PRAKTIKUM
Penyusun :
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Modul Praktikum Dasar
Rekayasa Proses Edisi Revisi. Segala Puji bagi Allah, Zat yang mengajari (manusia) segala
ilmu yang tidak mereka ketahui.
Buku Pedoman Praktikum Dasar Rekayasa Proses ini merupakan buku pegangan bagi
mahasiswa Program Studi D-3 maupun Program Studi D-4 yang akan melaksanakan praktikum
Dasar Rekayasa Proses di Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia, dimana
melalui modul ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan diri sebelum
pelaksanaan praktikum sehingga pelaksanaan praktikum dapat berjalan dengan lancar serta
tercapainya tujuan pembelajaran mata kuliah Praktikum Dasar Rekayasa Proses.
Buku ini berisikan 5 judul praktikum yaitu : Pembuatan Sirup Buah Alami,
Pembuatan Pupuk Bokashi, Pembuatan Bioetanol, Pembuatan Sabun Padat, dan Pembuatan
Handsanitizer. Pada setiap topik buku terdiri dari tujuan pembelajaran, teori percobaan,
peralatan percobaan, gambar, bahan yang digunakan, prosedur percobaan serta soal latihan.
Buku ini tentunya tak luput dari kekurangan, sehingga kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan dan kami sangat terbuka untuk itu agar buku pedoman ini semakin baik
dan lengkap.
Dengan tersusunnya Buku Pedoman Praktikum ini maka penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Drs. Awan Setiawan, M.MT., M.M. selaku Direktur Politeknik Negeri Malang.
2. Bapak Supriatna Adhisuwignjo, S.T., M.T. selaku Pembantu Direktur I Politeknik Negeri
Malang.
3. Bapak Dr. Abd. Muqit, S.Pd, M.Pd. selaku Kepala Polinema Press Politeknik Negeri Malang
4. Bapak Dr. Ir. Eko Naryono, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Malang
5. Ibu Khalimatus Sa’diyah, S.T., M.T. selaku Kepala Laoratorium Dasar Rekayasa Proses
Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang
6. Bapak & Ibu Dosen pengampu mata kuliah Praktikum Dasar Rekayasa Proses lainnya atas
partisipasinya dalam penyusunan modul ini
Demikian, semoga Buku Pedoman Praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi
mahasiswa dan bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PERCOBAAN 1
PEMBUATAN SIRUP BUAH ALAMI
Selain itu kualitas sari buah yang dihasilkan juga jernih dan masih mengandung aroma buah
asli yang khas (Pertiwi dan Susanto, 2014).
3. Hot-filling
Hot-filling adalah teknik proses termal yang banyak diterapkan untuk produk pangan
berbentuk cair, seperti saus, jam, dan sambal. Dari segi tujuan proses, hot-filling banyak
dilakukan untuk produk pangan yang memiliki pH rendah (pangan asam/diasamkan) untuk
tujuan pasteurisasi. Pengertian hot-filling adalah melakukan pengemasan bahan dalam kondisi
panas setelah proses pasteurisasi ke dalam kemasan steril (misalnya botol atau gelas jar), lalu
ditutup rapat (hermetis) dan didinginkan. Biasanya proses hot-filling dikombinasikan dengan
teknik pengawetan lain, misalnya penambahan gula, garam, bahan pengawet atau pendinginan.
Di antara produk pangan yang dapat diproses dengan hot-filling adalah saus, sambal, jem, dan
sebagainya.
Setelah proses pemasakan, dilakukan pengisian ke dalam botol kaca. Botol dan tutup
yang akan digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu, caranya dengan merebus botol dalam
air mendidih selama 30 menit. Proses pengisian sirup ke dalam botol harus dilakukan dengan
cara hot filling yaitu pada waktu sirup masih panas. Ruang antara (head space) diberikan
sebesar 4 cm. Kemudian ditutup cepat dengan penutup botol, tetapi tidak ditutup rapat. Setelah
dilakukan pembotolan dilanjutkan pasteurisasi. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 70oC selama
30 menit. Saat pasteurisasi tutup botol agak sedikit dilonggarkan agar proses deaerasi berjalan
sempurna (Fitri dkk., 2017). Proses pasteurisasi yang dilakukan pada suhu di bawah 100°C
bertujuan untuk inaktivasi mikroba pembusuk dan enzim yang tidak diinginkan. Pasteurisasi
dilakukan karena sifat produk yang relatif asam (pH<4.5), dimana mikroba-mikroba yang
mungkin tumbuh lebih mudah dibunuh. Penggunaan suhu pasteurisasi yang tidak terlalu tinggi
dapat mengurangi kerusakan vitamin C (Margono dkk., 1993).
