Anda di halaman 1dari 49

Penyusun :

Rosita Dwi Chrisnandari, S.Si, M.Si


Noor Isnaini Azkiya, S.Si, M.Si
Shabrina Adani Putri, S.Si, M.Si
Mutia Devi Hidayati, S.Si, M.Si
Dr. Dyah Ratna Wulan, S.Si, M.Si
May Kurnia Pratiwi, S.Tp., M.Eng

Jurusan Teknik Kimia


Politeknik Negeri Malang
2023
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PRAKTIKUM

DASAR REKAYASA PROSES

Penyusun :

Rosita Dwi Chrisnandari, S.Si, M.Si


Noor Isnaini Azkiya, S.Si, M.Si
Shabrina Adani Putri, S.Si, M.Si
Mutia Devi Hidayati, S.Si, M.Si
Dr. Dyah Ratna Wulan, S.Si, M.Si
May Kurnia Pratiwi, S.Tp., M.Eng

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2023

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia ii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PRAKATA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Modul Praktikum Dasar
Rekayasa Proses Edisi Revisi. Segala Puji bagi Allah, Zat yang mengajari (manusia) segala ilmu
yang tidak mereka ketahui.
Modul Praktikum Dasar Rekayasa Proses ini merupakan buku pegangan bagi
mahasiswa Program Studi D-3 maupun Program Studi D-4 yang akan melaksanakan praktikum
Dasar Rekayasa Proses di Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia, dimana
melalui modul ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan diri sebelum
pelaksanaan praktikum sehingga pelaksanaan praktikum dapat berjalan dengan lancar serta
tercapainya tujuan pembelajaran mata kuliah Praktikum Dasar Rekayasa Proses.
Buku ini berisikan 6 judul praktikum yaitu : Pembuatan Biodiesel, Pembuatan Virgin
Coconut Oil (VCO), Pembuatan Bioetanol, Pembuatan Minyak Atsiri Sereh, Pembuatan Sabun
Padat, dan Pembuatan Sabun Cair. Pada setiap topik buku terdiri dari tujuan pembelajaran, teori
percobaan, peralatan percobaan, gambar, bahan yang digunakan, prosedur percobaan serta soal
latihan.
Buku ini tentunya tak luput dari kekurangan, sehingga kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan dan kami sangat terbuka untuk itu agar buku pedoman ini semakin baik
dan lengkap.
Dengan tersusunnya Buku Pedoman Praktikum ini maka penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Supriatna Adhisuwignjo, S.T., M.T. selaku Direktur Politeknik Negeri Malang.
2. Bapak Dr. Windi Zamrudy, B.Tech. M.Pd. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Malang
3. Bapak & Ibu Dosen pengampu mata kuliah Praktikum Dasar Rekayasa Proses lainnya atas
partisipasinya dalam penyusunan modul ini
Demikian, semoga Modul Praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa
dan bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Malang, September 2023

Penyusun

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia iii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

DAFTAR ISI

COVER DALAM ...................................................................................................................... ii


PRAKATA ................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... vi
1. BIODIESEL ......................................................................................................................... 1
PERCOBAAN 1 PEMBUATAN BIODIESEL ............................................................... 4
2. VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ......................................................................................... 8
PERCOBAAN 2 VCO ................................................................................................... 12
3. BIOETANOL ..................................................................................................................... 14
PERCOBAAN 3 PEMBUATAN BIOETANOL ........................................................... 18
4. MINYAK ATSIRI ............................................................................................................ 21
PERCOBAAN 4 PEMBUATAN MINYAK ATSIRI SEREH ...................................... 25
5. SABUN .............................................................................................................................. 28
PERCOBAAN 5 PEMBUATAN SABUN PADAT ...................................................... 32
PERCOBAAN 6 PEMBUATAN SABUN CAIR ......................................................... 36
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 39
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 40
FORMAT LAPORAN SEMENTARA .......................................................................... 40
FORMAT LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ............................................................. 41

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia iv


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

1. BIODIESEL

Bioenergi adalah energi alternatif dimana bahan baku yang digunakan bersifat
renewable atau dapat terbarukan. Salah satu jenis bioenergi adalah biodiesel. Biodiesel
merupakan bahan bakar alternatif yang diproduksi dari senyawa kimia bernama alkil ester yang
bisa diperoleh dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit. Biodiesel (methyl ester)
terbentuk melalui reaksi antara senyawa ester dengan senyawa alkohol sehingga terbentuk
senyawa ester baru (methyl ester). Bahan ester ini memiliki komposisi yang sama dengan bahan
bakar solar, sehingga biodiesel dapat dimanfaatkan untuk menggantikan solar (Yuli dkk, 2015).
Pada umumnya biodiesel dibuat dengan menggunakan 2 jenis reaksi yaitu reaksi esterifikasi
dan reaksi transesterifikasi. Kedua reaksi tersebut memiliki karakteristik tersendiri.
Penggabungan reaksi esterifikasi-transesterifikasi bertujuan untuk meningkatkan rendemen
biodiesel yang di hasilkan.

ESTERIFIKASI
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi
mereaksikan asam lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter
asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation
asam kuat. Asam-asam tersebut biasa dipilih dalam praktek industrial. Esterifikasi umumnya
dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar FFA tinggi (berangka asam >5 mg-
KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap
esterifikasi biasanya diikuti dengan tahap transesterifikasi, tetapi sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya
harus disingkirkan terlebih dahulu. Proses esterifikasi adalah reaksi reversibel dimana asam
lemak bebas (free fatty acid/FFA) dikonversi menjadi alkil ester melalui katalis asam (HCl atau
umumnya H2SO4). Ketika konsentrasi asam lemak bebas dalam minyak tinggi, esterifikasi dan
reaksi transesterifikasi melalui katalis asam dapat berpotensi untuk mendapatkan konversi
biodiesel yang hampir sempurna. Proses esterifikasi mengikuti mekanisme reaksi yang sama
seperti transesterifikasi katalis asam (Effendi dkk., 2018)

TRANSESTERIFIKASI
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Alkohol akan memecah rantai trigliserida yang
terdapat dalam minyak nabati. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat
sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya
murah dan reaktifitasnya tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Metanol adalah senyawa
polar berantai karbon terpendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan trigliserida, dan
melarutkan semua jenis katalis baik basa maupun asam. Biodiesel praktis identik dengan ester
metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME) (Hikmah dkk,. 2010). Sedangkan jika
etanol yang digunakan sebagai reaktan, maka akan diperoleh campuran etil ester asam lemak
(fatty acid ethyl ester/FAEE). Reaksi transesterifikasi adalah reaksi reversibel sehingga
diperlukan penggunaan alkohol berlebih untuk menggeser kesetimbangan kearah produk.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia v


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Dengan minyak berbasis bio (minyak nabati) maka hubungan stoikiometrinya memerlukan 3
mol alkohol per mol TAG (3:1) (Effendi dkk., 2018).
Proses transesterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung
FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung ditransesterifikasi dengan
katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun
dalam jumlah yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan
berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai
proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi
kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester (Hikmah dkk,. 2010). Proses transesterifikasi
dikatalisis oleh asam atau basa, sedangkan esterifikasi, bagaimanapun hanya dikatalisis oleh
asam
Mekanisme proses transesterifikasi dimulai dengan terjadinya kontak antara alkohol
dan katalis. Selanjutnya alkohol masuk ke dalam sel dan menghancurkan bagian-bagian sel
kemudian melarutkan minyak yang terkandung dalam bahan baku. Minyak yang telah
terekstrak bereaksi dengan alkohol menghasilkan alkil ester dengan bantuan katalis.

Gambar 1.1 Transesterifikasi Trigliserida dengan Alkohol


Katalis basa akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam.
Katalis basa yang paling umum adalah NaOH, KOH, NaOCH3, dan KOCH3. Katalis NaOH
lebih reaktif dibandingkan KOH.

Tabel 1. Syarat Mutu Biodiesel

No Parameter Uji Satuan Min/Max Persyaratan


1 Massa Jenis kg/m3 850-890
2 Viskositas Kinematik pada 40 C mm2/s (Cst)
o
2,3-6,0
3 Angka Setana min 51
4 Titik Nyala (Mangkok Tertutup) oC, min 100
o
5 Titik Kabut C, maks 18
6 Korosi Lempeng Tembaga (3 jam pada 50oC) No 1
7 Residu karbon %-massa, maks
- dalam percontoh asli; atau 0,5

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia vi


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

-dalam 10% ampas destilasi 0,3


8 Air dalam Sedimen %-vol, maks 0,05
o
9 Temperatur Distilasi 90% C, maks 360
10 Abu tersulfatkan %-massa, maks 0,02
11 Belerang mg/kg, maks 50
12 Fosfor mg/kg, maks 4
13 Angka asam mg-KOH/g, maks 0,5
14 Gliserol bebas %-massa, maks 0,02
15 Gliserol total %-massa, maks 0,24
16 Kadar ester metil %-massa, min 96,5
%-massa
17 Angka iodium 115
(g-l2/100 g), maks
18 Kestabilan oksidasi
Periode induksi metode rancimat 480
menit
atau periode induksi metode 36
petro oksi
19 Monogliserida %-massa, maks 0,8
(Sumber : SNI 7182:2015)

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia vii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 1
PEMBUATAN BIODIESEL

1.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu membuat biodiesel dengan benar
2. Mahasiswa mampu menganalisis kualitas biodiesel yang dihasilkan dengan benar

1.2 TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memproduksi biodiesel
2. Mengaplikasikan reaksi esterifikasi dan trans-esterifikasi
3. Menganalisis kualitas biodiesel yang dihasilkan.

1.3 METODOLOGI
1.3.1 ALAT
1. Oil bath / water bath 5. Gelas beaker
2. Overhead stirrer 6. Buret beserta statif
3. Termometer 7. Erlenmeyer
4. Gelas ukur 8. LAB leher 3

1.3.2 BAHAN
1. Metanol, etanol, aquades
2. NaOH
3. Minyak
4. Indikator PP

1.3.3 LANGKAH KERJA


A. Persiapan Bahan Baku
Uji kadar FFA (Free Fatty Acid)
1. Timbang 20 g sampel (minyak) dalam erlenmeyer
2. Tambahkan 50 ml etanol panas dan 3 tetes indikator phenolphtalein (PP) ke dalam minyak
3. Dinginkan pada suhu ruang
4. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah jambu
dan tidak hilang selama 30 detik
5. Catat volume titran (ml) dan hitung kadar FFA. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai %
FFA.
6. Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan lemak.
Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai laurat, sedang
pada minyak sawit dinyatakan sebagai palmitat.

