PENELITIAN TERAPAN
i
ii
RINGKASAN
iii
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusunan hasil penelitian dalam Laporan Antara dengan
judul “Pengaruh Penambahan Biochar, Kompos, dan Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid dalam Fitoremediasi Tanah Terkontaminasi Logam Berat
Merkuri (Hg) oleh Akar Wangi pada Penambangan Emas Skala Kecil (PESK)” ini
dapat diselesaikan. Hasil penelitian ini disusun sebagai salah satu laporan untuk
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM), Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. M. Irhas Effendi, M.Si, Rektor UPN “Veteran” Yogyakarta
2. Dr. Ir. Sutarto, MT, Dekan Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yo-
gyakarta
3. Dr. Ir. Eddy Winarno, S.Si, MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan UPN
“Veteran” Yogyakarta
4. Dr. Hendro Widjanarko, MM, Ketua LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta
5. Semua pihak yang telah membantu.
Semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pada
umumnya dan khusunya ilmu pertambangan. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat.
Yogyakarta, November 2021
Tim Peneliti
Ketua
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .................................................................................................. iii
PRAKATA....................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3. Kontribusi Penelitian ......................................................................... 4
v
5.10. Pemeliharaan dan Penambahan EDTA .............................................. 35
5.11. Tahapan Pemanenan .......................................................................... 37
5.12. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman.................................................... 38
5.13. Pengaruh Penambahan Biochar, Kompos, dan EDTA
terhadap pH Tanah.............................................................................. 39
5.14. Pengaruh Penambahan Biochar, Kompos, dan EDTA
terhadap Konsentrasi Hg dalam Akar dan Tajuk Tanaman................ 40
5.15. Pengaruh Penambahan Biochar, Kompos, dan EDTA
terhadap Nilai BAC, BCF, dan TF..................................................... 42
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Karakteristik Biochar pada Biomassa Sekam Padi..................................... 11
2.2 Penelitian Terdahulu tentang Metode Fitoremediasi.................................. 13
4.1 Rancangan Percobaan................................................................................. 18
5.1 Hasil Pengujian Awal................................................................................. 26
5.2 Nilai Biological Accumulation Coeffecient (BAC),
Biological Concentration Factor (BCF), dan Translocation Factor (TF). . 43
6.1 Kemajuan Publikasi Penelitian Bulan November 2021.............................. 44
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Mekanisme Penyerapan pada Teknologi Fitoremediasi (Tangahu, 2011). 6
2.2 Tanaman akar wangi................................................................................... 9
4.1 Diagram Alir Penelitian.............................................................................. 18
4.2 Lubang Tambang........................................................................................ 20
4.3 Tempat Pengolahan Emas Secara Amalgamasi.......................................... 21
5.1 Peta Lokasi Penambangan Emas Skala Kecil............................................. 24
5.2 Pengambilan Sampel Tanah....................................................................... 25
5.3 Pengambilan Sampel Tanah Media Percobaan........................................... 28
5.4 Tanah Dikering Udarakan........................................................................... 29
5.5 Proses Penumbukan dan Pengayakan Tanah.............................................. 29
5.6 Penimbangan Media tanah.......................................................................... 30
5.7 Persiapan Biochar Sekam Padi................................................................... 31
5.8 Persiapan Media Kompos........................................................................... 32
5.9 EDTA.......................................................................................................... 32
5.10 Persiapan Tanaman Akar Wangi.............................................................. 33
5.11 Pembuatan Greenhouse............................................................................ 34
5.12 Persiapan Penanaman............................................................................... 35
5.13 Pemeliharaan Tanaman............................................................................. 36
5.14 Penambahan EDTA.................................................................................. 36
5.15 a) Percobaan Hari ke 0, dan b) Percobaan Hari ke 28.............................. 37
5.16 Tahapan Pemanenan................................................................................. 38
5.17 Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman.......................................................... 38
5.18 Hasil Analisis pH Tanah........................................................................... 40
5.19 Konsentrasi Hg dalam Akar dan Tajuk Tanaman..................................... 41
vii
DAFTAR LAMPIRAN
HKI Buku
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kadar logam berat merkuri (Hg) yang tinggi, sehingga perlu dilakukannya
remediasi tanah.
Berbagai pendekatan telah diteliti untuk menstabilkan tanah terkontaminasi
logam berat tetapi sering kali mahal dan bahkan dapat mempengaruhi sifat tanah
secara permanen, dan dapat membuat tanah tidak berguna sebagai media untuk
tanaman. Dibandingkan dengan teknologi lain, fitoremediasi adalah pendekatan
yang hemat biaya dan ramah lingkungan untuk remediasi tanah yang
terkontaminasi merkuri (Lv dkk, 2018). Fitoremediasi melibatkan penggunaan
tanaman untuk mendegradasi, mengekstrak, menguap atau melumpuhkan
kontaminan dari tanah, dan spesies tanaman tertentu yang dikenal sebagai
hiperakumulator, merupakan bagian penting dari proses remediasi (Chamba dkk,
2017; Fernandez dkk, 2017; Liu dkk, 2018). Terdapat beberapa jenis tanaman
yang bersifat hiperakumulator karena mampu menyerap polutan dalam jumlah
besar, namun pada kondisi tanah dengan berkadar logam tinggi pertumbuhannya
terganggu (Hamzah, dan Priyadarshini, 2019). Kemudian untuk membantu proses
fitoremediasi, maka diperlukan bahan yang dapat membantu pertumbuhan
tanaman pada kondisi dengan kadar logam berat yang tinggi dan meningkatakan
efisiensi penyerapan logam pada tanaman.
Bahan alternatif dari residu organik yang berbiaya rendah, dan ramah
lingkungan seperti biochar dan kompos. Biochar dan kompos telah terbukti
mengurangi logam berat yang tersedia secara hayati di tanah yang terkontaminasi
dan meningkatkan kualitas tanah untuk pertumbuhan tanaman (Adejumo dkk,
2011; Farrell dan Jones, 2010; Beesley dkk, 2011). Untuk lebih meningkatkan
akumulasi logam berat pada tanaman, Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA)
digunakan secara ekspansif sebagai bahan pengkelat logam berbiaya rendah yang
efektif dalam fitoremediasi (Han dkk, 2004; Luo dkk, 2005; Hovsepyan dan
Greipsson 2005; Seth dkk, 2011; Ng dkk, 2016).
Dalam penelitian ini metode fitoremediasi menggunakan tanaman akar
wangi (Vetiveria zizanioides) dikembangkan dengan menggunakan biochar sekam
padi, kompos, dan EDTA. Dasar pemilihan tanaman akar wangi (Vetiveria
zizanioides) ini adalah merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada
konsentrasi logam berat yang tinggi, dan kemampuannya dalam penyerapan
2
logam berat yang mencerminkan kemampuan akar wangi dalam penyerapan
logam berat (Samsuri dkk, 2019; Putra dkk, 2018). Pemilihan kompos dan biochar
adalah karena memiliki kandunga unsur hara berupa nitrogen (N), phosfor (P),
kalium (K), calsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), dan kapasitas tukar
kation (KTK) yang tinggi. KTK merupakan salah satu sifat kimia tanah yang
berkaitan erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator
kesuburan tanah. Sehingga penerapan kompos dan biochar dapat meningkatkan
kemampuan tumbuh tanaman. Penambahan kompos menghasilkan tanaman
tertinggi dengan lingkar batang terlebar, sedangkan penambahan biochar sekam
padi menghasilkan tanaman dengan jumlah daun terbanyak (Ogundiran dkk,
2018). Kompos memiliki KTK tertinggi, di ikuti oleh biochar sekam padi.