1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan sirup menggunakan buah-buahan
2. Mahasiswa melakukan proses osmosis pada pembuatan sirup buah
3. Mahasiswa melakukan analisa kualitas sirup buah yang dihasilkan.
1.3.2 PERALATAN
1. Timbangan 4. Kompor/hotplate 7. Pengaduk
2. Wadah tertutup/toples 5. Termometer
3. Panci 6. Saringan
1.3.3 BAHAN
1. Buah segar
2. Gula
3. Asam sitrat
4. Air mineral
1.3.4 LANGKAH KERJA
Pembuatan Sirup Buah
1. Buah yang segar dan tidak busuk, dikupas
2. Ditimbang 100g
3. Dicuci dengan air mengalir
4. Dilakukan steam blansing dengan suhu 75oC selama ± 3 menit
konsentasi gula akan diikuti pula dengan peningkatan nilai total padatan terlarut. Semakin
banyak buah yang digunakan, maka akan semakin banyak bagian buah yang ikut larut dalam
sirup, seperti kandungan air, kandungan pati, kandungan gula, dan asam-asam organik
lainnya, sehingga akan menambah total padatan. komponen-komponen yang terukur
sebagai total padatan terlarut pada buah antara lain yaitu sukrosa, gula reduksi, asam-asam
organik dan protein (Pratama dkk, 2012). Berdasarkan persyaratan mutu sesuai SNI 01-
3719-1995, total padatan terlarut minuman sari buah minimal 10/11.
c. Kadar Vitamin C dengan Uji Iodium
1. Bahan sampel ditimbang sebanyak 10-30 gram
2. Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu tambahkan aquades sampai tanda batas
3. Kemudian filtrat dihomogenkan dan disaring dengan kertas saring (bila perlu)
4. Filtrat yang diperoleh diambil 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml
5. Tambahkan 1 mL amilum 1% ke dalamnya
6. Filtrat yang telah ditambahkan dengan amilum dititrasi dengan larutan iodium standar
0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru
Kadar vitamin C dihitung dengan rumus :
100
V𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 x 0,01N x x 88 x 100
25
Vitamin C (%) =
Berat sampel (mg)
100
= faktor pengenceran
25
d. Kadar Total Asam
1. 10 gram sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
2. Tambahkan aquades sampai tanda batas, selanjutnya dihomogenkan dan disaring
3. Filtrat diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL
4. Tambahkan 2-3 tetes indikator pp
5. Titrasi dengan larutan 0,10 N NaOH sampai warna larutan berubah menjadi merah
muda dan tidak berubah selama 30 detik
6. Catat berapa volume NaOH yang dibutuhkan Total asam dihitung dengan rumus :
V NaOH x N NaOH x P x BE asam x 100
Total asam (%) =
Berat sampel x 1000
P : faktor pengenceran
SOAL LATIHAN
1. Sirup merupakan sedian cair yang berupa larutan dengan kandungan sukrosa atau gula
lain yang berkadar tinggi. Berdasarkan fungsinya, sirup dikelompokkan menjadi dua
golongan, sebutkan dan jelaskan !
2. Dalam proses pembuatan sirup diperlukan beberapa komponen sirup.
a. Sebutkan komponen bahan dalam pembuatan sirup (minimal 5)
b. Jelaskan fungsi dari masing-masing komponen bahan tersebut !
3. Salah satu metode yang digunakan untuk mendapatkan sari buah adalah metode
osmosis. Jelaskan prinsip kerja metode tersebut serta kelebihan dan kekurangannya !
4. Salah satu faktor penting dalam pembuatan sirup adalah proses pemanasan yang
umum diterapkan dalam penyimpan food product. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis
proses termal dari food product !
5. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pembuatan
sirup
PERCOBAAN 2
PEMBUATAN PEMBUATAN PUPUK BOKASHI
baru yang tepat guna, dengan biaya murah serta mudah dilaksanakan dengan memanfaatkan
limbah ternak dan limbah pertanian yang ada. Bokashi terdiri dari beberapa macam, yaitu:
1. bokashi pupuk kandang
2. bokashi pupuk kandang arang
3. bokashi pupuk kandang tanah
4. bokashi jerami
5. bokashi cair
6. bokashi eksores 24 jam
7. bokashi sebagai pakan ternak
Dalam perkembangannya Bokashi dapat dibuat dari bahan organik seperti; dedak,
ampas kelapa, tepung ikan, sampah kota, kotoran ternak dan lain-lain. Bahan-bahan ini
difermentasikan dengan mikroorganisme sebagai pelaku utama dalam fermentasi
tersebut yaitu Efectice Mikroorganisme (EM4). EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp.,
Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Untuk meningkatkan
kualitas bokashi, di samping bahan baku utama, perlu ditambahkan bahan-bahan seperti
enceng gondok, humus, tepung ikan, cucian beras pertama. Bahan untuk pembuatan bokashi
dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman
kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergaji. Namun bahan yang paling baik
digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang
sangat baik untuk mikroorganisme.
