Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL PENELITIAN

OPERASI OPTIMUM PEMBUATAN BIODIESEL

MINYAK BIJI KARET METODE ESTERIFIKASI IN SITU

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Laporan Akhir

Disusun Oleh :

Elza Febrianty Angraini 061740411497

Program Studi Diploma IV Teknik Energi Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri Sriwijaya

2020
LEMBAR PENGESAHAN
PENELITIAN LAPORAN AKHIR

Pemohon

Elza Febrianty Angraini


NPM : 061740411497

Palembang, Juni 2020

Menyetujui,
Pembimbing, Ketua Program Studi,

Dr. Yohandri Bow, S.T., M.T. Ir. Arizal Aswan, M.T.


NIP. 197110231994031002 NIP. 195804241993031001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia

Ir. Jaksen, M. Si
NIP. 196209041990031002

ii
OPERASI OPTIMUM PEMBUATAN BIODIESEL

MINYAK BIJI KARET METODE ESTERIFIKASI IN SITU

Elza Febrianty Angraini Program Studi DIV Teknik Energi , Jurusan Teknik Kimia,
Politeknik Negeri Sriwijaya Jl. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang, 30139
e-mail : elzafebrianty2501@gmail.com

RINGKASAN

Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan produksi biodiesel. Biodiesel


dihasilkan dari minyak tumbuh-tumbuhan (nabati), yang terdapat dalam jumlah
melimpah di Indonesia, baik dari sisi kuantitas maupun variasinya. Salah satu sumber
minyak nabati yang potensial di Indonesia adalah biji karet. Kandungan asam lemak
bebas (Free Fatty Acid (FFA)) yang tinggi menyebabkan minyak biji karet dapat
dikonversi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (biodiesel) dengan esterifikasi. Tujuan dari
penelitian ini adalah memanfaatkan biji karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel
dengan proses esterifikasi in situ serta mempelajari pengaruh jumlah solvent (metanol)
dan waktu operasi dalam pembuatannya.

Minyak biji karet sulit dimurnikan karena tingginya kandungan asam lemak bebas
dan senyawa-senyawa tak tersaponifikasikan. Lipase dalam biji karet mengakibatkan
kandungan asam lemak bebas minyak biji karet lebih tinggi dari minyak lain. Metode
yang digunakan untuk pembuatan biodiesel pada penelitian ini adalah proses esterifikasi
in situ. Di dalam proses ini, minyak biji karet dicampur dengan metanol dan katalis asam
(H2SO4) di mana metanol berfungsi sebagai solvent sekaligus reaktan. Pada proses ini
asam lemak bebas dapat terekstrak dari minyak biji karet dan selanjutnya bereaksi
dengan metanol membentuk metyl ester (biodiesel).

Tahapan kerja yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: Biji karet dilakukan
pengepresan mekanik untuk memisahkan minyak dan padatannya, pengujian kadar FFA

iii
awal terhadap minyak biji karet, pembuatan biodiesel dari minyak tersebut dan metanol
dengan metode esterifikasi in situ, pemurnian produk, analisa produk yang meliputi
densitas, kandungan ester dengan GC/GCMS dan nilai kalor dengan kalorimeter.

Dari analisa Gas Kromatografi yang dilakukan, proses esterifikasi in situ sebagai
upaya untuk memanfaatkan biji karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat
menghasilkan metil ester. Melakukan percobaan dengan solven sebesar 150,200,250 ml
untuk menentukan penambahan solven yang optimum, konversi yang dihasilkan
menurun karena metanol yang digunakan adalah metanol teknis waktu yang optimum,
semakin lama waktu reaksi, konversi semakin menurun karena terjadi hidrolisis ester.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses esterifikasi in situ minyak biji
karet mampu menghasilkan biodiesel dengan waktu operasi optimum dengan
mempengaruhi pada saat pemberian solven dan waktu reaksi untuk menghasilkan
konversi paling tinggi.

Keyword : Biodiesel, Biji Karet, Ekstraksi, Esterifikasi, H2SO4

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayahNya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan Tugas studi
berupa pembuatan proposal penelitian dengan judul “Operasi Optimum Pembuatan
Biodiesel Minyak Biji Karet dengan Esterifikasi In Situ” ini.

Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk Tugas Studi Mata
Kuliah Metodologi Penelitian pada Program Studi Diploma IV Teknik Energi Jurusan
Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Pemilihan judul tugas ini diperbaharui dan
dimodifikasi dari jurnal dan hasil percobaan para peneliti sebelumnya..

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bpk. Ir. Jaksen, M. Si selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

2. Bpk. Dr. Yohandri Bow, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing penelitian yang telah
mengarahkan dan membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

3. Bapak, Ibu, dan kakakku. Kupersembahkan ini untuk kalian. Terima kasih atas
do’a,restu, kasih sayang, dukungan, dan bantuan.

4. Teman – teman D4 Teknik Energi angkatan 2017.

5. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas studi ini.

Penyusun menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan proposal ini. Besar


harapan penyusun akan adanya saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan
proposal ini. Akhir kata, penyusun berharap agar Proposal dari Tugas Studi ini
bermanfaat bagi rekan – rekan dan pembaca yang memerlukan.