Pengaruh kompos dan biochar pada pH tanah agak asam mulai dari 5,6 di 100%
tanah terkontaminasi sampai 6,24 di 25% tanah terkontaminasi menjadi antara 7,0
hingga 8,3 (Ogundiran dkk, 2018). Pemilihan bahan khelat EDTA karena
efisiensinya yang tinggi untuk melarutkan logam dan metaloid pada tanah (Shahid
dkk, 2014; Suthar dkk, 2014; Luo dkk, 2016; Jiang dkk, 2019). Penambahan
khelat EDTA dan kompos mampu meningkatkan konsentrasi logam di dalam akar
tanaman, sehingga menyebabkan nilai konsentrasi logam merkuri pada tajuk
tanaman meningkat (Putra, dkk 2018).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh biochar, kompos, dan
EDTA dalam meningkatkan penyerapan logam berat pada tanah terkontaminasi
merkuri (Hg) oleh tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides).
3
1.3. Kontribusi Penelitian
Luaran penelitian ini diharapkan dapat menjadi:
a. Publikasi ilmiah dalam proceeding, jurnal nasional ataupun jurnal interna-
sional.
b. Kontribusi dalam bidang akademik :
Panduan bagi mahasiswa tambang dalam mengelola tanah terkontaminasi
logam berat merkuri (Hg) dengan menggunakan penambahan biochar sekam
padi, kompos, dan Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) dalam
meningkatkan penyerapan logam berat pada metode fitoremediasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Fitoremediasi
Fitoremediasi berasal dari gabungan kata phyto (tanaman) dari bahasa
Yunani dan remedium (memulihkan) dari bahasa Latin. Dengan demikian,
fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tanaman untuk
menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan
5
pencemar baik senyawa organik maupun anorganik (Dhahiyat, 2011).
Fitoremediasi merupakan strategi remediasi yang dikendalikan oleh sinar matahari
yang murah, efisien, dapat diterapkan ‘in-situ’, serta ramah lingkungan
(Vithanage dkk, 2012). Kontaminan organik melibatkan proses fitostabilisasi,
rizodegradasi, rizofiltrasi, fitodegradasi, dan fitovolatilisasi. Dimana mekanisme
ini terkait dengan sifat kontaminan organik yang tidak dapat diserap oleh jaringan
tumbuhan. Sedangkan mekanisme yang meliputi kontaminan anorganik adalah
fitostabilisasi, rizofiltrasi, fitoakumulasi, dan fitovolatilisasi (Tangahu, 2011).
Mekanisme penyerapan menggunakan teknologi fitoremediasi dapat dilihat pada
gambar 2.1
Gambar 2.1
Mekanisme Penyerapan pada Teknologi Fitoremediasi (Tangahu, 2011)
Penjelasan mengenai skema strategi fitoremediasi sebagai berikut:
1. Fitoekstraksi
Fitoekstraksi (juga dikenal sebagai fitoakumulasi, fitoabsorpsi, atau fi-
tosekuetrasi), adalah penyerapan senyawa pencemar dari tanah atau air oleh
akar tanaman serta translokasi dan akumulasi senyawa pencemar tersebut di
dalam bagian atas tanah, yaitu tajuk tanaman. Translokasi logam ke tajuk
merupakan proses biokimia yang sangat penting karena hasil panen
biomassa akar umumnya tidak signifikan (Tangahu dkk, 2011).
Fitoekstraksi mengacu pada penyerapan dan translokasi unsur logam
pencemar di tanah oleh tumbuhan tertentu yang disebut hiperakumulator,
yaitu tumbuhan yang dapat menyerap unsur logam dalam jumlah besar
6
dibandingkan dengan tumbuhan non akumulator, tanpa terlihat gejala
kerusakan atau kematian tanaman (Baker dan Brooks, 1989 dalam Han-
dayanto dkk, 2017). Tumbuhan hiperakumulator adalah spesies yang
mampu mengakumulasi logam 100 kali lebih besar daripada yang biasa di-
jumpai dalam tajuk tumbuhan non akumulator umumnya. Suatu hiperaku-
mulator dapat mengakumulasi lebih dari 10 mg/kg Hg; 100 mg/kg Cd; 1000
mg/kg Co, Cr, Cu dan Pb; 10.000 mg/kg Zn dan Ni (Baker dkk, 2000).
Fitoekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni fi-
toekstraksi induksi (induced phytoextraction), dan fitoekstraksi terus
menerus (continuous phytoextraction) (Padmavathiamma dan Li, 2007). Fi-
toekstraksi terus-menerus memerlukan penggunaan tumbuhan yang mampu
mengakumulasi bahan pencemar dalam jumlah besar sepanjang masa tum-
buhnya (hiperakumulator), sedangkan fitoekstraksi induksi adalah upaya
meningkatkan akumulasi bahan beracun pada waktu tertentu melalui pe-
nambahan bahan pemacu atau pengikat (khelat) untuk meningkatkan
ketersediaan logam tersebut. Bahan kimia yang digunakan sebagai bahan
pelarut untuk memacu kelarutan logam berat dalam proses fitoekstrasi in-
duksi sangat bervariasi, diantaranya adalah NaCN (natrium sianida), KCN
(kalium sianida), Kl (kalium yodium), KBr (kalium bromida), dan
(NH4)2S2O3 (amonium thiosulfat) (Lamb dkk, 2001). Peneliti lain menggu-
nakan ETDA, EGTA, EDDHA, EDDS dan asam sitrat sebagai bahan khelat
(Tandy dkk, 2006).
2. Fitostabilisasi
Fitostabilisasi atau fitoimobilisasi digunakan untuk mengurangi mobilitas
dan ketersediaan hayati (bioavailability) bahan pencemar di lingkungan, se-
hingga mencegah pergerakan bahan pencemar masuk ke dalam air tanah
atau ke dalam rantai makanan (Erakhrumen, 2007). Tanaman dapat
melakukan imobilisasi logam berat dalam tanah melalui penyerapan oleh
akar, pengendapan, kompleksasi atau penurunan valensi logam di rizosfir
(Yoon dkk, 2006).
3. Fitovolatilisasi
7
Fitovolatilisasi adalah penggunaan tumbuhan untuk menyerap unsur bera-
cun dan kemudian mengkonversi dan melepaskannya dalam bentuk kurang
beracun ke atmosfer, menyerap unsur logam yang mudah menguap (seperti
Hg dan Se) dari dalam tanah dan menguapkannya dari daun (Meagher dkk,
2000).
4. Fitodegradasi
Fitodegradasi atau fitotransformasi adalah degradasi pencemar organik oleh
tumbuhan dengan bantuan enzim seperti dehalogenase dan oksigenase, dan
tidak tergantung pada mikroorganisme rizosfer (Vishnoi dan Srivastava,
2008). Tumbuhan dapat mengakumulasi xenobiotik organik dari lingkungan
tercemar dan mendetoksifikasi melalui metabolisme tanaman. Fitodegradasi
hanya terbatas pada penyingkiran pencemar organik karena logam berat
tidak bisa didegradasi secara biologi.
