a)
Nama koresponden: your@ity.ac.id (menggunakan email institusi)
b)
anotherauthor@ity.ac.id
ABSTRAK
Sirtu merupakan kepanjangan dari pasir dan batu, yang berasal dari material hasil dari kegiatan gunung
api yang tidak teruraikan, tercampur dari beberapa ukuran mulai dari ukuran pasir sampai bongkah yang
berada di dataran rendah akibat poses pengendapan. Wilayah dengan potensi sirtu di Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah Kabupaten Bantul. Salah satunya terletak di sepanjang aliran sungai Progo. Adapun
Proses penambangan sirtu dilakukan dengan sistem tambang terbuka. Sistem penambangan terbuka
memiliki banyak dampak terhadap lingkungan, terutama merubah bentuk bentang alam. Penelitian ini
bertujuan mengetahui potensi perubahan pola aliran airtanah akibat aktivitas pertambangan sirtu dengan
menggunakan analisis pemodelan airtanah numerik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuifer daerah
penelitian dibagi menjadi 2 yaitu, Akuifer atas bersifat tak-tertekan (akuifer dangkal), sedangkan akuifer
bawah bersifat semi-tertekan. pola aliran airtanah di daerah penelitian mengarah dari Barat dan Timur
menuju ke Bagian Tengah dan terus mengalir mengikuti aliran Sungai Progo kearah Selatan. Aktivitas
penambangan sirtu memberikan dampak penurunan muka airtanah, yaitu penurunan tertinggi terdapat
pada sumur OBS-6 sebesar 1,018 m sedangkan penurunan terendah terdapat pada sumur OBS-7 sebesar
0,018 m, dengan pola aliran dari Barat dan Timur menuju ke Bagian Tengah dan terus mengalir
mengikuti aliran Sungai Progo kearah Selatan.
Kata Kunci: Sirtu, Pertambangan Terbuka, dan Pemodelan Airtanah
ABSTRACT
Sand and rock are materials resulting from volcanic activity that cannot be decomposed, mixed from
several sizes ranging from sand size to boulders located in the lowlands due to depositional processes.
The area with the potential for sirtu. One of them is located along the Progo river. The sand and stone
mining process is carried out using an open pit mining system. Open pit mining systems have many
impacts on the environment, especially changing the shape of the landscape. This study aims to determine
the potential changes in groundwater flow patterns due to sand and stone mining activities in the Progo
river, Srandakan District, Bantul Regency by using numerical groundwater modeling analysis. The
results showed that the aquifer in the study area was divided into 2, namely, the upper aquifer is
unconfined (shallow aquifer), while the lower aquifer is semi-stressed. The pattern of groundwater flow
in the study area leads from the West and East to the Central Part and continues to flow following the
flow of the Progo River towards the South. Sirtu mining activities have an impact on groundwater level
decline, namely the highest decrease is found in the OBS-6 well of 1.018 m while the lowest decrease is
found in the OBS-7 well of 0.018 m, with a flow pattern from the West and East to the Central Part and
continues to flow following the flow. Progo River towards the South.
Keywords: sand and stone, Open Pit Mining, and Groundwater Modeling
PENDAHULUAN
Sirtu merupakan kepanjangan dari pasir dan batu, yang berasal dari material hasil dari
kegiatan gunung api yang tidak teruraikan, tercampur dari beberapa ukuran mulai dari ukuran
pasir sampai bongkah yang berada di dataran rendah akibat poses pengendapan. Wilayah
dengan potensi sirtu di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kabupaten Bantul. Salah satunya
terletak di Kecamatan Srandakan yang tersebar di sepanjang aliran sungai Progo. Adapun
Proses penambangan sirtu dilakukan dengan sistem tambang terbuka menggunakan peralatan
seperti cangkul, mesin sedot/jet pump serta peralatan sederhana lainnya sampai menggunakan
alat berat exavator. Sistem penambangan terbuka memiliki banyak dampak terhadap
lingkungan, terutamanya merubah bentuk bentang alam.
Telah banyak penelitian – penelitian yang mengangkat tema tentang dampak
pertambangan sirtu terhadap lingkungan sekitar, namun masih sedikit yang meneliti tentang
dampak tambang sirtu terhadap kondisi airtanah, sehingga perlu dilakukannya pemetaan pola
aliran airtanah yang nantinya bisa digunakan untuk mengetahui kuantitas maupun kualitas
airtanah.
Siklus hidrologi memegang peranan penting dalam penelusuran asal muasal air tanah.
Sumber daya air tanah bersifat dapat diperbaharui secara alami, karena air tanah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari siklus hidrologi di bumi. Kejadian dan pergerakan air tanah
bergantung pada kondisi fisik dan geologi setempat. Aliran air tanah merupakan salah satu
bagian dari siklus hidrologi yang komplek. Dalam kenyataannya terdapat faktor pembatas yang
mempengaruhi pemanfaatannya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dari segi kuantitas,
air tanah akan mengalami penurunan kemampuan penyediaan apabila jumlah yang diturap
melebihi umpan (ketersediaannya).