𝑉 (𝑚𝑙 𝐾𝑂𝐻) 𝑥 𝑁 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘


% FFA = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 1000

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia viii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

7. Jika hasil uji kadar FFA dalam sampel > 2 % maka lakukan proses esterifikasi
hingga FFA mencapai < 2 %.

Proses Esterifikasi
1. Timbang sampel (minyak) sebanyak 300 g
2. Tambahkan metanol dengan rasio mol 3 : 1 dengan minyak. Tambahkan pula asam
sulfat pekat sebanyak 0,05 % dari FFA nya. Campur terlebih dahulu asam sulfat
dan metanol baru kemudian tambahkan perlahan ke dalam sampel minyak
3. Lakukan pengadukan dengan pemanasan dengan suhu 60oC selama 2 jam
4. Setelah didinginkan, pisahkan dengan menggunakan corong pisah.
5. Uji kadar FFA nya. Jika kadar FFA > 2% ulangi prosedur esterifikasi

B. Pembuatan Biodiesel

Proses Trans-esterifikasi
1. Sampel minyak yang digunakan yang memiliki kadar FFA < 2%, jika melebihi
maka perlu dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu
2. Timbang sampel sebanyak 250 g
3. Timbang katalis (NaOH) sebanyak 0,5 – 2 % dari berat sampel minyak (variabel)
4. Timbang metanol dengan perbandingan mol 3:1 dari berat minyak (variabel)
5. Masukkan sampel ke dalam labu bundar leher 4 yang telah dirangkai bersama
dengan motor pengaduk di dalam pemanas air atau waterbath
6. Campurkan terlebih dahulu katalis dan metanol, panaskan pada suhu ± 40 oC
hingga katalis larut dalam metanol
7. Set suhu waterbath pada suhu 60oC
8. Panaskan sampel pada suhu 60oC, kemudian masukkan perlahan campuran
katalis (pada langkah 7)
9. Lakukan pengadukan selama 60 – 90 menit
10. Setelah dingin, lakukan pemisahan lapisan biodiesel dan campuran katalis
menggunakan corong pisah
11. Diamkan biodiesel di dalam corong pisah untuk memisahkan lapisan biodiesel
dari gliserol selama 24 – 48 jam,
12. Cuci biodiesel dengan air panas (suhu 80 – 90 oC)
13. Pencucian menggunakan air panas dilakukan beberapa kali hingga air pencuci
berwarna jernih dan didapatkan metil ester yang bebas pengotor
14. Penguapan sisa air pencuci yang ada di metil ester dengan memanaskan metil ester
yang diperoleh pada temperatur 105 °C
15. Lakukan analisa biodiesel → FFA, viskositas, densitas

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia ix


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Gambar 1.2 Rangkaian Alat Pembuatan Biodiesel

1.4 ANALISIS KARAKTERISTIK BIODIESEL (SNI 7182:2015)


1.4.1 ALAT
1. Viscometer Ostwald dan viscosity bath
2. Density / Spesific Gravity Meter
3. Erlenmeyer
4. Buret dan statif

1.4.2 BAHAN
1. KOH 0,1N
2. Indikator PP

1.4.3 LANGKAH KERJA


A. Viskositas Kinematik
Viskositas merupakan salah satu dari karakteristik biodiesel yang diujikan.
Semakin tinggi viskositas biodiesel, maka kecepatan aliran akan lebih lambat, sehingga
mempengaruhi proses derajat atomisasi bahan bakar pada ruang bakar menjadi
terlambat. Viskositas kinematik dapat diukur dengan alat viscometer ostwald.
Persamaan untuk menentukan viskositas kinematik dimana:
μ=Kxt

μ = Viskositas kinematik (cSt)


K = konstanta Viskositas Ostwald
t = waktu alir fluida didalam pipa viscometer (detik)

B. Densitas
Densitas atau massa jenis menunjukkan perbandingan massa persatuan volume.
Karakteristik ini berkaitan dengan daya yang dihasilkan melalui proses pembakaran
biodiesel pada mesin diesel. Densitas biodiesel dapat diukur dengan alat density meter.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia x


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Massa jenis fluida didefinisikan melalui persamaan


𝑚
ρ=
𝑣
ρ = massa jenis (kg/m )
3

m = massa (kg)
v = volume (m3)

C. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah derajat penetralan berat KOH yang dipakai untuk menetralkan
satu gram berat sampel.
Sebanyak 2 mL biodiesel yang telah ditentukan massa jenisnya pada suhu ruang
dipipet menggunakan pipet volume, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan etanol 95% sebanyak 20 mL. Larutan ditambahkan 2-3 tetes
indikator
fenolftalein, kemudian dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N hingga berwarna
merah muda konstan (tidak berubah selama 15 detik). Jumlah KOH yang digunakan
untuk titrasi dicatat untuk menghitung bilangan asam. Pengerjaan ini dilakukan
sebanyak tiga kali.
Adapun persamaan untuk menentukan bilangan asam, yaitu:

𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 56.1
Bilangan Asam =
𝐺

A = volume larutan KOH yang dibutuhkan untuk titrasi (ml)


N = normalitas larutan KOH
G = berat sampel (gram)
56,1 = bobot molekul KOH (g/mol)

REFERENSI
Effendi, Rian, Husna Aulia Nur Faiz dan Eurie Risky Firdaus, (2018), Pembuatan Biodiesel
Minyak Jelantah Menggunakan Metode Esterifikasi-Transesterifikasi
Berdasarkan Jumlah Pemakaian Minyak Jelantah, Prosiding 9th Industrial
research workshop and national seminar, Politeknik Negeri Bandung
Hikmah, Maharani N & Zuliyana, (2010), Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak
Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi, Skripsi,
Semarang: Universitas Diponegoro.
Yuli Ristianingsih, Nurul Hidayah dan Fradita Wanda Sari, (2015), Pembuatan Biodiesel
Dari Crude Palm Oil (CPO) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Melalui Proses
Transesterifikasi Langsung, Jurnal Teknologi Agro-Industri, Vol. 2 No.1

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xi


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

2. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil atau VCO) merupakan produk olahan asli
Indonesia yang terbuat dari daging kelapa segar yang diolah pada suhu rendah atau tanpa
melalui pemanasan, sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat
dipertahankan (Tanasale, 2013). Minyak kelapa murni merupakan hasil olahan kelapa yang
bebas dari transfatty acid (TFA) atau asam lemak-trans. Asam lemak trans ini dapat terjadi
akibat proses hidrogenasi. Agar tidak mengalami proses hidrogenasi, maka ekstraksi minyak
kelapa ini dilakukan dengan proses dingin. Misalnya, secara fermentasi, pancingan, pemanasan
terkendali, pengeringan parutan kelapa secara cepat dan lain-lain (Darmoyuwono, 2006)
Kandungan utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam lemak tak
jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam laurat. VCO mengandung ±
53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat. Keduanya merupakan asam lemak rantai sedang
yang biasa disebut Medium Chain Fatty Acid (MCFA). VCO mengandung 92% lemak jenuh,
6% lemak mono tidak jenuh dan 2% lemak poli tidak jenuh (Wardani, 2007).
Kandungan antioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi seperti α- tokoferol dan
polifenol. Kandungan tokoferol (0,5 mg/100 g minyak kelapa murni) dapat bersifat sebagai
antioksidan dan dapat mengurangi tekanan oksidatif (suatu keadaan dimana tingkat oksigen
reaktif intermediat (reactive oxygen intermediate/ROI) yang toksik melebihi pertahanan
antioksidan endogen) yang diakibatkan oleh paparan sinar UV (Hernanto dkk., 2008).
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji
dan Surip, 2006). Tinggi rendahnya kandungan α-tokoferol dan polifenol dalam VCO sangat
ditentukan oleh kualitas bahan bakunya (kelapa) dan proses produksi yang digunakan. Secara
umum, proses produksi yang menerapkan penggunaan panas dapat menurunkan kadar α-
tokoferol dan polifenol sekitar 25%. Bahkan dapat hilang sama sekali dengan pemanasan yang
berlebihan (Dayrit, 2003).
Minyak kelapa murni memiliki sifat kimia-fisika antara lain organoleptis (tidak
berwarna dan berbentuk kristal seperti jarum) dan bau (ada sedikit berbau asam ditambah bau
caramel). Kelarutan dari VCO yaitu tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol (1:1). pH
VCO tidak terukur, karena tidak larut dalam air. Namun karena termasuk dalam senyawa asam
maka dipastikan memiliki pH di bawah 7. Berat jenis 0,883 pada suhu 20⁰C. Persentase
penguapan yaitu VCO tidak menguap pada suhu 21⁰C (0%). Titik cair 20-25⁰C, titik didih :
225⁰C, dan kerapatan udara (Udara = 1): 6,91. Tekanan uap (mmHg) yaitu 1 pada suhu 121⁰C
(Darmoyuwono, 2006).
Kandungan antioksidan di dalam VCO sangat tinggi seperti tokoferol yang berfungsi
untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan Surip, 2006). Di samping
itu VCO pun efektif dan aman digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat
meningkatkan hidratasi kulit (Lucida dkk., 2008) dan ketersediaan VCO yang melimpah di
Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa sediaan obat,
diantaranya sebagai peningkat penetrasi dan emollient
Cara pembuatan VCO secara umum adalah buah kelapa tua varietas dalam (berumur
11-12 bulan) dikeluarkan sabut dan tempurungnya. Kemudian testanya (bagian yang berwarna
coklat) dikeluarkan dengan sikat agar tidak mempengaruhi warna santan. Daging kelapa bersih

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

diparut dengan mesin pemarut kelapa. Untuk mendapatkan santan kental, hasil parutan
dilakukan dengan pemerasan langsung menggunakan kain saring tanpa penambahan air
(Ahmad dkk., 2013). Krim yang diperoleh dipisahkan dari air, kemudian dipanaskan sampai
terbentuk minyak dan blondo. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan beberapa metode
pengolahan VCO. Metode tersebut adalah metode fermentasi, pemanasan bertahap,sentrifugasi,
pengasaman dan pancingan.