5. Rhizofiltrasi
Rhizofiltrasi adalah penggunaan akar tumbuhan, digunakan untuk menyerap
atau menjerap bahan pencemar, terutama logam dari air tanah, dan air lim-
bah (Garbisu dan Alkorta, 2003).
8
Gambar 2. 2
Tanaman akar wangi
Adapun klasifikasi tanaman Akar awangi (Vetiveria zizanioides) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (Berkeping satu/monokotil)
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (Suku rumput-rumputan)
Genus : Vetiveria
Spesies : Vetiveria zizanioides
Sumber: www.plantamor.com
Menurut Truong (2011) karakteristik fisiologis dari tanaman akar wangi
sebagai berikut:
Toleran terhadap perbedaan iklim seperti kekeringan berkepanjangan, ban-
jir, perendaman dan cuaca ekstrim dari -14oC sampai 55oC
Mampu tumbuh kembali dengan cepat setelah terkena dampak kekeringan,
cuaca beku, keadaan yang salin dan kondisi yang merugikan setelah cuaca
membaik atau setelah amelioran tanah ditambahkan.
9
Toleran terhadap beragam pH tanah dari 3,3 sampai 12,5 tanpa pembugaran
tanah.
Toleran terhadap herbisida dan pestisida tinggi.
Sangat efisien dalam menyerap nutrisi tanah yang larut seperti N dan P dan
logam berat dalam air yang terpolusi.
Sangat toleran terhadap keasaman, alkalinitas, salinitas, soldisitas dan mag-
nesium dalam tingkat menengah tinggi. Sangat toleran terhadap Al, Mn dan
logam berat seperti As, Cd, Cr, Ni, Pb, Hg, Se dan Zn didalam tanah.
Rumput vetiver digunakan sebagai tanaman fitoremediasi karena
pertumbuhannya yang cepat, biomassa tinggi, memiliki sistem akar serabut,
sangat adaptif terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk, dan yang paling
penting adalah daya tahannya terhadap sifat toksik dari logam berat
(Chomchalow, 2011; Roongtanakiat dan Chairoj, 2001; dan Truong dan Baker,
1998).
2.4. Biochar
Biochar adalah karbon hitam yang berasal dari hasil pirolisis biomassa, dan
merupakan bahan berpori dengan luas permukaan tinggi (Wang dkk, 2020).
Biochar dihasilkan oleh pirolisis biomassa, proses dimana organik zat dipecah
pada suhu mulai dari 350-1000 °C dalam proses termal rendah oksigen (EBC,
2012). Penggunaan biochar sebagai amandemen tanah dapat meningkatkan
kesuburan tanah dan meningkatkan kualitas tanah dengan meningkatkan pH
tanah, meningkatkan kelembaban, meningkatkan asosiasi jamur dan mikroba
bermanfaat, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), dan mempertahankan
nutrisi dalam tanah (Lehmann, 2007). Biochar dapat bertahan dalam tanah selama
ribuan tahun karena sangat tahan terhadap dekomposisi mikroba dan mineralisasi
(Zheng dkk, 2010). Dengan demikian, penambahan biochar ke tanah mampu
memberikan manfaat lingkungan yang potensial dengan mencegah hilangnya
nutrisi dan melindungi sumber daya air. Biochar berkelanjutan dihasilkan dari
limbah biomassa berkelanjutan diperoleh seperti sisa tanaman, pupuk, residu kayu
dan kehutanan, dan limbah hijau menggunakan teknologi pirolisis modern (Woolf
dkk, 2010).
10
Karakteristik biochar pada biomassa yang berasal dari sekam padi (Reddy,
2014) dilampirkan pada tabel 2.1
Tabel 2. 1
Karakteristik Biochar pada Biomassa Sekam Padi
Karakteristik Nilai
pH (1:5 suspensi) 9,68
EC (dSm ) -1
2,41
KTK (cmol(+) kg ) -1
8,2
Asam dapat ditukar(mmol kg ) -1
22
Karbon organik total (g kg )
-1
540
N total (g kg )-1
10,5
C:N rasio 51,4
P total (g kg )
-1
1,2
K total (g kg )-1
2,4
Sodium (g kg ) -1
14
Kalsium (g kg ) -1
4,5
Magnesium (g kg ) -1
6,2
P total (g kg )
-1
1,2
Berdasarkan tabel 2.1 dapat dilihat biochar yang berasal dari sekam padi
memiliki nilai pH yang tergolong basa yaitu 9,68 yang dapat menanggulangi
kemasaman tanah. Selain itu, biochar juga mengandung unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman seperti unsur hara N, P, K yang merupakan unsur hara
primer bagi tanaman. Tanaman remediator dan biochar sama-sama memiliki
potensi yang sama. Hamzah dkk (2012), telah mengkombinasikan penggunaan
biochar dengan tanaman remediator untuk merediasi logam berat. Kombinasi
keduanya mampu menyerap Hg dan Pb masing-masing sebara 14,3 – 33,2 mg kg-1
dan 48 – 92 mg kg-1.
2.5. Kompos
Kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan organik yang
dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya menahan air,
kimia tanah dan biologi tanah. Sumber bahan pupuk kompos antara lain berasal
dari limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah
rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing, ayam, itik), arang sekam, abu dapur
dan lain-lain (Rukmana, 2007).
11
Pupuk kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pupuk
kimia seperti memperbaiki struktur tanah. Bahan organik dapat mengikat butir-
butir tanah menjadi butiran yang lenih besar sehingga tanah menjadi gembur.
Jasat renik dalam tanah sangat berperan dalam perubahan bahan organik. Dengan
adanya pupuk kompos, jasat renik tersebut aktif menguraikannya sehingga pupuk
organik mudah diserap tanah dan sebagai sumber makanan bagi tanaman.
Walaupun dalam jumlah yang sedikit, pupuk kompos mengandung unsur hara
lengkap (Yuliani, 2010).
12
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu Tentang Metode Fitoremediasi
Nama
No Tahun Judul Review
Peneliti
1 Ogundiran, dkk 2018 Compost and biochar - Penelitian ini menggunakan metode
assisted fitoremediasi dengan penambahan
phytoremediation kompos dan biochar.
potentials of Moringa
- Kompos dan amandemen biochar
oleifera for remediation
of lead contaminated pada tanah yang terkontaminasi
soil meningkatkan kelangsungan hidup
dan pertumbuhan tanaman moringa
oleifera.
- Kompos, amandemen biochar, dan
tanaman moringa oleifera yang
tumbuh cepat dan toleran Pb dapat
diusulkan untuk reklamasi tanah
yang terkontaminasi timbal.