Palembang, September 2020

Penyusun

v
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ........................................................................................ ii
Ringkasan ......................................................................................................... iii

Kata Pengantar .................................................................................................. v


Daftar Isi.......................................................................................................... vi
Daftar Tabel .................................................................................................... . viii

Daftar Gambar ................................................................................................. ix

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
1.5. Relevansi ........................................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biji Karet........................................................................................... 5
2.2. Proses Pengambilan Minyak............................................................... 7
2.3 Biodiesel ........................................................................................... 10
2.4 Ekstraksi .......................................................................................... 12
2.5 Ekstraksi pelarut (solvent extraction) ................................................. 13
2.6 Esterifikasi In-Situ ............................................................................ 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian .............................................................................. 19
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 19
3.3 Alat dan Bahan .................................................................................. 20
3.3.1 Bahan .................................................................................. 20
3.3.2 Alat .................................................................................... 20

vi
3.4 Perlakuan dan Rancangan Percobaan………………………………… 20
3.4.1 Penetapan Variabel.............................................................. 20
3.4.2 Respon yang diamati ............................................................ 21
3.5 Prosedur Percobaan .......................................................................... 21
3.5.1 Prosedur Percobaan Ekstraksi ............................................... 21
3.5.2 Prosedur Percobaan Esterifikasi In-Situ .............................. 22
3.5.3 Gambar Rangkaian Alat ....................................................... 23
3.6 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data.............................................. 23

BAB IV. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN............................................ 25


4.1 Rincian Biaya .................................................................................... 25
4.2 Jadwal Penelitian..................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.1 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Biji Karet .......................... 6

Tabel 2.1.2 Sifat Fisika-Kimia Minyak Biji Karet ................................................ 6

Tabel 2.3. Standar Biodiesel Menurut SNI…………………………………….. 12

Tabel 4.1.1 Biaya Bahan dan Alat……………………………………………. 25

Tabel 4.1.2 Biaya Transportasi………………………………………………. 25

Tabel 4.1.3 Biaya Lain-lain……………………………………………….…… 26

Tabel 4.1.4 Rekapitulasi Biaya………………………………………………… 26

Tabel 4.2 Jadwal Penelitian……………………………………………….…… 27

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambar Biji Karet .............................................................................. 5

Gambar 2.6 Gambar Reaksi Esterifikasi dengan Katalis Asam ........................... 17

Gambar 3.5.3.1 Gambar Sokhlet Untuk Proses Ekstraksi .................................... 23

Gambar 3.5.3.2 Gambar Rangkaian Alat Untuk Proses Esterifikasi ................... 23

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan produksi biodiesel. Salah satu


potensi pengembangan biodiesel adalah dengan diversifikasi bahan baku. Biodiesel
dihasilkan dari minyak tumbuh-tumbuhan (nabati), yang terdapat dalam jumlah
melimpah di Indonesia, baik dari sisi kuantitas maupun variasinya. Salah satu sumber
minyak nabati yang potensial di Indonesia adalah biji karet. Indonesia merupakan negara
penghasil karet terbesar nomor 2 di dunia setelah Thailand, dengan total produksi sebesar
2,55 juta ton / tahun pada 2007. Di samping itu Indonesia juga merupakan negara dengan
luas lahan perkebunan karet terbesar di dunia, yang mencapai 3,4 juta hektar (Parhusip,
2008). Hasil utama perkebunan karet adalah latex, dan sejauh ini biji karet masih
terbuang percuma sebagai limbah. Biji karet mengandung minyak sebesar 40-50%,
dengan komposisi asam palmitat 13,11%, asam stearat 12,66%, asam arachidat 0,54%,
asam oleat 39,45%, asam linoleat 33,12% dan sisanya adalah asam lemak lain
(Setyawardhani dkk, 2009)(2). Asam oleat, linoleat dan linolenat sangat bermanfaat bagi
kesehatan, sebagai sumber asam lemak omega 3 , 6 dan 9, sedangkan asam palmitat dan
stearat berpotensi untuk dijadikan bahan bakar biodiesel berkualitas baik. Asam-asam
lemak dalam biji karet dapat diperoleh dengan hidrolisis terhadap minyaknya. Asam-
asam lemak jenuh (palmitat, stearat dan arachidat) dapat dipisahkan dari asam lemak tak
jenuhnya (oleat dan linoleat) dengan chilling (Setyawardhani dkk, 2007). Biodiesel
adalah metil ester dari asam lemak. Biodiesel dapat diperoleh dari esterifikasi asam
lemak maupun minyak nabati. Komponen utama minyak nabati adalah senyawa
trigliserida, yang merupakan ester asam lemak rantai panjang. Reaksi trans-esterifikasi
antara trigliserida dengan alkohol rantai pendek (misal etanol, metanol) menghasilkan
metil ester (biodiesel) dan gliserol.

1
Penelitian yang telah dilakukan Dwi Ardiana Setyawardhani, Sperisa
Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi membandingkan kualitas biodiesel
dari dua macam bahan baku. Yang pertama, dari minyak biji karet yang mengalami trans-
esterifikasi dengan acid pre-treatment. Dan kedua, dari asam lemak jenuh yang diperoleh
dari proses hidrolisis minyak biji karet. Diperoleh karakter biodiesel dari asam lemak
jenuh minyak biji karet nilainya sangat baik dari sisi viskositas, titik tuang, angka asam,
angka iod dan angka setana dibandingkan minyak biji karet dengan transesterifikasi acid
pre-treatment.

Hal ini penting, mengingat viskositas merupakan parameter resistansi bahan bakar
untuk mengalir. Viskositas yang yang terlalu tinggi akan mempersulit pengaliran bahan
bakar, sedangkan yang terlampau rendah memungkinkan terjadinya kebocoran. dengan
keselamatan (safety). Angka iod menunjukkan banyaknya ikatan rangkap di dalam metil
ester. Semakin banyak ikatan rangkap maka bahan bakar semakin tidak stabil. Ikatan
rangkap pada metil ester mudah teroksidasi dan terpolimerisasi membentuk resin yang
dapat mengendap dan menyumbat nozle. Sementara itu, parameter lain yang tak kalah
penting pada bahan bakar diesel adalah angka setana (cetane number). Angka setana
merupakan indikasi kemudahan bahan bakar menyala ketika diinjeksikan ke dalam
mesin. Tingkat kejenuhan yang tinggi (ditandai dengan rendahnya angka iod) berpotensi
meningkatkan angka setana. Ini terbukti dengan tingginya angka setana pada biodiesel
dari asam lemak jenuh. Sedangkan titik tuang, penting kaitannya dengan kondisi suhu
lingkungan yang masih dapat ditangani oleh bahan bakar pada saat dipompa atau
mengalir. Titik tuang adalah suhu terendah di mana bahan bakar masih dapat dituang atau
dialirkan. Angka asam yang rendah menunjukkan bahwa bahan bakar tidak mudah
mengkorosi logam-logam yang dilalui oleh bahan bakar pada saat dipergunakan. Ini
penting mengingat korosi yang terjadi pada mesin berhubungan dengan banyak hal yang
berkaitan

Sedangkan kelemahan dari biodiesel asam lemak jenuh ini adalah rendahnya flash
point (titik nyala). Asam lemak jenuh lebih mudah larut dalam metanol. Kemungkinan
hal ini menyebabkan masih adanya metanol yang terikut di dalam biodiesel, sehingga

2
menurunkan titik nyala bahan bakar tersebut. Titik nyala merupakan suhu terendah di
mana bahan bakar akan menyala bila berkontak dengan udara.

Dari uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk membuat biodiesel dengan
memanfaatkan minyak biji karet melalui esterifikasi in situ menggunakan katalis asam,
penggunaan bahan baku minyak biji karet kasar dikarenakan Flash point biodiesel telah
memenuhi SNI, sementara yang berasal dari asam lemak jenuh (penelitian sebelumnya)
belum memenuhi serta penggunaan metode esterifikasi in situ agar lemak yang
teresterifikasi memiliki viskositas dan kelarutan yang berbeda dari komponen
trygliceridenya, sehingga dapat dengan mudah dipisahkan dari residu padat. Selanjutnya,
untuk uji analisis akan dilakukan perbandingan karakteristiknya dengan biodiesel asam
lemak jenuh minyak biji karet pada penelitian sebelumnya. Biodiesel yang dihasilkan
dianalisis dengan menggunakan Analisa GC/GC MS, Analisa nilai kalor, pengukuran
densitas, dan menentukan operasi optimum dalam proses.

1.2 Rumusan Masalah

Minyak biji karet sulit dimurnikan karena tingginya kandungan asam lemak bebas
dan senyawa-senyawa tak tersaponifikasikan. Lipase dalam biji karet mengakibatkan
kandungan asam lemak bebas minyak biji karet lebih tinggi dari minyak lain. Dapat
diamati kenaikan kandungan asam lemak dalam biji karet akibat aktifitas enzim lipase.

Karena kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid (FFA)) yang tinggi,
minyak biji karet dapat dikonversi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (biodiesel) dengan
esterifikasi menggunakan alkohol (metanol). Metanol dapat mengekstraksi minyak dalam
biji karet sehingga metanol dapat langsung ditambahkan pada biji karet dengan katalis
asam dalam proses esterifikasi in situ. Pada proses tersebut ekstraksi dan esterifikasi
minyak biji karet dengan metanol membentuk metil ester berlangsung secara simultan.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini, biji karet dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
pembuatan biodiesel melalui metode esterifikasi in situ dengan metanol menggunakan
katalis asam sulfat.

3
1.3 Tujuan Penelitian

1. Memanfaatkan biji karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan proses
esterifikasi in situ.

2. Mengetahui pengaruh jumlah solvent (metanol) yang digunakan pada proses


esterifikasi dalam pembuatan biodiesel.

3. Mengetahui pengaruh waktu operasi pada proses esterifikasi dalam pembuatan


biodiesel.

4. Mengetahui nilai kalor yang didapat dari penelitian ini dan membandingkan dengan
penelitian sebelumnya.

1.4 Manfaat Penelitian

Memanfaatkan produk yang jatuh dari pohon karet (buangan) untuk menghasilkan
bahan bakar alternatif berkualitas dengan harga yang terjangkau serta menghasilkan
alternatif proses pembuatan bahan bakar diesel yang dapat diperbaharui untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil melalui proses esterifikasi in situ
berkatalis asam sulfat.

1.5 Relevansi

Proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet ini mengaplikasikan mata
kuliah satuan proses dengan menggunakan metode ekstraksi, Teknologi Bioenergi
dengan menggunakan konversi termokimiawi yaitu esterifikasi in Situ serta Teknik
pengolahan limbah menjadi produk yang lebih bernilai dan Kimia Fisika.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Karet

Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan salah satu komoditas pertanian
yang penting untuk Indonesia dan lingkup Internasional. Indonesia adalah negara
produsen karet alam terbesar ke dua di dunia setelah Thailand, karet merupakan salah
satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian Negara. Selain menghasilkan
lateks, perkebunan karet juga menghasilkan biji karet yang belum termanfaatkan secara
optimum dengan melihat tingginya kandungan minyak di dalam daging biji karet yakni
sebesar 30% maka minyak tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan. Seiring
perkembangan kebutuhan terhadap bahan bakar, pemanfaatan minyak biji karet semakin
banyak diteliti (Achmad Wildan et al., 2013)(3)

Tanaman karet dapat menghasilkan 800 biji karet untuk setiap pohonnya per
tahun. Pada lahan seluas 1 hektar, dapat ditanami sebanyak 400 pohon karet. Maka untuk
lahan seluas 1 hektar diperkirakan dapat menghasilkan 5.050 kg biji karet per tahunnya
(Santoso, et al., 2013). Buah karet berbentuk kotak tiga atau empat. Setelah berumur
enam bulan buah akan masak dan pecah sehingga biji karet terlepas dari batoknya. Biji
karet mempunyai bentuk ellipsoidal, dengan panjang 2,5-3 cm, yang mempunyai berat 2-
4 gram/biji. Biji karet terdiri dari 40-50% kulit yang keras berwarna coklat, dan 50-60%

5
kernel yang berwarna putih kekuningan. Kernel biji karet terdiri dari 45,63% minyak,
2,71% abu, 3,71% air, 22,17% protein dan 24,21% karbohidrat, sehingga biji karet
berpotensi digunakan sebagai sumber minyak. Akan tetapi, kandungan air yang cukup
besar dalam biji karet dapat memicu terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam
lemak. Oleh sebab itu, biji karet perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum dipres untuk
diambil minyaknya (Ikwuagwu et. al., 2000). Biji karet mengandung minyak nabati yang
dapat dimanfaatkan menjadi input yang berharga pada berbagai industri. Minyak biji
karet termasuk semi drying oil dan mudah teroksidasi. Minyak dari biji karet bersifat
tidak ekonomis apabila diolah menjadi minyak makan dan sangat baik digunakan sebagai
bahan industri seperti: alkil resin, linoleum, vernis, tinta cetak, cutting oils, minyak lumas
dan gemuk (Swern, 1964). Komposisi asam lemak dalam minyak biji karet dapat dilihat
pada tabel 1.(3)

6
Penghambat dalam pemanfaatan biji karet adalah terdapatnya kandungan racun
sianida dalam biji karet. Kandungan asam sianida dari minyak yang didapat adalah
16,29x10-3 mg/0,25 ml (Zulkarnain, 1993). Berdasarkan hasil penelitian ternyata dengan
memberi perlakuan pendahuluan yang meliputi perendaman dengan air, pengeringan,
pemanasan dengan uap dapat mengurangi kandungan sianida sampai dibawah dosis lethal
(Adam, 1970).

Kandungan asam lemak tak jenuh menentukan kemampuan suatu minyak untuk
menjadi minyak pengering. Jika kandungan asam linoleat suatu minyak mendekati 35%,
maka minyak tersebut lebih bersifat sebagai minyak pengering. Minyak biji karet
mempunyai kandungan asam linoleat sebesar 21% sampai dengan 24%, ini menunjukkan
bahwa minyak biji karet mempunyai sifat sebagai semi drying oil.

2.2 Proses Pengambilan Minyak

Minyak merupakan bahan cair di antaranya disebabkan rendahnya kandungan


asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki
satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik
lebur yang rendah (Winarno, 1991).
Mutu minyak yang berasal dari biji-bijian khususnya biji karet dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu (Larrañaga et al., 2016):

1. Kualitas dan kemurnian bahan baku. Adanya bahan asing atau biji yang berkualitas
jelek yang tercampur dalam bahan baku pada proses, akan menyebabkan minyak cepat
rusak dan berbau.

2. Usia biji. Biji karet yang usianya cukup tua akan menghasilkan minyak yang lebih baik
kuantitas dan kualitasnya dibanding dengan biji karet yang lebih muda.

3. Kadar air yang terkandung dalam biji karet. Biji karet yang terlalu lama disimpan akan
mengandung kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan minyak dengan mutu
yang kurang baik.

7
4. Perlakuan terhadap bahan baku pada saat proses dan pasca-proses (misalnya: halusnya
hasil pencacahan yang dilakukan, pemilihan jenis pelarut, penyimpanan minyak hasil
proses, dan sebagainya).

Menurut Ketaren (1986), ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak
atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara
ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering),
mechanical expression, dan solvent extraction.

2.2.1 Rendering

Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara
rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk
mengumpulkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel
tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di
dalamnya.

 Wet Rendering

Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup
dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan
uap (40-60 psi). Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan
yang akan diesktraksi dimasukkan ke dalam digester 10 dengan tekanan uap air sekitar 40
sampai 60 pound selama 4-6 jam (Ketaren,1986).

 Dry Rendering

Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan diperlengkapi
dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator) (Ketaren, 1986).

2.2.2 Mechanical Expression (Pengepresan Mekanis)

8
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan
minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini
diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.
Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan
penggilingan serta tempering atau pemasakan.

 Pengepresan hidraulik (Hydraulic Pressing)

Pada cara hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000
pound/inch². Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari
lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan
asal, sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4-6%,
tergantung dari lamanya bungkil ditekan di bawah tekanan hidraulik.

 Pengepresan Berulir (Screw Pressing)

Cara screw pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses
pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 240ºF
dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan
berkisar sekitar 2,5-3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung
minyak sekitar 4-5 persen. Cara lain untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering
dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi (Ketaren, 1986).

2.2.3 Ekstraksi (solvent extraction)

Ekstraksi Merupakan metode yang paling efektif untuk memperoleh minyak dari
biji karet. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan biji karet ke dalam suatu
larutan zat kimia. Sehingga minyak yang terkandung dalam biji karet akan terpisahkan
dari ampasnya. Pemisahan minyak ini berdasarkan perbedaan antara kelarutan minyak
dan bahan-bahan lainnya yang terkandung di dalam biji karet terhadap pelarutnya.
Kemudian dengan cara menguapkan pelarutnya maka didapat minyak murni. Minyak

9
yang diperoleh memiliki kemurnian yang tinggi dibandingkan dua metode sebelumnya,
karena selektivitas dari pelarut yang digunakan.

2.3 Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat


diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi
dengan alkohol (Özgul dan Türkay 1993; Pamuji, dkk. 2004; Gerpen 2004)(1). Biodiesel
dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel.

Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan,
biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui (Knothe 2005).
Komponen karbon dalam minyak atau lemak berasal dari karbon dioksida di udara,
sehingga biodiesel dianggap tidak menyumbang pemanasan global sebanyak bahan bakar
fosil. Mesin diesel yang beroperasi dengan menggunakan biodiesel menghasilkan emisi
karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, partikulat, dan udara beracun yang
lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar
petroleum (Gerpen 2004).

Minyak nabati yang memiliki kadar asam lemak bebas (FFA) rendah, kurang dari
5% bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi menggunakan katalis alkali
untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Namun bila kadar asam lemak bebas minyak
tersebut > 5 %, maka sebelumnya perlu dilakukan proses esterifikasi terhadap minyak
tersebut. Proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar FFA minyak/lemak yang
akan digunakan. Pada proses esterifikasi katalis yang digunakan adalah asam. Hasil dari
proses esterifikasi ini adalah metil ester kasar dan metanol sisa (Hambali et al. 2008).
Metil ester kasar yang diperoleh kemudian diproses lagi melalui tahapan transesterifikasi
guna mendapatkan metil ester murni. Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel
merupakan proses kimia yang mengubah satu ester pada gliserol yang terkandung di
dalam minyak menjadi bentuk ester lain seperti monoester alkil yang merupakan

10
penyusun dari biodiesel. Pada proses ini minyak direaksikan dengan alkohol dan alkali
sebagai 11 katalis sehingga menghasilkan gliserol dan biodiesel (Peterson et al. 1996;
Canakci & Gerpen 1999; Saraf & Thomas 2007).(4)

Ada setidaknya 5 alasan mengapa biodiesel amatlah penting dikembangkan antara lain:

1. Menyediakan pasar bagi kelebihan produksi minyak tumbuhan dan lemak hewan
2. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil
3. Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak menyebabkan
pemanasan global (Dunn 2005). Analisa siklus kehidupan memperlihatkan bahwa
emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan mesin
diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum.
4. Emisi yang keluar dari karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan
partikulat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan bakar petrolum untuk
diesel.
5. Bila ditambahkan ke bahan bakar diesel biasa dengan jumlah sekitar 1-2%, biodiesel
ini dapat mengubah bahan bakar dengan kemampuan pelumas yang rendah, seperti
modern ultra low sulfur diesel fuel , menjadi bahan bakar yang dapat diterima umum
(Gerpen 2004).

Peningkatan asam lemak bebas secara cepat terjadi karena adanya enzim lipase
aktif dalam biji karet setelah proses pengepresan, sehingga dapat dikonversi menjadi
metil ester dengan proses esterifikasi. Pada reaksi ini biasanya dibutuhkan katalis yang
kuat (Putrawan 2006). Metil ester inilah yang kemudian disebut biodiesel.

Kualitas biodiesel ditentukan oleh kemurnian senyawa metil ester di dalam


biodiesel. Senyawa selain metil ester (kontaminan) yang terdapat di dalam biodiesel
dapat menyebabkan permasalahan ketika penggunaan biodiesel pada mesin. Kontaminan
dapat menyebabkan timbulnya kerak pada mesin dan penyumbatan pada saluran injeksi.
Kontaminan yang terdapat pada biodiesel dapat berupa asam lemak bebas, gliserol,
mono-, di- dan trigliserida yang masih terdapat pada biodiesel (Knothe, 2006). Gliserol,
mono-, di- dan trigliserida dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pada alat injeksi
mesin. Sedangakan asam lemak bebas, terutama asam lemak bebas tidak jenuh dan air

11
dapat menyebabkan timbulnya kerak pada tangki bahan bakar dan saluran pembakaran.
Selain itu, air dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan
emulsi.(4)

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi Minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan


lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida adalah daya larutnya
dalam pelarut organik (misalnya eter, benzena, dan kloroform) atau sebaliknya ketidak
larutannya dalam pelarut air. Sebagai senyawa hidrokarbon, minyak pada umumnya tidak
larut dalam air tetapi larut dalam bahan pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang
paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya.
Karena polaritas lipida berbedabeda maka tidak ada bahan pelarut umum (universal)
untuk semua macam lipida. Contohnya, senyawa trigliserida yang bersifat non-polar akan
mudah diekstraksi dengan pelarut-pelarut non-polar misalnya heksana atau petroleum
eter. Kadar air yang tinggi dalam bahan menyebabkan lipida sukar diekstraksi dengan
pelarut non-polar (eter) karena bahan pelarut sukar masuk ke dalam jaringan yang basah

12
dan menyebabkan bahan pelarut menjadi jenuh dengan air sehingga kurang efisien untuk
ekstraksi. Pemanasan bahan yang terlalu tinggi juga tidak baik karena dapat
menyebabkan sebagian minyak akan terikat dengan protein dan karbohidrat yang ada
terkandung di dalam bahan sehingga menjadi sulit diekstraksi. Ekstraksi adalah
pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan menggunakan
bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari
komponen-konponen dalam campuran. Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-
tahap berikut:

a. Pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak.


Dalam hal ini terjadi perpindahan massa secara difusi pada bidang antar muka bahan
ekstraksi dengan pelarutnya. Dengan demikian terjadi pelarutan ekstrak.

b. Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat.

c. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya
dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu larutan ekstrak dapat
langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.

Pelarutan merupakan peristiwa penguraian suatu zat menjadi komponennya, baik


berupa molekul-molekul, atom-atom ataupun ion-ion, karena pengaruh pelarut cair yang
melingkupinya. Partikel-partikel yang terlarut ini berkumpul di permukaan antara
(interface) padatan dan pelarut. Bila peristiwa pelarutan masih terus berlangsung, maka
akan terjadi difusi partikel-partikel zat terlarut dari lapisan antara fase menembus lapisan
permukaan pelarut dan masuk badan pelarut dimana zat terlarut didistribusikan merata.
Jadi, difusi terjadi di fase padat diikuti difusi di fase cairan. Peristiwa ini terus
berlangsung sehingga keadaan seimbang tercapai (Bird et al., 1976).

2.5 Ekstraksi Pelarut (Solvent extraction)

Pengambilan minyak dengan cara ekstraksi pelarut cocok untuk pengambilan


minyak nabati dari biji – bijian. Pada proses ekstraksi minyak dari biji – bijian dengan

13
pelarut, perpindahan massa solute (minyak) dari dalam padatan ke pelarut (n-Heksan)
melalui (Sediawan dan Prasetya, 1997) :

1. Difusi dari dalam padatan (biji) ke permukaan padatan (biji).

2. Perpindahan massa minyak dari permukaan padatan (biji) ke cairan.

Pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnya


dipengaruhi oleh faktor – faktor antara lain (Guenther, 1987) :

1. Selektivitas Pelarut harus dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan
cepat dan sempurna.

2. Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah
diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi. Pemisahan hasil ekstrak dan pelarut
biasanya dilakukan dengan penguapan, destilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu
titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat

3. Pelarut tidak boleh larut dalam air, pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh larut
dalam bahan ekstraksi.

4. Pelarut harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain.

5. Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam, dan jika diuapkan tidak
tertinggal dalam minyak.

6. Kerapatan Pada proses ekstraksi, terutama pada ekstraksi caircair, sebaiknya


terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini
bertujuan agar kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah
terjadinya pencampuran. Apabila perbedaan kerapatan kecil, seringkali pemisahan
harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dengan ekstraktor
sentrifugal).

7. Pelarut harus tidak mudah terbakar.

14
8. Kriteria lain-lain pelarut sedapat mungkin harus: murah, tersedia dalam jumlah yang
besar, tidak beracun, tidak korosif, memiliki viskositas yang rendah, dan stabil
secara kimia dan termis.

Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi adalah
pelarut yang mudah menguap antara lain (Guenther, 1987) :

1. Petroleum eter

Diperoleh dari hasil penyulingan bertingkat terdiri dari beberapa fraksi


hidrokarbon dengan titik didih berbeda. Pelarut ini mempunyai kisaran titik didih antara
30 – 70℃, bersifat selektif dalam melarutkan zat, mudah menguap, dan sangat baik
digunakan dalam proses ekstraksi khususnya untuk ekstraksi bunga. Kelemahan pelarut
ini adalah selama proses ekstraksi, kehilangan pelarut cukup besar karena titik didihnya
yang rendah.

2. Benzene

Merupakan hasil pengolahan terbatu bara (bahan cat dari batu bara) yaitu dengan
pemisahan naftalen dari terbatu bara dengan menggunakan asam sulfat dan selanjutnya
dengan natrium hidroksida. Pelarut ini mempunyai titik didih 80,1 o C sehingga sisa
pelarut sukar diuapkan. Minyak hasil ekstraksi akan berwarna lebih gelap, lebih kental,
dan sulit dimurnikan sehingga perlu proses yang khusus.

3. Alkohol

Tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi bahan segar karena dapat melarutkan
air yang terdapat dalam bahan. Alkohol yang berkadar tinggi biasanya digunakan untk
mengekstraksi bahan kering, daun – daunan, batang, akar, dan terutama ekstraksi gum.

4. Etanol

Sering digunakan sebagi pelarut dalam praktikum karena mempunyai kelarutan


yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya.
Etanol memiliki titik didih yang rendah sehingga memudahkan pemisahan minyak dari
pelarutnya dalam proses destilasi.

15
5. Air

Merupakan pelarut yang paling mudah didapat dan murah. Pelarut ini bersifat
netral dan tidak berbahaya.

6. n-Heksan

Merupakan pelarut yang paling ringan dalam mengangkat minyak yang


terkandung dalam biji – bijian dan mudah menguap sehingga memudahkan untuk refluk.
Pelarut ini sangat mudah dididihkan karena memiliki titik didih antara 65 – 70℃. Hasil
ekstraksinya akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan kental karena bersifat
tidak selektif terhadap pigmen tanaman. Sifat fisika dan sifat kimia dari pelarut n-heksan
antara lain : Rumus molekul : C6H14, Berat molekul : 86 gr/mol, wujud (25 0 C) : Cair,
Densitas : 0,659 gr/cm3 dan berwarna : Bening.

2.6 Esterifikasi In Situ

Esterifikasi in situ adalah reaksi di mana bahan yang mengandung asam lemak
bebas direaksikan dengan alkohol membentuk ester dan air. Esterifikasi in situ hanya
dapat dilakukan jika umpan yang direaksikan dengan alkohol mengandung asam lemak
bebas tinggi. Selain itu, tidak diperlukan adanya tahap ekstraksi dalam proses ini karena
pada esterifikasi in situ, alkohol berfungsi sebagai solven pengekstrak sekaligus sebagai
reaktan. Keunggulan dari proses ini adalah :

1. Dengan memasukkan seluruh bagian biji ke dalam proses esterifikasi, kandungan asam
lemak dalam biji turut berperan dalam overall yield pembentukan ester.

2. Lemak yang teresterifikasi memiliki viskositas dan kelarutan yang berbeda dari
komponen trygliceridenya, sehingga dapat dengan mudah dipisahkan dari residu padat.

3. Alkohol bertindak sebagai solven pengekstrak komponen minyak, sekaligus reagen


untuk mengesterifikasi komponen. Dengan tidak diperlukannya tahap ekstraksi,

16
ongkos produksi dapat ditekan seminimal mungkin dan didapatkan produk dengan
kelayakan ekonomi lebih baik.

Esterifikasi in situ dapat dilaksanakan dengan menggunakan katalis padat


(heterogen) atau katalis cair (homogen). Pada penelitian ini, digunakan katalis cair berupa
asam sulfat (H2SO4) (2)

Reaksi Esterifikasi :

RCOOH + CH3OH ↔ RCOOCH3 + H2O

Asam lemak metanol Metil ester Air

Mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam adalah :

Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain(5) :

1. Waktu Reaksi

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah
tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena
tidak memperbesar hasil.

17
2. Pengadukan

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi


dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna.
Sesuai dengan persamaan Archenius :

k = A e(-Ea/RT)

dimana, T = Suhu absolut ( ºC)

R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)

E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)

k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)

A = Faktor tumbukan (t-1)

Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan
reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-
katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.

3. Katalisator

Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi


sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi
esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4
% berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta 1978).

4. Suhu Reaksi

Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k
makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.

18
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode


eksperimental di laboratorium. Biji karet dilakukan pengepresan mekanik untuk
memisahkan minyak dan padatannya, lalu untuk meningkatkan kandungan asam lemak
bebas di dalam minyak biji karet kemudian dilakukan uji kadar FFA awal terhadap
minyak biji karet yang diekstraksi dari biji karet dengan solven n-heksan. Pada
pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan menggunakan metanol ini digunakan
metode esterifikasi in situ. Minyak biji karet dengan berat tertentu dimasukkan ke dalam
labu leher tiga, kemudian ditambahkan methanol dan katalis H2SO4 sesuai variabel.
Pada selang waktu tertentu, dianalisa kadar FFA-nya. Setelah reaksi selesai, produk
dimurnikan dengan penyaringan dan distilasi. Produk yang terbentuk kemudian
dilarutkan dalam heksane, lalu lapisan atas didistilasi untuk diambil biodieselnya, untuk
kemudian dianalisa densitas, kandungan esternya dengan GC/GCMS dan nilai kalornya
dengan kalorimeter.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2020 sampai bulan Juli 2020. Tempat yang
digunakan untuk pelaksanaan kegiatan dan penelitian adalah Laboratorium Bioenergi
Teknik Energi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

19
3.3 Bahan dan Alat

Bahan :

- Biji Karet - Metanol teknis


- Etanol 96% - NaOH
- Indikator pp - H2SO4
- Aquadest - n-heksan

Alat :

- Labu leher tiga - Buret

- Erlenmeyer - Gelas ukur

- Pipet tetes - Motor Pengaduk

- Beaker glass - Pemanas

- Statif dan klem - Termometer

- Water bath - Labu takar

- Corong pemisah

3.4 Perlakuan dan Rancangan Percobaan

3.4.1 Penetapan Variabel


a. Ekstraksi Minyak biji karet (Untuk penentuan kadar FFA awal) :

Solven = n-hexane

Waktu = 6 jam

Suhu (°C) = 65-70 ℃

b. Esterifikasi

20
- Variabel tetap :

Berat biji karet (kg) = 0,5 kg

Kecepatan pengadukan = Skala 4

Jumlah katalis H2SO4 ( % V ) = 2% V

- Variabel berubah

Jumlah metanol (ml) = 150, 200, 250 ml

Lama esterifikasi ( menit ) = 60; 90; 120; 150 menit

Waktu pengambilan sampel = tiap 15 menit

3.4.2 Respon yang diamati:


1. Kebutuhan titran NaOH 3. Pengukuran densitas

2. Analisa GC/GC MS 4. Analisa nilai kalor

3.5 Prosedur Percobaan


3.5.1 Prosedur Percobaan Ekstraksi
1. Masukkan minyak biji karet ke dalam labu leher tiga, tambahkan n-heksan,
dipanaskan sampai suhu 60-65° C, lakukan selama ± 6 Jam.
2. Saring hasil ekstraksi (pemisahan n-hexane dari hasil ekstraksi).
3. Distilasi hasil ekstraksi dan analisa minyak biji karet yang didapat.
4. Analisa bilangan asam dan asam lemak bebas sesuai prosedur SNI 01-
35551998 yaitu dengan cara sbb:
- Ambil 3 ml sampel ke dalam erlenmeyer 250 ml.
- Tambahkan 9 ml etanol 96% netral.
- Panaskan sampai 45 0C

21
- Tambahkan 2-3 tetes indikator pp dan titrasi dengan larutan standart NaOH 0,1
N hingga warna merah muda tetap selama 15 detik.
- Lakukan penetapan duplo.
- Hitung Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas.

3.5.2 Prosedur Percobaan Esterifikasi In Situ

1. Memasukkan minyak biji karet, metanol, dan katalis H2SO4 ke dalam labu
leher tiga, kemudian diaduk dan dipanaskan sampai suhu reaksi yang
ditentukan.
2. Pertahankan suhu reaksi.
3. Sampel diambil tiap selang waktu 15 menit selama waktu reaksi untuk analisa
kadar FFA.
4. Setelah waktu operasi tertentu, reaksi dihentikan, saring campuran, ambil
filtratnya
5. Campuran metanol dan metil ester kemudian dipisahkan dengan distilasi.
6. Distilat kemudian dilarutkan dalam hexane dengan perbandingan volume 1:3
7. Larutan yang terpisah menjadi dua fase didekantasi untuk diambil lapisan
atasnya.
8. Campuran hexane dan metil ester didistilasi
9. Analisa densitas, GC/GC MS , dan nilai kalor.

22
3.5.3 Gambar Rangkaian Alat

Gambar 3.5.1. Sokhlet untuk proses ekstraksi

Gambar 3.5.2. Rangkaian alat untuk proses esterifikasi

3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan metode esterifikasi in-situ dapat
dianalisis sebagai berikut:

23
1. Waktu dan perbandingan mol antara minyak biji karet dengan metanol yang
optimum pada pembuatan biodiesel diperoleh melalui proses reaksi esterifikasi in-
situ dengan variasi perbandingan mol metanol : minyak biji karet.
2. Untuk membuktikan adanya ester (metil ester) pada produk esterifikasi in situ,
dilakukan analisa dengan FT-IR. Adanya ester, dapat dilihat dari serapan khas
pada gugus C=O dan C–O.
3. Analisa kemurnian metil ester dilakukan dengan 1HNMR.
4. Identifikasi senyawa metil ester (biodiesel) menggunakan GC-MS. Berdasarkan
hasil kromatogram GC dan fragmen MS dari masing-masing senyawa, suatu
senyawa dikatakan mirip dengan standar jika memiliki berat molekul yang sama
dan memiliki pola fragmen yang mirip serta harga SI (indeks kemiripan) yang
tinggi. Untuk lebih memperkuat dugaan dapat dilihat base peak pada senyawa
metil ester yang memiliki ciri khas pada m/z = 74. Jika kandungan metil ester
pada senyawa biodiesel tinggi maka dimungkinkan tingginya konversi trigliserida
dalam minyak biji karet menjadi metil ester. Sehingga semakin besar kandungan
metil ester maka kemurnian biodiesel juga semakin besar.

24
BAB IV

BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Rincian Biaya

Tabel 4.1.1 Biaya Bahan dan Alat

No. Material Biaya satuan Jumlah


(Rp.) (Rp.)

Labu leher tiga, Buret, Erlenmeyer ,


Gelas ukur, Pipet tetes, Motor
Pengaduk, Beaker glass, Pemanas,
Statif dan klem, Termometer, Water
bath, Labu takar, Corong pemisah.
1 - -

2 Biji Karet 5 kg 20.000 100.000

Mesin Press Minyak Biji-bijian per 4


3 orang ( 1 unit ) 4.900.000 1.225.000

Total 1.325.000

Tabel 4.1.2 Biaya Transportasi

No. Transportasi Biaya (Rp.)

1 Pencarian bahan praktek 60.000

Total 60.000

25
Tabel 4.1.3 Biaya Lain-Lain

Biaya Satuan Jumlah


No Lain-lain
(Rp) (Rp)

ATK

1 a. Kertas 3 rim 30.000 90.000

b. Tinta printer 3 buah 25.000 75.000

2 Publikasi Laporan 6 rangkap 50.000 300.000

3 Pencarian Literatur 50.000 50.000

4 Sewa Laboratorium 300.000 300.000

Total 815.000

Tabel 4.1.4 Rekapitulasi Biaya

No Spesifikasi Jumlah (Rp)

1 Biaya alat dan bahan habis pakai 1.325.000

2 Biaya transportasi 60.000

3 Biaya lain-lain 815.000

Total 2.200.000

26
4.2 Jadwal Penelitian

Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan 1 April 2020 – 1 September 2020

April Mei Juni Juli AAgustus September

Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan
Proposal (Studi
Literatur)

Seminar
Proposal dan
Perbaikan
Proposal

Penyiapan
bahan,
peralatan, dan
perancangan

Operasi Alat
dan
Pengambilan
Data

Analisa data

Kesimpulan
(Pembuatan
Laporan
Akhir)
(

Ujian LA

27
Revisi

Palembang, Juni 2020

Menyetujui, Hormat Saya,


Ketua Program Studi

Ir. Arizal Aswan , M. T Elza Febrianty Angraini


NIP. 195804241993031001 NPM. 061740411497

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Puji Handayani S. PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK IKAN DENGAN


RADIASI GELOMBANG MIKRO [Skripsi]. [Surakarta]: Universitas Sebelas Maret; 2010.

2. Peningkatan mutu biodiesel dari minyak biji karet melalui pencampuran dengan biodiesel
minyak jarak pagar. In [dikutip 4 April 2020]. Tersedia pada:
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52246/4/BAB%20II%20Tinjauan%20
Pustaka.pdf

3. MF MY. Sintesis dan Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis)
Melalui Proses Estrans (Esterifikasi-Transesterifikasi) [Skripsi]. [Bogor (ID)]: Institut
Pertanian Bogor; 2010.

4. Ardiana Setyawardhani D, Distantina S, Henfiana H, Saktika Dewi A. Pembuatan Biodiesel


dari Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet. Univ Diponegoro. 2010; Seminar Rekayasa
Kimia dan Proses. ISSN : 1411-4216

5. D. Wulandari Y, Oktari S. Proses Pembuatan Biodiesel dari Dedak dan Metanol dengan
Esterifikasi In Situ [Skripsi]. [Semarang]: Universitas Diponegoro; 2010.

29

Anda mungkin juga menyukai