1. Metode Fermentasi
Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan
produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri,
khamir dan kapang. Santan yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah dan didiamkan selama
1 jam sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu krim santan pada bagian atas dan air pada bagian
bawah. Kemudian krim santan difermentasi 9 dengan menambah ragi tempe dengan
perbandingan 5:1 (5 bagian krim santan dan 1 bagian ragi tempe). Fermentasi selesai ditandai
dengan terbentuknya 3 lapisan yaitu lapisan minyak paling atas, lapisan tengah berupa protein
dan lapisan paling bawah berupa air. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan kertas saring
(Cahyono dan Untari, 2009; Setiaji dan Surip, 2006). Proses fermentasi dalam pembuatan
minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO) yaitu mikroba dari ragi tempe dalam
emulsi menghasilkan enzim, antara lain enzim protease. Enzim protease ini memutus rantai-
rantai peptida dari protein berat molekul tinggi menjadi molekul-molekul sederhana dan
akhirnya menjadi peptida-peptida dan asam amino yang tidak berperan lagi sebagai emulgator
dalam santan kelapa sehingga antara minyak dan air memisah. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa dengan adanya aktivitas mikroba tersebut dihasilkan asam sehingga akan
menurunkan pH. Pada pH tertentu akan dicapai titik isoeletrik dari protein. Protein akan
menggumpal sehingga mudah dipisahkan dari minyak (Cahyono dan Untari, 2009).
VCO memiliki nilai pH dibawah 7, sebab komponen penyusunnya adalah asam
lemak, komponen lemak ini dihasilkan dari reaksi hidrolisis lemak (trigliserida) dengan
mekanisme reaksi sebagai berikut :

Gambar 2.1 Mekanisme reaksi hidrolisis lemak (trigliserida) oleh air dengan katalis ragi

2. Pemanasan Bertahap
Cara pembuatan dengan metode ini sama dengan cara pembuatan dengan cara
tradisional, yang berbeda terletak pada suhu pemanasan. Dimana, pada pemanasan bertahap
suhu yang digunakan sekitar 60⁰C-75⁰C. Bila suhu mendekati angka 75⁰C matikan api dan bila
suhu mendekati angka 60⁰C nyalakan lagi api (Sutarmi dan Rozaline, 2005).

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xiii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

3. Sentrifugasi
Sentrifugasi merupakan cara pembuatan VCO dengan cara mekanik. Masukkan krim
santan ke dalam alat sentrifuse. Kemudian nyalakan alat sentrifuse lalu atur pada kecepatan
putaran 20.000 rpm dan waktu pada angka 15 menit. Ambil tabung dimana di dalam tabung
terbentuk 3 lapisan. Ambil bagian VCO dengan menggunakan pipet tetes (Darmoyuwono,
2006; Setiaji dan Surip, 2006).
4. Cara Pengasaman
Cara ini tidak memerlukan pemanasan sehingga minyak yang dihasilkan bening, tidak
cepat tengik, dan daya simpannya sekitar 10 tahun. Diamkan santan sampai terbentuk krim dan
skim. Buang bagian skim kemudian tambahkan beberapa ml asam cuka ke dalam krim santan.
Ambil kertas lakmus, celupkan kedalam campuran santan-cuka, kemudian di cek pHnya. Jika
kurang dari 4,3 maka, tambahkan lagi asam cuka. Jika lebih dari 4,3 maka, tambahkan lagi air.
Jika pH sudah cocok diamkan campuran tersebut selama 10 jam hingga terbentuk minyak,
blondo, dan air. Buang bagian air dan ambil bagian minyak kemudian lakukan penyaringan.
5. Pancingan
Santan di diamkan sampai terbentuk krim dan air. Krim tersebut dicampur dengan minyak
pancingan dengan perbandingan 1:3 sambil terus diaduk hingga rata, lalu diamkan 7-8 jam
sampai terbentuk minyak, blondo dan ir. Ambil VCO dengan sendok. (Darmoyuwono, 2006)
Keberhasilan pembuatan VCO bisa dilihat dari kadar air yang rendah, derajat asam
lemak bebas yang rendah dan derajat kejernihan yang tinggi. Berikut adalah standar mutu VCO
menurut SNI 7381:2008 :

Tabel 2.1 Standar Mutu VCO (SNI 7381:2008)


No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan :
1.1 Bau Khas kelapa segar, tidak tengik
1.2 Rasa Normal, khas minyak kelapa
1.3 Warna Tidak berwarna hingga kuning pucat
2 Air dan senyawa menguap % Maks 0,2
3 Bilangan iod g iod/100 g 4,1-11,0
4 Asam lemak bebas (dihitung % Maks 0,2
sebagai asam laurat)
5 Bilangan peroksida Mg ek/kg Maks 2,0
6 Asam lemak :
6.1 Asam kaproat (C6:0) % ND-0,7
6.2 Asam kaprilat (C8:0) % 4,6-10,0
6.3 Asam kaprat (C10:0) % 5,0-8,0
6.4 Asam laurat (C12:0) % 45,1-53,2
6.5 Asam miristat (C14:0) % 16,8-21
6.6 Asam palmitat (C16:0) % 7,5-10,2
6.7 Asam stearat (C18) % 2,0-4,0
6.8 Asam oleat (C18:1) % 5,0-10,0

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xiv


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

6.9 Asam linoleat (C18:2) % 1,0-2,5


6.10 Asam linoleat (C18:3) % ND-0,2
7 Cemaran mikroba Koloni/ml Maks 10
8 Cemaran logam
8.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks 0,1
8.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 0,4
8.3 Besi Mg/kg Maks 0,5
8.4 Cadmium Mg/kg Maks 0,1
9 Cemaran arsen Mg/kg Maks 0,1
Catatan ND = No Detection (Tidak terdeteksi)

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xv


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 2
PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

2.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan VCO serta analisanya
dengan benar.
2. Mahasiswa mampu membuat VCO dengan benar.
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas/kuantitas VCO yang dihasilkan dengan
benar.
2.2 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan VCO dari buah kelapa
2. Mahasiswa mengidentifikasi kualitas dan kuantitas VCO yang dihasilkan

2.3 METODOLOGI
2.3.1 ALAT
1. Baskom plastik
2. Gelas ukur 250 ml
3. Sendok
4. Botol plastik 2 buah (fermentor)
5. Klip kertas (buat selang)
6. Saringan santan
7. Corong
8. Tissue
9. botol sampel (produk VCO)
10. Lakban
11. Selang kecil

2.3.2 BAHAN :
1. Kelapa parut (0,5 kg),
2. Ragi tempe (1 gram),
3. Air mineral (500 mL).

2.3.3 LANGKAH KERJA :

1 Mencampur parutan kelapa (0,5 kg) + air hangat


2 Memeras campuran parutan kelapa hingga diperoleh santan 450 mL
3 Membuat larutan ragi 2 % b/v (mencampur 1 gram ragi tempe + 50 mL air hangat)
4 Mencampur dan mengaduk rata santan dengan larutan ragi
5 Memindahkan campuran ke dalam fermentor sederhana
6 Melakukan fermentasi selama minimal 6 jam
7 Memisahkan VCO dari air dan blondo melalui selang pengeluaran
8 Menyaring VCO menggunakan kertas saring (dalam corong) agar didapatkan VCO yang
lebh murni
9 Minyimpan Produk VCO dalam wadah steril

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xvi


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

2.3.4 ANALISIS VCO


2.3.4.1 ALAT
1. Erlenmeyer
2. Buret dan statif
3. Cawan porselin
4. Desikator

2.3.4.2 BAHAN
1. KOH 0,1N
2. Indikator PP
3. Alkohol 95%
4. NaOH 0,1 N

2.3.4.3 LANGKAH KERJA


A. Penentuan Asam Lemak Bebas
1. Timbang sampel sebanyak 10-20 g dalam Erlenmeyer 250 mL.
2. Menyiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol 95% dalam erlenmeyer 250
mL, tambahkan 0,5 ml indikator phenolphthalein (PP) dan didinginkan sampai suhu 70
C kemudian dinetralkan dengan NaOH 0,1 N
3. Tambahkan alkohol netral ke dalam sampel kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk dan ditutup
4. Setelah didinginkan kemudian sampel ditambah indikator pp kemudian menitrasi dengan
KOH 0,1 N sampai tepat berwarna merah jambu.
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 56.1
Bilangan Asam =
𝐺

A = volume larutan KOH yang dibutuhkan untuk titrasi (ml)


N = normalitas larutan KOH
G = berat sampel (gram)
56,1 = bobot molekul KOH (g/mol)

B. Kadar air
1. Menimbang sampel ± 10 g dalam cawan
2. Memanaskan dengan oven pada suhu 105 C selama 1 jam.
3. Mendinginkan dalam desikator selama 30 menit.
4. Menimbang cawan tersebut
5. Mengulangi pemanasan dan penimbangan sampai diperoleh berat konstan

𝑊1− 𝑊2
Kadar air = x 100%
𝑊

Keterangan :
W1 = Berat contoh + Cawan (gram)

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xvii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

W2 = Berat contoh setelah pengeringan (gram)


W = Berat contoh (gram)

Tabel 2.2 Analisa Kualitatif VCO


Hari Organoleptik
No. Sample
ke- Bau Rasa Warna Keterangan
1 A 1
2
3
4
2 B 1
2
3
4

SOAL LATIHAN :
1. Apa pengertian VCO?
2. Apa peran ragi pada proses pembuatan VCO?
3. Apa faktor yang mempengaruhi proses pembuatan VCO?
4. Bagaimana proses pembuatan VCO?
5. Bagaimana parameter VCO yang baik?

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xviii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

3. BIOETANOL

Bioetanol adalah etanol yang berasal dari makhluk hidup, dalam hal ini adalah bahan
nabati. Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang diolah dari sumber biologi yaitu
tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO 2 hingga 19-25%.
Penambahan bioetanol sebesar 3% pada bensin dapat menurunkan emisi CO 2 sebesar 1,3%.
Bioetanol ini dibuat melalui proses hidrolisis dan fermentasi. Bioetanol dapat dihasilkan dari
gula sederhana, pati, dan selulosa (Yuniarti dkk., 2018).
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan
dibanding dengan BBM, yaitu : a) kandungan oksigen yang tinggi (35%) sehingga jika dibakar
sangat bersih , b) ramah lingkungan karena emisi gas karbon monoksida lebih rendah 19-25%
dibanding BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di
atmosfer dan bersifat terbarukan, sedangkan BBM akan habis karena bahan bakunya fosil
(Daniar, 2018).
Etanol merupakan zat cair, berbau khas, tidak berwarna, mudah menguap dan terbakar
serta dapat bercampur dalam air. Ketika bioetanol dihasilkan dari biomassa yang mengandung
pati atau selulosa, maka bioetanol mampu menjadi bioenergi. Salah satu proses pembuatan
bioetanol dalam industri dengan cara fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan memakai
berbagai macam bahan baku. Bahan baku yang umum digunakan antara lain :
1. Sugar
Bahan – bahan ini mengandung gula atau disebut substansi sakarin yang rasanya manis.
Bahan ini berasal dari gula tebu, gula bit, molase (tetes) buah-buahan yang langsung
dapat difermentasikan menjadi alkohol.
2. Starches
Starches adalah bahan yang mengandung pati, gandum, kentang, akar tumbuh-
tumbuhan, jagung, ubi kayu, padi-padian dan lain-lain. Bahan jenis ini terlebih dahulu
harus dihidrolisa dengan bantuan enzim atau katalis asam terlebih dahulu, agar dapat
menjadi gula, lalu difermentasikan menjadi etanol.
3. Cellulose Material
Bahan-bahan ini mengandung sellulosa, misalnya ampas kelapa, kayu, ampas tebu,
kulit kerang, waste sulft liquor yang merupakan residu dari pabrik pulp dan kertas.
Untuk menghasilkan etanol sellulosa harus dihidrolisa dengan mineral atau larutan
asam sebelum difermentasikan (Yuniarti dkk., 2018).