3 Kiran, dan 2019 Biochar and rice husk - Penelitian ini menggunakan metode
Prasad ash assisted fitoremediasi dengan penambahan
phytoremediation biochar dan abu sekam padi.
potentials of Ricinus
- Penambahan P. juliflora biochar
communis L. for lead-
spiked soils (PJB) dan abu sekam padi (RHA)
ke tanah yang terkontaminasi Pb
telah menunjukkan efek positif
pada kinerja keseluruhan tanaman
R.communis dengan menurunkan
konsentrasi Pb, meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
13
Nama
No Tahun Judul Review
Peneliti
4 Samsuri, dkk 2019 The effects of rice husk - Penelitian ini menggunakan metode
ashes and inorganic fitoremediasi tailing penambangan
fertilizers application emas oleh tanaman akar wangi
rates on the dengan pengaruh abu sekam padi
phytoremediation of atau abu sekam padi yang dilapisi Fe
gold mine tailings by bersama dengan pupuk NPK.
vetiver grass - Rumput akar wangi memiliki toler-
ansi yang tinggi terhadap logam be-
rat dan memiliki kemampuan untuk
menyerap logam sehingga sangat co-
cok untuk fitoremediasi tailing yang
tercemar logam berat. Kemudian
penerapan RHA atau Fe-RHA
bersama dengan NPK merupakan
metode yang menjanjikan untuk
meningkatkan serapan logam oleh
rumput akar wangi.
5 Hamzah, dkk 2017 The influence of rice - Penelitian ini menggunakan Biochar
husk and tobacco waste diproduksi dengan metode pem-
biochars on soil quality bakaran lambat (karbonasi) pada
suhu 300-400oC dengan oksigen
terbatas (pirolisis) selama 4 jam
- Analisis karakteristik biochar
berupa pH (H2O), C organik
(Walkley-Black), Total-Nitrogen
(Kjeldahl), total-P (Olsen), total-
K, KTK (amonium asetat pH
7,0).
- Kandungan logam berat dianalisis
menggunakan Atomic Absorption
Spectrometer (AAS)
- Penerapan biochar sekam padi dan
limbah tembakau berpengaruh positif
terhadap sifat tanah, seperti
peningkatan pH, KTK, kandungan
bahan organik tanah, dan
ketersediaan kation.
14
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
15
BAB IV
METODE PENELITIAN
16
Studi Literatur
Observasi Lapangan
Perumusan Masalah
17
Gambar 4.1
Diagram Alir Penelitian
18
EDTA terhadap kinerja tanaman dalam peningkatan penyerapan logam berat pada
percobaan pot.
Akumulasi logam dalam tanaman digambarkan sebagai biological
accumulation coeffecient (BAC), mobilitas logam berat dari media terkontaminasi
ke dalam akar tanaman dan kemampuan mentranslokasikan logam dari akar ke
tajuk tanaman dapat dievaluasi dengan menggunakan biological concentration
factor (BCF) dan translocation factor (TF). BAC, BCF, dan TF dihitung
menggunakan persamaan (Handayanto dkk, 2017):
Konsentrasi logam dalamtajuk tanaman
BAC = (1)
Konsentrasi logam dalamtanah
Konsentrasi logam dalamakar tanaman
BCF = (2)
Konsentrasi logam dalam tanah
Konsentrasi logam dalamtajuk tanaman
TF = (3)
Konsentrasi logam dalam akar tanaman
Tanaman dengan nilai BAC ˃ 1 dapat digunakan untuk fitoekstraksi (Li
dkk, 2007). Tanaman dengan nilai BCF ˃ 1 dan TF ˂ 1 berpotensi digunakan
untuk fitostabilisasi (Yoon dkk, 2006).
19
secara amalgamasi dimana batuan yang telah dikominusi dimasukkan ke dalam
gelundung kemudian dicampur dengan merkuri dan air (gambar 4.3). Kemudian
limbah hasil pengolahan di buang ke kolam pengendapan tailing sehingga
mengakibatkan pencemaran tanah.
a. Lubang tambang yang ada di daerah penelitian
Gambar 4.2
Lubang Tambang
20
b. Pengolahan emas secara amalgamasi
Gambar 4.3
Tempat Pengolahan Emas Secara Amalgamasi
21
4.5. Pengolahan Data
Data pH media tanam, dan kadar merkuri (Hg) pada media tanam, tanaman
(akar dan tajuk) yang telah didapatkan dianalisis menggunakan Analysis of
Varience (ANOVA) Two Ways dengan taraf 5% untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh nyata dari perlakuan. Apabila terdapat pengaruh nyata dari
perlakuan, maka diperlukan uji lanjutan yaitu uji DMRT (Duncan’s Multiple
Range Test) pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan.
22
BAB V
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1 Pengamatan
Pengamatan dimulai dengan mengamati area penambangan emas dan area
pengolahan emas amalgamasi, kemudian melakukan pengujian pada sampel
tanah, tanaman, biochar, dan kompos untuk mengetahui kondisi awal sebelum
dilakukan percobaan. Peta lokasi lubang tambang, pengolahan amalgamasi, dan
titik pengambilan sampel tanah (Gambar 5.1). Kami melakukan pengambilan
sampel tanah pada area pengolahan emas amalgamasi untuk nantinya dilakukan
penujian kondisi awal sebelum kegiatan percobaan pot berlangsung. Pengambilan
sampel tanah dilakukan pada daerah penelitian di Desa Kalirejo dengan
menggunakan metode purposive sampling, yaitu dengan cara mengambil sampel
tanah pada daerah atau titik yang memungkinkan dapat mewakili daerah
penelitian. Pengambilan sampel tanah mengacu pada SNI 8520:2018 tentang cara
pengambilan contoh uji limbah B3 padat. Sampel tanah diambil pada kedalam 15
cm dari permukaan tanah dengan menggunakan bor tangan (hand auger) yang
terbuat dari baja tahan karat. Sampel diambil pada kedalaman tersebut karena
merupakan sampel segar dan tidak tergenang air (gambar 5.2)
23
Gambar 5.1 Peta Lokasi Penambangan Emas Skala Kecil
24
Gambar 5.2 Pengambilan Sampel Tanah
25
manusia dan lingkungan hidup serta memiliki toksisitas subkronis atau
kronis.
3. Konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil total konsentrasi B
(TK-B) dan lebih besar dari total konsentrasi C (TK-C), tanah dikelola sesuai
dengan pengelolaan limbah non B3, yaitu pengelolaan limbah non B3 tidak
mempunyai persetujuan teknis sehingga semua standar teknis tercantum
dalam persetujuan lingkungan.
Hasil klasifikasi digunakan sebagai pedoman dalam melakukan perbaikan
kualitas dan remediasi tanah yang tepat untuk mengurangi dampak pencemaran
merkuri terhadap lingkungan. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil Pengujian Awal
Parameter Tanah Biochar Kompos Tanaman
pH 7,42 6,3 7,8 -
Pasir (%) 47 - - -
Debu (%) 51 - - -
Liat (%) 2 - - -
Carbon Organik (%) 0,30 26,74 59,63 -
Nitorgen Total (%) 0,06 1,15 1,17 -
C/N Rasio 5 23,25 50,97 -
KTK (cmol(+)kg-1) 7,5 16,8 40,5 -
Hg (mg/kg) 63 0,11 0,10 0,017
Sumber: Hasil pengujian laboratorium (2021)
Hasil pengujian menunjukkan nilai pH pada tanah sebesar 7,42 bersifat
netral, biochar sebesar 6,3 bersifat agak asam, dan kompos sebesar 7,8 bersifat
netral. Tekstur tanah yang digunakan dalam penelitian adalah lempung berdebu
atau silt loam (pasir 47%; debu 51%; liat 2%) sesuai dengan klasifikasi tanah
USDA, dan memiliki kandungan carbon organik pada sampel tanah sebesar
0,30% yaitu bersifat sangat rendah, biochar sebesar 26,74% bersifat sangat tinggi,
dan kompos sebesar 59,63% bersifat sangat tinggi. Nitrogen total pada sampel
tanah bersifat sangat rendah sebesar 0,06%, biochar sebesar 1,15% bersifat sangat
tinggi, dan kompos sebesar 1,17% bersifat sangat tinggi berdasarkan Pusat
Penelitian Tanah dari Departemen Pertanian tahun 1983 (Lestari, 2017). C/N
Rasio pada sampel tanah sebesar 5, biochar sebesar 23,25, dan kompos sebesar
50,97. KTK pada sampel tanah sebesar 7,5 cmol(+)kg-1, biochar sebesar 16,8
26
cmol(+)kg-1, dan kompos sebesar 40,5 cmol(+)kg-1. Konsentrasi Hg pada sampel
tanah sebesar 63 mg/kg, biochar sebesar 0,11 mg/kg, kompos sebesar 0,10 mg/kg,
dan tanaman sebesar 0,017 mg/kg.