Manfaat larutan EM-4 yaitu:
1. Memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah
2. Meningkatkan ketersediaan unsur hara, serta menekan aktivitas hama dan mikroorganisme
pathogen
3. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman
4. Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan pupuk bokashi
Untuk mengawali pembuatan pupuk bokashi padat, sebaiknya memilih bahan yang tepat
agar hasilnya optimal. Syarat bahan pembuat pupuk bokashi ialah bahan organik, mudah
didapat, murah bahkan gratis serta mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman, seperti
halnya pupuk kandang maupun sisa tanaman bisa dijadikan bahan dasar pupuk bokashi karena
memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, akan lebih baik bila mempelajari kandungan unsur
hara pada setiap bahan yang gunakan. Semakin beragam bahan yang di gunakan maka
semakin kompleks kandungan nutrisinya nanti. Dapat pula memanfaatkan limbah organik
industri dan rumah tangga seperti sisa sayuran, nasi basi, ampas kelapa, ampas tahu dll.
Biasaya bahan yang diperoleh terutama dari jenis sisa tanaman masih dalam ukuran panjang
atau besar. Hal ini akan memperlama proses penguraian mikroorganisme nantinya, sehingga
perlu dilakukan penghalusan ukuran yakni dengan cara mencincangnya menjadi ukuran yang
kecil-kecil (halus). Selain itu hal ini juga akan lebih efisiensi tempat, karena lebih mudah
dikumpulkan dan dipadatkan. Bahan yang sudah dihaluskan kemudian dicampur dan diaduk
menjadi satu hingga tercampur merata.
Keberhasilan pembuatan Pupuk Bokashi yang Sudah Jadi dapat dilihat dari bentuk
adonan menjadi semakin lembut dan menyusut., lebih ringan dari sebelumnya, warna berubah
menjadi coklat kehitaman dan tidak berbau, kadang tercium berbau khas seperti berbau tape,
kalau tercium bau busuk maka sangat tidak baik bagi tanaman karena mengandung patogen
ingin disimpan terlebih dahulu, maka bokashi harus dikeringkan. Setelah kering
bokashi dapat dikemas di dalam kantung plastik)
t (sesuaikan
variabel)
t (sesuaikan
variabel)
SOAL LATIHAN :
1. Apa pengertian pupuk bokashi?
2. Apa peran EM-4 pada proses pembuatan pupuk bokashi?
3. Apa faktor yang mempengaruhi proses pembuatan pupuk bokashi?
4. Bagaimana cara memilih bahan untuk pembuatan pupuk bokashi?
5. Bagaimana proses pembuatan pupuk bokashi?
6. Bagaimana parameter pupuk bokashi yang baik?
PERCOBAAN 3
PEMBUATAN BIOETANOL
Fermentasi adalah proses pemecahan gula sederhana (glukosa atau fruktosa) menjadi
etanol dan CO2 dengan melibatkan enzim yang dihasilkan oleh ragi. Fermentasi alkohol dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu media, suhu, jenis mikroba, nutrisi dan pH. Salah satu
faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah jenis mikroba atau khamir. Kriteria
pemilihan khamir untuk produksi bioetanol adalah mempunyai laju fermentasi dan laju
pertumbuhan cepat, perolehan bioetanol banyak, tahan terhadap konsentrasi bioetanol dan
glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, serta tahan terhadap pH optimum
fermentasi yang rendah (Anggraeni, 2017).
Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan, sebagai medium
untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu
yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30 °C. Mikroorganisme ini dipilih karena
Saccharomyces cerevicae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai
toleransi pada kadar alkohol yang tinggi (12-18 % abv), tahan terhadap kadar gula yang tinggi
dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32 C. Khamir atau ragi ini bersifat stabil dan
cepat beradaptasi dengan lingkungannya, cepat berkembang biak, tidak berbahaya atau
menimbulkan racun, mudah di dapat dan mudah dalam pemeliharaan (Sudarmadji K., 1989).
Pada kondisi basa mikroba tersebut tidak dapat tumbuh. Pertumbuhan mikroba
Saccharomyces cerevisiae dapat berlangsung dengan baik pada kondisi pH 4-5,5. Beberapa
penelitian yang dilakukan melaporkan bahwa tidak ada produksi etanol dibawah pH 4,0
dikarenakan pada pH ini mikroba tidak dapat tumbuh. Keasaman atau pH medium merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan
produk dalam proses fermentasi karena setiap mikroorganisme mempunyai kisaran pH
optimal. Faktor suhu juga mempengaruhi fermentasi, apabila suhu terlalu rendah, maka proses
fermentasi akan berlangsung secara lambat. Sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan mikroba Saccharomyces cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak
dapat berlangsung.
Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengkonversi baik gula dari
kelompok monosakarida maupun dari kelompok disakarida. Jika gula yang tersedia dalam
substrat merupakan gula disakarida maka enzim invertase akan bekerja menghidrolisis
disakarida menjadi monosakarida. Setelah itu, enzim zymase akan mengubah monosakarida
tersebut menjadi alkohol dan CO2. Fermentasi gula oleh saccharomyces cerevisiae
menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 dapat dituliskan melalui reaksi sebagai berikut
(Anggraeni, 2017) :
S.cerevisiae
(C6H12O6) 2C2H5OH + 2CO2
Pada umumnya proses fermentasi dapat dibedakan atas 2 tingkatan, dapat dijelaskan
seperti berikut :
1. Peragian tingkat pertama, berlangsung dalam keadaan aerob (adanya O2) yang terlarut dan
di permukaan, berfungsi memperbanyak ragi (khamir) yang dapat ditandai timbulnya gas
asam arang, reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O + 36 ATP
Pada proses fermentasi tingkat pertama tidak ada atau sedikit sekali etanol yang dihasilkan
2. Fermentasi berlangsung dalam keadaan anaerob. Pada tahap ini khamir dan enzim yang
dihasilkan sudah cukup banyak, sehingga akan berlangsung fermentasi, sampai sebagian
atau seluruh gula dirubah menjadi etanol, dengan reaksi (Widyanti, 2016):
C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
Semakin lama waktu fermentasi semakin sedikit bioetanol yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pembiakan sudah habis, akibatnya bakteri memakan
alkohol. Proses ini dapat terlihat adanya gelembung-gelembung udara pada sampel (Hilma,
2017). Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat
Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan sehingga alkohol yang dihasilkan
dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama Saccharomyces cereviseae akan mati maka alkohol
yang dihasilkan tidak maksimal (Prescott dan Dunn, 1959).
Konsentrasi ragi yang diberikan pada larutan yang akan difermentasikan optimalnya
adalah 2 – 4% dari volume larutan (Dyah, 2011). Jika konsentrasi ragi yang diberikan kurang
dari kadar optimal yang disarankan akan menurunkan kecepatan fermentasi karena sedikitnya
massa yang akan menguraikan glukosa menjadi etanol, sedangkan jika konsentrasi ragi terlalu
banyak maka akan dibutuhkan substrat yang lebih banyak karena substrat yang ada tidak
cukup, karena itu menurunkan kecepatan fermentasi. Ragi juga memerlukan penambahan
nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya selama proses fermentasi berlangsung,
misalnya unsur C (ada pada karbohidrat), unsur N (dengan penambahan pupuk yang
mengandung nitrogen, ZA, Urea), Unsur P (penambahan pupuk fosfat dari NPK, TSP, DSP,
dan lain-lain). Adapun penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah
5% dari volume fermentasi (Prescott dan Dunn, 1959).
Setelah proses fermentasi, alkohol yang terbentuk harus melalui tahap pemurnian untuk
mendapatkan etanol dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Pada umumnya kadar alkohol
yang diperoleh dari proses fermentasi masih rendah. Salah satu tahap pemurnian alkohol adalah
distilasi. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih dari masing-masing zat
penyusun campuran homogen. Dalam penyulingan, campuran zat di didihkan sehingga
menguap, dan uap ini kemudian di dinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk
unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini di dasarkan pada teori bahwa
pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (yang sebagian besar air dan
etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 ⁰C sedangkan air adalah 100 ⁰C. dengan
memanaskan larutan pada suhu 78 – 100 ⁰C akan mengakibatkan sebagian besar etanol
menguap dan melalui kondensor untuk kondensasi, maka akan dihasilkan etanol dengan
konsentrasi 95% volume (LIPI, 2008).
Dalam proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan
dengan tahap pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka
perangkat peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin. Proses destilasi
diawali dengan tahap pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan
menguap, dan uap tersebut akan bergerak menuju kodenser (pendingin). Proses pendinginan
terjadi saat mengalirkan air ke dinding (bagian luar kondenser), sehingga uap yang dihasilkan
akan kembali cair. Proses ini berjalan terus-menerus hingga diperoleh distilat yang diinginkan
(Abdullah, 2016).
1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan bioetanol menggunakan gula pasir
2. Mahasiswa melakukan proses fermentasi pada gula pasir menggunakan ragi
3. Mahasiswa melakukan analisa kualitas bioetanol yang dihasilkan.
1.3.2 PERALATAN
1. Erlenmeyer 250 ml (untuk starter)
2. Seperangkat alat penangas air (kompor, panci berisi air, Erlenmeyer 1000 ml dan 250
ml, thermometer)
3. Seperangkat alat fermentasi (botol 11 yang telah disterilkan dengan air mendidih,
selang disterilkan dengan alkohol, erlenmeyer 100 cc)
4. Seperangkat alat analisa kadar gula/alkohol (refraktometer, thermostat, pipet tetes,
aquadest steril, tissue halus)
5. Thermometer
6. Batang pengaduk kaca (steril)
1.3.3 BAHAN
Untuk pembibitan/starter:
1. Air 100 ml
2. Pupuk ZA 0,12 gr
3. Pupuk NPK 0,032 gr
4. H2SO4 untuk mengatur pH hingga 4,8
5. Ragi/yeast (saccaromyces cereviceae) 0,2 gr
6. Gula 10 gr
Untuk fermentasi:
1. Air Gula 500 ml (14% berat)
2. Pupuk ZA 0,9 gr
3. Pupuk NPK 0,24 gr
4. Semua hasil inkubasi starter selama 4 jam
5. Gula 75 gr
6. H2SO4 untuk mengatur ph 4,5-4,8
1.3.4 LANGKAH KERJA
1.3.4.1 Tahap pembuatan starter
1. Masukan air gula dalam Erlenmeyer 250 ml dipanaskan dalam penangas pada suhu 800C
selama 10 menit
2. Keluarkan dari penangas, tambahkan gula
3. Dinginkan sampai hangat-hangat kuku dan tambahkan ZA, NPK
4. Atur pH sampai 4,5
5. Masukan ragi/yeast pada Erlenmeyer, inkubasi selama 4 jam, pada kondisi aerob (tutup
dengan kapas steril)
6. Jika terlihat ada pertumbuhan, maka dilanjutkan dengan proses fermentasi
SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan bioetanol ?
2. Bilamana suatu bahan/material dapat dijadikan bahan baku dari bioetanol ?
3. Mengapa pada pembuatan bioetanol diperlukan proses fermentasi ?
4. Bilamana suatu produk fermentasi bisa dikatakan sebagai bioetanol ?
5. Bagaimana cara menghitung rendemen produk bioetanol ?
PERCOBAAN 4
PEMBUATAN SABUN MANDI PADAT
peristiwa saponifikasi. Saponifikasi adalah proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak
atau gliserida dengan basa. Trigliserida akan direaksikan dengan alkali (sodium hidroksida),
maka ikatan antara atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan
terpisah. Atom oksigen mengikat sodium yang berasal dari sodium hidroksida sehingga ujung
dari rantai asam karboksilat akan larut dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah yang
kemudian disebut sabun, sedagkan gugus OH dalam hidroksida akan berkaitan dengan molekul
gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak tersebut lepas maka reaksi saponifikasi dinyatakan
selesai.
Proses pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi terbagi menjadi dua yaitu proses
panas dan proses dingin. Perbedaan kedua proses tersebut yaitu sabun yang dibuat dengan
proses dingin dilakukan pada suhu kamar atau tanpa disertai pemanasan, sedangkan proses
panas melibatkan reaksi saponifikasi dengan panas yang dilakukan pada suhu 70-80°C
(Sukeksi, 2018).
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali
merupakan larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun maka
kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi
autokatalitik, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak
yang sudah berkurang (Alexander dkk., 1964 ).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat
penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses
penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit
sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih
sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik (Levenspiel, 1972).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana
penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar proses saponifikasi berjalan
sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya
emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika basa yang
digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini
dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :
Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan
kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika
ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat
dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini :
k = Ae –E/RT .............................. ( 2 )
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan,
E adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal
(cal/grmol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu
berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu
tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam
waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya
maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan
reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain
hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya
suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel,
1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul
reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka
kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan
Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin
sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1972).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat
tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah
mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah
minyak yang tersabunkan.
Sifat mutu yang paling penting pada sabun adalah total asam lemak, asam lemak bebas,
dan alkali bebas. Pengujian parameter tersebut dapat dilakukan sesuai dengan acuan prosedur
standar yang ditetapkan SNI. Begitu juga dengan semua sifat mutu pada sabun yang dapat
dipasarkan, harus memenuhi standar mutu sabun yang ditetapkan yaitu SNI 06–3532–1994.
1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan sabun mandi padat dari minyak dan
basa NaOH berdasarkan prinsip saponifikasi.