Curah hujan merupakan sumber utama dari air tanah selain sumber-sumber yang lain. Air
hujan yang jatuh di permukaan bumi tidak seluruhnya mengalir sebagai aliran permukaan yang
menuju ke sungai akan tetapi sebagian akan meresap ke dalam tanah melalui infiltrasi atau
perkolasi sebagai umpan air tanah. Jumlah bagian air hujan yang masuk ke dalam tanah
dipengaruhi oleh kondisi geologi, topografi, penggunaan lahan dan penutup lahan serta faktor
lainnya. Oleh karena itu curah hujan bukan merupakan faktor utama yang mementukan potensi
air tanah. Dengan kata lain daerah yang curah hujannya tinggi belum tentu mempunyai potensi
air tanah yang tinggi pula.
Dari uraian diatas maka pada penelitian ini difokuskan untuk melihat pola aliran airtanah
sekitar aktivitas pertambangan sirtu di sungai Progo, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul
dengan menggunakan pemetaan pola aliran airtanah.
METODE
Kegiatan pemetaan diawali dengan menganalisis data yang telah didapatkan pada tahap
persiapan dan kegiatan investigasi lapangan kemudian dilanjutkan dengan melakukan pemetaan
aliran airtanah. Adapun tahapan dalam melakukan pemetaan, sebagai berikut: dari data
pengukuran muka airtanah pada sumur – sumur warga kemudian dilakukan pemetaan kontur
muka airtanah menggunakan aplikasi MODFLOW, analisis data primer dan sekunder, hasil
analisis dari beberapa data tersebut digunakan untuk memahami sistem alamiah daerah
pemodelan, yang mana sistem alamiah ini merupakan dasar dari pembuatan model konseptual,
analisis data hidrologi dan data meteorologi diolah untuk mendapatkan nilai parameter
evapotranspirasi, limpasan, dan imbuhan airtanah. Nilai evapotranspirasi dihitung dengan
metode Thornthwaite (Seiler & Gat, 2007), dan nilai limpasan dihitung menggunakan
persamaan empiris dari Departemen Pertanian India (Haq dkk., 2011), serta nilai imbuhan
airtanah dihitung menggunakan rumus Lerner (1990), kemudian dari data – data tersebut
digunakan dalam pembuatan peta pola akiran airtanah menggunakan software MODFLOW.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hidrostratigrafi
Dari hasil kolerasi antar litologi, unit hidrostratigrafi diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kemampuannya dalam menyimpan dan meloloskan airtanah. Jenis lapisan batuan yang memiliki
sifat hidrolika yang sama akan diklasifikasikan kedalam satu unit hidrostratigrafi. Satuan
hidrostratigrafi daerah penelitian disajikan pada Gambar 1.
: Soil
: Pasir
: Lempung
Daerah penelitian dibagi menjadi 2 unit hidrostratigrafi yakni akuifer dan akuitard.
1. Lapisan pasir di daerah penelitian diklasifikasikan sebagai akuifer 1 dan akuifer 2, karena
memiliki nilai konduktivitas hidrolik dan porositas efektif yang besar sehingga bisa
menyimpan dan meloloskan air atau bersifat impermeable.
2. Lapisan lempung di daerah penelitian diklasifikasikan sebagai akuitard 1 dan akuitard 2,
karena memiliki nilai konduktivitas hidrolik dan porositas efektif yang kecil sehingga
kurang menyimpan dan meloloskan air atau bersifat permeable.
Konseptual Model
Konseptual model merupakan gambaran dari kondisi daerah yang akan dimodelkan dan
memperlihatkan gambaran sistem aliran airtanah di daerah penelitian. Tujuan pembuatan model
konseptual untuk penyederhanaan permasalahan lapangan yang kompleks. Model konseptual
aliran airtanah daerah penelitian disajikan dalam diagram blok (Gambar 3). Berdasarkan kondisi
hidrogeologi, Akuifer di daerah penelitian terbagi dua yaitu akuifer bebas dan akuifer semi-
tertekan. Kedua akuifer tersebut dibatasi oleh lapisan lempung sebagai akuitard. Kondisi batas
hidrolika pada model yaitu Sungai Progo dan Kali Bedog sebagai batas sungai (river boundary),
serta batas imbuhan airtanah yang digunakan sebesar 1.645,4 mm/tahun.
Akuitard 2 Soil
Akuifer 1
Akuifer 2
Akuitard 1
Gambar 4.
Peta Kontur Muka Airtanah
Gambar 5.
Peta Pola Aliran Airtanah
DAFTAR PUSTAKA