Menurut Mustofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
kandungan bahan organik dalam bentuk carbon organik di tanah harus
dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik dalam
tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi.
Penurunan pH dan kandungan bahan organik menyebabkan rendahnya aktifitas
mikroba tanah. Mikroba tanah mempunyai fungsi penting dalam penyediaan
unsur-unsur hara untuk kelangsungan hidup tanaman. Kandungan unsur hara pada
tanah dengan parameter C-Organik, N total, dan C/N ratio sangat rendah, hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh aktivitas pengolahan pada penambangan bijih
emas yang menggunakan metode amalgamasi (Mulyani, dkk 2021; Naiola 1997;
Zulfikah, dkk 2014), sehingga limbah merkuri sisa pengolahan akan ditampung
pada kolam tailing yang sebelumnya kontak dengan lingkungan sekitar
penambangan seperti tanah, air dan udara. Dampak merkuri pada tanah dapat
dilihat dari penurunan kualitas tanah yang mempengaruhi parameter unsur hara
tanah.
Salah satu aspek terpenting dalam keseimbangan unsur hara total adalah
rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N Rasio). Rasio C/N bahan organik
adalah perbandingan antara banyaknya kandungan unsur karbon (C) terhadap
banyaknya kandungan unsur nitrogen (N) yang ada pada suatu bahan organik.
Dari hasil penelitian disarankan menggunakan metode fitoremediasi dengan
menggabungkan beberapa bahan tambahan seperti biochar dan kompos untuk
memperbaiki kualitas unsur hara dan mengurangi kandungan merkuri pada tanah
(Hidayat, 2015; Hamzah, 2012; Lestari, 2020).
27
Pengambilan sampel tanah pada sekitar area pengolahan emas sebanyak
31,5 kg yang digunakan untuk media percobaan pot karena merupakan tanah yang
terkontaminasi Hg. Tanah diambil menggunakan cangkul kemudian tanah tersebut
dimasukkan ke dalam karung plastik untuk dibawa ke tempat dilakukannya
percobaan pot (gambar 5.3), kemudian tanah dipreparasi terlebih dahulu sebelum
digunakan untuk media percobaan.
Gambar 5.3
Pengambilan Sampel Tanah Media Percobaan
28
Gambar 5.4 Tanah Dikering Udarakan
29
Gambar 5.5 Proses Penumbukan dan Pengayakan Tanah
30
Gambar 5.7 Persipan Biochar Sekam Padi
31
Gambar 5.8 Persiapan Media Kompos
5.6 Persiapan Media EDTA
EDTA yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 90 g. Dibeli dengan berat
10 g sehingga memudahkan dalam penambahan pada saat percobaan (gambar
5.9).
32
adalah tanaman yang sudah tumbuh sebelumnya, dan tanaman dipilih berdasarkan
umur yang sama yaitu sekitar 4 bulan. Preparasi tanaman dilakukan dengan
mencuci bagian akar tanaman dengan air untuk membersihkan akar dari tanah
yang menempel, selanjutnya tanaman dipotong dengan tinggi tajuk 15 cm,
panjang akar 5 cm. Tanaman diaklimatisasi selama 7 hari, selanjutnya diseleksi
pertumbuhan yang relatif baik secara fisik sehingga diharapkan mempunyai
kemampuan yang sama dalam penyerapan logam. (gambar 5.10).
33
5.8 Pembuatan Greenhouse
Tujuan pembuatan greenhouse adalah sebagai tempat percobaan pot. Bagian
atap dari platik UV agar sinar matahari yang masuk ke dalam menyebar, agar
tanaman yang di dalam percobaan pot mendapatkan sinar yang merata, sehingga
tanaman bisa tumbuh dengan baik. Disebagian dinding greenhouse dari insec net
agar udara tetap masuk, dan untuk menghindari serangga masuk, sehingga
pertumbuhan tanaman tidak terganggu (gambar 5.11).
34
Persiapan penanaman dilakukan dengan mencampurkan media tanam yaitu
tanah terkontaminasi, biochar, dan kompos sampai homogen. Tanaman ditimbang
terlebih dahulu dengan berat rata-rata sekitar 98 gram atau berat tanaman diantara
95-105 gram yang nantinya akan ditanam pada masing-masing polybag. Sebelum
memasukkan media tanam dan tanaman, polybag diberi kode sesuai perlakuan
yang akan dilakukan, selanjutnya polybag percobaan diletakkan dalam greenhouse
sampai hari panen. Gambar 5.12 merupakan proses persiapan penanaman.
35
Gambar 5.13 Pemeliharaan Tanaman
(a)
(b)
36
Gambar 5.15. a) Percobaan Hari ke 0, dan b) Percobaan Hari ke 28
5.11 Tahapan Pemanenan
Tahapan pemanenan, dan pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada hari
ke-28. Sampel tanaman yang telah diambil dicuci dengan air beberapa kali hingga
bersih, lalu dipotong dalam 2 bagian yaitu akar dan tajuk untuk keperluan
pengujian kandungan logam berat Hg pada kedua bagian tersebut, selanjut sampel
dimasukkan ke dalam amplop kertas dan diberi label untuk dibawa ke
laboratorium. Kemudian sampel tanah dari masing-masing polybag diambil
sebanyak 250 gram untuk keperluan pengujian pH dan kandungan Hg, selanjutnya
sampel dimasukkan ke dalam plastik sampel berklip dan diberi label untuk dibawa
ke laboratorium. Proses tahapan pemanenan dapat di lihat pada gambar 5.15.
37
Gambar 5.16 Tahapan Pemanenan
60
50
40 Tinggi Hari ke 0
30 Tinggi Hari ke 28
20
10
0
A B C D E F G
Kontrol 0 gr EDTA 10 gr EDTA
Perlakuan
38
terkontaminasi Hg 1,5 kg + biochar 400 g + kompos 100 g menunjukkan tinggi
tanaman yang paling rendah dengan rata-rata sebesar 77,67 cm dibandingkan
dengan adanya penambahan EDTA sebanyak 10 gram pada perlakuan E yaitu
tanah terkontaminasi Hg 1,5 kg + biochar 400 g + kompos 100 g menunjukkan
tinggi tanaman rata-rata sebesar 78 cm. Perlakuan C yaitu tanah terkontaminasi
Hg 1,5 kg + biochar 100 g + kompos 400 g menunjukkan tinggi tanaman yang
paling rendah dengan rata-rata sebesar 77,33 cm dibandingkan dengan adanya
penambanhan EDTA sebanyak 10 gram pada perlakuan F yaitu tanah
terkontaminasi Hg 1,5 kg + biochar 100 g + kompos 400 g menunjukkan tinggi
tanaman rata-rata sebesar 85,65 cm. Perlakuan D yaitu tanah terkontaminasi Hg
1,5 kg + biochar 250 g + kompos 250 g menunjukkan tinggi tanaman yang paling
rendah rata-rata sebesar 78,33 cm dibandingkan dengan adanya penambanhan
EDTA sebanyak 10 gram pada perlakuan G yaitu tanah terkontaminasi Hg 1,5 kg
+ biochar 250 g + kompos 250 g menunjukkan tinggi tanaman rata-rata sebesar
89,67 cm. Dari semua hasil pengamatan tinggi tanaman dari setiap perlakuan
dapat disimpulkan bahwa perlakuan G memiliki pertumbuhan tinggi tanaman
yang paling baik.
39
8
7
6
5
4
pH
3 pH Hari ke 0
pH Hari ke 28
2
1
0
A B C D E F G
Kontrol 0 gr EDTA 10 gr EDTA
Perlakuan
40
akar dan masuk kedalam tumbuhan merupakan langkah awal dalam proses
akumulasi logam (Handayanto dkk, 2017). Konsentrasi Hg dalam tajuk
merupakan jumlah konsentrasi logam yang dapat ditranslokasikan oleh akar
tanaman setalah diserap ke dalam tajuk tanaman melalui jaringan pengangkut.
Hasil analisis konsentrasi Hg pada akar dan tajuk tanaman disajikan pada Gambar
5.18.
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
Hg (mg/kg)
4.00 Hg Hari ke 0
Hg Hari ke 28 Akar
3.00
Hg Hari ke 28 Tajuk
2.00 Hg Hari ke 28 Total
1.00
0.00
A B C D E F G
Kontrol 0 gr EDTA 10 gr EDTA
Perlakuan
41
mekanisme penyerapan (Putri dkk, 2016). Pada penelitian Hamzah dkk (2012)
bahwa pemberian biochar dan kompos sebagai sumber asam-asam organik yang
mampu mengontrol kelarutan logam dalam tanah, selain itu asam organik
mengkhelat unsur logam berat yang beracun sehingga menjadi tidak berbahaya
bagi tanaman.
Penambahan dosis khelat yang diberikan berpengaruh terhadap tingkat
konsentrasi logam Hg dalam tajuk, penggunaan biochar dan kompos pada setiap
media tanam juga berpengaruh terhadap konsentrasi logam Hg dalam tajuk
tanaman. Pengangkutan logam terjadi pada xilem dan floem yang kemudian
disebar keseluruh bagian tanaman pada bagian akar, batang, dan daun (Gosh dan
Singh, 2005 dalam Handayanto dkk, 2017). Nilai konsentrasi logam Hg di dalam
tajuk lebih kecil dibandingkan konsentrasi logam Hg dalam akar. Hal tersebut
karena tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) mampu mengakumulasi logam
berat dan ditimbun di dalam akar lebih banyak daripada bagian atas (Hamzah dkk,
2012).
42
Tabel 5.2 Nilai Biological Accumulation Coeffecient (BAC), Biological
Concentration Factor (BCF), dan Translocation Factor (TF)
BAB VI
43
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Tabel 6.1
Kemajuan Publikasi Penelitian Bulan November 2021
Judul Keterangan
Primer
Overview Perbandingan Teknologi Type publikasi : Prosiding Nasional ReTII
Alternatif Aktif dan Pasif dalam XV 2020
Editor : ITNY
Pengelolaan Air Asam Tambang Status : Published
Potensi Penyerapan Logam Berat pada Type publikasi : Prosiding Nasional
Tanah Terkontaminasi oleh Tanaman SEMITAN III 2021
Editor : ITATS
Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) Status : Published
Effects of Small-Scale Gold Mining (SGM) to Type publikasi : Proceeding International
Mercury and Nutrient Contents in Soil in Kokap 2021
Subdistrict, Kulonprogo, Yogyakarta Editor : LPPM UPN Veteran Yogyakarta
Status : Published
Fitoremediasi dalam Pengolahan Limbah Type publikasi : Buku
Penambangan Status : Cetak
ISBN : 978-623-389-041-0
Sertifikat HKI : EC00202157100
Sekunder
Effectiveness Vetiveria zizanioides Plant in Type publikasi : International Conference
Ability Absorption of Heavy Metals in Coal on Green Civil and Environmental
Mining Waste Engineering 2021
Editor : Universitas Negeri Malang
Status : Published
Analisis Pengaruh Tanaman Akar Wangi Type publikasi : Journal of Geoscience,
(Vetiveria zizanioides) dan Subtrat Engineering, Environment and
Technology
Organik pada pengelolaan Air Asam Editor : Universitas Islam Riau
Tambang di PT. Bukit Asam Tbk Status : Review Submitted
Penerapan Metode Constructed Wetland dalam Type publikasi : Prosiding Nasional ReTII
Upaya Pengelolaan Limbah Air Asam Tambang XV 2020
pada Penambangan Batubara , Berdasarkan Editor : ITNY
Literatur Review Status : Published
44
DAFTAR PUSTAKA
45
acid battery waste in response to compost application. Pedologist, 54(3),
182-193.
Aspinall, C., & Eng, P. (2001). Small-scale mining in Indonesia. International
Institute for Environment and Development and the World Business Council
for Sustainable Development, England.
Aziz, T., Rizky, A., & Devah, V. (2015). Removal Logam Berat dari Tanah
Terkontaminasi dengan Menggunakan Chelating Agent (EDTA). Jurnal
Teknik Kimia, 21(2), 41-49.
Baker, A. J. M. (2000). Metal hyperaccumulator plants: a review of the ecology
and physiology of a biological resource for phytoremediation of metal-
polluted soils. Phytoremediation of contaminated soil and water.
Beesley, L., Moreno-Jiménez, E., Gomez-Eyles, J. L., Harris, E., Robinson, B., &
Sizmur, T. (2011). A review of biochars’ potential role in the remediation,
revegetation and restoration of contaminated soils. Environmental
pollution, 159(12), 3269-3282.
Chamba, I., Rosado, D., Kalinhoff, C., Thangaswamy, S., Sánchez-Rodríguez, A.,
& Gazquez, M. J. (2017). Erato polymnioides–A novel Hg
hyperaccumulator plant in ecuadorian rainforest acid soils with potential of
microbe-associated phytoremediation. Chemosphere, 188, 633-641.
Chomchalow, N. (2011). Vetiver research, development and applications in
Thailand. AU Journal of Technology, 14(4), 268-274.
Cordy, P., Veiga, M. M., Salih, I., Al-Saadi, S., Console, S., Garcia, O., ... &
Roeser, M. (2011). Mercury contamination from artisanal gold mining in
Antioquia, Colombia: The world's highest per capita mercury
pollution. Science of the Total Environment, 410, 154-160.
Cui, S., Zhou, Q., & Chao, L. (2007). Potential hyperaccumulation of Pb, Zn, Cu
and Cd in endurant plants distributed in an old smeltery, northeast
China. Environmental Geology, 51(6), 1043-1048.
Dhahiyat, Y. (2011). Ekologi Perairan. Unpad. Press. Bandung.
Drace, K., Kiefer, A. M., Veiga, M. M., Williams, M. K., Ascari, B., Knapper, K.
A., ... & Cizdziel, J. V. (2012). Mercury-free, small-scale artisanal gold
46
mining in Mozambique: utilization of magnets to isolate gold at clean tech
mine. Journal of Cleaner Production, 32, 88-95.
EBC, H. (2012). European Biochar Certificate–Guidelines for a Sustainable
Production of Biochar, European Biochar Fondation (EBC), Arbaz,
Switzerland.
Erakhrumen, A. A., & Agbontalor, A. (2007). Phytoremediation: an
environmentally sound technology for pollution prevention, control and
remediation in developing countries. Educational Research and
Review, 2(7), 151-156.
Farrell, M., & Jones, D. L. (2010). Use of composts in the remediation of heavy
metal contaminated soil. Journal of Hazardous Materials, 175(1-3), 575-
582.
Fernández, S., Poschenrieder, C., Marcenò, C., Gallego, J. R., Jiménez-Gámez,
D., Bueno, A., & Afif, E. (2017). Phytoremediation capability of native
plant species living on Pb-Zn and Hg-As mining wastes in the Cantabrian
range, north of Spain. Journal of Geochemical Exploration, 174, 10-20.
Garbisu, C., & Alkorta, I. (2003). Basic concepts on heavy metal soil
bioremediation. ejmp & ep (European Journal of Mineral Processing and
Environmental Protection), 3(1), 58-66.
Hamzah, A., Hapsari, R. I., & Priyadarshini, R. (2017). The influence of rice husk
and tobacco waste biochars on soil quality. Journal of Degraded and
Mining Lands Management, 5(1), 1001
Hamzah, A., Kusuma, Z., Utomo, W. H., & Guritno, B. (2012). Siam weed
(Chromolaena odorata L.) for phytoremediation of artisanal gold mine
tailings. Journal of Tropical Agriculture, 50(1), 88-91.
Hamzah, A., & Priyadarshini, R. (2019). Remediasi Tanah Tercemar Logam
Berat.
Han, F. X., Su, Y., Sridhar, B. M., & Monts, D. L. (2004). Distribution,
transformation and bioavailability of trivalent and hexavalent chromium in
contaminated soil. Plant and Soil, 265(1), 243-252.
47
Handayanto, E., Nuraini, Y., Muddarisna, N., Syam, N., & Fiqri, A.
(2017). Fitoremediasi dan phytomining logam berat pencemar tanah.
Universitas Brawijaya Press.
Horvat, M., Nolde, N., Fajon, V., Jereb, V., Logar, M., Lojen, S., ... & Drobne, D.
(2003). Total mercury, methylmercury and selenium in mercury polluted
areas in the province Guizhou, China. Science of the Total
Environment, 304(1-3), 231-256.
Hovsepyan, A., & Greipsson, S. (2005). EDTA-enhanced phytoremediation of
lead-contaminated soil by corn. Journal of Plant Nutrition, 28(11), 2037-
2048.
Jiang, M., Liu, S., Li, Y., Li, X., Luo, Z., Song, H., & Chen, Q. (2019). EDTA-
facilitated toxic tolerance, absorption and translocation and
phytoremediation of lead by dwarf bamboos. Ecotoxicology and
environmental safety, 170, 502-512.
Kiran, B. R., & Prasad, M. N. V. (2019). Biochar and rice husk ash assisted
phytoremediation potentials of Ricinus communis L. for lead-spiked
soils. Ecotoxicology and environmental safety, 183, 109574.
Krisnayanti, B. D., Anderson, C. W., Utomo, W. H., Feng, X., Handayanto, E.,
Mudarisna, N., & Ikram, H. (2012). Assessment of environmental mercury
discharge at a four-year-old artisanal gold mining area on Lombok Island,
Indonesia. Journal of Environmental Monitoring, 14(10), 2598-2607.
Lamb, A. E., Anderson, C. W. N., & Haverkamp, R. G. (2001). The induced
accumulation of gold in the plants Brassica juncea, Berkheya coddii and
chicory.
Lehmann, J. (2007). Bio‐energy in the black. Frontiers in Ecology and the
Environment, 5(7), 381-387.
Lestari, N. D., & Aji, A. N. (2020). PENGARUH KOMPOS DAN BIOCHAR
TERHADAP FITOREMEDIASI TANAH TERCEMAR KADMIUM DARI
LUMPUR LAPINDO MENGGUNAKAN KANGKUNG DARAT. Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan, 7(1), 167-176.
Li, L., Flora, J. R., Caicedo, J. M., & Berge, N. D. (2015). Investigating the role
of feedstock properties and process conditions on products formed during
48
the hydrothermal carbonization of organics using regression
techniques. Bioresource technology, 187, 263-274.
Li, M. S., Luo, Y. P., & Su, Z. Y. (2007). Heavy metal concentrations in soils and
plant accumulation in a restored manganese mineland in Guangxi, South
China. Environmental pollution, 147(1), 168-175.
Liu, Z., Wang, L. A., Ding, S., & Xiao, H. (2018). Enhancer assisted-
phytoremediation of mercury-contaminated soils by Oxalis corniculata L.,
and rhizosphere microorganism distribution of Oxalis corniculata
L. Ecotoxicology and environmental safety, 160, 171-177.
Luo, C., Shen, Z., & Li, X. (2005). Enhanced phytoextraction of Cu, Pb, Zn and
Cd with EDTA and EDDS. Chemosphere, 59(1), 1-11.
Luo, J., Qi, S., Gu, X. S., Wang, J., & Xie, X. (2016). An evaluation of EDTA
additions for improving the phytoremediation efficiency of different plants
under various cultivation systems. Ecotoxicology, 25(4), 646-654.
Lv, S., Yang, B., Kou, Y., Zeng, J., Wang, R., Xiao, Y., ... & Zhao, C. (2018).
Assessing the difference of tolerance and phytoremediation potential in
mercury contaminated soil of a non-food energy crop, Helianthus tuberosus
L.(Jerusalem artichoke). PeerJ, 6, e4325.
Marrugo-Negrete, J., Durango-Hernández, J., Pinedo-Hernández, J., Olivero-
Verbel, J., & Díez, S. (2015). Phytoremediation of mercury-contaminated
soils by Jatropha curcas. Chemosphere, 127, 58-63.
Meagher, R. B. (2000). Engineered phytoremediation of mercury pollution in soil
and water using bacterial genes. Phytoremediaiton of contaminated soil and
water, 202-233.
Mulyani, S., Zahrah, S., & Sulhaswardi, S. (2021). ANALISIS KANDUNGAN
UNSUR HARA DAN TOTAL MIKROBA TANAH BEKAS
PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI) DARI BEBERAPA
KECAMATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI. Jurnal
Agroteknologi, 11(2), 67-74.
Mustofa, A. (2007). Perubahan Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah Pada Hutan
Alam yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan Taman Nasional
49
Gunung Leuser. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Naiola, B. P. (1997). PENGARUH PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL
TERHADAP STATUS HARA LAHAN HUTAN PRIMER BOJONG
PARI, SUKABUMI. Berita Biologi, 4(1), 21-25.
Ng, C. C., Boyce, A. N., Rahman, M. M., & Abas, M. R. (2016). Effects of
different soil amendments on mixed heavy metals contamination in Vetiver
grass. Bulletin of environmental contamination and toxicology, 97(5), 695-
701.
Ogundiran, M. B., Mekwunyei, N. S., & Adejumo, S. A. (2018). Compost and
biochar assisted phytoremediation potentials of Moringa oleifera for
remediation of lead contaminated soil. Journal of Environmental Chemical
Engineering, 6(2), 2206-2213.
Padmavathiamma, P. K., & Li, L. Y. (2007). Phytoremediation technology: hyper-
accumulation metals in plants. Water, Air, and Soil Pollution, 184(1), 105-
126.
Pemerintah Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Putra, M. K., Syekhfani, S., & Kusumarini, N. (2018). EKSTRAKSI MERKURI
DARI LIMBAH PENGOLAHAN BIJIH EMAS MENGGUNAKAN
TANAMAN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides L.) DENGAN
PENAMBAHAN EDTA DAN KOMPOS. (JTSL) Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan, 5(2), 847-856.
Putri Silalahi Sigiro, E. R. (2016). EFEKTIFITAS PENYERAPAN TIMBAL (Pb)
OLEH BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN)
MENGGUNAKAN PENAMBAHAN MIKORIZA DAN EDTA.
Qiu, G., Feng, X., Wang, S., & Shang, L. (2005). Mercury and methylmercury in
riparian soil, sediments, mine-waste calcines, and moss from abandoned Hg
mines in east Guizhou province, southwestern China. Applied
Geochemistry, 20(3), 627-638.
50
Reddy, S. B. N. (2014). Biochar culture: Biochar for environment and
development. Netherlands: MetaMeta.
Roongtanakiat, N., & Chairoj, P. (2001). Uptake potential of some heavy metals
by vetiver grass. Agriculture and Natural Resources, 35(1), 46-50.
Rukmana, R. (2007). Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius.
Samsuri, A. W., Tariq, F. S., Karam, D. S., Aris, A. Z., & Jamilu, G. (2019). The
effects of rice husk ashes and inorganic fertilizers application rates on the
phytoremediation of gold mine tailings by vetiver grass. Applied
Geochemistry, 108, 104366.
Seth, C. S., Misra, V., Singh, R. R., & Zolla, L. (2011). EDTA-enhanced lead
phytoremediation in sunflower (Helianthus annuus L.) hydroponic
culture. Plant and soil, 347(1), 231-242.
Setiabudi, B.T., (2005). Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas
Di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi D.I. Yogyakarta,
Kolokium Hasil Lapangan, Direktorat Inventarisasi Sumberdaya
Mineral/DIM 2005.
Shahid, M., Austruy, A., Echevarria, G., Arshad, M., Sanaullah, M., Aslam, M., ...
& Dumat, C. (2014). EDTA-enhanced phytoremediation of heavy metals: a
review. Soil and Sediment Contamination: An International Journal, 23(4),
389-416.
Sidauruk, L., & Sipayung, P. (2015). Fitoremediasi lahan tercemar di kawasan
industri Medan dengan tanaman hias. Pertanian Tropik, 2(2), 157093.
Sulistianto, B., (2008). Sistem Penambangan, Penerbit ITB, Bandung.
Suthar, V., Memon, K. S., & Mahmood-ul-Hassan, M. (2014). EDTA-enhanced
phytoremediation of contaminated calcareous soils: heavy metal
bioavailability, extractability, and uptake by maize and
sesbania. Environmental monitoring and assessment, 186(6), 3957-3968.
Tandy, S., Schulin, R., & Nowack, B. (2006). The influence of EDDS on the
uptake of heavy metals in hydroponically grown
sunflowers. Chemosphere, 62(9), 1454-1463.
Tangahu, B. V., Sheikh Abdullah, S. R., Basri, H., Idris, M., Anuar, N., &
Mukhlisin, M. (2011). A review on heavy metals (As, Pb, and Hg) uptake
51
by plants through phytoremediation. International Journal of Chemical
Engineering, 2011.
Truong, P., Baker, D. (1998). Vetiver Grass for Stabilization of Acid Sulfate Soil.
Proc. 2nd Nat. Conf. Acid Sulfate Soils. Coffs Harbour, Australia.
Vishnoi SR, Srivastava PN (2008) Phytoremediation-green for environmental
clean. In: The 12th world lake conference, pp 1016–1021
Vithanage, M., Dabrowska, B. B., Mukherjee, A. B., Sandhi, A., & Bhattacharya,
P. (2012). Arsenic uptake by plants and possible phytoremediation
applications: a brief overview. Environmental chemistry letters, 10(3), 217-
224.
Wang, L., Hou, D., Cao, Y., Ok, Y. S., Tack, F. M., Rinklebe, J., & O'Connor, D.
(2020). Remediation of mercury contaminated soil, water, and air: A review
of emerging materials and innovative technologies. Environment
international, 134, 105281.
WHO. (2017). Ten chemicals of major public health concern. World Health
Organization.
Woolf, D., Amonette, J. E., Street-Perrott, F. A., Lehmann, J., & Joseph, S.
(2010). Sustainable biochar to mitigate global climate change. Nature
communications, 1(1), 1-9.
www.plantamor.com (diaksess tanggal 1 Maret 2021)
Yoon, J., Cao, X., Zhou, Q., & Ma, L. Q. (2006). Accumulation of Pb, Cu, and Zn
in native plants growing on a contaminated Florida site. Science of the total
environment, 368(2-3), 456-464.
Yuliani, F., & Nugraheni, F. (2010). Pembuatan pupuk organik (kompos) dari
arang ampas tebu dan limbah ternak. Jurnal Sains Universitas Muria
Kudus, 1(1), 1-11.
Zheng, W., Sharma, B. K., & Rajagopalan, N. (2010). Using biochar as a soil
amendment for sustainable agriculture. Waste utilization--Biochar.
Zhuang, P., Ye, Z. H., Lan, C. Y., Xie, Z. W., & Shu, W. S. (2005). Chemically
assisted phytoextraction of heavy metal contaminated soils using three plant
species. Plant and Soil, 276(1), 153-162.
52
Zulfikah, Z., Basir, M., & Isrun, B. (2014). Konsentrasi merkuri (Hg) dalam
tanah dan jaringan tanaman kangkung (Ipomoea Reptans) yang diberi
bokashi kirinyu (Chromolaena Odorata L.) pada limbah tailing
penambangan emas poboya kota palu (Doctoral dissertation, Tadulako
University).
Zulkoni, A., Rahyuni, D., & Nasirudin. (2017). Pemangkasan Akar Dan Inokulasi
Jma Sebagai Upaya Peningkatan Fitoremediasi Tanah Tercemar Merkuri
Akibat Penambangan Emas Oleh Tanaman Jati Di Kokap Kulon Progo
YOGYAKARTA. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 24(1), 17-22.
53
LAMPIRAN
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66