Fermentasi adalah proses pemecahan gula sederhana (glukosa atau fruktosa) menjadi
etanol dan CO2 dengan melibatkan enzim yang dihasilkan oleh ragi. Fermentasi alkohol dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu media, suhu, jenis mikroba, nutrisi dan pH. Salah satu
faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah jenis mikroba atau khamir. Kriteria
pemilihan khamir untuk produksi bioetanol adalah mempunyai laju fermentasi dan laju
pertumbuhan cepat, perolehan bioetanol banyak, tahan terhadap konsentrasi bioetanol dan
glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, serta tahan terhadap pH optimum
fermentasi yang rendah (Anggraeni, 2017).
Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan, sebagai medium

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xix


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu
yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30 °C. Mikroorganisme ini dipilih karena
Saccharomyces cerevicae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai
toleransi pada kadar alkohol yang tinggi (12-18 % abv), tahan terhadap kadar gula yang tinggi
dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32 C. Khamir atau ragi ini bersifat stabil dan
cepat beradaptasi dengan lingkungannya, cepat berkembang biak, tidak berbahaya atau
menimbulkan racun, mudah di dapat dan mudah dalam pemeliharaan (Sudarmadji K., 1989).
Pada kondisi basa mikroba tersebut tidak dapat tumbuh. Pertumbuhan mikroba
Saccharomyces cerevisiae dapat berlangsung dengan baik pada kondisi pH 4-5,5. Beberapa
penelitian yang dilakukan melaporkan bahwa tidak ada produksi etanol dibawah pH 4,0
dikarenakan pada pH ini mikroba tidak dapat tumbuh. Keasaman atau pH medium merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan
produk dalam proses fermentasi karena setiap mikroorganisme mempunyai kisaran pH
optimal. Faktor suhu juga mempengaruhi fermentasi, apabila suhu terlalu rendah, maka proses
fermentasi akan berlangsung secara lambat. Sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan mikroba Saccharomyces cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak
dapat berlangsung.
Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengkonversi baik gula dari
kelompok monosakarida maupun dari kelompok disakarida. Jika gula yang tersedia dalam
substrat merupakan gula disakarida maka enzim invertase akan bekerja menghidrolisis
disakarida menjadi monosakarida. Setelah itu, enzim zymase akan mengubah monosakarida
tersebut menjadi alkohol dan CO2. Fermentasi gula oleh saccharomyces cerevisiae
menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 dapat dituliskan melalui reaksi sebagai berikut
(Anggraeni, 2017) :
S.cerevisiae
(C6H12O6) 2C2H5OH + 2CO2

Pada umumnya proses fermentasi dapat dibedakan atas 2 tingkatan, dapat dijelaskan
seperti berikut :
1. Peragian tingkat pertama, berlangsung dalam keadaan aerob (adanya O2) yang terlarut dan
di permukaan, berfungsi memperbanyak ragi (khamir) yang dapat ditandai timbulnya gas
asam arang, reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O + 36 ATP
Pada proses fermentasi tingkat pertama tidak ada atau sedikit sekali etanol yang dihasilkan

2. Fermentasi berlangsung dalam keadaan anaerob. Pada tahap ini khamir dan enzim yang
dihasilkan sudah cukup banyak, sehingga akan berlangsung fermentasi, sampai sebagian
atau seluruh gula dirubah menjadi etanol, dengan reaksi (Widyanti, 2016):
C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
Semakin lama waktu fermentasi semakin sedikit bioetanol yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pembiakan sudah habis, akibatnya bakteri memakan
alkohol. Proses ini dapat terlihat adanya gelembung-gelembung udara pada sampel (Hilma,
2017). Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat
Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan sehingga alkohol yang dihasilkan

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xx


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama Saccharomyces cereviseae akan mati maka alkohol
yang dihasilkan tidak maksimal (Prescott dan Dunn, 1959).
Konsentrasi ragi yang diberikan pada larutan yang akan difermentasikan optimalnya
adalah 2 – 4% dari volume larutan (Dyah, 2011). Jika konsentrasi ragi yang diberikan kurang
dari kadar optimal yang disarankan akan menurunkan kecepatan fermentasi karena sedikitnya
massa yang akan menguraikan glukosa menjadi etanol, sedangkan jika konsentrasi ragi terlalu
banyak maka akan dibutuhkan substrat yang lebih banyak karena substrat yang ada tidak
cukup, karena itu menurunkan kecepatan fermentasi. Ragi juga memerlukan penambahan
nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya selama proses fermentasi berlangsung,
misalnya unsur C (ada pada karbohidrat), unsur N (dengan penambahan pupuk yang
mengandung nitrogen, ZA, Urea), Unsur P (penambahan pupuk fosfat dari NPK, TSP, DSP,
dan lain-lain). Adapun penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah
5% dari volume fermentasi (Prescott dan Dunn, 1959).
Setelah proses fermentasi, alkohol yang terbentuk harus melalui tahap pemurnian untuk
mendapatkan etanol dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Pada umumnya kadar alkohol
yang diperoleh dari proses fermentasi masih rendah. Salah satu tahap pemurnian alkohol adalah
distilasi. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih dari masing-masing zat
penyusun campuran homogen. Dalam penyulingan, campuran zat di didihkan sehingga
menguap, dan uap ini kemudian di dinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk
unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini di dasarkan pada teori bahwa
pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (yang sebagian besar air dan
etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 ⁰C sedangkan air adalah 100 ⁰C. dengan
memanaskan larutan pada suhu 78 – 100 ⁰C akan mengakibatkan sebagian besar etanol
menguap dan melalui kondensor untuk kondensasi, maka akan dihasilkan etanol dengan
konsentrasi 95% volume (LIPI, 2008).
Dalam proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan
dengan tahap pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka
perangkat peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin. Proses destilasi
diawali dengan tahap pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan
menguap, dan uap tersebut akan bergerak menuju kodenser (pendingin). Proses pendinginan
terjadi saat mengalirkan air ke dinding (bagian luar kondenser), sehingga uap yang dihasilkan
akan kembali cair. Proses ini berjalan terus-menerus hingga diperoleh distilat yang diinginkan
(Abdullah, 2016)

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxi


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Gambar 3.1 Distilasi Sederhana Bioetanol

Tabel 3. Spesifikasi Standar Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol


No Parameter Uji Satuan, Persyaratana)
min/maks
b)
1 Kadar etanol %-v, min 99,5 (setelah didenaturasi
dengan denatonium benzoate)
94,0 (setelah didenaturasi
dengan hidrokarbon)
2 Kadar metanol %-v, maks 0,5
3 Kadar air %-v, maks 0,7
4 Kadar denaturan hidrokarbon atau %-v 2–5
Denatonium benzoat mg/l 4 – 10
5 Kadar tembaga (Cu) mg/kg, maks 0,1
6 Keasaman sebagai asam asetat mg/l, maks 30
7 Tampakan Jernih dan terang, tidak ada
endapan dan kotoran
8 Kadar ion klorida (Cl-) mg/l, maks 20
9 Kandungan belerang (S) mg/l, maks 50
10 Kadar getah purwa dicuci mg/100ml, 5,0
(washed gum) maks
a)
Jika tidak diberikan catatan khusus, nilai batasan (spesifikasi) yang tertera adalah nilai
untuk bioetanol yang sudah didenaturasi dan akan dicampurkan ke dalam bensin pada
kadar sampai dengan 10%-v
b)
FGE umumnya memiliki berat jenis dalam rentang 0,7936 – 0,7961 pada kondisi
15,56/15.56 C atau dalam rentang 0,7871 – 0,7896 pada kondisi 25/25 C diukur dengan
cara piknometer atau hidrometri yang sudah sangat lazim diterapkan di dalam industri
alkohol
(Sumber : SNI 7390:2012)

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 3
PEMBUATAN BIOETANOL

3.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan bioethanol serta
analisanya dengan benar
2. Mahasiswa mampu memproduksi bioetanol dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas bioetanol yang dihasilkan dengan benar.

3.2 TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan bioetanol menggunakan gula pasir
2. Mahasiswa melakukan proses fermentasi pada gula pasir menggunakan ragi
3. Mahasiswa melakukan analisa kualitas bioetanol yang dihasilkan.

3.3 METODOLOGI
3.3.1 ALAT
1. Erlenmeyer 250 ml (untuk starter)
2. Seperangkat alat penangas air (kompor, panci berisi air, Erlenmeyer 1000 ml dan 250
ml, thermometer)
3. Seperangkat alat fermentasi (botol kosong yang telah disterilkan dengan air mendidih,
selang disterilkan dengan alkohol, erlenmeyer 100 cc)
4. Seperangkat alat analisa kadar gula/alkohol (refraktometer, thermostat, pipet tetes,
aquadest steril, tissue halus)
5. Thermometer, selotip
6. Batang pengaduk kaca (steril)

3.3.2 BAHAN
Untuk pembibitan/starter:
1. Air 100 ml
2. Pupuk ZA 0,12 gr
3. Pupuk NPK 0,032 gr
4. H2SO4 untuk mengatur pH hingga 4,8
5. Ragi/yeast (saccaromyces cereviceae) 0,2 gr
6. Gula 10 gr
Untuk fermentasi:
1. Air 500 ml
2. Pupuk ZA 0,9 gr
3. Pupuk NPK 0,24 gr
4. Semua hasil inkubasi starter selama 4 jam
5. Gula 75 gr (14% berat)
6. H2SO4 untuk mengatur pH 4,5-4,8

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxiii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

3.3.3 LANGKAH KERJA


A. Tahap pembuatan starter
1. Masukan air dalam Erlenmeyer 250 ml dipanaskan dalam penangas pada suhu 800C
selama 10 menit
2. Keluarkan dari penangas, tambahkan gula
3. Dinginkan sampai hangat-hangat kuku dan tambahkan ZA, NPK
4. Atur pH sampai 4,8
5. Tambahkan ragi/yeast pada Erlenmeyer, inkubasi selama 4 jam, pada kondisi aerob
(tutup dengan kapas steril)
6. Jika terlihat ada pertumbuhan (muncul gelembung-gelembung), maka dilanjutkan
dengan proses fermentasi

B. Tahap fermentasi pembuatan alkohol


1. Masukan air dalam Erlenmeyer 500 ml dipanaskan dalam penangas pada suhu 80 0C
selama 10 menit
2. Keluarkan dari penangas, tambahkan gula
3. Analisa kadar gula mula-mula dengan hand refractometer. Sampel dianalisa harus pada
kondisi dingin
4. Dinginkan sampai hangat-hangat kuku dan tambahkan ZA, NPK
5. Atur pH sampai 4.5 , pindahkan ke dalam botol
6. Masukan semua starter pada point A diatas dalam botol, diaduk rata
7. Botol ditutup dengan tutup plastik yang telah diberi selang yang dicelupkan ke dalam
aquades
8. Diinkubasi selama 7 hari, pada kondisi anaerob
9. Lakukan analisa bioetanol → Kadar etanol

Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Fermentasi Bioetanol

C. Tahap Distilasi Alkohol


1. Rangkai Alat untuk distilasi hasil fermentasi
2. Atur pemanas pada suhu 70-800C
3. Tampung distilat pada Erlenmeyer
4. Lakukan analisis hasil distilasi

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxiv


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

3.3.4 ANALISIS BIOETANOL


3.3.4.1 ALAT
1. Refraktometer
2. Beaker gelas, tabung reaksi, pipet tetes
3. Tissue
3.3.4.2 BAHAN
1. Aquades
2. Etanol teknis
3. Etanol hasil distilasi

3.2.4.2 LANGKAH KERJA


a. Kadar Gula
1. Bersihkan permukaan prisma hand refractometer dengan aquades dan lap dengan tissue
kering
2. Teteskan larutan pada permukaan prisma, lalu tutup
3. Atur prisma hingga menemukan daerah gelap dan terang secara jelas
4. Baca nilai brix yang terlihat pada alat

b. Kadar Etanol
1. Buat kurva kalibrasi etanol dengan menggunakan 5 variasi konsentrasi
2. Bersihkan permukaan prisma refractometer dengan aquades dan lap dengan tissue
kering
3. Teteskan larutan pada permukaan prisma, lalu tutup
4. Atur prisma hingga menemukan daerah gelap dan terang secara jelas
5. Baca nilai indeks bias yang terlihat pada alat
6. Ulangi untuk setiap konsentrasi etanol
7. Tentukan persamaan garis dari kurva kalibrasi etanol
8. Ukur indeks bias larutan sampel hasil distilasi pada refraktometer
9. Hitung kadar etanol menggunakan persamaan garis

c. Rendemen Bioetanol
Perhitungan rendemen didapatkan dari selisih antara volume awal sebelum distilasi
dikurang volume distilat dibagikan jumlah volume awal sebelum distilasi dikalikan 100
%.

SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan bioetanol ?
2. Bilamana suatu bahan/material dapat dijadikan bahan baku dari bioetanol ?
3. Mengapa pada pembuatan bioetanol diperlukan proses fermentasi ?
4. Bilamana suatu produk fermentasi bisa dikatakan sebagai bioetanol ?
5. Bagaimana cara menghitung rendemen produk bioetanol ?

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxv


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

4. MINYAK ATSIRI
(MINYAK SEREH)

Minyak atsiri disebut juga minyak eteris, minyak terbang atau essential oil, adalah
minyak yang mudah menguap yang terdapat dalam tumbuh – tumbuhan. Minyak ini
dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetik,
farmasi, essense, dan flavouring agent. Beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai
zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyak nilam, minyak akar wangi, dan
minyak cendana. Minyak yang berasal dari rempah – rempah digunakan sebagai bahan
penyedap (flavoring agent) misalnya minyak cengkeh, minyak lada, minyak pala, minyak kayu
manis, minyak ketumbar, dan minyak jahe (Ketaren, 1985). Sumber bahan untuk minyak atsiri
terdapat pada akar, batang, daun, bunga, dan buah. Dari akar: akar wangi, dari batang: kayu
manis, dari daun: nilam dan daun cengkeh, dari bunga: bunga cengkeh, dan dari buah: lada,
anis bintang, dan kemukus. Sebagian besar minyak atsiri Indonesia diekspor ke luar negeri
(Sukarsono, 2003).
Salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri yang memiliki potensi cukup besar
untuk dikembangkan adalah sereh (Cymbopogon winterianus). Tanaman ini merupakan
tanaman tahunan yang tumbuh pada daerah yang tidak tetap, hidup lama dan kuat. Tanaman
sereh memiliki karakter yaitu berumpun banyak, mempunyai tinggi berkisar 40-70 cm, daun
berwarna hijau muda, batang tumbuhan tidak berkayu, dan tersusun atas epidermis batang,
jaringan pengangkut, jaringan korteks dan empulur batang. Pada jaringan korteks terdapat sel
atau kelenjar minyak, sehingga tumbuhan ini dapat digunakan untuk membuat minyak atsiri
(Majeswka, 2019). Cymbopogon winterianus menghasilkan 75-85% senyawa sitral dalam
minyak atsiri. Senyawa tersebut merupakan gabungan dari dua isomer aldehid moneterpen
asiklik yang membentuk senyawa turunan lain seperti : sitronela, sitronelol dan geraniol seperti
Gambar 4.1 (Barbosa, 2008).

Gambar 4.1. Struktur turunan senyawa sitral dalam minyak sereh

Senyawa sitral memiliki karakteristik beraroma lemon. Senyawa ini digunakan dalam
industri makanan seperti penyedap rasa, bahan dasar pembuatan obat-obatan, parfum dan
industri kosmetik. Selain itu, kandungan senyawa dalam minyak sereh digunakan secara luas
untuk pembersih lantai, aerosol, obat sakit kepala, sakit gigi, anti-inflamasi, penambah nafsu
makan, antipiretik (penurun panas) dan analgesik (Majeswka, 2019).

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxvi


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Kualitas minyak sereh dapat ditentukan berdasarkan Tabel 1 SNI 06-3953-1995, yang
menunjukkan kriteria fisik minyak sereh yaitu warna, massa jenis, dan indeks bias. Sedangkan
kualitas secara kimia yaitu geraniol total dan sitronelal total.

Tabel 4. Standar Mutu Minyak Sereh berdasarkan SNI 06-3953-1995

Karakteristik Persyaratan

Warna Kuning pucat sampai


kuning kecoklat-
coklatan
Massa Jenis 0.880-0.922
Indeks Bias 1.466-1.475
Geraniol total Min 85%
Sitrobelal total Min 35%
Kelarutan dalam 1:2 jernih seterusnya
etanol jernih sampai
opalesensi
Zat Asing :
- Lemak Negative
- Alkohol tambahan Negative
-Minyak pelican Negative
-Minyak terpentin Negative
Minyak sereh dapat diperoleh melalui ekstraksi dengan pelarut, ekstraksi dengan lemak
padat, dan dengan cara distilasi / penyulingan. Ekstraksi adalah salah satu metode operasi yang
digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan
sejumlah massa bahan pelarut sebagai tenaga pemisah (Ariyani, 2017). Beberapa jenis pelarut
yang sering digunakan yaitu etanol, heksana, benzena, aseton, metanol dan iso propil alkohol
(Guenther 1987). Kelebihan pelarut etanol adalah mempunyai titik didih yang rendah dan
cenderung aman. Etanol juga tidak beracun dan berbahaya, selain itu etanol juga mempunyai
kepolaran tinggi sehingga mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak,
karbohidrat, dan senyawa organik lainnya.
Distilasi atau penyulingan adalah proses pemisahan komponen – komponen suatu
campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini
dilakukan terhadap minvak atsiri yang tidak larut dalam air (Guenter, 1987). Bila perbedaan
titik didih antar komponen makin besar maka pemisahan dengan cara distilasi akan berlangsung
makin baik yaitu hasil yang diperoleh makin murni. Distilasi digunakan untuk menarik senyawa
organik yang titik didihnya di bawah 250 ⁰C. Pendistilasian senyawa dengan titik didih terlalu
tinggi dikhawatirkan akan merusak senyawa yang akan didistilasi diakibatkan terjadinya
oksidasi dan dekomposisi ( Ibrahim dan Marham, 2013).
Dalam industri pengolahan minvak atsiri dikenal 3 macam sistem penyulingan yaitu:
Penyulingan air. Bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan
tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempuma, tergantung dari bobot jenis dan

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxvii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

jumlah bahan yang disuling. Penyulingan dengan uap dan air. Bahan diletakkan di atas piring
yang berupa ayakan terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air di dalam ketel
penyuling. Pada metode ini uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas.
Bahan yang disuling hanya yang berhubungan dengan uap. Penyulingan dengan uap.
Prinsipnya hampir sama dengan penyulingan air dan uap, tetapi pada penyulingan dengan uap,
air sebagai uap panas terdapat dalam boiler yang letaknya terpisah dari ketel penyuling. Uap
yang dihasilkan mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari tekanan udara luar.
1. Penyulingan dengan air (penyulingan langsung)
Batang sereh dimasukkan dalam ketel berisi air kemudian dididihkan. Air menguap
sambil membawa minyak sereh . Uap campuran uap air dan uap minyak diembunkan dengan
mengalirkan uap melalui pipa yang dibenamkan pada sebuah kolam pendingin. Cairan akan
mengembun dan memisah menjadi 2 lapisan. Cairan kemudian dipisahkan antara air dan
minyaknya menggunakan pemisah. Cara ini mudah, sederhana dan tidak memerlukan biaya
yang besar. Akan tetapi minyak atsiri yang diperoleh kadamya rendah, kadar minyaknya
sedikit dan kadang-kadang terjadi hidrolisis ester.

Gambar 4.2 Proses penyulingan dengan air


2. Penyulingan dengan Air dan Uap
Penyulingan dilakukan mengunakan ketel yang terbagi menjadi 2 bagian yang dibatasi
saringan pembatas. Bagian bawah tempat air yang akan diuapkan dan bagian atas tempat
meletakkan daun cengkeh. Daun dimasukkan diatas saringan pembatas, dan air diisikan
sampai pembatas saringan. Dengan demikian, daun tidak langsung terendam air. Air
kemudian dididihkan, sehingga uap yang terbentuk melewati daun dan membawa serta
partikel-partikel minyak. Uap diembunkan pada pipa yang direndam dalam kolam pendingin
kemudian dipisahkan pada pemisah. Hasil yang diperoleh kualitasnya cukup baik. Cara ini
dikenal sebagai distilasi tidak langsung.

Gambar 4.3 Proses penyulingan dengan air dan uap

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxviii


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

3. Penyulingan dengan uap


Cara ini akan menghasilkan minyak atsiri yang baik. Proses ini hampir sarna dengan
proses tidak langsung hanya produksi uapnya terpisah. Diperlukan dua buah ketel, ketel
pertama berfungsi untuk membuat uap air dan ketel kedua diisi dengan daun yang akan
didistilasi. Ketel pertama diisi air kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dialirkan
ke ketel no 2 melalui bagian bawah ketel kedua. Seperti pada distilasi tak langsung, uap air
akan membawa minyak cengkeh kemudian setelah didinginkan dalam pendingin dapat
dipisahkan dari aimya

Gambar 4.4 Proses penyulingan dengan uap

Proses pengambilan minyak atsiri dengan cara destilasi mempunyai beberapa


kelemahan yaitu :
a. Minyak atsiri yang mengandung fraksi ekster akan terhidrolisa karena adanya air dan panas
b. Komponen minyak yang larut dalam air tidak dapat diekstraksi
c. Bau aroma minyak yang dihasilkan sediit berubah dari aroma alami tanaman.
d. Komponen minyak yang memiliki titik didih tinggi yang menentukan bau wangi sebagian
tidak ikut tersuling dan tetap tertinggal dalam bahan.
Kelebihan dari proses penyulingan ini adalah sederhana dan ekonomis, sehingga dapat
diaplikasikan dalam industri rumah tangga. Ada beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas
minyak atsiri yang dihasilkan yaitu proses destilasi dilakukan dalam keadaan vakum, sehingga
dapat meminimalkan komponen yang terdekomposisi, akan tetapi biaya operasionalnya akan
jauh lebih mahal. Selain itu, minyak atsiri yang bermutu tinggi dapat dilakukan dengan proses
penyulingan pada suhu yang rendah atau dapat juga pada suhu yang tinggi dengan waktu yang
singkat.
Lama penyulingan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tekanan uap yang
dipergunakan dan faktor kondisi terutama kadar air daun sereh. Pada prinsipnya, tekanan yang
dipergunakan tidak boleh terlalu tinggi untuk menghindari pengeringan bahan yang disuling.
Penyulingan pada tekanan dan suhu yang terlalu tinggi akan menguraikan komponen kimia
minyak, dan dapat mengakibatkan proses resinifikasi minyak, terutama pada waktu
penyulingan yang terlalu lama. Suatu hal yang penting dalam penyulingan minyak sereh yaitu
menjaga agar suhu dan tekanan dalam kondisi tetap dan seragam (Ariyani, 2017).

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia xxix


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 4
PEMBUATAN MINYAK ATSIRI (MINYAK SEREH)

4.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memproduksi minyak atsiri dari tanaman sereh
2. Mahasiswa mampu melakukan analisis kualitas minyak atsiri yang dihasilkan dengan
benar

4.2 TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memproduksi minyak atsiri sereh dari tanaman sereh dapur/sereh wangi
2. Melakukan analisa kandungan sitronellol di dalam minyak sereh yang dihasilkan.

4.3 METODOLOGI
4.3.1 ALAT
1. Distilling flask 500 mL
2. Burner
3. Thermometer
4. Kondensor
5. Statif
6. Labu penampung

4.3.2 BAHAN
1. Batang sereh yang kering
2. Aquadest

4.3.3 LANGKAH KERJA


1. Timbang batang sereh yang telah dipotong kecil-kecil sebanyak 100 gram.
2. Masukkan batang sereh ke dalam distilling flask
3. Tambahkan air sebanyak 400 ml ke dalam distilling flask beri tanda ketinggian air pada
distilling flask
4. Alirkan air pendingin ke kondensor melalui jalur water in
5. Amati dan pastikan air pendingin telah mengalir keluar dari water out
6. Nyalakan pemanas
7. Biarkan campuran air dan batang sereh di dalam distilling flask mendidih
8. Catat berapa temperature dan lama waktu pada saat distilat pertama kali menetes ke
dalam erlenmeyer
9. Catat berapa lama waktu pada saat distilat yang tertampung terlihat keruh
10. Biarkan distilasi berlangsung selama dua jam
11. Ambil sampel dari Erlenmeyer, kemudian masukkan distilat ke dalam corong pisah
12. Diamkan sampel di dalam corong pisah, sampai terlihat ada dua lapisan, yaitu air dan
minyak
13. Tambahakan air panas ke dalam distilling flask sampai ketinggian air setinggi pada
langkah 3. Catatan : air di dalam distilling flask tidak boleh kurang dari tanda batas

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 30


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

yang telah dibuat


14. Lanjutkan distilasi sampai selama 4 jam
15. Matikan pemanas, biarkan air di dalam kondensor tetap mengalir
16. Pisahkan minyak sereh dan air di dalam corong pisah
17. Ukur volume minyak sereh yang diperoleh, kemudian lanjutkan dengan penimbangan
dan catat hasil pengukuran keduanya.
18. Tampung sisa air (hidrosol) di dalam distilling flask ke wadah yang telah disediakan,
jangan dibuang ke wastafel, demikian juga batang sereh sisa dibuang ke tempat yang
telah disediakan. Gunakan hidrosol sebagai pengganti aquades pada percobaan
pembuatan sabun cair
19. Lakukan analisis kandungan sitronelol dalam minyak sereh → Yield, Karakterisasi

Gambar 4.5 Rangkaian Peralatan Produksi Minyak Atsiri

4.4 ANALISIS MINYAK ATSIRI


4.4.1 ALAT
1. Kromatografi Gas
4.4.2 LANGKAH KERJA
4.4.2.3 Prosedur Perhitungan Yield
Minyak sereh yang telah dimurnikan, ditimbang dan dihitung yield-nya dalam persen
massa mengikuti Persamaan berikut :

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 31


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

(𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑟𝑒ℎ)


Y𝑖𝑒𝑙𝑑 (%) = x 100 %
Massa batang sereh

4.4.2.4 Karakterisasi
Minyak atsiri sereh mengandung beberapa jenis komponen kimia yang menjadi
komponen penyusun minyak tersebut. Komponen kimia penyusun minyak akan memberikan
sifat khas yang menjadi ciri suatu minyak atsiri. Aroma minyak atsiri dibentuk oleh seluruh
komponen kimia penyusunnya, baik komponen utama maupun komponen minor. Perbedaan
komposisi penyusun minyak atsiri menjadikan masing – masing minyak memiliki aroma dan
warna yang berbeda. Untuk mengetahui kualitas minyak atsiri berdasarkan komposisi kimia
penyusunnya dapat digunakan SNI 06-3953-1995 sebagai patokan. Dalam standar tersebut
dinyatakan bahwa kandungan geraniol total minimum 85 % dan sitronelal total minimum 35%.
Komposisi penyusun minyak cengkeh dapat dianalisis menggunakan kromatografi gas
(Ariyani, 2017).

REFERENSI
Guenther, E., 1987. Minyak Atsiri Jilid 1, Universitas Indonesia.
Guenther, E., 1990. Minyak Atsiri Jilid 3, Universitas Indonesia.
Ariyani, F., Setiawan, L.E., Soetaredjo, F.E., 2017. Ekstraksi Minyak Atsiri dari Tanaman
Sereh dengan menggunakan pelarut methanol, aseton dan n-heksana, Jurnal Ilmiah
Widya Teknik.
Majewska, E., Kozowska, M, et all., 2019, Lemongrass (Cymbopogon citratus) Essential Oil:
Extraction, Composition, Bioactivity and Uses for Food Preservation (a Review),
Pol. J. Food Nutr. Sci., 2019, Vol. 69, No. 4, pp. 327-341
Barbosa, L.C.A., Pereira, U.A., Martinazzo, A.P., Maltha, C.R.A., Teixeira, R.R., Melo, E.D.
2008, Evaluation of the chemical composition of Brazilian commercial Cymbopogon
citratus (D.C) Stapf Samples. Molecules, 13(8), 1864-1874.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 32


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

5. SABUN

Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati
atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa. Sabun dihasilkan melalui
proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi
basa. Pembuat kondisi basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan
Kalium Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi
berupa sabun keras (padat), sedangkan basa yang digunakan adalah KOH, maka produk reaski
berupa sabun cair.
Sabun merupakan satu macam surfaktan (bahan surface active), senyawa yang
menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat memasuki
serat, menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Setelah kotoran dan minyak dari
permukaan serat keluar, sabun akan mencuci kotoran dan minyak tersebut dengan
memanfaatkan struktur kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya) bersifat hidrofilik (senang
air) sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik (menolak air). Rantai hidrokarbon larut
dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air
sehingga dapat dicuci. Muatan negatif dari ion sabun juga menyebabkan tetes minyak sabun
saling menolak satu sama lain sehingga minyak yang teremulsi tidak dapat mengendap (Sari
dkk., 2010)
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida
yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan
panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang
dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan
membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh,
seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah
teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik (Sukeksi, 2018). Sabun
dari asam lemak jenuh dan rantai jenuh panjang (C16-C18) menghasilkan sabun dengan tekstur
keras sedangkan minyak dari asam lemak tak jenuh dengan rantai pendek (C 12-C14)
menghasilkan sabun yang lebih lunak dan lebih mudah larut (Sari dkk., 2010). Beberapa jenis
lemak dan minyak yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sabun antara lain tallow (lemak
sapi atau domba), lard (minyak babi), palm oil (minyak kelapa sawit), coconut oil (minyak
kelapa), palm kernel oil (minyak inti sawit), palm oil stearine (minyak sawit stearin), dan
minyak jagung.
Sabun merupakan hasil hidrolisa asam lemak dan basa. Peristiwa ini dikenal dengan
peristiwa saponifikasi. Saponifikasi adalah proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak
atau gliserida dengan basa. Trigliserida akan direaksikan dengan alkali (sodium hidroksida),
maka ikatan antara atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan
terpisah. Atom oksigen mengikat sodium yang berasal dari sodium hidroksida sehingga ujung
dari rantai asam karboksilat akan larut dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah yang
kemudian disebut sabun, sedagkan gugus OH dalam hidroksida akan berkaitan dengan molekul
gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak tersebut lepas maka reaksi saponifikasi dinyatakan
selesai.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 33


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Gambar 5.1 Reaksi Saponifikasi Pembentukan Sabun

Proses pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi terbagi menjadi dua yaitu proses
panas dan proses dingin. Perbedaan kedua proses tersebut yaitu sabun yang dibuat dengan
proses dingin dilakukan pada suhu kamar atau tanpa disertai pemanasan, sedangkan proses
panas melibatkan reaksi saponifikasi dengan panas yang dilakukan pada suhu 70-80°C
(Sukeksi, 2018).
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali
merupakan larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun maka
kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi
autokatalitik, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak
yang sudah berkurang (Alexander dkk., 1964 ).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat
penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses
penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit
sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih
sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik (Levenspiel, 1972).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana
penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar proses saponifikasi berjalan
sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 34


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika basa yang
digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini
dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan
kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika
ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat
dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini :
k = Ae –E/RT .............................. ( 2 )
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan,
E adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal
(cal/grmol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu
berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu
tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam
waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya
maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan
reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain
hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya
suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel,
1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul
reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka
kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan
Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin
sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1972).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat
tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah
mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah
minyak yang tersabunkan.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 35


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Sifat-sifat sabun dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial
oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + OH- ... (1)
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan
terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam
Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 → Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 .. (2)
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun
(garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar
maupun nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan nonpolar. Molekul sabun
mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) sedangkan
COONa+ bersifat hidrofobik (suka air) dan larut dalam air.
Nonpolar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran
nonpolar)
Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran polar)
4. Proses penghilangan kotoran
a. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan
sehingga kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat ke permukaan kain.
b. Molekul sabun yang bersifat hidrofobik akan mengelilingi kotoran dan mengikat molekul
kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul
sabun membentuk suatu emulsi.
c. Sedangkan bagian molekul sabun yang bersifat hidrofibik berada didalam air pada saat
pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

Sifat mutu yang paling penting pada sabun adalah total asam lemak, asam lemak bebas,
dan alkali bebas. Pengujian parameter tersebut dapat dilakukan sesuai dengan acuan prosedur
standar yang ditetapkan SNI. Begitu juga dengan semua sifat mutu pada sabun yang dapat
dipasarkan, harus memenuhi standar mutu sabun yang ditetapkan yaitu SNI 06–3532–1994.

Tabel 5. Syarat Mutu Sabun


No. Uraian Sabun Padat Sabun Cair
1 Asam lemak bebas (%) <2,5 <2,5
2 Alkali bebas (%)
dihitung sebagai NaOH Maks 0,1 Maks 0,1
dihitung sebagai KOH Maks 0,14 Maks 0,14
3 Kadar air (%) Maks 15 Maks 15

(Sumber : SNI 06-3532-1994)

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 36


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 5
PEMBUATAN SABUN PADAT

5.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan sabun padat serta
analisanya dengan benar
2. Mahasiswa mampu memproduksi sabun padat dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas sabun padat yang dihasilkan dengan
benar.

5.2. TUJUAN
1. Mahasiswa melakukan percobaan pembuatan sabun mandi padat dari minyak dan
basa NaOH berdasarkan prinsip saponifikasi.
2. Mahasiswa melakukan analisa kualitas sabun mandi padat yang dihasilkan

5.3 METODOLOGI
5.3.1 ALAT
1. Hot plate
2. Overhead stirrer
3. Gelas beaker / wadah
4. Gelas ukur
5. Kaca arloji
6. Wadah cetakan

5.3.2 BAHAN
1. Etanol 95% 4. Asam stearat
2. NaOH 5. Gula
3. Minyak 6. Gliserin

5.3.3 LANGKAH KERJA


1. Timbang 10 g minyak
2. Timbang 1,5 g NaOH dan larutkan dengan 7 mL air
3. Campurkan larutan NaOH dengan 60 ml etanol 95 % di wadah yang lain. Panaskan dengan
suhu 60oC sambil diaduk
4. Tambahkan minyak yang telah ditimbang ke dalam larutan NaOH tersebut sedikit-sedikit.
Panaskan pada suhu 60oC dan diaduk hingga tercampur dengan baik
5. Tambahkan 0,6 g asam stearat untuk mencegah penggumpalan diawal proses, lanjutkan
pemanasan hingga suhu 60 oC dan larut
6. Setelah larut, tambahkan 1 g sukrosa / gula dan 10 g gliserin. Lanjutkan pemanasan dan
pengadukan hingga terbentuk cairan kental (kurang lebih 30 menit)
7. Tuang dalam cetakan dan biarkan dingin hingga menjadi padat. Keluarkan dari cetakan
8. Lakukan analisis sabun mandi padat → kadar air, pH, alkali bebas/asam lemak bebas.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 37


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

5.4 ANALISA SABUN PADAT (SNI 06-3532-1994)


5.4.1 ALAT
1. Cawan porselen 4. hot plate
2. Erlenmeyer 5. pH meter atau pH universal
3. Buret dan statif 6. Refluks kondensor
5.4.2 BAHAN
1. HCl 0,1 N dalam alkohol
2. NaOH 0,1 N dalam alcohol
3. Indikator PP
5.4.3 LANGKAH KERJA
a. Kadar Air
1. Masukkan cawan kedalam lemari pengeringan selama 1 jam.
2. Keluarkan cawan dan masukkan dalam desikator agar suhu cawan normal kembali.
3. Lalu timbang berat kosong cawan dan catat beratnya.
4. Masukkan 5 gram contoh dalam cawan lalu keringkan dalam lemari pengering selama 2
jam dan pada suhu 105 C
5. Setelah 2 jam keluarkan dan timbang cawan beserta contoh tersebut.

Perhitungan:
𝑊1− 𝑊2
Kadar air = x 100%
𝑊

Keterangan :
W1 = Berat contoh + Cawan (gram)
W2 = Berat contoh setelah pengeringan (gram)
W = Berat contoh (gram)
b. Asam Lemak Bebas / Alkali Bebas
1. Menyiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol dalam labu erlenmeyer
250 mL, tambahkan 0,5 ml indikator phenolphthalein (PP) dan didinginkan sampai
suhu 70 C kemudian dinetralkan dengan NaOH 0,1 N dalam alkohol.
2. Menimbang 4 gram contoh dan memasukkannya ke dalam alkohol netral di atas.
Menambahkan batu didih lalu memasang refluks kondensor dan memanaskannya agar
cepat larut di atas penangas air selama 30 menit.
3. Dinginkan campuran larutan hingga suhu 70 C
4. Apabila campuran larutan bersifat basa (ditandai dengan perubahan warna menjadi
merah muda ketika ditambah indikator PP) maka yang dianalisa adalah alkali bebas yaitu
dengan menitarnya menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol hingga warna merah tepat
hilang.

Perhitungan :
𝑉 𝑥 𝑛 𝑥 0,04
Kadar alkali bebas dihitung NaOH = x 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 38


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

𝑉 𝑥 𝑛 𝑥 0.0561
Kadar alkali bebas dihitung KOH = x 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Keterangan
V = ml HCl yang dipergunakan
N = normalitas HC1 yang dipergunakan
0,04 = berat setara NaOH
0,0561 = berat setara KOH

5. Apabila campuran larutan tidak bersifat basa (tidak berwarna merah muda) maka yang
dianalisa adalah asam lemak bebas yaitu dengan menitarnya menggunakan NaOH 0,1 N
dalam alkohol hingga timbul warna merah yang tahan selama 15 detik.
Perhitungan :

𝑉 𝑥 𝑛 𝑥 0,205
Kadar asam lemak bebas = x 100%
𝑊

Keterangan :
V = HCl 0,1 N yang dipergunakan (ml)
N = Normalitas HCl yang dipergunakan
W = Berat Contoh
0,205 = Berat Setara Asam Laurat

c. Derajat Keasaman (pH)


1. Siapkan 5 gr contoh yang akan dianalisa pH-nya
2. Larutkan contoh tersebut ke dalam 10 ml aquadesr.
3. Cuci pH meter dengan aquadest agar pH meter dalam keadaan netral (pH 7)
4. Masukkan pH meter dalam contoh
5. Catat pH yang tampil.

SOAL LATIHAN
1. Kemampuan sabun dalam membersihkan dan mengangkat kotoran (debu dan lemak),
tidak terlepas dari struktur molekul unik yang dimiliki.
a. Gambarkan susunan molekul sabun berdasarkan ikatan yang dimiliki
b. Jelaskan komponen molekul tersebut apabila ditinjau dari fungsinya
2. Kotoran yang terbentuk dalam lapisan minyak pada pakaian dan kulit perlu proses
pembersihan.
a. Jelaskan mekanisme sabun sebagai agen pembersih apabila ditinjau dari interaksi
yang terjadi !
b. Gambarkan mekanisme agen pembersih pada larutan yang mengandung sabun dan
air berinteraksi dengan noda (minyak)
3. Seiring perkembangan zaman, teknik pembuatan sabun dapat dilakukan dengan beberapa
metode.
a. Sebutkan 3 metode pembuatan sabun dan jelaskan !
b. Jelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing metode dalam pembuatan sabun

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 39


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

4. Reaksi kimia antara trigliserida (minyak) dan larutan alkali akan menghasilkan produk
utama berupa sabun padat.
a. Reaksi apa yang terjadi pada produk yang dihasilkan tersebut ? Jelaskan
b. Gambarkan reaksi kimia yang terjadi
5. Dalam produksi pembuatan sabun padat, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sebutkan
dan jelaskan faktor yang mempengaruhi pembuatan sabun !

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 40


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PERCOBAAN 6
PEMBUATAN SABUN CAIR

6.1 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan sabun cair serta
analisanya dengan benar
2. Mahasiswa mampu memproduksi sabun cair dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas sabun cair yang dihasilkan dengan benar.

6.2 TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memproduksi sabun cair.
2. Menganalisis kualitas sabun cair yang dihasilkan.

6.3 METODOLOGI
6.3.1 ALAT
1. Gelas ukur
2. Gelas beaker 1 liter
3. Kaca arloji
4. Overhead stirrer
5. Tempat penampung (botol, jirigen, dan lainnya)

6.3.2 BAHAN
1. Emal 70C 18%
2. Alkopal N100 1%
3. Larutan garam 20% 18% (40 gr air: 160 gr garam)
4. Na2EDTA 0,4% (tidak harus ada)
5. Air 62,2%
6. Parfum 0,4%
7. Pewarna secukupnya

6.3.3 LANGKAH KERJA


1. Timbang bahan – bahan sesuai kebutuhan, lalu tempatkan dalam wadah yang telah di
sediakan.
2. Masukkan air sekitar 2/3 bagian kedalam wadah (sisanya untuk membilas)
3. Masukkan pewarna kedalam wadah (sebelumnya larutkan pewarna dengan sedikit sisa air),
aduk hingga larut semua.
4. Masukkan Na2EDTA kedalam wadah (sebelumnya larutkan terlebih dahulu dengan sedikit
sisa air), aduk hingga larut semua.
5. Masukkan Emal-70C, bilas sisa Emal-70 C dengan sisa air, kemudian masukkan kedalam
wadah. Aduk hingga larut semua.
6. Masukkan alkopal N 100. Bilas dengan sisa air, kemudian masukkan kedalam wadah, aduk
hingga larut semua.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 41


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

7. Masukkan larutan garam secara perlahan. Aduk hingga terbentuk larutan kental.
8. Masukkan parfum kedalam wadah, aduk hingga larut semua.
9. Diamkan produk hingga busa yang terbentuk berkurang.
10. Lakukan analisis sabun cair cuci tangan → pH, alkali bebas/asam lemak bebas.

SOAL LATIHAN
1. Kemampuan sabun dalam membersihkan dan mengangkat kotoran (debu dan lemak), tidak
terlepas dari struktur molekul unik yang dimiliki.
a. Gambarkan susunan molekul sabun berdasarkan ikatan yang dimiliki
b. Jelaskan komponen molekul tersebut apabila ditinjau dari fungsinya
2. Kotoran yang terbentuk dalam lapisan minyak pada pakaian dan kulit perlu proses
pembersihan.
a. Jelaskan mekanisme sabun sebagai agen pembersih apabila ditinjau dari interaksi yang
terjadi!
b. Gambarkan mekanisme agen pembersih pada larutan yang mengandung sabun dan air
berinteraksi dengan noda (minyak)
3. Seiring perkembangan zaman, teknik pembuatan sabun dapat dilakukan dengan beberapa
metode.
a. Sebutkan 3 metode pembuatan sabun dan jelaskan !
b. Jelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing metode dalam pembuatan sabun
4. Reaksi kimia antara trigliserida (minyak) dan larutan alkali akan menghasilkan produk utama
berupa sabun padat.
a. Reaksi apa yang terjadi pada produk yang dihasilkan tersebut ? Jelaskan
b. Gambarkan reaksi kimia yang terjadi
5. Dalam produksi pembuatan sabun padat, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sebutkan dan
jelaskan faktor yang mempengaruhi pembuatan sabun !

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 42


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

KESIMPULAN

Melalui buku modul praktikum ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami konsep dan prinsip dasar dalam pembuatan suatu produk serta analisisnya. Buku ini
dapat digunakan pada proses pembelajaran baik secara mandiri maupun pada kegiatan
perkuliahan, baik teori maupun praktik, dan juga sebagai referensi oleh mahasiswa D-3 dan D-
4 Jurusan Teknik Kimia tingkat 2 (dua). Mahasiswa dapat memperkaya materi yang ada di buku
ini melalui berbagai sumber, misalnya jurnal, maupun internet.
Semoga buku pedoman ini memberikan kemanfaatan tidak hanya bagi mahasiswa
Jurusan Teknik Kimia namun bagi semua pembaca budiman lainnya baik yang berkecimpung
dalam bidang dasar rekayasa proses maupun tidak. Tak lupa dalam kesempatan ini, penulis
mohon saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya penyusunan buku ini di masa-
masa yang akan datang.

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 43


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ilmi, Mahyunis, Syukarni Ali, Sabam, (2016), Desain Dan Pembuatan Alat
Penghasil Bioetanol Skala Prototype, Jurnal Mekanova Vol 2. No. 2
Alexander J, Shirrton, Swern D, Norris FA, dan Maihl KF, (1964), Bailey’s Industrial Oil
rd
and Fat Product, 3 Ed. John Wiley & Sons, New York, London, Sydney.
Anggraeni, Yuni, Supriadi, dan Kasmudin Mustapa, (2017), Pembuatan Bioetanol Dari Biji
Salak (Salacca Edulis) Melalui Fermentasi, J. Akademika Kim. 6 (3): 191-195
Asngad, A., Bagas R., A., Nopitasari (2018), Kualitas Gel Pembersih Tangan (Handsanitizer)
dari Ekstrak Batang Pisang dengan Penambahan Alkohol, Triklosan dan Gliserin yang
Berbeda Dosisnya. Jurnal Bioeksperimen. Vol. 4 (2) Pp. 61-70. Doi:
10.23917/bioeksperimen.v4i1.2795
Daniar, Rima (2018), Pemanfaatan Bagas Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol dengan
Metode Pretreatment Alkali, ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan Vol.2
No.1
Dyah, (2011), Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang, Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia Kejuangan, Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN”Veteran”, Yogyakarta.
Fitri, Elpida, Noviar Harun dan Vonny Setiaries Johan, (2017), Konsentrasi Gula Dan Sari
Buah Terhadap Kualitas Sirup Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.), JOM Faperta
UR Vol. 4 No. 1
Hilma, Rahmiwati, Unggul Akbar dan Prasetya, (2017), Optimum Condition Of Bioetanol
Production Via Acidic Hydrolysis From Pineaple (Ananas Comosus Merr.) Peel Waste
In Kualu Village-Kampar, Jurnal Photon, Vol.7 No. 2
Ibrahim, Sanusi, dkk, (2013), Teknik Laboratorium Kimia Organik, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Ismail, I., (2013), Formulasi Kosmetik (Produk Perawatan Kulit dan Rambut), Makassar
: Universitas Alauddin Press.
Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), (2008), Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,
Vol XVI
nd
Levenspiel, O., (1972), Chemical Reaction Engineering, 2 Ed. John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
Margono, T., D.Suryati. dan S.Hartinah, (1993), Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat
Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss
Development Cooperation: Jakarta.
Pertiwi, Mentari Febrianti D., Wahono Hadi Susanto, (2014), Pengaruh Proporsi
(Buah:Sukrosa) dan Lama Osmosis Terhadap Kualitas Sari Buah Stroberi (Fragaria
Vesca L) , Jurnal Pangan Dan Agroindustri, Vol.2 No.2 P.82-90
Pratama, Satria Bagus, Susinggih Wijana, Arie Febriyanto, (2012), Studi Pembuatan Sirup
Tamarillo (Kajian Perbandingan Buah Dan Konsentrasi Gula), Jurnal Industria Vol.
1 No. 3 Hal 181 – 194
Prescott, S.C., Dunn, (1959), Industrial Microbiology, New York: MC Grow Hill Book
Company.
Rini, E. P., & Nugraheni E. R, (2018), Uji Daya Hambat Berbagai Merek Handsanitizer Gel

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 44


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Journal


of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 1(10), 18-26.
Saputra, D., (2006). Osmosis-Puffing Sebagai Suatu Alternatif Proses Pengeringan Buah dan
Sayur, Keteknikan Pertanian. Vol. 20 No. 1
Sari, Tuti Indah, Julianti Perdana Kasih dan Tri Jayanti Nanda Sari, (2010), Pembuatan Sabun
Padat Dan Sabun Cair Dari Minyak Jarak , Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17
Sudarmadji, S., Haryoo, B., dan Suhardi, (1989), Prosedur analisa untuk bahan makanan
dan pertanian. Edisi ketiga, Yogyakarta: Liberty.
Sukeksi, Lilis, Meirany Sianturi dan Lionardo Setiawan, (2018), Pembuatan Sabun Transparan
Berbasis Minyak Kelapa Dengan Penambahan Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda
Citrifolia) Sebagai Bahan Antioksidan, Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 7, No. 2
WHO, (2020), Guide to Local Production: WHO-recommended Handrub Formulations
(Issue April).
Widyanti, Emmanuela M. dan Bintang Iwhan Moehadi, (2016), Proses Pembuatan Etanol dari
Gula Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Amobil, METANA Vol.12(2):31-38
Wijaya, J. I. (2013). Formulation of Hand Sanitizer Gel Formulation with Triclosan 1.5% and
2%. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(1), 1–14.
Yuniarti, Dewi Putri, Surya Hatina dan Winta Efrinalia, (2018), Pengaruh Jumlah Ragi Dan
Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol Dengan Bahan Baku Ampas Tebu,
Volume 3, Nomor 2, Juli

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 45


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

LAMPIRAN I

FORMAT LAPORAN SEMENTARA

LAPORAN SEMENTARA

Kelompok : ……………………………
Nama Anggota : …………………………….
………………………….....
…………………………….
Judul Praktikum : ……………………………………………………………………………

a. Pembuatan
No Nama Bahan Jumlah Keterangan
1.
2.
Dst

b. Tabel Analisa
No. Uji Nilai Keterangan
1.
2.
Dst
Cantumkan perhitungan jika ada

c. Foto Dokumentasi
No Foto Dokumentasi Keterangan

d. Jawaban Pertanyaan Tugas Praktikum

Catatan :
Laporan sementara ditulis di

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 46


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

LAMPIRAN II

FORMAT LAPORAN AKHIR

LAPORAN AKHIR
(JUDUL PERCOBAN)

I. TUJUAN
II. LATAR BELAKANG
Berisi hal-hal yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan
III. DASAR TEORI
Berisi hal-hal yang mendasari pembuatan produk, misal : prinsip pembuatan produk,
prinsip kerja, reaksi yang terjadi
IV. METODOLOGI
Berisi rincian alat, bahan, skema kerja
V. DATA PENGAMATAN
Berisi data hasil percobaan dan perhitungan
VI. PEMBAHASAN
menjelaskan fungsi alat, fungsi bahan, fungsi perlakuan, hasil percobaan yang dikaitkan
dengan teori yang ada/dibandingkan dengan referensi, reaksi yang terjadi pada proses
pembuatan
VII. KESIMPULAN
Menjawab tujuan
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Berasal dari buku minimal 10 tahun dan jurnal/artikel minimal 5 tahun terakhir

Catatan:
Laporan akhir ditulis tangan di logbook folio bergaris

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 47


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

LAMPIRAN III

FORMAT POSTER
297 mm

420 mm

Size :297mm X 420mm (A3)

Isi Poster :
1. Judul, nama anggota, kelas, dosen pengampu mata kuliah DRP
2. Abstrak (berisi ringkasan : tujuan, sedikit penjelasan dan hasil percobaan)
3. Latar Belakang
4. Metode Penelitian
5. Hasil Penelitian (Foto produk, foto hasil uji, grafik hasil data, pembahasan singkat)
6. Kesimpulan
7. Daftar Pustaka

Tambahan :
1.Penataan poster bebas
2.Buat semenarik mungkin
3. Cantumkan logo Polinema dan logo Teknik Kimia

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 48


Politeknik Negeri Malang
MODUL PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

Laboratorium Dasar Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia 49


Politeknik Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai