Anda di halaman 1dari 41

Penyusun :

Dr. Ir. Eko Naryono, M.T


Khalimatus Sa’diyah, S.T., M.T
Rosita Dwi Chrisnandari, S.Si, M.Si
Noor Isnaini Azkiya, S.Si, M.Si
Shabrina Adani Putri, S.Si, M.Si
Wianthi Septia Witasari, S.Si., M.Sc.
Andi Nina Asriana, S.Si, M.Si
Mutia Devi Hidayati, S.Si, M.Si

Jurusan Teknik Kimia


Politeknik Negeri Malang
2021
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PRAKTIKUM

DASAR REKAYASA PROSES

Penyusun :

Dr. Ir. Eko Naryono, M.T


Khalimatus Sa’diyah, S.T., M.T.
Rosita Dwi Chrisnandari, S.Si, M.Si
Noor Isnaini Azkiya, S.Si, M.Si
Shabrina Adani Putri, S.Si, M.Si
Wianthi Septia Witasari, S.Si., M.Sc.
Andi Nina Asriana, S.Si, M.Si
Mutia Devi Hidayati, S.Si, M.Si

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2021

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia ii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PRAKATA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Modul Praktikum Dasar
Rekayasa Proses Edisi Revisi. Segala Puji bagi Allah, Zat yang mengajari (manusia) segala
ilmu yang tidak mereka ketahui.
Buku Pedoman Praktikum Dasar Rekayasa Proses ini merupakan buku pegangan bagi
mahasiswa Program Studi D-3 maupun Program Studi D-4 yang akan melaksanakan praktikum
Dasar Rekayasa Proses di Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia, dimana
melalui modul ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan diri sebelum
pelaksanaan praktikum sehingga pelaksanaan praktikum dapat berjalan dengan lancar serta
tercapainya tujuan pembelajaran mata kuliah Praktikum Dasar Rekayasa Proses.
Buku ini berisikan 5 judul praktikum yaitu : Pembuatan Sirup Buah Alami,
Pembuatan Pupuk Bokashi, Pembuatan Bioetanol, Pembuatan Sabun Padat, dan Pembuatan
Handsanitizer. Pada setiap topik buku terdiri dari tujuan pembelajaran, teori percobaan,
peralatan percobaan, gambar, bahan yang digunakan, prosedur percobaan serta soal latihan.
Buku ini tentunya tak luput dari kekurangan, sehingga kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan dan kami sangat terbuka untuk itu agar buku pedoman ini semakin baik
dan lengkap.
Dengan tersusunnya Buku Pedoman Praktikum ini maka penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Drs. Awan Setiawan, M.MT., M.M. selaku Direktur Politeknik Negeri Malang.
2. Bapak Supriatna Adhisuwignjo, S.T., M.T. selaku Pembantu Direktur I Politeknik Negeri
Malang.
3. Bapak Dr. Abd. Muqit, S.Pd, M.Pd. selaku Kepala Polinema Press Politeknik Negeri Malang
4. Bapak Dr. Ir. Eko Naryono, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Malang
5. Ibu Khalimatus Sa’diyah, S.T., M.T. selaku Kepala Laoratorium Dasar Rekayasa Proses
Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang
6. Bapak & Ibu Dosen pengampu mata kuliah Praktikum Dasar Rekayasa Proses lainnya atas
partisipasinya dalam penyusunan modul ini
Demikian, semoga Buku Pedoman Praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi
mahasiswa dan bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Malang, Agustus 2021

Penyusun

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia iii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

DAFTAR ISI

COVER DALAM ...................................................................................................................... ii


PRAKATA................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL..................................................................................................................... vi
PERCOBAAN 1 PEMBUATAN SIRUP BUAH ALAMI........................................................ 1
PERCOBAAN 2 PEMBUATAN PUPUK BOKASHI .............................................................. 7
PERCOBAAN 3 PEMBUATAN BIOETANOL..................................................................... 12
PERCOBAAN 4 PEMBUATAN SABUN MANDI PADAT ................................................. 18
PERCOBAAN 5 PEMBUATAN HANDSANITIZER.............................................................. 26
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 30
LAMPIRAN 1 FORMAT LAPORAN SEMENTARA........................................................... 32
LAMPIRAN II FORMAT LAPORAN AKHIR ...................................................................... 33
LAMPIRAN III FORMAT POSTER ...................................................................................... 34

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia iv


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Destilasi Sederhana Berbahan Kaca ……………………………………………………..15


Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Fermentasi Bioetanol ……………………………………………...17
Gambar 4.1 Reaksi Saponifikasi Pembentukan Sabun……………………………………………….. 19
Gambar 4.2 Skema Alat Pembuatan Sabun…………………………………………………………... 22

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia v


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Analisa Kuantitatif Pupuk Bokashi ....................................................................................... 11


Tabel 2. Analisa Kualitatif Pupuk Bokashi ......................................................................................... 11
Tabel 3. Spesifikasi Standar Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol ................................................. 15
Tabel 4. Syarat Mutu Sabun ................................................................................................................ 21

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia vi


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 1
PEMBUATAN SIRUP BUAH ALAMI

1.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan sirup dari buah alami
serta analisanya dengan benar
2. Mahasiswa mampu memproduksi sirup dari buah alami dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas sirup yang dihasilkan dengan benar.

1.2 TINJAUAN PUSTAKA


Buah-buahan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang mengandung sumber
vitamin. Selain buahnya yang dapat dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun
pepaya untuk mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.
Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari dan
pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu
pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpannya sangat penting. Buah dapat diolah
menjadi berbagai bentuk minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain
seperti manisan, dodol, keripik, dan sale.
Sari buah adalah cairan jernih atau agak jernih, tidak difermentasi, diperoleh dari hasil
pengepresan buah-buahan yang telah matang dan masih segar. Pada prinsipnya dikenal 2 (dua)
macam sari buah, yaitu :
1) Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh dari
pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir.
2) Sari buah pekat atau sirup, yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah
dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pemanasan biasa maupun
dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan lain-lain. Sirup ini tidak
dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (biasanya perbandingan
sirup dan air adalah 1:5).
Hal terpenting dalam pembuatan sirup adalah pada proses pembuatan sari buah dan proses
pemekatan. Pembuatan sari buah bertujuan untuk meningkatkan daya simpan serta nilai tambah
dari buah-buahan. Pada umumnya hasil pembuatan sari buah yang diperoleh memiliki
kenampakan yang keruh karena menggunakan ektraksi dengan teknik menghancurkan daging
buah bercampur air lalu disaring menggunakan penyaringan. Untuk mendapatkan sari buah
dengan kualitas yang lebih baik, saat ini mulai diperkenalkan salah satu metode ektraksi yang
dapat menjadi alternatif pengolahan sari buah yaitu ekstraksi dengan metode osmosis.
Ekstraksi dengan metode osmosis dilakukan dengan merendam buah-buahan dengan
bahan yang mengandung konsentrasi tekanan osmosis lebih tinggi dari tekanan osmosis bahan,
sehingga air dari dalam buah akan keluar kearah media melalui membran semipermiable untuk
menyeimbangkan tekanan osmosis. Kelebihan dari ekstraksi dengan metode osmosis adalah
proses pembuatannya mudah, tidak menggunakan alat-alat yang mahal, tidak menggunakan
bahan kimia yang berbahaya sehingga sari buah yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 1


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Selain itu kualitas sari buah yang dihasilkan juga jernih dan masih mengandung aroma buah
asli yang khas (Pertiwi dan Susanto, 2014).