2. Mahasiswa melakukan analisa kualitas sabun mandi padat yang dihasilkan
1.3.2 PERALATAN
1. Hot plate
2. Overhead stirrer
3. Gelas beaker / wadah
4. Gelas ukur
5. Kaca arloji
6. Wadah cetakan
1.3.3 BAHAN
1. Etanol 95% 4. Asam stearat
2. NaOH 5. Gula
3. Minyak 6. Gliserin
1.3.4 LANGKAH KERJA
1. Timbang 10 g minyak
2. Timbang 1,5 g NaOH dan larutkan dengan 7 mL air
3. Campurkan larutan NaOH dengan 60 ml etanol 95 % di wadah yang lain. Panaskan
dengan suhu 60oC sambil diaduk
4. Tambahkan minyak yang telah ditimbang ke dalam larutan NaOH tersebut sedikit-
sedikit. Panaskan pada suhu 60oC dan diaduk hingga tercampur dengan baik
5. Tambahkan 0,6 g asam stearat untuk mencegah penggumpalan diawal proses, lanjutkan
pemanasan hingga suhu 60 oC dan larut
6. Setelah larut, tambahkan 1 g sukrosa / gula dan 10 g gliserin. Lanjutkan pemanasan dan
pengadukan hingga terbentuk cairan kental (kurang lebih 30 menit)
7. Tuang dalam cetakan dan biarkan dingin hingga menjadi padat. Keluarkan dari cetakan
8. Lakukan analisis sabun mandi padat → kadar air, pH, alkali bebas/asam lemak
bebas.
Perhitungan:
𝑊𝑊1− 𝑊𝑊2
Kadar air = x 100%
𝑊𝑊
Keterangan :
W1 = Berat contoh + Cawan (gram)
W2 = Berat contoh setelah pengeringan (gram)
W = Berat contoh (gram)
b. Asam Lemak Bebas / Alkali Bebas
1. Menyiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol dalam labu erlenmeyer
250 mL, tambahkan 0,5 ml indikator phenolphthalein (PP) dan didinginkan sampai
suhu 70 C kemudian dinetralkan dengan NaOH 0,1 N dalam alkohol.
2. Menimbang 4 gram contoh dan memasukkannya ke dalam alkohol netral di atas.
Menambahkan batu didih lalu memasang refluks kondensor dan memanaskannya agar
cepat larut di atas penangas air selama 30 menit.
3. Dinginkan campuran larutan hingga suhu 70 C
4. Apabila campuran larutan bersifat basa (ditandai dengan perubahan warna menjadi
merah muda ketika ditambah indikator PP) maka yang dianalisa adalah alkali bebas
yaitu dengan menitarnya menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol hingga warna merah
tepat hilang.
Perhitungan :
𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝑛𝑛 𝑥𝑥 0,04
Kadar alkali bebas dihitung NaOH = x 100%
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐ℎ
𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝑛𝑛 𝑥𝑥 0.0561
Kadar alkali bebas dihitung KOH = x 100%
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐ℎ
Keterangan
V = ml HCl yang dipergunakan
N = normalitas HC1 yang dipergunakan
0,04 = berat setara NaOH
0,0561 = berat setara KOH
5. Apabila campuran larutan tidak bersifat basa (tidak berwarna merah muda) maka yang
dianalisa adalah asam lemak bebas yaitu dengan menitarnya menggunakan NaOH 0,1 N
dalam alkohol hingga timbul warna merah yang tahan selama 15 detik.
Perhitungan :
𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝑛𝑛 𝑥𝑥 0,205
Kadar asam lemak bebas = x 100%
𝑊𝑊
Keterangan :
V = HCl 0,1 N yang dipergunakan (ml)
N = Normalitas HCl yang dipergunakan
W = Berat Contoh
0,205 = Berat Setara Asam Laurat
SOAL LATIHAN
1. Kemampuan sabun dalam membersihkan dan mengangkat kotoran (debu dan lemak),
tidak terlepas dari struktur molekul unik yang dimiliki.
a. Gambarkan susunan molekul sabun berdasarkan ikatan yang dimiliki
b. Jelaskan komponen molekul tersebut apabila ditinjau dari fungsinya
2. Kotoran yang terbentuk dalam lapisan minyak pada pakaian dan kulit perlu proses
pembersihan.
a. Jelaskan mekanisme sabun sebagai agen pembersih apabila ditinjau dari interaksi
yang terjadi !
b. Gambarkan mekanisme agen pembersih pada larutan yang mengandung sabun dan
air berinteraksi dengan noda (minyak)
3. Seiring perkembangan zaman, teknik pembuatan sabun dapat dilakukan dengan
beberapa metode.
a. Sebutkan 3 metode pembuatan sabun dan jelaskan !
b. Jelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing metode dalam pembuatan sabun
4. Reaksi kimia antara trigliserida (minyak) dan larutan alkali akan menghasilkan produk
utama berupa sabun padat.
a. Reaksi apa yang terjadi pada produk yang dihasilkan tersebut ? Jelaskan
b. Gambarkan reaksi kimia yang terjadi
5. Dalam produksi pembuatan sabun padat, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sebutkan
dan jelaskan faktor yang mempengaruhi pembuatan sabun !
PERCOBAAN 5
PEMBUATAN HANDSANITIZER
1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa membuat handsanitizer menggunakan alcohol berdasarkan acuan WHO
2. Mahasiswa melakukan analisa kandungan alkohol produk handsanitizer yang dihasilkan
1.3.2 PERALATAN
1. Beaker glass 500 mL (2 buah)
2. Gelas ukur 10 mL
3. Gelas ukur 50 mL
4. Pipet tetes
5. Batang pengaduk
6. Timbangan
1.3.3 BAHAN
1. Karbomer
2. Triethanolamine (TEA)
3. Etanol 96%
4. Gliserin
5. Hidrogen peroksida (H2O2)
6. Gliserol
7. Pewangi
8. Aquades
1.3.4 LANGKAH KERJA
Membuat biang gel
1. Campurkan ½ sendok the karbomer dengan 250 mL aquades, aduk-aduk hingga homogen,
2. Setelah terlihat homogen tambahkan 5-10 tetes Triethanolamine (TEA)
3. Aduk-aduk hingga terbentuk Gel
Membuat hand sanitizer gel
1. Masukkan biang gel sebanyak 56 mL ke dalam beaker glass 500 mL atau lebih besar
2. Tambahkan 20,8 mL Hidrogen peroksida (H2O2) 3% dan 416 mL alkohol 96%
3. Masukkan 7,2 mL gliserol 98%
4. Aduk-aduk hingga homogen
5. Hand sanitizer sudah siap digunakan,
1.3.5 ANALISA HANDSANITIZER
1. Gunakan indikator pH untuk menegetahui pH akhir dari handsanitizer
2. Hitung berapa % kandungan alkohol, H2O2, dan gliserin dalam campuran.
SOAL LATIHAN
1. Alkohol yang disarankan untuk pembuatan hand sanitizer gel adalah isopropil alkohol. Jika
suatu ketika isopropil alkohol mengalami out of stock, bisakah kita ganti bahan tersebut
dengan propanol ? mengingat rumus molekul kedua senyawa tersebut adalah sama
2. Tanaman lidah buaya juga disarankan untuk ditambahkan dalam proses pembuatan
hand sanitizer gel, jelaskan fungsi dari lidah buaya tersebut ? bagaimana jika
mengganti bahan lidah buaya dengan bahan lain, apakah tetap akan bisa terbentuk
hand sanitizer gel ?
3. Perbandingan komposisi lidah buaya : alkohol adalah 1:2, jika perbandingan tersebut
dibalik menjadi 2:1, apa yang akan terjadi ? Jelaskan
4. Penambahan essential oil pada proses pembuatan hand sanitizer gel merupakan
aspek yang penting, apa fungsi dari penambahan essential oil tersebut ? apakah kitab
isa mengganti essential oil dengan hidrogen peroksida ? Jelaskan
5. Pembuatan hand sanitizer gel sebaiknya dilakukan pada suhu kamar, apa yang akan
terjadi jika kita membuat hand sanitizer gel pada suhu 40oC ?
KESIMPULAN
Melalui buku modul praktikum ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami konsep dan prinsip dasar dalam pembuatan suatu produk serta analisisnya. Buku
ini dapat digunakan pada proses pembelajaran baik secara mandiri maupun pada kegiatan
perkuliahan, baik teori maupun praktik, dan juga sebagai referensi oleh mahasiswa D-3 dan D-
4 Jurusan Teknik Kimia tingkat 2 (dua). Mahasiswa dapat memperkaya materi yang ada di
buku ini melalui berbagai sumber, misalnya jurnal, maupun internet.
Semoga buku pedoman ini memberikan kemanfaatan tidak hanya bagi mahasiswa
Jurusan Teknik Kimia namun bagi semua pembaca budiman lainnya baik yang berkecimpung
dalam bidang dasar rekayasa proses maupun tidak. Tak lupa dalam kesempatan ini, penulis
mohon saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya penyusunan buku ini di masa-
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ilmi, Mahyunis, Syukarni Ali, Sabam, (2016), Desain Dan Pembuatan Alat
Penghasil Bioetanol Skala Prototype, Jurnal Mekanova Vol 2. No. 2
Alexander J, Shirrton, Swern D, Norris FA, dan Maihl KF, (1964), Bailey’s Industrial Oil
rd
and Fat Product, 3 Ed. John Wiley & Sons, New York, London, Sydney.
