Disusun Oleh :
2020
LEMBAR PENGESAHAN
PENELITIAN LAPORAN AKHIR
Pemohon
Menyetujui,
Pembimbing, Ketua Program Studi,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia
Ir. Jaksen, M. Si
NIP. 196209041990031002
ii
OPERASI OPTIMUM PEMBUATAN BIODIESEL
Elza Febrianty Angraini Program Studi DIV Teknik Energi , Jurusan Teknik Kimia,
Politeknik Negeri Sriwijaya Jl. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang, 30139
e-mail : elzafebrianty2501@gmail.com
RINGKASAN
Minyak biji karet sulit dimurnikan karena tingginya kandungan asam lemak bebas
dan senyawa-senyawa tak tersaponifikasikan. Lipase dalam biji karet mengakibatkan
kandungan asam lemak bebas minyak biji karet lebih tinggi dari minyak lain. Metode
yang digunakan untuk pembuatan biodiesel pada penelitian ini adalah proses esterifikasi
in situ. Di dalam proses ini, minyak biji karet dicampur dengan metanol dan katalis asam
(H2SO4) di mana metanol berfungsi sebagai solvent sekaligus reaktan. Pada proses ini
asam lemak bebas dapat terekstrak dari minyak biji karet dan selanjutnya bereaksi
dengan metanol membentuk metyl ester (biodiesel).
Tahapan kerja yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: Biji karet dilakukan
pengepresan mekanik untuk memisahkan minyak dan padatannya, pengujian kadar FFA
iii
awal terhadap minyak biji karet, pembuatan biodiesel dari minyak tersebut dan metanol
dengan metode esterifikasi in situ, pemurnian produk, analisa produk yang meliputi
densitas, kandungan ester dengan GC/GCMS dan nilai kalor dengan kalorimeter.
Dari analisa Gas Kromatografi yang dilakukan, proses esterifikasi in situ sebagai
upaya untuk memanfaatkan biji karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat
menghasilkan metil ester. Melakukan percobaan dengan solven sebesar 150,200,250 ml
untuk menentukan penambahan solven yang optimum, konversi yang dihasilkan
menurun karena metanol yang digunakan adalah metanol teknis waktu yang optimum,
semakin lama waktu reaksi, konversi semakin menurun karena terjadi hidrolisis ester.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses esterifikasi in situ minyak biji
karet mampu menghasilkan biodiesel dengan waktu operasi optimum dengan
mempengaruhi pada saat pemberian solven dan waktu reaksi untuk menghasilkan
konversi paling tinggi.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayahNya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan Tugas studi
berupa pembuatan proposal penelitian dengan judul “Operasi Optimum Pembuatan
Biodiesel Minyak Biji Karet dengan Esterifikasi In Situ” ini.
Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk Tugas Studi Mata
Kuliah Metodologi Penelitian pada Program Studi Diploma IV Teknik Energi Jurusan
Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Pemilihan judul tugas ini diperbaharui dan
dimodifikasi dari jurnal dan hasil percobaan para peneliti sebelumnya..
1. Bpk. Ir. Jaksen, M. Si selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.
2. Bpk. Dr. Yohandri Bow, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing penelitian yang telah
mengarahkan dan membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Bapak, Ibu, dan kakakku. Kupersembahkan ini untuk kalian. Terima kasih atas
do’a,restu, kasih sayang, dukungan, dan bantuan.
Penyusun
v
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ........................................................................................ ii
Ringkasan ......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
1.5. Relevansi ........................................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biji Karet........................................................................................... 5
2.2. Proses Pengambilan Minyak............................................................... 7
2.3 Biodiesel ........................................................................................... 10
2.4 Ekstraksi .......................................................................................... 12
2.5 Ekstraksi pelarut (solvent extraction) ................................................. 13
2.6 Esterifikasi In-Situ ............................................................................ 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian .............................................................................. 19
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 19
3.3 Alat dan Bahan .................................................................................. 20
3.3.1 Bahan .................................................................................. 20
3.3.2 Alat .................................................................................... 20
vi
3.4 Perlakuan dan Rancangan Percobaan………………………………… 20
3.4.1 Penetapan Variabel.............................................................. 20
3.4.2 Respon yang diamati ............................................................ 21
3.5 Prosedur Percobaan .......................................................................... 21
3.5.1 Prosedur Percobaan Ekstraksi ............................................... 21
3.5.2 Prosedur Percobaan Esterifikasi In-Situ .............................. 22
3.5.3 Gambar Rangkaian Alat ....................................................... 23
3.6 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data.............................................. 23
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.1 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Biji Karet .......................... 6
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Penelitian yang telah dilakukan Dwi Ardiana Setyawardhani, Sperisa
Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi membandingkan kualitas biodiesel
dari dua macam bahan baku. Yang pertama, dari minyak biji karet yang mengalami trans-
esterifikasi dengan acid pre-treatment. Dan kedua, dari asam lemak jenuh yang diperoleh
dari proses hidrolisis minyak biji karet. Diperoleh karakter biodiesel dari asam lemak
jenuh minyak biji karet nilainya sangat baik dari sisi viskositas, titik tuang, angka asam,
angka iod dan angka setana dibandingkan minyak biji karet dengan transesterifikasi acid
pre-treatment.
Hal ini penting, mengingat viskositas merupakan parameter resistansi bahan bakar
untuk mengalir. Viskositas yang yang terlalu tinggi akan mempersulit pengaliran bahan
bakar, sedangkan yang terlampau rendah memungkinkan terjadinya kebocoran. dengan
keselamatan (safety). Angka iod menunjukkan banyaknya ikatan rangkap di dalam metil
ester. Semakin banyak ikatan rangkap maka bahan bakar semakin tidak stabil. Ikatan
rangkap pada metil ester mudah teroksidasi dan terpolimerisasi membentuk resin yang
dapat mengendap dan menyumbat nozle. Sementara itu, parameter lain yang tak kalah
penting pada bahan bakar diesel adalah angka setana (cetane number). Angka setana
merupakan indikasi kemudahan bahan bakar menyala ketika diinjeksikan ke dalam
mesin. Tingkat kejenuhan yang tinggi (ditandai dengan rendahnya angka iod) berpotensi
meningkatkan angka setana. Ini terbukti dengan tingginya angka setana pada biodiesel
dari asam lemak jenuh. Sedangkan titik tuang, penting kaitannya dengan kondisi suhu
lingkungan yang masih dapat ditangani oleh bahan bakar pada saat dipompa atau
mengalir. Titik tuang adalah suhu terendah di mana bahan bakar masih dapat dituang atau
dialirkan. Angka asam yang rendah menunjukkan bahwa bahan bakar tidak mudah
mengkorosi logam-logam yang dilalui oleh bahan bakar pada saat dipergunakan. Ini
penting mengingat korosi yang terjadi pada mesin berhubungan dengan banyak hal yang
berkaitan
Sedangkan kelemahan dari biodiesel asam lemak jenuh ini adalah rendahnya flash
point (titik nyala). Asam lemak jenuh lebih mudah larut dalam metanol. Kemungkinan
hal ini menyebabkan masih adanya metanol yang terikut di dalam biodiesel, sehingga
2
menurunkan titik nyala bahan bakar tersebut. Titik nyala merupakan suhu terendah di
mana bahan bakar akan menyala bila berkontak dengan udara.
Dari uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk membuat biodiesel dengan
memanfaatkan minyak biji karet melalui esterifikasi in situ menggunakan katalis asam,
penggunaan bahan baku minyak biji karet kasar dikarenakan Flash point biodiesel telah
memenuhi SNI, sementara yang berasal dari asam lemak jenuh (penelitian sebelumnya)
belum memenuhi serta penggunaan metode esterifikasi in situ agar lemak yang
teresterifikasi memiliki viskositas dan kelarutan yang berbeda dari komponen
trygliceridenya, sehingga dapat dengan mudah dipisahkan dari residu padat. Selanjutnya,
untuk uji analisis akan dilakukan perbandingan karakteristiknya dengan biodiesel asam
lemak jenuh minyak biji karet pada penelitian sebelumnya. Biodiesel yang dihasilkan
dianalisis dengan menggunakan Analisa GC/GC MS, Analisa nilai kalor, pengukuran
densitas, dan menentukan operasi optimum dalam proses.
Minyak biji karet sulit dimurnikan karena tingginya kandungan asam lemak bebas
dan senyawa-senyawa tak tersaponifikasikan. Lipase dalam biji karet mengakibatkan
kandungan asam lemak bebas minyak biji karet lebih tinggi dari minyak lain. Dapat
diamati kenaikan kandungan asam lemak dalam biji karet akibat aktifitas enzim lipase.
Karena kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid (FFA)) yang tinggi,
minyak biji karet dapat dikonversi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (biodiesel) dengan
esterifikasi menggunakan alkohol (metanol). Metanol dapat mengekstraksi minyak dalam
biji karet sehingga metanol dapat langsung ditambahkan pada biji karet dengan katalis
asam dalam proses esterifikasi in situ. Pada proses tersebut ekstraksi dan esterifikasi
minyak biji karet dengan metanol membentuk metil ester berlangsung secara simultan.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini, biji karet dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
pembuatan biodiesel melalui metode esterifikasi in situ dengan metanol menggunakan
katalis asam sulfat.
3
1.3 Tujuan Penelitian
1. Memanfaatkan biji karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan proses
esterifikasi in situ.
4. Mengetahui nilai kalor yang didapat dari penelitian ini dan membandingkan dengan
penelitian sebelumnya.
Memanfaatkan produk yang jatuh dari pohon karet (buangan) untuk menghasilkan
bahan bakar alternatif berkualitas dengan harga yang terjangkau serta menghasilkan
alternatif proses pembuatan bahan bakar diesel yang dapat diperbaharui untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil melalui proses esterifikasi in situ
berkatalis asam sulfat.
1.5 Relevansi
Proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet ini mengaplikasikan mata
kuliah satuan proses dengan menggunakan metode ekstraksi, Teknologi Bioenergi
dengan menggunakan konversi termokimiawi yaitu esterifikasi in Situ serta Teknik
pengolahan limbah menjadi produk yang lebih bernilai dan Kimia Fisika.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan salah satu komoditas pertanian
yang penting untuk Indonesia dan lingkup Internasional. Indonesia adalah negara
produsen karet alam terbesar ke dua di dunia setelah Thailand, karet merupakan salah
satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian Negara. Selain menghasilkan
lateks, perkebunan karet juga menghasilkan biji karet yang belum termanfaatkan secara
optimum dengan melihat tingginya kandungan minyak di dalam daging biji karet yakni
sebesar 30% maka minyak tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan. Seiring
perkembangan kebutuhan terhadap bahan bakar, pemanfaatan minyak biji karet semakin
banyak diteliti (Achmad Wildan et al., 2013)(3)
Tanaman karet dapat menghasilkan 800 biji karet untuk setiap pohonnya per
tahun. Pada lahan seluas 1 hektar, dapat ditanami sebanyak 400 pohon karet. Maka untuk
lahan seluas 1 hektar diperkirakan dapat menghasilkan 5.050 kg biji karet per tahunnya
(Santoso, et al., 2013). Buah karet berbentuk kotak tiga atau empat. Setelah berumur
enam bulan buah akan masak dan pecah sehingga biji karet terlepas dari batoknya. Biji
karet mempunyai bentuk ellipsoidal, dengan panjang 2,5-3 cm, yang mempunyai berat 2-
4 gram/biji. Biji karet terdiri dari 40-50% kulit yang keras berwarna coklat, dan 50-60%
5
kernel yang berwarna putih kekuningan. Kernel biji karet terdiri dari 45,63% minyak,
2,71% abu, 3,71% air, 22,17% protein dan 24,21% karbohidrat, sehingga biji karet
berpotensi digunakan sebagai sumber minyak. Akan tetapi, kandungan air yang cukup
besar dalam biji karet dapat memicu terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam
lemak. Oleh sebab itu, biji karet perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum dipres untuk
diambil minyaknya (Ikwuagwu et. al., 2000). Biji karet mengandung minyak nabati yang
dapat dimanfaatkan menjadi input yang berharga pada berbagai industri. Minyak biji
karet termasuk semi drying oil dan mudah teroksidasi. Minyak dari biji karet bersifat
tidak ekonomis apabila diolah menjadi minyak makan dan sangat baik digunakan sebagai
bahan industri seperti: alkil resin, linoleum, vernis, tinta cetak, cutting oils, minyak lumas
dan gemuk (Swern, 1964). Komposisi asam lemak dalam minyak biji karet dapat dilihat
pada tabel 1.(3)
6
Penghambat dalam pemanfaatan biji karet adalah terdapatnya kandungan racun
sianida dalam biji karet. Kandungan asam sianida dari minyak yang didapat adalah
16,29x10-3 mg/0,25 ml (Zulkarnain, 1993). Berdasarkan hasil penelitian ternyata dengan
memberi perlakuan pendahuluan yang meliputi perendaman dengan air, pengeringan,
pemanasan dengan uap dapat mengurangi kandungan sianida sampai dibawah dosis lethal
(Adam, 1970).
Kandungan asam lemak tak jenuh menentukan kemampuan suatu minyak untuk
menjadi minyak pengering. Jika kandungan asam linoleat suatu minyak mendekati 35%,
maka minyak tersebut lebih bersifat sebagai minyak pengering. Minyak biji karet
mempunyai kandungan asam linoleat sebesar 21% sampai dengan 24%, ini menunjukkan
bahwa minyak biji karet mempunyai sifat sebagai semi drying oil.
1. Kualitas dan kemurnian bahan baku. Adanya bahan asing atau biji yang berkualitas
jelek yang tercampur dalam bahan baku pada proses, akan menyebabkan minyak cepat
rusak dan berbau.
2. Usia biji. Biji karet yang usianya cukup tua akan menghasilkan minyak yang lebih baik
kuantitas dan kualitasnya dibanding dengan biji karet yang lebih muda.
3. Kadar air yang terkandung dalam biji karet. Biji karet yang terlalu lama disimpan akan
mengandung kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan minyak dengan mutu
yang kurang baik.
7
4. Perlakuan terhadap bahan baku pada saat proses dan pasca-proses (misalnya: halusnya
hasil pencacahan yang dilakukan, pemilihan jenis pelarut, penyimpanan minyak hasil
proses, dan sebagainya).
Menurut Ketaren (1986), ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak
atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara
ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering),
mechanical expression, dan solvent extraction.
2.2.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara
rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk
mengumpulkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel
tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di
dalamnya.
Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup
dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan
uap (40-60 psi). Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan
yang akan diesktraksi dimasukkan ke dalam digester 10 dengan tekanan uap air sekitar 40
sampai 60 pound selama 4-6 jam (Ketaren,1986).
Dry Rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan diperlengkapi
dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator) (Ketaren, 1986).
8
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan
minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini
diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.
Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan
penggilingan serta tempering atau pemasakan.
Pada cara hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000
pound/inch². Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari
lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan
asal, sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4-6%,
tergantung dari lamanya bungkil ditekan di bawah tekanan hidraulik.
Cara screw pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses
pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 240ºF
dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan
berkisar sekitar 2,5-3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung
minyak sekitar 4-5 persen. Cara lain untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering
dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi (Ketaren, 1986).
Ekstraksi Merupakan metode yang paling efektif untuk memperoleh minyak dari
biji karet. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan biji karet ke dalam suatu
larutan zat kimia. Sehingga minyak yang terkandung dalam biji karet akan terpisahkan
dari ampasnya. Pemisahan minyak ini berdasarkan perbedaan antara kelarutan minyak
dan bahan-bahan lainnya yang terkandung di dalam biji karet terhadap pelarutnya.
Kemudian dengan cara menguapkan pelarutnya maka didapat minyak murni. Minyak
9
yang diperoleh memiliki kemurnian yang tinggi dibandingkan dua metode sebelumnya,
karena selektivitas dari pelarut yang digunakan.
2.3 Biodiesel
Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan,
biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui (Knothe 2005).
Komponen karbon dalam minyak atau lemak berasal dari karbon dioksida di udara,
sehingga biodiesel dianggap tidak menyumbang pemanasan global sebanyak bahan bakar
fosil. Mesin diesel yang beroperasi dengan menggunakan biodiesel menghasilkan emisi
karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, partikulat, dan udara beracun yang
lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar
petroleum (Gerpen 2004).
Minyak nabati yang memiliki kadar asam lemak bebas (FFA) rendah, kurang dari
5% bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi menggunakan katalis alkali
untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Namun bila kadar asam lemak bebas minyak
tersebut > 5 %, maka sebelumnya perlu dilakukan proses esterifikasi terhadap minyak
tersebut. Proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar FFA minyak/lemak yang
akan digunakan. Pada proses esterifikasi katalis yang digunakan adalah asam. Hasil dari
proses esterifikasi ini adalah metil ester kasar dan metanol sisa (Hambali et al. 2008).
Metil ester kasar yang diperoleh kemudian diproses lagi melalui tahapan transesterifikasi
guna mendapatkan metil ester murni. Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel
merupakan proses kimia yang mengubah satu ester pada gliserol yang terkandung di
dalam minyak menjadi bentuk ester lain seperti monoester alkil yang merupakan
10
penyusun dari biodiesel. Pada proses ini minyak direaksikan dengan alkohol dan alkali
sebagai 11 katalis sehingga menghasilkan gliserol dan biodiesel (Peterson et al. 1996;
Canakci & Gerpen 1999; Saraf & Thomas 2007).(4)
Ada setidaknya 5 alasan mengapa biodiesel amatlah penting dikembangkan antara lain:
1. Menyediakan pasar bagi kelebihan produksi minyak tumbuhan dan lemak hewan
2. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil
3. Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak menyebabkan
pemanasan global (Dunn 2005). Analisa siklus kehidupan memperlihatkan bahwa
emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan mesin
diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum.
4. Emisi yang keluar dari karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan
partikulat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan bakar petrolum untuk
diesel.
5. Bila ditambahkan ke bahan bakar diesel biasa dengan jumlah sekitar 1-2%, biodiesel
ini dapat mengubah bahan bakar dengan kemampuan pelumas yang rendah, seperti
modern ultra low sulfur diesel fuel , menjadi bahan bakar yang dapat diterima umum
(Gerpen 2004).
Peningkatan asam lemak bebas secara cepat terjadi karena adanya enzim lipase
aktif dalam biji karet setelah proses pengepresan, sehingga dapat dikonversi menjadi
metil ester dengan proses esterifikasi. Pada reaksi ini biasanya dibutuhkan katalis yang
kuat (Putrawan 2006). Metil ester inilah yang kemudian disebut biodiesel.
11
dapat menyebabkan timbulnya kerak pada tangki bahan bakar dan saluran pembakaran.
Selain itu, air dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan
emulsi.(4)
2.4 Ekstraksi
12
dan menyebabkan bahan pelarut menjadi jenuh dengan air sehingga kurang efisien untuk
ekstraksi. Pemanasan bahan yang terlalu tinggi juga tidak baik karena dapat
menyebabkan sebagian minyak akan terikat dengan protein dan karbohidrat yang ada
terkandung di dalam bahan sehingga menjadi sulit diekstraksi. Ekstraksi adalah
pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan menggunakan
bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari
komponen-konponen dalam campuran. Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-
tahap berikut:
c. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya
dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu larutan ekstrak dapat
langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.
13
pelarut, perpindahan massa solute (minyak) dari dalam padatan ke pelarut (n-Heksan)
melalui (Sediawan dan Prasetya, 1997) :
1. Selektivitas Pelarut harus dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan
cepat dan sempurna.
2. Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah
diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi. Pemisahan hasil ekstrak dan pelarut
biasanya dilakukan dengan penguapan, destilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu
titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat
3. Pelarut tidak boleh larut dalam air, pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh larut
dalam bahan ekstraksi.
4. Pelarut harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain.
5. Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam, dan jika diuapkan tidak
tertinggal dalam minyak.
14
8. Kriteria lain-lain pelarut sedapat mungkin harus: murah, tersedia dalam jumlah yang
besar, tidak beracun, tidak korosif, memiliki viskositas yang rendah, dan stabil
secara kimia dan termis.
Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi adalah
pelarut yang mudah menguap antara lain (Guenther, 1987) :
1. Petroleum eter
2. Benzene
Merupakan hasil pengolahan terbatu bara (bahan cat dari batu bara) yaitu dengan
pemisahan naftalen dari terbatu bara dengan menggunakan asam sulfat dan selanjutnya
dengan natrium hidroksida. Pelarut ini mempunyai titik didih 80,1 o C sehingga sisa
pelarut sukar diuapkan. Minyak hasil ekstraksi akan berwarna lebih gelap, lebih kental,
dan sulit dimurnikan sehingga perlu proses yang khusus.
3. Alkohol
Tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi bahan segar karena dapat melarutkan
air yang terdapat dalam bahan. Alkohol yang berkadar tinggi biasanya digunakan untk
mengekstraksi bahan kering, daun – daunan, batang, akar, dan terutama ekstraksi gum.
4. Etanol
15
5. Air
Merupakan pelarut yang paling mudah didapat dan murah. Pelarut ini bersifat
netral dan tidak berbahaya.
6. n-Heksan
Esterifikasi in situ adalah reaksi di mana bahan yang mengandung asam lemak
bebas direaksikan dengan alkohol membentuk ester dan air. Esterifikasi in situ hanya
dapat dilakukan jika umpan yang direaksikan dengan alkohol mengandung asam lemak
bebas tinggi. Selain itu, tidak diperlukan adanya tahap ekstraksi dalam proses ini karena
pada esterifikasi in situ, alkohol berfungsi sebagai solven pengekstrak sekaligus sebagai
reaktan. Keunggulan dari proses ini adalah :
1. Dengan memasukkan seluruh bagian biji ke dalam proses esterifikasi, kandungan asam
lemak dalam biji turut berperan dalam overall yield pembentukan ester.
2. Lemak yang teresterifikasi memiliki viskositas dan kelarutan yang berbeda dari
komponen trygliceridenya, sehingga dapat dengan mudah dipisahkan dari residu padat.
16
ongkos produksi dapat ditekan seminimal mungkin dan didapatkan produk dengan
kelayakan ekonomi lebih baik.
Reaksi Esterifikasi :
1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah
tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena
tidak memperbesar hasil.
17
2. Pengadukan
k = A e(-Ea/RT)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan
reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-
katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k
makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2020 sampai bulan Juli 2020. Tempat yang
digunakan untuk pelaksanaan kegiatan dan penelitian adalah Laboratorium Bioenergi
Teknik Energi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.
19
3.3 Bahan dan Alat
Bahan :
Alat :
- Corong pemisah
Solven = n-hexane
Waktu = 6 jam
b. Esterifikasi
20
- Variabel tetap :
- Variabel berubah
21
- Tambahkan 2-3 tetes indikator pp dan titrasi dengan larutan standart NaOH 0,1
N hingga warna merah muda tetap selama 15 detik.
- Lakukan penetapan duplo.
- Hitung Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas.
1. Memasukkan minyak biji karet, metanol, dan katalis H2SO4 ke dalam labu
leher tiga, kemudian diaduk dan dipanaskan sampai suhu reaksi yang
ditentukan.
2. Pertahankan suhu reaksi.
3. Sampel diambil tiap selang waktu 15 menit selama waktu reaksi untuk analisa
kadar FFA.
4. Setelah waktu operasi tertentu, reaksi dihentikan, saring campuran, ambil
filtratnya
5. Campuran metanol dan metil ester kemudian dipisahkan dengan distilasi.
6. Distilat kemudian dilarutkan dalam hexane dengan perbandingan volume 1:3
7. Larutan yang terpisah menjadi dua fase didekantasi untuk diambil lapisan
atasnya.
8. Campuran hexane dan metil ester didistilasi
9. Analisa densitas, GC/GC MS , dan nilai kalor.
22
3.5.3 Gambar Rangkaian Alat
Pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan metode esterifikasi in-situ dapat
dianalisis sebagai berikut:
23
1. Waktu dan perbandingan mol antara minyak biji karet dengan metanol yang
optimum pada pembuatan biodiesel diperoleh melalui proses reaksi esterifikasi in-
situ dengan variasi perbandingan mol metanol : minyak biji karet.
2. Untuk membuktikan adanya ester (metil ester) pada produk esterifikasi in situ,
dilakukan analisa dengan FT-IR. Adanya ester, dapat dilihat dari serapan khas
pada gugus C=O dan C–O.
3. Analisa kemurnian metil ester dilakukan dengan 1HNMR.
4. Identifikasi senyawa metil ester (biodiesel) menggunakan GC-MS. Berdasarkan
hasil kromatogram GC dan fragmen MS dari masing-masing senyawa, suatu
senyawa dikatakan mirip dengan standar jika memiliki berat molekul yang sama
dan memiliki pola fragmen yang mirip serta harga SI (indeks kemiripan) yang
tinggi. Untuk lebih memperkuat dugaan dapat dilihat base peak pada senyawa
metil ester yang memiliki ciri khas pada m/z = 74. Jika kandungan metil ester
pada senyawa biodiesel tinggi maka dimungkinkan tingginya konversi trigliserida
dalam minyak biji karet menjadi metil ester. Sehingga semakin besar kandungan
metil ester maka kemurnian biodiesel juga semakin besar.
24
BAB IV
Total 1.325.000
Total 60.000
25
Tabel 4.1.3 Biaya Lain-Lain
ATK
Total 815.000
Total 2.200.000
26
4.2 Jadwal Penelitian
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal (Studi
Literatur)
Seminar
Proposal dan
Perbaikan
Proposal
Penyiapan
bahan,
peralatan, dan
perancangan
Operasi Alat
dan
Pengambilan
Data
Analisa data
Kesimpulan
(Pembuatan
Laporan
Akhir)
(
Ujian LA
27
Revisi
28
DAFTAR PUSTAKA
2. Peningkatan mutu biodiesel dari minyak biji karet melalui pencampuran dengan biodiesel
minyak jarak pagar. In [dikutip 4 April 2020]. Tersedia pada:
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52246/4/BAB%20II%20Tinjauan%20
Pustaka.pdf
3. MF MY. Sintesis dan Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis)
Melalui Proses Estrans (Esterifikasi-Transesterifikasi) [Skripsi]. [Bogor (ID)]: Institut
Pertanian Bogor; 2010.
5. D. Wulandari Y, Oktari S. Proses Pembuatan Biodiesel dari Dedak dan Metanol dengan
Esterifikasi In Situ [Skripsi]. [Semarang]: Universitas Diponegoro; 2010.
29