Jenis-Jenis dan Aplikasi Proses Termal Pangan


Terdapat beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses
penyimpanan produk pangan, seperti blansir, pasteurisasi, dan hot-filling. Dari ketiga proses
pemanasan tersebut, blansir biasanya bagian dari proses penyimpanan sebelum dilakukan
proses termal dan bertujuan bukan untuk proses pengawetan.
1. Blansir
Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam proses
pengolahan makanan buah dan sayuran dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya sebelum
dikenai proses lanjutan. Dengan demikian, proses blansir bukan ditujukan untuk proses
pengawetan. Tujuan perlakuan blansir terutama adalah untuk menginaktifasi enzim,
mengurangi jumlah mikroba awal (terutama mikroba pada permukaan bahan pangan, buah dan
sayuran), melunakkan tekstur buah dan sayuran, dan mengeluarkan udara yang terperangkap
pada jaringan buah/sayuran yang akan mengurangi kerusakan oksidasi dan membantu proses
penyimpanan.
Buah dan sayuran segar mengandung enzim yang sering kali mengganggu selama
penyimpanan produk. Selama penyimpanan produk buah/sayur, beberapa enzim, seperti
lipoksigenase, polifenolase, poligalakturonase dan klorofilase, akan menurunkan mutu sensori
dan gizi produk. Dengan adanya proses blansir yang dilanjutkan dengan proses
pasteurisasi/sterilisasi, maka enzim pun akan inaktif dan tidak mempengaruhi perubahan mutu
produk selama penyimpanan.
Di dalam proses blansir buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas,
yaitu enzim katalase dan peroksidase. Kedua enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih
tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim lain yang tersebut di atas. Baik
enzim katalase maupun peroksidase tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan sayuran.
Namun karena sifat ketahanan panasnya yang tinggi, enzim katalase dan peroksidase sering
digunakan sebagai enzim indikator bagi kecukupan proses blansir. Artinya, apabila tidak ada
lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka
enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik.
2. Pasteurisasi
Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup
rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100oC) dengan tujuan untuk mengurangi
populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan
mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan
(seperti produk sari buah pasteurisasi).
Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya
inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama
khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit
menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses
pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi
oleh karakteristik bahan pangan, terutama nilai pH. Kondisi dan tujuan pasteurisasi dari
beberapa produk pangan dapat berbeda-beda, tergantung dari pH produk.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 2


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

3. Hot-filling
Hot-filling adalah teknik proses termal yang banyak diterapkan untuk produk pangan
berbentuk cair, seperti saus, jam, dan sambal. Dari segi tujuan proses, hot-filling banyak
dilakukan untuk produk pangan yang memiliki pH rendah (pangan asam/diasamkan) untuk
tujuan pasteurisasi. Pengertian hot-filling adalah melakukan pengemasan bahan dalam kondisi
panas setelah proses pasteurisasi ke dalam kemasan steril (misalnya botol atau gelas jar), lalu
ditutup rapat (hermetis) dan didinginkan. Biasanya proses hot-filling dikombinasikan dengan
teknik pengawetan lain, misalnya penambahan gula, garam, bahan pengawet atau pendinginan.
Di antara produk pangan yang dapat diproses dengan hot-filling adalah saus, sambal, jem, dan
sebagainya.
Setelah proses pemasakan, dilakukan pengisian ke dalam botol kaca. Botol dan tutup
yang akan digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu, caranya dengan merebus botol dalam
air mendidih selama 30 menit. Proses pengisian sirup ke dalam botol harus dilakukan dengan
cara hot filling yaitu pada waktu sirup masih panas. Ruang antara (head space) diberikan
sebesar 4 cm. Kemudian ditutup cepat dengan penutup botol, tetapi tidak ditutup rapat. Setelah
dilakukan pembotolan dilanjutkan pasteurisasi. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 70oC selama
30 menit. Saat pasteurisasi tutup botol agak sedikit dilonggarkan agar proses deaerasi berjalan
sempurna (Fitri dkk., 2017). Proses pasteurisasi yang dilakukan pada suhu di bawah 100°C
bertujuan untuk inaktivasi mikroba pembusuk dan enzim yang tidak diinginkan. Pasteurisasi
dilakukan karena sifat produk yang relatif asam (pH<4.5), dimana mikroba-mikroba yang
mungkin tumbuh lebih mudah dibunuh. Penggunaan suhu pasteurisasi yang tidak terlalu tinggi
dapat mengurangi kerusakan vitamin C (Margono dkk., 1993).

1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan sirup menggunakan buah-buahan
2. Mahasiswa melakukan proses osmosis pada pembuatan sirup buah
3. Mahasiswa melakukan analisa kualitas sirup buah yang dihasilkan.
1.3.2 PERALATAN
1. Timbangan 4. Kompor/hotplate 7. Pengaduk
2. Wadah tertutup/toples 5. Termometer
3. Panci 6. Saringan
1.3.3 BAHAN
1. Buah segar
2. Gula
3. Asam sitrat
4. Air mineral
1.3.4 LANGKAH KERJA
Pembuatan Sirup Buah
1. Buah yang segar dan tidak busuk, dikupas
2. Ditimbang 100g
3. Dicuci dengan air mengalir
4. Dilakukan steam blansing dengan suhu 75oC selama ± 3 menit

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 3


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

5. Daging buah diiris dengan ketebal ± 0.20 mm


6. Irisan buah diletakkan dalam toples plastik
7. Ditambahkan gula dengan perbandingan buahdan gula sebesar 1 : 0.75
8. Irisan buah dan gula disimpan pada suhu ruang untuk proses osmosis selama 12 jam
9. Sari buah dari potongan buah dipisahkan
10. Potongan buah dibilas menggunakan air hangat suhu 45oC dengan perbandingan buah
dan air sebanyak 1 : 4 diatas saringan yang diletakkan diatas panci (produk sari buah)
11. Sari buah dipanaskan hingga menjadi kental
12. Ditambahkan asam sitrat sebanyak 0.05% dari volume air yang ditambahkan setelah
sirup dingin
13. Masukkan sirup dalam botol kaca dan tutup
14. Produk sirup buah dipasteurisasi pada suhu 65oC selama 15 menit

1.3.5 ANALISA SIRUP BUAH ALAMI


1.3.5.1 PERALATAN
1. Termometer 8. Buret
2. Beaker glass 500 mL 9. Statif
3. Erlenmeyer 250 mL 10. Tabung reaksi
4. Neraca analitik 11. Pipet volume 10 mL dan 1 mL
5. Labu ukur 100 mL 12. Pipet tetes
6. Kertas saring 13. Bola hisap
7. Kertas pH universal 14. Hand refraktometer
1.3.5.2 BAHAN
1. Larutan I2 0.01N
2. Indikator amilum 1%
3. Aquades
4. Indikator PP
5. NaOH 0,10 N
1.3.5.3 LANGKAH KERJA
a. pH Sirup Buah
1. 30 mL sampel sirup buah dimasukkan dalam labu ukur 100 mL
2. Celupkan kertas pH universal ke dalam sampel
3. Amati perubahan warna kertas pH dan catat pH sirup sari buah
Berdasarkan SNI 01-3719-1995 nilai pH sari buah maksimal adalah 4.
b. Total Padatan Terlarut / Kadar Gula Sirup Buah
1. Pengukuran dilakukan dengan Hand Refractometer
2. Sampel sari buah diteteskan pada prisma refraktometer
3. Hasil pengukuran dilihat dengan membaca skala yang tertera pada refraktometer.
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan untuk menunjukkan total padatan dalam
suatu larutan. Kelarutan gula dalam air cukup besar pada suhu pemasakan yang tinggi dan
juga gula merupakan fraksi padat, semakin banyak gula yang ditambahkan maka padatan
yang dihasilkan juga tinggi. Gula merupakan komponen padatan terlarut yang dominan
disamping pigmen, asam organik, vitamin dan protein. Oleh karena itu, peningkatan

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 4


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

konsentasi gula akan diikuti pula dengan peningkatan nilai total padatan terlarut. Semakin
banyak buah yang digunakan, maka akan semakin banyak bagian buah yang ikut larut dalam
sirup, seperti kandungan air, kandungan pati, kandungan gula, dan asam-asam organik
lainnya, sehingga akan menambah total padatan. komponen-komponen yang terukur
sebagai total padatan terlarut pada buah antara lain yaitu sukrosa, gula reduksi, asam-asam
organik dan protein (Pratama dkk, 2012). Berdasarkan persyaratan mutu sesuai SNI 01-
3719-1995, total padatan terlarut minuman sari buah minimal 10/11.
c. Kadar Vitamin C dengan Uji Iodium
1. Bahan sampel ditimbang sebanyak 10-30 gram
2. Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu tambahkan aquades sampai tanda batas
3. Kemudian filtrat dihomogenkan dan disaring dengan kertas saring (bila perlu)
4. Filtrat yang diperoleh diambil 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml
5. Tambahkan 1 mL amilum 1% ke dalamnya
6. Filtrat yang telah ditambahkan dengan amilum dititrasi dengan larutan iodium standar
0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru
Kadar vitamin C dihitung dengan rumus :
100
V𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 x 0,01N x x 88 x 100
25
Vitamin C (%) =
Berat sampel (mg)

100
= faktor pengenceran
25
d. Kadar Total Asam
1. 10 gram sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
2. Tambahkan aquades sampai tanda batas, selanjutnya dihomogenkan dan disaring
3. Filtrat diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL
4. Tambahkan 2-3 tetes indikator pp
5. Titrasi dengan larutan 0,10 N NaOH sampai warna larutan berubah menjadi merah
muda dan tidak berubah selama 30 detik
6. Catat berapa volume NaOH yang dibutuhkan Total asam dihitung dengan rumus :
V NaOH x N NaOH x P x BE asam x 100
Total asam (%) =
Berat sampel x 1000
P : faktor pengenceran

SOAL LATIHAN
1. Sirup merupakan sedian cair yang berupa larutan dengan kandungan sukrosa atau gula
lain yang berkadar tinggi. Berdasarkan fungsinya, sirup dikelompokkan menjadi dua
golongan, sebutkan dan jelaskan !
2. Dalam proses pembuatan sirup diperlukan beberapa komponen sirup.
a. Sebutkan komponen bahan dalam pembuatan sirup (minimal 5)
b. Jelaskan fungsi dari masing-masing komponen bahan tersebut !
3. Salah satu metode yang digunakan untuk mendapatkan sari buah adalah metode
osmosis. Jelaskan prinsip kerja metode tersebut serta kelebihan dan kekurangannya !

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 5


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

4. Salah satu faktor penting dalam pembuatan sirup adalah proses pemanasan yang
umum diterapkan dalam penyimpan food product. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis
proses termal dari food product !
5. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pembuatan
sirup

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 6


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 2
PEMBUATAN PEMBUATAN PUPUK BOKASHI

1.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan pupuk bokashi serta
analisanya dengan benar.
2. Mahasiswa mampu membuat pupuk bokashi dengan benar.
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas/kuantitas pupuk bokashi yang
dihasilkan dengan benar.

1.2 TINJAUAN PUSTAKA


Bokashi dipopulerkan pertamakali di Jepang sebagai pupuk organik yang bisa dibuat
dengan cepat dan efektif. Terminologi bokashi diambil dari istilah bahasa Jepang yang artinya
perubahan secara bertahap. Sedangkan EM4 merupakan jenis mikroorganisme dekomposer
untuk membuat pupuk bokashi. EM4 dipopulerkan oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Jepang.
Proses pembuatan pupuk bokashi relatif lebih cepat dari pengomposan konvensional. Bokashi
sudah siap dijadikan pupuk dalam tempo 1-14 hari sejak dibuat, tergantung dari bahan baku
dan metode yang digunakan. Membuat bokashi sangat mudah, bisa dilakukan dalam skala
rumah tangga maupun skalapertanian yang lebih besar.
Pupuk bokashi adalah pupuk organik yang dihasilkan dari fermentasi bahan-bahan
organik semisal kompos dan pupuk kandang dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme
pengurai seperti mikroba atau jamur fermentasi. Hasilnya ialah berupa pupuk padat dalam
kondisi sudah terurai sehingga mengandung lebih banyak unsur hara baik makro maupun
mikro yang siap untuk segera diserap akar tanaman. Rata-rata kandungan pupuk bokashi
sudah mencakup unsur hara makro : N, P, K, Mg, S, Ca dan unsur hara mikro : Zn, B, Fe, Cu,
Mn, Mo dan Cl. Hal ini akan semakin lengkap jika ditambahkan penggunaan pupuk organik
cair. Keunggulan Pupuk Bokashi padat ialah kandungan unsur haranya lebih tinggi dan sudah
terurai sehingga siap diserap akar tanaman. Selain itu pupuk bokashi padat juga mengandung
efektive mikroorganisme yang bermanfaat untuk menekan pertumbuhan patogen dalam tanah.
Pupuk bokashi berguna untuk menyuburkan tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah serta dapat menekan pertumbuhan pathogen dalam tanah, sehingga efeknya
dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Kelebihan pupuk bokashi terhadap
kesuburan tanah antara lain :
1. Dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan
mudah ditembus akar
2. Meningkatkan daya menahan air (waterholding capacity), sehingga kemampuan tanah
untuk menyediakan air menjadi lebih banyak, kelengasan air tanah lebih terjaga
3. Meningkatkan KPK (kapasitas pertukaran kation) sehingga kemampuan mengikat kation
menjadi lebih tinggi, akibatnya apabila dipupuk dengan dosis tinggi hara tanaman tidak
mudah tercuci
4. Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap goncangan perubahan
drastis sifat tanah
Pembuatan pupuk bokashi sangat perlu untuk diterapkan karena merupakan teknologi

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 7


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

baru yang tepat guna, dengan biaya murah serta mudah dilaksanakan dengan memanfaatkan
limbah ternak dan limbah pertanian yang ada. Bokashi terdiri dari beberapa macam, yaitu:
1. bokashi pupuk kandang
2. bokashi pupuk kandang arang
3. bokashi pupuk kandang tanah
4. bokashi jerami
5. bokashi cair
6. bokashi eksores 24 jam
7. bokashi sebagai pakan ternak
Dalam perkembangannya Bokashi dapat dibuat dari bahan organik seperti; dedak,
ampas kelapa, tepung ikan, sampah kota, kotoran ternak dan lain-lain. Bahan-bahan ini
difermentasikan dengan mikroorganisme sebagai pelaku utama dalam fermentasi
tersebut yaitu Efectice Mikroorganisme (EM4). EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp.,
Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Untuk meningkatkan
kualitas bokashi, di samping bahan baku utama, perlu ditambahkan bahan-bahan seperti
enceng gondok, humus, tepung ikan, cucian beras pertama. Bahan untuk pembuatan bokashi
dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman
kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergaji. Namun bahan yang paling baik
digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang
sangat baik untuk mikroorganisme.
Manfaat larutan EM-4 yaitu:
1. Memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah
2. Meningkatkan ketersediaan unsur hara, serta menekan aktivitas hama dan mikroorganisme
pathogen
3. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman
4. Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan pupuk bokashi
Untuk mengawali pembuatan pupuk bokashi padat, sebaiknya memilih bahan yang tepat
agar hasilnya optimal. Syarat bahan pembuat pupuk bokashi ialah bahan organik, mudah
didapat, murah bahkan gratis serta mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman, seperti
halnya pupuk kandang maupun sisa tanaman bisa dijadikan bahan dasar pupuk bokashi karena
memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, akan lebih baik bila mempelajari kandungan unsur
hara pada setiap bahan yang gunakan. Semakin beragam bahan yang di gunakan maka
semakin kompleks kandungan nutrisinya nanti. Dapat pula memanfaatkan limbah organik
industri dan rumah tangga seperti sisa sayuran, nasi basi, ampas kelapa, ampas tahu dll.
Biasaya bahan yang diperoleh terutama dari jenis sisa tanaman masih dalam ukuran panjang
atau besar. Hal ini akan memperlama proses penguraian mikroorganisme nantinya, sehingga
perlu dilakukan penghalusan ukuran yakni dengan cara mencincangnya menjadi ukuran yang
kecil-kecil (halus). Selain itu hal ini juga akan lebih efisiensi tempat, karena lebih mudah
dikumpulkan dan dipadatkan. Bahan yang sudah dihaluskan kemudian dicampur dan diaduk
menjadi satu hingga tercampur merata.
Keberhasilan pembuatan Pupuk Bokashi yang Sudah Jadi dapat dilihat dari bentuk
adonan menjadi semakin lembut dan menyusut., lebih ringan dari sebelumnya, warna berubah
menjadi coklat kehitaman dan tidak berbau, kadang tercium berbau khas seperti berbau tape,
kalau tercium bau busuk maka sangat tidak baik bagi tanaman karena mengandung patogen

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 8


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

dan senyawa kimia yang berbahaya.


1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan pupuk bokashi dari kotoran hewan
dengan aktivator EM-4
2. Mahasiswa mengidentifikasi kualitas dan kuantitas pupuk bokashi yang dihasilkan
1.3.2 PERALATAN
1. Sekop
2. Ember plastik
3. Gelas Ukur
4. Gayung
5. Timbangan
6. Karung goni
7. Termometer
8. pH indikator
1.3.3 BAHAN :
1. Sekam / merang 1 kg (bahan organik lain sesuai variabel yang disepakati dengan dosen
pengampu)
2. Kotoran hewan 1 kg
3. Larutan EM-4
4. Molases/gula
1.3.4 LANGKAH KERJA :
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Membuat larutan EM-4 dengan perbandingan 1:1:100 (EM4 : molases : air)
Contoh : air 10 L dicampur 100 mL EM-4 dan 100 mL molases/larutan gula merah.
Molases (tetesan air tebu atau larutan gula merah (campuran 1 kg gula dengan 1 liter
air).
3. Mencampur bahan sampai merata di atas lantai/terpal yang kering
4. Menyiram bahan dengan larutan EM4 secara perlahan dan bertahap sehingga terbentuk
adonan (kandungan air sekitar 30%)
(note : jika adonan dikepal dengan tangan, maka tidak ada air yang keluar dari adonan,
begitu juga bila kepalan dilepaskan maka adonan kembali mengembang)
5. Membuat adonan menjadi sebuah gundukan setinggi 15-20 cm, kemudian ditutup
dengan karung goni/terpal
6. Melakukan pengamatan selama 3-4 hari. Selama dalam proses, suhu bahan
dipertahankan antara 40o - 50oC dan jika suhu bahan melebihi 50oC, maka karung
penutup dibuka dan bahan adonan dibolak-balik dan selanjutnya gundukan ditutup
kembali
7. Membuka adonan pada hari ke-4 (empat). Pupuk bokashi dikatakan berhasil jika
bahan bokashi terfermentasi dengan baik yang ditandai dengan tumbuhnya jamur
berwarna putih dan bokashi beraroma sedap, sedangkan jika dihasilkan bokashi yang
berbau busuk, maka pembuatan bokashi gagal.
8. Mengeringkan pupuk bokashi dengan cara mengangin-anginkan di atas lantai hingga
kering. (Pupuk bokashi yang sudah jadi sebaiknya langsung digunakan. Jika bokashi

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 9


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

ingin disimpan terlebih dahulu, maka bokashi harus dikeringkan. Setelah kering
bokashi dapat dikemas di dalam kantung plastik)

Contoh Variabel Percobaan :


Nama Bahan Jumlah
Bokashi jerami Jerami 200 kg (dipotong 5- 10 cm)
Dedak 10 kg
Sekam 200 kg
Gula pasir 10 sdm
EM4 200 ml (20 sdm)
Air Secukupnya
Bokashi pupuk Pupuk kandang 300 kg
kandang Dedak 10 kg
Sekam 200 kg
Gula pasir 10 sdm
EM4 200 ml (20 sdm)
Air Secukupnya
Bokashi pupuk Pupuk kandang 200 kg
kandang – arang Dedak 10 kg
Arang sekam/ arang 100 kg
serbuk gergaji
Gula pasir 10 sdm
EM4 200 ml (20 sdm)
Air Secukupnya
Bokashi pupuk Tanah 20 kg
kandang – tanah Pupuk kandang 10 kg
Dedak 10 kg
Arang sekam/ arang 10 kg
serbuk gergaji
Gula pasir 5 sdm
EM4 200 ml (20 sdm)
Air Secukupnya
Bokashi ekspres Jerami (daun) kering/ 200 kg
sekam/serbuk gergaji
(dipotong 5 – 10 cm)
Bokashi yang sudah jadi 20 kg
Dedak 20 kg
Gula pasir 5 sdm
EM4 200 ml (20 sdm)
Air Secukupnya

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 10


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

1.3.5 ANALISA PUPUK BOKASHI


Tabel Data Pengamatan :
Tabel 1. Analisa Kuantitatif Pupuk Bokashi
Hari Analisa Kuantitatif
No. Sample
ke- Suhu (°C) pH Massa awal (kg) Massa akhir (kg) Yield (%)

t (sesuaikan
variabel)

Tabel 2. Analisa Kualitatif Pupuk Bokashi


Hari Analisa Kualitatif
No. Sample
ke- Tekstur Warna Aroma Jamur Keterangan

t (sesuaikan
variabel)

SOAL LATIHAN :
1. Apa pengertian pupuk bokashi?
2. Apa peran EM-4 pada proses pembuatan pupuk bokashi?
3. Apa faktor yang mempengaruhi proses pembuatan pupuk bokashi?
4. Bagaimana cara memilih bahan untuk pembuatan pupuk bokashi?
5. Bagaimana proses pembuatan pupuk bokashi?
6. Bagaimana parameter pupuk bokashi yang baik?

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 11


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 3
PEMBUATAN BIOETANOL

1.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan bioethanol serta
analisanya dengan benar
2. Mahasiswa mampu memproduksi bioetanol dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas bioetanol yang dihasilkan dengan benar.

1.2 TINJAUAN PUSTAKA


Bioetanol adalah etanol yang berasal dari makhluk hidup, dalam hal ini adalah bahan
nabati. Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang diolah dari sumber biologi yaitu
tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 19-25%.
Penambahan bioetanol sebesar 3% pada bensin dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 1,3%.
Bioetanol ini dibuat melalui proses hidrolisis dan fermentasi. Bioetanol dapat dihasilkan dari
gula sederhana, pati, dan selulosa (Yuniarti dkk., 2018).
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan
dibanding dengan BBM, yaitu : a) kandungan oksigen yang tinggi (35%) sehingga jika dibakar
sangat bersih , b) ramah lingkungan karena emisi gas karbon monoksida lebih rendah 19-25%
dibanding BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di
atmosfer dan bersifat terbarukan, sedangkan BBM akan habis karena bahan bakunya fosil
(Daniar, 2018).
Etanol merupakan zat cair, berbau khas, tidak berwarna, mudah menguap dan terbakar
serta dapat bercampur dalam air. Ketika bioetanol dihasilkan dari biomassa yang mengandung
pati atau selulosa, maka bioetanol mampu menjadi bioenergi. Salah satu proses pembuatan
bioetanol dalam industri dengan cara fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan memakai
berbagai macam bahan baku. Bahan baku yang umum digunakan antara lain :
1. Sugar
Bahan – bahan ini mengandung gula atau disebut substansi sakarin yang rasanya manis.
Bahan ini berasal dari gula tebu, gula bit, molase (tetes) buah-buahan yang langsung
dapat difermentasikan menjadi alkohol.
2. Starches
Starches adalah bahan yang mengandung pati, gandum, kentang, akar tumbuh-
tumbuhan, jagung, ubi kayu, padi-padian dan lain-lain. Bahan jenis ini terlebih dahulu
harus dihidrolisa dengan bantuan enzim atau katalis asam terlebih dahulu, agar dapat
menjadi gula, lalu difermentasikan menjadi etanol.
3. Cellulose Material
Bahan-bahan ini mengandung sellulosa, misalnya ampas kelapa, kayu, ampas tebu,
kulit kerang, waste sulft liquor yang merupakan residu dari pabrik pulp dan kertas.
Untuk menghasilkan etanol sellulosa harus dihidrolisa dengan mineral atau larutan
asam sebelum difermentasikan (Yuniarti dkk., 2018).

Fermentasi adalah proses pemecahan gula sederhana (glukosa atau fruktosa) menjadi

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 12


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

etanol dan CO2 dengan melibatkan enzim yang dihasilkan oleh ragi. Fermentasi alkohol dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu media, suhu, jenis mikroba, nutrisi dan pH. Salah satu
faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah jenis mikroba atau khamir. Kriteria
pemilihan khamir untuk produksi bioetanol adalah mempunyai laju fermentasi dan laju
pertumbuhan cepat, perolehan bioetanol banyak, tahan terhadap konsentrasi bioetanol dan
glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, serta tahan terhadap pH optimum
fermentasi yang rendah (Anggraeni, 2017).
Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan, sebagai medium
untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu
yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30 °C. Mikroorganisme ini dipilih karena
Saccharomyces cerevicae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai
toleransi pada kadar alkohol yang tinggi (12-18 % abv), tahan terhadap kadar gula yang tinggi
dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32 C. Khamir atau ragi ini bersifat stabil dan
cepat beradaptasi dengan lingkungannya, cepat berkembang biak, tidak berbahaya atau
menimbulkan racun, mudah di dapat dan mudah dalam pemeliharaan (Sudarmadji K., 1989).
Pada kondisi basa mikroba tersebut tidak dapat tumbuh. Pertumbuhan mikroba
Saccharomyces cerevisiae dapat berlangsung dengan baik pada kondisi pH 4-5,5. Beberapa
penelitian yang dilakukan melaporkan bahwa tidak ada produksi etanol dibawah pH 4,0
dikarenakan pada pH ini mikroba tidak dapat tumbuh. Keasaman atau pH medium merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan
produk dalam proses fermentasi karena setiap mikroorganisme mempunyai kisaran pH
optimal. Faktor suhu juga mempengaruhi fermentasi, apabila suhu terlalu rendah, maka proses
fermentasi akan berlangsung secara lambat. Sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan mikroba Saccharomyces cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak
dapat berlangsung.
Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengkonversi baik gula dari
kelompok monosakarida maupun dari kelompok disakarida. Jika gula yang tersedia dalam
substrat merupakan gula disakarida maka enzim invertase akan bekerja menghidrolisis
disakarida menjadi monosakarida. Setelah itu, enzim zymase akan mengubah monosakarida
tersebut menjadi alkohol dan CO2. Fermentasi gula oleh saccharomyces cerevisiae
menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 dapat dituliskan melalui reaksi sebagai berikut
(Anggraeni, 2017) :
S.cerevisiae
(C6H12O6) 2C2H5OH + 2CO2

Pada umumnya proses fermentasi dapat dibedakan atas 2 tingkatan, dapat dijelaskan
seperti berikut :
1. Peragian tingkat pertama, berlangsung dalam keadaan aerob (adanya O2) yang terlarut dan
di permukaan, berfungsi memperbanyak ragi (khamir) yang dapat ditandai timbulnya gas
asam arang, reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O + 36 ATP
Pada proses fermentasi tingkat pertama tidak ada atau sedikit sekali etanol yang dihasilkan

2. Fermentasi berlangsung dalam keadaan anaerob. Pada tahap ini khamir dan enzim yang

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 13


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

dihasilkan sudah cukup banyak, sehingga akan berlangsung fermentasi, sampai sebagian
atau seluruh gula dirubah menjadi etanol, dengan reaksi (Widyanti, 2016):
C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
Semakin lama waktu fermentasi semakin sedikit bioetanol yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pembiakan sudah habis, akibatnya bakteri memakan
alkohol. Proses ini dapat terlihat adanya gelembung-gelembung udara pada sampel (Hilma,
2017). Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat
Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan sehingga alkohol yang dihasilkan
dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama Saccharomyces cereviseae akan mati maka alkohol
yang dihasilkan tidak maksimal (Prescott dan Dunn, 1959).
Konsentrasi ragi yang diberikan pada larutan yang akan difermentasikan optimalnya
adalah 2 – 4% dari volume larutan (Dyah, 2011). Jika konsentrasi ragi yang diberikan kurang
dari kadar optimal yang disarankan akan menurunkan kecepatan fermentasi karena sedikitnya
massa yang akan menguraikan glukosa menjadi etanol, sedangkan jika konsentrasi ragi terlalu
banyak maka akan dibutuhkan substrat yang lebih banyak karena substrat yang ada tidak
cukup, karena itu menurunkan kecepatan fermentasi. Ragi juga memerlukan penambahan
nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya selama proses fermentasi berlangsung,
misalnya unsur C (ada pada karbohidrat), unsur N (dengan penambahan pupuk yang
mengandung nitrogen, ZA, Urea), Unsur P (penambahan pupuk fosfat dari NPK, TSP, DSP,
dan lain-lain). Adapun penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah
5% dari volume fermentasi (Prescott dan Dunn, 1959).
Setelah proses fermentasi, alkohol yang terbentuk harus melalui tahap pemurnian untuk
mendapatkan etanol dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Pada umumnya kadar alkohol
yang diperoleh dari proses fermentasi masih rendah. Salah satu tahap pemurnian alkohol adalah
distilasi. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih dari masing-masing zat
penyusun campuran homogen. Dalam penyulingan, campuran zat di didihkan sehingga
menguap, dan uap ini kemudian di dinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk
unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini di dasarkan pada teori bahwa
pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (yang sebagian besar air dan
etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 ⁰C sedangkan air adalah 100 ⁰C. dengan
memanaskan larutan pada suhu 78 – 100 ⁰C akan mengakibatkan sebagian besar etanol
menguap dan melalui kondensor untuk kondensasi, maka akan dihasilkan etanol dengan
konsentrasi 95% volume (LIPI, 2008).
Dalam proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan
dengan tahap pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka
perangkat peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin. Proses destilasi
diawali dengan tahap pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan
menguap, dan uap tersebut akan bergerak menuju kodenser (pendingin). Proses pendinginan
terjadi saat mengalirkan air ke dinding (bagian luar kondenser), sehingga uap yang dihasilkan

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 14


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

akan kembali cair. Proses ini berjalan terus-menerus hingga diperoleh distilat yang diinginkan
(Abdullah, 2016).

Gambar 3.1 Destilasi Sederhana Berbahan Kaca

Tabel 3. Spesifikasi Standar Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol


No Parameter Uji Satuan, Persyaratana)
min/maks
b)
1 Kadar etanol %-v, min 99,5 (setelah didenaturasi
dengan denatonium benzoate)
94,0 (setelah didenaturasi
dengan hidrokarbon)
2 Kadar metanol %-v, maks 0,5
3 Kadar air %-v, maks 0,7
4 Kadar denaturan hidrokarbon atau %-v 2–5
Denatonium benzoat mg/l 4 – 10
5 Kadar tembaga (Cu) mg/kg, maks 0,1
6 Keasaman sebagai asam asetat mg/l, maks 30
7 Tampakan Jernih dan terang, tidak ada
endapan dan kotoran
8 Kadar ion klorida (Cl-) mg/l, maks 20
9 Kandungan belerang (S) mg/l, maks 50
10 Kadar getah purwa dicuci mg/100ml, 5,0
(washed gum) maks
a)
Jika tidak diberikan catatan khusus, nilai batasan (spesifikasi) yang tertera adalah nilai
untuk bioetanol yang sudah didenaturasi dan akan dicampurkan ke dalam bensin pada
kadar sampai dengan 10%-v
b)
FGE umumnya memiliki berat jenis dalam rentang 0,7936 – 0,7961 pada kondisi
15,56/15.56 C atau dalam rentang 0,7871 – 0,7896 pada kondisi 25/25 C diukur dengan
cara piknometer atau hidrometri yang sudah sangat lazim diterapkan di dalam industri
alkohol
(Sumber : SNI 7390:2012)

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 15


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan bioetanol menggunakan gula pasir
2. Mahasiswa melakukan proses fermentasi pada gula pasir menggunakan ragi
3. Mahasiswa melakukan analisa kualitas bioetanol yang dihasilkan.
1.3.2 PERALATAN
1. Erlenmeyer 250 ml (untuk starter)
2. Seperangkat alat penangas air (kompor, panci berisi air, Erlenmeyer 1000 ml dan 250
ml, thermometer)
3. Seperangkat alat fermentasi (botol 11 yang telah disterilkan dengan air mendidih,
selang disterilkan dengan alkohol, erlenmeyer 100 cc)
4. Seperangkat alat analisa kadar gula/alkohol (refraktometer, thermostat, pipet tetes,
aquadest steril, tissue halus)
5. Thermometer
6. Batang pengaduk kaca (steril)
1.3.3 BAHAN
Untuk pembibitan/starter:
1. Air 100 ml
2. Pupuk ZA 0,12 gr
3. Pupuk NPK 0,032 gr
4. H2SO4 untuk mengatur pH hingga 4,8
5. Ragi/yeast (saccaromyces cereviceae) 0,2 gr
6. Gula 10 gr
Untuk fermentasi:
1. Air Gula 500 ml (14% berat)
2. Pupuk ZA 0,9 gr
3. Pupuk NPK 0,24 gr
4. Semua hasil inkubasi starter selama 4 jam
5. Gula 75 gr
6. H2SO4 untuk mengatur ph 4,5-4,8
1.3.4 LANGKAH KERJA
1.3.4.1 Tahap pembuatan starter
1. Masukan air gula dalam Erlenmeyer 250 ml dipanaskan dalam penangas pada suhu 800C
selama 10 menit
2. Keluarkan dari penangas, tambahkan gula
3. Dinginkan sampai hangat-hangat kuku dan tambahkan ZA, NPK
4. Atur pH sampai 4,5
5. Masukan ragi/yeast pada Erlenmeyer, inkubasi selama 4 jam, pada kondisi aerob (tutup
dengan kapas steril)
6. Jika terlihat ada pertumbuhan, maka dilanjutkan dengan proses fermentasi

1.3.4.2 Tahap fermentasi pembuatan alkohol


1. Masukan air dalam Erlenmeyer 500 ml dipanaskan dalam penangas pada suhu 800C
selama 10 menit

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 16


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

2. Keluarkan dari penangas, tambahkan gula


3. Analisa kadar gula mula-mula dengan refraktometer. Sampel dianalisa harus pada
kondisi dingin
4. Dinginkan sampai hangat-hangat kuku dan tambahkan ZA, NPK
5. Atur pH sampai 4.5 , pindahkan ke dalam botol
6. Masukan semua starter pada point 6) diatas dalam botol, diaduk rata
7. Botol ditutup dengan tutup plastik yang telah diberi selang yang dicelupkan ke dalam
aquades
8. Diinkubasi selama 7 hari, pada kondisi anaerob
9. Lakukan analisa bioetanol → Kadar etanol

Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Fermentasi Bioetanol

1.3.5 ANALISA BIOETANOL


1.3.5.1 PERALATAN
1. Kromatografi Gas
2. Gelas Ukur
1.3.5.2 LANGKAH KERJA
a. Kadar Etanol
Dianalisa menggunakan kromatografi gas
b. Rendemen Bioetanol
Perhitungan rendemen didapatkan dari selisih antara volume awal sebelum destilasi
dikurang volume destilat dibagikan jumlah volume awal sebelum destilasi dikalikan 100
%.

SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan bioetanol ?
2. Bilamana suatu bahan/material dapat dijadikan bahan baku dari bioetanol ?
3. Mengapa pada pembuatan bioetanol diperlukan proses fermentasi ?
4. Bilamana suatu produk fermentasi bisa dikatakan sebagai bioetanol ?
5. Bagaimana cara menghitung rendemen produk bioetanol ?

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 17


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 4
PEMBUATAN SABUN MANDI PADAT

1.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan sabun mandi padat
serta analisanya dengan benar
2. Mahasiswa mampu memproduksi sabun mandi padat dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas sabun mandi padat yang dihasilkan
dengan benar.

1.2 TINJAUAN PUSTAKA


Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati
atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa. Sabun dihasilkan melalui
proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi
basa. Pembuat kondisi basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan
Kalium Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi
berupa sabun keras (padat), sedangkan basa yang digunakan adalah KOH, maka produk reaski
berupa sabun cair.
Sabun merupakan satu macam surfaktan (bahan surface active), senyawa yang
menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat memasuki
serat, menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Setelah kotoran dan minyak dari
permukaan serat keluar, sabun akan mencuci kotoran dan minyak tersebut dengan
memanfaatkan struktur kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya) bersifat hidrofilik (senang
air) sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik (menolak air). Rantai hidrokarbon larut
dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air
sehingga dapat dicuci. Muatan negatif dari ion sabun juga menyebabkan tetes minyak sabun
saling menolak satu sama lain sehingga minyak yang teremulsi tidak dapat mengendap (Sari
dkk., 2010)
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida
yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan
panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang
dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan
membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh,
seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah
teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik (Sukeksi, 2018). Sabun
dari asam lemak jenuh dan rantai jenuh panjang (C16-C18) menghasilkan sabun dengan tekstur
keras sedangkan minyak dari asam lemak tak jenuh dengan rantai pendek (C12-C14)
menghasilkan sabun yang lebih lunak dan lebih mudah larut (Sari dkk., 2010). Beberapa jenis
lemak dan minyak yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sabun antara lain tallow (lemak
sapi atau domba), lard (minyak babi), palm oil (minyak kelapa sawit), coconut oil (minyak
kelapa), palm kernel oil (minyak inti sawit), palm oil stearine (minyak sawit stearin), dan
minyak jagung.
Sabun merupakan hasil hidrolisa asam lemak dan basa. Peristiwa ini dikenal dengan

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 18


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

peristiwa saponifikasi. Saponifikasi adalah proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak
atau gliserida dengan basa. Trigliserida akan direaksikan dengan alkali (sodium hidroksida),
maka ikatan antara atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan
terpisah. Atom oksigen mengikat sodium yang berasal dari sodium hidroksida sehingga ujung
dari rantai asam karboksilat akan larut dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah yang
kemudian disebut sabun, sedagkan gugus OH dalam hidroksida akan berkaitan dengan molekul
gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak tersebut lepas maka reaksi saponifikasi dinyatakan
selesai.

Gambar 4.1 Reaksi Saponifikasi Pembentukan Sabun

Proses pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi terbagi menjadi dua yaitu proses
panas dan proses dingin. Perbedaan kedua proses tersebut yaitu sabun yang dibuat dengan
proses dingin dilakukan pada suhu kamar atau tanpa disertai pemanasan, sedangkan proses
panas melibatkan reaksi saponifikasi dengan panas yang dilakukan pada suhu 70-80°C
(Sukeksi, 2018).
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali
merupakan larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun maka
kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi
autokatalitik, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak
yang sudah berkurang (Alexander dkk., 1964 ).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat
penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 19


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit
sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih
sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik (Levenspiel, 1972).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana
penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar proses saponifikasi berjalan
sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya
emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika basa yang
digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini
dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan
kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika
ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat
dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini :
k = Ae –E/RT .............................. ( 2 )
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan,
E adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal
(cal/grmol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu
berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu
tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam
waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya
maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan
reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain
hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya
suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel,
1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul
reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka
kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan
Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin
sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1972).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat
tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah
mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah
minyak yang tersabunkan.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 20


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Sifat-sifat sabun dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial
oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + OH- ... (1)
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan
terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam
Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 → Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 .. (2)
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun
(garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar
maupun nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan nonpolar. Molekul sabun
mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) sedangkan
COONa+ bersifat hidrofobik (suka air) dan larut dalam air.
Nonpolar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran
nonpolar)
Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran polar)
4. Proses penghilangan kotoran
a. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan
sehingga kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat ke permukaan kain.
b. Molekul sabun yang bersifat hidrofobik akan mengelilingi kotoran dan mengikat molekul
kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul
sabun membentuk suatu emulsi.
c. Sedangkan bagian molekul sabun yang bersifat hidrofibik berada didalam air pada saat
pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

Sifat mutu yang paling penting pada sabun adalah total asam lemak, asam lemak bebas,
dan alkali bebas. Pengujian parameter tersebut dapat dilakukan sesuai dengan acuan prosedur
standar yang ditetapkan SNI. Begitu juga dengan semua sifat mutu pada sabun yang dapat
dipasarkan, harus memenuhi standar mutu sabun yang ditetapkan yaitu SNI 06–3532–1994.

Tabel 4. Syarat Mutu Sabun


No. Uraian Sabun Padat Sabun Cair
1 Asam lemak bebas (%) <2,5 <2,5
2 Alkali bebas (%)
dihitung sebagai NaOH Maks 0,1 Maks 0,1
dihitung sebagai KOH Maks 0,14 Maks 0,14
3 Kadar air (%) Maks 15 Maks 15

(Sumber : SNI 06-3532-1994)

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 21


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Gambar 4.2 Skema Alat Pembuatan Sabun

1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan sabun mandi padat dari minyak dan
basa NaOH berdasarkan prinsip saponifikasi.
2. Mahasiswa melakukan analisa kualitas sabun mandi padat yang dihasilkan
1.3.2 PERALATAN
1. Hot plate
2. Overhead stirrer
3. Gelas beaker / wadah
4. Gelas ukur
5. Kaca arloji
6. Wadah cetakan
1.3.3 BAHAN
1. Etanol 95% 4. Asam stearat
2. NaOH 5. Gula
3. Minyak 6. Gliserin
1.3.4 LANGKAH KERJA
1. Timbang 10 g minyak
2. Timbang 1,5 g NaOH dan larutkan dengan 7 mL air
3. Campurkan larutan NaOH dengan 60 ml etanol 95 % di wadah yang lain. Panaskan
dengan suhu 60oC sambil diaduk
4. Tambahkan minyak yang telah ditimbang ke dalam larutan NaOH tersebut sedikit-
sedikit. Panaskan pada suhu 60oC dan diaduk hingga tercampur dengan baik
5. Tambahkan 0,6 g asam stearat untuk mencegah penggumpalan diawal proses, lanjutkan
pemanasan hingga suhu 60 oC dan larut
6. Setelah larut, tambahkan 1 g sukrosa / gula dan 10 g gliserin. Lanjutkan pemanasan dan
pengadukan hingga terbentuk cairan kental (kurang lebih 30 menit)
7. Tuang dalam cetakan dan biarkan dingin hingga menjadi padat. Keluarkan dari cetakan
8. Lakukan analisis sabun mandi padat → kadar air, pH, alkali bebas/asam lemak
bebas.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 22


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

1.3.5 ANALISA SABUN PADAT (SNI 06-3532-1994)


1.3.5.1 PERALATAN
1. Cawan porselen 4. hot plate
2. Erlenmeyer 5. pH meter atau pH universal
3. Buret dan statif 6. Refluks kondensor
1.3.5.2 BAHAN
1. HCl 0,1 N dalam alkohol
2. NaOH 0,1 N dalam alcohol
3. Indikator PP
1.3.5.3 LANGKAH KERJA
a. Kadar Air
1. Masukkan cawan kedalam lemari pengeringan selama 1 jam.
2. Keluarkan cawan dan masukkan dalam desikator agar suhu cawan normal kembali.
3. Lalu timbang berat kosong cawan dan catat beratnya.
4. Masukkan 5 gram contoh dalam cawan lalu keringkan dalam lemari pengering selama 2
jam dan pada suhu 105 C
5. Setelah 2 jam keluarkan dan timbang cawan beserta contoh tersebut.

Perhitungan:
𝑊𝑊1− 𝑊𝑊2
Kadar air = x 100%
𝑊𝑊

Keterangan :
W1 = Berat contoh + Cawan (gram)
W2 = Berat contoh setelah pengeringan (gram)
W = Berat contoh (gram)
b. Asam Lemak Bebas / Alkali Bebas
1. Menyiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol dalam labu erlenmeyer
250 mL, tambahkan 0,5 ml indikator phenolphthalein (PP) dan didinginkan sampai
suhu 70 C kemudian dinetralkan dengan NaOH 0,1 N dalam alkohol.
2. Menimbang 4 gram contoh dan memasukkannya ke dalam alkohol netral di atas.
Menambahkan batu didih lalu memasang refluks kondensor dan memanaskannya agar
cepat larut di atas penangas air selama 30 menit.
3. Dinginkan campuran larutan hingga suhu 70 C
4. Apabila campuran larutan bersifat basa (ditandai dengan perubahan warna menjadi
merah muda ketika ditambah indikator PP) maka yang dianalisa adalah alkali bebas
yaitu dengan menitarnya menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol hingga warna merah
tepat hilang.

Perhitungan :
𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝑛𝑛 𝑥𝑥 0,04
Kadar alkali bebas dihitung NaOH = x 100%
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐ℎ

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 23


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝑛𝑛 𝑥𝑥 0.0561
Kadar alkali bebas dihitung KOH = x 100%
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐ℎ

Keterangan
V = ml HCl yang dipergunakan
N = normalitas HC1 yang dipergunakan
0,04 = berat setara NaOH
0,0561 = berat setara KOH

5. Apabila campuran larutan tidak bersifat basa (tidak berwarna merah muda) maka yang
dianalisa adalah asam lemak bebas yaitu dengan menitarnya menggunakan NaOH 0,1 N
dalam alkohol hingga timbul warna merah yang tahan selama 15 detik.
Perhitungan :

𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝑛𝑛 𝑥𝑥 0,205
Kadar asam lemak bebas = x 100%
𝑊𝑊

Keterangan :
V = HCl 0,1 N yang dipergunakan (ml)
N = Normalitas HCl yang dipergunakan
W = Berat Contoh
0,205 = Berat Setara Asam Laurat

c. Derajat Keasaman (pH)


1. Siapkan 5 gr contoh yang akan dianalisa pH-nya
2. Larutkan contoh tersebut ke dalam 10 ml aquadesr.
3. Cuci pH meter dengan aquadest agar pH meter dalam keadaan netral (pH 7)
4. Masukkan pH meter dalam contoh
5. Catat pH yang tampil.

SOAL LATIHAN
1. Kemampuan sabun dalam membersihkan dan mengangkat kotoran (debu dan lemak),
tidak terlepas dari struktur molekul unik yang dimiliki.
a. Gambarkan susunan molekul sabun berdasarkan ikatan yang dimiliki
b. Jelaskan komponen molekul tersebut apabila ditinjau dari fungsinya
2. Kotoran yang terbentuk dalam lapisan minyak pada pakaian dan kulit perlu proses
pembersihan.
a. Jelaskan mekanisme sabun sebagai agen pembersih apabila ditinjau dari interaksi
yang terjadi !
b. Gambarkan mekanisme agen pembersih pada larutan yang mengandung sabun dan
air berinteraksi dengan noda (minyak)
3. Seiring perkembangan zaman, teknik pembuatan sabun dapat dilakukan dengan
beberapa metode.
a. Sebutkan 3 metode pembuatan sabun dan jelaskan !
b. Jelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing metode dalam pembuatan sabun

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 24


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

4. Reaksi kimia antara trigliserida (minyak) dan larutan alkali akan menghasilkan produk
utama berupa sabun padat.
a. Reaksi apa yang terjadi pada produk yang dihasilkan tersebut ? Jelaskan
b. Gambarkan reaksi kimia yang terjadi
5. Dalam produksi pembuatan sabun padat, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sebutkan
dan jelaskan faktor yang mempengaruhi pembuatan sabun !

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 25


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 5
PEMBUATAN HANDSANITIZER

1.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan handsanitizer serta
analisisnya dengan benar.
2. Mahasiswa mampu membuat handsanitizer dengan benar.
3. Mahasiswa mampu menganalisis kualitas/kuantitas handsanitizer yang dihasilkan
dengan benar.

1.2 TINJAUAN PUSTAKA


Hand sanitizer merupakan suatu bahan antiseptik yang sering digunakan masyarakat
untuk membersihkan tangan dari kuman, dengan cara yang praktis. Penggunaan hand sanitizer
dirasa lebih praktis dan efisien dibandingkan menggunakan sabun dan air sehingga
masyarakat lebih menyukainya. Hand sanittizer memiliki kandungan alkohol dengan
konsentrasi yang cukup tinggi (60 - 80%) yang dapat membunuh kuman dalam waktu yang
relative cepat. Senyawa yang terdapat dalam hand sanitizer mampu mendenaturasi dan
mengkoagulasi protein sel kuman. Alkohol dapat membunuh virus dengan menghancurkan
lapisan terluar, sehingga virus tidak dapat mengambil alih sel inangnya. Namun ini kurang
efektif untuk virus yang memiliki lapisan terluar yang keras. Menurut hasil penelitian Rini
(2018) antiseptic pada beberapa merk hand sanitizer yang memiliki kandungan alcohol 60 –
70% dan tidak memiliki zat antibakteri lainnya memiliki sifat yang lebih polar sehingga
diameter daya hambat yang dihasilkan lebih besar pada bakteri staphyloccocus aureus.
Gliserin atau Gliserol adalah senyawa gliserida yang paling sederhana. Gliserin dalam
pembuatan hand sanitizer berguna untuk membuat alkohol lebih mudah diaplikasikan pada
kulit. Gliserin juga berguna melembabkan kulit dan mencegah iritasi kulit akibat alkohol.
Gliserin berfungsi sebagai penahan lembab yang dapat meningkatkan daya sebar cairan dan
melindungi cairan dari kemungkinan menjadi kering (Wijaya, 2013)
Hidrogen peroksida (H2O2) adalah cairan bening, agak lebih kental daripada air,
yang merupakan oksidator kuat. Hidrogen peroksida berperan sebagai zat antiseptik seperti
alcohol dalam hand sanitizer. Zat ini digunakan untuk mengentikan pertumbuhan mikroba
yang dapat berkembang di cairan hand sanitizer (WHO, 2020).
Produk handsanitizer ada yang berbentuk cair dan ada yang berbentuk gel.
Masyarakat pada umumnya menyukai penggunaan handsanitizer dalam bentuk gel karena
menimbulkan rasa dingin dikulit dan mudah mengering. Bahan sediaan gel tersebut yang biasa
digunakan adalah carbopol 94, sebab mempunyai stabilitas tinggi dan toksisitasnya rendah,
sehingga dapat meningkatkan efektivitas penggunaan gel sebagai antibakteri.
pH antiseptik handsanitizer perlu diperhatikan karena bila tidak optimal dapat
menimbulkan iritasi pada kulit. pH optimal untuk pembuatan handsanitizer harus sesuai
dengan pH kulit yang berkisar diantara 4,5-6,5 (Ismail, 2013). Untuk menyelaraskan supaya
pH antiseptic handsanitizer optimal maka perlu adanya penambahan bahan lain yaitu
Triethanolamine (TEA) dan Gliserin. TEA bersifat sebagai stabilitas gel yang dapat
menyeimbangkan pH sediaan. TEA memiliki pH 10,5 dan larut dalam air, metanol, karbon

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 26


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

tetraklorida, dan aseton.

1.3 METODOLOGI
1.3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa membuat handsanitizer menggunakan alcohol berdasarkan acuan WHO
2. Mahasiswa melakukan analisa kandungan alkohol produk handsanitizer yang dihasilkan
1.3.2 PERALATAN
1. Beaker glass 500 mL (2 buah)
2. Gelas ukur 10 mL
3. Gelas ukur 50 mL
4. Pipet tetes
5. Batang pengaduk
6. Timbangan
1.3.3 BAHAN
1. Karbomer
2. Triethanolamine (TEA)
3. Etanol 96%
4. Gliserin
5. Hidrogen peroksida (H2O2)
6. Gliserol
7. Pewangi
8. Aquades
1.3.4 LANGKAH KERJA
Membuat biang gel
1. Campurkan ½ sendok the karbomer dengan 250 mL aquades, aduk-aduk hingga homogen,
2. Setelah terlihat homogen tambahkan 5-10 tetes Triethanolamine (TEA)
3. Aduk-aduk hingga terbentuk Gel
Membuat hand sanitizer gel
1. Masukkan biang gel sebanyak 56 mL ke dalam beaker glass 500 mL atau lebih besar
2. Tambahkan 20,8 mL Hidrogen peroksida (H2O2) 3% dan 416 mL alkohol 96%
3. Masukkan 7,2 mL gliserol 98%
4. Aduk-aduk hingga homogen
5. Hand sanitizer sudah siap digunakan,
1.3.5 ANALISA HANDSANITIZER
1. Gunakan indikator pH untuk menegetahui pH akhir dari handsanitizer
2. Hitung berapa % kandungan alkohol, H2O2, dan gliserin dalam campuran.

SOAL LATIHAN
1. Alkohol yang disarankan untuk pembuatan hand sanitizer gel adalah isopropil alkohol. Jika
suatu ketika isopropil alkohol mengalami out of stock, bisakah kita ganti bahan tersebut
dengan propanol ? mengingat rumus molekul kedua senyawa tersebut adalah sama
2. Tanaman lidah buaya juga disarankan untuk ditambahkan dalam proses pembuatan
hand sanitizer gel, jelaskan fungsi dari lidah buaya tersebut ? bagaimana jika

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 27


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

mengganti bahan lidah buaya dengan bahan lain, apakah tetap akan bisa terbentuk
hand sanitizer gel ?
3. Perbandingan komposisi lidah buaya : alkohol adalah 1:2, jika perbandingan tersebut
dibalik menjadi 2:1, apa yang akan terjadi ? Jelaskan
4. Penambahan essential oil pada proses pembuatan hand sanitizer gel merupakan
aspek yang penting, apa fungsi dari penambahan essential oil tersebut ? apakah kitab
isa mengganti essential oil dengan hidrogen peroksida ? Jelaskan
5. Pembuatan hand sanitizer gel sebaiknya dilakukan pada suhu kamar, apa yang akan
terjadi jika kita membuat hand sanitizer gel pada suhu 40oC ?

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 28


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

KESIMPULAN

Melalui buku modul praktikum ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami konsep dan prinsip dasar dalam pembuatan suatu produk serta analisisnya. Buku
ini dapat digunakan pada proses pembelajaran baik secara mandiri maupun pada kegiatan
perkuliahan, baik teori maupun praktik, dan juga sebagai referensi oleh mahasiswa D-3 dan D-
4 Jurusan Teknik Kimia tingkat 2 (dua). Mahasiswa dapat memperkaya materi yang ada di
buku ini melalui berbagai sumber, misalnya jurnal, maupun internet.
Semoga buku pedoman ini memberikan kemanfaatan tidak hanya bagi mahasiswa
Jurusan Teknik Kimia namun bagi semua pembaca budiman lainnya baik yang berkecimpung
dalam bidang dasar rekayasa proses maupun tidak. Tak lupa dalam kesempatan ini, penulis
mohon saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya penyusunan buku ini di masa-
masa yang akan datang.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 29


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ilmi, Mahyunis, Syukarni Ali, Sabam, (2016), Desain Dan Pembuatan Alat
Penghasil Bioetanol Skala Prototype, Jurnal Mekanova Vol 2. No. 2
Alexander J, Shirrton, Swern D, Norris FA, dan Maihl KF, (1964), Bailey’s Industrial Oil
rd
and Fat Product, 3 Ed. John Wiley & Sons, New York, London, Sydney.
Anggraeni, Yuni, Supriadi, dan Kasmudin Mustapa, (2017), Pembuatan Bioetanol Dari Biji
Salak (Salacca Edulis) Melalui Fermentasi, J. Akademika Kim. 6 (3): 191-195
Asngad, A., Bagas R., A., Nopitasari (2018), Kualitas Gel Pembersih Tangan (Handsanitizer)
dari Ekstrak Batang Pisang dengan Penambahan Alkohol, Triklosan dan Gliserin
yang Berbeda Dosisnya. Jurnal Bioeksperimen. Vol. 4 (2) Pp. 61-70. Doi:
10.23917/bioeksperimen.v4i1.2795
Daniar, Rima (2018), Pemanfaatan Bagas Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol dengan
Metode Pretreatment Alkali, ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan Vol.2
No.1
Dyah, (2011), Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang, Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia Kejuangan, Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN”Veteran”, Yogyakarta.
Fitri, Elpida, Noviar Harun dan Vonny Setiaries Johan, (2017), Konsentrasi Gula Dan Sari
Buah Terhadap Kualitas Sirup Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.), JOM Faperta
UR Vol. 4 No. 1
Hilma, Rahmiwati, Unggul Akbar dan Prasetya, (2017), Optimum Condition Of Bioetanol
Production Via Acidic Hydrolysis From Pineaple (Ananas Comosus Merr.) Peel Waste
In Kualu Village-Kampar, Jurnal Photon, Vol.7 No. 2
Ibrahim, Sanusi, dkk, (2013), Teknik Laboratorium Kimia Organik, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Ismail, I., (2013), Formulasi Kosmetik (Produk Perawatan Kulit dan Rambut), Makassar
: Universitas Alauddin Press.
Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), (2008), Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,
Vol XVI
nd
Levenspiel, O., (1972), Chemical Reaction Engineering, 2 Ed. John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
Margono, T., D.Suryati. dan S.Hartinah, (1993), Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat
Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss
Development Cooperation: Jakarta.
Pertiwi, Mentari Febrianti D., Wahono Hadi Susanto, (2014), Pengaruh Proporsi
(Buah:Sukrosa) dan Lama Osmosis Terhadap Kualitas Sari Buah Stroberi (Fragaria
Vesca L) , Jurnal Pangan Dan Agroindustri, Vol.2 No.2 P.82-90
Pratama, Satria Bagus, Susinggih Wijana, Arie Febriyanto, (2012), Studi Pembuatan Sirup
Tamarillo (Kajian Perbandingan Buah Dan Konsentrasi Gula), Jurnal Industria Vol.
1 No. 3 Hal 181 – 194
Prescott, S.C., Dunn, (1959), Industrial Microbiology, New York: MC Grow Hill Book
Company.
Rini, E. P., & Nugraheni E. R, (2018), Uji Daya Hambat Berbagai Merek Handsanitizer Gel

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 30


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.


Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 1(10), 18-26.
Saputra, D., (2006). Osmosis-Puffing Sebagai Suatu Alternatif Proses Pengeringan Buah dan
Sayur, Keteknikan Pertanian. Vol. 20 No. 1
Sari, Tuti Indah, Julianti Perdana Kasih dan Tri Jayanti Nanda Sari, (2010), Pembuatan Sabun
Padat Dan Sabun Cair Dari Minyak Jarak , Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17
Sudarmadji, S., Haryoo, B., dan Suhardi, (1989), Prosedur analisa untuk bahan makanan
dan pertanian. Edisi ketiga, Yogyakarta: Liberty.
Sukeksi, Lilis, Meirany Sianturi dan Lionardo Setiawan, (2018), Pembuatan Sabun Transparan
Berbasis Minyak Kelapa Dengan Penambahan Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda
Citrifolia) Sebagai Bahan Antioksidan, Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 7, No. 2
WHO, (2020), Guide to Local Production: WHO-recommended Handrub Formulations
(Issue April).
Widyanti, Emmanuela M. dan Bintang Iwhan Moehadi, (2016), Proses Pembuatan Etanol dari
Gula Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Amobil, METANA Vol.12(2):31-38
Wijaya, J. I. (2013). Formulation of Hand Sanitizer Gel Formulation with Triclosan 1.5%
and 2%. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(1), 1–14.
Yuniarti, Dewi Putri, Surya Hatina dan Winta Efrinalia, (2018), Pengaruh Jumlah Ragi Dan
Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol Dengan Bahan Baku Ampas Tebu,
Volume 3, Nomor 2, Juli

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 31


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

LAMPIRAN I

FORMAT LAPORAN SEMENTARA

LAPORAN SEMENTARA

Kelompok : ……………………………
Nama Anggota : …………………………….
………………………….....
…………………………….
Judul Praktikum : ……………………………………………………………………………

a. Pembuatan
No Nama Bahan Jumlah Keterangan
1.
2.
Dst

b. Tabel Analisa
No. Uji Nilai Keterangan
1.
2.
Dst
Cantumkan perhitungan jika ada

c. Foto Dokumentasi
No Foto Dokumentasi Keterangan

d. Jawaban Pertanyaan Tugas Praktikum

Catatan :
Laporan sementara ditulis di

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 32


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

LAMPIRAN II

FORMAT LAPORAN AKHIR

LAPORAN AKHIR
(JUDUL PERCOBAN)

I. TUJUAN
II. LATAR BELAKANG
Berisi hal-hal yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan
III. DASAR TEORI
Berisi hal-hal yang mendasari pembuatan produk, misal : prinsip pembuatan produk,
prinsip kerja, reaksi yang terjadi
IV. METODOLOGI
Berisi rincian alat, bahan, skema kerja
V. DATA PENGAMATAN
Berisi data hasil percobaan dan perhitungan
VI. PEMBAHASAN
menjelaskan fungsi alat, fungsi bahan, fungsi perlakuan, hasil percobaan yang dikaitkan
dengan teori yang ada/dibandingkan dengan referensi, reaksi yang terjadi pada proses
pembuatan
VII. KESIMPULAN
Menjawab tujuan
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Berasal dari buku minimal 10 tahun dan jurnal/artikel minimal 5 tahun terakhir

Catatan:
Laporan akhir ditulis tangan di logbook folio bergaris

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 33


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

LAMPIRAN III

FORMAT POSTER
297 mm

420 mm

Size :297mm X 420mm (A3)

Isi Poster :
1. Judul, nama anggota, kelas, dosen pengampu mata kuliah DRP
2. Abstrak (berisi ringkasan : tujuan, sedikit penjelasan dan hasil percobaan)
3. Latar Belakang
4. Metode Penelitian
5. Hasil Penelitian (Foto produk, foto hasil uji, grafik hasil data, pembahasan singkat)
6. Kesimpulan
7. Daftar Pustaka

Tambahan :
1.Penataan poster bebas
2.Buat semenarik mungkin
3. Cantumkan logo Polinema dan logo Teknik Kimia

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 34


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 35


Politeknik Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai