Starch as Affected by Acid Hydrolysis. Carbohydr Polym. 52:327–333.
Winarti Christina, Nur Richana, Djumali Mangunwidjaja dan Titi C. Sunarti, 2014.
Pengaruh Lama Lintnerisasi terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati Garut. Jurnal TIP
Vol 24 No. 2 tahun 2014.
Winarti, C., Sunarti, T. C., Mangunwidjaja, D. and Richana, N. 2014. Effect of Acid
Hydrolysis Duration on The Physico-Chemical Properties of Arrowroot Starch. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian. IPB.
Wing RE, Maiti S dan Doane MW. 1988. Amylose Content of Starch Controls the Release
of Encapsulated Bioactive Agents. J Controlled Release. 7: 33-37.
Wurzburg OB. 1989 Converted Starches In: Modified Starches: Properties And Uses,
Wurzburg OB. (Ed.). Boca Raton. Florida: CRC Press Inc.
Wongsowijoyo. 2014. Umbi-umbi Berkhasiat Obat.Leutikaono. Yogyakarta.
Yamashita M, Taniguchi H, Onogi S, Hisamatsu M. 2004. Analysis of Amylose Chain
Length Forming Complexes with Lyso Phosphatidil Choline. Appl Glycosci. 51: 54-
58.
Yannan Zhao, Brian G. Trewyn, Igor I. Slowing and Victor S.-Y. Lin*. 2009.
Mesoporous Silica Nanoparticle-Based Double Drug Delivery System for Glucose-
Responsive Controlled Release of Insulin and Cyclic AMP. J. Am. Chem. Soc.. 131
(24), pp 8398–8400
Yeni G, Failisnur, Firdausni, Diza. Y.H. Syafruddin, D. Marlusi2009. Pengembangan
Pengolahan Aneka Produk Olahan dari Bahan Baku Bengkuang. Laporan Baristand
Industri Padang.
Yeni G, Failisnur, Firdausni. 2014. Membuat Aneka Olahan Bengkuang. IPB Press. Bogor.
40
Lampiran
41
7. Pembuatan katekin terstandar
42
8. Proses enkapsulasi katekin menggunakan tepung termodifikasi dari bengkuang
43
Gambar 4. Bahan baku dan produk enkapsulat katekin.
44
9. Tekno ekonomi pembuatan enkapsulat katekin
- Nilai produk dengan quality control yang dilakukan setiap akhir proses terhadap produk
jadi Bahan baku gambir 2kg untuk mendapatkan 50% x 5kg = 1 kg ekstrak katekin
(katekin terstandar) dengan nilai Rp. 938,880,- (sembilan ratus tiga puluh delapan ribu
delapan ratus delapan puluh rupiah).
- Nilai produk tanpa quality control adalah Rp.435.000 ,- per 1kg katekin terstandar.
45
B. Pembuatan tepung modifikasi
- Nilai produk dengan tanpa quality control proses pembuatan tepung termodifikasi
menggunakan bahan baku tepung bengkuang sebangak 5 kgdengan rendemen untuk
mendapatkan 0,9% x 5kg = 4,5 kgdengan nilai Rp. 1,427,000,- (satu juta empat ratus dua
puluh tujuh ribu rupiah).
- Harga perkilo tepung termodifikasi adalah Rp. 1,427,000/4,5 kg = Rp. 317,000/kg = Rp.
317,000,-
- Nilai produk dengan tanpa quality control proses pembuatan tenkapsulat katekin dengan
bahan baku tepung termodifikasi 2 kg dan katekin terstandar 1 kg adalah 0,75% x 3kg =
2,25 kgdengan nilai Rp. 1,217,000,- (satu juta dua ratus tujuh belas ribu rupiah).
- Harga perkilo enkapsulat katekin adalah adalah Rp. 1,217,000/2,25 kg = Rp. 317,000/kg
= Rp. 540,888/kg
- Harga jual enkapsulat katekin dengan mengambil keuntungan sebanyak 25% adalah
Rp. 540,888/kg x 25% = Rp. 676.000/kg
46
MATRIKS RINGKASAN KEMAJUAN LITBANGYASA DIPA BALAI TAHUN 2016
Gustri Yeni
47
48