Anggraeni, Yuni, Supriadi, dan Kasmudin Mustapa, (2017), Pembuatan Bioetanol Dari Biji
Salak (Salacca Edulis) Melalui Fermentasi, J. Akademika Kim. 6 (3): 191-195
Asngad, A., Bagas R., A., Nopitasari (2018), Kualitas Gel Pembersih Tangan (Handsanitizer)
dari Ekstrak Batang Pisang dengan Penambahan Alkohol, Triklosan dan Gliserin
yang Berbeda Dosisnya. Jurnal Bioeksperimen. Vol. 4 (2) Pp. 61-70. Doi:
10.23917/bioeksperimen.v4i1.2795
Daniar, Rima (2018), Pemanfaatan Bagas Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol dengan
Metode Pretreatment Alkali, ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan Vol.2
No.1
Dyah, (2011), Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang, Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia Kejuangan, Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN”Veteran”, Yogyakarta.
Fitri, Elpida, Noviar Harun dan Vonny Setiaries Johan, (2017), Konsentrasi Gula Dan Sari
Buah Terhadap Kualitas Sirup Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.), JOM Faperta
UR Vol. 4 No. 1
Hilma, Rahmiwati, Unggul Akbar dan Prasetya, (2017), Optimum Condition Of Bioetanol
Production Via Acidic Hydrolysis From Pineaple (Ananas Comosus Merr.) Peel Waste
In Kualu Village-Kampar, Jurnal Photon, Vol.7 No. 2
Ibrahim, Sanusi, dkk, (2013), Teknik Laboratorium Kimia Organik, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Ismail, I., (2013), Formulasi Kosmetik (Produk Perawatan Kulit dan Rambut), Makassar
: Universitas Alauddin Press.
Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), (2008), Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,
Vol XVI
nd
Levenspiel, O., (1972), Chemical Reaction Engineering, 2 Ed. John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
Margono, T., D.Suryati. dan S.Hartinah, (1993), Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat
Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss
Development Cooperation: Jakarta.
Pertiwi, Mentari Febrianti D., Wahono Hadi Susanto, (2014), Pengaruh Proporsi
(Buah:Sukrosa) dan Lama Osmosis Terhadap Kualitas Sari Buah Stroberi (Fragaria
Vesca L) , Jurnal Pangan Dan Agroindustri, Vol.2 No.2 P.82-90
Pratama, Satria Bagus, Susinggih Wijana, Arie Febriyanto, (2012), Studi Pembuatan Sirup
Tamarillo (Kajian Perbandingan Buah Dan Konsentrasi Gula), Jurnal Industria Vol.
1 No. 3 Hal 181 – 194
Prescott, S.C., Dunn, (1959), Industrial Microbiology, New York: MC Grow Hill Book
Company.
Rini, E. P., & Nugraheni E. R, (2018), Uji Daya Hambat Berbagai Merek Handsanitizer Gel
LAMPIRAN I
LAPORAN SEMENTARA
Kelompok : ……………………………
Nama Anggota : …………………………….
………………………….....
…………………………….
Judul Praktikum : ……………………………………………………………………………
a. Pembuatan
No Nama Bahan Jumlah Keterangan
1.
2.
Dst
b. Tabel Analisa
No. Uji Nilai Keterangan
1.
2.
Dst
Cantumkan perhitungan jika ada
c. Foto Dokumentasi
No Foto Dokumentasi Keterangan
Catatan :
Laporan sementara ditulis di
LAMPIRAN II
LAPORAN AKHIR
(JUDUL PERCOBAN)
I. TUJUAN
II. LATAR BELAKANG
Berisi hal-hal yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan
III. DASAR TEORI
Berisi hal-hal yang mendasari pembuatan produk, misal : prinsip pembuatan produk,
prinsip kerja, reaksi yang terjadi
IV. METODOLOGI
Berisi rincian alat, bahan, skema kerja
V. DATA PENGAMATAN
Berisi data hasil percobaan dan perhitungan
VI. PEMBAHASAN
menjelaskan fungsi alat, fungsi bahan, fungsi perlakuan, hasil percobaan yang dikaitkan
dengan teori yang ada/dibandingkan dengan referensi, reaksi yang terjadi pada proses
pembuatan
VII. KESIMPULAN
Menjawab tujuan
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Berasal dari buku minimal 10 tahun dan jurnal/artikel minimal 5 tahun terakhir
Catatan:
Laporan akhir ditulis tangan di logbook folio bergaris
LAMPIRAN III
FORMAT POSTER
297 mm
420 mm
Isi Poster :
1. Judul, nama anggota, kelas, dosen pengampu mata kuliah DRP
2. Abstrak (berisi ringkasan : tujuan, sedikit penjelasan dan hasil percobaan)
3. Latar Belakang
4. Metode Penelitian
5. Hasil Penelitian (Foto produk, foto hasil uji, grafik hasil data, pembahasan singkat)
6. Kesimpulan
7. Daftar Pustaka
Tambahan :
1.Penataan poster bebas
2.Buat semenarik mungkin
3. Cantumkan logo Polinema dan logo Teknik Kimia